Koksidiosis adalah penyakit parasiter yang secara subtansial dapat terjadi secara subklinis maupun klinis, serta mampu mereduksi status kesehatan dan performa ayam modern secara signifikan.
Dalam suatu lokasi farm kejadiannya bisa berulang, dengan derajat keparahan yang variatif, serta bisa terjadi secara sporadis ataupun dengan mortalitas tinggi jika diinisiasi oleh faktor imunosupresi.
Berbasis pada sejumlah penelitian ilmiah dalam satu dekade terakhir, tulisan ini mencoba menelisik dinamika interaksi host-parasit (ayam-koksidia) dan parasit-mikrobiom (koksidia-mikroflora) dalam usus ayam modern. Hal ini tentu sangat menarik untuk dicermati dan dapat menjadi pertimbangan adekuat oleh kolega praktisi di lapangan, agar strategi jitu untuk pencegahan dan kontrol koksidiosis lebih presisi.
Sekilas Tentang Koksidia
Koksidiosis adalah penyakit protozoa yang disebabkan oleh suatu koksidia dari genus Eimeria yang secara alamiah bisa sembuh sendiri alias self-limiting disease (Kemp et al., 2013; Lu et al., 2021).
Koksidiosis adalah penyakit protozoa yang disebabkan oleh suatu koksidia dari genus Eimeria yang secara alamiah bisa sembuh sendiri alias self-limiting disease (Kemp et al., 2013; Lu et al., 2021).
Spesies Eimeria umumnya dapat menyebabkan gangguan pada saluran cerna yang dengan berbagai derajat keparahan dapat mengakibatkan enteritis, diare, dehidrasi, dan tereduksinya bobot badan ayam. Eimeria adalah genus yang sangat besar, dengan lebih dari 1.800 spesies yang sudah diidentifikasi sampai saat ini (Duszynski, 2001).
Dibandingkan dengan genus dan spesies lain yang terkait dengan koksidia, siklus hidup Eimeria bisa diselesaikan dalam tunggal induk semang (Bangoura dan Bardsley, 2000; Dubey et al., 2020). Dengan kata lain, Eimeria mempunyai spesifisitas yang tinggi terhadap induk semang tertentu atau high host-specificity (Lu et al., 2021).
Semua anggota koksidia melakukan replikasi dan membentuk ookista dalam usus induk semang yang selanjutnya masuk ke dalam lingkungan ayam via feses. Jika ayam yang suseptibel termakan ookista yang sudah bersporulasi dari lingkungan, maka dalam hitungan menit akan ditransportasi ke dalam usus dan melepaskan bentukan sporozoit (Long dan Johnson, 1972; Chapman, 1978).
Setiap sporozoit akan melakukan invasi pada sel-sel epitelium mukosa usus dan akan tetap tinggal dalam suatu vakuola selama adaptasi dan menjadi bentukan tropozoit. Selanjutnya tropozoit akan bertumbuh dan memperbanyak diri via melakukan replikasi secara aseksual dan progresif yang kemudian berkembang menjadi bentukan merozoit dalam suatu vakuola yang disebut skizon (proses skizogoni). Tiap skizon akan mengandung ribuan bentukan generasi pertama dari suatu merozoit. Jika proses skizogoni telah selesai, maka sel-sel epitelium usus induk semang akan lisis dan ribuan bentukan merozoit akan masuk ke dalam lumen usus serta menginfeksi sel-sel epitelium usus yang baru (proses merogoni).
Setelah mengalami beberapa generasi proses merogoni maka parasit melakukan replikasi seksual dengan membentuk makrogamet dan mikrogamet. Selanjutnya mikrogamet melakukan invasi ke dalam sel epitelium yang baru dan melakukan fertilisasi terhadap makrogamet untuk menghasilkan zigot (Long dan Johnson, 1972; Ferguson et al., 2003). Sesudah zigot berkembang menjadi suatu bentukan ookista, keluar dari sel epitelium yang lisis dan selanjutnya dikeluarkan dari lumen usus induk semang bersama feses (Shirley et al., 2005; Dubey et al., 2020).
Jadi sangatlah jelas bahwa siklus hidup koksidia dalam tubuh induk semang (masa prepaten) yang terdiri dari fase kolonisasi awal (fase skizogoni), fase bertumbuh, dan replikasi (fase merogoni), serta fase pertumbuhan seksual (fase gametogoni) pada sel-sel epitelium mukosa usus induk semang tentu saja dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2024.
Ditulis oleh:
Tony Unandar
Anggota Dewan Pakar ASOHI
0 Comments:
Posting Komentar