-->

MENGENDALIKAN MYCOPLASMA SUPAYA TIDAK BERLAMA-LAMA

Vaksinasi pada ayam juga berperan penting. (Foto: Istimewa)

Setelah mengetahui Mycoplasma gallisepticum (MG) yang dapat menyebabkan kerugian besar, sudah seharusnya memang pengendalian diupayakan. Karena membiarkan MG beredar di peternakan, sama saja membuka lebar-lebar gerbang penyakit lain untuk masuk.

Perlu diingat bahwa ayam modern telah mengalami perkembangan yang signifikan terutama potensi genetiknya. Namun begitu, dibalik performa genetik yang mumpuni baik pedaging dan petelur, ada salah satu kelemahan yang tidak bisa dikompromikan yakni rentan stres dan terinfeksi penyakit.

Prinsip Utama: Perkuat Faktor Penentu, Perlemah Patogen
Tony Unandar selaku Private Consultant Farm mengatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor yang memengaruhi status penyakit infeksius dalam suatu peternakan, yakni hospes alias inang, mikroba patogen, serta milieu alias lingkungan. Apabila ketiga faktor itu mengalami ketidakseimbangan atau lebih menguntungkan patogen, maka yang terjadi adalah efek negatif yang akan didapat.

“Prinsipnya simpel saya yakin semuanya mengerti karena saya sudah mengingatkan berkali-kali, tetapi jarang diperhatikan. Hospes dalam hal ini ayam dan juga lingkungan harus kita persiapkan sebaik mungkin, patogennya kita perlemah, sesimpel itu,” tutur Tony.

Ia menambahkan, untuk memperkuat hospes bisa dengan cara memberikan kecukupan pakan dan air minum yang berkualitas, memberikan suplemen (bila perlu), melakukan vaksinasi, serta menjaga lingkungan tetap kondusif bagi tumbuh kembang ayam.

“Lingkungan ini kan banyak faktor, mulai dari keadaan kandang yang bersih, biosekuriti, sekam yang diganti secara rutin, aliran udara, suhu, kelembapan, dan banyak yang lain. Kita perkuat ini saja, mikroba patogen akan melemah dengan sendirinya, yang penting konsisten,” ucapnya.

Nantinya lanjut Tony, keempat komponen akan bersinergi dan saling memberikan efek positif apabila semua SOP dalam manajemen pemeliharaan dikerjakan. Kalaupun ada faktor lain yang apabila menyebabkan terjadinya outbreak di suatu peternakan, bisa dengan mudah dianalisis karena manajemen internal sendiri sudah dilaksanakan dengan baik.

Upaya Pengendalian Jangan Setengah-setengah
Dalam bahasa yang lebih teknis, Senior Poultry Technical Specialist PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Ratriastuti Purnawasita, mengingatkan potensi merugikan yang besar karena… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

AGAR KASUS MIKOPLASMA TAK BERULANG

Gambar 1. Terinfeksi Mycoplasma synoviae (kiri). Gambar 2. Mycoplasma synoviae pada telapak kaki (kanan). (Foto-foto: Dok. Romindo)

Kasus mikoplasma pada unggas disebabkan oleh beberapa spesies, antara lain Mycoplasma gallisepticum, Mycoplasma synoviae, Mycoplasma meleagridis, dan Mycoplasma iowae. Dari sekian spesies mikoplasma yang dapat menginfeksi unggas hanyalah Mycoplasma gallisepticum dan Mycoplasma synoviae.

Dalam beberapa kasus yang di laporkan oleh tim di lapangan terutama yang disebabkan Mycoplasma synoviae pada layer dapat memengaruhi produksi telur turun hingga 10-20%,  ditambah lagi kualitas cangkang telur tampak kasar berpasir sehingga juga memengaruhi nilai jual telur yang rendah (Gambar 1).

Pada breeder pun demikian, terutama penurunan daya tetas dan kualitas DOC yang dihasilkan. Sedangkan pada broiler adanya peradangan di persendian sehingga ayam malas bergerak dan mengakibatkan pertumbuhan terhambat karena kurang makan (Gambar 2).

Secara umum dampak penyakit yang disebabkan oleh mikoplasma adalah terjadinya sejumlah kematian pada ayam muda sampai dewasa meskipun relatif rendah, tetapi bisa tinggi bila tidak berdiri sendiri dan seringnya diikuti oleh E. coli. Hambatan pertumbuhan lebih dikarenakan sistem respirasi yang terhambat akibat adanya eksudat sehingga ayam akan banyak menggunakan energi untuk mencukupi suplai oksigen dalam darah.

Demikian juga keseragaman bobot ayam tidak akan tercapai atau di bawah 85% pada ayam broiler maupun masa pullet dan bahkan terjadi peningkatan ayam afkir karena ayam akan kurus dan di bawah standar berat badan saat betelur (1.850 gram/ekor).

Selain itu, kualitas karkas dan organ visceral akan menurun pada ayam broiler dan gangguan produksi telur pada layer, serta peningkatan konversi pakan pun menjadi gambaran dari akibat mikoplasma. 

Pemicu timbulnya penyakit sekunder oleh mikoplasma juga memberikan efek imunosupresi. Dampak ekonomi penyakit pernapasan ini turut “membocorkan” biaya pakan, peningkatan biaya vaksinasi, pengobatan dan sanitasi, serta peningkatan lembur kerja para pekerja kandang.

Telah diketahui bersama bahwa fungsi utama saluran pernapasan ayam adalah menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida, maka saluran pernapasannya harus sehat. Saluran pernapasan pada ayam mempunyai karakteristik yaitu trakea relatif panjang, paru-paru tidak mengadakan ekspansi, dan mempunyai kantung udara. Konsekuensi dari karakteristik ini  infeksi kantong udara sering muncul dan kerap kali meluas ke berbagai organ.

Mycoplasma gallisepticum dan Mycoplasma sinoviae ditularkan secara... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Department Manager
PT Romindo Primavetcom
Jl. DR Sahardjo No. 264
Tebet, Jakarta Selatan
HP: 0812-8644-9471
Email: agus.damar@romindo.net

MYCOPLASMA YANG MASIH BETAH LAMA

Temuan Umum Patologi Anatomis dari CRD (A,B) Pericarditis, Perihepatitis, Air Sacculitis pada Broiler. (C,D) sama kaya AB, tapi pada layer. Sumber : Marouf et al. 2022

Penyakit pernapasan pada unggas merupakan salah satu tantangan utama yang menjadi momok menakutkan. Terlebih lagi aspek kesehatan ternak juga memiliki korelasi dengan produktivitas. Salah satu yang kerap menjadi residivis di Indonesia adalah Mycoplasmosis alias Chronic respiratory disease (CRD) yang disebabkan Mycoplasma gallisepticum (MG).

CRD atau biasa disebut ngorok oleh peternak kerap ditemui dalam suatu peternakan unggas. CRD adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan ayam dan bersifat kronis. Disebut kronis karena penyakit ini berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu lama dan sulit disembuhkan.

Penyebab Ngorok
Biang keladi dari penyakit ngorok adalah MG, yang biasa disebut sebagai organisme mirip bakteri (bacteria-like organism). Berbagai praktisi perunggasan bahkan menyebut MG sebagai salah satu patogen yang paling merugikan dalam industri unggas.

Dibalik ukurannya yang sangat kecil dan sederhana, MG memiliki kemampuan untuk menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan di seluruh dunia melalui penurunan produktivitas, peningkatan biaya pengobatan, dan peningkatan mortalitas pada unggas.

Dalam sebuah seminar mengenai penyakit pernapasan pada unggas, Veterinary Service Manager PT Ceva Indonesia, Drh Fauzi Iskandar, menerangkan mengenai sifat dan karakteristik MG. Ia mengatakan, MG adalah bakteri dari kelompok mycoplasma yang unik karena tidak memiliki dinding sel.

Hal ini membuatnya sangat sulit diberantas dengan antibiotik biasa terutama yang bekerja dengan cara mengganggu sintesis dinding sel bakteri. Bakteri ini berbentuk pleomorfik dan mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan, membuatnya sulit dideteksi dan dikendalikan di peternakan unggas.

“Penggunaan antibiotik yang melisiskan dinding sel tentu tidak akan efektif, oleh karenanya MG ini sangat sulit diberantas, meskipun begitu bukan tidak mungkin untuk dikendalikan, hanya saja butuh jurus khusus dalam upaya pengendaliannya,” tutur Fauzi.

Ia melanjutkan, MG dapat menyebar pada unggas umumnya terjadi melalui… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MYCOPLASMA YANG SELALU EKSIS DI PETERNAKAN

Mycoplasma gallisepticum (airsaculitis) (kiri). Mycoplasma gallisepticum (pneumonia) (kanan). (Foto-foto: Dok. Sanbio)

Mycoplasma adalah bakteri dengan pertumbuhan yang lambat dan sampai saat ini masih eksis menyebabkan penyakit. Ada banyak jenis mycoplasma yang menyerang hewan, manusia, tumbuhan, bahkan serangga.

Ada dua jenis mycoplasma yang menyerang ayam, kalkun, dan burung lainnya, yaitu Mycoplasma gallisepticum (MG) dan Mycoplasma synoviae (MS). Organisme ini dapat menyebabkan unggas sakit dan terkadang kematian, terutama jika ada ikutan infeksi lainnya (secondary infection) seperti E. coli, coryza, SHS, dan penyakit lainnya.

Mycoplasma menyebar dengan sangat mudah pada unggas. Meskipun hanya satu ayam yang terkena mycoplasma, ayam lainnya memiliki potensi tertular di kandang tersebut.

Bagimana Proses Penularan Mycoplasma
Mycoplasma dapat menyebar melalui berbagai cara:

a) Ayam betina dapat menyebarkan mycoplasma melalui telurnya, sehingga beberapa anak ayam (DOC) mungkin sudah tertular mycoplasma saat menetas (penularan vertikal) dan gejala akan muncul 4-6 minggu setelah infeksi. Ayam sehat bisa tertular mycoplasma meskipun terpisah dengan ayam sakit yang terinfeksi. Hal ini karena penyebarannya dapat melalui kotoran, bulu yang terinfeksi, peralatan kandang, dan udara. Penularan masih dapat terjadi bahkan setelah ayam yang sakit tersebut dikeluarkan.

b) Hewan lain seperti tikus dan burung liar dapat membawa mycoplasma ke area sekitar kandang dan menularkannya, meski tidak membuat hewan tersebut sakit.

c) Penularan bisa juga disebabkan dari orang luar yang masuk kandang tanpa disadari. Jika orang pernah berada di sekitar kandang yang terinfeksi mycoplasma, meskipun tidak bersentuhan langsung, maka orang tersebut dapat membawa mycoplasma ke kandang lain melalui sepatu, pakaian, bahkan pada kulit dan rambut. Organisme MG bisa hidup di hidung hingga satu hari dan di rambut hingga tiga hari. Ini adalah salah satu cara paling umum ayam tertular mycoplasma. Sehingga perlunya mengikuti SOP biosekuriti sebelum masuk kandang.

d) Penularan penyakit ini dapat juga melalui air minum.

e) Penyebaran mycoplasma ini secara massif terjadi 2-3 minggu setelah infeksi. Hewan yang tampak klinis sehat atau terserang sakit yang kronis dapat menjadi carrier dan menjadi sumber infeksi.

Bagaimana Cara Mengidentifikasi Mycoplasma
Ayam yang terlihat sehat bisa saja terinfeksi mycoplasma, mungkin diperlukan waktu hingga tiga minggu sebelum ayam mulai menunjukkan gejala klinis dan menjadi sakit. Sering kali ayam tidak terlihat sakit namun tetap membawa penyakit (carrier) dan menulari ayam lainnya. Ayam yang terinfeksi MG memiliki gejala mirip dengan flu, seperti pilek, batuk atau suara pernapasan yang tidak biasa, serta kelopak mata dan wajah bengkak, pada hidung terlihat eksudat yang lengket seperti karet, eksudat berbuih dari mata, konsumsi pakan menurun, morbiditas tinggi, mortalitas rendah.

Sedangkan perubahan patologi yang terlihat yaitu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2024. (ADV/Sanbio-Mensana/SSR)

AGAR PENYAKIT BAKTERIAL TIDAK VIRAL

Faktor mendasar terjadinya kasus infeksi penyakit bakterial adalah kurangnya kesadaran peternak akan manajemen pemeliharaan yang baik. (Foto: Istimewa)

Mengendalikan penyakit agar tidak bersarang dan berkembang di suatu peternakan unggas memang susah-susah gampang. Karena itu, dibutuhkan teknik yang jitu dan pengalaman yang mumpuni dalam mengendalikannya.

Ada di Lingkungan dan Kasat Mata
Seperti diketahui bahwa iklim Indonesia yang tropis menjadi salah satu faktor mengapa banyak mikroorganisme kerasan dan mampu bertahan hidup di lingkungan. Begitupun bakteri, entitas seperti bakteri patogen sejatinya sudah ada di lingkungan. Oleh sebab itu ibarat perang, peternak sudah lebih dahulu dikepung oleh musuh.

Bakteri penyebab penyakit seperti Mycoplasma gallisepticum, E. coli, Clostridium dan lainnya mampu bertahan hidup di lingkungan. Belum lagi bakteri yang berasal dari hewan seperti burung liar yang sering ditemui di kawasan peternakan. Faktor manusia juga bisa menjadi penunjang bagi bakteri patogen dapat menyebar di kawasan peternakan. Misalnya saja jika higiene dari petugas kandang yang kurang terjaga, tentunya dapat menulari ayam di flock yang berbeda.

Terkait masalah tersebut, peneliti serta dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Prof Drh Bambang Pontjo, mengingatkan peternak akan pentingnya memahami musuh yang kasat mata ini. Ia memberi contoh bakteri peyebab Chronic Respiratory Disease (CRD) yang bisa bertahan lama di suhu sekitar 20° C selama 1-3 hari, kemudian dalam kuning telur selama 18 minggu pada suhu 37° C atau selama enam minggu pada temperatur 20° C. Di dalam cairan allantois, mikroorganisme ini tetap infektif selama empat hari dalam inkubator, enam hari dalam suhu ruang dan 32-60 hari dalam lemari es.

“Kalau kita sudah tau musuh kita karakteristiknya seperti apa, seharusnya bisa kita perangi mereka. Jangan kita lengah dan acuh atau bahkan terlalu yakin bahwa kawasan peternakan kita benar-benar clear dari ancaman bakteri patogen,” kata Bambang. Setidaknya peternak harus berusaha meminimalisir kejadian penyakit, jika perlu dibuat target agar tidak ada kasus penyakit infeksius kendati sulit.

Hal senada juga disampaikan oleh peneliti dari Universitas Airlangga, Prof Suwarno, yang mengatakan bahwa faktor… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2021. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer