Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini CEGAH RABIES | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

4000 HEWAN PENULAR RABIES TELAH DIVAKSIN SELAMA 2024 DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

Petugas Dinas Peternakan Kabupaten TTU Melakukan Vaksinasi HPR 
(Sumber : Istimewa)

Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah Utara telah memvaksinasi sebanyak 4000 ekor Hewan Penular Rabies (HPR) pada tahun 2024. Jumlah tersebut didata sejak Bulan Januari hingga Selasa, 19 Maret 2024. Pelaksanaan vaksinasi pada tahun 2024 ini telah dilakukan di 7 kecamatan dan 32 Desa di Kabupaten TTU, Provinsi NTT.

Dikutip dari Pos-Kupang.com pada (20/3) yang lalu, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Timor Tengah Utara, Trimeldus Tonbesi mengatakan, sasaran vaksinasi HPR pada 7 kecamatan ini mencakup Kecamatan Kota Kefamenanu, Mutis, Miomaffo Timur, Bikomi Selatan, Bikomi Tengah, Miomaffo Tengah dan Kecamatan Musi.

Ia menambahkan, pada tahun 2023 lalu, pihaknya melakukan vaksinasi HPR pada 6 kecamatan di Kabupaten TTU. Lima kecamatan ini yakni; Kecamatan Insana, Noemuti Timur, Noemuti, dan Miomaffo Barat. Dengan demikian, sebanyak 12 kecamatan telah menjadi sasaran vaksinasi HPR.

Menurutnya, satu tim akan menangani vaksinasi di satu desa hingga tuntas. Dengan demikian, setiap hari akan dilakukan vaksinasi HPR di 8 desa di Kabupaten TTU.

"Jadi satu kecamatan itu, semua tim masuk vaksinasi di situ sampai selesai baru pindah ke kecamatan lain,"ujarnya.

Ia mengimbau kepada para pemilik hewan peliharaan anjing agar tidak takut memvaksinasi hewan mereka. Pasalnya, di lapangan ada sejumlah masyarakat yang takut memvaksinasi hewan peliharaan mereka.

Mereka takut jika hewan peliharaan akan mati jika divaksinasi. Hal ini merupakan sebuah kekhawatiran yang keliru. Justeru, kata Trimeldus, Hewan Anjing ini divaksin agar tahan terhadap penyakit.

Para pemilik hewan peliharaan Anjing, lanjutnya, agar membantu menangkap atau mengandangkan anjingnya agar petugas bisa memvaksinasi HPR tersebut.

"Termasuk kepada aparat desa/kelurahan di Kabupaten TTU agar mohon kerja samanya mempersiapkan masyarakat sehingga kami dari Dinas Peternakan bisa menjangkau lebih banyak hewan peliharaan Anjing bisa divaksin lebih banyak,"pungkasnya. (INF)


KOLABORASI KEMENTAN DAN FAO SELENGGARAKAN WEBINAR ANTI RABIES

Webinar Rabies Membahas Penggunaan Vaksin Oral Untuk Mencegah Rabies


Sabtu 3 Februari 2024 kemarin, Direktorat Kesehatan Hewan bersama dengan FAO ECTAD Indonesia dan Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP) menyelenggarakan webinar bertajuk "Potensi Vaksinasi Oral Rabies dan Pertimbangan Untuk Penggunaannya di Indonesia" melalui daring Zoom Meeting. Penggunaan vaksin oral tentunya menjadi salah satu strategi dalam peningkatan cakupan vaksinasi anjing dalam memberantas rabies.

Direktur Kesehatan Hewan Drh. Nuryani Zainuddin dalam semabutannya menyebutkan bahwa vaksinasi rabies secara oral menjadi opsi dalam vaksinasi anjing liar yang sulit ditangkap.

Opsi lain yang mungkin bisa digunakan adalah vaksinasi oral rabies untuk anjing. Seperti diketahui, konsep ini sudah lama digunakan untuk vaksinasi hewan liar, termasuk untuk pengendalian rabies. Di beberapa negara Eropa, vaksinasi oral rabies untuk satwa liar sudah dilakukan sejak 1970-an, dan terbukti telah berhasil memberantas rabies pada satwa liar di beberapa negara. Untuk satwa liar, pemberian vaksin oralnya menggunakan pesawat atau helikopter dan disebar ke habitat satwa tertarget, misalnya rubah, sementara untuk anjing, metodenya sangat berbeda," tutur dia.

Dalam kesempatan yang sama bertindak sebagai narasumber yakni  Dr Ad Vos, salah satu ahli vaksin yang merupakan bagian dari Departemen Kesehatan Masyarakat Ceva Sante Animale, dalam presentasinya menjelaskan tiga komponen utama metode vaksinasi oral rabies untuk anjing.

“Setidaknya ada tiga komponen utama, yaitu vaksin yang memiliki efikasi dan aman bagi spesies target maupun non target; umpan yang disukai anjing lokal dan efektif dalam melepaskan vaksin di rongga mulut; serta teknik pemberian yang menggunakan sumber daya lokal dan mampu membatasi kontak dengan spesies non target," kata dia. 

Selain itu, dirinya menceritakan bahwa metode vaksinasi oral rabies terbukti efektif dalam mencapai cakupan di atas 70% dan cost-effective di beberapa negara.

“Penggunaan teknologi dalam pelaporan vaksinasi terbukti efektif dalam proses monitoring pelaksanaan metode ini secara real time di lapangan”, tambahnya.

Sementara itu, narasumber lainnya, Drh Khrisdiana Putri dari Universitas Gadjah Mada dan merupakan salah satu anggota Komisi Obat Hewan Kementan, menyebutkan bahwa produk vaksin oral yang sudah diregistrasi di Indonesia terbukti aman untuk penggunaannya di lapangan.

Hal tersebut juga diamini oleh Drh I Gusti Bagus Oka, dari Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Dirinya menceritakan pengalamannya dalam memberikan vaksin oral rabies di lapangan.

“Sebelum memberikan umpan pada anjing, jangan sampai menimbulkan kecurigaan anjing kepada kita karena bisa membuat anjing lari. Hindari kontak mata dengan si anjing, dengan jalan berpura-pura lewat melewati anjing sebelum menjatuhkan umpan di depannya. Selain itu vaksin oral tersebut aman dan efektif untuk digunakan," tuturnya. 

Program pilot yang telah dilakukan di Indonesia ini dapat terlaksana berkat kerjasam antara Direktorat Kesehatan Hewan bersama dengan FAO ECTAD Indonesia, AIHSP, dan Ceva Sante Animale, serta Ceva Animal Health Indonesia. Mereka berkolaborasi melakukan beberapa studi di Bali pada tahun 2021-2022, yaitu studi penerimaan umpan vaksin oral rabies, efektivitas vaksinasi oral rabies, potensi kontak dengan masyarakat, serta studi imunogenisitas vaksin oral, di mana hasilnya telah dipublikasi tahun 2023.

Studi tersebut menghasilkan temuan penting yang bisa digunakan sebagai referensi dalam memperkuat kualitas vaksinasi anjing melawan rabies di Indonesia. Hasil studi menunjukkan bahwa anjing lokal menerima umpan yang terbuat dari tepung telur dan umpan yang terbuat dari usus sapi Bali dengan tingkat kesuksesan masing-masing 95,2% dan 82,6%. Untuk respon imun, tidak ada perbedaan kuantitatif yang signifikan pada level antibodi yang ditimbulkan oleh vaksin oral dan vaksin parenteral yang biasa digunakan di Indonesia.

Setidaknya ada dua pesan kunci yang diidentifikasi  dalam acara seminar tersebut yakni Vaksin oral rabies mempunyai potensi sebagai opsi untuk menjawab masalah sulitnya vaksinasi anjing liar dan anjing berpemilik yang diliarkan dalam puaya pengendalian dan pemberantasan rabies. Selain itu, berbagai studi telah membuktikan keamanan, efektivitas, imunogenisitas, dan cost-effectiveness penggunaan vaksin oral rabies di beberapa negara.

Sebelum menutup webinar, Drh Nuryani menambahkan bahwa ia berharap agar vaksin oral rabies dapat digunakan untuk target anjing liar atau anjing berpemilik yang diliarkan, sementara anjing kesayangan dan anak anjing dapat divaksinasi dengan vaksin parenteral. Metode vaksinasi rabies oral ini nantinya digunakan sebagai pelengkap dalam pelaksanaan vaksinasi massal untuk meningkatkan cakupan vaksinasi dalam menghentikan penularan virus rabies di lapangan. (WFH).

Wahid Fakhri Husein – praktisi manajemen kesehatan hewan dan One Health; Direktur Sahabat Anti Rabies*


KEMENTAN, FAO, DAN BBGP JABAR INTEGRASIKAN ZOONOSIS DALAM KURIKULUM SEKOLAH

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kepala Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat menandatangani Perjanjian Kerja Sama Program Pemberdayaan Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Penggerak dalam Peningkatan Kesadaran Zoonosis pada Jenjang Pendidikan Tingkat Dasar di wilayah Provinsi Jawa Barat  (Foto : FAO)


Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Provinsi Jawa Barat, meluncurkan Program Pemberdayaan Guru dan Tenaga Kependidikan Sekolah Penggerak dalam Peningkatan Kesadaran Zoonosis pada Jenjang Pendidikan Tingkat Dasar di wilayah Provinsi Jawa Barat pada acara puncak perayaan Hari Rabies Sedunia atau World Rabies Day (WRD) di Bandung Sabtu (7/10).

Sesuai dengan semangat kampanye global WRD 2023 yang bertemakan, ‘All for 1, One Health for All’, kolaborasi multisektor ini mengambil pendekatan baru yang inovatifdengan memperkenalkan pendidikan zoonosis kepada siswa SD dan SMP melalui Kurikulum Merdeka Belajar.

 

Rabies merupakan salah satu dari enam penyakit zoonotik prioritas lintas sektor di Indonesia. Rabies adalah penyakit zoonotik pertama yang dikampanyekan sebagai model untuk memulai program ini, mengingat Jawa Barat masih dalam proses pembebasan rabies, khususnya Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sukabumi yang masih endemis terhadap penyakit berbahaya ini


Oleh karena itu, pendidikan sejak usia dini sangat penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam respons rabies. Program ini merupakan bagian dari upaya pencegahan rabies yang lebih luas dengan melibatkan masyarakat dalam sektor pendidikan yang bertujuan untuk mengurangi risiko rabies, terutama di kalangan anak-anak.

 

Pada kesempatan tersebut, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian bersama Kepala Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat menandatangani Perjanjian Kerja Sama sebagai bentuk dimulainya pelaksanaan program tersebut. 


“Rabies memerlukan program pengendalian lintas sektor yang terpadu berdasarkan prinsip One Health. Kesadaran terhadap masyarakat berisiko tinggi, dalam hal ini anak-anak, sangat diperlukan, mengingat 40% korban rabies adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun,” kata Syamsul Ma'arif, Direktur Kesehatan Masyarakat VeterinerKementerian Pertanian.

 

Mohammad Hartono, sebagai Kepala Balai Besar Guru Penggerak Provinsi Jawa Barat menyambut baik adanya program ini, dan menyatakan bahwa kurikulum ini, nantinya perlu disampaikan kepada seluruh sekolah, tidak terbatas hanya di Sekolah Penggerak saja. 


“Program ini merupakan bentuk kerja sama multisektoral yang strategis dan inovatif di Sekolah Penggerak Provinsi Jawa Barat untuk mengendalikan zoonosis dan memperkuat ketahanan kesehatan melalui pendidikan,” kata Hartono.

 

“Memasukkan zoonosis ke dalam Kurikulum Merdeka Belajar pada pendidikan tingkat SD dan SMP merupakan kolaborasi  multisektoral yang strategis untuk menciptakan generasi yang sadar akan zoonosis yang mengancam kesehatan masyarakat dan bersedia mengambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian rabies atau zoonosis lain yang mungkin muncul di Indonesia kedepannya," kata Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste.


FAO percaya bahwa program ini dapat memberikan dampak yang signifikan dalam membantu mencapai rencana strategis global untuk menghilangkan kematian manusia akibat rabies yang disebabkan oleh anjing pada tahun 2030, sehingga menciptakan Indonesia bebas rabies.

 

Sebagai bagian dari kegiatan komunikasi risiko rabies dan keterlibatan masyarakat, FAO Indonesia sebelumnya memfasilitasi webinar online tentang pencegahan rabies bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, yang secara eksklusif menyasar para guru dan staf kependidikan Sekolah Penggerak di Provinsi Jawa Barat untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai ancaman rabies dan tindakan yang tepat dalam merespon penyakit tersebut. Setelah itu, materi informasi, edukasi, dan komunikasi dibagikan ke seluruh Sekolah Penggerak di Provinsi Jawa Barat sebagai alat bantu ajar untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang rabies. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer