-->

MENYIAPKAN KONSENTRAT BERKUALITAS UNTUK SAPI PERAH

Ternak sapi perah memerlukan asupan pakan yang baik, berkualitas dan tersedia sepanjang tahun. (Foto: Dok. Fapet UGM)

Untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, pakan konsentrat sapi perah harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang baik, serta berasal dari bahan baku pakan yang tepat, sehingga tidak hanya terjaga performa ternaknya, peternak pun dapat meraih margin keuntungan yang nyata dari budi daya sapi perah.

Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya. Adapun konsentrat, merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan/atau sumber energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

Dalam memilih bahan baku pakan dalam penyusunan konsentrat harus memperhatikan beberapa persyaratan, seperti memiliki kandungan nutrien yang baik, tersedia dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh, harga relatif murah, serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein yang berasal dari kacang-kacangan dan hasil samping industri-agro.

Kelebihan dan kekurangan berbagai bahan baku pakan sumber energi. (Sumber: Hernaman, 2021)

Kelebihan dan kekurangan berbagai bahan baku pakan sumber protein. (Sumber: Hernaman, 2021)

Maksimum penggunaan berbagai bahan baku dalam konsentrat. (Sumber: Hernaman, 2021)

Dalam sebuah pendampingan manajemen pakan untuk peternak sapi, pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Dr Iman Hernaman IPU, menjelaskan tentang penggunaan bahan baku pakan untuk ternak sapi perah yang tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pakan. Pada Pasal 8 ayat 4 dalam Permentan disebutkan, untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Di samping itu, penggunaan bahan baku pakan juga harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan baku digunakan, karena agar dapat mengoptimalkan manfaat nutrisi yang terkandung di dalamnya, hal itu juga untuk mengantisipasi adanya zat anti-nutrisi yang ada. Zat anti-nutrisi adalah senyawa yang terdapat dalam pakan, yang sistem kerjanya adalah mengganggu metabolisme nutrien. Oleh karena itu, para ahli telah merekomendasikan penggunaan maksimum berbagai bahan baku pakan dalam penyusunan ransum.

Pembuatan konsentrat pada sapi perah dibedakan atas umur dan statusnya, hal itu untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisinya, sehingga pemberian pakan dapat berjalan optimal dan ekonomis. Jenis-jenis konsentrat itu di antaranya:

• Konsentrat dara, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari enam bulan sampai dengan umur 12 bulan dan/atau sudah dikawinkan.

• Konsentrat laktasi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan.

• Konsentrat produksi tinggi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai sapi bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan, dengan produksi susu rata-rata lebih dari 15 liter/hari.

• Konsentrat kering bunting, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah dua bulan sebelum beranak kedua dan seterusnya setelah periode laktasi selama 10 bulan.

• Konsentrat pemula-1, yakni pakan konsentrat untuk pedet yang baru lahir sampai dengan umur tiga minggu.

• Konsentrat pemula-2, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari tiga minggu sampai dengan enam bulan.

• Konsentrat pejantan, yakni pakan konsentrat yang diperuntukkan untuk sapi pejantan.

Cara Pemberian Konsentrat
Untuk metode pemberian konsentrat pada sapi perah, Iman Hernaman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat, serta komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan. Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrat juga sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, dengan penyediaan air tidak dibatasi.

Hal lain yang harus diperhatikan yakni pemberian konsentrat harus diberikan secara bertahap selama enam minggu pertama laktasi dan konsentrat dapat diberikan pada sapi perah laktasi sebanyak 50% dari tampilan produksi susunya, atau dengan perbandingan 1:2.

Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter. Selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

Adapun metode tahapan pemberian konsentrat untuk hasil terbaik, maka sebaiknya mengacu pada Permentan No. 100/Permentan/OT.140/7/2014 tentang pedoman pemberian pakan sapi perah, yang diklasifikasikan dalam tujuh periode, yakni:

• Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter, selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

• Periode pedet pra-sapih (umur delapan hari sampai tiga bulan). Diberikan susu atau susu pengganti sebanyak 4-8 liter/hari dengan pengaturan berkurang secara bertahap sampai dengan tidak diberikan susu pada umur tiga bulan, pada umur satu bulan mulai diberikan serat berkualitas secukupnya, seperti rumput star grass atau rumput lapangan, diberikan pakan padat dalam bentuk calf starter (konsentrat pedet) berkualitas dengan kandungan protein kasar (PK) 18-19%, dan total digesti nutrien (TDN) 80-85% dengan jumlah pemberian mulai 100 gram dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 1,5 kg/ekor/hari, serta diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).

• Periode pedet lepas sapih (umur di atas 3-12 bulan). Diberikan pakan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN 75% sebanyak 1,5 kg/ekor/hari dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 2 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan, diberikan hijauan pakan berkualitas sebanyak 7 kg/ekor/hari dan ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi 25 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan (atau 10% dari berat badan), dan diberikan air minum tidak terbatas.

• Periode dara siap kawin (umur 12-15 bulan). Diberikan hijauan pakan sebanyak 25-35 kg/ekor/hari, diberikan konsentrat berkualitas minimum PK 15%, dan TDN 75% dengan jumlah 2-3 kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat di bawah PK 15%, diberikan penambahan sumber pakan lain sebagai protein seperti ampas tahu dan bungkil kedelai, serta diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode dara bunting (setelah umur 15 bulan sampai beranak pertama 24 bulan). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan dan konsentrat berkualitas PK 16%, serta TDN 75% sebanyak 2-3 kg/hari dan diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode laktasi (setelah beranak sampai dengan kering kandang). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan sebelum sapi diberi konsentrat untuk menghindari asidosis, diberikan konsentrat sesuai periode laktasi (produksi susu) dengan PK 16-18%, dan TDN 70-75% sebanyak 1,5-3% dari berat badan, serta pemberian air minum tidak terbatas.

• Periode bunting kering/kering kandang (setelah tidak diperah sampai beranak). Diberikan hijauan pakan berkualitas dalam jumlah adlibitum, diberikan konsentrat minimum PK 14% dan TDN 65% sebanyak 2 kg/ekor/hari sampai dengan dua minggu sebelum beranak, serta mulai ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi konsentrat sesuai estimasi produksi sapi laktasi awal dan diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum). ***


Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

PENGEMBANGAN SUMBER HIJAUAN PAKAN UNGGUL DI INDONESIA

Hijauan pakan ternak (HPT) memiliki peranan sangat penting untuk keberhasilan produktivitas ternak ruminansia. (Foto: Dok. Infovet)

Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa wilayah di Indonesia sedang dilanda cuaca panas akibat dampak dari El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan menyatakan ada kemungkinan cuaca panas bisa berlanjut hingga awal 2024. Terjadinya kemarau panjang ini akan berdampak pada lahan hijauan sebagai penyedia pakan ternak. Padahal, hijauan pakan ternak (HPT) memiliki peranan penting untuk keberhasilan produktivitas ternak ruminansia.

Pasalnya, biaya produksi ternak ruminansia di Indonesia didominasi biaya pakan yang bisa mencapai 50-80%. Tingginya biaya pakan tersebut antara lain disebabkan oleh semakin langkanya sumber pakan utama ternak ruminansia dari padang penggembalaan alam. Sumber pakan seperti ini sebenarnya menyediakan pakan hijauan yang lebih murah, serta tenaga kerja dan pengelolaan yang lebih sedikit, karena ternak dapat secara langsung memanfaatkan pakan di alam bebas.

Dengan tantangan adanya keterbatasan sumber pakan dari lahan penggembalaan alam, maka pengembangan HPT merupakan salah satu upaya dalam mendukung pengembangan peternakan, yaitu melalui inovasi untuk meningkatkan produksi dan kualitas hijauan pakan.

Secara definisi menurut Reksohadiprodjo (1985), hijauan pakan ternak adalah semua bahan pakan yang digunakan sebagai sumber pakan ternak ruminansia berasal dari tanaman rumput dan leguminosa, dan forb, serta tanaman pohon baik yang belum dipotong maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar terdiri bagian vegetatif berupa daun dan sebagian batang, serta bagian generatif tanaman. Dan HPT inilah yang merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia, berfungsi tidak hanya sebagai pengisi lambung secara fisik, namun juga berfungsi sebagai sumber nutrisi, yaitu protein, energi, vitamin, mineral, dan fungsi herbal lainnya. Hijauan yang bernilai nutrisi tinggi memegang peranan penting karena dapat menyumbangkan nutrisi yang lebih ekonomis dan bermanfaat bagi ternak.

Dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya di Balai Senat UGM pada Agustus 2023, Dosen Fakultas Peternakan UGM, Prof Nafiatul Umami, menjelaskan bahwa berdasarkan tipe jalur fotosintesis rumput dapat dikelompokkan menjadi  dua kategori, yaitu rumput tropik dan rumput sub tropik. Rumput tropik adalah tanaman yang melakukan jalur fotosintesis tipe C4 yang memiliki produksi biomassa yang tinggi namun kualitas nutrien lebih rendah. Tanaman jalur C4 sebagai rumput untuk pakan antara lain rumput Bahia (Paspalum notatum), rumput Napier (Pennisetum purpureum), rumput Rhodes (Chloris gayana), rumput Brachiaria (Brachiaria decumben), rumput Ruzi (Brachiaria ruziziensis), rumput Setaria (Setaria sphacelata) dan lain-lain. Terdapat juga rumput yang digunakan sebagai rumput cover crop seperti rumput Bermuda (Cynodon dactylon), rumput Paspalum (Paspalum spp), rumput Zoysia (Zoysia spp). Dan yang introduksi terbaru adalah rumput Pennisetum purpureum cv Gama Umami, merupakan rumput yang dikembangkan oleh Fakultas Peternakan UGM, yang memiliki produksi  biomassa lebih tinggi dan kandungan gula mereduksi lebih tinggi.

Rumput-rumput tropik, terutama yang tumbuh di Indonesia adalah termasuk dalam kategori rumput yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah yang bersuhu tinggi dan curah hujan yang cukup. Namun kekurangannya adalah perbanyakan sebagian rumput hanya dapat dilakukan secara vegetatif karena tidak ada biji, bersifat reproduksi melalui apomiksis (reproduksi non-seksual pada tumbuhan yang menghasilkan biji), dan tingkat ploidi (himpunan kromosom) yang bervariasi dalam spesies.

Ketika dilakukan pengembangbiakan secara vegetatif, kelemahan rumput-rumput tersebut kurangnya variasi genetik, karena tanaman turunan yang dihasilkan memiliki materi genetik yang identik dengan induknya. Kurangnya variasi genetik dalam populasi tanaman dapat menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan terhadap serangan hama, penyakit, dan perubahan lingkungan, serta menghambat kemampuan dalam proses adaptasi tanaman. Karena kurangnya variasi genetik itu pulalah maka penemuan dan pengembangan varietas baru dengan sifat yang diinginkan juga menjadi lebih sulit.

Varietas rumput yang tahan terhadap penyakit atau memiliki kualitas nutrisi yang lebih baik, biasanya dihasilkan melalui persilangan dan rekombinasi genetik yang melibatkan variasi genetik yang berbeda. Kelemahan berikutnya adalah penyebaran penyakit dengan cepat dapat terjadi apabila tanaman induk yang digunakan terinfeksi penyakit atau hama, sehingga membuat tanaman turunan berpotensi terinfeksi; serta keterbatasan dalam produksi massal dapat terjadi karena perbanyakan secara vegetatif membutuhkan waktu lebih lama, dan upaya lebih intensif untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak.

Manakala pemuliaan suatu rumput tropis dilakukan melalui cara penyilangan, hal itu juga menyulitkan karena dalam spesies rumput tropik terdapat tingkat ploidi yang bervariasi. Karena kesulitan dalam menggunakan teknik pemuliaan konvensional dengan metode penyilangan, maka sangat diperlukan strategi khusus dan kombinasi beberapa metode pemuliaan.

Strategi Pengembangan HPT
Dalam hal pengembangan hijauan pakan ternak, hal penting yang mesti diperhatikan demi keberhasilan budi daya tanaman pakan (Umami, 2023) adalah harus memiliki daya produksi biomassa dan kemampuan regrowth yang tinggi, memiliki kandungan nutrien yang baik, adaptif pada kondisi lahan tertentu, dan memiliki palatabilitas yang baik pada ternak. Untuk mengembangkan tanaman pakan diperlukan inovasi pemuliaan yang dapat dilakukan melalui beberapa kombinasi metode pemuliaan, yakni penggunaan teknik kultur jaringan sebagai dasar breeding, mutasi genetik dengan pemanfaatan agen mutasi, transformasi genetik pada tanaman pakan, terobosan baru dengan genome editing, dan aplikasi manajemen budi daya untuk peningkatan produktivitas tanaman pakan unggul. Dalam hal ini, salah satu yang penting dilakukan untuk mempertahankan tanaman penghasil biomassa pakan adalah mampu dan tetap mempertahankan dalam fase vegetatifnya, sehingga plasma nutfah tanaman pakan unggul hasil pemuliaan akan berproduksi baik di Indonesia.

Seperti langkah pemuliaan yang dilakukan Fapet UGM dan Batan/Brin, telah dilakukan radiasi pada rumput Gajah (Pennisetum purpureum), sehingga dihasilkan kultivar baru dengan nama Pennisetum purpureum cv Gama Umami atau yang dikenal dengan rumput Gama Umami. Rumput unggul tersebut kini telah mendapatkan tanda daftar rumput hasil pemuliaan dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian RI dengan tanda daftar No. 889/PVHP/2020 pada 2021.

Nafiatul Umami menjelaskan, rumput unggul tersebut merupakan hasil dari radiasi sinar gamma yang dilakukan dengan penyinaran 100 Gy, dan memiliki kelebihan produksi biomassa hijauan dapat mencapai 50 kg/ m2, kandungan bulu sangat sedikit sehingga tidak gatal, daun halus dan tidak melukai ternak, serta kandungan gula mereduksi lebih tinggi dari tetuanya.

Mutasi dengan radiasi sinar gamma pada dasarnya adalah proses induksi mutasi pada organisme hidup dengan menggunakan sinar gamma sebagai agen mutagenik. Sinar gamma yang merupakan bentuk radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi, mampu menembus bahan padat. Radiasi sinar gamma bekerja dengan mengubah DNA dalam sel tanaman, yang dapat menghasilkan perubahan dalam materi genetik. Efek radiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan dalam karakteristik fenotip tanaman, seperti bentuk, warna, ukuran, atau sifat lainnya.

Metode pemuliaan dengan teknik radiasi  sinar gamma tersebut sebelumnya telah banyak dilakukan pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan tanaman pakan. Beberapa tanaman yang telah dimutasi di Indonesia antara lain sorgum (Sorghum sudanense), padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), dan kedelai. ***

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)
IG: @and4ng
Email: andang@ainionline.org

PROBIOTIK TERENKAPSULASI UNTUK BAHAN TAMBAHAN PAKAN AYAM PETELUR

Penggunaan probiotik menjadikan usaha peternakan ayam menjadi lebih ramah lingkungan dengan berkurangnya polusi bau dan lalat di kandang. (Foto: Istimewa)

Probiotik dapat menjadi salah satu pakan tambahan pengganti AGP yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan ayam petelur, meningkatkan efisiensi pakan, produksi telur, dan menurunkan kadar kolesterol telur serta kolesterol serum.

Pelarangan penggunaan antibiotic growth promotor (AGP) oleh pemerintah yang berlaku sejak Januari 2018 lalu, berdasar peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) No. 14/2017 tentang pelarangan penggunaan AGP sebagai aditif dalam pakan, memberi dampak nyata dalam praktik budi daya unggas, antara lain produktivitas yang berisiko menurun, biaya pengobatan dapat meningkat, peternak harus dibimbing untuk menggunakan antibiotik dengan benar, dan ongkos produksi menjadi meningkat.

Hal itu disebabkan AGP sesungguhnya memiliki peran vital dalam sistem budi daya ayam ras. Cara kerja AGP yang vital tersebut mampu menekan infeksi tingkat sedang, mengurangi produksi racun, mengurangi penggunaan nutrisi oleh bakteri, meningkatkan sintesis vitamin, menipiskan dinding usus sehingga penyerapan zat nutrisi menjadi lebih baik, mengurangi produksi amonia, serta mampu mengurangi stres kekebalan pada ayam.

Beberapa alternatif pengganti AGP yang saat ini bisa diaplikasikan yakni probiotik, asam organik, fitogenik, dan enzim. Alternatif pengganti AGP itu prinsip kerjanya menyerupai AGP yakni untuk membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan ayam, terutama dari ancaman tiga mikroorganisme utama yang berbahaya, yakni eimeria (koksidia) penyebab koksidiosis, Clostridium yang menyebabkan nekrotik enteritis, dan Escherichia coli penyebab kolibasilosis.

Salah satu alternatif AGP yang menonjol adalah probiotik, yang merupakan mikroorganisme hidup yang berpengaruh positif bagi ternak inangnya, sehingga dapat memperbaiki mutu pakan dan mendukung keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan. Probiotik tersebut bisa berupa mikroorganisme hidup sejenis, beberapa jenis, atau bahkan kombinasi dari mikroba bakteri, kapang atau khamir.

Aplikasi di Peternakan Ayam Petelur
Di industri ayam petelur, probiotik dapat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2023.

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono,
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) 
IG: @and4ng
email: andang@ainionline.org

HALAU “OPOSISI” DAN TINGKATKAN KANDUNGAN NUTRISI DENGAN FERMENTASI

Kurangnya jumlah nutrisi pakan maupun daya serap ayam terhadap nutrisi pakan merupakan salah satu faktor penyebab pertumbuhan dan perkembangan ayam tidak optimal. (Foto: Istimewa)

Setiap peternak pasti ingin hewan ternaknya menghasilkan keuntungan besar dan efisien terhadap biaya yang dikeluarkan, tumbuh dengan baik, serta memberikan hasil yang menguntungkan. Memelihara ayam berjenis unggul, memberikan vaksinasi, obat maupun suplemen, serta membuat kandang sebaik mungkin dengan peralatan canggih merupakan bagian dari usaha agar mendapatkan hasil ternak yang terbaik.

Modal besar pun disiapkan agar dapat memasok pakan ternak setiap harinya. Sayangnya, abai terhadap kualitas pakan membuat hasil yang diperoleh dari ternak berpotensi tidak efektif dibanding dengan biaya yang telah dikeluarkan. Salah satu faktor penting menentukan output atau hasil ternak adalah kandungan nutrisi dalam pakan itu sendiri.

Kurangnya jumlah nutrisi pakan maupun daya serap ayam terhadap nutrisi pakan merupakan salah satu faktor penyebab pertumbuhan dan perkembangan ayam tidak optimal. Kekurangan pakan dan air minum menyebabkan nutrisi yang dapat digunakan tubuh ayam berkurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan. Di sisi lain, jumlah pakan yang diberikan sudah cukup, tetapi hasil yang diberikan tetap tidak optimal. 

Pengaruh Bahan Pakan
Untuk menghemat biaya, peternak sering kali memberikan pakan ternaknya dengan campuran bahan-bahan yang murah dan mudah diperoleh dalam jumlah besar. Bekatul ataupun dedak padi merupakan salah satu contoh bahan pakan paling umum digunakan peternak.

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil padi terbesar di Asia dengan produksi sebesar 54,75 juta ton GKG (gabah giling kering) pada 2022 menurut data yang dikumpulkan Badan Pusat Statistika pada Maret tahun ini. Oleh karena itu, hasil sampingan dari proses penggilingan padi berupa bekatul maupun dedak menjadi bahan yang dapat diandalkan untuk pakan karena mudah diperoleh dengan harga terjangkau dan ketersediaannya yang luas.

Kesamaan antara bekatul dan dedak, yang sama-sama merupakan hasil sampingan dari penggilingan padi, kerap membuat masyarakat bingung membedakan keduanya. Dalam situs resminya, Dinas Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat menjelaskan bahwa dedak padi atau rice bran terdiri dari lapisan sebelah luar butiran padi dengan sejumlah bagian dari biji. Sementara bekatul atau rice polish merupakan lapisan dalam dari butiran padi yang termasuk sebagian endosperm yang mengandung zat pati.

Bekatul memiliki tekstur lebih halus dan akan tenggelam jika direndam dengan air. Sementara tekstur dedak lebih kasar dibanding bekatul dan akan terlihat kulit padi yang terapung jika dedak direndam dalam air. Dari segi kandungan nutrisi, bekatul dipandang mampu mencukupi kebutuhan energi ayam dengan potensi energi termetabolis sebesar 3.563 kkal/kg serta protein kasar sebanyak 9,55%.

Bahan pakan lain yang umum digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2023. (MFR/RA)

AWAS! ANTINUTRISI BUAT AYAM SULIT BERISI

Pemberian pakan yang tidak mencukupi jumlahnya menjadi salah satu penyebab berkurangnya jumlah nutrisi yang dapat dimanfaatkan tubuh ternak. (Foto: RBI)

Dalam pakan berstandar SNI, masalah serapan nutrisi pakan akibat zat antinutrisi sudah diatasi. Namun, bagi peternak yang hendak membuat formulasi pakan campuran mandiri, keberadaan zat antinutrisi patut diwaspadai.

Agar dapat tumbuh berkembang dan menjaga fungsinya dengan baik, tubuh memerlukan beragam zat atau nutrisi yang berguna dalam proses pembentukan sel, jaringan, maupun organ. Hal ini berlaku bagi semua jenis makhluk hidup, termasuk manusia, tanaman dan hewan ternak seperti ayam.

Secara garis besar, nutrisi merupakan sekumpulan zat yang diperoleh ayam dari makanan yang dikonsumsi. Meskipun terdapat banyak unsur terkandung dalam makanan, hanya unsur zat yang bermanfaat bagi fungsi dan perkembangan tubuh yang dapat disebut sebagai zat nutrisi. Disebabkan peran pentingnya, kekurangan nutrisi dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan hingga berbagai gangguan fungsi pada tubuh. Bahkan, tidak terpenuhinya nutrisi penting dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan kematian.

Pemberian pakan yang tidak mencukupi jumlahnya menjadi salah satu penyebab berkurangnya jumlah nutrisi yang dapat dimanfaatkan tubuh ternak. Untuk mengatasi hal tersebut, peternak dapat menambah jumlah pakan yang diberikan. Namun, selain kurangnya jumlah pakan, penyebab tidak optimalnya pertumbuhan ayam disebabkan jumlah nutrisi yang terkandung dalam pakan itu sendiri yang kurang mencukupi.

Selain jumlah pakan dan zat nutrisi yang tekandung di dalamnya, keberadaan zat antinutrisi dalam bahan pakan juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan sebagai penyebab buruknya performa pakan ternak. Singkatnya, zat antinutrisi merupakan kebalikan dari zat nutrisi yang menjadi bahan bakar metabolisme tubuh dan mendorong pertumbuhan.

Mengetahui peranan nutrisi dan kebutuhannya pada tubuh ayam dapat membantu peternak mengambil tindakan tepat untuk mengantisipasi hingga mengatasi keberadaan zat antinutrisi yang merugikan.

Kebutuhan Nutrisi Ayam
Di antara berbagai macam zat nutrisi, terdapat beberapa nutrisi yang dipandang sebagai kebutuhan mendasar bagi tubuh ayam sehingga sering dijadikan patokan dalam menentukan kualitas pakan. Pertama, zat yang umum disebut sebagai makronutrien, yaitu protein, karbohidrat dan lemak. Kedua, zat nutrisi mikronutrien seperti vitamin dan mineral, di antaranya kalsium, zat besi, fosfor dan mikronutrien lainnya yang penting untuk pemeliharaan fungsi organ dan perkembangan tubuh ayam.

Perbedaan utama antara... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2023. (MFR/RA)

CERMAT MENENTUKAN BENTUK DAN UKURAN PAKAN AGAR PERFORMA AYAM MENINGKAT

Pengoptimalan pakan yang diberikan untuk ayam merupakan kewajiban untuk meningkatkan efisiensi dan performa ternak. (Foto: Dok. Infovet)

Bentuk dan ukuran pakan memang bukan segalanya. Namun, ukuran partikel pada pakan ayam merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan efisiensi pakan dan performa ternak.

Secara alami semua makhluk hidup, baik hewan maupun tanaman pasti membutuhkan nutrisi demi bertahan hidup dan berkembang. Dengan begitu, setiap makhluk yang hidup tentu akan mencari makanan dalam bentuk apapun untuk diambil nutrisinya.

Jenis serta bentuk makanan yang diambil berbeda-beda, mengikuti jenis pencernaan makhluk tersebut. Sebagai contoh, meskipun keduanya sama-sama omnivora, pencernaan manusia tidak dapat mencerna biji-bijian seperti halnya sistem pencernaan ayam. Begitu pula sebaliknya, ayam tidak dapat mencerna beberapa zat yang dapat dicerna manusia.

Selain memperhatikan jenis serta kandungan nutrisi dalam pakan, bentuk maupun ukuran partikel pakan juga merupakan salah satu variabel yang berpengaruh dalam perkembangan ayam, khususnya daya cerna pakan pada ayam. Beberapa contoh bentuk pakan ayam yang umum digunakan adalah mash (tepung), crumble (remahan) dan pellet (butiran). Agar pakan yang diberikan dapat menghasilkan performa yang efektif pada ayam, penting untuk memahami pengaruh bentuk dan ukuran pakan terhadap pencernaan ayam.

Memahami Sistem Pencernaan Ayam
Secara garis besar, sistem gastrointestinal atau pencernaan pada ayam terdiri dari beberapa organ dan bagian tubuh. Secara berurutan sistem pencernaan ayam terdiri dari paruh, esofagus, tembolok (crop), proventrikulus, ampela (gizzard), usus halus (duodenum), usus besar (colon) dan berakhir di kloaka. Dari kloaka, sisa makanan yang sudah tercerna dikeluarkan ke lingkungan.

Dalam proses makan, ayam akan mengambil makanan menggunakan paruhnya terlebih dahulu. Seperti pada umumnya unggas, ayam tidak memiliki mulut dan gigi seperti yang terdapat pada mamalia. Meskipun demikian, pada “mulut” ayam terdapat kelenjar yang memproduksi air liur serta enzim pencernaan, seperti amilase, yang memudahkan makanan masuk dan memulai proses awal pencernaan makanan. Setelah itu, makanan ditelan dan melewati esofagus, kemudian disalurkan menuju crop atau tembolok.

Dalam tembolok, makanan disimpan sebelum disalurkan melalui proventrikulus menuju ampela atau gizzard. Tembolok sendiri merupakan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (MFR/RA)

TERBUKTI, KOLABORASI “MAKHLUK HALUS” DAN “CAIRAN SAKTI” BISA TINGKATKAN EFISIENSI

Pemberian probiotik pada ayam meningkatkan nafsu makannya. (Foto: Istimewa)

Makanan merupakan persoalan hidup dan mati bagi semua makhluk hidup. Tidak cukup hanya “tersedia”, kualitas nutrisi yang terkandung dalam makanan pun menjadi unsur penting kedua yang menentukan keberlangsungan hidup.

Dengan mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi, makhluk hidup dapat berkembang lebih pesat dan sehat dibanding banyak makan tetapi nutrisi yang dapat diserap tubuh hanya sedikit. Logika yang sama juga berlaku untuk hewan ternak, dalam hal ini ayam dan bebek.

Pemberian suplemen pada ransum atau pakan bukan hal baru, bahkan menjadi kewajiban untuk memastikan agar unggas dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya agar tumbuh secara optimal. Selain melengkapi mikronutrisi yang dibutuhkan tubuh unggas, suplemen prebiotik dan probiotik juga dapat memberikan manfaat dengan meningkatkan kesehatan pencernaan. Dengan begitu, penyerapan nutrisi berjalan optimal dan bau kotoran dapat ditekan.

Kebutuhan Nutrisi Bebek dan Ayam Pedaging
Sebelum memutuskan menambah suplemen, peternak perlu mengetahui kadar nutrisi yang terdapat dalam pakan. Nilai atau kadar nutrisi yang paling umum dijadikan patokan dalam menentukan terpenuhinya kebutuhan nutrisi ternak adalah energi termetabolis (EM) dan protein kasar (CP). Kedua nutrisi tersebut dihitung berdasarkan jumlah dan dibandingkan terhadap jumlah pakan secara keseluruhan. Energi metabolisme pada pakan berfungsi memberi tenaga bagi tubuh unggas agar metabolisme tubuh berjalan lancar. Adapun protein berfungsi vital untuk perkembangan jaringan, organ dan daging unggas.

Dalam dunia peternakan unggas jenis pedaging, istilah grower maupun finisher tak asing didengar. Secara umum, fase grower adalah masa ketika unggas masih berusia harian hingga mencapai usia dimana organ dalamnya sudah berkembang dengan lebih sempurna. Untuk fase finisher merupakan masa terakhir pemeliharaan sebelum panen.

Sementara bagi bebek pedaging, masa starter dimulai saat bebek berusia harian atau dalam istilah lainnya yaitu DOD (day old ducks) hingga berusia sekitar 2-3 minggu. Fase ini paling krusial dalam pertumbuhan organ dalam bebek. Keterlambatan berkembang dalam fase grower akan berdampak besar pada pertumbuhan selanjutnya. Setelah melalui fase grower, bebek memasuki fase finisher, dimana organ dalam tubuh sudah lebih sempurna. Dalam fase ini perlakuan bebek lebih difokuskan pada penggemukan hingga waktu panen.

Kebutuhan nutrisi yang berbeda pada... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023. (MFR/RA)

PERAN KALSIUM DAN FOSFOR PADA PAKAN AYAM

Beberapa nutrisi esensial yang dibutuhkan ayam diantaranya mineral berupa kalsium dan fosfor. Keduanya berperan penting dalam proses pembentukan tulang. (Foto: Dok. Infovet)

Semua makhluk hidup memerlukan sejumlah nutrisi untuk tumbuh dan menjalankan fungsi tubuh dengan baik, tak terkecuali ayam pedaging dan petelur yang diternakkan. Ketika pertumbuhan berjalan optimal, hasil yang diberikan berupa daging maupun telur akan optimal pula. Jika tidak terpenuhi dengan baik, akan terjadi masalah kesehatan hingga efisiensi usaha peternakan.

Beberapa nutrisi esensial yang dibutuhkan ayam diantaranya mineral berupa kalsium dan fosfor. Kedua mineral tersebut berperan penting dalam proses pembentukan tulang. Kekurangan salah satu maupun keduanya bisa berdampak buruk pada kepadatan tulang. Akibatnya, terjadi pengeroposan tulang atau osteoporosis pada ayam hingga menyebabkan kelumpuhan. Kondisi tersebut biasa dikenal sebagai “lelah kandang”.

Kalsium (Ca) merupakan mineral penting bagi banyak jenis makhluk hidup. Selain berperan dalam pembentukan tulang, gigi dan cangkang, kalsium juga berperan menjaga kelancaran detak jantung dengan bertindak sebagai penghantar sinyal elektrik.

Dalam proses pembentukan tulang, kerja kalsium bersamaan dengan mineral lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu fosfor (P). Fungsi unsur ini terletak dalam proses penyerapan kalsium untuk pembentukan tulang dan cangkang telur. Lebih dari itu, senyawa fosfat juga berperan dalam proses glycolysis, yang mengubah glukosa menjadi energi untuk digunakan dalam tubuh.

Bagi ayam petelur, peran kedua nutrisi tersebut menjadi lebih vital. Hal tersebut disebabkan sebagian unsur kalsium pada kerangka tubuh ayam dialihkan untuk pembentukan cangkang telur. Akibatnya, ayam membutuhkan kalsium dan fosfor lebih banyak agar telur yang dihasilkan memiliki cangkang yang kuat dan sempurna, sekaligus mencegah kerapuhan tulang.

Seperti pada tubuh manusia, proses penyerapan kalsium pada tubuh ayam diatur hormon yang dihasilkan oleh kelenjar paratiroid, yang dikenal dengan istilah lain seperti parathormone atau PTH dan didukung vitamin D dalam ginjal. Keberadaan vitamin D penting untuk memastikan agar kalsium bisa diserap dengan baik dalam tubuh ayam dan tidak terbuang sia-sia melalui kotoran.

Kalsium dan fosfor sendiri merupakan unsur tidak stabil dan bisa saling terikat satu sama lain. Akibatnya, kelebihan pada unsur yang satu bisa menyebabkan ketidakstabilan zat secara keseluruhan. Oleh karena itu, terdapat rasio atau perbandingan ideal untuk kadar kalsium terhadap fosfor dalam pakan yang dikonsumsi agar kebutuhannya tercukupi secara efektif.

Akibat Kekurangan dan Kelebihan
Kekurangan kalsium dan fosfor berakibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2023.

Dirangkum oleh: 
Muhammad Faris Ridwan &
Rochim Armando
Koresponden Infovet Tulungagung, Jawa Timur

SENYAWA BERACUN (TOXICANT) DALAM PAKAN

Senyawa aflatoksin dalam jagung tidak dihasilkan oleh tanaman jagung itu sendiri, tetapi akibat jagung ditumbuhi jamur atau kapang. (Foto: Dok. Infovet)

Sumber bahan pakan ternak umumnya diperoleh dari hasil pertanian, peternakan maupun perikanan. Bahan-bahan tersebut dihasilkan langsung dari hasil panen maupun hasil pengolahan berupa hasil samping atau limbah pertanian maupun industri pengolahannya. Karena banyak dari hasil tanaman, maka dalam bahan pakan dapat ditemukan berbagai senyawa beracun yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai toxicant.

Dalam hal ini perlu dibedakan antara toxicant dan poison, senyawa poison umumnya racun yang dapat mematikan hewan dalam jumlah kecil, tetapi toxicant merupakan senyawa yang ketika diberikan kepada ternak dapat memengaruhi pertumbuhan atau kesehatan hewan tetapi tidak sampai mematikan, kecuali over dosis. Toxicant juga dapat dikenal dengan istilah faktor antinutrisi yang menghambat kecernaan bahan pakan atau penyerapan zat-zat gizi dalam saluran pencernaan atau memberikan pengaruh negatif terhadap metabolisme tubuh.

Dalam tulisan ini dan berikutnya akan difokuskan membahas senyawa toxicant yang umum terdapat dalam bahan pakan. Informasi lebih menyeluruh dapat dibaca dalam buku yang ditulis oleh Peter R. Cheeke dari Universitas Oregon, AS atau buku sejenis lainnya.


Sumber Senyawa Beracun
Sumber beracun (toxicant) dalam bahan pakan dapat berupa senyawa alami yang dikandung dalam tanaman atau hewan, tetapi juga dapat dihasilkan sebagai pencemaran ketika bahan pakan diproduksi atau diolah. Sebagai contoh toxicant yang umum terdapat dalam kacang kedelai adalah anti-tripsin (trypsin inhibitor), senyawa aflatoksin dalam jagung tidak dihasilkan oleh tanaman jagung itu sendiri, tetapi akibat jagung ditumbuhi jamur atau kapang yang dalam pertumbuhannya menghasilkan metabolit aflatoksin.

Senyawa logam berat sering masuk ke dalam tanaman atau ikan maupun hewan, karena ditumbuhkan atau dipelihara dalam kondisi lahan/air yang mengandung logam berat di dalamnya. Sebagai contoh… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

MERAUP UNTUNG DARI BERTANAM PAKAN HIJAUAN

Peluang usaha tanaman pakan hijauan terbilang besar. (Foto: Istimewa)

Meraup untung dari bisnis peternakan, tak melulu hanya dari produksi hasil ternaknya saja seperti daging, telur, susu dan lainnya. Keuntungan lain yang bisa diraih dari sektor ini juga bisa didapat dari usaha pakan hijauan atau rumput untuk ternak ruminansia.

Bahkan, peluang usaha komoditi ini terbilang besar, mengingat pelaku usahanya masih jarang. Salah satu indikator jarangnya pelaku usaha penyedia pakan ternak hijauan adalah para peternak skala besar masih banyak yang mencari rumput sendiri dengan cara ngarit di sekitaran kandang mereka.

Para peternak skala besar ini ngarit bukan karena mau irit. Tetapi pasokan pakan rumput dari para petani tidak bisa diandalkan tersedia setiap hari. “Pasokan rumput dari hasil tanam memang sangat tergantung masa panen. Rata-rata masa panen rumput gajah antara 40 sampai 50 hari,” tutur Asep Nurdin Soleh, petani rumput gajah dari Sukabumi, Jawa Barat, kepada Infovet.

Faktor lain yang kadang membuat pasokan kurang stabil dikarenakan kebutuhan dari para peternak cukup besar. Kebutuhan pasokan rumput bukan hanya untuk kepentingan ternak sapi perah dan pedaging. Menurut Asep, kebun binatang pun membutuhkan pasokan yang cukup besar dan harus rutin untuk hewan-hewan mereka.

Besarnya kebutuhan pasokan menjadi tanda peluang pasar usaha bertanam rumput sangat menjanjikan. Intinya, selama dunia peternakan sapi dan hewan ruminansia lain masih ada, usaha pakan hijauan akan terus menghasilkan. Dan inilah yang membuat Asep bersemangat menekuni usaha bertanam rumput gajah.

Mantan karyawan PT Green Global, industri peternakan sapi perah ini, sekarang sukses menjadi petani pakan hijauan ruminansia. Merintis dari nol sejak 2010, Asep kini sudah memiliki lahan sewa hingga 10 hektare lebih di Sukabumi. Bahkan, saat ini ia masih terus memperluas lahannya di tempat lain di Jawa Barat.

Kuasai Pasar Kebun Binatang
Kisah sukses Asep bermula saat dirinya masih menjadi karyawan industri peternakan. Pada 2010, beberapa petani rumput gajah yang semula menjadi mitra binaan perusahaan tempat ia bekerja kebingungan untuk menjual hasil panen rumputnya. Rupanya perusahaan sudah memutus kemitraan dengan para petani karena pihak perusahaan sudah menanam rumput sendiri untuk kebutuhan ternaknya. Alhasil, para petani mitra bingung tak tahu kemana akan menjaul hasil panen rumputnya.

“Saat itulah saya punya inisiatif untuk bantu para petani mencarikan pasar di perusahaan lain. Alhamdulillah ada beberapa perusahaan besar yang siap menampung hasil panennya,” ujar Asep.

Sembari bekerja, Asep mulai berpikir lebih serius menjadi pengusaha pakan hijauan. Lima tahun membina petani, akhirnya ia mengundurkan diri sebagai karyawan. Asep memilih untuk serius membuka usaha pakan hijauan.

Hanya dalam beberapa tahun, Asep menemukan jalannya untuk mengembangkan usaha tanam rumput gajah. Tak ada yang sulit bagi Asep untuk bertani rumput pakan ternak ini. “Yang namanya rumput asal ada lahannya bisa tumbuh di mana saja,” ucap dia.

Ada dua jenis rumput gajah yang ia tanam, yakni jenis Pak Chong dan Odot. Rumput gajah Pak Chong untuk pakan sapi, dengan tinggi tumbuh mencapai 3 meter. Sedangkan rumput gajah jenis Odot untuk pakan kambing atau domba dengan ukuran tumbuh antara 1- 1,5 meter pada masa panen.

Salah satu kelebihan bertani rumput gajah adalah cukup sekali tanam bibit, panennya bisa berkali-kali. Sejak ditanam, baru bisa dipanen pada umur 100 hari. Untuk panen kedua dan seterusnya bisa dilakukan pada umur 40-50 hari.

Untuk panen kedua dan seterusnya, Asep tak perlu menanam dari bibit lagi. akar rumput yang tersisa setelah panen pertama akan trubus atau tumbuh tunas lagi, begitu seterusnya. “Untuk pemberian pupuk cukup sekali dalam dua kali masa panen. Saya gunakan pupuk kandang, lebih murah,” katanya.

Harga rumput gajah di petani per kg dihargai Rp 200. Ditambah ongkos kirim dan lainnya, sampai di peternak bisa mencapai Rp 600-700 per kg. Menurut hitungan Asep, per hektare bisa menghasilkan keuntungan bersih rata-rata Rp 10 juta sekali panen. Saat ini luas lahan Asep mencapai 10 hektare lebih.

Selain rumput hasil panen, Asep juga menyediakan bibit rumput gajah. Untuk satu batang bibit berukuran dua titik mata, panjangnya sekitar 15 cm. Harganya per batang Rp 150, belum termasuk ongkos kirim. “Satu stek ditanam sekali bisa dipanen berkali-kali. Jarak tanam 50 cm antar bibit. Karena saat tumbuh akan terus bercabang akarnya dan tumbuh tunas baru,” ungkap Asep.

Tujuh tahun lebih menekuni usaha, Asep sudah memiliki jaringan pasar tetap yang mampu menampung hasil panennya. Kebun Binatang Taman Safari Sukabumi, peternak sapi perah Cimory dan beberapa peternak sekitar Bogor dan Depok, merupakan pelanggannya.

Tentang kandungan nutrisi antara rumput gajah hasil tanam dengan rumput liar, Asep menyebut beda. Kandungan nutrisi rumput liar lebih bagus untuk ternak. Sebab, jenis rumput liar sangat beragam sehingga nutrisinya sudah pasti lebih lengkap. Sedangkan rumput gajah hanya satu jenis nutrisi.

Hanya saja, keterbatasan ketersediaan rumput liar sering menjadi masalah bagi para peternak. “Kebun Binatang Ragunan butuh 3 ton rumput liar per hari, tapi tidak bisa saya sanggupi karena susah dapatnya. Biaya untuk tukang ngarit-nya juga besar,” ucapnya.

Sulit Andalkan Pasokan 
Meski ladang rumput cukup luas, namun untuk sebagian peternak, pasokan pakan hijauan ini tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Banyaknya peternak yang membutuhkan pasokan rumput dan kendala transportasi, menjadikan hambatan untuk mendapatkan pasokan pakan hijauan secara rutin.

“Ternak itu butuh makan setiap hari. Sementara untuk mengandalkan pasokan dari petani rumput agak sulit. Satu-satunya jalan kami ngarit sendiri untuk memenuhi kebutuhan harian kandang, selain juga mendatangkan pasokan dari petani,” tutur Nurtantio, petrenak sapi perah dan pedaging di Depok, Jawa Barat.

Di kandang milik Nurtantio, saat ini terdapat 160 ekor sapi perah dan 10 ekor sapi pedaging sisa sediaan Hari Raya Idul Adha lalu. Peternakan ini merupakan salah satu pelanggan rumput gajah dari Asep. Hanya saja, untuk memenuhi kebutuhan rutin harian sapi-sapinya, para pekerja di kandang Nurtantio juga harus ngarit rumput di sekitaran Depok. “Selain rumput, saya juga berikan pakan tambahan ampas tahu dan konsentrat,” tambahnya kepada Infovet.

Nurtantio merupakan peternak cukup dikenal di kawasan Depok. Dokter hewan ini memiliki pelanggan sapi potong, khususnya saat Hari Raya Kurban. Per ekor sapi di kandangnya membutuhkan pakan setidaknya 20 kg rumput dan pakan lainnya per hari.

“Kalau beli dari petani memang praktis. Tapi risiko kalau mengandalkan pihak ketiga, kalau tidak datang rumputnya, produksi susu sapi perah kami bisa berantakan. Makanya saat ini full ngarit, kurang lebih 2 ton per hari,” kata dokter hewan ini.

Kebutuhan pakan hijauan akan makin banyak di saat jelang Hari Raya Idul Adha. Beberapa bulan sebelumnya, sudah masuk ratusan sapi potong yang akan dijual kembali. Di saat seperti ini, Nurtantio tak hanya bisa mengandalkan pasokan rumput ngarit dari sekitaran Depok. Ia juga mendapat pasokan dari para petani rumput, mulai dari Sukabumi, Bandung, hingga Cirebon. “Tergantung ketersediaannya saja, bisa jerami, jagung, rumput, karena tidak bisa pilih-pilih juga, karena tinggi kebutuhan saat kurban,” jelas dia.

Pakan Berkualitas, Ternak Sehat
Menyimak penjelasan di atas, potensi dan peluang pasar pakan hijauan di dalam negeri cukup besar. Seperti diketahui, hijauan pakan merupakan bagian dari tumbuhan selain akar dan biji yang layak dikonsumsi ternak, baik dalam keadaan segar maupun sudah diolah.

Kekurangan hijauan pakan untuk ternak ruminansia akibat musim kemarau, sangat memengaruhi performa pertumbuhan ternak. Hijauan pakan juga sangat berperan dalam turut menjaga kesehatan rumen dengan cara memelihara fungsi rumen melalui proses fermentasi.

Bagian tanaman yang bisa menjadi hijauan pakan antara lain daun, ranting, batang dan pelepah. Dengan demikian, hijauan pakan adalah produk yang dihasilkan dari tanaman pakan atau tumbuhan lain yang menghasilkan biomasa dan berklorofil yang dapat berfungsi sebagai hijauan pakan. Sehingga hijauan pakan dapat diperoleh dari semua tanaman pakan atau tanaman lain seperti jagung, sorgum, pelepah kelapa sawit, pelepah pisang, pelepah sagu dan lainnya.

Penyediaan hijauan pakan berkualitas tinggi setiap waktu dapat mengurangi biaya pemeliharaan, karena dapat mengurangi biaya penggunaan konsentrat, yang harganya terus meningkat.

Kesuksesan peternak dalam menyajikan hijauan pakan berkualitas tinggi seperti legum akan menambah efisiensi produksi ternak. Sebab, selain biayanya murah juga nilai nutrisinya tinggi, yang memungkinkan pertumbuhan komparatif dengan pemberian ransum berbasis konsentrat.

Peran hijauan pakan lainnya bagi ternak ruminansia adalah meningkatkan mutu dan keamanan produk ternak yang mengonsumsi hijauan pakan. Ketersediaan hijauan pakan juga terbukti dapat mempertahankan stabilitas usaha ternak ruminansia di beberapa perusahaan ternak sapi perah maupun pedaging. (AK)

FUNGSI LAIN MINERAL SEBAGAI ANTIMIKROBA

Pemberian mineral pada ternak yang baru lahir atau masih muda banyak memberikan manfaat. (Foto: Dok. Infovet)

Antimikroba umumnya diperoleh dari jenis antibiotik baik yang digunakan untuk pengobatan (terapeutik) maupun dalam bentuk AGP (Antibiotic Growth Promoter) yang ditambahkan dalam pakan. Dengan dilarangnya pemakaian AGP, maka banyak alternatif yang diusulkan sebagai imbuhan pakan. Berbagai bahan dalam bentuk mikroba (probiotik), maupun ekstrak tanaman (fitogenik), bahkan enzim diklaim sebagai bahan alternatif.

Disamping itu, beberapa mineral juga diperkenalkan sebagai bahan yang mempunyai sifat antibakteri, meskipun pada mulanya mineral dibutuhkan untuk tubuh ternak karena fungsinya dalam metabolisme, pertumbuhan atau fungsi organ. Dalam dekade terakhir, beberapa jenis mineral yang diperoleh dari alam maupun dari hasil sintesis, banyak dikembangkan sebagai antibakteri yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti AGP.

Bentuk dan Jenis Mineral
Berbagai bentuk dan jenis mineral dijual di pasaran dan digunakan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak tetapi juga digunakan sebagai fungsi lainnya.

Oksida dan Garam
Penggunaan mineral sebagai antimikroba sudah banyak diketahui cukup lama, misalnya pemakaian Cu (Cuprum/Copper/tembaga) dalam mencegah perkembangan mikroba. Beberapa pabrik pakan sudah lama menambahkan tembaga sulfat (CuSO4) ke dalam pakan dalam jumlah yang melebihi kebutuhan Cu sebagai sumber gizi. CuSO4.5H2O ditambahkan dalam jumlah 500 g/ton makanan atau 200 ppm Cu dalam pakan yang melebihi kebutuhan Cu untuk ayam sebesar 5-8 ppm.

Disamping Cu pada ayam, pemberian ZnO pada babi juga sudah lama dilakukan untuk mencegah babi menceret karena kontaminasi bakteri yang berpengaruh terhadap saluran pencernaan. Pemberian ZnO dalam pakan babi lepas sapih dapat mencapai 2.000-3.000 ppm untuk mencegah timbulnya anteritis akibat bakteri dan mempercepat pertumbuhan. Tetapi,  pada 2022, Uni Eropa mengeluarkan peraturan baru untuk melarang pemakaian ZnO dalam pakan babi karena pencemaran lingkungan dari kotoran babi yang banyak mengandung Zn.

Dengan perkembangan teknologi, bentuk pemberian Cu atau Zn tidak hanya dalam bentuk garam atau oksidanya, tetapi juga dimodifikasi untuk di”masuk”kan ke dalam monmorilonit atau salah satu bentuk zeolit untuk meningkatkan aktivitasnya. Penambahan mineral tersebut tidak hanya masing-masing, tetapi juga dikombinasikan keduanya ke dalam zeolit. Hasil pengujian secara in-vitro menunjukkan bahwa mineral dalam zeolit mampu... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

SENYAWA FITOGENIK ATAU BAHAN HERBAL

Penggunaan senyawa fitogenik berkembang ke peternakan karena pelarangan penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (AGP) yang memengaruhi kesehatan ternak. (Foto: Istimewa)

Imbuhan pakan berupa senyawa fitogenik atau botanikal merupakan bahan ekstrak tanaman yang ketika ditambahkan dalam pakan dalam jumlah yang disarankan dapat memperbaiki penampilan ternak. Bahan ini berupa hasil ektraksi tanaman obat dalam berbagai bentuk senyawa, baik minyak atsiri (essential oil), ekstrak jamu-jamuan (herbal) atau dari rempah-rempah (spice).

Penggunaan ekstrak tanaman sudah lama dilakukan manusia, baik untuk pengobatan maupun meningkatkan kesehatan tubuh, seperti menaikkan kekebalan (immunity) atau sebagai tonik. Penggunaan senyawa fitogenik berkembang ke peternakan karena pelarangan penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (AGP) yang memengaruhi kesehatan ternak. Hal ini dimulai dari negara-negara di Eropa yang lebih dulu melarang penggunaan AGP dan membatasi penggunaan antibiotika dalam pemeliharaan ternak, sehingga mencari alternatif yang dapat diperoleh dari alam. Mereka berpikir bahwa penggunaan bahan alami dianggap lebih aman untuk kesehatan dibanding antibiotika yang dapat menimbulkan resistensi, sehingga dikawatirkan nantinya akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Jenis Senyawa Fitogenik
Jenis senyawa fitogenik umumnya dari tanaman herbal yang secara tradisional banyak digunakan untuk meningkatkan kesehatan manusia. Kesehatan dalam hal ini tidak hanya untuk pengobatan terhadap suatu penyakit, tetapi juga untuk meningkatkan kecernaan dari makanan atau meningkatkan nafsu makan atau meningkatkan kekebalan tubuh ketika menghadapi perubahan cuaca maupun penyakit.

Awal mulanya jenis senyawa fitogenik pada ternak ditujukan untuk meningkatkan penerimaan konsumen untuk hasil ternak seperti telur. Konsumen menghendaki warna kuning telur yang cerah berwarna kuning sehingga dibuatlah imbuhan pakan dari tanaman yang berisi senyawa karotenoid berupa xantofil (oxygenated carotene) yang diperoleh dari wortel atau bunga marigold atau dari ganggang chlorella. Jenis xantofil yang digunakan berupa lutein yang juga terdapat dalam jagung kuning.

Kendati demikian konsumen juga menghendaki agar warna telur tidak hanya kuning tetapi juga menjadi jingga (oranye), maka ditambahkanlah senyawa astaxantin yang dapat memberikan warna merah. Penggunaan senyawa astaxantin juga banyak digunakan untuk menghasilkan daging ikan atau uadng yang berwarna merah. Disamping karotenoid diperoleh dari tanaman, beberapa perusahaan kimia juga membuat senyawa sintetisnya yang dapat dimasukkan ke dalam pakan.

Selanjutnya, penelitian terus berkembang untuk memanfaatkan senyawa fitogenik sebagai imbuhan pakan yang dapat memberikan pengaruh positif bagi ternak, termasuk perbaikan kualitas pakan.

Secara umum, imbuhan pakan fitogenik dapat dikelompokkan ke dalam:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

MEMAHAMI PENGGUNAAN ENZIM KARBOHIDRASE

Bahan baku pakan ternak umumnya diperoleh dari berbagai hasil pertanian. (Foto: Istimewa)

Bahan baku pakan ternak umumnya diperoleh dari berbagai hasil pertanian, meskipun beberapa bahan diperoleh dari hasil hewani seperti tepung ikan maupun tepung daging/tulang (MBM, PMM).

Berbagai hasil pertanian/tanaman tersebut adalah biji-bijian (jagung, sorgum) maupun kacang-kacangan (kedelai dan sebagainya), termasuk juga hasil samping dari pengambilan minyak seperti bungkil-bungkilan (bungkil kedelai, bungkil rapeseed, biji bunga matahari, biji kapuk, kelapa, inti sawit dan lainnya), hasil samping dari penggilingan seperti dedak padi, polar gandum, dedak jagung, hasil samping dari proses lanjut seperti DDGS (Dried Distillers Grains with Solubles) dan CGM (Corn Gluten Meal).

Hasil tanaman tersusun dari sel-sel tanaman termasuk dinding selnya. Umumnya dinding sel tanaman disusun dari senyawa karbohidrat, yaitu serat kasar. Berbagai bentuk senyawa karbohidrat terdapat di dalam dinding sel tanaman seperti xilan, arabinoxilan, selulosa, gluko/galaktomanan, hemiselulosa, pektin dan sebagainya.

Senyawa-senyawa tersebut mempunyai struktur kimia berbeda-beda meskipun unit senyawa dasarnya sama, yaitu kelompok gula (sugar) seperti glukosa, galaktosa, manosa, xilosa, pentosa dan lainnya. Berbagai jenis ikatan kimia yang menyatukan senyawa tersebut, baik ikatan alfa maupun beta atau ikatan cabang.

Kemampuan Ternak Mencerna Dinding Sel Tanaman
Ternak monogastik sulit mencerna dinding sel tanaman karena ikatan kimianya yang kuat, tetapi ternak ruminan dapat mencernanya karena mikroba di dalam rumen mampu memecah atau mencerna dinding sel menjadi produk yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi mikroba rumen.

Umumnya ikatan kimia dalam bentuk alfa, baik alfa 1-4 maupun alfa 1-6 masih dapat dicerna oleh enzim pencernaan yang terdapat di dalam saluran pencernaan ternak monogastrik, seperti senyawa pati, baik amilosa maupun amilopektin yang terdapat dalam endosperma biji-bijian.

Di lain pihak, senyawa yang memiliki ikatan beta seperti beta 1-4 yang terdapat dalam selulosa maupun ikatan lainnya antara glukosa dan xilosa atau manosa atau pentosa sering kali tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan unggas maupun babi, karena… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

BICARA PREBIOTIKA

Dengan berubahnya populasi mikroba usus maka diharapkan kejadian penyakit saluran pencernaan menurun dan penyerapan zat-zat gizi ke dalam usus akan menjadi lebih baik. Foto: Oliinykfoto

Istilah “pre-biotic” diartikan sebagai terjadinya atau keadaan sebelum (pre) kehidupan (biotic). Konsep atau istilah ini dikenalkan pada 1995-an dari ilmu makanan manusia yang berupa senyawa dalam bahan pangan yang berfungsi mendorong pertumbuhan atau aktivitas mikroba (bakteri dan kapang/fungi) yang berguna dalam saluran pencernaan.

Tetapi jauh sebelumnya pada 1921, dilaporkan adanya fenomena bahwa orang yang mengonsumsi karbohidrat tertentu mempunyai kandungan bakteri asam laktat yang tinggi dalam saluran pencernaannya. Perkembangan prebiotika untuk ternak meningkat secara nyata ketika adanya pelarangan penggunaan antibiotika pemacu pertumbuhan (AGP) di berbagai negara dan isu Antimicrobial Resistance (AMR) yang meningkat.

Definisi
Untuk dunia peternakan, menurut FAO (2007), prebiotika didefinisikan sebagai senyawa yang ada dalam pakan yang memberi manfaat kesehatan kepada ternak yang mengonsumsinya dengan memodulasi mikrobiota saluran pencernaan. Harus terjadi pergeseran populasi mikroba usus ke arah yang lebih berguna bagi kesehatan. Jenis mikroba usus yang berkembang umumnya dari genus Bifidobactrium sp. maupun Lactobacillus sp., sedangkan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan menurun jumlahnya.

Dengan berubahnya populasi mikroba usus maka diharapkan kejadian penyakit saluran pencernaan akan menurun dan penyerapan zat-zat gizi ke dalam usus akan menjadi lebih baik dan penampilan produksi ternak menjadi lebih baik.

Prebiotika berbeda dengan probiotika yang berisi mikroba hidup yang terseleksi dan ditambahkan dalam pakan dan berkembang di dalam saluran pencernaan terutama usus, sehingga mendesak bakteri yang tidak berguna atau yang menyebabkan penyakit dalam saluran pencernaan. Apabila prebiotika dan probiotika dicampur, maka dihasilkan produk berupa sinbiotika (synbiotic).

Jenis Prebiotika
Pada mulanya senyawa prebiotika banyak ditemukan di alam, merupakan senyawa karbohidrat alami yang tahan terhadap enzim pencernaan ternak. Senyawa karbohidrat yang banyak dikenal adalah oligosakarida (fructose oligosaccharide - inulin, glucose oligosaccharide dan mannan oligosaccharides) atau Non-starch polysaccharides.

Tetapi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, berbagi senyawa lain seperti hasil sintesis enzimatik antara laktosa dan sukrosa menjadi senyawa yang tidak dapat dicerna. Umumnya, berbagai senyawa karbohidrat rantai menengah seperti oligofructose, galactan [galacto-oligosaccharide (GOS)], malto-oligosaccharide, lactulose, lactitol, glucooligosaccharide, xylo-oligosaccharide, soya-oligosaccharide, isomalto-oligosaccharide (IOS), sampai pyrodextrin memberi manfaat sebagai prebiotika.

Teknik produksi prebiotika kelompok oligosakarida umumnya melalui proses sebagai berikut:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

PEMANFAATAN ENZIM FITASE

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji atau bahan dari tanaman, diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase. (Foto: Dok. Infovet)

Enzim yang pertama kali dikembangkan secara komersial untuk produksi pakan adalah fitase. Enzim ini diperoleh dari jamur Aspergillus niger (ficuum)dan dikomersialkan oleh perusahaan BASF dari Jerman pada 1990-an. Padahal penelitian mengenai fitat sudah banyak dikerjakan pada era 1960 dalam rangka menentukan ketersediaan fosfor dari bahan pakan.

Sudah banyak diketahui bahwa tanaman terutama biji-bijian menyimpan senayawa fosfor dalam bentuk organik yang dikenal dengan inositol hexaphosphate (asam fitat) sebagai sumber fosfor untuk pertumbuhan biji. Sayangnya, fosfor yang terikat dalam asam fitat yang sering kali sudah berikatan dengan zat gizi lainya seperti mineral (Ca, Zn, Fe), karbohidrat dan protein (fitat).

Fosfor dalam bentuk fitat tidak dapat dimanfaatkan secara penuh untuk ternak monogastrik (unggas, babi dan ikan) sehingga banyak dikeluarkan di kotoran. Fosfor yang dikeluarkan tersebut dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan ketika tersebar dalam tanah dan air.

Untuk dapat memanfaatkan fosfor dalam biji-bijian atau bahan dari tanaman, maka diperlukan berbagai cara untuk memecah ikatan fosfor dalam fitat termasuk hidrolisis oleh asam, tetapi cara paling efisien menggunakan enzim fitase sebagai biokatalis yang membantu pemecahan ikatan kimia antara inositol dan fosfat secara hidrolisis. Ketika ikatan ini terhidrolisis maka senyawa fosfor tidak terikat lagi, sehingga dapat dimanfaatkan ternak monogastrik. Perlu disampaikan bahwa untuk ternak ruminansia, fosfor yang terikat dalam fitat masih dapat dimanfaatkan karena mikroba rumen mampu memecah senyawa fitat tersebut.

Karakteristik dan Sifat
Agar fitase dapat bekerja dengan baik dalam pencernaan pakan, maka dibutuhkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2022.

Ditulis oleh:
Prof Budi Tangendjaja
Konsultan Nutrisi Ternak Unggas

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer