-->

MEMAHAMI KEBUTUHAN AYAM MODERN

Sukses tidaknya budi daya broiler salah satunya dapat diukur dari seberapa besar keberhasilan pada fase brooding. (Foto: Dok. Infovet)

Perkembangan pesat di sisi genetik harus dibarengi dengan pengaplikasian yang apik dari berbagai aspek. Hal ini mutlak harus dilakukan oleh setiap pembudidaya agar performa ayamnya maksimal.

Key Account Technical Manager Cobb Asia Pacific, Amin Suyono, menjabarkan mengenai perkembangan genetik ayam broiler sejak 1950-an hingga kini. Dimana dahulu presentase daging dada yang dihasilkan oleh karkas hanya 11,5%, sedangkan sekarang ini presentasenya meningkat 2,5 kali lipatnya.

Meskipun begitu, kata Amin, dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik untuk memenuhi potensi genetik yang luar biasa tersebut. Yang apabila ada satu aspek saja gagal, maka potensi tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa kita harus memenuhinya. Karena dalam standar kita, ayam memang diseleksi sedemikian rupa. Oleh karena perkembangan teknologi, maka tata laksana pemeliharaan haruslah tepat,” katanya.

Mulai dari Brooding
Dibutuhkan langkah konkret di lapangan agar performa broiler modern dapat mencapai potensi maksimalnya. Menurut Amin, sukses tidaknya membudidayakan broiler dapat diukur dari seberapa besar keberhasilan peternak pada fase brooding.

“Prinsipnya brooding adalah sprint bukan marathon, jadi dalam sprint start adalah kunci kemenangan. Kita harus fokus pada hal dasar dan menjalankan detail sebaik mungkin,” ungkapnya.

Aspek pertama yang perlu diperhatikan sebelum chick in menurutnya yakni dari segi sanitasi, disinfeksi, dan istirahat kandang. Semuanya berkaitan dengan kesehatan ayam karena sebelum ayam masuk, kandang dikondisikan harus sebersih mungkin dengan tingkat ancaman infeksius terendah.

Sebab, brooding merupakan periode transisi dimana ayam ditaruh di tempat dengan kondisi suhu yang berbeda dari sebelumnya. Apabila suhu brooding tidak tepat, maka intake pakan dan air minum tidak akan maksimal, kata Amin, perlu dilakukan pre-heating pada sekam setidaknya 48 jam sebelum ayam datang.

“Suhu sekam kalau bisa di-setting pada suhu 32-34° C, di situlah zona nyaman ayam yang kami rekomendasikan. Jika sudah nyaman ayam akan beraktivitas (makan dan minum) secara normal,” jelas dia.

Rekomendasi suhu kandang oleh Cobb dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

KONDISI AWAL DAN EKSPRESI GENETIK

Kesalahan pada penanganan awal telah terbukti mengakibatkan penampilan ayam selanjutnya yang tidak prima. (Foto: pexels.com)

Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

Awal yang baik akan memberikan hasil yang baik. Ternyata, pepatah kuno tersebut juga berlaku pada proses pemeliharaan ayam modern. Pasalnya, kesalahan pada penanganan awal telah terbukti akan mengakibatkan penampilan ayam selanjutnya yang tidak prima alias kurang “tokcer” pada pertumbuhannya. Tulisan ini berdasarkan pengalaman penulis di lapangan dan didukung beberapa hasil penelitian paling mutakhir.

Berdasarkan pengamatan lapangan, ada tiga masalah yang paling sering mengganggu ekspresi potensi genetik ayam modern, yaitu tingginya faktor stres yang ada, peradangan tali pusar (omphalitis), dan dehidrasi (kehilangan cairan tubuh yang berlebihan). Tulisan ini akan difokuskan pada hal-hal yang terkait dengan masalah stres.

Stres dan Penampilan Akhir Ayam
Stres merupakan reaksi fisiologis normal ayam dalam rangka beradaptasi dengan situasi baru, baik terkait dengan lingkungan maupun perlakuan-perlakuan yang diterima oleh ayam. Proses adaptasi ini tentu membutuhkan sejumlah energi tertentu yang akan diperoleh dari sisa kuning telur yang ada, pakan, atau dari cadangan energi lain yang terdapat dalam tubuh ayam dalam bentuk glikogen otot.

Itulah sebabnya dalam kondisi stres yang tinggi, bobot badan ayam sangat sulit mencapai bobot yang sesuai standar, karena sebagian energi digunakan untuk mengeliminasi dampak stres yang terjadi.

Di lain pihak, tingginya faktor stres yang ada, terutama disebabkan oleh proses-proses yang terjadi di lingkungan penetasan, seperti seleksi dan penghitungan DOC, vaksinasi Mareks dan potong paruh (khusus DOC petelur), transportasi, serta kondisi di lingkungan induk buatan, dapat mengakibatkan kondisi umum DOC akan menurun, rendahnya nafsu makan, dan terganggunya penyerapan sisa kuning telur. Selanjutnya, hal ini tentu akan memperparah kondisi ayam secara umum.

Adanya faktor-faktor stres tersebut akan mengakibatkan peningkatan sekresi Adeno Cortico Streroid Hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari pada otak (Siegel et al., 1999). Salah satu efek utama dari tingginya kadar hormon ini adalah menurunnya laju metabolisme tubuh secara umum, termasuk menurunnya penyerapan sisa kuning telur yang masih ada.
Secara normal, sisa kuning telur yang ada pada DOC akan habis terserap dalam tempo 4-7 hari setelah menetas (hatching). Gangguan pada penyerapan akhir sisa kuning telur ini akan memberikan beberapa efek negatif pada perkembangan ayam selanjutnya, yaitu:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024. (toe)

OPTIMALISASI GENETIK AYAM MODERN SEJAK DINI

Berkat kemajuan di bidang teknologi dan seleksi breeding yang baik, ayam ras mengalami perkembangan genetik sangat pesat. (Foto: Istimewa)

Ayam ras jenis pedaging maupun petelur telah mengalami perjalanan sejarah panjang untuk mencapai performa seperti sekarang ini. Lebih dari seabad lalu melalui berbagai proses penelitian dan pemuliaan, dihasilkan ayam ras dengan performa genetik seperti sekarang. Namun begitu, masih ada saja kendala yang menyebabkan potensi genetiknya tidak dapat mencapai performa yang diinginkan.

Didesain untuk Memenuhi Kebutuhan Pasar
Berkat kemajuan di bidang teknologi dan seleksi breeding yang baik selama lebih dari 100 tahun, ayam ras mengalami perkembangan genetik yang sangat pesat. Hasilnya ayam broiler di masa kini semakin efektif dalam mengonversi pakan menjadi bobot badan, sehingga menghasilkan daging lebih banyak yang dapat memenuhi keinginan pasar.

Begitupun dengan ayam petelur modern yang juga didesain untuk kebutuhan produksi. Dengan potensi menghasilkan telur yang bahkan diklaim mencapai 500 butir dalam waktu 100 minggu.

Menurut Ketua Umum GPPU, Achmad Dawami, seleksi genetik broiler yang dilakukan selama ini telah meningkatkan produktivitas. Pada kurun waktu 1960-1970-an, untuk mencapai bobot hidup 1,3 kg membutuhkan masa pemeliharaan selama 84 hari, namun sekarang dengan masa pemeliharaan kurang lebih 38 hari ayam broiler sudah mampu mencapai bobot hidup 2,5 kg.

“Potensi genetiknya memang memungkinkan untuk seperti itu, namun di lapangan sangat jarang peternak yang dapat mencapai potensi genetik maksimal. Oleh karenanya ini masih menjadi PR bersama, soalnya kalau potensi ini dapat dimaksimalkan, produksi kita akan lebih baik dari sekarang,” tutur Dawami.

Ia juga menyebut ke depannya kemungkinan besar ayam broiler masih akan menjadi sumber protein hewani primadona bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Pasalnya harga per gram protein ayam broiler dibanding komoditas daging lainnya adalah yang termurah, sehingga hal ini juga akan berdampak pada tingginya permintaan pasar.

High Performance, High Maintenance
Memang benar dalam urusan performa ayam broiler tidak usah diragukan lagi dari segi pertumbuhan bobot perhari, konversi pakan, serta parameter pertumbuhan lainnya sangat luar biasa. Namun, sebagai kompensasinya aspek kekebalan tubuh dan kerentanan terhadap stres dari ayam menjadi berkurang.

Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University, Prof I Wayan Teguh Wibawan. Menurutnya, ayam broiler zaman now memanglah sebuah monster, hal tersebut karena dalam 30 hari saja ayam broiler dapat melipatgandakan bobot tubuhnya hampir puluhan kali lipat (sejak DOC) hingga fase finisher.

“Betul-betul monster by design, tapi sebenarnya mereka sangatlah rapuh. Rawan stres, rawan penyakit, ini sudah menjadi sebuah keniscayaan, bahwa tidak ada makhluk hidup yang superior, pasti ada aspek yang dikorbankan. Butuh intervensi dari manusia agar potensi genetik dari pertumbuhan mereka optimal,” kata Prof Wayan.

Ia menambahkan berbagai fakta dan data bahwa performa broiler yang dipelihara… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

AIR: UNSUR HAYATI AYAM MODERN

Sumber-sumber air permukaan seperti empang atau danau bekas galian pasir yang banyak ditumbuhi oleh gulma atau alga sangat tidak layak untuk menjadi sumber air minum bagi peternakan ayam modern. Selain pH, kandungan bahan organik dan mikroba yang di luar batas toleransi akan mengganggu kesehatan ayam serta dapat mereduksi performa total ayam.

Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta)

Air sangat fundamental sebagai komponen berbagai fungsi fisiologis tubuh dan kinerja produktivitas ayam modern. Di tengah merebaknya gonjang-ganjing perubahan cuaca akibat pemanasan universal (global warming) dan/atau fenomena El Nino, kelangkaan ketersediaan air sebagai salah satu unsur nutrisi menjadi fakta yang tidaklah samar-samar lagi. Sejatinya ayam modern memperoleh air berkualitas secara ad libitum agar mampu mengekspresikan potensi genetiknya secara optimal, namun fakta lapangan kadang kala berbeda. Tulisan singkat ini berjuang meneropong dinamika air pada ayam modern, termasuk dampak fisiologisnya.

Air dan Ayam Modern
Di Inggris, ketersediaan air minum yang cukup tidak hanya untuk mengoptimalkan ekspresi potensi genetik ayam, tetapi juga penting untuk menjamin kesejahteraan ayam itu sendiri, seperti yang diatur dalam Code of Recommendations for the Welfare of Livestock (PB7275). Dengan mengadopsi hal tersebut, maka pemberian air minum bagi peternakan ayam modern perhari sejatinya bersifat ad libitum alias diberikan secukupnya (El-Sabry et al., 2018; 2021; Abbas et al., 2022; Morgado et al., 2022).

Namun pada praktiknya, di lapangan dikenal pembatasan pemberian air minum (water restriction) untuk tujuan tertentu, terutama jika ada keterbatasan sumber-sumber air di peternakan yang bersangkutan.

Jika water restriction dilakukan secara berlebihan, maka ayam akan mengalami kondisi dehidrasi. Ada beberapa gambaran klinis awal yang dapat diamati pada ayam yang mengalami problem dehidrasi, yaitu:

• Bobot badan umumnya tereduksi dan ayam tampak lesu.

• Warna bulu kadang kala tidak homogen, tidak cerah (kusam), kasar, dan cenderung keriting.

• Sisik kaki kering dan cenderung berbentuk cembung atau cekung, tidak rata dan tidak mengilat.

• Turgor (elastisitas) kulit hilang dan kulit cenderung melekat pada jaringan di bawahnya.

• Ayam malas bergerak, mata cekung, dan kelopak mata rata-rata tertutup.

Di sisi lain dalam kondisi tertentu, pemberian air minum secara ad libitum cenderung mempermudah terjadinya wet dropping atau wet litter akibat meningkatnya water intake. Kondisi-kondisi tertentu itu misalnya kadar garam (NaCl) terlalu tinggi dalam air minum atau pakan, kepadatan nutrisi yang tinggi dalam pakan, pada kejadian heat stress yang subkronis sampai kronis, atau bahkan pada kebanyakan pakan pasca non-AGP (antibiotic growth promotor) juga menampilkan problem wet dropping, karena terjadinya dysbiosis secara subkronis bahkan kronis (Leeson et al., 2000; Viola et al., 2009).

Pasca pakan non-AGP di beberapa negara Eropa, Collett (2012), melaporkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi gangguan saluran pencernaan dengan gejala klinis wet dropping yang selanjutnya dapat mengakibatkan peningkatan prevalensi gangguan pernapasan dan lesi pada telapak kaki.

Larbier & Leclerq pada (1992), mencoba mendeskripsikan bentuk-bentuk dinamika air dalam tubuh ayam pada kondisi normal (zone of thermal-neutrality) seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024. (toe)

MANAJEMEN PEMELIHARAAN MAKSIMAL, PERFORMA GENETIK OPTIMAL

Dalam pemeliharaan ayam, kadang perlakuan yang diberikan dengan maksud baik bisa berdampak buruk apabila peternak kurang memahami karakteristik broiler modern. (Foto: Dok. Infovet)

Ada pepatah yang berbunyi “Perbuatan baik akan kembali kepada pelakunya, begitupun perbuatan buruk”, namun dalam pemeliharaan ayam kadang perlakuan yang diberikan dengan maksud baik pun bisa berdampak buruk, apabila peternak kurang memahami karakteristik ayam broiler modern. Oleh karena itu, peternak harus memahami betul-betul bagaimana sejatinya memperlakukan ayam zaman now agar performanya maksimal.

Pahami Kemauan Ayam
Key Account Technical Manager Cobb Asia Pacific, Amin Suyono, menjabarkan mengenai perkembangan genetik broiler sejak 1950-an hingga kini. Dimana pada tahun itu presentase daging dada yang dihasilkan oleh karkas hanya 11,5%, sedangkan di masa kini presentasenya meningkat 2,5 kali lipatnya.

Meskipun begitu menurut Amin, dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik untuk memenuhi potensi genetik yang luar biasa tersebut. Yang apabila ada satu aspek yang gagal dipenuhi, potensi tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal. Atau secara tidak langsung faktanya ayam broiler zaman sekarang lebih manja dalam urusan perawatan daripada zaman dulu.

“Memang tidak bisa dipungkiri kita harus memenuhi hal ini. Karena dalam standar kita ayam memang diseleksi sedemikian rupa. Oleh karena perkembangan teknologi, maka tata laksana pemeliharaan haruslah tepat,” kata Amin.

Brooding Semakin Krusial
Dibutuhkan langkah konkret di lapangan agar... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2023. (CR)

AIR DAN KEHIDUPAN AYAM MODERN

Perawatan “watering system” yang kurang baik alias kotor dapat mengakibatkan kualitas air yang dikonsumsi ayam menurun, sehingga tidak memenuhi standar kualitas minimal. (Foto: Dok. Tony)

Oleh: Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

Air tak dapat dipisahkan dari suatu kehidupan, termasuk pada ayam modern.  Adanya masalah pada air minum selama pemeliharaan ayam modern, baik dari kuantitas maupun kualitas, tentu saja memengaruhi penampilan akhirnya. Ujung-ujungnya tuaian panen jelas tidak sesuai dengan potensi genetik ayam yang dipelihara dan kerugian nyata di depan mata.

Air sejatinya bukan merupakan unsur nutrisi, tapi komponen biologis yang sangat penting untuk kehidupan dan pertumbuhan ayam modern. Sebagai ilustrasi, walaupun kehilangan 98% lemak tubuh atau 50% protein tubuh, ayam akan tetap hidup. Tetapi jika kehilangan air  tubuh 10% saja ayam dewasa akan mengalami dehidrasi dengan gangguan-gangguan fisiologis yang cukup serius. Menurut Pattison (1993), kehilangan air tubuh sampai 20% sudah mengakibatkan kematian ayam secara signifikan.

Kualitas Air
Kualitas air yang layak untuk peternakan ayam dapat diamati melalui beberapa kriteria, yaitu warna, kekeruhan, tingkat kesadahan, derajat keasaman (pH), kandungan zat besi, total padatan terlarut, kadar nitrat/nitrit, kandungan senyawa logam berat dan total kandungan mikroorganismenya. Di lapangan, pendeteksian secara dini kualitas air minum dapat menggunakan panca indera, misalnya dengan mengamati kekeruhan, perubahan warna, bau dan bagaimana efeknya pada kulit manusia.

Toleransi ayam terhadap beberapa mineral terlarut sangat terbatas. Sebagai contoh, kadar maksimum beberapa mineral yang terkandung di dalam air yang dianggap layak untuk ayam modern seperti tertera dalam tabel:

Kadar Maksimum Beberapa Mineral dalam Air Minum Ayam

Jenis Mineral/Garam Mineral

Kadar Maksimum (ppm)

Magnesium (Mg++)

125

Klor (Cl-)

250

Sodium (Na+)

50

Sulfat (SO4=)

250

Klorin

5


Air yang berasal dari daerah rawa atau empang umumnya tidak layak untuk peternakan ayam. Biasanya mempunyai pH agak asam karena tingginya proses pembusukan dan fermentasi bahan-bahan organik yang ada. Di samping itu, air rawa umumnya mempunyai... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2022. (toe)

LEBIH PAHAM MENGENAI GENETIK AYAM MODERN

Perkembangan genetik unggas harus dibarengi dengan manajemen pemeliharaan yang baik

Sebelum era ini, kita harus menunggu sebulan lebih agar ayam broiler mencapai bobot badan 1 kg, namun kini dalam waktu kurang dari sebulan, ayam broiler siap dipanen dengan bobot badan mencapai 2kg bahkan lebih. Pun begitu dengan ayam petelur dimana ayam petelur masa kini memiliki life span yag lebih lama dan produktivitas yang lebih tinggi dari masa sebelumnya.

Hal ini tentunya tidak lepas dari perkembangan teknologi di bidang genetika unggas. Namun begitu pertumbuhan yang semakin cepat memiliki berbagai konsekuensi pada bidang lainnya. Hal mengenai genetik unggas modern ini dibahas dalam webinar Mimbar TROBOS Livestock edisi ke-10 secara daring pada Rabu (13/1) yang lalu.

Sebagai narasumber pertama yakni Drh Nuryanto dari PT Berkat Unggas Sukses Sejahtera. Dalam presentasinya Nuryanto menjabarkan sedikit mengenai perkembangan genetik ayam broiler dari masa ke masa. Selain itu ia juga membahas secara mendalam beberapa keunggulan dan kekurangan ras broiler di masa kini.

"Intinya di masa kini broiler kita tumbuh lebih cepat, potensi genetiknya sangat baik, namun begitu hal ini terasa kurang bisa dimanfaatkan di Indonesia baik karena faktor cara pemeliharaan, sumber daya manusia, dan lainnya, oleh karenanya siapa yang bisa merawat lebih baik dan efisien, dialah yang akan memenangkan persaingan di perunggasan ini," kata Nuryanto.

Dalam kesempatan yang sama, Hidayaturrahman yang bertidak sebagai narasumber kedua juga menyampaikan hal yang serupa di bidang ayam petelur. Menurut pria yang telah makan asam garam di dunia ayam petelur selama lebih dari 20 tahun tersebut, produktivitas ayam petelur di masa kini sangat cepat dan masa afkirnya lama.

"Saya pernah memelihara sampai usia 90 bahkan 100 minggu baru saya afkir, soalnya masih produktif. Hanya saja memang butuh treatment tertentu agar bisa langgeng begitu. Namun saya akui, benar - benar joss tenan performa dan potensi genetiknya," tuturnya.

Ia menambahkan kendala saat ini dalam performa ayam petelur adalah mengendalikan kelembapan. Ini masih menjadi musuh terbesar bagi para peternak layer nusantara, karena kelembapan yang baik sulit didapatkan karena Indonesia beriklim tropis yang dilalui garis khatulistiwa.

"Settingnya agak tricky, ada peralatan yang bagus, tapi tidak masuk cost-nya, makanya ini agak sulit. Kalau bisa mengatasi ini, pasti bagus performanya," tutur Hidayat.

Selain Hidayat dan Nuryanto, bertindak juga sebagai narasumber yakni Suryo Suryanta dan Willie Blookvort. Keduanya mewakili Hubbard dan Hendrix Genetic. Dalam masing  - masing presentasinya mereka menjabarkan berbagai macam kemajuan teknologi dan perkembangan genetik dari ras ayam di perusahaannya masing - masing. Namun begitu intinya tetap sama, sebaik apapun potensi genetik yang dimiliki oleh ayam ras, jika tidak dipelihara dengan manajemen yang proper, maka hasilnya juga tidak akan bagus. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer