Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini harga telur | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TELUR YANG SUDAH MENGINAP MESIN TETAS DIKONSUMSI, AMANKAH?

Terlur infertil dalam keadaan segar masih layak konsumsi, namun dilarang diperjual-belikan secara umum. (Foto: Dok. Infovet)

Telur infertil menjadi tidak sempurna dan busuk jika berada dalam suhu yang tidak cocok. Apakah telur ini masih boleh dikonsumsi?

Sugianto salah satu peternak tampak sibuk mengecek satu per satu telur ayam petelur yang sudah dimasukkan ke dalam mesin tetasnya. Dengan menggunakan lampu pijar yang berada di bagian atas mesin tetas otomatis, peternak ini meneropong dengan teliti seluruh telur.

Telur-telur tersebut sudah empat hari berada di mesin tetas berkapasitas 100 butir. Seperti biasa, di hari keempat Sugianto melakukan pengecekan kualitas telur, memastikan semua telur tersebut layak tetas (fertil) atau tidak (infertil).

Dengan menggunakan lampu pijar, telur yang tampak kemerahan dan ada semacam semburat berwarna merah (menyerupai bentuk akar tanaman) di dalam telur dimasukkan kembali ke dalam mesin tetas. Telur-telur tersebut dipastikan sebagai telur fertil atau telur yang dibuahi. Telur ini dipastikan bisa ditetaskan dengan baik.

Sedangkan telur yang tampak terang dan tak terlihat ada semburat warna merah di keluarkan dari mesin tetas. Beberapa telur yang infertil segera dipisahkan di keranjang. Telur infertil merupakan telur yang tidak dibuahi dan tidak dapat ditetaskan.

Karena baru empat hari di ruang mesin tetas, Sugianto lantas memasak telur-telur tersebut. Saat dipecahkan, kuning telur tampak masih utuh bulat. “Ini masih layak konsumsi, karena kuning telurnya masih utuh. Saya bikin telur mata sapi. Tapi kalau ada telur yang bagian kuningnya bercampur dengan bagian putihnya, langsung saya buang, karena biasanya sudah mulai busuk,” ujarnya.

Apa yang dilakukan Sugianto kemungkinan juga dilakukan para peternak lain. Telur infertil yang sudah empat hari masuk ke mesin tetas, belum mengalami perubahan komposisi kuning dan putih telurnya. Artinya telur masih aman untuk dikonsumsi. Sebab itu, banyak para peternak yang tak membuang telur yang baru empat hari berada di dalam mesin tetas.

Namun demikian, ada juga peternak yang memanfaatkan telur infertil yang sudah empat hari di mesin tetas sebagai sumber protein ayam indukan pejantan. Zulkarnain Nasution misalnya, peternak mandiri ayam kampung di Kota Asahan, Sumatra Utara, mengolah telur-telur infertil menjadi puding. Bukan untuk dimakan, tapi diberikan kepada ayam indukan pejantan. “Ini bisa jadi sumber protein yang bagus untuk ayam pejantan,” ujarnya kepada Infovet.

Selain telur infertil yang masih bagus, Zulkarnain juga membaurnya dengan telur yang sudah bercampur bagian kuning dan putihnya. Langkah ini tentu akan mengurangi biaya pakan. “Saya kan peternak, kalau jumlah telurnya yang infertil terlalu banyak enggak mungkin dimakan semua. Makanya sebagian saya jadikan puding dan dikasih ke ayam pejantan. Ayamnya lebih sehat,” ungkapnya.

Karakteristik Telur Infertil 
Masalah telur fertil dan infertil sempat menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Persoalan telur tetas yang kemudian dinyatakan sebagai infertil tak hanya menjadi masalah para peternak rakyat, namun juga peternak skala industri. Bisa dipahami, dalam skala besar jika jumlah telur tak layak jual akan menjadi beban kerugian perusahaan.

Di level industri, telur infertil merupakan telur yang berasal dari perusahaan pembibitan ayam broiler, yang tidak menetas atau memang sengaja tidak ditetaskan. Telur ini biasa disebut juga dengan telur HE (hatched egg) yang tidak layak dijual sebagai telur konsumsi, karena rentan menjadi tempat pertumbuhan jamur dan bakteri, sehingga menyebabkan telur cepat membusuk.

Telur ini sebenarnya bisa menetas dan menjadi anak ayam jika disimpan dalam suhu yang cocok. Namun, jika disimpan dalam suhu yang tidak cocok, pertumbuhannya tidak akan sempurna, sehingga menyebabkan telur pada akhirnya akan mati dan membusuk. Lantas, apakah telur ini layak dikonsumsi?

Telur infertil boleh dikonsumsi asal bebas bakteri. Telur infertil dan telur biasa memiliki perbedaan yang hanya bisa dilihat dengan cara meneropongnya guna melihat apakah di dalam telur terdapat embrio atau tidak. Bukan itu saja, telur infertil juga memiliki karakteristik berupa bercak tidak sempurna berwarna putih pada bagian kuning telur, yang berukuran sekitar dua milimeter. Untuk melihatnya secara gamblang, harus memutar kuning telur di permukaan tangan secara perlahan.

Dalam laman situs Kementerian Pertanian, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan memberikan penjelasan bahwa berbeda dengan telur infertil, telur biasa memiliki bercak yang bernama blastoderm yang berukuran lebih besar, yaitu sekitar 4-5 milimeter.

Pada dasarnya, mengonsumsi telur infertil tidak berbahaya, selagi telur masih dalam keadaan segar dan belum membusuk. Jika dibandingkan dengan telur biasa pun kandungan gizinya akan sama, karena keduanya memiliki kandungan protein tinggi. Yang membedakan keduanya adalah ada atau tidaknya sperma di dalamnya.

Bukan itu saja, telur ayam juga mengandung lemak dan berbagai macam vitamin, seperti vitamin A, B, D dan E. Selain itu, telur ayam juga mengandung berbagai mineral baik untuk tubuh, seperti zat besi, fosfor, selenium dan asam amino lengkap. Jadi, telur infertil aman dikonsumsi selagi masih segar dan bebas bakteri.

Kendati demikian, pemerintah mengeluarkan larangan dalam memperjual-belikan telur infertil. Hal tersebut diatur melalui Permentan No. 32/Permentan/PK.230/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Melalui peraturan tersebut, para pengelola usaha dilarang memperjual-belikan telur untuk dikonsumsi secara umum, karena dikhawatirkan bahayanya.

Sekali lagi, Edukasi
Telur infertil yang tak jadi lanjut ke proses penetasan dan hanya menginap empat hari di mesin tetas, bisa dikonsumsi. Asalkan antara kuning telur dan bagian putihnya belum bercampur, kualitas telur masih aman dan layak dimakan. Telur-telur ini tetap bisa menjadi sumber protein hewani.

Menggalakkan konsumsi telur di tengah masyarakat juga perlu dilakukan. Selain harga terjangkau, kandungan sebutir telur sangat menopang kesehatan tubuh, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Peringatan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) yang digelar setiap tahun menjadi momentum tepat untuk makin mempopulerkan konsumsi telur dan daging ayam.

Untuk konsumsi daging ayam memang terlihat lebih menonjol di masyarakat. Banyaknya kedai ayam goreng dan masakan berbahan baku daging ayam menjadi salah satu indikatornya. Namun untuk konsumsi telur masih perlu ditingkatkan.

Edukasi konsumsi telur ayam kepada anak-anak yang paling efektif adalah melalui para dokter anak di berbagai layanan kesehatan. Sebab, biasanya apa saja yang dikatakan dokter akan dipatuhi pasiennya. Edukasi melalui dokter juga cukup efektif mengurangi maraknya mitos-mitos seputar efek buruk konsumsi telur pada anak balita.

Hanya saja, hingga sekarang masih ada dokter anak yang justru menyarankan pasiennya (anak balita) untuk tidak mengonsumsi telur karena berisiko alergi yang berlebihan. Pemahaman sebagian dokter yang seperti ini, kemudian berkembang menjadi mitos yang berdasar di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan.

Para dokter anak yang masih menganut pemahaman tersebut sudah selayaknya segera diluruskan. Menurut dr Triza Arif Santosa, dokter spesialis anak ini menjelaskan kekhawatiran munculnya bisul pada anak bukan semata-mata karena mengonsumi telur. Diakui, memang ada beberapa anak yang alergi terhadap telur. “Tapi bukan semata-mata karena konsumsi telur lalu keluar bisul,” ujarnya.

Ahli gizi ini menjelaskan, pemberian telur satu butir setiap hari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan stunting. Penelitian dari Washington University, bayi-bayi mulai usia 6-9 bulan yang diberikan satu butir telur setiap hari, kadar kolin dan DHA-nya lebih tinggi dibanding bayi-bayi yang tidak diberikan telur.

Dengan penjelasan detail dan ilmiah dari Triza ini sudah seharus para orang tua tak lagi mempercayai mitos-mitos yang tak jelas sumbernya. Telur merupakan sumber nutrisi penting yang dibutuhkan anak balita dengan harga terjangkau. Jika dihitung, harga telur ayam masih di bawah harga kerupuk yang kandungan gizinya sangat minim. Namun faktanya, masih banyak orang tua yang justru memberikan kerupuk kepada anak balitanya sebagai lauk.

Edukasi tentang pentingnya mengonsumsi telur dan daging ayam kepada masyarakat tampaknya masih perlu terus digalakkan. Maraknya bergam jenis kuliner berbahan daging ayam dan telur ayam mestinya menjadi media edukasi yang efektif. (AK)

PPN DAN RUMAH BERSAMA BANTU PEMERINTAH STABILISASI HARGA TELUR

 

Konferensi pers yang digelar Pinsar Petelur Nasional (PPN)

Jelang perayaan Hari Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2023, harga telur meroket hingga di atas Rp 30 ribu per kilogram. Dalam upaya menstabilisasi harga telur, asosiasi/organisasi perunggasan membentuk Rumah Bersama. 

Dalam konferensi pers daring, Kamis (1/12), Rumah Bersama terdiri dari dari Pinsar Petelur Nasional (PPN), Pinsar Indonesia, PPRN, Koperasi Pinsar Petelur Nasional, Koperasi Peternak Petelur Lampung, Koperasi Kendal, Koperasi Putra Blitar dan Koperasi Srikandi Blitar.

“Kami mengambil langkah bersama membantu pemerintah untuk mengatasi gejolak harga telur saat ini, yang disebabkan karena permintaan kebutuhan akan telur, baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa sangat tinggi  dalam persiapan Nataru,” terang Ketua Presidium PPN, Yudianto Yosgiarso.

Yudianto menambahkan, biasanya di Jawa terjadi surplus telur menjelang Nataru stoknya menipis. Sebab, permintaan industri katering hingga restoran untuk membuat kue bertambah.

Rumah Bersama membuat kesepakatan untuk menjual telur dengan harga maksimal Rp 27.500 per kilogram. Yudianto mengatakan, pelaku usaha telah menyetujui kesepakatan itu dan akan menyampaikan informasinya ke seluruh peternak. 

“Kami mengajak kepada seluruh anggot Rumah Bersama  untuk menjual partai telur ke Jakarta maksimal Rp 27.500, dimana harga tersebut termasuk ongkir Rp 1.200 dan eggtray,” ujarnya.

Selain itu, Rumah Bersama menyediakan telur sebanyak 50 truk berkapasitas 5 ton. Langkah ini diambil sebagai upaya apabila pemerintah membutuhkan telur untuk menstabilisasikan harga telur yang akan dijual dengan harga Rp 27.500 per kilogram, termasuk ongkos dan kertas alas telur.

Kendati harga tersebut lebih tinggi ketimbang harga acuan pembelian (HAP) yang telah ditetapkan pemerintah yaitu Rp 22-24 ribu per kilogram, Rumah Bersama menilai besaran itu sangat realistis. Sebab, harga telur yang disetujui pengusaha sudah termasuk dengan ongkos angkut dan kertas alas telur.

Di sisi lain, Yudianto melibat Harga Acuan Pokok (HAP) yang berlaku saat ini belum memperhatikan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan dampak dari situasi geopolitik akibat perang Rusia dan Ukraina. 

Dia menjelaskan, harga Rp 27.500 per kilogram ditetapkan oleh Rumah Bersama dengan mempertimbangkan besarnya ongkos angkut bagi peternak di Jawa Timur untuk mengirimkan ke Jakarta sekitar Rp 1.200. 

Ditambah biaya kertas alas telur sebesar Rp 500, sehingga menurutnya harga telur yang dijual peternak tak jauh dari HAP, yakni sekitar Rp 25.800 per kilogram. 

“Semoga langkah langkah ini bisa membantu meredakan gejolak harga telur yang naik saat ini. Asosiasi serta koperasi paguyuban sangat berharap peternak anggota dapat mentaati dan melaksanakan kesepakatan bersama ini,” harap Yudi. (NDV) 


MESKIPUN HARGA TELUR MELEJIT, TETAP ADA PETERNAK YANG MENJERIT

Kandang Ayam Petelur Milik Suparman : Hanya Tersisa 700 ekor

Kenaikan harga telur ayam di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, seminggu terakhir rupanya tidak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan peternak ayam petelur. Pasalnya, meski harga telur ayam di Pasar Baru Lumajang sudah tembus Rp 31.000 per kilogram, harga pakan ayam masih tinggi. Suparman, salah satu peternak ayam petelur di Desa Karangsari, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, mengaku belum bisa meraup untung meski harga telur sudah naik.

Apalagi, bisnis Suparman baru bangkit setelah dua tahun terakhir dihantam pandemi Covid-19. Sebagian ayamnya habis terjual untuk bertahan hidup selama pandemi.

"Dulu ada 1.500 ekor, sekarang tinggal 700 ekor, banyak yang dijual karena Covid-19 kemarin kan sepi," kata Suparman

Suparman menceritakan, dengan harga Rp 31.000 di pasaran, pedagang membeli telurnya dengan harga Rp 27.000. Biasanya saat harga normal, telur milik Suparman hanya dihargai Rp 19.000 per kilo. Meski harga telur sudah naik, pakan ternak juga ikut naik. Setiap karung pakan ternak harus dibeli Suparman dengan harga Rp 476.000

Suparman menjelaskan, satu karung pakan hanya cukup untuk memberi makan ayamnya selama dua hari. Peternak ayam petelur itu juga masih harus mencampur konsentrat dengan bahan lain seperti kulit padi dan jagung untuk mengirit pakan ayam.

"Saya campur sendiri supaya lebih hemat pakan, kalau gak gitu ya gak bisa untung," tambahnya. 

Sedangkan, dalam satu hari, Suparman yang memiliki 700 ekor ayam hanya bisa menghasilkan 25 kilogram telur.

"Belum bisa dibilang untung, harga pakan terus naik, belum lagi ini kemarin sudah rugi 800 ekor dijual karena pandemi," ungkapnya.

Pengakuan serupa dipaparkan Rudi, peternak ayam asal Kecamatan Kunir. Menurut Rudi, meski harga telur naik, tidak banyak pedagang yang mengambil telur darinya.

Alasannya karena para pembeli mulai berpikir ulang untuk membeli telur yang harganya hampir sama dengan daging ayam.

"Banyak pembeli yang tidak jadi beli telur karena tau harganya mahal, soalnya hampir sama dengan ayam, ayam sekarang itu Rp 35.000 sekilo," jelasnya. (INF)


HARGA TELUR MENDADAK MELEDAK, INI KATA PETERNAK

Stok Aman, Harga Naik Kata Salah Seorang Agen Telur di Palmerah

Harga telur ayam ras tengah bergerak naik lagi, bahkan kini di Jakarta sudah tembus Rp33.000 per kg. Padahal harga telur ayam sudah sempat melandai setelah sebelumnya hingga tak lama setelah Lebaran 2022.

Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga telur pada hari Senin, 22 Agustus 2022 naik Rp42 dari sehari sebelumnya menjadi Rp30.563 per kg. Harga tertinggi dilaporkan terjadi di Pasar Pluit yang mencapai Rp33.000 per kg dan terendah di Pasar Anyer Bahari yaitu Rp28.000 per kg.

Secara rata-rata nasional, Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat harga telur ayam ras hari Senin (22/8/2022) naik Rp100 dibandingkan Jumat (19/8/2022) menjadi Rp30.900 per kg.

Presiden Peternak Layer Indonesia Ki Musbar Mesdi, lonjakan harga telur saat ini sebagai efek domino penurunan populasi ayam petelur di saat pandemi hingga memasuki masa Lebaran 2022.

Sementara, permintaan telur beranjak naik sejak semakin longgarnya kegiatan sosial ekonomi masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Permintaan yang meningkat, ujarnya, juga berasal dari serapan-serapan bantuan sosial di masyarakat sehingga turut mendongkrak konsumsi telur.

"Hingga kemudian PPKM sudah level 1, permintaan naik tapi populasi ayam produksi (ayam petelur) belum pulih. Supply berkurang untuk kebutuhan masyarakat. Kemudian ada program bantuan sosial telur untuk masyarakat," kata Musbar.

Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah tengah mengkaji ulang harga acuan tingkat produsen maupun konsumen untuk sejumlah bahan pangan pokok, termasuk telur ayam ras.

Menurut Arief, pembahasan intens terus dilakukan lintas kementerian dan lembaga hingga nanti disahkan lewat Peraturan Presiden.

"Untuk daging ruminansia, ayam, telur, memang sudah waktunya di-review," kata Arief. (INF)

PEMERINTAH BANTU SERAP TELUR PETERNAK RAKYAT

Pemerintah bantu serap 1 juta telur milik peternak rakyat. (Foto: Istimewa)

Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan aksi peduli dengan menyerap 1 juta telur dari peternak rakyat.  Hal ini dilakukan sebagai upaya pemerintah membantu penyerapan telur di tingkat peternak sekaligus peningkatan konsumsi protein hewani.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, menyampaikan bahwa kegiatan penyerapan telur ini merupakan tindak lanjut dari hasil koordinasi dengan Kemenko Perekonomian yang kemudian mengimbau aksi solidaritas bersama untuk peternak rakyat.

“Telur yang dibeli oleh Kementan diperuntukkan untuk konsumsi pegawai Kementan, yayasan panti asuhan dan yatim piatu,” ujar Mentan Syahrul dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/11).

Ia mengemukakan, penyerapan telur peternak ini ditargetkan sebanyak 1 juta butir atau setara 62,5 ton dengan harga beli Rp 19.000/kg. Pada tahap pertama telah diserap sebanyak 30 ton dan sisanya sebanyak 32,5 ton akan diserap pada tahap selanjutnya. Lokasi sentra penyerapan telur terdiri dari Provinsi Lampung, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Dukungan semua pihak dalam melakukan aksi solidaritas sangat dibutuhkan sebagai bentuk kepedulian terhadap peternak. Semoga upaya kepedulian ini dapat memicu pemulihan stabilitas perunggasan telur ayam ras,” ucap dia.

Ia menambahkan, harga telur ayam ras dipengaruhi oleh volume supply di kandang dan daya serap pelaku pasar. Sementara, volume supply di kandang tergantung dari struktur umur induk dan sebaran produksi puncak tidak merata setiap bulan.

Selain itu, pola konsumsi juga bersifat musiman, terutama di daerah-daerah sentra produksi dan menyesuaikan HBKN dan kegiatan hajatan masyarakat berkaitan dengan penanggalan Jawa. “Produksi telur tinggi di daerah sentra memengaruhi peternak dan pelaku pasar mencari potensi pasar di daerah yang memiliki tren harga stabil dan lebih tinggi,” katanya.

Akibat mekanisme pasar dan distribusi telur antar daerah, harga telur ayam ras fluktuatif. Terlebih, adanya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama pandemi COVID-19, pengaruhi konsumsi telur mengalami penurunan. Padahal, potensi produksi telur ayam ras pada Oktober sebanyak 426.241 ton dan kebutuhannya 377.744 ton. Jumlah ini berpotensi surplus sebanyak 48.497 ton. Pada 2021, produksi telur ayam diperkirakan mencapai 5,52 juta ton dengan tingkat konsumsi sebesar 5,48 juta ton.

Sementara Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Nasrullah, menyampaikan pada saat harga telur di bawah harga acuan, maka pemerintah akan bergerak menyerap komoditas tersebut. Penyerapan telur dari peternak rakyat akan dilakukan terus oleh Kementan hingga harga membaik.

“Hal yang terpenting kita dapat berupaya mengurangi efek fluktuasi harga yang menekan harga telur dan merugikan peternak,” kata Nasrullah.

Berdasarkan laporan Petugas Informasi Pasar (PIP), harga telur ayam ras di tingkat peternak di Pulau Jawa per 13 Oktober 2021 tercatat rata-rata Rp 15.943/kg, harga terendah terjadi di Provinsi Jawa Timur rata-rata Rp 13.333/kg dan di Jawa Barat Rp 16.719/kg.

Sementara dari data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional per 13 Oktober 2021, rata-rata harga jual telur di tingkat konsumen mencapai Rp 23.100/kg secara nasional. Namun harga telur di sejumlah wilayah terpantau berada di bawah rata-rata. Misalnya DKI Jakarta harga telur kini Rp 19.000/kg, Jawa Barat Rp 18.900/kg dan Jawa Timur Rp 18.050/kg. Selain itu, di Lampung kini harga telur Rp 20.350/kg, Jambi Rp 19.850/kg dan Sulawesi Barat Rp 18.150/kg.

Pada kesempatan tersebut turut juga ditandatangani nota kesepahaman antara Ditjen PKH dengan PT Biogene Plantation, terkait kerja sama penyerapan telur dalam rangka upaya stabilisasi pasokan dan harga pembelian di tingkat peternak UMKM. (INF)

BULOG CEGAH HARGA TELUR NAIK DI BULAN RAMADAN

Telur merupakan salah satu komoditas yang dicari dan konsumsinya naik saat Ramadan


Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, menjelaskan salah satu komoditas yang nampaknya sulit dikendalikan harganya saat bulan Ramadan adalah telur. Telur pasalnya merupakan salah satu komoditas yang dicari dan konsumsinya naik saat Ramadan.

Meski harga sulit untuk dikendalikan, ia memastikan Bulog telah mengambil langkah antisipasi cegah kenaikan harga telur melonjak. Caranya dengan melakukan pemesanan ke peternak ayam petelur.

"Saya bilang kemungkinan mungkin telur. Tapi kita sudah berusaha, karena peternak ayam petelur sudah siap juga. Dan kita sudah kerjasama dengan para peternak telur ayam. Kita sudah membeli mereka," ujar Budi saat ditemui di Kementerian BUMN, Minggu (5/5/2019).

Budi menjelaskan dengan langkah pemesanan tersebut, setidaknya pemerintah sudah membeli pada harga saat ini. Namun, secara distribusi kata Budi akan dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sampai menjelang Lebaran nanti.

"Saya minta harga produksi hari ini tapi nanti dikeluarkannya bertahap. Semacam sistem operasi pasar juga. Jadi kalau stok menipis kami operasi pasar," ujar Budi.

Dengan cara itu, Budi mengatakan bahwa harga telur ayam bisa dikendalikan. Berdasarkan data Informasi Pangan Jakarta (IPJ) telur ayam hari ini rata-rata dibanderol seharga Rp 26 ribu/kg di berbagai pasar se-DKI Jakarta.

Harga itu melonjak dari harga yang dibanderol pada 30 April 2019 sebesar Rp 24.574/kg. Sementara itu berdasarkan harga pasar di Pasar Induk Kramat Jati, harga telur ayam dipatok sebesar Rp 25.000/kg.

Selain harga telur, Budi memastikan bahwa untuk komoditas pangan lainnya akan tetap terkendali. Sebab, stok pangan seperti daging ayam, kerbau, sapi, jagung hingga beras dipastikannya aman di gudang pendingin Bulog untuk operasi pasar, sehingga tidak akan terjadi kenaikan harga yang sulit dikendalikan untuk komoditas-komoditas tersebut. (Sumber: republika.co.id)

Harga Khusus Daging Ayam dan Telur Januari-Maret 2019

Foto: Pixabay

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memutuskan menaikkan harga eceran tertinggi (HET) telur dan daging ayam. Salinan Surat Menteri Perdagangan No. 82/M-DAG/SD/1/2019 tertanggal 29 Januari 2019 yang diperoleh Infovet, dijelaskan keputusan tersebut dilakukan berlaku untuk periode Januari hingga Maret 2019.

“Mengingat kenaikan harga jagung dan pakan di tingkat perternak yang berdampak pada kenaikan harga daging ayam dan telur di tingkat peternak dan konsumen berada di Harga Acuan, sehingga keputusan ini diambil untuk kondisi yang tidak normal," bunyi aturan tersebut seperti dikutip Infovet, Jumat (8/2/2019)

Terdapat juga harga acuan pembelian daging dan telur ayam di tingkat peternak serta harga acuan penjualan di tingkat konsumen, sebagaimana diatur dalam Permendag No. 96/2018 berlaku untuk kondisi normal.

Dalam permendag tersebut, harga acuan pembelian daging dan telur ayam ras di tingkat farmgate dipatok Rp 18.000/kg (harga batas bawah) hingga Rp 20.000/kg (harga batas atas).

Mendag menetapkan harga khusus pembelian daging dan telur ayam ras di tingkat farmgate seharga Rp 20.000/kg (harga batas bawah) hingga Rp 22.000/kg (harga batas atas). Sementara itu, harga khusus penjualan daging ayam ras kepada konsumen ditetapkan seharga Rp 36.000/kg dan telur ayam ras seharga Rp 25.000/kg.

Harga ini berlaku sejak surat tersebut ditandatangani tertanggal 29 Januari 2019 sampai dengan 31 Maret 2019. Selanjutnya, harga kembali mengacu pada Permendag 96/2018. (NDV)

Kenaikan Harga Khusus Telur dan Ayam Tak Efektif

Harga khusus daging ayam dan telur dinilai tidak efektif. (Foto: Pixabay)

Kementerian Perdagangan memutuskan untuk memberikan harga khusus untuk daging ayam dan telur ayam untuk mengompensasi tingginya harga jagung sebagai bahan baku industri pakan ternak. Namun, beberapa kalangan menilai langkah itu belum efektif untuk menyelesaikan masalah harga di pasaran.

Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sigit Prabowo menyatakan harga daging ayam dan telur ayam sangat terpengaruh pada hukum pasar, bukan pembentukan harga pemerintah. "Biasanya harga jual itu berdasarkan penawaran dan permintaan," kata Sigit dalam sambungan telepon, Kamis (31/1).

Perubahan harga acuan yang telah pemerintah lakukan tahun lalu tidak terlalu berdampak pada peternak. Terlebih langkah pemerintah yang menetapkan kebijakan tersebut tanpa didahului diskusi dan sosialisasi kepada pelaku usaha.

Namun, keputusan pemerintah juga saat ini menurutnya cukup tepat untuk menyesuaikan harga pakan, sehingga diharapkan bisa menekan lonjakan harga daging ayam dan telur. Meski demikian, hal lain juga mestinya dipersiapkan adalah mengenai optimalisasi penyerapan jagung lewat Perum Bulog sebagai stabilisator pangan.

Pembenahan pada sektor produksi jagung menjadi penting. Sebab, harga yang terlalu tinggi bisa membatasi daya beli peternak. "Yang perlu diturunkan itu terutama bahan baku pakan seperti jagung," ujar Sigit.

Dia menjelaskan, harga telur ayam dan daging ayam saat ini berada di kisaran Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan harga jagung sudah berada di level Rp 5.300 sampai Rp 6.500 per kilogram.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri juga mempertanyakan langkah pemerintah yang hanya melakukan koreksi di hilir. Menurut pedagang, harga acuan daging ayam dan telur ayam buatan pemerintah tidak akan memberikan pengaruh pada psikologi pasar.

Mansuri mengungkapkan, pemerintah harus menganalisis inti persoalan agar bisa memperbaiki kondisi harga serta pasokan. Dia pun meyebutkan ada tiga persoalan utama  yang harus mendapat perhatian khusus pemerintah dalam menjaga stabilitas harga ayam dan telur. 

Pertama, pasokan DOC (Day Old Chicken) ayam di peternak harus seimbang. TDengan pengaturan pasokan terhadap permintaan dan penawaran yang tepat,  diharapkan bisa membuat harga jual komoditas membaik dan mengurangi potensi lonjakan signifikan.

Apalagi sebelumnya juga  banyak peternak yang melakukan afkir dini atau pemotongan ayam padahal belum masuk usia dewasa akibat pasokan pakan yang berkurang dan harganya tinggi.

Kedua, proses penggemukan ayam ternak untuk petelur dan pedaging membutuhkan waktu jauh lebih lama. Penyebabnya, Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2017 yang melarang penggunaan antiobiotik dalam pakan ternak, berlaku sejak 1 Januari 2018. Hal ini juga menyebabkan pasokan ayam dan telur dapat tertunda.

Terakhir, dengan mengendalikan kenaikan harga jagung sebagai pakan untuk ternak. "Harusnya pemerintah sangat memperhatikan faktor produksi, jangan konsultasi ketika masyarakat sudah melakukan kritik," ujar Mansuri.

Dia menyebutkan, jumlah produksi yang rendah juga mengakibatkan tren peralihan konsumsi daging ayam dan telur ayam masyrakat kepada jenis komoditas berprotein lain, seperti ikan serta tahu dan tempe.

Menurutnya, harga satu kilogram daging ayam saat ini sudah sekitar Rp 36 ribu dan harga telur ayam berada pada posisi Rp 25 ribu per kilogram. Peningkatan harga itu juga berdasarkan harga beli di tingkat peternak.

Hal berbeda justru diungkap Ketua Umum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar Mesdi.
Menuurtnya, kenaikan harga jual bisa memberikan acuan baru. Dia menilai, kenaikan harga 10% dari Peraturan Menteri Perdagangan 96 Tahun 2018 membantu peternak karena harga jagung tidak terkendali.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho meminta pemerintah untuk mulai mengendalikan harga dan pasokan jagung. Sebab, kenaikan harga daging ayam dan telur ayam memicu kerugian untuk konsumen.

Apalagi, kedua komoditas merupakan komponen penyumbang inflasi yang besar di perdesaan. "Seharusnya pemerintah mengendalikan harga pakan jagung, itu lebih mensejahterakan peternak," kata Andry.

Menurutnya, jagung memiliki berkontribusi sebesar 40% sebagai bahan baku industri pakan ternak, selain dedak, ampas tahu, dan tepung ikan.

Dia juga mengungkapkan kekecewaan terhadap kurangnya koordinasi antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Sebab, ketika harga pakan jagung meningkat dan peternak kesulitan, Kementerian Pertanian justru menegaskan akan ada peningkatan ekspor jagung sehingga hal itu terlihat bertolak belakang.

Andry pun meminta pemerintah lebih berhati-hati dalam melakukan kebijakan, sebab pemburu rente bisa memanfaatkan celah yang merugikan masyarakat.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menerapkan harga khusus untuk komoditas ayam dan telur
untuk periode Januari hingga Maret 2019. Kebijakan itu ditempuh untuk menyiasati  harga jagung yang masih tinggi di tingkat peternak yang dapat berdampak terhadap meningkatnya harga pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di atas harga acuan.

Berdasarkan surat edaran Nomor 82/M-DAG/SD/1/2019 tertanggal 29 Januari 2019, harga pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak  untuk periode Janurai-Maret 2019 ditetapkan sebesar Rp 20 ribu per kilogram untuk batas bawah dan Rp 22 ribu per kilogram untuk batas atas.

Sementara itu, harga penjualan kepada konsumen, pemerintah mematoknya sebesar Rp 36 ribu per kilogram untuk daging ayam ras dan Rp 25 ribu per kilogram untuk telur ayam ras. Harga khusus berlaku sejak surat ditandatangani dan selanjutnya bakal kembali mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018.

Dibandingkan Permendag 96/2018, aturan harga batas bawah daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak ditentukan sebesar Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan pada batas atas, keduakomoditas itu ditetapkan sebesar Rp 20 ribu per kilogram.

Sementara itu, aturan juga mengatur harga penjualan di konsumen Rp 34 ribu per kilogram untuk daging ayam ras dan Rp 23 ribu per kilogram untuk telur ayam ras.

Perubahan untuk harga khusus dikarenakan harga daging ayam ras dan telur ayam ras berada di atas harga acuan. (Sumber: katadata.co.id)

Langkah Pemerintah Perbaiki Harga Telur dan Jagung

Pemerintah mengimbau agar peternak meningkatkan kualitas telur (Foto: Infovet) 


Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita turun ke lapangan langsung untuk meninjau pasar serta mengadakan pertemuan dengan peternak ayam petelur di Provinsi Jawa Timur, Rabu (31/10/2018).  

Pada pertemuan tersebut, Ketut menyampaikan beberapa langkah sebagai solusi untuk memperbaiki harga telur di tingkat peternak. Peternak diimbau agar meningkatkan kualitas telur dengan cara segera meregenerasi ayam yang sudah tua dan afkir, karena hal tersebut membuat produksi peternak tidak ekonomis dalam pemeliharaannya. Selain itu, Ketut menganjurkan supaya peternak memperbaiki kualitas telur.

“Kualitas telur mempengaruhi masa simpan telur agar bisa lebih lama, sehingga saat harga telur turun, penjualan masih bisa ditahan,” kata Ketut dalam keterangan resmi yang diterima Infovet, Kamis (1/11/2018).

Kementan juga meminta kepada perusahaan Pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC, sehingga DOC yang diproduksi dan dijual ke para peternak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

“DOC yang tidak memenuhi SNI harus dimusnahkan untuk menjaga kualitas dan tidak merugikan para peternak,” tegas Ketut.  

Peternak diimbau untuk membangun kebersamaan dengan menguatkan koperasi yang mengarah berbentuk Korporasi sesuai kebijakan pemerintah, sehingga diharapkan dapat mampu bersaing serta memiliki posisi tawar yang lebih kuat ketika membeli DOC dan pakan.

I Ketut Diarmita
“Saya berharap Koperasi Putra Blitar terus membangun jaringan, agar distribusi telur bukan hanya memenuhi kebutuhan DKI Jakarta, namun harus mengembangkan pemasaran ke provinsi-provinsi lain yang tingkat kebutuhan telurnya tinggi,” imbuh Ketut.  

Bukan hanya masalah harga telur yang cenderung turun, peternak ayam juga tengah menghadapi masalah bahan baku pakan yaitu jagung.  

Pakan menduduki porsi tertinggi dalam usaha peternakan ayam petelur yakni 71% dari biaya produksi. Peternak mandiri umumnya belum mempunyai manajemen stok pakan yang baik untuk mendukung keberlangsungan usahanya.

Ketut juga menyampaikan harapannya agar dimasa mendatang Bulog dapat terlibat dalam bisnis jagung untuk membantu suply kebutuhan jagung  para peternak rakyat.

Sementara itu, Ketua Satgas Pangan Irjen Pol Setyo Wasisto yang  hadir dalam pertemuan tersebut mengimbau agar para trader telur dan jagung untuk menjaga kestabilan harga, demi terciptanya iklim usaha perunggasan yang baik dan berdaya saing.

Selain bertugas memantau distribusi jagung maupun telur, Tim Satgas Pangan Polri bertugas untuk memastikan lancarnya distribusi bahan pangan. 

“Saya mengimbau supaya tidak ada pihak yang coba bermain-main dalam distribusi jagung dan telur, karena ini menyangkut kebutuhan pangan masyarakat banyak,” tegas Irjen Setyo Wasisto.

Tim Kementerian Pertanian juga telah melakukan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Blitar dan  disepakati langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan jagung dan rendahnya harga telur.

Langkah tersebut antara lain Kabupaten Toli-Toli siap mensuplai jagung ke Blitar, kemudian Kabupaten Blitar disarankan untuk meneruskan dan meningkatkan skala volume telur ke DKI melalui Koperasi Putra Blitar. Peternak Probolinggo dan Tasikmalaya diharapkan dapat mensuplai telur ke Kalimantan Selatan melalui Bulog Divisi Kalimantan Selatan, dimana harga telur di wilayah tersebut saat ini sangat tinggi. (NDV)


Upaya Pemerintah Turunkan Harga Telur

Mentan Amran saat meninjau OP telur ayam di Toko Tani Indonesia. (Foto: Ridwan)
Kementerian Pertanian menggelar operasi pasar (OP) telur ayam di 50 titik, yang digelar di 43 pasar di kawasan Jabodetabek. Telur dijual dengan harga Rp 19.500 per kg.

Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, yang melepas langsung 100 ton telur ayam di Toko Tani Indonesia menyatakan, operasi pasar ini merupakan salah satu cara menstabilkan harga telur ayam di tingkat konsumen yang melonjak mencapai Rp 30.000 per kg.

“Satu minggu terakhir ada kenaikan. Tapi belum seminggu harga sudah turun. Memang disvaritasnya 60 persen. Kita ingin buat pedagang untung, peternak dan kosumen bisa nyaman, semua sejahtera,” ujar Amran, Kamis (19/7).

Ia menyebut, OP akan terus dilakukan sampai harga telur stabil di tingkat konsumen. “Kita guyur terus-menerus ke pasar, jika sudah stabil dan aman kita rem agar tidak mengganggu peternak kecil,” ucapnya.

Ia pun menghimbau peternak bisa meningkatkan produksi untuk mengantisipasi melonjaknya harga. “Kalau demand meningkat, supply-nya kita tambah. Intinya kita harus menambah produksi,” imbuhnya.

Kegiatan yang melibatkan peternak ini juga digelar di beberapa kota besar di Indonesia. Menurut Atung salah satu peternak petelur Pinsar Indonesia yang ikut berpartisipasi menyebut, saat itu penurunan harga telur sudah terjadi di beberapa daerah.

“Di wilayah timur dan tengah harga sudah 19 ribu per kg, di Jakarta sudah 21 ribu lebih lah per kg. Perlahan mulai turun. Kalau dieceran harga 25-26 ribu per kg masih normal lah, karena mereka belinya pas harga lagi tinggi. 2-4 hari ke depan akan turun,” kata Atung saat ditemui Infovet.

Ia menilai, penyebab terjadinya kenaikan harga telur karena faktor libur panjang pasca lebaran dan banyaknya hajatan. “Demand-nya jadi meningkat, walau dikit-dikit jadi banyak juga semua,” tukasnya. 

Diwaktu yang sama, pantauan Infovet mengenai info harga telur melalui website Pinsar Indonesia. (RBS)


Wilayah Jabotabek dan Banten
Harga (Rp per kg)
Kamis, 19 Juli 2018
Minggu, 22 Juli 2018
Serang
22.000-22.500
22.500-22.700
Tangerang
23.000
23.000
Jakarta
22.500-23.000
22.500-23.000
Bogor
23.000
23.000
Cianjur
23.000
23.000
Sukabumi
23.000
23.000
Bekasi
23.000-24.000
23.000
Bandung
22.300
22.800
Tasikmalya
23.000
23.000
Cirebon
21.500
21.500
Kuningan
21.500
21.500

Sumber: Info harga telur Pinsar Indonesia, 2018.

Hilirisasi, untuk Stabilitas Harga dan Kesehatan Unggas





Saat tulisan ini disusun, harga daging ayam di pasar tradisional di wilayah Jakarta sekitar Rp 37 ribu per kg, harga telur ayam Rp 24 ribu per kg. Berbagai media memberitakan, memasuki bulan puasa, masyarakat mengeluh harga terus melonjak. Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan dan Kementan tampak sibuk mengupayakan agar harga kebutuhan pokok masyarakat tidak mengalami kenaikan.

Dalam kasus ini, peternak unggas mendapat bagian yang disalahkan karena dianggap menjual ayam dan telur dengan harga terlalu tinggi. Padahal fakta di lapangan tidak demikian. Harga telur di Blitar Rp 17 ribu per kg, di Pakanbaru bahkan hanya Rp 16 ribu per kg. Ini adalah harga yang normal, tidak ada lonjakan sama sekali, bahkan pakanbaru harga lebih rendah dari harga normal. Memang, menjelang bulan Puasa, harga di peternak sempat mengalami kenaikan, namun masuk pekan kedua sudah mulai kembali ke harga normal. Bahkan, dibanding dengan harga acuan Kementan sebesar Rp 18 ribu per kg untuk telur maupun ayam hidup, harga di peternak di sebagian daerah masih di bawah harga acuan pemerintah.

Pelaku usaha peternakan sebagai produsen sejatinya wajar jika berharap adanya kenaikan harga di waktu permintaan naik. Setidaknya bagi mereka, ada saatnya untuk menikmati untung, karena di bulan-bulan lain meskipun harga jatuh, mereka tetap berkomitmen tidak melakukan mogok produksi. “Meski rugi, saya tetap pelihara, untuk menjaga kelangsungan hubungan bisnis,” ujar para peternak.

Ingat kasus 2014 hingga 2016, harga ayam dan telur berada di bawah harga pokok produksi selama berbulan-bulan. Sebagian peternak yang tidak kuat untuk menanggung kerugian terpaksa mengistirahatkan kandangnya, bahkan ada yang berhenti total dan mengupayakan mengais rejeki dengan upaya lainnya.

Publik mungkin kurang paham bahwa menjalankan usaha “barang hidup” dalam sebuah negara kepulauan yang sangat luas ini sangat berbeda dengan memproduksi barang manufaktur.  Produsen peralatan rumah tangga dapat melakukan proyeksi bahwa di bulan tertentu misalkan menjelang lebaran dan saat tahun baru, terjadi lonjakan permintaan alat rumah tangga. Hal ini dapat diantisipasi dengan jumlah produksi yang sesuai kebutuhan pasar. Jika di saat tertentu terjadi oversupply juga tidak terlalu menjadi masalah karena barang yang diproduksi dapat disimpan di gudang dan dapat di jual kembali di saat permintaan melonjak.

Menjalankan usaha peternakan, tidak bisa dijalankan seperti memproduksi alat rumah tangga. Prediksi naik turunnya permintaan harus lebih cermat. Supply demand sepanjang tahun di sebuah negara harus dianalisa sehingga dapat diprediksi pergerakan naik turunnya permintaan.  Pertumbuhan ekonomi wilayah, laju inflasi dan tingkat kesadaran masyarakat akan konsumsi protein hewan ikut mempengaruhi permintaan. Pergerakan permintaan juga harus dilihat per daerah, karena Indonesia memiliki adat konsumsi protein hewani yang berbeda-beda waktunya.  Musim hajatan di berbagai daerah yang waktunya tidak seragam biasanya ikut berkontribusi meningkatkan konsumsi protein hewani.

Sementara itu dari sisi produksi juga ada beberapa aspek yang harus dikaji agar bisa menyediakan produk peternakan sesuai permintaan. Misalkan saja wabah penyakit hewan, kelangkaan produksi bibit, musim kemarau panjang, pasokan bahan baku pakan dan sebagainya, akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas produksi.
Ini semua tidak bisa bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Jika produksi peternakan diserahkan ke mekanisme pasar, resikonya adalah produksi tidak bisa terkendali. Ketika diprediksi bahwa saat tertentu akan terjadi lonjakan permintaan semua pelaku usaha akan berlomba memproduksi, hingga akibatnya terjadi oversupply dan harga anjlok.

Tahap berikutnya, karena harga jatuh, pelaku usaha akan mengurangi produksi. Sebagian di antaranya berhenti total. Selanjutnya karena para pelaku usaha mengurangi produksinya maka pasokan berkurang hingga di bawah permintaan. Harga menjadi naik kembali. Demikian seterusnya, setelah harga naik, gairah usaha peternakan kembali meningkat hingga kembali terjadi oversupply.

Kejadian ini berputar-putar terus dengan skala gejolak yang makin membesar, akibat konsumsi protein dan jumlah penduduk terus meningkat. Untuk memudahkan pemahaman terhadap permasalahan unggas, Dr Soehadji (Dirjen Peternakan 1988-1996) menggambarkan masalah ini sebagai lingkaran siput.

Bagaimana mengatasi semua ini? Sebagaimana disebut di muka, manajamen pengendalian produksi tetap harus dilakukan oleh pemerintah. Adanya tim ahli Dirjen PKH saat ini sebagai tim untuk menganalisa supply demand unggas, adalah langkah yang baik. Hendaknya kita tidak apriori dengan upaya ini. Publik harus mendukung dan mengkritisi jika ada kekurangan.

Langkah ini perlu dilanjutkan dengan langkah lain untuk mengurangi gejolak, yaitu hilirisasi perunggasan. Gagasan hilirisasi sudah cukup lama bergaung, namun belum berjalan optimal. Maksud hilirisasi adalah upaya memperkuat industri hilir perunggasan mulai dari pemotongan, penyimpanan dan pengolahan. Asumsi bahwa gejolak akan semakin besar adalah apabila industri hilir tidak digarap. Jika mayoritas masyarakat membeli ayam harus dalam bentuk ayam hidup, maka gejolak akan terus membesar. Itu sebabnya masyarakat harus dibiasakan membeli ayam beku, ayam dingin segar dan hasil olahannya.

Dengan indusri hilir yang baik, keuntungannya bukan hanya pada stabilitas harga, tapi juga kesehatan unggas dan juga kesehatan konsumen. Penyebaran penyakit AI (dan beberapa penyakit lain) akan lebih terkendali jika peredaran perdagangan ayam bukan lagi ayam hidup.

Pekerjaan rumah berikutnya adalah bagaimana agar konsumen membeli ayam dengan harga yang wajar dan seirama dengan harga di peternak. Kementerian Perdagangan perlu mengurai masalah ini dengan secermat-cermatnya. Jangan seperti sekarang, konsumen membeli produk unggas dengan harga mahal, padahal peternak tidak menikmati harga yang melonjak tinggi. ***

Editorial Majalah Infovet Edisi 288/Juli 2018

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer