-->

BERSUNGGUH-SUNGGULAH SAAT MASA AWAL PEMELIHARAAN

Ayam pedaging dan petelur modern memiliki potensi genetik yang tinggi dan efisien. (Foto: Istimewa)

Ayam petelur maupun pedaging yang dibudidayakan oleh peternak telah mengalami perkembangan yang sangat cepat, baik pertumbuhan, produksi telur, maupun efisiensi ransum. Ahli genetik secara periodik melakukan penelitian dan perbaikan performa ayam modern.

Kenali Potensi Genetik Ayam Modern 
Ayam modern memiliki kemampuan pertumbuhan berat badan yang semakin cepat dan semakin efisien.

Ayam pedaging telah mengalami pertumbuhan signifikan, dari sebelumnya berat badan hanya 2.299 gram pada umur 35 hari, saat ini bertambah kurang lebih 395 gram menjadi 2.694 gram. Jika dirata-rata per tahun pertambahan berat badannya kurang lebih 50 gram selama interval 2015-2023.

Selain itu jika diperhatikan pola pertumbuhannya, ayam pedaging semakin lebih cepat tumbuh pada dua minggu pertama masa hidupnya. Hal ini semakin menegaskan begitu pentingnya mencapai target pertumbuhan pada dua minggu awal kehidupan ayam pedaging. Berat badan pada dua minggu pertama yang tidak tercapai akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian berat badan pada minggu-minggu berikutnya, bahkan sampai saat panen.

Lalu bagaimana dengan tingkat efisiensi ransumnya? Selama 8 tahun kebelakang, tingkat konversi ransum (feed conversion ratio/FCR) semakin lebih baik, yaitu kurang lebih 0,114. Ayam pedaging memiliki kemampuan untuk tumbuh semakin cepat dengan tingkat efisiensi ransum semakin baik.

Ayam petelur pun memiliki perkembangan performa yang sangat signifikan, dimana satu ekor ayam petelur ditargetkan mampu menghasilkan 500 butir telur selama masa hidupnya.
Umur produksi ayam petelur semakin lama, diafkir pada umur 100 minggu dengan jumlah produksi telur semakin lebih banyak dan efisiensi ransum semakin lebih baik. Sebuah potensi genetik yang semakin menguntungkan peternak.

Awal Adalah Utama
Begitu pentingnya tercapai pertumbuhan pada dua minggu pertama masa hidup ayam pedaging. Ayam pedaging akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan umur selanjutnya. Dan pencapaian berat badan pada periode ini akan menjadi modal untuk pertumbuhan selanjutnya. Andaikan pertumbuhan berat badan pada dua minggu ini tidak tercapai, maka pencapaian target berat badan pada minggu berikutnya semakin lebih sulit.

Saat dua minggu pertama semua organ penting bagi ayam pedaging tumbuh secara signifikan, mulai dari organ pencernaan, sistem kekebalan tubuh, kerangka dan sistem pengaturan suhu tubuh (termoregulasi).

Saat lima hari pertama, anak ayam harus mendapatkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support - Research and Development PT Mensana

MEMAHAMI KEBUTUHAN AYAM MODERN

Sukses tidaknya budi daya broiler salah satunya dapat diukur dari seberapa besar keberhasilan pada fase brooding. (Foto: Dok. Infovet)

Perkembangan pesat di sisi genetik harus dibarengi dengan pengaplikasian yang apik dari berbagai aspek. Hal ini mutlak harus dilakukan oleh setiap pembudidaya agar performa ayamnya maksimal.

Key Account Technical Manager Cobb Asia Pacific, Amin Suyono, menjabarkan mengenai perkembangan genetik ayam broiler sejak 1950-an hingga kini. Dimana dahulu presentase daging dada yang dihasilkan oleh karkas hanya 11,5%, sedangkan sekarang ini presentasenya meningkat 2,5 kali lipatnya.

Meskipun begitu, kata Amin, dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik untuk memenuhi potensi genetik yang luar biasa tersebut. Yang apabila ada satu aspek saja gagal, maka potensi tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa kita harus memenuhinya. Karena dalam standar kita, ayam memang diseleksi sedemikian rupa. Oleh karena perkembangan teknologi, maka tata laksana pemeliharaan haruslah tepat,” katanya.

Mulai dari Brooding
Dibutuhkan langkah konkret di lapangan agar performa broiler modern dapat mencapai potensi maksimalnya. Menurut Amin, sukses tidaknya membudidayakan broiler dapat diukur dari seberapa besar keberhasilan peternak pada fase brooding.

“Prinsipnya brooding adalah sprint bukan marathon, jadi dalam sprint start adalah kunci kemenangan. Kita harus fokus pada hal dasar dan menjalankan detail sebaik mungkin,” ungkapnya.

Aspek pertama yang perlu diperhatikan sebelum chick in menurutnya yakni dari segi sanitasi, disinfeksi, dan istirahat kandang. Semuanya berkaitan dengan kesehatan ayam karena sebelum ayam masuk, kandang dikondisikan harus sebersih mungkin dengan tingkat ancaman infeksius terendah.

Sebab, brooding merupakan periode transisi dimana ayam ditaruh di tempat dengan kondisi suhu yang berbeda dari sebelumnya. Apabila suhu brooding tidak tepat, maka intake pakan dan air minum tidak akan maksimal, kata Amin, perlu dilakukan pre-heating pada sekam setidaknya 48 jam sebelum ayam datang.

“Suhu sekam kalau bisa di-setting pada suhu 32-34° C, di situlah zona nyaman ayam yang kami rekomendasikan. Jika sudah nyaman ayam akan beraktivitas (makan dan minum) secara normal,” jelas dia.

Rekomendasi suhu kandang oleh Cobb dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

OPTIMALISASI GENETIK AYAM MODERN SEJAK DINI

Berkat kemajuan di bidang teknologi dan seleksi breeding yang baik, ayam ras mengalami perkembangan genetik sangat pesat. (Foto: Istimewa)

Ayam ras jenis pedaging maupun petelur telah mengalami perjalanan sejarah panjang untuk mencapai performa seperti sekarang ini. Lebih dari seabad lalu melalui berbagai proses penelitian dan pemuliaan, dihasilkan ayam ras dengan performa genetik seperti sekarang. Namun begitu, masih ada saja kendala yang menyebabkan potensi genetiknya tidak dapat mencapai performa yang diinginkan.

Didesain untuk Memenuhi Kebutuhan Pasar
Berkat kemajuan di bidang teknologi dan seleksi breeding yang baik selama lebih dari 100 tahun, ayam ras mengalami perkembangan genetik yang sangat pesat. Hasilnya ayam broiler di masa kini semakin efektif dalam mengonversi pakan menjadi bobot badan, sehingga menghasilkan daging lebih banyak yang dapat memenuhi keinginan pasar.

Begitupun dengan ayam petelur modern yang juga didesain untuk kebutuhan produksi. Dengan potensi menghasilkan telur yang bahkan diklaim mencapai 500 butir dalam waktu 100 minggu.

Menurut Ketua Umum GPPU, Achmad Dawami, seleksi genetik broiler yang dilakukan selama ini telah meningkatkan produktivitas. Pada kurun waktu 1960-1970-an, untuk mencapai bobot hidup 1,3 kg membutuhkan masa pemeliharaan selama 84 hari, namun sekarang dengan masa pemeliharaan kurang lebih 38 hari ayam broiler sudah mampu mencapai bobot hidup 2,5 kg.

“Potensi genetiknya memang memungkinkan untuk seperti itu, namun di lapangan sangat jarang peternak yang dapat mencapai potensi genetik maksimal. Oleh karenanya ini masih menjadi PR bersama, soalnya kalau potensi ini dapat dimaksimalkan, produksi kita akan lebih baik dari sekarang,” tutur Dawami.

Ia juga menyebut ke depannya kemungkinan besar ayam broiler masih akan menjadi sumber protein hewani primadona bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Pasalnya harga per gram protein ayam broiler dibanding komoditas daging lainnya adalah yang termurah, sehingga hal ini juga akan berdampak pada tingginya permintaan pasar.

High Performance, High Maintenance
Memang benar dalam urusan performa ayam broiler tidak usah diragukan lagi dari segi pertumbuhan bobot perhari, konversi pakan, serta parameter pertumbuhan lainnya sangat luar biasa. Namun, sebagai kompensasinya aspek kekebalan tubuh dan kerentanan terhadap stres dari ayam menjadi berkurang.

Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan. Menurutnya, ayam broiler zaman now memanglah sebuah monster, hal tersebut karena dalam 30 hari saja ayam broiler dapat melipatgandakan bobot tubuhnya hampir puluhan kali lipat (sejak DOC) hingga fase finisher.

“Betul-betul monster by design, tapi sebenarnya mereka sangatlah rapuh. Rawan stres, rawan penyakit, ini sudah menjadi sebuah keniscayaan, bahwa tidak ada makhluk hidup yang superior, pasti ada aspek yang dikorbankan. Butuh intervensi dari manusia agar potensi genetik dari pertumbuhan mereka optimal,” kata Prof Wayan.

Ia menambahkan berbagai fakta dan data bahwa performa broiler yang dipelihara… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

AIR MINUM BERKUALITAS MENUNJANG PRODUKTIVITAS

Konsumsi air minum dapat menjadi indikasi kesehatan atau baik/buruknya praktik manajemen pemeliharaan. (Foto: Istimewa)

Memasuki musim kemarau, ketersediaan air dan penyediaan air berkualitas kerap bermasalah, padahal ketersediaan air menjadi prioritas pertama bagi peternak setelah kecukupan pakan.

Meskipun potensi air tanah di Indonesia relatif cukup ketersediaannya, dimana sumber air tanah dapat diperoleh dari dua kedalaman, yaitu air tanah dangkal umumnya berada pada kedalaman kurang dari 40 m dari permukaan tanah. Air tanah ini sangat mudah dipengaruhi kondisi lingkungan setempat. Hal ini disebabkan karena tidak dipisahkan oleh lapisan batuan yang kedap. Jika terjadi hujan, air yang meresap ke dalam tanah akan langsung menambah air tanah ini.

Sementara untuk air tanah dalam keberadaannya cukup dalam sehingga untuk mendapatkannya harus menggunakan alat bor besar. Air tanah ini berada pada kedalaman antara 40-150 m. Dimana tidak dipengaruhi oleh kondisi air permukaan setempat karena dipisahkan oleh lapisan batuan yang kedap. Air tanah ini mengalir dari daerah resapannya di daerah yang bertopografi tinggi.

Peternak di Indonesia umumnya menggunakan sumber airnya dari air tanah yang mempunyai kedalaman 40-60 meter untuk kebutuhan ayamnya. Pilihan peternak ini sangat tepat, karena menurut berbagai sumber yang penulis peroleh bahwa air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup dan sebagai salah satu zat nutrisi dalam tubuh.

Konsumsi air minum dapat menjadi indikasi kesehatan atau baik/buruknya praktik manajemen pemeliharaan. Ketika konsumsi air minum turun, maka harus segera dievaluasi kemungkinan penyebabnya. Beberapa di antaranya yaitu terinfeksi penyakit, kondisi lingkungan kandang terlalu dingin, jumlah dan distribusi tempat minum tidak merata, tempat minum ayam kotor, kualitas air jelek seperti kejernihan dan warna air. Sehingga ketersediaan air berkualitas harus tercukupi di sebuah peternakan karena unggas banyak membutuhkan air, sehingga perlu cadangan air di lokasi peternakan, serta penyimpanan yang tepat sesuai kebutuhan air harian peternakan unggas.

Kebutuhan air yang pertama untuk konsumsi. Konsumsi air yang diperlukan unggas dapat mencapai dua kali lipat dari kebutuhan pakannya atau sekitar 1,8-2 kali (suhu udara 21° C) dari kebutuhan pakan harian. Konsumsi air dapat melebihi bila suhu udara yang terjadi mencapai 30° C.

Kebutuhan kedua untuk penyemprotan/pembersihan kandang (disinfeksi kandang), disinfeksi tempat pakan dan minum, disinfeksi kendaraan peternakan, serta kebutuhan harian karyawan. Sehingga diperlukan air sebanyak dua kali dari konsumsi harian unggas dalam satu peternakan. Unggas mampu bertahan 15-20 hari tanpa pakan, tetapi tanpa air 2-3 hari bisa mati. Begitu pentingnya air, maka perlu diperhatikan kualitas maupun kuantitasnya.
Air memiliki porsi sebesar 50-65% dari massa tubuh unggas dewasa, sedangkan pada DOC  kandungan air mencapai 90% pada masa tubuhnya. Selain sebagai zat nutrisi dalam komponen tubuh, air juga berpengaruh terhadap... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
Phone: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

PENTINGNYA MENJAGA KUALITAS AIR MINUM

Ayam harus dipastikan mendapatkan air minum berkualitas. (Foto: Istimewa)

Technical and Sales Support Manager Neogen, Anthony Pearson, dalam sebuah seminar pernah berkata bahwa menjaga kualitas elemen air minum menjadi penting apabila berbicara esensi hidup ayam. Sama pentingnya dengan membicarakan pakan, nutrisi, dan kebutuhan oksigen.

“Sesuatu dari luar yang masuk ke dalam tubuh ayam secara sengaja (pakan, air minum, obat-obatan) harus dipastikan aman untuk dikonsumsi oleh ayam, kadang kita suka lengah akan hal ini,” tutur Anthony.

Ia melihat di beberapa negara berkembang khususnya di benua Asia dan Afrika, perhatian pembudidaya terhadap kualitas air masih belum mendalam. Padahal, menurutnya air minum yang dikonsumsi oleh ayam diupayakan sama atau mendekati kualitasnya dengan yang dikonsumsi manusia.

Hal tersebut juga disetujui oleh Tony Unandar selaku private poultry consultant, sekaligus Anggota Dewan Pakar ASOHI. Ketika bicara mengenai mikroba pada sistem air minum dan dampaknya pada kesehatan serta performa ayam, itu sama pentingnya dengan aspek lain seperti pakan dan biosekuriti.

Dia mengungkapkan, akibat pelarangan penggunaan antibiotic growth promoters (AGP) pada pakan, peternak harus lebih memperhatikan kualitas air minum supaya gangguan pada saluran pencernaan jauh berkurang.

Lanjutnya, patogen masuk ke kandang ayam umumnya melalui tiga rute, yakni udara, air, dan pakan. Ketiga hal ini sangat dibutuhkan ayam. Sumber air yang tidak higienis dapat mengandung total coliform, E. coli, dan patogen lainnya yang mengganggu kesehatan ayam.
Bakteri-bakteri bersama alga dalam air akan membentuk koloni yang berwujud biofilm yang semakin lama semakin menebal. Tentunya sangat mengganggu saluran instalasi air minum dan berpotensi menyumbat nipple. Untuk itu monitoring terhadap biofilm harus rutin dilakukan.

“Biofilm sulit diterobos oleh antiseptik biasa. Jika dapat diterobos, berarti antiseptiknya memiliki teknologi dan mekanisme tersendiri. Antiseptik yang mengandung hidrogen peroksida, copper (Cu), dan silver (Ag) menjadi solusi efektif untuk mencegah dan menghancurkan biofilm,” ujar Tony.

Sementara menurut Sales & Marketing Manager dari Intracare BV, Arjan van de Vondervoort, mengungkapkan salah satu cara meningkatkan kebersihan/higiene dan sterilisasi di air minum yang terkontaminasi menjadi tempat berkembang biaknya mikroorganisme berbahaya, sehingga dapat menurunkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

KUALITAS DAN KUANTITAS AIR MINUM UNTUK PERFORMA MAKSIMUM

Distribusi dan kuantitas air harus cukup untuk ayam. (Foto: Shutterstock)

Dalam kesehariannya ayam di kandang bukan hanya makan, tetapi juga minum. Tidak bisa dipungkiri bahwa air minum adalah salah satu komponen penting dalam budi daya. Oleh karenanya dibutuhkan trik tertentu dalam menjaga kualitas dan kuantitas air minum.

Sejak dulu air adalah sumber kehidupan, bayangkan jika dalam sehari saja manusia tidak minum, tentunya akan terjadi dampak buruk bagi kesehatan, hal yang sama akan berlaku pada hewan ternak, termasuk ayam.

Secara fisiologis, air berfungsi sebagai media berlangsungnya proses kimia di dalam tubuh ayam. Selain itu air juga berperan sebagai media pengangkut, baik untuk zat nutrisi maupun zat sisa metabolisme, mempermudah proses pencernaan dan penyerapan ransum, respirasi, pengaturan suhu tubuh, melindungi sistem syaraf, maupun melumasi persendian. Hampir semua proses di dalam tubuh ayam melibatkan dan memerlukan air.

Oleh sebab itu, kualitas dan kuantitas air minum harus terjaga agar selalu baik. Namun sebenarnya seberapa banyak ayam minum dalam sehari? Pada tabel di bawah ini disajikan konsumsi air minum ayam di berbagai fase produksi.

Tabel 1. Kebutuhan Air Minum Ayam Per Hari (Liter/1.000 ekor) pada Suhu 21° C

Umur (Minggu)

Kebutuhan Air Minum (Liter)

1

65

2

120

3

180

4

245

5

290

6

330

(Sumber: Poultryhub.com, 2017)

Konsumsi air minum ayam dapat menjadi indikasi kesehatan, bisa juga sebagai indikasi baik/buruknya manajemen pemeliharaan. Ketika konsumsi air minum turun, maka harus segera mengevaluasi kemungkinan penyebabnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut, misalnya ayam sedang terinfeksi penyakit, kondisi lingkungan kandang terlalu dingin, jumlah dan distribusi tempat minum tidak merata, tempat minum kotor, dan kualitas air buruk terutama terlihat dari fisik air dan lain sebagainya.

Masalah Kuantitas dan Sumber Air Minum
Biasanya di musim kemarau peternak acap kali menghadapi masalah yang sama terkait dengan air minum, yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

PODODERMATITIS PADA BROILER

Pododermatitis terjadi pada broiler dan ayam buras. (Foto: Istimewa)

Industri ayam broiler telah tumbuh dengan baik di Indonesia. Kandang-kandang broiler dapat ditemukan dengan mudah di berbagai sentra produksi. Jawa Barat merupakan provinsi dengan populasi broiler terbesar di Indonesia, disusul Jawa Tengah dan Jawa Timur. Populasi broiler di Indonesia pada 2022 mencapai 3.114.028.000 ekor, mengalami peningkatan dibandingkan dengan 2021 yang berjumlah 2.899.208.000 ekor.

Industri broiler telah mampu mendongkrak perekonian di Indonesia, mulai dari industri hulu, breeding farm, hatchery, pabrik pakan, hingga ke hulu dan meja makan. Broiler telah mampu menyediakan ketersediaan kebutuhan protein bagi masyarakat karena dapat diproduksi dan dipanen dalam waktu yang singkat kurang lebih sebulan.

Tumbuh pesatnya industri broiler juga turut mengangkat bisnis kuliner berbahan daging ayam ras. Tak hanya itu, bagian ceker/kaki ayam pun juga tak luput dari buruan masyarakat. Ceker biasanya digunakan sebagai pelengkap menu sajian kuliner. Bagian tersebut juga memainkan peran penting secara ekonomi.

Terlepas dari ceker sebagai bahan kuliner, kaki ayam merupakan organ tubuh yang penting dalam menunjang mobilitas saat masih hidup. Organ tersebut berfungsi sebagai alat gerak dan menunjang bobot tubuh. Ayam memerlukan kaki yang sehat agar bisa mencapai tempat pakan dan minum, beraktivitas, dan lain sebagainya.

Erosi dan Infeksi pada Tapak Kaki
Broiler dapat mengalami erosi dan infeksi pada telapak kaki akibat berbagai faktor. Kondisi demikian disebut pododermatitis, foot pad pododermatitis (FPD), bumblefoot, atau bubulan, yang mengakibatkan kepincangan saat berjalan, malas berjalan, dan sering kali terlihat duduk di lantai kandang tanpa mau berpindah tempat dengan kondisi bobot badan yang menyusut.

Apabila ayam dengan kondisi tersebut jika diperhatikan telapak kakinya akan terlihat terjadinya edema, pembengkakan telapak kaki, erosi pada telapak kaki, ulcerasi atau perlukaan pada permukaan telapak kaki.

Kasus terjadinya ulcerasi pada bantalan tapak kaki bervariasi dari ringan sampai berat. Pada kasus ringan akan terlihat bantalan telapak kaki ayam bengkak kemerahan yang berlanjut munculnya warna kehitaman berupa titik. Perlukaan pada bantalan kaki yang meluas pada kasus berat bisa mengundang terjadinya infeksi kuman patogen.

Pododermatitis secara ekonomi merugikan peternak karena bobot tubuh ayam bisa menurun tidak sesuai dengan umurnya. Kondisi ini dapat dimaklumi karena broiler menjadi malas bergerak karena nyeri pada telapak kaki yang mengakibatkan konsumsi pakan tidak optimal. Broiler juga enggan mencapai tempat minum. Food conversion ratio (FCR) pada ayam yang mengalami pododermatitis juga meningkat, yang akan memengaruhi meningkatnya FCR populasi.

Kerugian ekonomi dialami peternak karena meningkatkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2024.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Ahli Pertama pada
Loka Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Purna tugas di Kota Banjarbaru

SENI PERANG KOKSIDIA

Koksidiosis tergolong dalam “man-made disease” karena pola pemeliharaan ayam modern dengan densitas ayam yang sangat tinggi mengakibatkan total inoculum-nya sangat besar. Secara alamiah infeksi koksidia biasanya merupakan “self-limiting disease”, karena total inoculum yang rendah tidak akan membuat ayam sakit dan menunjukkan gejala klinis yang jelas, akan tetapi justru membentuk imunitas yang baik.

Koksidiosis adalah penyakit parasiter yang secara subtansial dapat terjadi secara subklinis maupun klinis, serta mampu mereduksi status kesehatan dan performa ayam modern secara signifikan.

Dalam suatu lokasi farm kejadiannya bisa berulang, dengan derajat keparahan yang variatif, serta bisa terjadi secara sporadis ataupun dengan mortalitas tinggi jika diinisiasi oleh faktor imunosupresi.

Berbasis pada sejumlah penelitian ilmiah dalam satu dekade terakhir, tulisan ini mencoba menelisik dinamika interaksi host-parasit (ayam-koksidia) dan parasit-mikrobiom (koksidia-mikroflora) dalam usus ayam modern. Hal ini tentu sangat menarik untuk dicermati dan dapat menjadi pertimbangan adekuat oleh kolega praktisi di lapangan, agar strategi jitu untuk pencegahan dan kontrol koksidiosis lebih presisi.

Sekilas Tentang Koksidia
Koksidiosis adalah penyakit protozoa yang disebabkan oleh suatu koksidia dari genus Eimeria yang secara alamiah bisa sembuh sendiri alias self-limiting disease (Kemp et al., 2013; Lu et al., 2021).

Spesies Eimeria umumnya dapat menyebabkan gangguan pada saluran cerna yang dengan berbagai derajat keparahan dapat mengakibatkan enteritis, diare, dehidrasi, dan tereduksinya bobot badan ayam. Eimeria adalah genus yang sangat besar, dengan lebih dari 1.800 spesies yang sudah diidentifikasi sampai saat ini (Duszynski, 2001).

Dibandingkan dengan genus dan spesies lain yang terkait dengan koksidia, siklus hidup Eimeria bisa diselesaikan dalam tunggal induk semang (Bangoura dan Bardsley, 2000; Dubey et al., 2020). Dengan kata lain, Eimeria mempunyai spesifisitas yang tinggi terhadap induk semang tertentu atau high host-specificity (Lu et al., 2021).

Semua anggota koksidia melakukan replikasi dan membentuk ookista dalam usus induk semang yang selanjutnya masuk ke dalam lingkungan ayam via feses. Jika ayam yang suseptibel termakan ookista yang sudah bersporulasi dari lingkungan, maka dalam hitungan menit akan ditransportasi ke dalam usus dan melepaskan bentukan sporozoit (Long dan Johnson, 1972; Chapman, 1978).

Setiap sporozoit akan melakukan invasi pada sel-sel epitelium mukosa usus dan akan tetap tinggal dalam suatu vakuola selama adaptasi dan menjadi bentukan tropozoit. Selanjutnya tropozoit akan bertumbuh dan memperbanyak diri via melakukan replikasi secara aseksual dan progresif yang kemudian berkembang menjadi bentukan merozoit dalam suatu vakuola yang disebut skizon (proses skizogoni). Tiap skizon akan mengandung ribuan bentukan generasi pertama dari suatu merozoit. Jika proses skizogoni telah selesai, maka sel-sel epitelium usus induk semang akan lisis dan ribuan bentukan merozoit akan masuk ke dalam lumen usus serta menginfeksi sel-sel epitelium usus yang baru (proses merogoni).

Setelah mengalami beberapa generasi proses merogoni maka parasit melakukan replikasi seksual dengan membentuk makrogamet dan mikrogamet. Selanjutnya mikrogamet melakukan invasi ke dalam sel epitelium yang baru dan melakukan fertilisasi terhadap makrogamet untuk menghasilkan zigot (Long dan Johnson, 1972; Ferguson et al., 2003). Sesudah zigot berkembang menjadi suatu bentukan ookista, keluar dari sel epitelium yang lisis dan selanjutnya dikeluarkan dari lumen usus induk semang bersama feses (Shirley et al., 2005; Dubey et al., 2020).

Jadi sangatlah jelas bahwa siklus hidup koksidia dalam tubuh induk semang (masa prepaten) yang terdiri dari fase kolonisasi awal (fase skizogoni), fase bertumbuh, dan replikasi (fase merogoni), serta fase pertumbuhan seksual (fase gametogoni) pada sel-sel epitelium mukosa usus induk semang tentu saja dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Tony Unandar
Anggota Dewan Pakar ASOHI

TERUS BERKUTAT DENGAN KOKSIDIOSIS

Serangan koksidiosis dapat berdampak pada proses pencernaan dan penyerapan nutrisi ternak menjadi tidak optimal. (Foto: Istimewa)

Koksidiosis masih menjadi momok bagi peternakan unggas di Indonesia. Tanpa disadari, koksidiosis “mencuri” dan “membunuh” unggas secara diam-diam. Kerugian ekonomi akibat penyakit ini selalu membayangi peternak dalam menjalankan usaha budi daya unggas.

Sebagaimana diketahui, koksidiosis merupakan penyakit yang menyerang saluran pencernaan unggas yang disebabkan oleh parasit dari spesies Eimeria sp. Penyakit ini dapat berdampak pada proses pencernaan dan penyerapan nutrisi menjadi tidak optimal, sehingga menyebabkan terganggunya pertumbuhan berat badan atau penurunan produksi telur (layer), yang berujung pada kematian.

Koksidiosis seolah tidak pernah hilang dari list penyakit yang perlu diwaspadai oleh para peternak unggas. Bukan tanpa alasan, jika unggas terserang koksidiosis sudah pasti yang terjadi adalah kerugian ekonomi dalam jumlah yang tidak sedikit. Berra (2010), menyebutkan dalam penelitiannya bahwa kerugian ekonomi akibat koksidiosis mencapai USD 3 miliar pada tahun tersebut. Kerugian berupa penurunan performa dan produksi ternak yang disertai dengan buruknya nilai FCR.

Pengaruh Domestikasi Manusia
Menurut konsultan perunggasan yang juga Anggota Dewan Pakar ASOHI, Tony Unandar, koksidiosis merupakan man made disease alias penyakit yang timbul karena proses domestikasi oleh manusia.

“Di alam kita jarang melihat kasus koksidiosis yang luar biasa hebatnya karena koksidiosis adalah self limiting disease, artinya kalau ditantang dalam dosis yang rendah ayam justru akan membentuk imunitas, bukan penyakit. Tetapi dengan adanya beberapa faktor seperti kepadatan yang tinggi dalam kandang maka jumlah koksidia yang ada di lapangan berada pada jumlah tinggi atau total inokulumnya sangat tinggi, maka akan menunjukkan gejala klinis yang jelas,” katanya.

Dari sini bisa diketahui bahwa makin tinggi kepadatan ayam, makin tinggi peluang ayam untuk terinfeksi koksidiosis. Pendapat senada juga disampaikan oleh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Prof Drh Lucia Tri Suwanti.

“Kepadatan kandang sangat memengaruhi, selain itu kita ambil contoh lain misalnya dari segi ventilasi. Jika ventilasinya buruk maka akan memengaruhi kelembapan dan memicu terjadinya sporulasi dari Eimeria. Selain itu sanitasi kandang yang kurang baik berdampak pada penyebaran penyakit,” ujarnya.

Kenali Perkembangannya
Lebih lanjut Prof Lucia menjelaskan, koksidiosis bermula dari... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

BAGAIMANA MENANGKIS SERANGAN KOKSIDIOSIS

Koksidiosis menyerang beberapa tipe ayam dan berbagai fasilitas kandang dan manajemen. (Foto: Andrew Skowron/Open Cages)

Koksidiosis disebabkan oleh protozoa dari golongan Eimeria, menyerang pada traktus intestinal dan mengakibatkan kerusakan mukosa usus, sehingga terjadi gangguan nafsu makan, proses pencernaan dan absorpsi nutrisi, serta terjadi dehidrasi, kehilangan darah dan meningkatkan suseptibilitas ayam terhadap penyakit lain.

Sebagaimana pada penyakit-penyakit parasit lainnya, koksidiosis banyak terjadi pada hewan-hewan muda karena kekebalannya yang dengan cepat terbentuk, namun efek proteksinya  lebih lama daripada outbreak penyakitnya sendiri. Tidak terjadi cross imunisasi antar spesies dan pada kasus yang kejadiannya kronis kemungkinan akan muncul spesies lain. Dalam  waktu singkat reproduksi koksidia dapat terjadi dan berpotensi menimbulkan masalah di suatu industri peternakan.

Koksidiosis menyerang beberapa tipe ayam dan berbagai fasilitas kandang dan manajemen. Pada umumnya infeksi koksidia relatif bersifat mild, namun karena berpotensi dalam menimbulkan kerusakan, sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi, maka sebaiknya anak ayam diberi pencegahan dengan anti-koksidial untuk mengendalikan infeksi atau menurunkan tingkat infeksi dan mendukung proses pembentukan level antibodi.

Tingkat kekebalan untuk koksidiosis yang ditimbulkan oleh vaksinasi pada broiler tidak begitu penting, oleh karena sudah dipotong pada umur muda (antara 6-8 minggu), sedangkan pada layer dan breeder diperlukan karena masa pemeliharaannya lebih lama. Namun menurut Larry R. McDougald dan W. Malcolm Reid (Diseases of Poultry, ninth edition, 1991, 780-797) vaksinasi terhadap koksidiosis keberhasilannya masih terbatas dan penggunaannya juga masih terbatas pada breeder dan kalkun.

Kasus koksidiosis dilaporkan kejadiannya di lapangan ada 3% selama triwulan I 2024 di hampir semua cabang, yang terjadi terutama pada layer. Pada umumnya terjadi pada umur antara 3-6 minggu, namun pernah dilaporkan juga pada umur dua minggu. Tingkat kematian bervariasi antara 5-8%. Selain menginfeksi secara tunggal, sering kali dilaporkan merupakan komplikasi dengan gumboro. Untuk pengendaliannya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

PENYAKIT MENGANCAM TANPA KENAL JAM

Risiko masalah kualitas air pada musim penghujan meningkat. (Foto: Istimewa)

Dalam setiap musim, baik kemarau dan penghujan tentunya ancaman yang berbeda akan dihadapi peternak. Baik dari segi penyakit dan lingkungan, ancaman tersebut memerlukan strategi yang berbeda.

Cuaca Kering Bikin Ayam Geuring
Di musim kemarau biasanya pada peternakan broiler akan ditemukan kejadian dimana 1-2 ekor ayam yang dipelihara mengalami panting kemudian mati secara tiba-tiba, namun hanya menimpa ayam berukuran besar. Biasanya kejadian tersebut merupakan indikasi ayam mengalami heat stress.

Kematian akibat heat stress cenderung menimpa ayam dewasa karena secara alami tubuh ayam akan menghasilkan panas (hasil metabolisme), ditambah suhu lingkungan yang semakin panas terutama disaat kemarau, sehingga panas dari dalam tubuh tidak bisa distabilkan. Dampak akhir yang terjadi ialah kematian.

Ironisnya, kejadian heat stress tidak hanya terjadi pada ayam broiler, namun juga layer. Yang menjadi pertanyaan seiring adanya perubahan iklim akibat pemanasan global, apakah kasus heat stress hanya disebabkan oleh faktor suhu dan kelembapan lingkungan?

Technical Education and Consultation PT Medion, Drh Christina Lilis, menjelaskan heat stress sudah menjadi problematika utama di dunia perunggasan Indonesia. Stres ini akan muncul ketika ayam tidak bisa membuang panas dari dalam tubuhnya akibat tingginya cekaman suhu.

“Ayam komersial modern yang selama ini kita pelihara termasuk hewan homeotermal, yaitu mampu mengatur suhu tubuhnya sendiri karena memiliki sistem termoregulator. Ayam modern juga lebih sensitif terhadap perubahan suhu, oleh karenanya butuh trik khusus dalam manajemen pemeliharaan,” tutur Christina.

Ia melanjutkan, banyak faktor lain yang memengaruhi kondisi suhu panas di kandang yang membuat ayam stres karena panas, misalnya metabolisme internal dari tubuh ayam, radiasi sinar matahari, aktivitas fermentasi mikroba pada litter kandang. Ketika ayam menghadapi kondisi panas dari berbagai sumber tersebut, ayam akan merespon dengan cara menurunkan suhu tubuhnya melalui pengeluaran kelebihan energi panas dari dalam tubuh.

Mekanisme pengeluaran panas tubuh ini akan berfungsi secara normal (optimal), saat ayam dipelihara pada zona nyaman (comfort zone), di luar kondisi tersebut maka respon ayam untuk mengeluarkan panas tubuh akan berubah. Kondisi tidak nyaman bisa menjadi faktor pemicu munculnya heat stress ialah manajemen pemeliharaan yang kurang baik.

Contohnya pengaturan kepadatan kandang yang tidak sesuai, pemilihan bahan kandang dan konstruksi kandang yang kurang tepat, ventilasi udara tidak baik, serta pemberian ransum dengan kandungan protein berlebihan. Ransum dengan kandungan protein melebihi standar akan dicerna dan zat sisa metabolismenya akan dikeluarkan bersamaan dengan feses, kemudian difermentasi mikroba menghasilkan amonia dan panas.

Musim Penghujan Yang Penuh Ancaman
Di musim penghujan bukan berarti cuaca sejuk dan dingin tidak memengaruhi aktivitas dan performa ayam. Saat musim penghujan, salah satu masalah yang dihadapi yakni kelembapan tinggi. Kelembapan dalam kandang akan memengaruhi suhu. Semakin naik kelembapan, suhu yang dirasakan ayam juga semakin tinggi. Sebaliknya, ayam akan merasakan suhu lebih dingin dibanding suhu lingkungan ketika kelembapan rendah.

Pada kondisi suhu rendah, anak ayam rentan mengalami cold stress alias hipotermia. Hipotermia adalah kondisi turunnya suhu tubuh ayam di bawah normal, kondisi ini lebih sering menyerang ayam muda (0-14 hari), karena belum mampu menyesuaikan suhu tubuh atau termoregulasi sehingga masih sangat bergantung terhadap suhu lingkungan.

Konsumsi pakan dapat meningkat namun konsumsi air minum rendah sehingga tidak tercerna dengan baik. Ayam broiler yang mengalami hidrop ascites karena adanya peningkatan tekanan aliran darah di arteri sehingga plasma darah merembes dan terkumpul di rongga perut. Dampak lain dari kondisi ini adalah memicu necrotic enteritis (NE) karena adanya peningkatan pH sekum untuk aktivitas fermentasi dan populasi Clostridium perfringens penyebab NE pun meningkat.

Menurut Drh Eko Prasetio selaku praktisi perunggasan Tri Group, pada musim penghujan pola dan aplikasi brooding pada ayam muda sangat kritis dan perlu dievaluasi secara intensif. Pasalnya dengan cekaman suhu dingin, kerugian akibat kematian dini kerap terjadi.

Brooding selain penting pada fase pertumbuhan ayam, prinsip utamanya mengondisikan lingkungan senyaman mungkin untuk ayam. Nah, biasanya di musim penghujan ini brooding mestinya memang lebih intensif dilaksanakan, jangan sampai luput dan merugi di kemudian hari,” tutur Eko.

Selain itu, kualitas air di musim penghujan juga menjadi masalah kronis. Berdasarkan data dari Technical Education and Consultaion PT Medion diketahui sebanyak 63,82% dari total sampel air di peternakan mengandung Coliform di atas standar dan 44,84% positif tercemar E. coli. Sumber air yang terlalu dangkal, dekat dengan sumber tumpukan feses, dekat sawah, sungai/rawa, atau septic tank, memiliki risiko besar terkontaminasi E. coli. Adanya kontaminasi bakteri tersebut pada air minum ayam memudahkan infeksi penyakit colibacillosis ataupun tingkat penyembuhan penyakit menjadi rendah.

Kondisi suhu dan kelembapan udara pada musim penghujan meningkatkan risiko pada tumbuhnya jamur pada pakan. Jamur dapat mengurangi palatabilitas ayam, yang juga mengerikan adalah efek toksin yang dihasilkan (mikotoksin), selain dapat menghambat target bobot badan ayam, juga dampak negatif seperti imunosupresi yang berujung pada kematian akibat komplikasi penyakit infeksius.

Arief Hidayat selaku pengamat perunggasan pernah menyatakan bahwa dari data yang ia dapat, pada musim penghujan rata-rata cemaran mikotoksin pada pakan cenderung lebih tinggi daripada musim kemarau, sehingga meningkatkan risiko ayam sakit.

“Kami sudah banyak mengimbau peternak agar jangan hanya mengandalkan toxin binder dan obat saja. Menyimpan pakan dengan baik pada lingkungan yang tepat dapat mencegah tumbuhnya jamur dan menurunkan risiko tercermarnya pakan oleh mikotoksin. Tetapi di lapangan aplikasinya belum sepenuhnya dilakukan juga,” kata Arief.

Selain itu yang perlu diwaspadai juga adalah peningkatan populasi serangga. Saat musim hujan datang, kemunculan larva lalat menjadi hal lumrah di tumpukan feses. Adapun jentik-jentik nyamuk di genangan air atau berkeliarannya kecoa di sela-sela kandang.

Serangga ini berpotensi menjadi vektor bibit penyakit dari dalam feses ke tempat pakan dan air minum. Terlebih saat musim hujan, telur cacing dan bakteri E. coli memiliki daya tahan lebih baik saat berada di luar tubuh ayam. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MENGENDALIKAN IB SEMAKSIMAL MUNGKIN

Vaksinasi menjadi salah satu langkah pencegahan yang ditempuh dalam mengendalikan peredaran IB. (Sumber: Poultry World Visit)

Penyakit infectious bronchitis (IB) adalah penyakit yang sudah populer di kalangan peternak ayam layer, namun tidak demikian di kalangan peternak ayam broiler. Kematian yang relatif rendah membuat peternak ayam broiler memandang sebelah mata penyakit ini. Lalu, seberapa besar penyakit ini menyebabkan kerugian pada ayam broiler?

Jangan Remehkan IB di Peternakan Broiler
IB akan menyebabkan ayam mengalami gangguan pernapasan, reproduksi, bahkan gangguan pada ginjal. Hal tersebut akan menghambat pertumbuhan ayam broiler, sehingga pertumbuhan tidak optimal seperti yang diharapkan. ADG yang rendah dan FCR yang tinggi adalah bukti nyata kerugian dari IB. Bahkan, pada ayam yang terserang IB dan kombinasi dengan penyakit lainnya seperti kolibasilosis akan dapat menyebabkan peningkatan kematian. Hal tersebut disampaikan oleh Veterinary Service Coordinator PT Ceva Animal Health Indonesia, Drh Ignatia Tiksa Nurindra.

Meskipun sangat dikenal dan banyak terjadi kasusnya pada layer, pada dasarnya virus IB dapat menginfeksi ayam broiler juga. Hanya saja menurut Tiska, sebelumnya kesadaran peternak terhadap penyakit IB di broiler masih cukup rendah sehingga belum banyak yang mendiagnosis penyakit IB.

“Semakin lama juga semakin banyak kandang yang berdekatan, antara kandang layer dan broiler. Hal tersebut juga berkontribusi dalam mempermudah penularan berbagai penyakit pada ayam layer dan broiler, tidak hanya IB, tetapi penyakit lain juga,” tuturnya.

Ia melanjutkan, sebenarnya sudah cukup lama Ceva dapat mendiagnosis penyakit IB pada ayam broiler. Apabila membuka data laporan penyakit yang dikumpulkan oleh tim Ceva dari 2018 sampai saat ini, tren penyakit IB pada broiler cenderung naik setiap tahunnya. Dari gambaran serologis IB 2020-2023 juga menunjukkan selalu ada tantangan IB di setiap tahunnya.

Misalnya ketika mereka melakukan survei penyakit IB pada peternakan broiler di Indonesia dilakukan pada periode Agustus-Desember 2020 untuk mengetahui adanya virus penyebab IB di beberapa daerah di Indonesia, yaitu di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sampel diambil dari ayam broiler pada usia panen (lebih dari 28 hari) yang divaksin dengan vaksin IB live massachusetts pada saat DOC dengan aplikasi spray.

Data serologi dikumpulkan dari 110 flock ayam yang berasal dari area... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

AWAS, SERANGAN INFECTIOUS BRONCHITIS BISA BIKIN MERINGIS

Gejala klinis umum IB, tidak spesifik. (Sumber: Ceva, 2021)

Pada 2019 lalu seluruh dunia dihebohkan dengan wabah COVID-19. Ternyata virus corona bukan barang baru di sektor perunggasan, virus tersebut juga menyebabkan damage yang sama besar bagi ternak unggas.

Dokter hewan yang berkecimpung di bidang perunggasan tentu tidak asing dengan penyakit infectious bronchitis (IB). Penyakit IB alias chicken bronchitis, atau gasping disease adalah penyakit yang sangat menular yang bersifat akut dan disebabkan oleh Avian Gammacoronavirus yang tidak hanya menyerang saluran pernapasan tapi juga saluran urogenital.

Lebih Dekat Dengan Virus IB
Dalam sejarahnya virus ini pertama kali dilaporkan pada 1977. Hingga kini ada beberapa serotipe yang telah berhasil diidentifikasi di lapangan di antaranya massachusetts/klasik, connecticut, dan sejumlah varian lainnya seperti 793B, QX, D274, dan arkansas. Selain itu, virus ini juga dikenal sangat gampang bermutasi sehingga banyak menghasilkan genotipe dan serotipe yang sangat beragam.

Head of Strategic Business Unit Animal Health and Live Equipment JAPFA, Dr Teguh Prajitno, mengatakan hingga kini telah diketahui sebanyak tujuh genotipe dan sekitar 100 serotipe dari virus IB. Perubahan genetik virus IB ini, lanjut dia, dapat terjadi melalui tiga faktor penyebab, yakni mutasi titik, insersi, delesi, maupun rekombinasi.

“Ketiga penyebab itu menjadikan terjadinya genetic drift, sedangkan rekombinasi menyebabkan terjadinya genetic shift,” tutur Teguh.

Ia menambahkan, virus IB dapat menyebar secara horizontal melalui udara dan droplet yang dikeluarkan melalui batuk dan bersin, selain itu virus juga dapat dieksresi melalui feses. Masa inkubasinya juga tergolong singkat hanya 18-36 jam. Sehari setelah infeksi, keberadaan virus dapat dideteksi pada trakea, ginjal, dan oviduk. Bahkan ia menyebut sampai hari ke-13, virus akan ditemukan di paru-paru, trakea, ovarium, dan oviduk.

Selain itu, penularan virus dari satu peternakan ke peternakan lain dapat terjadi karena kontaminasi silang dari mobilitas kendaraan dan manusia, juga air minum, pakan, litter, dan peralatan yang terkontaminasi dapat menjadi sumber penularan.

Meskipun begitu, kata Teguh, penularan secara vertikal belum terbukti, akan tetapi kerabang telur yang terkontaminasi virus dapat menjadi sumber penularan di hatchery. Utamanya virus IB langganan menyerang ayam broiler, layer, maupun breeder, selain itu spesies unggas lainnya seperti burung puyuh juga dapat terinfeksi IB.

Dalam suatu seminar yang diadakan di Jakarta beberapa waktu lalu, Poultry Health & Research Consultant dari Departemen Mikrobiologi FKH UGM, Prof Michael Haryadi Wibowo, memaparkan lebih dalam mengenai sifat virus IB.

Ia memaparkan bahwa tingkat kesakitan (morbiditas) akibat IB mencapai 100%. Yang artinya dalam sebuah flock atau satu peternakan dapat terinfeksi seluruhnya. Ia juga menjelaskan tropisme dari si virus yang sangat menyukai saluran pernapasan bagian atas dan saluran urogenital. Impaknya selain gangguan pernapasan adalah penurunan produksi telur yang dapat mencapai 70% bahkan terkadang lebih.

Secara umum kata Michael, terdapat tiga tipe serangan yang dimiliki IB, yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

KIAT MENJAGA KESEHATAN UNGGAS

Perbaiki keseluruhan manajemen pemeliharaan untuk menangkal penyakit. (Foto: Istimewa)

• Faktor manajemen dalam peternakan yang tidak mendapat perbaikan dapat menjadi pemicu berulangnya penyakit dalam suatu populasi ayam di kandang.

• Pelaksanaan manajemen pemeliharaan yang baik dan tepat sangat diperlukan untuk mendukung program kesehatan dalam peternakan unggas.

• Kesehatan saluran pencernaan mempunyai peran penting sebagai pertahanan tubuh dan penopang produksi pada ayam.

Peribahasa “Kaset kusut lagu lama”, seakan sangat relevan dengan tantangan penyakit dalam budi daya ayam ras. Dimana tren kasus penyakit di lapangan hampir selalu sama dari waktu ke waktu. Ada kemungkinan ke depannya pun daftar laporan penyakit cenderung sama.

Hal tersebut diamini oleh Chief Operating Officer (COO) dan Co-Founder BroilerX, Pramudya Rizki Ruandhito, dalam sebuah seminar daring soal kasus dan proyeksi penyakit unggas, pada Desember lalu.

Dalam pemaparannya ia menjelaskan bahwa secara umum di tahun 2023 penyakit pada ayam ras broiler maupun layer relatif sama dengan pola penyakit yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Fenomena tersebut terjadi akibat cara pemeliharaan yang masih memerlukan perbaikan. Ke depan, jika perbaikan tidak dilakukan, bukan hanya kasus penyakit yang terus berulang, namun tingkat keparahannya maupun jenis penyakit bisa bertambah di masa mendatang.

“Faktor manajemen dalam peternakan itu sendiri yang dapat menjadi pemicu berulangnya penyakit dalam suatu kandang. Bagaimana peternak menjaga kebersihan dan sirkulasi udara di dalam kandang. Kemudian ketersediaan serta kualitas air dan pakan juga harus menjadi perhatian. Belum lagi terkait manajemen perkandangan, biosekuriti, serta vaksinasi juga menjadi hal yang krusial,” kata Rizki.

Terkait sistem perkandangan, ia melihat bahwa jumlah kasus penyakit di lapangan lebih banyak terjadi pada sistem open house. Walaupun tidak menjadi jaminan bahwa sistem closed house akan selalu membuat ayam sehat. Seperti halnya heat stress, ND, koksidiosis, coryza, chronic respiratory diseases (CRD), serta berbagai kasus penyakit yang dipicu oleh perubahan lingkungan yang terjadi secara drastis.

“Seperti pada 2023, dimana fenomena El-Nino membuat suhu lingkungan lebih panas sehingga banyak ditemukan kasus heat stress di lapangan, terutama pada kandang open house. Secara umum, heat stress akan menimbulkan wet drop, karena ketika suhu panas terjadi, ayam akan terpacu untuk minum lebih banyak. Nah, untuk penyakit selanjutnya yang mungkin muncul tergantung pada challenge yang ada di kandang masing-masing,” jelasnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut dia, yang jelas harus mengatasi sumber panas dengan menyediakan lingkungan kandang yang ideal, serta manajemen perkandangan dan uniformity yang tepat. Dalam pemeliharaan sistem closed house akan lebih mudah diatur. Namun tantangan lebih besar ketika panas adalah pada pemeliharaan sistem open house, sehingga penanganannya harus lebih ekstra. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah pemberian suplemen untuk menekan tingkat stres pada ayam, seperti vitamin C dan elektrolit.

Dalam konteks menjaga kesehatan ayam ras, pada kesempatan yang sama Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB, Prof Dr I Wayan T. Wibawan, menjelaskan bahwa kesehatan saluran pencernaan mempunyai peran penting sebagai pertahanan tubuh dan penopang produksi pada ayam. Menurutnya, saluran pencernaan merupakan tempat terjadinya proses pencernaan pakan dan penyerapan nutrien, barier pertama terhadap infeksi, serta di sepanjang usus halus ada mekanisme kekebalan yang sangat penting dalam penolakan infeksi seperti sel Goblet, daun Peyer, dan peristaltik.

“Untuk menjaga kesehatan saluran cerna, mikroba dalam usus harus seimbang, yakni mikroorganisme baik (85%) dan mikroorganisme berpotensi patogen (15%). Untuk itu, pemberian pakan yang berkualitas sesuai kebutuhan ayam menjadi fondasi kesehatan dan performa produksi. Dalam hal ini, pakan mempunyai pengaruh besar terhadap kebugaran dan kesehatan ayam, sehingga penting untuk memperhatikan kualitas pakan di setiap level peternakan. Hal ini juga harus ditunjang dengan manajemen kesehatan yang baik, termasuk di dalamnya vaksinasi dan biosekuriti yang tepat” tukasnya.

Penyakit Cenderung Berulang, Perbaiki Manajemen Pemeliharaan 
Salah satu aspek krusial dalam pemeliharaan ayam ras adalah bagaimana peternak mempersiapkan manajemen kesehatan ayamnya. Secara umum status kesehatan ayam dipengaruhi beberapa hal, seperti kondisi umum ayam, lingkungan, hingga tantangan penyakit.

“Secara umum di tahun kemarin penyakit pada unggas relatif sama dengan pola penyakit yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada broiler kasus CRD, kolibasilosis, dan coryza masih menjadi penyakit bakterial yang banyak dijumpai di lapangan. Sedangkan untuk penyakit viralnya masih didominasi infectious bursal disease (IBD)/gumboro dan newcastle disease (ND), serta koksidiosis akibat pengaruh lingkungan yang memanas (El-Nino) sehingga menyebabkan heat stress. Hal ini tentu membutuhkan treatment ekstra agar tidak menjadi faktor pemicu kasus-kasus penyakit lainnya,” kata Rizki.

Sementara pada peternakan layer, kasus yang sama seperti CRD, kolibasilosis, dan coryza juga kerap dijumpai, selain penyakit viral di antaranya avian influenza (AI) dan infectious laryngo tracheitis (ILT). Adapun penyakit lainnya yang tidak bisa dianggap enteng adalah parasit seperti koksidiosis, ektoparasit, dan cacing.

“Beberapa penyakit ini sering terjadi di kandang internal kami. Walaupun biasanya berbagai obat dan penanganan juga telah diberikan, namun penyakit ini masih menjadi momok bagi para peternak, sehingga perlu adanya evaluasi dan perbaikan dari keseluruhan manajemen pemeliharaan. Selain itu, lakukan juga tindakan preventif seperti vaksinasi, sanitasi, biosekuriti, hingga istirahat kandang yang cukup,” ucap dia.

Program istirahat kandang masih sering diabaikan peternak dengan alasan efisiensi produksi. Biasanya mereka mengejar delapan kali siklus produksi dalam satu tahun, sehingga istirahat kandang sering ditinggalkan. Padahal, istirahat kandang menjadi program yang sangat berguna untuk memutus mata rantai kasus penyakit dalam kandang.

“Secara periodik, monitoring kesehatan dengan uji laboratorium juga diperlukan. Oleh karena itu perlu adanya edukasi ke peternak mengenai penyakit unggas beserta pencegahan dan penanganannya. Karena bagaimanapun, indikator kualitas SDM turut berpengaruh terhadap keberhasilan program kesehatan dalam kandang,” tegasnya.

“Terakhir, untuk menunjang program kesehatan perlu menggunakan teknologi tepat guna untuk mampu mendeteksi penyakit. Saat ini kami di BroilerX sedang mengembangkan teknologi yang bisa mendeteksi penyakit lebih dini, sehingga bisa dicegah dan tidak semakin parah.” (INF)

BASMI KEBERADAAN LALAT DI PETERNAKAN

Banyak lalat hinggap di tempat pakan ternak. (Foto: Istimewa)

Hewan dari filum arthropoda ini memang sudah seperti menjadi bagian sehari-hari dalam hidup. Hampir di tiap tempat pasti bakal mudah menemukan keberadaan lalat. Serangga yang bisa terbang ini dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif.

Begitu pula dalam dunia peternakan, lalat merupakan musuh yang juga harus dibasmi. Ledakan populasi lalat di suatu peternakan dapat menambah daftar panjang masalah yang harus diselesaikan.

Berbagai Jenis, Beragam Ancaman
Menurut Prof Rosichon Ubaidillah, seorang ahli serangga LIPI, ada sekitar 240.000 spesies diptera (serangga dua sayap) dan secara umum dikenal sebagai lalat/fly termasuk simulium. Berdasarkan penemuannya, lalat sudah hidup sekitar 225 juta tahun yang lalu.

“Keberadaan lalat ini sudah lama ada, coba bayangkan sejak zaman dinosaurus mereka sudah ada, dan yang jelas beberapa jenis lalat secara langsung dan tidak langsung juga memengaruhi kehidupan kita secara ekologi, medis, bahkan sampai ekonomis,” kata Rosichon.

Ia menjelaskan, beberapa spesies lalat bersifat parasit dan merugikan manusia termasuk di dunia peternakan. Oleh karena itu, perlu diwaspadai keberadaan lalat di suatu peternakan apapun. Hal ini dikarenakan tiap spesies alat memiliki inang yang berbeda-beda.

Hal tersebut juga diamini oleh staf pengajar parasitologi FKH IPB, Prof Upik Kesumawati. Di dunia peternakan, baik hewan besar maupun kecil keberadaan lalat adalah masalah yang harus dikendalikan. Ia memberi contoh pada hewan besar misalnya lalat spesies Tabanus, Stomoxys, Haematopota, dan Chrysops.

“Mereka itu lalat yang biasa ditemukan pada hewan besar, mereka mengisap darah dan memberikan dampak medis yang besar bagi penyebaran penyakit (vektor) surra. Makanya harus dibasmi dan dikendalikan, tidak boleh dibiarkan, kalau dibiarkan akan jadi kerugian ekonomi yang tidak sedikit,” kata Upik.

Hingga saat ini menurut Upik, Indonesia masih struggle dalam mengendalikan penyakit surra pada sapi yang diperantarai oleh vektor lalat dari keluarga Tabanidae. Ia memberi contoh misalnya kerugian akibat penyakit surra di benua Asia mencapai $ 1,3 miliar pada 1998, hal ini belum termasuk biaya pengendalian vektornya.

Di peternakan unggas Jenis lalat yang sering dijumpai antara lain lalat rumah (Musca domestica), lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah (Ophyra aenescens), lalat tentara (soldier flies), dan lalat hitam (Simulium sp.). Lalat tersebut sering ditemukan di sekitar tempat pakan, litter, area sekitar feses, kolong kandang, selokan air, maupun bangkai ayam. Banyaknya populasi lalat tersebut tentu akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan kandang dan masyarakat sekitar.

Memiliki Arti Penting
Mengapa lalat menjadi penting? Karena serangga bersayap dua ini dapat menjadi vektor penyakit. Seperti yang sudah sebutkan, penyakit surra pada ruminansia dan hewan besar ditularkan juga melalui lalat. Lalat dapat berperan sebagai vektor mekanis maupun vektor biologis. Sebagai vektor mekanis, lalat hanya membawa bibit penyakit tersebut dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan sebagai vektor biologis, bibit penyakit masuk ke tubuh lalat ketika lalat menggigit atau hinggap di ayam. Bibit penyakit kemudian berkembang di tubuh lalat dan menular ke ayam lain.

Menurut Drh Christina Lilis dari PT Medion, lalat dapat berperan sebagai vektor penyakit AI, ND, gumboro, histomoniasis, leucocytozoonosis, dan necrotic enteritis (NE). Larva dan lalat dewasa juga menjadi inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat dewasa sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terinfestasi cacing pita.

Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri. Tak jarang lalat ditemukan sedang hinggap di ransum ayam. Tak heran jika kasus penyakit ayam rata-rata meningkat 10% dibandingkan musim kemarau, salah satunya karena peran lingkungan yang lembap sehingga bibit penyakit meningkat dan peran lalat sebagai vektor penyakit.

“Kalau sudah begini dan sudah tahu bahwa penyakit-penyakit bisa diperantarai oleh lalat, apa iya kita masih mau diam? Kan ini juga mengancam peternakan kita dan memang butuh dikendalikan,” tutur Lilis.

Beragam literarur juga menyebutkan bahwa keberadaan lalat dapat menjadi pemicu stres di kandang. Hal ini akan berakibat pada turunnya nafsu makan dan asupan nutrisi berkurang. Sehingga pakan banyak tersisa dan FCR (feed convertion ratio) meningkat. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada pertambahan bobot badan harian ayam yang terhambat.

Upaya Mengendalikan
Dalam mengendalikan populasi lalat perlu dipahami siklus hidupnya terlebih dahulu agar mempermudah dalam mengendalikannya. Dalam waktu 3-4 hari seekor lalat betina mampu menghasilkan rata-rata 500 butir telur.

Yang dapat dilakukan pertama kali adalah mengontrol manajemen pemeliharaan, sebab lalat sangat suka hinggap terutama di feses, maka feses dan sisa pakan harus dibersihkan setidaknya seminggu sekali. Usahakan agar pemberian pakan dan air minum rapi tidak tumpah dan menjadi tempat hinggap lalat.

Selain itu, lakukan pengontrolan kandang secara berkala, apabila terdapat ayam yang mati segera kumpulkan dan buang, atau langsung dibakar. Hal ini agar bangkai ayam tidak dihinggapi lalat karena bangkai juga menjadi salah satu spot favorit bagi para lalat.

Pengendalian lalat juga bisa dilakukan dengan peasangan light trap di kandang, yang merupakan perangkap mekanik untuk memancing lalat agar mendekat. Serangga sangat suka dengan cahaya terang, dengan adanya light trap lalat akan terperangkap dan terbunuh karena aliran listriknya.

Insektisida juga sering menjadi pilihan peternak dalam mengatasi lalat. Yang perlu dipahami, penggunaan insektisida bukan menjadi core dan pilihan utama dari pengendalian lalat, tetapi merupakan senjata pamungkas. Oleh karenanya, peternak tidak bisa menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat saja, namun teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat. Banyak pilihan insektisida yang bisa digunakan dalam membunuh lalat dari berbagai fase, hal tersebut bisa dikonsultasikan dengan dokter hewan.

Pengendalian lalat penting dilakukan meskipun lalat bukan penyebab penyakit, namun lalat dalam jumlah berlebihan akan menjadi penyebar dan pemicu penyakit. Selain itu akan memicu masalah antara peternak dengan lingkungan sekitar. Peternakan ayam dituding sebagai biang munculnya banyak lalat. Lalat dewasa yang berterbangan di dalam kandang lebih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan telur, larva, dan pupa yang sesungguhnya jauh lebih banyak. Oleh karena itu, pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi sebuah langkah yang bagus dalam membasmi keberadaan lalat. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer