Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini biosecurity | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENGHAMBAT PENYAKIT BAKTERIAL SEBELUM TERLAMBAT

Menjaga kesehatan ternak demi menuai performa yang produktif wajib hukumnya. (Foto: Freepik.com/Istimewa)

Dalam dunia mikroorganisme, bakteri merupakan salah satu yang paling sering dibicarakan. Terutama bakteri yang bersifat patogen. Celakanya, dalam dunia peternakan khususnya unggas, bakteri-bakteri patogen kerap menjadi permasalahan bagi peternak.

Menjaga kesehatan ternak demi menuai performa yang produktif wajib hukumnya. Terlebih lagi dalam perunggasan, selain penyakit non-infeksius, ada penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri yang kerap mewabah. Kadang wabah dari infeksi bakteri yang terjadi di suatu peternakan ayam dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Oleh karenanya, dibutuhkan trik jitu dalam menanganinya.

Karena Bakteri Jadi Merugi
Kesuksesan mengontrol bakteri patogen, menghindari kontaminasi, mencegah multifikasi, dan menyebabkan penyakit menurut Ensminger (2004), adalah salah satu kunci sukses menjaga performa dan produksi ternak. Namun tidak semua peternak mampu melakukannya. Cerita datang dari Junaidi, peternak asal Tanah Tinggi, Tangerang. Pernah ia mengalami kerugian akibat wabah penyakit chronic respiratory disease (CRD) kompleks beberapa tahun lalu.

Awal mula menjadi peternak broiler ia mengira bahwa memelihara ayam itu mudah, hanya tinggal memberi pakan dan menunggu saja, walaupun kenyataannya tidak. Dirinya baru mengetahui bahwa ayamnya terserang colibacillosis ketika ada staf technical service dari perusahaan obat mendatangi kandangnya.

“Saya enggak tahu-menahu awalnya, yang saya tahu penyakit ayam ya kalau enggak tetelo, flu burung,” tukas Junaidi. Ia kemudian perlahan belajar mengenai manajemen pemeliharaan yang baik dan benar dari berbagai sumber. Ketika diserang colibacillosis, kerugian ekonomi yang diderita Junaidi mencapai 50% dari total ayamnya.

Sementara kata Product & Registration Manager PT Sanbe Farma, Drh Dewi Nawang Palupi, bahwa infeksi bakteri sangat berbahaya dan merugikan. Penyakit bakterial seperti colibacillosis ditentukan oleh manajemen kebersihan kandang. Terlebih jika manajemen kebersihan kandang buruk dan tidak menerapkan sanitasi dalam kandang dan air minum.

“Kematian sekitar 1-2% dan bisa berlangsung lama bila tidak ditangani dengan baik. Jika terjadi di minggu pertama masa pemeliharaan, kematian bisa mencapai 10-15%. Jika kematian sampai 50% mungkin ada campur tangan penyakit lain (komplikasi),” katanya.

Walaupun begitu, ia menjelaskan bahwa colibacillosis sesungguhnya bukan penyakit yang serta-merta menyerang begitu saja. Kemungkinan jika ada kandang yang terserang colibacillosis itu hanya dampak sampingan saja.

E. coli itu bakteri komensal di usus dan organ pencernaan, jadi kalau tiba-tiba berubah jadi patogen pasti karena penyebab lain. Ini yang harus diwaspadai, sampingannya saja bisa berakibat begitu, apalagi bakteri patogen yang memang dapat menyebabkan penyakit secara langsung,” jelas dia.

Potensi Zoonotik
Selain kerugian pada hewan, yang tidak boleh dilupakan juga adalah beberapa penyakit infeksi bakterial pada unggas juga dapat menular ke manusia. Sebut saja penyakit salmonellosis, kadang banyak dilupakan bahwa penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. bisa menular kepada manusia dan penyebabkan penyakit pencernaan.

Bakteri Salmonella sp. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 4971/2012 tentang Zoonosis Prioritas, bahwa salmonellosis menempati urutan kelima dan merupakan zoonosis yang banyak menyebabkan kasus pada manusia, salah satunya bersifat foodborne yaitu ditularkan melalui makanan.

Menurut pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dr Drh Denny Widaya Lukman, beberapa zoonosis yang bersifat foodborne pada produk unggas (karkas dan telur) di antaranya diakibatkan oleh Salmonella enterica serotype (serovar) enteritidis (S. enteritidis), Salmonella typhimurium, Salmonella infantis, Salmonella reading, Salmonella blockey, Clostridium perfringens, Campylobacter jejuni, dan E. coli.

Denny menjelaskan, insidensi salmonellosis non-tifoid di dunia diperkirakan sekitar 1,3 miliar kasus dan 3 juta kematian setiap tahunnya. “Nah, kadang kita hanya berkonsentrasi di hulu saja, lupa akan hilir. Ini padahal juga kerugian yang diakibatkan oleh infeksi bakterial,” kata Denny.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa cara penularan Salmonella ke manusia umumnya melalui konsumsi makanan yang tercemar (jalur fekal-oral). Beberapa Salmonella memiliki sumber (reservoir) spesifik dan makanan tertentu sebagai media penularnya, misal Salmonella enteridis (SE) terkait dengan unggas dan produknya.

Secara gamblang Denny menjelaskan bahwa bakteri SE ditularkan dari induk ke telur secara transovarial, sehingga bakteri tersebut dapat ditemukan dalam isi telur dengan kondisi kerabang telur utuh. SE berkoloni di ovarium ayam petelur. Jika bakteri ini telah menginfeksi kelompok atau peternakan ayam maka sulit diberantas karena keberadaan bakteri ini dipelihara di lingkungan, pakan, dan rodensia di peternakan.

“Tidak usah jauh-jauh kita bicara mengenai ekspor produk unggas Indonesia dan flu burung. Produk kita sudah bebas dari yang tadi saya sebutkan semuanya belum? Jika sudah, apakah konsistensinya terjaga? Jangan sampai karena fokus di hulu kita lupa juga dengan sektor hilir,” tegasnya.

Pencegahan Sejak Dini
Banyak cara yang bisa dilakukan agar ayam selamat dari ancaman infeksi bakteri patogen. Sebenarnya, ayam memiliki sistem kekebalan sendiri di dalam tubuhnya. Oleh karenanya, harus dimaksimalkan hal tersebut. Bisa dibilang 70% dari sistem kekebalan tubuh ayam dibentuk pada minggu pertama (periode brooding). Karena itu, periode brooding merupakan masa yang menentukan tingkat keberhasilan pembentukkan sistem kekebalan tubuh ayam.

Marketing Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh M. Aura Maulana, mengingatkan bahwa, “Pada fase brooding, sel-sel ayam mengalami proliferasi atau perbanyakan. Semua sel tanpa terkecuali termasuk juga sistem imunitas. Maka kalau brooding bagus, nanti hasilnya pasti oke,” ujar Aura.

Pada masa brooding juga terjadi peralihan antara kekebalan pasif ke kekebalan aktif. Kekebalan pasif berasal dari penyerapan kantung kuning telur selama periode pengeraman dan beberapa hari setelah menetas. Kekebalan pasif mungkin cukup efektif untuk mencegah infeksi pada anak ayam, namun jangka waktunya pendek dan tingkat protektivitasnya akan terus menurun sejalan dengan waktu. Oleh karena itu, dibutuhkan kekebalan pengganti yaitu kekebalan aktif.

Hubungan antara penggertakan kekebalan aktif dan perkembangan organ kekebalan mendasari diperlukannya vaksinasi sebagai tindakan efektif menggertak kekebalan aktif. Rangsangan yang diberikan vaksin akan mempercepat pematangan sel-sel pertahanan tubuh milik anak ayam, sehingga merangsang terbentuknya kekebalan aktif lokal maupun seluruh tubuh.

Oleh karena itu, beberapa vaksinasi dilakukan pada periode awal misalnya ND (4 hari), IB (4 hari), Gumboro (7 atau 14 hari), serta AI (10 hari). Diharapkan ketika antibodi maternal sudah tidak protektif, antibodi aktif hasil gertakan vaksinasi sudah mampu melindungi ayam dari infeksi lapang.

Vaksinasi penyakit bakterial pada ayam broiler mungkin jarang atau tidak dilakukan sama sekali terkait dengan masa pemeliharaan yang singkat juga pertimbangan cost. Namun pada ayam layer, vaksinasi menjadi penting karena pemeliharaannya panjang. Banyak beredar program vaksinasi penyakit bakterial yang baik harus dapat memberikan protektivitas yang baik, serta disesuaikan dengan keadaan lapangan, juga pertimbangan biaya.

Selain itu, perkuat aspek higiene, sanitasi, dan disinfeksi. Apabila dilakukan dengan baik dan benar dapat mengurangi penularan penyakit, sehingga penggunaan antibiotik dapat dikurangi. ***

Ditulis oleh: 
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

BERINVESTASI PADA BIOSEKURITI

Ilustrasi biosekuriti. (Sumber: ahdb.org.uk)

Pentingnya aspek biosekuriti juga membuat orang terkadang salah kaprah, oleh karenanya dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman mendalam. Selain itu, kini penerapan biosekuriti dapat berbuah manis bagi siapapun yang mengaplikasikannya.

Prinsip paling hakiki dari biosekuriti adalah mencegah penyakit agar tidak masuk dan keluar dari suatu peternakan, apapun caranya. Dalam aplikasinya terserah kepada masing-masing peternak, namun begitu karena alasan budget rata-rata peternak abai terhadap aspek biosekuriti.

Setidaknya minimal ada tujuh aspek yang harus dilakukan dalam menjaga biosekuriti di peternakan menurut Hadi (2010) yakni kontrol lalu lintas, vaksinasi, recording flock, menjaga kebersihan kandang, kontrol kualitas pakan, kontrol air, serta kontrol limbah peternakan. Sangat mudah diucapkan, namun sulit untuk diimplementasikan.

Hewan Produktif, Manusia Sehat
Banyak peternak di Indonesia menanyakan efektivitas penerapan biosekuriti. Infovet pernah melakukan kunjungan ke Lampung, sewaktu FAO ECTAD Indonesia beserta stakeholder peternakan sedang giat menyosialisasikan biosekuriti tiga zona pada peternak layer di sana. Bersama akademisi dari UNILA, dinas peternakan setempat, dan perusahaan swasta yang berkecimpung di dunia peternakan, FAO memberikan penyuluhan dan mengajak peternak untuk “hijrah” agar sistem beternak mereka lebih baik dan mengutamakan biosekuriti.

Salah satu peternak layer asal Desa Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur, Kusno Waluyo, bercerita mengenai keputusannya mengubah  sistem beternak konvensional menjadi rasional. Bisa menjadi salah satu rujukan jika ingin mengetahui efektivitas penerapan biosekuriti.

Peternak berusia 48 tahun ini memang sudah terkenal sebagai produsen telur herbal. Hal ini diakuinya karena ia sendiri memberikan ramuan herbal sebagai suplementasi pada pakan ayamnya. Hasilnya memang cukup memuaskan, namun ia masih kurang puas karena merasa masih bisa lebih efektif lagi.

“Akhirnya saya mengikuti program FAO yang ada di sini, saya dengar kalau ini bagus, makanya saya coba ikut. Ternyata benar, biaya yang dikeluarkan makin irit, hasilnya lebih jos,” tutur pemilik Sekuntum Farm tersebut.

Ia mengatakan bahwa salah satu tolok ukur suksesnya penerapan biosekuriti di kandangnya adalah disaat ayam menginjak usia sekitar 29 minggu produksi telurnya stabil di angka 90% lebih. Selain itu dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi. “Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati, enggak seperti sebelumnya,” ungkap dia.

Selain itu, Kusno sudah sejak lama tidak menggunakan antibiotik tertentu dalam upaya pencegahan penyakit. Ia bahkan bekerja sama dengan peneliti dari UGM terkait penggunaan sediaan herbal (jamu) untuk meningkatkan performa dan mencegah penyakit.

“Kami sudah bekerja sama sejak lama, awalnya coba-coba, tetapi kini saya mulai berkonsultasi dan bekerja sama dengan UGM. Hasilnya lebih dari yang saya harapkan, performa naik, penggunaan antibiotik berkurang, dan kami berhasil membuka pasar untuk produk telur herbal kami,” tukasnya.

Disinfeksi sebelum masuk dan keluar kandang. (Foto: Istimewa)

Diwajibkan Pemerintah
Pentingnya aspek biosekuriti di unit usaha peternakan telah lama digaungkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian. Unit usaha yang bergerak di bidang peternakan dan menghasilkan produk pangan asal hewan wajib memiliki sertifikat NKV (Nomor Kontrol Veteriner). Sertifikat NKV ini adalah bukti sah bahwa telah diterapkannya praktik higiene dan sanitasi yang baik di unit usaha tersebut, dimana penerapan higiene dan sanitasi merupakan bagian dari biosekuriti.

Sejak 2005 melalui Permentan No. 381/2005 pemerintah telah mengatur hal tersebut (Sertifikasi NKV). Belakangan pemerintah melalui Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Ditjen PKH, kembali menunjukkan sikap bernasnya dalam sertifikasi NKV. Peraturan baru terkait NKV tertuang dalam Permentan No. 11/2020 yang gencar disosialisasikan.

Direktur Kesmavet, Drh Syamsul Maarif, mengatakan bahwa di Indonesia program jaminan mutu dan keamanan pangan sudah diatur oleh banyak peraturan perundangan. “Permentan ini dibuat khususnya dalam mencegah dari risiko penyakit zoonotik yang dapat ditularkan melalui produk-produk asal hewan seperti susu, telur, dan produk olahan asal hewan lainnya,” tutur Syamsul.

Ia mengatakan bahwa sudah menjadi tugas pemerintah untuk memastikan produk pangan asal hewan yang dikonsumsi masyarakat adalah produk yang ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal), serta terjamin mutunya.

Lalu apa hubungannya NKV, biosekuriti, dan peternakan? Seperti yang sudah disampaikan bahwa NKV adalah bukti suatu unit usaha telah menerapkan sanitasi dan higene pada unit usahanya, dimana kedua aspek tersebut merupakan bagian dari biosekuriti.

Drh Ira Firgorita dari Direktorat Kesmavet mengatakan bahwa beberapa unit usaha peternakan langsung menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi, misalnya peternakan layer, peternakan sapi, dan kambing perah. Hal ini tentunya membutuhkan jaminan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi.

“Oleh karenanya dibutuhkan penerapan biosekuriti yang baik dan kita akan berikan NKV jika memang memenuhi. Kalau di ayam broiler produknya tidak langsung dikonsumsi, jadi yang kita wajibkan NKV itu di RPA-nya (rumah pemotongan ayam),” kata Ira.

Ira juga bilang bahwa nantinya unit usaha penghasil produk ternak seperti peternakan penghasil telur dan susu wajib memiliki NKV. Apabila kedapatan tidak memiliki NKV akan diberikan sanksi berupa denda hingga kurungan penjara.

“Ayo dilakukan penerapan biosekuritinya, terus kita audit dan bimbing supaya bisa dapat NKV, banyak keuntungan juga kalau punya NKV,” tutur Ira. Keuntungan yang dimaksud yakni ada pada nilai tambah produk. Dengan kata lain, produk-produk yang memiliki sertifikat NKV lebih memiliki daya saing di tingkat retail bahkan ekspor. Hal ini dikarenakan produk yang hendak diekspor wajib memiliki NKV, dimana persyaratan yang ada pada NKV mirip dengan persyaratan produk ekspor. Hal itu juga yang dikatakan oleh Syamsul Maarif.

“Kami menyamakan prasyarat tersebut tentunya dengan merujuk pada peraturan internasional, jadi kalau sudah terpenuhi semuanya yang ada di situ otomatis sudah sama dengan ketentuan yang ada dan berlaku di tingkat internasional. Jadi tidak main-main,” kata Syamsul.

Melalui sertifikasi NKV ini, ia berharap agar peternak semakin peduli dengan biosekuriti di kandangnya, utamanya peternak penghasil susu dan telur. Namun begitu, bukan berarti juga bahwa peternak selain penghasil telur dan susu boleh abai pada biosekuriti. Ia tetap mengimbau agar peternak concern dengan biosekuriti. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer