-->

Featured Posts

PREDIKSI PENYAKIT UNGGAS 2026

Penyakit bakterial dan viral dapat mengancam produktivitas dan kesehatan unggas serta stabilitas ekonomi peternak. (Foto: Istimewa)

Penyakit merupakan bentuk penyimpangan berbahaya dari fungsi organ atau struktur normal organ yang disertai gejala klinis spesifik. Penyakit dapat disebabkan berbagai macam faktor, seperti organisme patogen, toksin, kekurangan nutrisi, kelainan metabolik, neoplasia, hingga kelainan genetik.

Penyakit bakterial dan viral dapat mengancam produktivitas dan kesehatan unggas serta stabilitas ekonomi peternak. Berdasarkan data PT Sanbio Laboratories, kasus penyakit pada unggas di 2025 sangat bervariasi. Penyakit viral maupun bakterial yang terkonfirmasi positif uji PCR mulai dari avian influenza (AI), infectious bronchitis (IB), newcastle disease (ND), infectious bursal disease (IBD), coryza (snot), dan yang lainnya, tercatat sebagai tantangan yang perlu dihadapi peternak.

Berdasarkan data PT Sanbio Laboratories, kasus AI subtipe H5 menduduki peringkat teratas yang kerap dilaporkan, yaitu sebanyak 17%.  Kejadian AI H5 yang dilaporkan menyerang pada ayam layer dan menyebabkan mortalitas yang cukup tinggi teridentifikasi termasuk dalam clade 2.3.2 pada semua sampel yang diuji.

Selain AI H5, penyakit IB juga menjadi tantangan teratas tahun ini. Berdasarkan hasil sekuensing diketahui kasus IB yang dilaporkan menunjukkan sekuensing IB varian seperti QX-like dan 793B. Kejadian IB yang tercatat dilaporkan menyerang unggas layer dengan mayoritas hasil sekuensing IB QX-like dan sisanya menyerang pada broiler dengan hasil sekuensing IB 793B.

Kasus penyakit selanjutnya dengan presentase kasus sebanyak 15% adalah ND. Untuk kasus ND di 2025 berdasarkan catatan PT Sanbio Labs mayoritas sampel terkonfirmasi hasil sekuensing termasuk dalam strain velogenik yaitu ND G7. Selanjutnya penyakit yang juga tercatat cukup banyak adalah IBD, dimana kasusnya terkonfirmasi positif PCR dilaporkan hasil sekuensingnya termasuk dalam very virulent (vv) IBD.

Adapun kasus penyakit di 2025 dengan presentase lebih dari 10% berikutnya adalah coryza. Coryza atau snot biasanya menjadi infeksi ikutan dari agen penyakit seperti AI, ND atau yang lainnya. Kemudian menyusul penyakit-penyakit unggas lain seperti Marek’s, pox, AI subtipe H9, ILT, EDS, dan SHS juga dilaporkan masih menjadi tantangan bagi peternak.

Tantangan di Tahun Depan
Melihat tren kasus penyakit serta mempertimbangkan berbagai aspek seperti perubahan cuaca, manajemen peternakan, dan mobilisasi unggas, berikut merupakan prediksi penyakit unggas di Indonesia di 2026 mendatang: Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2025.

Ditulis oleh:
(Drh Novita Lajuba & Drh Aprilia Kusumastuti)

WASPADAI RISIKO KONSUMSI TELUR TETAS

Perlu dicermati keamanan dan risiko dalam mengonsumsi telur ayam. (Foto: Istimewa)

Sebagian orang memercayai, telur ayam kampung “asli” hasil pembuahan pejantan dianggap memiliki khasiat tersendiri dan umumnya digunakan untuk campuran jamu. Ada juga orang yang sengaja berburu telur ayam kampung untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mitos.

Rustinah, penghuni rumah kontrakan di Kampung Plered, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Sawangan, Depok, Jawa Barat, mendatangi salah satu warung sembako tak jauh dari tempat tinggalnya. Langkahnya agak tergesa-gesa, seperti sedang ada dibutuhkan.

Setelah yang dibutuhkan sudah didapat, ibu rumah tangga ini segera kembali ke kontrakannya. Lima butir telur ayam kampung dalam plastik kresek ia tenteng. “Ini ayam kampung asli, emang saya sering beli buat campuran minum jamu suami saya yang lagi sakit,” tutur Rustinah.

Telur ayam kampung asli yang dimaksud emak-emak ini adalah telur ayam fertil atau telur dari indukan ayam kampung yang dibuahi pejantan. Bukan dari ayam petelur untuk konsumsi seperti ayam Elba, ayam Arab, atau sejenisnya.

Membahas telur ayam fertil, dia awal November lalu, sempat viral pemberitaan tentang tidak layaknya mengonsumsi telur fertil. Tak hanya berita di media online, informasi ini juga ramai di lini media sosial.

Sumber berita ini ternyata berasal dari pernyataan Guru Besar Ilmu Ternak Unggas IPB University, Prof Niken Ulupi. Dikutip dari laman resmi ipb.ac.id, dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB University ini mengungkapkan, telur ayam pedaging bibit (fertil) tidak layak dikonsumsi dan diperjualbelikan karena sifatnya yang mudah rusak.

“Telur fertil yang tidak memenuhi syarat untuk ditetaskan tidak boleh dijual di pasar. Kualitasnya rendah, masa simpannya pendek, dan mudah membusuk,” ujarnya dalam laman resmi IPB University.

Menurutnya, telur ayam pedaging bibit berbeda dengan telur konsumsi pada umumnya. Telur konsumsi yang beredar di pasaran berasal dari industri ayam petelur komersial, yang seluruh ayamnya adalah betina dan menghasilkan telur infertil tanpa pembuahan.

Sedangkan telur fertil dihasilkan dari ayam betina yang dibuahi pejantan, sehingga di dalamnya terdapat embrio. “Telur jenis ini membutuhkan penyimpanan bersuhu rendah. Jika dibiarkan pada suhu ruang, embrio dapat berkembang sebagian dan membuat telur cepat busuk,” terangnya.

Gizinya Tak Jauh Beda
Apa yang diungkapkan Prof Niken tak ada yang keliru. Penjelasan ilmiahnya dapat diterima akal sehat. Pasalnya, di dunia peternakan unggas, tujuan pemeliharaan ayam memang berbeda. Ada yang untuk menghasilkan telur, ada pula yang khusus menghasilkan daging. Karena itu berkembang beragam galur ayam, baik ras maupun lokal.

Ayam petelur komersial dipelihara untuk menghasilkan telur konsumsi, sedangkan ayam pedaging komersial seperti broiler khusus untuk daging yang dipelihara sekitar lima minggu, lalu dipotong.

Adapun ayam pedaging bibit (breeder broiler) dipelihara khusus untuk menghasilkan telur tertunas (fertil) yang ditetaskan menjadi bibit broiler komersial. Telur-telur inilah yang disebut telur fertil, karena dihasilkan dari induk betina yang dibuahi pejantan.

Di masyarakat, khususnya di pedesaan, konsumsi telur fertil umumnya berlaku pada telur ayam kampung yang dipelihara skala rumahan. Warung-warung di perkampungan lazim menjual telur ayam kampung fertil. Peredaran telur ayam kampung infertil dari jenis ayam Elba atau ayam Arab belum begitu banyak.

Sebagian orang memercayai, telur ayam kampung asli dianggap memiliki khasiat tersendiri dan umumnya digunakan untuk campuran jamu. Ada juga orang yang sengaja berburu telur ayam kampung untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mitos, tak ada kaitannya dengan kebutuhan nutrisi.

Meski kandungan gizinya (terutama protein dan asam amino esensial) tidak jauh berbeda, risiko kerusakan telur fertil lebih tinggi dibanding telur konsumsi. Karena itu, telur jenis ini tidak diperuntukkan konsumsi masyarakat umum.

Penjelasan guru besar IPB ini mempertegas bahwa produsen pembibitan ayam (broiler) skala industri dilarang menjual telur fertil. Larangan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan  Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

Pemerintah secara tegas melarang industri pembibitan ayam ras menjual telur fertil. Jika dilanggar, dipastikan penjualan telur dari industri pembibitan dapat mengganggu stabilitas harga telur konsumsi di pasaran.

Permentan No. 32/2017 hanya bersentuhan dengan ayam ras. Artinya, peraturan ini tidak mengatur secara lugas terkait telur fertil ayam kampung yang diperjualbelikan di pasaran. Namun demikian, ulasan yang disampaikan Prof Niken cukup memberikan pencerahan yang baik bagi masyarakat.

Sudah saatnya, masyarakat bisa mencermati keamanan dan risiko dalam mengonsumsi telur ayam. Bagi masyarakat yang masih “tersandera” dengan mitos khasiat telur ayam kampung, sebaiknya beralih ke telur ayam kampung infertil, seperti telur ayam Arab, ayam Elba, atau sejenisnya. Toh kandungan gizinya tak jauh beda.

Mulai Tumbuh
Diakui, jual-beli telur fertil ayam kampung banyak dilakukan peternak di berbagai daerah. Hanya saja, penjualan telur fetil yang mereka lakukan bukan untuk konsumsi, melainkan untuk ditetaskan para pembelinya.

Harganya pun jauh lebih mahal dibandingkan telur ayam kampung infertil dan telur ayam ras untuk konsumsi. Para pelaku usaha peternakannya juga belum skala industri, tapi masih skala kecil.

Varian usaha ini belakangan mulai tumbuh, lantaran dari sisi keuntungan jauh lebih besar dibandingkan dengan usaha pembesaran ayam kampung pedaging. Peternak tak perlu mengeluarkan biaya untuk pakan dan obat-obatan, selain untuk indukan. Peternak hanya bermodal ayam indukan dan mesin tetas kapasitas besar.

Salah satu peternak yang menekuni varian usaha telur tetas ayam kampung ini adalah Zulkarnain Nasution, pemilik Kuba Farm Asahan, Kota Asahan, Sumatra Utara. “Selain jual telur tetas atau fertil, sebagai peternak mandiri saya juga menyediakan DOC dan ayam kampung pedaging,” tutur Zulkarnain kepada Infovet.

Menurut peternak ini, prospek usaha telur fertil saat ini masih terbuka lebar. Ia mengaku masih belum mampu memenuhi kebutuhan pasar yang ada saat ini di kotanya. Untuk membeli telur fertil di peternakannya sering kali pembeli harus inden atau pesan terlebih dahulu, menunggu jumlah telur terkumpul dan memenuhi jumlah yang dipesan.

“Indukan saya baru 100 ekor lebih, baru mampu memenuhi sebagian kecil permintaan pasar,” ujarnya. Indukan ayam KUB milik Zulkarnain merupakan hasil seleksi sendiri dari yang ia pelihara sejak masih DOC. Dari jumlah 900 DOC yang ia miliki sebelumnya, terpilih 100 ekor indukan (85 betina dan 15 pejantan). Kini, indukan ayam KUB miliknya menjadi “mesin” produksi telur tetas. Selebihnya, ayam-ayam yang sudah berukuran dewasa dijual sebagai ayam pedaging.

Zulkarnain memang belum lama menjadi peternak, namun ia termasuk orang yang cepat belajar. Hanya dalam tiga tahun usahanya makin berkembang, setelah melalui jatuh bangun dalam usahanya. Selain telur fertil, ia juga menjual DOC ayam KUB.

Seiring berjalannya waktu, peternak pemula ini mulai paham teknik beternak yang baik dan benar. Zulkarnain mulai menguasai teknik beternak ayam KUB yang menguntungkan. “Kita memang harus terus belajar agar bisa benar-benar menguasai teknik beternak yang baik. Bisa belajar langsung ke peternak, lewat tayangan YouTube, buku, dan lainnya,” imbuh dia.

Jaminan Menetas 
Dengan jumlah indukan 100 ekor dalam sehari produksi telur fertil antara 50-60 butir. Sebagai peternak yang tak mau merugikan pelanggan atau mitranya, Zulkarnain memberikan garansi 85% telur menetas. Artinya, jika telur yang diserahkan menetas 75%, maka selisihnya yang 10% akan diganti.

“Jadi misalnya orang beli 100 butir, maka yang digaransi adalah 85 butir benar-benar dibuahi oleh pejantan. Tentu saja dengan catatan, mesin tetasnya bagus dan tidak bermasalah,” ungkapnya.

Yang unik dari manajemen usaha Zulkarnain adalah telur-telur yang tidak bisa menetas, karena tidak dibuahi oleh pejantan, diolah menjadi puding telur lalu dijadikan pakan ayam pejantan sebagai tambahan protein. “Sebenarnya kalau dimasak dan dimakan kita juga tidak masalah, karena itu telur tidak dibuahi oleh pejantan,” katanya.

Pola pemasaran yang diilakukan juga cukup simpel. Di awal-awal produksi telur, ia cukup bergabung dengan beberapa grup WhatsApp (WA). Lalu membuat konten video usaha ternaknya, sekaligus menawarkan telur-telur fertil. Dari sini gayung bersambut, banyak peternak yang ada di dalam grup WA tersebut yang merespons dan memesan talur.

Selanjutnya, para pelanggan yang rutin memesan telur akan dikirimkan info ketersediaan telur fertil setiap kali panen. Setelah punya pelanggan, biasanya mereka langsung menghubungi ketika membutuhkan telur. ***

Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet Daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis
Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

STRATEGI MENGHADAPI ANCAMAN DAN MENJAGA BISNIS PETERNAKAN


Tahun 2025 yang Menguji Daya Tahan
Sepanjang 2025, menjadi babak ujian tersendiri bagi industri perunggasan Indonesia. Catatan lapangan, laporan laboratorium, hingga pengakuan para peternak menunjukkan bahwa tantangan kesehatan unggas di tahun tersebut datang bertubi-tubi.

Musim pancaroba yang berkepanjangan, pola curah hujan tidak menentu, serta fluktuasi suhu ekstrem memicu stres pada ayam, menurunkan sistem kekebalan tubuh, dan membuka pintu bagi berbagai penyakit untuk berkembang.

Kasus penyakit saluran pernapasan mendominasi laporan kesehatan unggas tahun ini. Varian baru infectious bronchitis virus (IBV) yang bersifat nefropatogenik ditemukan di beberapa wilayah produksi besar, menginfeksi ayam dengan gejala yang tidak selalu khas, sehingga menyulitkan diagnosis dini. 

Kemudian avian influenza (AI) clade 2.3.4.4b juga menjadi ancaman serius, terutama pada peternakan yang berada di jalur migrasi burung liar dan memiliki biosekuriti yang lemah. Serta newcastle disease (ND) “tetap setia” menjadi musuh lama yang tak pernah benar-benar hilang.

Tidak berhenti di saluran pernapasan, gangguan pencernaan seperti necrotic enteritis (NE) dan koksidiosis melonjak di banyak farm, terutama yang mulai meninggalkan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP). Penurunan efisiensi pakan, penambahan beban kerja usus, dan peningkatan beban patogen membuat performa broiler tertekan.

Pada sektor layer komersial, penyakit metabolik seperti fatty liver syndrome dan gout meningkat tajam, sering kali dipicu oleh kualitas bahan baku pakan yang tidak stabil dan manajemen nutrisi yang tidak tepat sasaran.


Analisis Akar Masalah: Mengapa Penyakit Marak?
Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab maraknya penyakit di 2025 bukan hanya soal virus yang lebih ganas atau bakteri yang resistan. Ada kombinasi faktor yang saling memperkuat. Perubahan iklim yang memengaruhi suhu dan kelembapan kandang adalah faktor utama. Lalu, mobilitas tinggi DOC, pakan, dan pekerja antar wilayah membuat jalur penularan penyakit semakin terbuka lebar.

Di sisi lain, kebijakan pembatasan penggunaan antibiotik tanpa diiringi penerapan alternatif yang konsisten memperlemah pertahanan biologis ayam. Tidak sedikit peternak yang mencoba beralih ke herbal, probiotik, atau feed additive, namun penggunaannya tidak terstandar, sehingga hasilnya tidak maksimal. Dan yang tak kalah penting, munculnya varian virus baru yang lolos dari perlindungan vaksin konvensional menjadi tantangan teknis yang nyata.

Ramalan 2026: Tiga Ancaman Besar yang Mengintai
Berdasarkan data epidemiologi dan pola historis, ada beberapa penyakit yang diprediksi menjadi ancaman utama di 2026, yaitu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2025.

Ditulis oleh:
Henri E. Prasetyo, drh MVet 
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

JANGAN BERI RUANG PENYAKIT UNTUK MENYEBAR

Vaksinasi memastikan ayam tetap sehat. (Foto: Istimewa)

Menghadapi tahun depan, pelaku budi daya perunggasan lebih harus lebih aware dengan apa yang akan datang, utamanya terkait penyakit yang pasti menjadi tantangan agar tak menyebabkan kerugian.

Jangan Lengah dengan Penyakit Residivis
Walaupun prediksi belum 100% benar terjadi, tak ada salahnya mempersiapkan “amunisi” sejak dini. Tony Unandar selaku konsultan senior perunggasan, melihat selama ini penyakit unggas yang terjadi di lapangan masih cenderung sama, berbeda musim memang penyakitnya juga berbeda, tetapi penyakit yang muncul hanya itu-itu saja.

“Kalau bisa dibilang kita masih berkutat dengan yang lama dan monoton. Faktor yang sangat urgen untuk diperbaiki adalah pola pemeliharaan dari peternak-peternak kita,” tutur Tony.

Apabila tidak ada upaya perbaikan sesegera mungkin, bukan hanya kasus penyakit yang terus berulang, tetapi tingkat keparahan maupun jenis penyakit baru akan bertambah di masa depan.

Seperti contoh ketika ada peternak yang tidak mengakut semua unggasnya ketika panen, padahal sistem all in all out sangat penting diterapkan untuk memutus siklus rantai penyakit. Kemudian yang juga tak kalah penting adalah penerapan biosekuriti yang baik di peternakan.

Sebab Tony menyebut, sebaik-baiknya obat baru yang ditemukan, maupun riset di bidang penyakit hewan, atau bahkan kecanggihan teknologi yang berkembang, jika tak dibarengi dengan manajemen yang baik dan benar, penyakit akan mudah menyerang dan cenderung berulang.

Ungkapan “lebih baik mencegah daripada mengobati” harus dipegang teguh oleh peternak, salah satunya melalui program biosekuriti di peternakan. Bukti konkret dari penerapan program tersebut telah membuka mata bagi Kusno Waluyo, salah satu peternak di wilayah Lampung.

Ia merasakan banyak keuntungan dari penerapan biosekuriti yang baik dan benar di peternakannya, salah satunya ternak yang dipelihara Kusno menjadi jarang terserang penyakit. “Yang paling terasa Saya tidur menjadi lebih nyenyak, karena jarang ada laporan masalah penyakit di kandang,” ucapnya dalam sebuah seminar.

Bersinergi dan Kolaborasi
Fakta di lapangan berbicara, tidak semua peternak mengerti masalah penyakit, penanganan, obat-obatan, dan beberapa hal lainnya. Hal itupun terus menjadi perhatian bagi para stakeholder di bidang obat hewan, salah satunya Ceva Animal Health Indonesia yang terus melakukan kolaborasi dengan peternak.

“Khususnya dalam upaya preventif dengan menawarkan program vaksinasi yang komprehensif dan inovatif. Di sektor broiler, Ceva menawarkan paket vaksinasi hatchery lengkap dengan produk dan sumber daya yang kami miliki,” ujar Vet Service Coordinator Ceva, Drh Ismail Kurnia Rambe.

Sementara itu, di sektor layer dan breeder, pihaknya memiliki... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2025. (CR)

PEMERINTAH BATASI IMPOR BUNGKIL KEDELAI, KENDALI DIALIHKAN KE BUMN

Soybean meal. (Foto: Istimewa)

Selasa (23/12/2025). Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan kebijakan strategis baru terkait tata niaga bahan baku pakan ternak. Mulai awal 2026, pemerintah melakukan intervensi penuh terhadap impor bungkil kedelai (soybean meal/SBM) dengan membatasi izin impor langsung oleh pelaku usaha swasta dan mengalihkan mandat impor kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Langkah ini diambil sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan nasional dan menciptakan stabilitas harga pakan di tingkat peternak yang selama ini rentan terhadap fluktuasi pasar global.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, menyatakan bahwa ketergantungan industri pakan dalam negeri terhadap SBM impor telah mencapai titik yang memerlukan pengawasan ketat.

“Selama ini, fluktuasi harga bungkil kedelai di pasar internasional langsung memukul peternak kecil kita. Dengan menyerahkan mandat impor kepada BUMN, pemerintah memiliki instrumen untuk melakukan penyangga stok (buffer stock) dan intervensi harga saat terjadi lonjakan,” ujarnya dalam konferensi pers beberapa waktu lalu di Jakarta.

Adapun beberapa poin utama dari rencana kebijakan baru ini adalah sebagai sentralisasi impor. Perusahaan swasta tidak lagi diperkenankan melakukan impor langsung secara bebas. Seluruh kuota impor akan dikelola melalui penugasan kepada BUMN sektor pangan (seperti ID FOOD atau Bulog).

Kemudian supaya sistem distribusi terpusat. BUMN akan mendistribusikan SBM kepada pabrik pakan (feedmill) berdasarkan kontrak yang diawasi pemerintah untuk memastikan transparansi harga.

Serta penguatan cadangan nasional. Pemerintah menargetkan ketersediaan cadangan SBM nasional untuk durasi minimal tiga bulan guna mengantisipasi gangguan rantai pasok global.
Kendati demikian, kebijakan ini menuai reaksi beragam. Dari sisi peternak rakyat, kebijakan ini disambut baik karena menjanjikan harga pakan yang lebih stabil. Namun, asosiasi pengusaha pakan ternak meminta pemerintah menjamin bahwa birokrasi di tangan BUMN tidak akan menghambat kecepatan distribusi.

“Kami berharap BUMN yang ditunjuk memiliki infrastruktur logistik yang mumpuni agar tidak terjadi kekosongan stok di gudang-gudang daerah,” ungkap salah seorang perwakilan asosiasi pengusaha.

Selain stabilitas harga, kebijakan ini juga bertujuan mendorong hilirisasi industri kedelai dalam negeri dan mencari alternatif bahan baku pakan lokal agar ketergantungan terhadap impor dapat dikurangi secara bertahap hingga 2030.

Pemerintah menegaskan bahwa masa transisi akan diberlakukan selama enam bulan pertama di 2026 agar pelaku usaha dapat menyesuaikan kontrak pengadaan mereka yang sedang berjalan.

Dampak Terhadap Harga
Bungkil kedelai menyumbang sekitar 20-25% dari total biaya produksi pakan, sedangkan pakan sendiri mencakup 70% dari total biaya pemeliharaan ayam. Adanya rencana kebijakan baru tersebut memang dinilai berdampak positif bagi stabilitas harga di tingkat konsumen.

Jika BUMN berhasil menjalankan fungsinya sebagai buffer stock, harga daging ayam dan telur tidak akan lagi mengalami lonjakan ekstrem saat harga komoditas global naik. Ini akan menjaga daya beli masyarakat terhadap sumber protein.

Namun begitu, beberapa sumber menyebut risiko juga bisa terjadi apabila proses pengadaan BUMN lebih lambat atau lebih mahal karena beban administrasi, biaya tambahan tersebut bisa dibebankan kepada peternak, yang ujungnya malah menaikkan harga eceran di pasar.

Tanggapan Pelaku Usaha
Menanggapi kebijakan baru tersebut, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) turut menyurati Menteri Perdagangan maupun Menteri Pertanian terkait tanggapan dan masukan kebijakan sentralisasi impor SBM 2026.

Dalam suratnya, GPMT menyatakan sikap turut mendukung upaya stabilitas tersebut demi melindungi peternak rakyat dan konsumen nasional.

Namun ada kekhawatiran dari sisi efisiensi logistik. GPMT memohon jaminan bahwa BUMN yang ditunjuk memiliki kemampuan logistik dan pendanaan yang setara atau lebih baik dari sektor swasta untuk menjamin just-in-time delivery. Karena keterlambatan distribusi SBM dalam hitungan hari dapat mengancam keberlangsungan hidup jutaan ternak.

Kemudian terkait transparansi Harga. GPMT juga mengusulkan adanya mekanisme penetapan harga yang transparan dan melibatkan asosiasi dalam pengawasan, guna memastikan biaya layanan (service fee) BUMN tidak membebani harga akhir pakan.

Selain itu, GPMT juga meminta perpanjangan masa transisi bagi kontrak-kontrak impor yang sudah ditandatangani sebelum kebijakan ini berlaku, guna menghindari sengketa hukum internasional dengan pemasok global. (INF)

BAGAIMANA TANTANGAN PENYAKIT AYAM DI 2026?

HPAI masih akan menjadi gangguan penyakit pada ayam di 2026. (Foto: Istimewa)

Hampir di semua wilayah peternakan, permasalahan yang timbul dari tidak tercapainya performa yang diinginkan selalu berakar kepada masalah yang hampir sama, yakni akibat kegagalan penerapan tata laksana pemeliharaan yang baku, atau karena ayam terjangkit penyakit tertentu. Anehnya akar permasalahan yang terinvertarisir dari tahun ke tahun kurang lebih sama.

Mustahil untuk memprediksi penyakit unggas baru yang spesifik di 2026 dengan pasti, karena penyakit pada dasarnya tidak dapat diprediksi dan muncul sebagai galur baru atau infeksi baru.

Namun, untuk tetap mendapatkan informasi tentang potensi risiko, bisa dipantau melalui Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) dan Layanan Inspeksi Kesehatan Hewan dan Tanaman (APHIS) Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), yang melacak penyakit seperti avian influenza (AI) dan newcastle disease (ND), serta melaporkan ancaman yang muncul dan perubahan patogen yang dapat memengaruhi kesehatan unggas di 2026.

Terbesit pertanyaan, apa bisa diharapkan dari penyakit unggas di tahun-tahun mendatang? Evolusi berkelanjutan dari penyakit-penyakit yang sudah dikenal seperti penyakit AI dan ND akan terus berevolusi, dengan disertai munculnya galur atau variasi baru yang dapat menimbulkan risiko baru bagi unggas.

Dalam laporan disease surveillance terbaru dari beberapa tim veterinary service perusahaan produsen obat dan vaksin unggas di Indonesia melaporkan lima penyakit paling banyak di 2025, di antaranya infectious bronchitis/IB (9%), complex chronic respiratory disease/CCRD (9%), AI H5 (8%), necrotic enteritis/NE (8%), dan avian metapneumovirus/aMPV (8%). Beberapa penyakit lain yang juga dilaporkan yakni ND, coryza, coccidiosis, infectious bursal disease (IBD), infectious body hepatitis (IBH), heat stress, mycotoxin, helminthiasis, infectious laryngotracheitis (ILT), mismanagement, dengan masing-masing berkisar 3-5%. Adapun reo virus, aspergilosis, dan penyakit akibat kualitas pakan berkisar sekitar 1%. (Data berasal dari wilayah Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur).

Hasil pengamatan dan analisis sederhana penyakit-penyakit tersebut hadir karena kondisi cuaca yang sampai saat ini masih sulit diprediksi, yang menyebabkan proses cuci kandang dan disinfeksi tidak bisa sempurna karena kondisi keadaan kandang yang tidak ideal.

Kelembapan yang tinggi menyebabkan patogen-patogen pernapasan menjadi lebih dominan. Kasus-kasus pernapasan bisa terjadi bersamaan atau didahului dan bahkan bisa diikuti oleh infeksi pernapasan lainnya, sehingga terjadi ko-infeksi. Baru-baru ini ada laporan bahwa ko-infeksi pernapasan di Indonesia menunjukkan kasus ILT, IB, CRD, AI H9, AI H5, dan aMPV. Patogen pernapasan lainnya bisa menyerang secara bersamaan dalam satu kasus.

Penyakit seperti AI, ND, dan berbagai infeksi bakteri seperti yang disebabkan Salmonella dan E. coli (colibacillosis) akan terus menjadi ancaman di 2026. Penelitian dan pengawasan berkelanjutan sangat penting untuk mengatasi penyakit-penyakit ini, termasuk pengembangan vaksin baru untuk aMPV, serta peningkatan strategi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit NE, sesuai dengan prioritas penelitian industri dan studi yang sedang berlangsung.

Pada 2025, penyakit yang menyerang broiler di dominasi penyakit pernapasan seperti IB, CCRD, ND, HPAI, dan IBD. Tidak jauh berbeda pada ternak layer dengan serangan infeksi pernapasan seperti aMPV, AI H5, IB, coryza, dan mycotoxin.

Berdasarkan data BMKG, kelembapan relatif (RH) rata-rata pada 2025 berkisar antara 65-72%, dengan suhu permukaan 24-27 °C. Analisis curah hujan pada tahun tersebut bervariasi, mulai dari kriteria rendah (18%), sedang (74%), dan tinggi-sangat tinggi (8%).  Kondisi ini membuat tantangan berat di tengah perubahan musim yang ekstrem.  Kegagalan manajemen pemeliharaan dalam mengantisipasi perubahan cuaca dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit tersebut di atas.

Adapun faktor dan tren penyakit di tahun mendatang adalah:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2025.

Ditulis oleh:
Drh Arief Hidayat
Praktisi Perunggasan

REVIEW PENYAKIT UNGGAS 2025

Penyebaran penyakit unggas dapat dipengaruhi berbagai faktor (Foto: Gemini AI)

Tahun 2025 menegaskan kembali bahwa sektor perunggasan Indonesia hidup dalam kompleksitas risiko penyakit, gelombang avian influenza (HPAI) yang terus berulang, penyakit endemis seperti newcastle disease (ND) dan infectious bronchitis (IB) yang menggerus produktivitas, serta masalah lain seperti koksidiosis dan gangguan pernapasan multifaktor yang mengintensifkan kerugian ekonomi.

Penyakit yang Mendominasi
Gambaran ini terbangun dari data sistem surveilans nasional, laporan industri, dan inisiatif One Health yang digulirkan sepanjang 2024-2025. Laporan global WOAH bahkan mencatat bahwa gelombang HPAI yang dimulai Oktober 2024 terus berlangsung hingga pertengahan 2025, dengan jutaan unggas mati atau dimusnahkan pada beberapa wilayah terdampak, angka kejadian global memberikan sinyal bahwa musim HPAI 2024-2025 lebih luas dibanding periode sebelumnya.

Dinamika penyakit unggas di Indonesia sangat menarik untuk dicermati. Pola penyakit yang berulang, membuat berbagai pihak tertarik untuk memprediksinya. Namun demikian, tidak bisa sembarangan dalam memprediksi dinamika penyakit unggas, perlu pendekatan tertentu dan pengumpulan data yang akurat agar dapat memprediksinya.

Salah satu perusahaan kesehatan hewan yang rutin memprediksi penyakit unggas yakni PT Ceva Animal Health Indonesia. Melalui Global Protection Services (GPS), Ceva rutin melakukan monitoring dan surveilans untuk mengidentifikasi penyakit-penyakit yang paling mendominasi sektor perunggasan. Hal tersebut disampaikan oleh Veterinary Service Manager PT Ceva Animal Health Indonesia, Drh Fauzi Iskandar.

“Kami berkiblat pada Ceva Global, di situ ada program Global Protections Services. Bentuk dari program tersebut yakni awareness, monitoring, dan troubleshooting. Hal ini kami lakukan sebagai bentuk servis kami kepada para customer Ceva dan sudah kami lakukan sejak 2018,” tutur Fauzi.

Lebih lanjut dijelaskan, data-data penyakit unggas tersebut secara rutin diunggah Ceva di website-nya secara berkala setiap bulan, sehingga memudahkan peternak, praktisi dokter hewan, hingga khalayak umum untuk mengaksesnya.

Dari data surveilans tersebut menunjukkan beberapa penyakit yang paling sering dilaporkan per Oktober 2025, yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2025. (CR)

PERJUANGKAN NASIB, PETERNAK RAKYAT MANDIRI BENTUK PERMINDO

Ternak broiler skala rakyat. (Foto: Dok. Infovet)

Upaya memperkuat posisi peternak rakyat mandiri di tengah derasnya laju industri perunggasan nasional semakin mendesak. Menyikapi kondisi tersebut, para perwakilan peternak rakyat mandiri dari berbagai daerah sepakat membentuk PERMINDO (Perhimpunan Peternak Rakyat Mandiri Indonesia) sebagai wadah kolektif untuk menyatukan suara, memperjuangkan kepentingan, serta mendorong kemandirian dan kesejahteraan peternak rakyat mandiri agar tetap mampu bertahan dan bertumbuh.

Sebagai langkah awal konsolidasi, musyawarah tersebut menetapkan struktur inti PERMINDO, di antaranya Drh Hartono (Ketua Dewan Pembina), Kusnan (Ketua Umum), Heri Irawan (Sekretaris Jenderal), dan Asep Saepudin (Bendahara Umum). Struktur organisasi secara lengkap akan dikembangkan dan disempurnakan dalam rapat-rapat lanjutan.

Salah seorang peternak rakyat mandiri asal Bogor, Istanto, menyampaikan bahwa harga ayam di tingkat peternak saat ini mulai menunjukkan kondisi yang lebih stabil. Ia mengapresiasi upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas tersebut. Namun demikian, ia menyoroti persoalan serius di sisi hulu, terutama terkait ketersediaan dan harga sarana produksi peternakan (sapronak).

Menurutnya, peternak rakyat mandiri saat ini masih menghadapi kesulitan dalam memperoleh sapronak, khususnya day old chick (DOC) dengan harga yang wajar. Bahkan, harga DOC dilaporkan melonjak hingga di atas Rp 7.000/ekor. Kondisi tersebut berdampak langsung pada peningkatan biaya operasional kandang dan menekan margin usaha peternak.

"Saya berharap dengan terbentuknya PERMINDO, peternak rakyat mandiri memiliki wadah untuk mendapatkan DOC, pakan, dan sapronak lainnya dengan harga yang lebih wajar. Dengan begitu, usaha peternak tidak hanya bisa bertahan, tetapi juga berkembang. Kami harap juga pemerintah terus memberikan perhatian kepada peternak rakyat mandiri yang menggantungkan hidupnya dari usaha budi daya broiler,” ujar Istanto saat ditemui di kandangnya di Desa Pasarean, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Kamis (18/12/2025).

Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal PERMINDO, Heri Irawan, juga turut mengapresiasi langkah pemerintah dalam menjaga stabilitas harga ayam di tingkat peternak dalam tiga bulan terakhir. Meski begitu, ia tegaskan masih terdapat tantangan mendasar yang perlu segera dibenahi, khususnya terkait harga dan ketersediaan DOC.

Heri menilai, ketika harga livebird (LB) berada pada level yang baik dan stabil, peternak justru berpotensi tidak dapat menikmati kondisi tersebut akibat tingginya harga DOC.

Oleh karena itu, dibentuknya PERMINDO juga dilatarbelakangi oleh kuatnya aspirasi peternak mandiri di berbagai daerah yang membutuhkan wadah resmi untuk menyampaikan kepentingan dan memperjuangkan keberlangsungan usaha.

"Ke depan, persaingan di sektor perunggasan bukan lagi soal besar atau kecilnya pelaku, melainkan persaingan antar ekosistem. Kami berharap PERMINDO mampu mengakomodasi kepentingan peternak rakyat mandiri dan membangun kolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, sehingga tercipta ekosistem usaha perunggasan yang kuat dan berkelanjutan,” ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat (19/12/2025).

Sebagai langkah penguatan fungsi ekonomi organisasi, PERMINDO juga merencanakan pembentukan Koperasi PERMINDO sebagai instrumen bisnis resmi sekaligus sumber pendapatan organisasi, yang akan menjalankan berbagai kegiatan ekonomi seperti pengadaan pakan secara kolektif, penyediaan DOC dan sapronak, penyerapan ayam panen anggota, program pembiayaan, serta pengembangan kemitraan strategis dengan berbagai pihak.

"Melalui skema tersebut PERMINDO berharap dapat memperkuat kemandirian peternak sekaligus meningkatkan posisi tawar mereka dalam struktur industri perunggasan," sebutnya.

Sementara itu, Ketua Umum PERMINDO, Kusnan, menegaskan bahwa organisasi ini hadir sebagai wadah perjuangan peternak rakyat mandiri yang selama ini menghadapi keterbatasan akses terhadap sapronak dengan harga yang wajar.

"PERMINDO berkomitmen memperjuangkan aspirasi peternak agar keberlangsungan usahanya tetap terjaga, karena banyak peternak menggantungkan penghidupan di sektor perunggasan," kata Kusnan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pihaknya akan membuka ruang kolaborasi dengan seluruh pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun asosiasi yang telah lebih dulu eksis.

"Kami ingin memastikan peternak rakyat mandiri dapat tumbuh bersama, bukan tertinggal. Dengan sinergi dan kolaborasi yang sehat, kami berharap peternak tumbuh, integrasi tumbuh, dan pemerintah berperan sebagai penengah, sehingga iklim usaha perunggasan dapat memberikan manfaat yang adil bagi seluruh pelaku,” pungkasnya. (INF)

KONFERENSI KESEJAHTERAAN HEWAN INDONESIA INTERNASIONAL 2025 DIRESMIKAN GUBERNUR DKI JAKARTA

Pembukaan Konferensi Kesejahteraan Hewan Indonesia Internasional 2025. (Foto: Dok. Pemprov DKI Jakarta)

Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Dr Pramono Anung bersama Yayasan JAAN Domestic secara resmi membuka Konferensi Kesejahteraan Hewan Indonesia Internasional 2025 (Animal Welfare Indonesia-International Conference 2025) di Royal Kuningan Hotel, Jakarta, (5/12/2025).

Acara ini merupakan konferensi kesejahteraan hewan tahunan keempat, sekaligus yang pertama dan terbesar di Indonesia, yang mempertemukan para ahli, pembuat kebijakan, akademisi, dan aktivis dari berbagai negara untuk memperkuat komitmen terhadap kesejahteraan hewan di tingkat nasional dan regional.

Sebagai forum strategis, konferensi ini menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan nasional dan internasional untuk berdiskusi, berbagi pengetahuan, serta membangun kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan kesejahteraan hewan yang berkelanjutan di Indonesia.

Dalam sambutannya, Pramono Anung menegaskan dukungan pemerintah daerah terhadap kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan hewan, termasuk pengendalian populasi hewan liar secara manusiawi, sosialisasi Pergub No.36/2025 tentang Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing di Provinsi DKI Jakarta, serta peningkatan edukasi publik mengenai tanggung jawab pemeliharaan hewan.

“Kesejahteraan hewan adalah bagian penting dari pembangunan berkelanjutan. Jakarta berkomitmen menjadi kota yang ramah terhadap semua makhluk hidup,” ujar Gubernur DKI Jakarta.

Partisipasi Global dan Kolaborasi Akademik
Konferensi yang diselenggarakan bersama FOURPAWS International ini dihadiri oleh lebih dari 500 peserta dari berbagai negara, termasuk perwakilan Australia, Inggris, Amerika Serikat, Austria, Turki, Thailand, dan Korea Selatan. Hadir pula perwakilan Kementerian Pertanian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kepolisian Republik Indonesia, serta sejumlah universitas dan lembaga penelitian.

Selama dua hari, peserta mengikuti sesi panel, lokakarya, dan pameran inovasi yang membahas isu-isu penting seperti kesejahteraan hewan domestik, perdagangan daging anjing dan kucing, perlindungan satwa liar, kesejahteraan hewan pekerja, dan praktik peternakan beretika.

Momentum penting lainnya adalah peluncuran Akademi Kesejahteraan Hewan Indonesia, yang didukung Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin, Universitas Nusa Cendana, IPB University, Universitas Gadjah Mada, Universitas Syiah Kuala, dan Universitas Padjadjaran. Akademi ini diharapkan menjadi pusat pendidikan dan riset kesejahteraan hewan nasional yang berstandar internasional.

Konferensi sebagai Tonggak Penting
Sebagai penyelenggara utama, JAAN Domestic Foundation menegaskan bahwa konferensi ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan advokasi kesejahteraan hewan di Indonesia.

Chief Operating Officer JAAN Domestic, Drh Merry Ferdinandez M.Si, menyampaikan, “Empat tahun perjalanan konferensi ini menunjukkan bahwa perubahan nyata hanya bisa terjadi melalui kolaborasi lintas sektor. Kami melihat semakin kuatnya sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam memperjuangkan kesejahteraan hewan di Indonesia.”

Sementara itu, Founder dan CEO JAAN Domestic, Karin Franken, ikut menambahkan bahwa konferensi ini bukan hanya tentang berbagi pengetahuan. “Tetapi tentang membangun masa depan, dimana setiap hewan dihargai dan dilindungi. Konferensi ini menjadi pusat dialog regional dan pionir dalam gerakan kesejahteraan hewan di Indonesia,” tambahnya.

Menuju Pionir Kesejahteraan Hewan
Konferensi Kesejahteraan Hewan Indonesia Internasional 2025 menandai langkah penting bagi Indonesia dalam memperkuat posisinya sebagai pionir kesejahteraan hewan di kawasan Asia. Dengan dukungan pemerintah, lembaga akademik, dan komunitas global, hasil konferensi diharapkan menjadi fondasi bagi kebijakan yang lebih manusiawi, ilmiah, dan berkelanjutan di masa depan.

Merry Ferdinandez menyampaikan apresiasi khusus kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan konferensi ini. “Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada FOURPAWS International atas dukungan luar biasa dan peran pentingnya sebagai mitra utama serta co-organisator dalam konferensi ini. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen bersama dalam memperjuangkan kesejahteraan hewan di tingkat Asia dan global,” katanya.

Ia juga menambahkan apresiasi kepada para mitra nasional yang turut memperkuat pelaksanaan kegiatan ini. “Terima kasih kepada Natha Satwa Nusantara, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, dan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia atas dukungan dan kerjasamanya. Sinergi antara pemerintah, organisasi profesi, dan lembaga masyarakat menjadi fondasi penting bagi kemajuan kesejahteraan hewan di Indonesia,” ucapnya.

Kemudian ditambahkan juga oleh Karin Franken, yang menutup dengan pesan penuh penghargaan. “Konferensi ini tidak akan terlaksana tanpa dukungan para mitra yang memiliki visi yang sama. Kami sangat menghargai dedikasi dan kerja sama semua pihak yang telah membantu mewujudkan forum ini menjadi ruang dialog dan kolaborasi nyata untuk masa depan kesejahteraan hewan yang lebih baik,” tukasnya. (INF)

JAWA TIMUR SABET GELAR LUMBUNG UNGGAS NASIONAL, TARGET SWASEMBADA PANGAN SEMAKIN DEKAT

Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, Indyah Aryani. (Foto: Dok. Kominfo Jatim)

Provinsi Jawa Timur (Jatim) semakin memantapkan posisinya sebagai tulang punggung ketahanan pangan nasional, khususnya di sektor perunggasan. Hal ini terungkap dalam Seminar Outlook Bisnis Perunggasan Jawa Timur 2026 di Surabaya, Rabu (10/12/2025), yang menyoroti potensi besar dan langkah strategis pemerintah daerah untuk mendorong kemajuan industri.

Disampaikan oleh Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, DR Ir Indyah Aryani MM, Jawa Timur kini memegang gelar sebagai produsen utama telur ayam ras secara nasional, dengan kontribusi sebesar 32,83% dari total populasi nasional. Sementara itu, populasi ayam ras pedaging Jatim mencapai 18,34% dari populasi nasional, menempatkannya di posisi kedua.

Secara keseluruhan, industri peternakan di Jatim telah memberikan kontribusi signifikan, yakni sebesar 10,23% terhadap PDRB Sektor Pertanian. Data produksi perunggasan Jatim mencatatkan angka yang impresif, dengan telur ayam ras mencapai 1,32 juta ton dan daging ayam sebanyak 1,51 juta ton.

Fokus Kebijakan Pemerintah: Dari Hulu Hingga Hilir
Dalam upaya mencapai visi Indonesia Emas 2045, yang salah satu misinya adalah mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur fokus pada penguatan ekosistem perunggasan secara menyeluruh.

Indyah pun mengungkap arah kebijakan pengembangan mencakup tiga pilar utama, yakni hulu (input) untuk peningkatan produksi bibit dan pakan lokal serta pengendalian penyakit hewan menular seperti AI dan ND; kemudian on-farm (budi daya) peningkatan produktivitas peternakan dan penerapan standar praktik baik (biosekuriti dan good practice); hilir (pasca panen) pengembangan produk olahan, promosi ekspor ke pasar internasional, penataan tata niaga, dan penguatan kelembagaan peternak melalui koperasi.

Di sisi hilir, potensi produk perunggasan Jatim juga telah menembus pasar global, dengan ekspor produk peternakan ke berbagai negara seperti Timor Leste, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Jepang.

Untuk mengkonsolidasikan langkah ini, tutur Indyah, pemerintah merancang rencana pengembangan peternakan ayam mendukung MBG (Membangun Bangsa Gemilang), dengan target ambisius untuk memproduksi telur sebesar 1,0 juta ton dan daging sebesar 1,5 juta ton. Program ini diperkirakan akan menyerap hingga 1.462.948 tenaga kerja.

Meski demikian, pemerintah mengakui adanya tantangan berupa fluktuasi harga (DOC dan pakan), daya saing peternak kecil, serta isu kesehatan hewan. Kebijakan yang terstruktur diharapkan mampu menciptakan stabilitas harga dan menjamin mutu produk demi menjaga keberlanjutan industry perunggasan Jawa Timur sebagai gerbang baru nusantara. (YR)

ASOHI JATIM GELAR OUTLOOK BISNIS PERUNGGASAN, BAHAS STRATEGI DAN PROYEKSI INDUSTRI PROTEIN HEWANI

Outlook Bisnis Perunggasan Jawa Timur 2026. (Foto: Istimewa)

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Jawa Timur (Jatim), bekerja sama dengan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), menyelenggarakan konferensi strategis bertajuk “Outlook Bisnis Perunggasan Jawa Timur 2026”.

Acara berlangsung di Hotel Mövenpick Surabaya, Rabu (10/12/2025), menghadirkan para pakar, akademisi, dan pemimpin asosiasi untuk membedah proyeksi ekonomi dan tantangan kesehatan di sektor unggas dan peternakan.

Acara yang dimulai pukul 08:00-17:00 WIB ini dibuka secara resmi dengan sambutan dari tokoh kunci, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur DR Ir Indyah Aryani MM, serta Drh Suyud dan Drh Akhmad Harris Priyadi dari ASOHI.

Indyah yang juga merupakan salah satu pembicara utama memaparkan “Potensi Peternakan Jawa Timur & Kebijakan Pemda yang mendorong Kemajuan Perunggasan di Jawa Timur", memberikan panduan strategis mengenai dukungan pemerintah daerah.

Selain itu, aspek kesehatan juga menjadi fokus utama dengan kehadiran dua pakar terkemuka, yakni Ketua Umum ASOHI Akhmad Harris Priyadi yang menyajikan “Potret Bisnis Industri Obat Hewan 2025 & Outlook 2026”, serta Guru Besar FKH UGM Prof Dr Drh Michael Haryadi Wibowo MP membahas “Review Penyakit Unggas 2025 dan Prediksi Kasus Penyakit 2026”, yang dilanjutkan dengan sesi diskusi interaktif.

Konferensi berlanjut dengan presentasi dari para pimpinan asosiasi yang mengupas kinerja industri secara rinci, ada dari DR Drh Desianto Budi Utomo MPhil PhD (Ketua Umum GPMT), Ir Achmad Dawami (Ketua Umum GPPU), dan Hidayaturrahman SE (Ketua PINSAR Provinsi Jawa Timur).

Sesi penutup yang sangat dinantikan disampaikan oleh DR Werner R. Murhadi SE MM CSA CIB CRP, selaku Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis UBAYA. Ia memberikan pandangan menyeluruh mengenai “Outlook Ekonomi 2026 dan Analisa Bisnis Bahan Pangan Protein Hewani Jawa Timur”, memberikan kerangka ekonomi yang diperlukan bagi para pelaku usaha untuk menyusun strategi di tahun mendatang.

Acara yang dikoordinasikan oleh Recto Indah ini ditutup dengan sesi resume dan penutup, menegaskan komitmen para pelaku industri untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan potensi besar sektor perunggasan di Jawa Timur. (YR)

LOKAKARYA PROGRAM CABI DALAM MENCEGAH ASF

Foto bersama Lokakarya Diseminasi Nasional Hasil Program CABI di Gran Melia, Jakarta Selatan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Lokakarya Diseminasi Nasional Hasil Program Community African Swine Fever Biosecurity Interventions (CABI) atau Program Biosekuriti Berbasis Komunitas untuk Pencegahan Demam Babi Afrika (ASF) dilaksanakan pada Rabu (17/12/2025), secara hybrid di Gran Melia, Jakarta Selatan.

Program tersebut merupakan inisiatif kolaboratif antara Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian, bersama FAO ECTAD Indonesia, pemerintah daerah, dengan dukungan Kementerian Pertanian, Pangan, dan Urusan Pedesaan Republik Korea.

"Saya apresiasi kepada seluruh perwakilan pemerintah termasuk para peternak babi atas komitmen yang diberikan sehingga CABI dapat terlaksana dengan baik. FAO sangat bangga menjadi bagian di dalamnya sehingga kita dapat membantu peternak menghadapi ASF melalui penerapan biosekuriti untuk melindungi mata pencaharian peternak, mencegah penyebaran ASF, serta memperkuat ketahanan pangan Indonesia," ujar Representatif FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal.

Lebih lanjut dijelaskan, CABI berfokus pada penguatan kapasitas peternak dalam menerapkan praktik biosekuriti yang praktis, terjangkau, dan berbasis komunitas untuk mencegah ASF serta penyakit hewan menular lainnya. Program tersebut telah terlaksana di tiga provinsi, yakni Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pada kesempatan yang sama, Dirjen PKH yang diwakili Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Drh Hendra Wibawa, menyampaikan bahwa sejak ASF mewabah di Indonesia pada 2020, pemerintah terus mendorong semua pihak terutama dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan untuk melakukan pembinaan kepada peternak di wilayahnya dalam membantu mengendalikan maupun mewaspadai kemunculan ASF.

"Melalui program biosekuriti ini terus kita galakkan. Karena biosekuriti adalah sarat mutlak untuk bisa tercegah atau terhindar dari ASF," kata Hendra.

Ia menjelaskan, Kementan bersama FAO dan Pemerintah Korea telah melaksanakan program CABI sejak 2023, masing-masing di dua kabupaten di Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara dengan total peternak hingga tahun ini mencapai 102 peternak.

"Dengan adanya program CABI ini, peternakan atau kandangnya mulai meningkat keamanannya, karena biosekuriti mampu mengontrol dan mengendalikan penyakit, bahkan menjadi tidak terserang ASF, hal ini dapat dilihat di Kalimantan Barat maupun Sulawesi Utara. Program ini juga kita lakukan di NTT di dua kabupaten dengan jumlah 59 peternak. Kita pilih NTT karena peternakan babi cukup potensial dalam menopang ketahanan pangan di sana," ungkapnya.

Ia juga menambahkan, "Tambahan program CABI di NTT bisa terus direplikasi ke depannya, ke provinsi dan kabupaten lain. Kita harapkan juga support pelaku usaha khususnya swasta untuk bisa mengeluarkan CSR-nya, bekerja sama sehingga program ini konsisten dan tetap dipertahankan untuk ditumbuhkembangkan ke daerah-daerah lainnya."

Program CABI yang telah diimplementasikan di Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan NTT menunjukkan dampak nyata bagi peternak. Dalam pemutaran video kesuksesan program CABI, baik peternak di Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara menyebut bahwa mereka mendapatkan pelatihan bagaimana menerapkan biosekuriti yang baik, diberikan pemahaman mendalam mengenai virus, hingga mendapat fasilitas sesuai kebutuhan di masing-masing farm. Mereka menilai program tersebut sangat bermanfaat karena kandang ternak mereka menjadi bersih dan ternak babinya menjadi sehat sehingga dapat terhindar dari serangan ASF.

"Apa yang dilakukan pada CABI menjadi fondasi kita dalam mencegah penyakit agar tidak masuk ke sebuah negara maupun farm, sehingga apa yang kita memiliki dapat terkendali kesehatannya. Biosekuriti menjadi kunci pencegahan penyakit, salah satunya ASF, agar tidak muncul kembali, khususnya dari strain yang lainnya," pungkas Hendra. (RBS)

SEMINAR NASIONAL OUTLOOK BISNIS PETERNAKAN ASOHI 2026: SINERGI MEMBANGUN KETAHANAN DAN KEAMANAN PANGAN

Pemukulan gong oleh Dirkeswan Hendra Wibawa didampingi Ketua Umum ASOHI Akhmad Harris Priyadi membuka Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan ASOHI 2026. (Foto: Rubella)

Selasa (16/12/2025), mengambil tempat di Menara 165 Jakarta dan melalui daring, Asosisai Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali menghelat agenda tahunan Seminar Nasional Outlook Bisnis Peternakan 2026 "Sinergi Membangun Ketahanan & Keamanan Pangan Berbasis Peternakan yang Maju Berkelanjutan."

Meningkatnya kebutuhan pangan nasional dan tekanan global yang terus berubah, menjadi tantangan bagi bisnis peternakan Tanah Air. Seminar ini menjadi ruang strategis untuk membaca sinyal penting industri, mulai dari proyeksi pertumbuhan, risiko kesehatan ternak, hingga tantangan keamanan pangan yang semakin kompleks.

"Tahun depan masih banyak tantangan. Tentunya ASOHI sebagai pilar peternakan dan kesehatan hewan, kami mendukung usaha bersama untuk menciptakan industri peternakan dan kesehatan hewan yang kuat," ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Akhmad Harris Priyadi, dalam sambutannya.

Berbagai tantangan mulai dari urusan produksi, perdagangan global, penyakit, isu antimicrobial resistance (AMR), hingga peluang dari program Makan Bergizi Gratis untuk keberlanjutan industri menyeruak dalam seminar ini.

"Salah satunya terkait isu AMR ini tahun depan harus terus kita lakukan edukasi kepada peternak (soal penggunaan yang sesuai aturan) untuk meminimalisir kejadian AMR," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, yang diwakili Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Drh Hendra Wibawa MSi PhD, menyoroti jalannya program MBG sebagai peluang untuk meningkatkan industri yang berkelanjutan.

"Dengan adanya MBG yang bersumber dari protein nabati dan juga hewani, kita berusaha menjadikan peternakan dan kesehatan hewan maju berkelanjutan bagi masyarakat. Makna berkelanjutan ini sangat penting agar setiap program kita dimulai dan bisa berlanjut, serta manfaatnya bisa dirasakan masyarakat," kata Hendra.

Adapun beberapa upaya dilakukan khususnya dalam mendukung MBG melalui penjaminan kesehatan hewan di antaranya pencegahan, pengendalian, penanganan, hingga pemberantasan penyakit hewan, penguatan fungsi pelayanan kesehatan hewan, peningkatan penyediaan obat hewan dan alat kesehatan hewan yang berkualitas, serta monitoring status dan layanan kesehatan hewan. Hal ini untuk menciptakan tersedianya protein hewani yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

Selain itu, ia juga menyinggung soal industri obat hewan yang saat ini masih dihadapkan oleh berbagai masalah seperti pandemi penyakit yang bisa muncul kapan saja, atau penyakit yang muncul akibat pemakaian antibiotik yang tidak sesuai penggunaannya.

"Pengawasan obat hewan terkait penggunaan, peredaran obat hewan termasuk obat hewan ilegal harus kita perketat, tentunya dengan bantuan dari bapak dan ibu semua agar bermafaat bagi masyarakat," ucapnya.

Kendati demikian, jika melihat peluang industri obat hewan ke depan, Hendra optimis sebab ekspor obat hewan tiap tahun trennya mulai meningkat. Dari data yang ia paparkan, tahun ini data realisasi ekspor obat hewan hingga Maret 2025 mencapai nilai 374.989.279,7 USD, dimana angka tersebut lebih besar dibanding total ekspor obat hewan pada 2024.

"Outlook obat hewan ke depan cukup cerah, kita jadikan momentum ini untuk bergerak bersama-sama mewujudkan industri yang lebih kuat dan berpihak kepada rakyat. Semoga masukan dari seminar ini bisa kita jadikan modal utama dalam menghadapi tantangan ke depan," tukasnya.

Foto bersama. (Foto: Infovet/Ridwan)

Pada kesempatan tersebut, ASOHI juga mengundang narasumber dari bidang peternakan dan pangan yang turut memaparkan tantangan sekaligus peluang bisnis ke depan, di antaranya Ketua Umum GPPU Achmad Dawami, Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo, Ketua Umum ASOHI Akhmad Harris Priyadi, Ketua PPSKI Nanang Purus Subendro, perwakilan Pinsar Indonesia Chandra P. Rakhman, Wakil Ketua Bidang Stadarisasi dan Mutu Keamanan Pangan APKEPI Asep Rusmana, serta pemaparan dari ekonom CELIOS Nailul Huda. Seminar pun berjalan dinamis dan menarik antusiasme para peserta dengan beberapa pertanyaan di sesi Q&A.

Dengan melibatkan pelaku usaha, asosiasi, regulator, akademisi, dan investor, seminar ini menjadi forum paling komprehensif untuk membaca peta bisnis peternakan Indonesia sebelum memasuki 2026. ASOHI menempatkan agenda ini bukan sekadar sebagai evaluasi tahunan, melainkan sebagai upaya menyusun arah bersama di tengah pertumbuhan, risiko, dan tuntutan keberlanjutan yang kian menguat. (RBS)

IHWAL PEMELIHARAAN PADA FASE AWAL

Pada pemeliharaan DOC diperlukan suasana kandang  yang hangat, pakan bernutrisi tinggi, minum yang cukup, dan pencahayaan yang tepat. (Foto: Dok. Infovet)

Periode awal pemeliharaan ayam sangat penting, karena pada fase itu terjadi perkembangan organ-organ seperti organ pencernaan, pernapasan, kekebalan, dan kerangka tubuh. Karena sebagai fondasi dasar keberhasilan dalam mencapai produksi telur dan pertumbuhan secara optimal, maka pemeliharaan di awal perlu dipersiapkan sebaik mungkin.

Pembahasan perihal pemeliharaan pada fase awal ini lebih berfokus pada ayam petelur, dimana ternak tersebut dipelihara dalam jangka panjang, dan sekalinya ada kesalahan akan berdampak selamanya.

Pada pemeliharaan DOC diperlukan suasana kandang  yang hangat, pakan bernutrisi tinggi, minum yang cukup, dan pencahayaan yang tepat selama masa brooding. Selain itu, penting untuk memberikan vaksin sesuai jadwal dan menjaga kebersihan kandang untuk mencegah penyakit, karena DOC sangat rentan terhadap suhu dan penyakit pada fase awal kehidupannya.

Dalam mempersiapkan kandang pemeliharaan DOC harus memperhatikan beberapa hal. Meliputi masa istirahat kandang diterapkan minimal 14 hari. Dimulai setelah kandang dibersihkan guna memutus bibit penyakit yang ada di dalam kandang, serta area luar kandang juga harus bersih dari rumput liar dan genangan air. Pastikan kandang bersih dan terdisinfeksi bagian dalam dan luarnya dengan PRISTAM.


Setelah kandang steril, kemudian lakukan persiapan peralatan. Persiapan yang baik, pemeliharaan yang berkualitas, hingga cara kontrol yang tepat merupakan beberapa kunci keberhasilan masa brooding ayam petelur. Jika semua dilakukan secara optimal, anak ayam bisa tumbuh dengan baik pada periode berikutnya dan memproduksi hasil berkualitas. Adapun persiapan peralatan yang perlu dilakukan antara lain:... 
Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2025.

Ditulis oleh: 
Drh Damar
PT Romindo Primavetcom

ISMAPETI PEDULI: SOLIDARITAS MAHASISWA PETERNAKAN UNTUK KEMANUSIAAN INDONESIA

Donasi yang diinisiasi PB ISMAPETI disalurkan ke warga terdampak bencana. (Foto: Istimewa)

Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) melalui Pengurus Besar (PB) ISMAPETI menginisiasi gerakan kemanusiaan nasional sebagai respons atas bencana alam yang melanda sejumlah wilayah Indonesia. Aksi ini menjadi momentum konsolidasi kepedulian mahasiswa peternakan se-Indonesia untuk hadir dan bergerak bersama membantu masyarakat terdampak.

Gerakan kemanusiaan ini diawali dengan dibukanya Open Donasi Nasional yang ditujukan kepada seluruh BEM dan Himpunan Mahasiswa Peternakan di bawah naungan ISMAPETI. Melalui surat instruksi resmi, PB ISMAPETI mendorong para ketua BEM/Kahim untuk menjadi ujung tombak di kampus masing-masing, menggerakkan mahasiswa, dan merumuskan konsep aksi kemanusiaan sesuai kondisi daerah.

“Urusan kemanusiaan adalah tanggung jawab kita bersama. Kita harap surat instruksi ini menjadi pengingat bahwa solidaritas mahasiswa peternakan harus hidup kapan pun masyarakat membutuhkan,” demikian pesan yang disampaikan PB ISMAPETI dalam seruan aksi tersebut.

Hasil kerja kolektif ini membuahkan capaian besar. Total donasi yang terkumpul dari seluruh wilayah sebesar Rp 15.036.765. Donasi ini merupakan hasil gotong royong PB, pengurus wilayah, serta seluruh mahasiswa peternakan Indonesia.

Tak berhenti pada penggalangan, ISMAPETI juga turun langsung ke lapangan. Aksi kemanusiaan dilaksanakan secara serentak di delapan kota, yakni Medan, Lampung, Bogor, Magelang, Solo, Yogyakarta, Semarang, dan Malang.

Bantuan kemudian disalurkan kepada masyarakat yang terdampak bencana di lima wilayah, di antaranya Tanjung Pura-Langkat dan Pinangsori-Sibolga (Sumatra Utara), Aceh Tamiang (Provinsi Aceh), Solok (Sumatra Barat), dan Malang (Jawa Timur).

Kepala Bidang Sosial Masyarakat PB ISMAPETI, Feri Andrian, menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah terlibat. “Terima kasih kepada seluruh BEM, himpunan, mahasiswa peternakan, dan masyarakat umum yang telah berdonasi dan turun langsung di lapangan. Ini bukti bahwa solidaritas kita masih hidup dan kuat,” ujarnya dalam siaran resmi ISMAPETI yang diterima Infovet, Rabu (10/12/2025).

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum PB ISMAPETI, M. Syarkhul Muin, bahwa kegiatan ini bukan sekadar aksi sesaat, melainkan komitmen jangka panjang organisasi terhadap nilai kemanusiaan.

“Kami harap aksi kemanusiaan ini dapat menjadi contoh bahwa mahasiswa peternakan tidak hanya berkarya dalam ruang akademik, tetapi juga hadir di tengah masyarakat. Semoga semangat ini terus berlanjut dan memperkuat kontribusi kita bagi Indonesia,” tegasnya.

Melalui aksi kemanusiaan yang terstruktur, kolaboratif, dan menyeluruh, ISMAPETI menunjukkan bahwa peran mahasiswa peternakan melampaui batas kampus, hadir untuk bangsa, bekerja untuk kemanusiaan, dan bergerak bersama demi pemulihan masyarakat Indonesia. (INF)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI


Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer