-->

PENTINGNYA MENJAGA KUALITAS AIR MINUM

Ayam harus dipastikan mendapatkan air minum berkualitas. (Foto: Istimewa)

Technical and Sales Support Manager Neogen, Anthony Pearson, dalam sebuah seminar pernah berkata bahwa menjaga kualitas elemen air minum menjadi penting apabila berbicara esensi hidup ayam. Sama pentingnya dengan membicarakan pakan, nutrisi, dan kebutuhan oksigen.

“Sesuatu dari luar yang masuk ke dalam tubuh ayam secara sengaja (pakan, air minum, obat-obatan) harus dipastikan aman untuk dikonsumsi oleh ayam, kadang kita suka lengah akan hal ini,” tutur Anthony.

Ia melihat di beberapa negara berkembang khususnya di benua Asia dan Afrika, perhatian pembudidaya terhadap kualitas air masih belum mendalam. Padahal, menurutnya air minum yang dikonsumsi oleh ayam diupayakan sama atau mendekati kualitasnya dengan yang dikonsumsi manusia.

Hal tersebut juga disetujui oleh Tony Unandar selaku private poultry consultant, sekaligus Anggota Dewan Pakar ASOHI. Ketika bicara mengenai mikroba pada sistem air minum dan dampaknya pada kesehatan serta performa ayam, itu sama pentingnya dengan aspek lain seperti pakan dan biosekuriti.

Dia mengungkapkan, akibat pelarangan penggunaan antibiotic growth promoters (AGP) pada pakan, peternak harus lebih memperhatikan kualitas air minum supaya gangguan pada saluran pencernaan jauh berkurang.

Lanjutnya, patogen masuk ke kandang ayam umumnya melalui tiga rute, yakni udara, air, dan pakan. Ketiga hal ini sangat dibutuhkan ayam. Sumber air yang tidak higienis dapat mengandung total coliform, E. coli, dan patogen lainnya yang mengganggu kesehatan ayam.
Bakteri-bakteri bersama alga dalam air akan membentuk koloni yang berwujud biofilm yang semakin lama semakin menebal. Tentunya sangat mengganggu saluran instalasi air minum dan berpotensi menyumbat nipple. Untuk itu monitoring terhadap biofilm harus rutin dilakukan.

“Biofilm sulit diterobos oleh antiseptik biasa. Jika dapat diterobos, berarti antiseptiknya memiliki teknologi dan mekanisme tersendiri. Antiseptik yang mengandung hidrogen peroksida, copper (Cu), dan silver (Ag) menjadi solusi efektif untuk mencegah dan menghancurkan biofilm,” ujar Tony.

Sementara menurut Sales & Marketing Manager dari Intracare BV, Arjan van de Vondervoort, mengungkapkan salah satu cara meningkatkan kebersihan/higiene dan sterilisasi di air minum yang terkontaminasi menjadi tempat berkembang biaknya mikroorganisme berbahaya, sehingga dapat menurunkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

KUALITAS DAN KUANTITAS AIR MINUM UNTUK PERFORMA MAKSIMUM

Distribusi dan kuantitas air harus cukup untuk ayam. (Foto: Shutterstock)

Dalam kesehariannya ayam di kandang bukan hanya makan, tetapi juga minum. Tidak bisa dipungkiri bahwa air minum adalah salah satu komponen penting dalam budi daya. Oleh karenanya dibutuhkan trik tertentu dalam menjaga kualitas dan kuantitas air minum.

Sejak dulu air adalah sumber kehidupan, bayangkan jika dalam sehari saja manusia tidak minum, tentunya akan terjadi dampak buruk bagi kesehatan, hal yang sama akan berlaku pada hewan ternak, termasuk ayam.

Secara fisiologis, air berfungsi sebagai media berlangsungnya proses kimia di dalam tubuh ayam. Selain itu air juga berperan sebagai media pengangkut, baik untuk zat nutrisi maupun zat sisa metabolisme, mempermudah proses pencernaan dan penyerapan ransum, respirasi, pengaturan suhu tubuh, melindungi sistem syaraf, maupun melumasi persendian. Hampir semua proses di dalam tubuh ayam melibatkan dan memerlukan air.

Oleh sebab itu, kualitas dan kuantitas air minum harus terjaga agar selalu baik. Namun sebenarnya seberapa banyak ayam minum dalam sehari? Pada tabel di bawah ini disajikan konsumsi air minum ayam di berbagai fase produksi.

Tabel 1. Kebutuhan Air Minum Ayam Per Hari (Liter/1.000 ekor) pada Suhu 21° C

Umur (Minggu)

Kebutuhan Air Minum (Liter)

1

65

2

120

3

180

4

245

5

290

6

330

(Sumber: Poultryhub.com, 2017)

Konsumsi air minum ayam dapat menjadi indikasi kesehatan, bisa juga sebagai indikasi baik/buruknya manajemen pemeliharaan. Ketika konsumsi air minum turun, maka harus segera mengevaluasi kemungkinan penyebabnya. Banyak faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut, misalnya ayam sedang terinfeksi penyakit, kondisi lingkungan kandang terlalu dingin, jumlah dan distribusi tempat minum tidak merata, tempat minum kotor, dan kualitas air buruk terutama terlihat dari fisik air dan lain sebagainya.

Masalah Kuantitas dan Sumber Air Minum
Biasanya di musim kemarau peternak acap kali menghadapi masalah yang sama terkait dengan air minum, yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2024.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

ORKESTRA BAGI KOKSIDIA

Bentukan koksidia seperti sporozoit atau merozoit sebelum berhasil menginfeksi dinding usus, maka bentukan koksidia tersebut harus berjuang mengatasi suatu orkestra sistem pertahanan lokal pada jaringan usus (mucosal immunity) yang sangat kompleks, yaitu: 1) Microbiological barrier pada lapisan lendir yang encer atau thin mucus layer. 2) Chemical barrier pada lapisan lendir yang kental alias thick mucus layer. 3) Mechanical barrier berupa deretan sel-sel epitelium mukosa usus plus TJ proteins. 4) Immunological barrier berupa innate immunity dan adaptive immunity.

Perjalanan patogen seperti koksidia dalam mencapai sel atau jaringan target di dalam tubuh induk semang faktanya tidaklah berjalan mulus, harus menghadapi satu orkestra sistem pertahanan tubuh inang yang penuh dengan onak dan duri alias rintangan. Tulisan kali ini tidak saja menjadi pelengkap tulisan sebelumnya (Seni Perang Koksidia) dan membahas tentang orkestra tersebut, tetapi juga meneropong jenis beserta interaksi sejumlah kompartemen atau barier yang membentuk orkestra tersebut, yang harus dilalui oleh bentukan koksidia sebelum dapat menginfeksi dan memperbanyak diri di dalam sel epitelium usus ayam modern.

Orkestra Saluran Cerna
Situasi pada permukaan saluran cerna ayam modern, khususnya usus, ibarat sebuah orkestra yang menghasilkan suatu simfoni yang sangat dinamis dari waktu ke waktu. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan terkait kehidupan suatu makhluk, terutama pada tataran molekuler, baik biologi molekuler (induk semang = ayam) atau mikrobiologi molekuler (patogen ataupun komensal), maka wawasan terkait pola-pola interaksi antara sistem imunitas tubuh ayam dengan sistem mikrobiota komensal saluran cerna ayam (mikrobiom) dan aktivitas patogen tertentu termasuk koksidia telah menjadi lebih terang benderang (Mc Cracken dan Lorenz, 2001; Lu et al., 2021).

Dalam menghadapi ancaman dari eksternal alias terpaan bibit penyakit, sistem pertahanan mukosa (mucosal immunity) saluran cerna memang sangat unik dan sangat kompleks. Sebanyak lebih dari 70% sel-sel imun ditemukan berlokasi di sekitar saluran cerna ayam (Casteleyn et al., 2010; Abbas et al., 2017). Terdiri atas empat buah kompartemen atau barier (Lu et al., 2021) yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yaitu:

• Barier mikrobiologis (microbiota barrier)
• Barier kimiawi (chemical barrier)
• Barier fisik (physical atau mechanical barrier)
• Barier sistem imunitas (immunity barrier)

Barier Mikrobiologis (Microbiota Barrier)
Barier mikrobiologis merupakan barier bagian terluar dari permukaan mukosa saluran cerna ayam modern. Mikrobiota tersebut mendapatkan habitat dan berkolonisasi pada lapisan mukus yang encer (thin mucus layer), menggunakan nutrisi dari dalam lumen usus, serta berinteraksi antar sesama mikrobiota, patogen, dan sel-sel mukosa usus via mekanisme quorum sensing (efek aktivasi atau stimulasi) atau quorum quenching (efek penghambatan atau inhibisi). Interaksi kompleks ini sangatlah dinamis dari waktu ke waktu yang juga dipengaruhi oleh status nutrisi, faktor stres, dan komponen pakan (Hooper et al., 1998; Moncada et al., 2003; Collier et al., 2008; Rajput et al., 2013; Memon et al., 2020).

Pada beberapa penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa infeksi koksidia pada ayam selain sangat dipengaruhi oleh infektivitas koksidia yang ada, juga dipengaruhi oleh komposisi mikrobiota secara langsung ataupun tidak, terutama jika terjadi disbiosis, dimana terganggunya homeostasis atau ekuilibrium permukaan usus ayam (Choi dan Kim, 2022).

Di lain pihak, infeksi koksidia secara signifikan dapat mereduksi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024

Ditulis oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

SENI PERANG KOKSIDIA

Koksidiosis tergolong dalam “man-made disease” karena pola pemeliharaan ayam modern dengan densitas ayam yang sangat tinggi mengakibatkan total inoculum-nya sangat besar. Secara alamiah infeksi koksidia biasanya merupakan “self-limiting disease”, karena total inoculum yang rendah tidak akan membuat ayam sakit dan menunjukkan gejala klinis yang jelas, akan tetapi justru membentuk imunitas yang baik.

Koksidiosis adalah penyakit parasiter yang secara subtansial dapat terjadi secara subklinis maupun klinis, serta mampu mereduksi status kesehatan dan performa ayam modern secara signifikan.

Dalam suatu lokasi farm kejadiannya bisa berulang, dengan derajat keparahan yang variatif, serta bisa terjadi secara sporadis ataupun dengan mortalitas tinggi jika diinisiasi oleh faktor imunosupresi.

Berbasis pada sejumlah penelitian ilmiah dalam satu dekade terakhir, tulisan ini mencoba menelisik dinamika interaksi host-parasit (ayam-koksidia) dan parasit-mikrobiom (koksidia-mikroflora) dalam usus ayam modern. Hal ini tentu sangat menarik untuk dicermati dan dapat menjadi pertimbangan adekuat oleh kolega praktisi di lapangan, agar strategi jitu untuk pencegahan dan kontrol koksidiosis lebih presisi.

Sekilas Tentang Koksidia
Koksidiosis adalah penyakit protozoa yang disebabkan oleh suatu koksidia dari genus Eimeria yang secara alamiah bisa sembuh sendiri alias self-limiting disease (Kemp et al., 2013; Lu et al., 2021).

Spesies Eimeria umumnya dapat menyebabkan gangguan pada saluran cerna yang dengan berbagai derajat keparahan dapat mengakibatkan enteritis, diare, dehidrasi, dan tereduksinya bobot badan ayam. Eimeria adalah genus yang sangat besar, dengan lebih dari 1.800 spesies yang sudah diidentifikasi sampai saat ini (Duszynski, 2001).

Dibandingkan dengan genus dan spesies lain yang terkait dengan koksidia, siklus hidup Eimeria bisa diselesaikan dalam tunggal induk semang (Bangoura dan Bardsley, 2000; Dubey et al., 2020). Dengan kata lain, Eimeria mempunyai spesifisitas yang tinggi terhadap induk semang tertentu atau high host-specificity (Lu et al., 2021).

Semua anggota koksidia melakukan replikasi dan membentuk ookista dalam usus induk semang yang selanjutnya masuk ke dalam lingkungan ayam via feses. Jika ayam yang suseptibel termakan ookista yang sudah bersporulasi dari lingkungan, maka dalam hitungan menit akan ditransportasi ke dalam usus dan melepaskan bentukan sporozoit (Long dan Johnson, 1972; Chapman, 1978).

Setiap sporozoit akan melakukan invasi pada sel-sel epitelium mukosa usus dan akan tetap tinggal dalam suatu vakuola selama adaptasi dan menjadi bentukan tropozoit. Selanjutnya tropozoit akan bertumbuh dan memperbanyak diri via melakukan replikasi secara aseksual dan progresif yang kemudian berkembang menjadi bentukan merozoit dalam suatu vakuola yang disebut skizon (proses skizogoni). Tiap skizon akan mengandung ribuan bentukan generasi pertama dari suatu merozoit. Jika proses skizogoni telah selesai, maka sel-sel epitelium usus induk semang akan lisis dan ribuan bentukan merozoit akan masuk ke dalam lumen usus serta menginfeksi sel-sel epitelium usus yang baru (proses merogoni).

Setelah mengalami beberapa generasi proses merogoni maka parasit melakukan replikasi seksual dengan membentuk makrogamet dan mikrogamet. Selanjutnya mikrogamet melakukan invasi ke dalam sel epitelium yang baru dan melakukan fertilisasi terhadap makrogamet untuk menghasilkan zigot (Long dan Johnson, 1972; Ferguson et al., 2003). Sesudah zigot berkembang menjadi suatu bentukan ookista, keluar dari sel epitelium yang lisis dan selanjutnya dikeluarkan dari lumen usus induk semang bersama feses (Shirley et al., 2005; Dubey et al., 2020).

Jadi sangatlah jelas bahwa siklus hidup koksidia dalam tubuh induk semang (masa prepaten) yang terdiri dari fase kolonisasi awal (fase skizogoni), fase bertumbuh, dan replikasi (fase merogoni), serta fase pertumbuhan seksual (fase gametogoni) pada sel-sel epitelium mukosa usus induk semang tentu saja dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.

Ditulis oleh:
Tony Unandar
Anggota Dewan Pakar ASOHI

DONGKRAK PERFORMA MELALUI KINERJA SALURAN CERNA

Masalah pada pakan (cangkang sawit) dan saluran pencernaan yang bermasalah. (Foto: Istimewa)

Kesehatan usus sangat penting untuk pencernaan dan penyerapan nutrisi, karenanya merupakan faktor kunci dalam menentukan performa unggas. Masalah kesehatan usus sangat umum terjadi pada unggas dengan performa tinggi akibat tingginya asupan pakan, yang memberikan tekanan pada fisiologi sistem pencernaan.

Kelebihan nutrisi yang tidak tercerna dan terserap di usus halus dapat memicu disbiosis, yaitu perubahan komposisi mikrobiota di saluran usus. Disbiosis serta penyebab stres lainnya menimbulkan respons inflamasi dan hilangnya integritas antara sel-sel epitel, yang menyebabkan kebocoran usus (Richard et al., 2023 ).

Perkembangan Mikroba Usus
Sel epitel usus, mikroba, dan sistem kekebalan merupakan komponen ekosistem usus. Sebelum adanya penetasan telur skala besar di inkubator, penetasan metode alami membuat telur-telur tersebut bersentuhan dengan sarang atau ayam selama masa inkubasi dan dengan demikian memastikan transmisi vertikal mikrobiota induk ke anak ayam.

Namun di tempat penetasan komersial, anak ayam ditetaskan di lingkungan yang bersih dan tidak ada kontak dengan ayam betina. Oleh karena itu, mikrobiota usus anak ayam yang baru menetas sepenuhnya bergantung pada sumber lingkungan yang dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman mikroba dan peningkatan kolonisasi patogen bawaan dari makanan yang berada di usus.

Anak ayam dapat memperoleh mikrobiota pada tahap embrio selama pembentukan telur di saluran telur dan selama pengangkutan melalui saluran reproduksi. Perolehan mikroba pasca penetasan bergantung pada berbagai faktor, seperti praktik produksi, pola makan, dan lingkungan. Dengan adanya modernisasi produksi ayam di tempat penetasan skala besar, transmisi vertikal alami mikrobiota dari ayam menjadi sangat berkurang.

Spesies pertama yang menghuni saluran pencernaan ayam adalah kelompok bakteri Coliform dan Sterptococcus fecal, yang melimpah pada hari ketiga setelah menetas. Mikrobiota usus kecil terbentuk pada usia sekitar dua minggu. Pada hari ke-40, Lactobacillus mendominasi mikroflora usus kecil. Mikrobiota cecal terbentuk dalam waktu 6-7 minggu dan didominasi oleh mikroba anaerobik fakultatif dan obligat, yang terdiri dari Clostridia, Enterobacteria, Streptococci fecal, Pediococci, dan Pseudomonas aeruginosa. Peningkatan komposisi dan kompleksitas mikroba pada saluran pencernaan bagian distal menyebabkan fluktuasi komposisi mikroba fecal.

Mikrobiota di Crop
Tembolok menampung komunitas bakteri besar yang terdiri dari sel bakteri dengan urutan 1 × 108 hingga 1 × 109 CFU g−1. Tembolok ini didominasi oleh bakteri gram positif seperti Lactobacillus spp. Spesies bakteria lain yang dikoleksi dari tembolok termasuk Bifidobacterium, Klebsiella pneumoniae, K. ozaenae, Escherichia coli, E. fergusonii, Enterobacter aerogenes, Eubacterium spp., Pseudomonas aeruginosa, Micrococcus luteus, Staphylococcus lentus, dan Sarcina spp.

Mikrobiota tembolok memfermentasi serat makanan menjadi asam lemak rantai pendek atau Short Chain Fatty Acid (SCFA). Asetat adalah SCFA utama dalam tanaman. SCFA menurunkan pH tanaman untuk menghambat pertumbuhan patogen yang berkoloni dan berkembang biak pada pH netral atau sedikit basa.

Mikrobiota di Proventrikulus dan Gizzard
Proventrikulus dan gizzard memiliki pH asam yang tidak ideal untuk kolonisasi mikroba. Asam lambung dapat menembus membran sel mikroba sehingga mengakibatkan penurunan pH intraseluler dan terganggunya gaya gerak proton trans-membran. Demikian pula asam laktat dan asam asetat mencegah kolonisasi patogen yang sensitif terhadap pH asam.

Lactobacilli merupakan spesies dominan pada proventrikulus dan gizzard. Enterobacteria laktosa-negatif, Enterococci, dan bakteri Coliform juga banyak ditemukan di proventrikulus dan gizzard. Konsentrasi bakteri dalam gizzard sama dengan tembolok, namun fermentasi bakteri terhambat oleh pH asam yang mengakibatkan penurunan konsentrasi asetat dan laktat dalam gizzard.

Mikrobiota di Usus Halus
Konsentrasi bakteri di usus kecil kira-kira... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2024.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
JL. DR SAHARJO NO. 264, JAKARTA
Tlp: 021-8300300

KORELASI ANTARA MUSIM PENGHUJAN DENGAN PENYAKIT PENCERNAAN

Masa brooding, bila perlu diperpanjang. (Foto: Istimewa)

Beberapa waktu belakangan cuaca cenderung sulit diprediksi dan berubah-ubah. Misalnya saja kemarau panjang yang terjadi akibat El-Nino beberapa waktu lalu, tentu sangat memengaruhi manajemen pemeliharaan dan membawa dampak terhadap penurunan performa produksi ayam broiler. Bulan berganti begitupun musim, dari kemarau panjang yang menerpa, kini curah hujan mulai meninggi di awal tahun.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim hujan 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan terjadi pada Januari dan Februari 2024. Untuk persebarannya yaitu sebanyak 385 Zona Musim (ZOM) atau sebesar 55,08% wilayah yang mengalaminya.

Di sisi lain, genetik ayam pedaging modern saat ini memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap suhu lingkungan dan DOC baru bisa mengatur suhu tubuhnya secara optimal pada umur minggu kedua. Oleh karena itu, DOC umur pemeliharaan minggu pertama hingga minggu kedua, peran brooder (pemanas) dan manajemen yang optimal sangat memengaruhi dalam upaya menjaga suhu kandang tetap dalam zona nyaman hingga diakhir periode mampu mencapai produksi yang optimal.

Akhir November sampai awal Desember 2023, merupakan awal perubahan dari musim kemarau ke musim penghujan. Banyak peternak yang terlambat menyadari untuk merubah tipe manajemen kandang. Kebanyakan dari mereka masih berpatokan dengan manajemen musim panas yang menitikberatkan pada sirkulasi udara yang lancar dengan cara membuka lebar tirai kandang (untuk menghindari heat stress). Sehingga ketika musim hujan tiba-tiba datang, angin yang berhembus kencang disertai air hujan akan masuk ke dalam kandang dan langsung mengenai ayam.

Kondisi tersebut menjadi pemicu awal terjadinya penyakit. Karena perubahan suhu lingkungan yang berubah secara ekstrem akan menyebabkan penurunan kerja sistem imun tubuh. Secara fisiologis tubuh ayam akan merespon perubahan suhu yang ekstrem dengan membangkitkan mekanisme sistem imun.

Mewaspadai Peralihan Musim
Hal utama yang menjadi kendala saat musim peralihan dari kemarau ke penghujan adalah penurunan suhu menjadi lebih rendah. Suhu rendah memicu perlu dilakukannya pemanjangan masa brooding. Masa brooding yang dilakukan pada musim hujan seharusnya dilakukan hampir sepanjang hari (siang dan malam) dan bahkan akan melebihi dari dua minggu (> 14 hari).

Jika tidak dilakukan pemanasan ekstra pada siang hari, DOC tidak mendapat suhu ideal untuk pertumbuhannya dan akan kedinginan. Dampak lebih lanjut, pertumbuhan DOC tidak akan seragam sehingga performanya menjadi buruk (bad uniformity). Keseragaman yang buruk merupakan indikasi lanjutan bahwa penyerapan nutrisi di dalam tubuh ayam tidak berjalan optimal, yang berimbas pada buruknya efisiensi pakan yang menjadi daging (FCR tinggi).

Kemudian pergantian dari musim kemarau ke penghujan biasanya akan diikuti dengan munculnya angin kencang dari arah yang tidak menentu. Kecepatan angin yang tinggi dan mengenai ayam secara langsung dapat membuat ayam terkena... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2024.

Ditulis oleh:
Drh Rizqy Arif Ginanjar
Technical Support PT Gold Coin Indonesia

CEGAH KOLIBASILOSIS SEBELUM MERUGI

Omphalitis pada DOC, salah satu indikasi infeksi coli. (Foto: Istimewa)

Sebagai penyakit dengan tingkat kejadian paling sering kedua, pastinya peternak tidak boleh kecolongan lagi. Pasalnya, kerugian yang ditimbulkan juga bukan main-main, selain itu terdapat potensi lain yang mungkin dapat menimbulkan petaka bagi manusia di kemudian hari.

Menular Terus, Terus Menular
Kebanyakan E. coli hidup di lingkungan kandang melalui kontaminasi feses. Permulaan infeksi dari bakteri ini mungkin juga terjadi di hatchery, dari infeksi atau telur yang terkontaminasi. Meskipun begitu, infeksi sistemik biasanya membutuhkan bantuan lingkungan atau predisposisi lainnya.

Kolibasilosis kebanyakan terjadi melalui kontak langsung dengan lingkungan tempat tinggal ayam yang basah, lembap dan kotor, bukan dari ayam ke ayam seperti yang selama ini sering diduga peternak. Berdasarkan penelitian Mc Mullin (2004), disebutkan bahwa kolibasilosis terjadi baik melalui peroral atau inhalasi, lewat membran sel/yolk/tali pusar, air, muntahan, dengan masa inkubasi 3-5 hari.

Kualitas udara yang buruk dan stres yang berasal dari lingkungan juga menjadi faktor predisposisi infeksi E. coli. Selain itu, timbulnya kolibasilosis juga tidak lepas dari sanitasi yang kurang optimal, sumber air minum yang tercemar bakteri, sistem perkandangan dan peralatan kandang yang kurang memadai dan adanya berbagai penyakit yang bersifat imunosupresif.

Untuk faktor manajemen, peternak sudah sering mendapat penyuluhan, pelatihan dan lain sebagainya, namun sayang tidak adanya perubahan manajemen ke arah yang lebih baik dalam suatu peternakan menjadi kesan bahwa terjadi “pembiaran” akan infeksi dari bakteri E. coli.

Lingkup Infeksi yang Luas
Tidak hanya antibiotik yang memiliki lingkup luas, bakteri E. coli ternyata juga dapat menyebabkan infeksi dengan lingkup yang luas secara lokal maupun sistemik, bukan hanya pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan saja. Bentuk infeksi sistemik E. coli biasa disebut... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2023. (CR)

HEPATITIS VIRAL MENULAR PADA BROILER

Gejala klinis awal ditemukan pada broiler tinja encer, putih kekuningan sedikit kehijauan. (Sumber: Istimewa)

Kerusakan organ hati merupakan salah satu akibat serangan penyakit viral yang cepat menular dan mematikan pada unggas. Selain hati, kerusakan jaringan juga terjadi pada organ penting lainnya seperti ginjal dan jantung. Kematian yang bersifat epidemik akan terjadi dengan cepat pada kawanan ayam terutama broiler. Penyakit ini menyebar cepat ke seluruh dunia dan banyak dilaporkan terjadi oleh para peneliti.

Kondabatulla G. (2000), menyampaikan bahwa penyakit dengan perubahan patologi berupa hepatitis pada ayam telah terjadi mulai 1994 dengan istilah lokal “Angara Disease”, di India dikenal dengan sebutan “Leechy Disease” (Govida dan Satyanarayana, 1994).

Pada wabah yang terjadi di Brasil, Mettifogo (2014), mengidentifikasi dengan PCR bahwa penyebabnya adalah Fowl Adenovirus (FAdV) grup I dan penyebab serangkaian wabah pada broiler di Brasil, yang ditandai dengan terjadinya pembengkakan dan kekuningan pada hati ayam serta penumpukan cairan pada perikardium. FAdV grup I menyebabkan timbulnya penyakit yang disebut dengan Inclusion Body Hepatitis (IBH) yang juga menyebabkan Hidropericardium Syndrome (HPS).

Munuswamy P. et al., (2014), melaporkan wabah HPS oleh FAdV pada broiler di Ultar Pradesh dan Srinagar, India, dengan kematian 10-15% pada broiler umur 3-5 minggu. Panigrahi S. et al., (2016), melaporkan bahwa kematian bisa mencapai kisaran 20-80% pada broiler. Kasus di Libanon pada broiler juga dilaporkan oleh Shaib H. et al., (2017), dengan mortalitas 53,3% dan hasil identifikasi serta analisa filogenik ternyata penyebab virusnya FAdV strain D dan serotipe 11 dan memiliki kemiripan 100% dengan virus di Iran.

Gejala klinis
Performa broiler yang terinfeksi biasanya akan tampak jelek, banyak yang kecil dan kematian yang memuncak tiap harinya, terjadi kondisi epidemik. Seringkali penyakit ini tidak berdiri sendiri, pada broiler yang terserang FAdV bisa juga adanya infeksi virus lainnya seperti Chicken Anemia Virus (CAV) atau Infectious Bursal Disease (IBD). Klinis oleh agen virus lain bisa muncul di kandang. Adanya infeksi CAV, penyebab kekerdilan pada ayam serta anemia telah dilaporkan oleh Revajova V. et al., pada 2017.

Gejala klinis yang bisa dikenali pada ayam di kandang yang terserang FAdV berupa... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2021.

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi (Medik Veteriner Ahli Madya) &
Ratna Loventa Sulaxono (Medik Veteriner Ahli Pertama)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer