-->

PENGEMBANGAN SUMBER HIJAUAN PAKAN UNGGUL DI INDONESIA

Hijauan pakan ternak (HPT) memiliki peranan sangat penting untuk keberhasilan produktivitas ternak ruminansia. (Foto: Dok. Infovet)

Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa wilayah di Indonesia sedang dilanda cuaca panas akibat dampak dari El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan menyatakan ada kemungkinan cuaca panas bisa berlanjut hingga awal 2024. Terjadinya kemarau panjang ini akan berdampak pada lahan hijauan sebagai penyedia pakan ternak. Padahal, hijauan pakan ternak (HPT) memiliki peranan penting untuk keberhasilan produktivitas ternak ruminansia.

Pasalnya, biaya produksi ternak ruminansia di Indonesia didominasi biaya pakan yang bisa mencapai 50-80%. Tingginya biaya pakan tersebut antara lain disebabkan oleh semakin langkanya sumber pakan utama ternak ruminansia dari padang penggembalaan alam. Sumber pakan seperti ini sebenarnya menyediakan pakan hijauan yang lebih murah, serta tenaga kerja dan pengelolaan yang lebih sedikit, karena ternak dapat secara langsung memanfaatkan pakan di alam bebas.

Dengan tantangan adanya keterbatasan sumber pakan dari lahan penggembalaan alam, maka pengembangan HPT merupakan salah satu upaya dalam mendukung pengembangan peternakan, yaitu melalui inovasi untuk meningkatkan produksi dan kualitas hijauan pakan.

Secara definisi menurut Reksohadiprodjo (1985), hijauan pakan ternak adalah semua bahan pakan yang digunakan sebagai sumber pakan ternak ruminansia berasal dari tanaman rumput dan leguminosa, dan forb, serta tanaman pohon baik yang belum dipotong maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar terdiri bagian vegetatif berupa daun dan sebagian batang, serta bagian generatif tanaman. Dan HPT inilah yang merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia, berfungsi tidak hanya sebagai pengisi lambung secara fisik, namun juga berfungsi sebagai sumber nutrisi, yaitu protein, energi, vitamin, mineral, dan fungsi herbal lainnya. Hijauan yang bernilai nutrisi tinggi memegang peranan penting karena dapat menyumbangkan nutrisi yang lebih ekonomis dan bermanfaat bagi ternak.

Dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya di Balai Senat UGM pada Agustus 2023, Dosen Fakultas Peternakan UGM, Prof Nafiatul Umami, menjelaskan bahwa berdasarkan tipe jalur fotosintesis rumput dapat dikelompokkan menjadi  dua kategori, yaitu rumput tropik dan rumput sub tropik. Rumput tropik adalah tanaman yang melakukan jalur fotosintesis tipe C4 yang memiliki produksi biomassa yang tinggi namun kualitas nutrien lebih rendah. Tanaman jalur C4 sebagai rumput untuk pakan antara lain rumput Bahia (Paspalum notatum), rumput Napier (Pennisetum purpureum), rumput Rhodes (Chloris gayana), rumput Brachiaria (Brachiaria decumben), rumput Ruzi (Brachiaria ruziziensis), rumput Setaria (Setaria sphacelata) dan lain-lain. Terdapat juga rumput yang digunakan sebagai rumput cover crop seperti rumput Bermuda (Cynodon dactylon), rumput Paspalum (Paspalum spp), rumput Zoysia (Zoysia spp). Dan yang introduksi terbaru adalah rumput Pennisetum purpureum cv Gama Umami, merupakan rumput yang dikembangkan oleh Fakultas Peternakan UGM, yang memiliki produksi  biomassa lebih tinggi dan kandungan gula mereduksi lebih tinggi.

Rumput-rumput tropik, terutama yang tumbuh di Indonesia adalah termasuk dalam kategori rumput yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah yang bersuhu tinggi dan curah hujan yang cukup. Namun kekurangannya adalah perbanyakan sebagian rumput hanya dapat dilakukan secara vegetatif karena tidak ada biji, bersifat reproduksi melalui apomiksis (reproduksi non-seksual pada tumbuhan yang menghasilkan biji), dan tingkat ploidi (himpunan kromosom) yang bervariasi dalam spesies.

Ketika dilakukan pengembangbiakan secara vegetatif, kelemahan rumput-rumput tersebut kurangnya variasi genetik, karena tanaman turunan yang dihasilkan memiliki materi genetik yang identik dengan induknya. Kurangnya variasi genetik dalam populasi tanaman dapat menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan terhadap serangan hama, penyakit, dan perubahan lingkungan, serta menghambat kemampuan dalam proses adaptasi tanaman. Karena kurangnya variasi genetik itu pulalah maka penemuan dan pengembangan varietas baru dengan sifat yang diinginkan juga menjadi lebih sulit.

Varietas rumput yang tahan terhadap penyakit atau memiliki kualitas nutrisi yang lebih baik, biasanya dihasilkan melalui persilangan dan rekombinasi genetik yang melibatkan variasi genetik yang berbeda. Kelemahan berikutnya adalah penyebaran penyakit dengan cepat dapat terjadi apabila tanaman induk yang digunakan terinfeksi penyakit atau hama, sehingga membuat tanaman turunan berpotensi terinfeksi; serta keterbatasan dalam produksi massal dapat terjadi karena perbanyakan secara vegetatif membutuhkan waktu lebih lama, dan upaya lebih intensif untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak.

Manakala pemuliaan suatu rumput tropis dilakukan melalui cara penyilangan, hal itu juga menyulitkan karena dalam spesies rumput tropik terdapat tingkat ploidi yang bervariasi. Karena kesulitan dalam menggunakan teknik pemuliaan konvensional dengan metode penyilangan, maka sangat diperlukan strategi khusus dan kombinasi beberapa metode pemuliaan.

Strategi Pengembangan HPT
Dalam hal pengembangan hijauan pakan ternak, hal penting yang mesti diperhatikan demi keberhasilan budi daya tanaman pakan (Umami, 2023) adalah harus memiliki daya produksi biomassa dan kemampuan regrowth yang tinggi, memiliki kandungan nutrien yang baik, adaptif pada kondisi lahan tertentu, dan memiliki palatabilitas yang baik pada ternak. Untuk mengembangkan tanaman pakan diperlukan inovasi pemuliaan yang dapat dilakukan melalui beberapa kombinasi metode pemuliaan, yakni penggunaan teknik kultur jaringan sebagai dasar breeding, mutasi genetik dengan pemanfaatan agen mutasi, transformasi genetik pada tanaman pakan, terobosan baru dengan genome editing, dan aplikasi manajemen budi daya untuk peningkatan produktivitas tanaman pakan unggul. Dalam hal ini, salah satu yang penting dilakukan untuk mempertahankan tanaman penghasil biomassa pakan adalah mampu dan tetap mempertahankan dalam fase vegetatifnya, sehingga plasma nutfah tanaman pakan unggul hasil pemuliaan akan berproduksi baik di Indonesia.

Seperti langkah pemuliaan yang dilakukan Fapet UGM dan Batan/Brin, telah dilakukan radiasi pada rumput Gajah (Pennisetum purpureum), sehingga dihasilkan kultivar baru dengan nama Pennisetum purpureum cv Gama Umami atau yang dikenal dengan rumput Gama Umami. Rumput unggul tersebut kini telah mendapatkan tanda daftar rumput hasil pemuliaan dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian RI dengan tanda daftar No. 889/PVHP/2020 pada 2021.

Nafiatul Umami menjelaskan, rumput unggul tersebut merupakan hasil dari radiasi sinar gamma yang dilakukan dengan penyinaran 100 Gy, dan memiliki kelebihan produksi biomassa hijauan dapat mencapai 50 kg/ m2, kandungan bulu sangat sedikit sehingga tidak gatal, daun halus dan tidak melukai ternak, serta kandungan gula mereduksi lebih tinggi dari tetuanya.

Mutasi dengan radiasi sinar gamma pada dasarnya adalah proses induksi mutasi pada organisme hidup dengan menggunakan sinar gamma sebagai agen mutagenik. Sinar gamma yang merupakan bentuk radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi, mampu menembus bahan padat. Radiasi sinar gamma bekerja dengan mengubah DNA dalam sel tanaman, yang dapat menghasilkan perubahan dalam materi genetik. Efek radiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan dalam karakteristik fenotip tanaman, seperti bentuk, warna, ukuran, atau sifat lainnya.

Metode pemuliaan dengan teknik radiasi  sinar gamma tersebut sebelumnya telah banyak dilakukan pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan tanaman pakan. Beberapa tanaman yang telah dimutasi di Indonesia antara lain sorgum (Sorghum sudanense), padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), dan kedelai. ***

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)
IG: @and4ng
Email: andang@ainionline.org

UPAYA MEWUJUDKAN EKOSISTEM SMART FARMING PERUNGGASAN INDONESIA

Ekosistem smart farming perunggasan dapat diwujudkan apabila peternak bersatu dalam suatu sistem dan wadah khusus. (Foto: Istimewa)

Dengan kemajuan teknologi digital saat ini, untuk dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas budi daya unggas, maka pengembangan ekosistem smart farming perunggasan menjadi solusi jitu bagi para peternak ayam.

Ekosistem smart farming perunggasan dapat diwujudkan apabila peternak bersatu dalam suatu sistem dan wadah khusus, misalnya koperasi atau wadah lain, sehingga berbagai langkah para peternak bisa secara efisien diupayakan bersama, misal dalam hal teknis budi daya, pemberian pakan, penanganan penyakit, pemanenan, dan sebagainya.

Daya tawar peternak bisa lebih baik dalam hal bekerja sama dengan pihak lain. Apalagi dengan dukungan penerapan teknologi digital yang saat ini sudah banyak tersedia. Peternak yang bersatu dalam ekosistem khusus tersebut dapat memanfaatkan teknologi digital sehingga bisa lebih membantu dalam upaya meningkatkan efisiensi budi daya ayamnya.

Teknologi digital yang bisa diterapkan dalam eksistem smart farming perunggasan tersebut antara lain teknologi pintar dalam pengendalian iklim dan otomatisasi di perunggasan, hingga penerapan big data dan kecerdasan buatan, serta analisis data cerdas untuk memastikan kondisi lingkungan yang optimal bagi ternak.

Dengan adanya berbagai teknologi pintar tersebut, para peternak dapat mengawasi dan mengendalikan suhu, kelembapan, ventilasi, dan kualitas udara di kandang secara real time, meningkatkan kesejahteraan hewan, mengurangi risiko penyakit, dan meningkatkan produktivitas peternakan secara signifikan, serta membantu peternak meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kesejahteraannya.

Dengan bergabungnya peternak dalam sebuah ekosistem smart farming perunggasan, beserta penerapan teknologi digital terkini, maka bisnis perunggasan yang kekuatan bisnisnya bertumpu pada para peternak yang telah bergabung dalam ekosistem tersebut akan makin berkembang bisnisnya, meningkat daya saingnya karena dapat tercapai efisiensi usaha, dan produktivitasnya lebih meningkat.

Berkaitan dengan hal itu, akan digelar Indonesia Livestock Club (ILC) mengusung tema “Mewujudkan Ekosistem Smart Farming Perunggasan Indonesia” pada 21 September 2023 di Ruang Garuda, ICE BSD, Tangerang, Banten. Acara yang berlangsung di sela-sela penyelenggaraan pameran ILDEX Indonesia merupakan kolaborasi antara Indonesia Livestock Alliance (ILA), Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI), BroilerX, Badan Kejuruan Teknik Peternakan Persatuan Insinyur Indonesia (BKT PII), serta Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI).

ILC akan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya masing-masing, di antaranya Prof Dr Ir Ali Agus DAA DEA IPU ASEAN Eng (Ketua BKT PII dan Guru Besar Fapet UGM), Prof Dr Ir Osfar Sjofjan MSc IPU ASEAN Eng (Ketua Umum AINI dan Guru Besar Fapet UB), Ir Heru Mulyanto (President Commisioner of BroilerX & Ketua GPPU Jatim 2004-2012), serta Prastyo Ruandhito (CEO & Co-Founder BroilerX). (INF)

PELANTIKAN DPP AINI PERIODE 2021-2024 SECARA DARING

Pelantikan DPP AINI secara daring. (Foto: Dok. AINI)

Karena masih dalam pandemi COVID-19, pelantikan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (DPP AINI) periode 2021-2024, Jumat (11/6), dilaksanakan melalui daring.

Dipimpin langsung oleh Ketua Umum Dr Ir Osfar Sjofjan MSc IPU ASEAN Eng dan Sekjen Dr Ir Bambang Suwignyo MP IPM ASEAN Eng, pelantikan dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil Kongres AINI yang dilakukan secara daring pada Sabtu, 6 Februari 2021.

DPP AINI yang telah dilantik tersebut akan bertugas untuk empat tahun mendatang dengan program kerja yang disepakati bersama antar pengurus. Dalam acara yang penuh keakraban tersebut, dilangsungkan juga acara halal bi halal (syawalan) dan siraman rohani dari ustaz Nanung Danardono PhD, Dosen Fakultas Peternakan UGM dengan mengangkat topik “Meningkatkan Amal, Meningkatkan Kualitas Insan.”

Osfar menegaskan tentang kesiapannya untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan para anggota AINI dari wilayah di ujung barat hingga ujung timur, untuk turut memajukan ilmu dan teknologi pakan di Indonesia.

“Diharapkan terjalin kerja sama yang baik antara semua anggota dengan berbagai sektor, baik antar asosiasi maupun dengan lembaga pemerintah untuk bisa mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada,” ujar Osfar.

Dalam struktur DPP AINI tersebut, terdapat berbagai profesi, baik akademisi, pengusaha maupun birokrasi. Formasi dan komposisi seperti itu dimaksudkan agar terjadi kerja sama sinergis untuk kemajuan sektor nutrisi pakan di Indonesia. AINI juga diharapkan dapat menjadi jembatan untuk bisa memecahkan setiap permasalahan yang ada terkait nutrisi dan pakan, yang nantinya bisa teruskan ke pemerintah sebagai pemegang kebijakan. (IN)

PSPP UNIVERSITAS PAHLAWAN AJARKAN PETERNAK MEMBUAT SILASE

Pelatihan pembuatan silase yang diselenggarakan Pusat Studi dan Pengembangan Peternakan Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. (Foto: Dok. Sadarman)

Saat ini pembuatan silase sudah banyak diketahui peternak. Silase disebut sebagai model pengawetan basah dari beragam bentuk bahan pakan dan/atau pakan pada kondisi yang benar-benar ketersediaannya melimpah. Disebut sebagai pengawetan basah, karena bahan pakan yang akan diawetkan harus memenuhi beragam persyaratan, salah satunya berkadar air hingga 65%.

Untuk lebih memasyarakatkan teknologi pengawetan bahan pakan dengan pembuatan silase, Pusat Studi dan Pengembangan Peternakan (PSPP) Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai menyelenggarakan pelatihan pembuatan silase. Kegiatan dilaksanakan pada akhir Februari 2021 di Desa Gerbang Sari, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau, sekaligus didukung Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) Dewan Pengurus Wilayah Riau dan Majalah Infovet.

Hadir sebagai pembicara dalam pelatihan tersebut adalah Dr Ir Sadarman beserta tim, Kepala Desa Gerbang Sari, anggota Kelompok Tani Ternak Buana dan masyarakat. Dalam penyampaiannya, Sadarman menyebutkan bahwa salah satu hal yang diperlukan dalam kegiatan memelihara ternak sapi adalah pakan, baik Hijauan Pakan Ternak (HPT) maupun pakan penguat dari konsentrat.

“Rumput adalah pakan utama bagi sapi dan pemamahbiak lainnya. Berserat kasar tinggi sehingga akan terjadi gangguan jika kebutuhan serat kasar tidak terpenuhi, minimal sekitar 13% dari bahan kering pakan yang dikonsumsinya,” kata Sadarman.

Ia menambahkan, HPT pada dasarnya berfungsi menjaga organ-organ pencernaan agar dapat bekerja lebih baik, mengenyangkan dan dapat mendorong keluarnya kelenjar pencernaan.

Berbeda dengan HPT, pakan penguat yang diberikan pada sapi dapat berperan sebagai pelengkap kekurangan nutrien penting untuk pertumbuhan dan perkembang biakan sapi, seperti protein.

“Rumput dan HPT lain minim kandungan protein, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrien sapi dan ternak ruminansia lainnya, sehingga harus diberi pakan penguat berupa konsentrat,” tambahnya.

Terkait dengan teknologi pengawetan pakan dengan silase, Sadarman menyebut bahan pakan apa saja bisa dilakukan, asalkan bahan pakan tersebut dapat memenuhi kriteria penting sebagai persyaratan untuk disilasekan.

“Kita dapat membuat silase berbahan dasar rumput atau HPT lainnya, hal yang sama juga bisa dari produk samping industri pertanian, seperti ampas tahu, ampas kecap dan lainnya, yang penting kandungan air maksimal dari masing-masing bahan maksimal 65%,” jelas alumni Program Doktoral Ilmu Nutrisi dan Pakan, IPB.

Pembuatan silase pada dasarnya bertujuan untuk mengawetkan, meningkatkan palatabilitas dan meminimalkan kehilangan nutrien bahan pakan yang disilasekan. Terkait dengan proses pembuatannya, Ketua PSPP Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai ini menyebutkan bahwa dalam pembuatan silase setidaknya ada empat hingga enam fase yang harus dilalui.

Kendati demikian, kebanyakan peternak hanya memilih empat fase saja dan ini sudah sesuai dengan prosedural dalam pembuatan silase tersebut. “Wajib dilalui empat fase saja, mulai dari fase aerob, fermentasi, stabil dan fase pemanenan, semuanya mempunyai peran masing-masing,” kata Sadarman yang juga Dosen Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan UIN Suska Riau.

Terkait dengan tata cara pembuatannya, hal pertama yang harus diperhatikan adalah materialnya. Jika rumput maka hal yang perlu dilakukan adalah mengecilkan partikel melalui pemotongan dengan ukuran 1-3 cm, lalu diangin-anginkan. Proses tersebut bertujuan untuk mendapatkan kadar air sekitar 65-70%.

Di samping itu, penambahan aditif silase juga sangat diperlukan, terutama HPT dengan kandungan karbohidrat terlarut dalam air rendah. “Perlu ditambahkan bahan lain seperti dedak halus, molase, bekatul, onggok dan lainnya, peran dari bahan-bahan ini adalah sebagai sumber energi, sedangkan untuk mempercepat perbanyakan Bakteri Asam Laktat (BAL), diperlukan inokulum, bisa dari EM4,” ucap dia. 

Terkait dengan penggunaan inokulum, dia mengatakan dapat dilakukan, hal ini karena goal dari ensilase tersebut adalah menghasilkan silase dengan pH rendah atau pH asam.

“Harapannya penurunan pH berbanding lurus dengan tingkat populasi BAL, peningkatan BAL sejalan dengan terjadinya penurunan pH, pH akan mendekati 3.50-3, ini yang disebut dengan silase dengan pH excellent,” pungkasnya.

Silase dengan pH excellent akan menunjukkan karakter dengan kualitas yang juga baik. Diantara batasan terkait dengan kualitas silase, dapat dilihat dari tingkat kehilangan bahan kering, warna, aroma, tekstur dan pertumbuhan jamur selama ensilase berlangsung. (Sadarman)

PEMBERIAN PAKAN UNTUK SAPI PERAH DARA

Pendampingan manajemen pakan peternak sapi perah yang digelar AINI dan KPSBU. (Foto: Istimewa)

Sapiperah dalam usia muda atau yang dikenal dengan sapi dara, kondisi tubuhnya lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi bobot tubuh. Oleh karena itu, pada periode umur tersebut berikan pakan dengan kualitas terbaik untuk membuat tulang tubuh dan organ lain berkembang secara ideal.

Hal itu disampaikan oleh Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB), Dr Hendrawan Soetanto, dalam acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (2/3/2021), yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU).

Ia menjelaskan, nutrisi yang diperoleh saat sebelum dewasa kelamin atau dalam kondisi tubuh sekitar 50% dari bobot dewasa, nutrisi tersebut akan digunakan untuk pembentukan tulang kerangka. Pertambahan berat badan (PBB) merupakan indikator terbaik apakah sapi dara terpenuhi kebutuhan nutrisinya.

"Ransum sapi dara harus mengandung cukup energi, minimal 10,5 Mega Joule per kilogram berat kering, serta protein untuk mencapai target pertumbuhan," kata Hendrawan. Ia juga mengingatkan agar sapi dara harus memperoleh cukup air minum dan mineral.

Dalam hal kebutuhan nutrisi sapi perah, hal itu senantiasa berubah seiring dengan fase pertumbuhan yang dilalui, serta tingkat produksi susunya. Untuk penyusunan formulasi pakan yang diberikan, Hendrawan memberi rambu-rambu pembuatannya, yakni taksiran bobot badan ternak, status fisiologis ternak, ketersediaan bahan pakan, kualitas bahan baku pakan, termasuk ada atau tidaknya kandungan anti-nutrisi di dalamnya, kemudian jumlah pakan yang akan diramu, biaya pakan yang dapat ditoleransi, serta jarak distribusi pakan dan lama simpan pakan sebelum didistribusikan. (IN)

NAHKODA BARU ASOSIASI AHLI NUTRISI DAN PAKAN INDONESIA PERIODE 2021-2024

Kongres Nasional V AINI melalui daring. (Foto: Istimewa)

Dalam suasana pandemi, para ahli nutrisi dan pakan Indonesia yang tergabung dalam wadah Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) menyelenggarakan Kongres Nasional V secara daring, pada Sabtu (6/2/2021).

Kongres diikuti oleh para dewan pengurus pusat, dewan pengurus wilayah, peninjau dan anggota AINI dari berbagai wilayah di Indonesia, juga dihadiri Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, sekaligus sebagai Wakil Ketua Umum AINI, Dr Nasrullah.

Ketua Umum AINI periode 2015-2021, Prof Dr Nahrowi, mengingatkan tentang tantangan AINI sebagai organisasi profesi di masa kini dan mendatang. Menghadapi tantangan di era digital, yakni semua perubahan bisa terjadi sangat cepat, serba sulit diprediksi, serta ada banyak sekali masalah yang sangat kompleks.

Menghadapi hal itu, ia berharap semua anggota AINI bisa menjadikan tantangan yang ada sebagai peluang berkembang menuju yang lebih baik. “Karena saat ini kita dihadapkan pada perubahan teknologi yang jauh lebih cepat dibanding perubahan bisnis,” kata Nahrowi.

Kongres yang diselenggarakan tiap lima tahun tersebut didahului oleh orasi ilmiah dengan menghadirkan dua narasumber penting, yakni Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas, Ir R. Anang Noegroho Setyo Moeljono MEM, yang membawakan orasi bertema “Tantangan Inovasi dan Teknologi Pakan dalam Mendukung Kebijakan Pembangunan Peternakan Nasional.” Kemudian orasi Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristek/BRIN, Prof Dr Heri Hermansyah S T MEng, mengenai “Pentingnya Sinergitas AINI dengan Kementerian BRIN dalam Kegiatan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat di Bidang Peternakan.”

Dalam kongres yang berlangsung secara kekeluargaan tersebut, pimpinan sidang Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof Dr Ali Agus menetapkan dengan suara bulat yakni Dr Ir Osfar Sjofjan MSc IPU ASEAN Eng sebagai Ketua Umum AINI periode 2021-2024.

Dalam pernyataannya, Osfar mengharapkan koordinasi yang lebih baik lagi antar anggota untuk membentuk kepengurusan AINI yang baru tersebut.

“Karena tantangan ke depan pasti tidak akan mudah. Kita harap arahan, bantuan, serta dukungannya untuk acara-acara AINI ke depan,” katanya. (IN)

WEBINAR PELANTIKAN DEWAN PENGURUS WILAYAH ASOSIASI AHLI NUTRISI DAN PAKAN INDONESIA



Kamis, 21 Januari 2021, tepat pada pukul 13:00-16:00 WIB diselenggarakan webinar Pelantikan Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI).

Kegiatan dihadiri sebagian besar para cendikiawan ahli nutrisi dan pakan dari berbagai perguruan tinggi, peternakan dan lembaga diantaranya LIPI, BPPT dan lain sebagainya.

Mengawalai acara, Ketua AINI, Prof Dr Ir Nahrowi MSc, mengemukakan bahwa pelantikan ini bertujuan untuk mempersiapkan pengurus wilayah seluruh Indonesia menghadapi Kongres Pertama AINI pada 6 Februari 2021 mendatang dengan visi “AINI Sebagai Organisasi Terkemuka Bidang Ilmu Nutrisi dan Pakan Tropika”.

Sementara Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dr Ir Nasrullah MSc, dalam sambutannya menekankan agar para peneliti nutrisi dan pakan ternak tidak hanya berkutat di laboratorium, melainkan melihat langsung kondisi dan aplikasi hasil penelitian di lapangan. Sebab ia merasa setelah menjadi Dirjen, hasil penelitiannya selama di perguruan tinggi tidak memberi perubahan kondisi peternakan di Tanah Air.

"Indonesia hingga saat ini masih tergantung pada negara lain dalam penyediaan bahan baku pakan ternak yang notabene kita memberikan dana negara yang seharusnya dinikmati rakyat, tetapi justru untuk kemakmuran negara lain. Kita masih mengimpor bahan baku berupa bungkil kedelai, MBM (Meat Bone Meal), CGM (Corn Gluten Meal), DDGS (Distillers Dried Grain with Soluble). Perlu dicari terobosan oleh AINI bekerja sama dengan para ahli pertanian, bagaimana kita memenuhi kebutuhan atau mensubsitusi bahan baku pakan ternak tersebut sehingga meminimalisir ketergantungan impor, mengingat tanah kita cukup potensial dan subur," tutur Nasrullah.

Webinar juga diisi dengan orasi dari Peneliti Muda Berprestasi dan Sekretaris Program Studi Pasca Sarjana Fakultas Peternakan IPB, Dr Ir Anuraga Jayanegara SPt MSc, tentang hasil riset terkini antara lain membahas mengenai zat antinutrisi dan metabolismenya dalam tubuh ternak. Dipanjutkan oleh Ranch Manager PT Buana Karya Bakti, Satui, Kab. Tanah Bumbu, Banjarmasin, Wahyu Darsono SPt MSi, yang membahas aplikasi IoT (Internet of Things) dalam integrasi sawit-sapi. Kemudian Ahli Nutrisi dan Pakan Ternak Ruminansia Universitas Mataram, Prof Ir Suhubdy Yasin PhD,  yang membahas tentang rangeland pastura dan pakan ternak kerbau (herbivora) di Indonesia.

Webinar diakhiri dengan pemberian sertifikat penghargaan kepada ketiga pemberi orasi, yang dilanjutkan dengan pembacaan Keputusan AINI No. 006/SK/KUN/2021 tentang Pelantikan Dewan Pengurus Wilayah AINI dengan menetapkan 19 DPW dan 14 Perwakilan Wilayah untuk membentuk DPW. (Sjamsirul Alam/INF)

PENDAMPINGAN MANAJEMEN PAKAN SAPI PERAH MELALUI DARING

Acara pendampingan pakan untuk peternak sapi perah yang dilaksanakan AINI dan KPSBU melalui daring. (Foto: Istimewa)

Dalam acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (12/1/2021), yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran (UNPAD), Dr Ir Iman Hernaman IPU, mengatakan bahwa dalam budi daya peternakan sapi perah, pemberian konsentrat bertujuan untuk menambah nilai nutrien ransum, melengkapi nutrien ransum yang defisien, meningkatkan konsumsi ransum, kecernaan ransum, serta meningkatkan populasi mikroba rumen.

Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein, yang berasal dari kacang-kacangan. Iman menegaskan, bahan pakan untuk ternak sapi perah tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pakan. Pada Pasal 8 Ayat 4 dalam disebutkan bahwa untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Untuk pemberian konsentrat pada sapi perah tersebut, Iman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat. Komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan.

"Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen," kata Iman. (IN)

PROGRAM BANK PAKAN DORONG PENGEMBANGAN SAPI PERAH

Pakan merupakan unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak. (Foto: Istimewa)

Penyediaan pakan menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pengembangan sapi perah di Indonesia. Tantangan tersebut antara lain penggunaan rumput dengan jerami padi, aplikasi teknologi pengolahan pakan, penyediaan lahan penghasil pakan hijauan, serta konsentrat yang belum terstandar.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Prof Nahrowi, dalam pembukaan acara Pendampingan Manajemen Pakan Peternak Sapi Perah melalui aplikasi daring, Selasa (29/12). Acara diselenggarakan oleh AINI dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU), berlangsung pada Desember 2020 hingga April 2021.

Nahrowi mengharapkan bahwa dalam menghadapi permasalahan pakan di Indonesia yakni seputar ketahanan pakan, keamanan pakan dan aspek lingkungan, para pemangku kepentingan di bidang persusuan yakni para pelaku usaha yang tergabung dalam KPBSU, pemerintah dan akademisi ataupun peneliti dapat bersinergi memajukan industri persusuan Indonesia.

Direktur Pakan, Ditjen PKH, Drh Makmun Junaidin pada kesempatan tersebut menjelaskan tentang arah kebijakan pakan nasional yang mengacu pada dua hal utama, yakni keamanan pakan dan ketahanan pakan.

“Ketahanan pakan yakni menjamin ketersediaan pakan unggas dan pakan ruminansia, serta keamanan pakan yakni meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pakan yang diproduksi dan yang diedarkan,” kata Makmun.

Untuk mencapai hal itu, telah dicanangkan strategi pencapaian program yakni dengan pengembangan hijauan pakan ternak, pengembangan pakan olahan dan bahan pakan, serta pengembangan mutu dan keamanan pakan. Makmun menambahkan, karakteristik penyediaan pakan untuk ruminansia adalah sebagian besar diproduksi oleh pabrik pakan skala menengah (PPSM) dan kecil atau kelompok pabrik pakan skala besar hanya 1 % dari total produksi pakan, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi.

Karena pakan merupakan unsur utama penentu harga produk pangan asal ternak, yang pada sapi perah mencapai 67%, maka pemerintah telah mendorong adanya lumbung pakan di tingkat peternak, terutama dalam menghadapi musim kering. Konsep lumbung pakan tersebut dituangkan dalam program bank pakan. 

“Ini bertujuan untuk membentuk kelembagaan usaha pakan, mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal, melakukan pengolahan, pengawetan, dan penyediaan pakan secara berkelanjutan, serta mengoptimalkan pemanfaatan peralatan dan teknologi pengolahan pakan,” tandasnya. (IN)

AINI BAHAS OPTIMALISASI PALM KERNEL MEAL UNTUK BAHAN BAKU PAKAN TERNAK

Ketersedian PKM di Indonesia melimpah, tetapi pemanfaatannya masih minim


Indonesia dan Malaysia dikenal dunia sebagai dua negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Salah satu produk sampingan dari kelapa sawit adalah bungkil inti sawit alias palm kernel meal yang ternyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak.

Potensi ini sepertinya belum banyak dimanfaatkan oleh produsen pakan Indonesia. Asosiasi Ilmu Nutrisi Indonesia (AINI) melihat ini sebagai peluang dikala lesunya industri pakan karena wabah Covid-19. Mereka juga membahas hal ini dalam webinarnya pada Kamis (1/10) melalui aplikasi zoom. Seminar tersebut membahas mengenai pemanfaatan palm kernel meal sebagai bahan baku pakan ternak dari mulai unggas, ruminansia, babi, dan bahkan satw akuatik. Animo peserta yang hadir ternyata sangat tinggi, hal ini terlihat dari jumlah peserta yang mencapai lebih dari 350 orang.

Seminar dibuka dengan opening speech dari Ketua Umum AINI yang juga guru besar FAPET IPB, Prof. Nahrowi. Dalam sambutannya Nahrowi menyebutkan bahwa Indonesia menurut data USDA Indonesia menghasilkan 10,7 juta ton PKM pada tahun 2019, atau 57% produksi dunia.

"Tentunya ini merupakan potensi, kita penghasil PKM terbesar di dunia tetapi kurang memanfaatkan PKM. Padahal kandungan nutrisi PKM dapat dimanfaatkan, namun begitu karena beberapa kendala kita jadi enggan menggunakannya, oleh karena itu diharapkan seminar ini dapat membedah PKM secara dalam dan menambah khazanah kita mengenai PKM," tukas Nahrowi.

Narasumber yang dihadirkan pun juga bukan sembarangan, Prof Arnold Sinurat dari BALITNAK adalah salah satunya. Dalam presentasi berdurasi dua puluh menit, Prof Arnold banyak menjabarkan berbagai hasil penelitian terkait penggunaan PKM sebagai bahan baku bakan di berbagai jenis hewan ternak.

"Rerata di feedmil PKM digunakan 2-3%, paling banyak 5%. banyak orang yang enggan menggunakannya karena beberapa hal, Salah satunya kandungan Mannan yang merupakan Non Starch Poliscaharide yang menyebabkan vsikositas usus meningkat," tuturnya.

Selain itu secara struktur, PKM kandungan nutrisi yang berguna dan dapat dimanfaatkan dalam PKM "terkunci" di dalam. Butuh beberapa treatment yang tepat untuk mengeluarkannya agar dapat dimanfaatkan oleh hewan ternak.

Beberapa perlakuan yang dapat diberikan untuk mengakalinya menurut Arnold yakni dengan melakukan fermentasi dan melakukan penambahan enzim eksogen untuk dapat membuka "kunci" tersebut.

Sementara itu Drh Agus Prastowo dari PT Elanco Animal Health yang bertindak sebagai narasumber kedua menuturkan bahwa kandungan β - mannan yang terdapat dalam PKM sangat tinggi. β - mannan merupakan zat NSP yang bisa dibilang bersifat anti nutrisi, namun begitu jika β - mannan dipecah maka hasilnya adalah Mannan Oligosakarida (MOS) yang dapat berguna sebagai prebiotik untuk bakteri yang menguntungkan di saluran cerna.

"β - mannan jika dipecah akan menjadi MOS dan beberapa jenis gula yang dapat menjadi prebiotik dan sumber energi dari suatu ransum. Oleh karenanya perlu penambahan enzim eksogen semisal β - mannanase, selulase, dan lainnya untuk menguraikan harta karun tersembunyi tersebut," tutur Agus.

Lebih jauh Agus menjelaskan bahwa penambahan enzim semisal β - mannanase dalam susatu ransum yang menggunakan PKM sebagai bahan baku juga dapat meningkatkan produktivitas, kecernaan, feed intake, dan meningkatkan kesehatan saluran cerna pada unggas. (CR)

APA ITU PALM KERNEL MEAL DALAM PAKAN? GRATIS...IKUTI WEBINAR INI

Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas areal perkebunan mencapai 12,3 juta hektar. Dalam proses produksinya, industri kelapa sawit menghasilkan berbagai produk hasil samping, salah satunya yaitu Palm Kernel Meal (PKM) yang produksinya mencapai 5,8 juta ton/tahun.

Berdasarkan kandungan nutrisinya, PKM berpotensi sebagai sumber energi dan protein, namun memiliki constraint kandungan serat yang tinggi sehingga tidak cocok dengan saluran pencernaan hewan monogastrik.

Berbagai teknologi diterapkan untuk memperbaiki kualitas nutrisi PKM diantaranya melalui perlakuan fisik, kimia dan enzimatik.

Pada Zoominar AINI ke-8 yang diselenggarakan oleh @ainifeednutrition ini akan dibahas mengenai "Optimalisasi Pemakaian Palm Kernel Meal dalam Pakan Unggas, Babi dan Ikan", yang akan diselenggarakan pada
Kamis, 1 Oktober 2020 pukul 09.00-11.10

Acara ini gratis dengan kuota terbatas
Silakan segera mendaftar pada link bit.ly/ZOOMINARAINI8

Acara ini didukung oleh media partner: @majalahinfovet;
@livestockreview; @majalahtrobos; @poultryindonesia; @agropustaka; @majalahagrina

MENGOPTIMALKAN POTENSI LAMTORO SEBAGAI BAHAN PAKAN SAPI

Lamtoro bisa menjadi pakan utama ataupun pakan pelengkap pada ternak sapi. (Foto: Istimewa)

Kamis, 6 Agustus 2020, Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) kembali menyelenggarakan seminar online bertajuk “Pengelolaan dan Optimalisasi Pemakaian Lamtoro pada Sapi.”

Dalam kegiatan tersebut dihadirkan narasumber peneliti BPTP Balitbangtan NTB, Dr Tanda S. Panjaitan. Dalam paparannya ia mengingatkan tentang penggunaan lamtoro pada pakan ruminansia yang harus dilakukan dengan hati-hati karena terdapat zat antinutrisi pada lamtoro, yakni mimosin.

“Di dalam rumen sapi senyawa mimosin akan dikonversi menjadi 3,4 dan 2,3 dihydroxy-pyridine (DHP). Keracunan mimosin atau DHP tersebut dapat menyebabkan ternak mengalami pembesaran kelenjar tiroid, dengan gejala terjadinya penurunan nafsu makan, bulu kusam, berdiri dan rontok. DHP juga menyebabkan terjadinya defisiensi mineral, khusus besi, tembaga, dan magnesium,” ujar Tanda.

Lamtoro sendiri merupakan sejenis perdu dari suku Fabaceae dan termasuk salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola tanam campuran. Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Daun dan ranting muda lamtoro dapat menjadi pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun lamtoro memiliki tingkat ketercernaan 60-70% pada ruminansia, tertinggi diantara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. 

Oleh karenanya, Tanda menyarankan untuk pemberian lamtoro pada sapi dilakukan dengan cara bertahap. “Pemberian lamtoro sebagai pakan pada ternak yang belum terekspos harus dilakukan secara bertahap,” katanya.

Ia juga menambahkan, adaptasi terhadap pakan lamtoro normalnya 2-3 minggu, dengan pemberian pertama biasanya sekitar 20% dari total pakan atau 0,5% dari berat badan. Namun kadangkala ada ternak yang butuh waktu adaptasi lebih lama sampai 6 minggu baru normal.

“Pemberian 40-60% dari total pakan dan sisanya rumput atau tebon jagung, hasilnya sama dengan yang diberikan 100%. Sehingga untuk pemberian pakan dari lamtoro cukup 40-60% saja, untuk menghemat lamtoro,” ucap dia.

Ternak yang sudah beradaptasi dengan pakan dari lamtoro dapat mengonsumsinya hingga 100%, namun disarankan untuk dilakukan pemberian mineral pada ternak yang diberi pakan lamtoro pada komposisi 70% atau lebih. 

Dalam pemberian pakan, lamtoro bisa menjadi pakan utama ataupun pakan pelengkap. Pada peternak yang memiliki kebun lamtoro sendiri, maka lamtoro bisa menjadi pakan utama dengan pemberian 100% sebagai pakan tunggal, terutama di musim kemarau atau pada musim hujan.

“Pemberian 70% atau lebih bisa dicampur dengan rumput atau jerami jagung. Adapun peternak yang tidak memiliki kebun lamtoro sendiri maka komposisi lamtoro adalah 40-60%, dan selebihnya ditambahkan rumput (30-50%), serta dedak (10-30%),” jelasnya. 

Pada pemberian pakan lengkap, formulasi umum yang dilakukan adalah lamtoro sebanyak 40-60%, rumput atau jerami jagung sebanyak 5-15% dan dedak atau jagung maupun ubi kayu sebanyak 40-60%. Pada formulasi tersebut, protein kasarnya 12-14% dan metabolisme energi sebesar 10-12 MJ/kg. Dengan pola pemberian pakan seperti itu, Tanda menandaskan, pertambahan berat badan harian ternak bisa mencapai 0,4-0,7 kg. (IN)

IKUTI WEBINAR PENGELOLAAN DAN OPTIMALISASI LAMTORO UNTUK SAPI




PENGELOLAAN DAN OPTIMALISASI PEMAKAIAN LAMTORO PADA SAPI

Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) kembali akan menggelar Seminar Webinar bertajuk Pengelolaan dan Optimalisasi Pemakaian Lamtoro pada Sapi. Organisasi perhimpunan profesi dan keilmuan para ahli di bidang Nutrisi dan Teknologi Pakan ini menhadirkan setidaknya tiga narasumber pakar di bidangnya, yaitu: DR IR Tanda S. Panjaitan, MSc. Peneliti SPTP Balitbangtan NTB., Prof DR IR Dahlanuddin, MRurSc,Guru Besar Univ. Mataram dan Prof Max Shelton dari Univ of Queensland, Australia.

Dimoderatori olaeh IR Triastuti Andajani, MSi., Program Manager IP2FC ISPI. Acara yang rencananya berlagsung pada Kamis 6 Agustus 2020 mulai pukul 09.00 WIB melalui daring Zoom Meeting yang bisa anda akses dengan Narahubung Febrinita dan Asmadini sebagaimana tercantum di dalam Flayer.

Berita selengkapnya terkait kegiatan tersebut dapat anda simak di Infovet sebagai Media Parner dan ikuti terus di web: http://www.majalahinfovet.com

POTENSI BESAR MAGGOT DALAM FORMULASI RANSUM PAKAN UNGGAS



Indonesia menghasilkan limbah makanan dengan jumlah melimpah yang perlu dikelola dengan baik. Limbah makanan ini dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh maggot dalam proses biokonversi sampah organik menjadi bahan kaya protein.

Maggot yang merupakan larva dari serangga Hermetia illucens atau dikenal dengan black soldier fly (BSF), sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara seperti di Jerman, Belanda dan China untuk menghasilkan sumber protein.

Biokonversi tersebut di Indonesia diharapkan dapat bersinergi dengan masalah lingkungan melalui pengelolaan limbah organik menjadi bahan pakan alternatif pengganti tepung ikan dan MBM yang lebih murah dan berkelanjutan. Hal itu mengemuka dalam sebuah online seminar yang diselenggarakan Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Kamis (9/7/2020).

Kegiatan seminar yang keempat kalinya ini menghadirkan narasumber penting di bidangnya, yakni CEO Biomagg Aminudi, Guru Besar Fapet IPB Prof Dr Dewi A. Astuti dan Prof Dr Sumiati, Dosen FPIK IPB Dr Ichsan Achmad Fauizi dan Ketua umum GPMT Desianto Budi Utomo. Seminar dipandu Dekan Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako Palu Prof Ir Burhanudin Sundu MScAg PhD.

Dalam acara tersebut, Sumiati memaparkan tentang berbagai manfaat budi daya maggot, antara lain mampu mengonversi biomassa berbagai material limbah organik seperti kotoran hewan, limbah organik perkotaan, kotoran manusia segar, maupun limbah sayuran pasar.

Manfaat berikutnya maggot dapat mereduksi bau potensial limbah sekitar 50-60%, sehingga dapat mereduksi polusi, bakteri patogen, bau dan populasi lalat rumah dengan mengurangi kesempatan lalat rumah untuk oviposisi.

Maggot juga bisa menjadi sumber nutrien karena memiliki kandungan nutrien yang tinggi (protein, asam amino, lemak, mineral) sebagai pakan ternak,” kata Sumiati.

Ia menunjukkan beberapa penelitian tentang penggunaan maggot dalam ransum unggas. “Penggunaan maggot sampai 15% sebagai pengganti soya bean meal dan soya bean oil tidak berefek negatif terhadap digestibility, performa produksi, kualitas karkas dan daging puyuh,” jelasnya.

Penelitian lain juga menunjukkan, pemberian maggot pada ayam petelur dapat mengangkat kualitas telur dan menurunkan angka konversi pakan. 

“Substitusi tepung kedelai secara sebagian atau menyeluruh dengan tepung maggot tidak mempengaruhi asupan pakan, performa produksi, bobot telur dan efisiensi pakan,” kata Sumiati mengutip sebuah hasil penelitian tentang maggot pada ayam petelur. Dengan demikian, maggot memiliki potensi untuk digunakan sebagai sumber protein alternatif pada hewan unggas petelur. (IN)

PENGELOLAAN PAKAN HIJAUAN UNTUK SAPI DI LAHAN SAWIT

Integrasi sapi-sawit. (Sumber: iaccbp.org)

Integrasi ternak dalam usaha perkebunan sawit adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas kebun, bahkan keberadaan ternak tersebut dapat meningkatkan produktivitas tanaman, sekaligus produksi ternaknya. Integrasi ternak tersebut bertujuan agar terjadi sinergi saling menguntungkan yang pada akhirnya dapat membantu mengurangi biaya produksi.

Hal itu diuraikan oleh Ranch Manager Palm Cow Integration Dept, PT Buana Karya Bhakti, Wahyu Darsono, dalam sebuah seminar online tentang sistem pemberian pakan untuk sapi induk yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Jumat (15/5/2020). 

Wahyu mengatakan bahwa dalam integrasi sapi sawit maka kebun sawit harus diperankan sebagai lahan gembalaan atau sebagai pasture untuk pembiakan sapi atau produksi sapi grassfed. Dengan demikian, kebun atau pabrik sawit berperan menyediakan bahan pakan yang berkelanjutan bagi ternak, khususnya ternak ruminansia.

“Pengelolaan pasture di kebun sawit sebagai sumber pakan berkelanjutan perlu dilakukan secara terkontrol dengan alokasi paddock sesuai dengan grup atau status sapi dan berdasarkan stocking rate potensi biomass,” kata Wahyu. 

Demikian juga dengan optimalisasi pemanfaatan vegetasi gulma sebagai sumber pakan,  perlu didukung komitmen dan sinergi yang kuat antara kegiatan perkebunan dan kegiatan penggembalaan sapi, terutama pada aspek pemupukan, penanggulangan gulma dan panen TBS, serta pemanfaatan areal terbuka untuk introduksi tanaman hijauan pakan berkualitas.

“Untuk memenuhi kecukupan nutrisi sapi sesuai dengan status sapi dan pengaruh iklim terutama curah hujan, perlu diberikan pakan tambahan sebagai sumber protein, energi dan mineral,” pungkasnya. (IN)

PRINSIP PEMBERIAN PAKAN SAPI PEDAGING

Ternak sapi pedaging (Sumber: Istimewa)

Dalam penggemukan sapi, pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah tertentu dengan kandungan energi dan protein yang cukup, sehingga menghasilkan pertambahan berat badan (PBB) sesuai yang diharapkan.

Pakan ternak sapi pedaging di Indonesia saat ini sebagian besar masih menggunakan bahan pakan lokal. Hijauan sebagai sumber bahan pakan utama masih menjadi andalan peternak mencukupi kebutuhan energi ternak. Namun demikian, ketersediaan dan kualitas hijauan merupakan masalah utama dalam penyediaan pakan di Indonesia.

Pada musim hujan ketersediaan hijauan di Indonesia cukup berlebih, namun pada musim kemarau hijauan menjadi langka. Pada saat ketersediaan hijauan berlebih, peternak mestinya memanfaatkannya dengan mengolah menjadi hay (hijauan kering), silase atau pengolahan lainnya, sehingga dapat disimpan dan dimanfaatkan pada saat kelangkaan hijauan terjadi. Namun, keterampilan peternak masih sangat rendah sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat melakukannya.

Menurut Dr Idat Galih Permana dari Fakultas Peternakan (Fapet) Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam sebuah pelatihan tentang pakan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) di Bogor pada September 2019 lalu, menyatakan bahwa di samping ketersediaan hijauan yang fluktuatif, kualitas hijauan di Indonesia masih relatif rendah. Seperti halnya di daerah tropis, pertumbuhan hijauan untuk mencapai fase generatif sangat cepat, sehingga hijauan yang dipanen cenderung mengandung protein yang rendah dengan kandungan serat kasar tinggi. Rendahnya penggunaan pupuk pada lahan hijauan semakin menyebabkan menurunnya kualitas hijauan. Disamping itu, sebagian besar peternak masih sangat mengandalkan hijauan alam atau rumput alam, sehingga kualitasnya sama sekali tidak dapat dikontrol.

Sementara pemakaian konsentrat untuk ransum ternak ruminansia di Indoensia masih didominasi oleh bahan baku lokal. Hal tersebut terjadi karena ternak ruminansia tidak terlalu menuntut bahan baku dengan kandungan tinggi nutrien. Beberapa bahan baku yang umum digunakan dalam konsentrat ternak ruminansia diantaranya onggok, dedak padi, polar dan jagung sebagai sumber energi, serta bungkil sawit, bungkil kelapa dan ampas tahu sebagai sumber protein. Kendati demikian, permasalahan yang juga terjadi dalam penyediaan konsentrat adalah fluktuatif dan kualitas bahan baku yang tidak stabil.

Program penggemukan atau feedlot pada sapi pedaging ditujukan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan dalam waktu 3-5 bulan pemeliharaan sapi bakalan. Dalam program tersebut sapi bakalan diberi pakan dalam jumlah tertentu dengan kandungan energi dan protein yang cukup, sehingga menghasilkan pertambahan berat badan (PBB) yang diharapkan.

Pertambahan berat badan sapi tergantung dari banyak hal, antara lain jenis sapi, kelamin, umur, kualitas pemeliharaan pada masa pertumbuhan, serta jenis dan cara pemberian pakan. Selain pakan hijauan, sapi pedaging juga harus diberikan konsentrat khusus untuk penggemukan. Sebagai acuan dalam pembuatan pakan konsentrat sapi pedaging, dapat digunakan SNI Konsentrat Sapi Potong (3148-2:2017).

Jenis-jenis Bahan Pakan
Bahan pakan secara umum dikategorikan dalam empat jenis, yaitu hijauan, konsentrat, pakan suplemen dan imbuhan (additive). Konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung energi dan protein tinggi, serta memiliki kandungan serat yang rendah. Terdiri dari biji-bijian/serealia, umbi-umbian, maupun limbah industri pertanian (agroindustry wastes). Kualitas bahan pakan konsentrat sangat ditentukan pada proses pengolahan, komposisi nutrisi, palatabilitas, kontaminasi dan proses penyimpanannya.

Bahan konsentrat yang berasal dari limbah industri pertanian pada umumnya berupa bungkil dan ampas. Bungkil adalah limbah hasil ekstrasi minyak dari suatu bahan, misalnya bungkil kedelai, bungki kelapa, bungkil inti sawit dan lain sebagainya. Bungkil bisa mengandung protein yang tinggi dan kaya akan mineral. Sedangkan ampas adalah limbah industri pertanian yang berasal dari proses ekstraksi sari pati suatu bahan, misalnya ampas singkong (onggok), ampas tahu, ampas sagu dan lain sebagainya. Kandungan nutrien ampas lebih rendah dari bungkil, bahkan memiliki serat yang lebih tinggi.

Proses pengolahan bungkil dan ampas ini sangat berpengaruh terhadap kulitas bahan pakan. Hal itu dikarenakan komposisi nutrisi bahan pakan yang pada akhirnya akan  menentukan kualitas bahan pakan tersebut. Kandungan nutrien yang digunakan dalam penentuan kualitas adalah nutrien makro seperti karbohidrat/energi, protein, lemak dan pati, disamping kandungan mineral (makro maupun mikro), serta vitamin.

Penentuan kandungan nutrien makro dapat dilakukan dengan analisis proksimat. Analisis proksimat terdiri dari bakan kering, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrat tanpa nitrogen (BETA-N). Adapun untuk serat kasar, berhubungan negatif dengan kualitas, semakin tinggi serat kasar maka kualitas bahan pakan semakin rendah.

Sedangkan untuk segi palatabilitas yang merupakan daya suka ternak terhadap suatu bahan pakan, bisa dipengaruhi oleh komposisi nutrisi, bentuk fisik, rasa, serta kandungan anti-nutrisi. Bahan pakan yang berkualitas baik akan memberikan palatabilitas tinggi dan sebaliknya bahan pakan yang palatabilitasnya rendah dianggap kurang berkualitas. Kandungan nutrisi tentu akan mempengaruhi palatabilitas. Pakan yang mengandung energi dan protein tinggi lebih disukai ternak dan sebaliknya kadar serat memberikan palatabilitas yang rendah.

Selain itu, bentuk fisik seperti tekstur, warna, bau, juga turut mempengaruhi palatabilitas. Ternak ayam misalnya, lebih menyukai butiran jagung yang berwarna cerah dibandingkan jagung dalam bentuk tepung dan berwarna pucat. Demikian juga dengan kandungan anti-nutrisi sangat mempengaruhi palatabilitas. Contohnhya adalah biji kedelai utuh yang mengandung tripsin inhibitor, memiliki palatabilitas yang rendah dibanding dengan bungkil kedelai, atau sorgum yang mengandung tanin yang tinggi akan dikonsumsi lebih rendah dibandingkan dengan sorgum yang mengandung tanin yang rendah. Pada level tertentu, anti-nutrisi juga akan mengganggu pencernaan dan kesehatan ternak.

Faktor lain yang juga mempengaruhi palatabilitas adalah kontaminasi benda asing. Onggok atau ampas singkong yang dipalsukan dengan pasir laut akan memiliki palatabilitas yang rendah, demikian juga dengan bungkil inti sawit yang banyak mengandung tempurung sawit atau dedak padi yang dicampur sekam, tingkat konsumsi atau palatabilitasnya akan rendah. Perhatikan juga dengan proses penyimpanan, apabila kurang baik sangat mempengaruhi kualitas konsentrat. Penyimpanan yang buruk seperti lembab, kotor, sirkulasi udara kurang baik akan menyebabkan bahan pakan menjadi rusak, berjamur, yang akhirnya mengubah kandungan nutrisinya. Hal ini tentu menurunkan kualitas bahan pakan.

Selain konsentrat, pakan utama yang terpenting untuk ternak ruminansia besar dan kecil adalah hijauan. Hijauan dapat terdiri dari rumput dan legum, baik yang dibudidayakan maupun dari alam. Rumput budidaya memiliki produksi dan kualitas yang relatif baik, dibandingkan hijauan alam yang kualitasnya bervariasi. Kualitas hijauan budidaya tergantung pada beberapa hal, antara lain umur pemanenan, kualitas lahan, varitas, palatabilitas, bulkiness dan laksatif efek.

Untuk mendapatkan performa sapi pedaging yang baik dalam masa pemeliharannya, bahan pakan yang tersedia harus diberikan dengan prinsip formulasi ransum yang benar. Maksudnya adalah teknik meramu atau mengombinasikan beberapa bahan pakan agar mencapai kandungan nutrien sesuai kebutuhan ternak dengan harga ekonomis. Ransum yang baik harus memenuhi seluruh nutrien yang dibutuhkan ternak. Pakan harus menggunakan berbagai bahan pakan, karena tidak ada satupun bahan pakan yang memiliki kandungan nutrien yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak. Jadi untuk mencukupi kebutuhan seekor ternak, berbagai bahan pakan harus dikombinasikan. Dan karena tidak ada bahan pakan yang sempurna, maka setiap bahan pakan dalam ransum peran masing-masing. Dengan mengombinasikan dengan bahan lain, maka akan terjadi supplementary effect atau efek saling melengkapi.

Idat Galih menegaskan, ransum yang baik adalah ransum yang seimbang dengan harga yang murah (balance least cost ration), yaitu ransum yang memiliki kandungan nutrien yang cukup, serta menggunakan bahan pakan yang seimbang dengan harga rendah. Untuk menghasilkan ransum yang seimbang dan murah, maka harus menggunakan bahan pakan yang tersedia, berkualitas dan relatif harganya murah. Ransum harus berharga relatif murah karena untuk menghasilkan produk ternak dengan biaya per unit produksi yang murah maka ternak harus diberi pakan yang relatif murah. Namun demikian yang dimaksud dengan murah bukan berarti “murahan”, karena untuk sekadar menyusun ransum dengan harga murah sangat mudah, namun untuk menyusun ransum yang baik dan seimbang serta murah tidak mudah.

Untuk melakukan formulasi ransum, seorang peternak atau ahli nutrisi pakan harus mengetahui beberapa hal, antara lain kebutuhan nutrien ternak, ketersediaan bahan pakan dan komposisi nutriennya, harga bahan pakan tersedia, serta batasan penggunaan bahan pakan. Ada banyak metode dalam menyusun ransum, mulai dari metode sederhana, metode coba-coba sampai dengan menggunakan komputer dengan bantuan software tertentu. Penggunaan sotware pada prinsipnya adalah dengan menggunakan metode linier, yaitu suatu metode optimasi dalam meminisasi harga atau mekasimumkan keuntungan. *** 

Andang S Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

PENERAPAN META ANALISIS DI INDUSTRI PAKAN

Efisiensi pakan ternak bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan metode meta analisis. (Sumber: Istimewa)

Pakan memberikan kontribusi yang dominan dalam sistem produksi ternak. Setiap langkah efisiensi yang bisa dilakukan dalam pemberian pakan, akan berdampak nyata bagi tingkat keuntungan produksi ternak yang dihasilkan. Meta Analisis yang dilakukan para ahli nutrisi bisa menjadi jawaban untuk mengawali upaya efisiensi pakan.

Meta analisis adalah suatu sintesis ilmu pengetahuan muncul dari bidang psikologi dan banyak digunakan di bidang kedokteran. Makin banyaknya data yang tersedia terkadang tidak mampu digunakan secara optimal untuk proses pengambilan keputusan. Jika mengambil kesimpulan dari eksperimen tunggal dengan data statistika yang lemah membuat rekomendasinya tidak maksimal dan tidak kuat. Oleh karena itu, perlu adanya solusi. Metode meta analisis menjadi solusi untuk memanfaatkan data yang tersedia, sehingga kesimpulan yang diperoleh lebih kuat secara teoritis dan perhitungan statistik.

Meta analisis banyak digunakan di bidang kedokteran, terutama untuk pengujian obat-obat baru. Eksperimen bisa menghasilkan data yang beragam jika berbeda tempat, waktu dan metode eksperimen, sehingga untuk menghasilkan kesimpulan yang akurat perlu adanya analisis big data tersebut. Meta analisis dapat digunakan dalam eksperimen saintis dan sosial. Meta analisis mampu mengintegrasikan data yang telah dilakukan eksperimen sebelumnya dan digabungkan dengan teori yang ada untuk memberikan referensi kepada masyarakat secara umum. Adanya revolusi industri 4.0 dan adanya big data dengan kecepatan data digunakan untuk prediksi masa depan. Melalui simulasi perlu adanya sistem pengambilan keputusan. 

Konsep meta analisis dibangun dari berbagai eksperimen kemudian menghasilkan banyak data dan ditarik kesimpulan. Ada beberapa metode pengolah data untuk menghasilkan kesimpulan. Eksperimen tunggal dengan data yang sedikit akan menghasilkan kesimpulan yang lemah, oleh karena itu diperlukan berbagai eksperimen untuk menghasilkan kesimpilan dan referensi yang kuat. 

Hal yang harus dilakukan pada saat melakukan meta analisis antara lain harus mengetahui tujuan secara spesifik. Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan (DPP AINI) Dr Anuraga Jayanegara, dalam sebuah seminar teknis tentang meta analisis di Surabaya, Juli 2019, mengemukakan contoh suatu industri mengembangkan feed additive maka hasilnya harus spesifik untuk ternak apa, dosis yang dianjurkan, cara pemberian dan tentu saja hasil yang spesifik ini tidak dapat dihasilkan melalui eksperimen tunggal. Langkah selanjutnya yaitu koleksi data dari berbagai eksperimen dan teori yang ada. Data dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti percobaan (trial), jurnal, sejarah produk suatu industri yang selanjutnya dievaluasi. Kualitas data semakin baikjika data semakin lengkap.

Data harus memiliki range, misalnya penggunaan metionin harus ada batas maksimum dan minimumnya, serta memiliki ambang normal. Langkah terakhir yaitu melakukan public presentation, dapat berupa penulisan pada jurnal maupun sebagai pembicara dalam sebuah konferensi mengenai pakan.

Gabungan Beberapa Data
Pada prinsipnya, meta analisis yang menggabungkan beberapa data eksperimen memiliki tiga macam metode, yaitu Hedges’d, respon rasio dan anova (original data). Metode Hedges’d biasanya digunakan secara umum, sedangkan metode respon rasio banyak digunakan di bidang kedokteran terutama untuk penemuan obat baru. Adapun metode anova, adalah metode yang paling sering digunakan di bidang peternakan. Metode anova yang digunakan yaitu mix model methology, random effect dan fixed effect. Contohnya, penelitian kandungan serat pakan dan kaitannya dengan aktivitas mengunyah pada sapi perah. Ada banyak data dari berbagai eksperimen yang bisa dijadikan bahan untuk analisis hal tersebut. Hasilnya beragam, ada yang naik, ada yang turun, adapula yang datar. Langkah selanjutnya adalah dimasukkan ke mix model, sehingga akan menghasilkan adjudgment. Tentu akan ada eror hasil dan yang berbeda-beda. Mix model membuat eror hasil yang berbeda-beda itu menjadi sama, sehingga menghasilkan hubungan antara kandungan serat pakan dan aktivitas mengunyah pada sapi perah, yang kemudian dari situ bisa ditarik kesimpulan dan rekomendasi.

Aplikasi meta analisis yang telah diterapkan di Indonesia misalnya adalah penggunaan bahan pakan berupa protein kasar pada kambing dan domba, sehingga masyarakat dapat mengetahui perbedaan penggunaan nutrient pakan pada domba ekor gemuk dan domba garut. Hal tersebut dapat membantu mengefisiensikan pemberian pakan.

Meta analisis juga bisa dimanfaatkan untuk menetapkan suatu standar pakan untuk komoditas ternak tertentu, dengan berbasis data berbagai hasil penelitian yang telah banyak dilakukan. Misalnya meta analisis diarahkan untuk menentukan dosis optimum suatu feed additive atau feed supplement. Perbandingan efektivitas pada feed additive dan feed supplement sejenis juga bisa dilakukan, sehingga acuan standar penerapan penggunaan feed additive/feed supplement benar-benar sesuai kebutuhan jenis ternak, umur dan habitatnya. Dengan demikian, meta analisis dapat dimanfaatkan untuk menentukan feeding standard atau kebutuhan nutrisi pakan suatu spesies atau bahkan strain ternak tertentu pada kondisi iklim tropis di Indonesia.

Kelebihan dari penerapan meta analisis ini adalah biayanya relatif kecil, karena hanya perlu memasukkan data berbagai eksperimen yang tersedia, kemudian data dianalisis oleh aplikasi yang digunakan, misalnya dengan metode anova. Hasil yang di keluarkan dapat menjadi referensi masyarakat secara umum dalam pemberian pakan bagi ternaknya. Namun ada juga kelemahan dari meta analisis ini, yakni memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan analisis data yang sangat banyak dalam bentuk big data. Untuk mewujudkan itu, perlu adanya langkah kolaboratif para peneliti di bidang pakan, sehingga manfaat meta analisis ini dapat terwujud secara nyata, antara lain dengan pembuatan standar baku pakan nasional untuk setiap jenis ternak tertentu yang berbeda dengan standar untuk jenis ternak bahkan spesies ternak lain. ***

Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

MENGURAI BENANG KUSUT SUPPLY CHAIN BAHAN PAKAN

FLPI-AINI-HITPI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Supply Chain Bahan Pakan Lokal Strategis untuk Ketahanan Pangan Nasional” di Fakultas Peternakan IPB Bogor, Senin (18/12).
Kegiatan FGD diawali dengan pemaparan materi dari tiga narasumber, antara lain Direktorat Pakan, Kementerian Pertanian yang diwakili oleh Eny Hastuti Wahyuningsih selaku Kepala Seksi Pengembangan Bahan Pakan, Direktorat Pakan, Ditjen PKH, yang  memaparkan tentang “Regulasi Pemerintah Terhadap Rantai Pasok Bahan Pakan Lokal Strategis” disertai dengan data-data pendukung. Narasumber kedua yakni Dr Suryahadi yang merupakan salah satu dosen di Fakultas Peternakan IPB, membahas materi mengenai “Strategi Jaminan Ketersediaan Bahan Pakan Lokal Strategis”.
Suasana FGD yang diselenggarakan FLPI-AINI-HITPI
di Fakultas Peternakan IPB Bogor, Senin (18/12).
Langkah strategis dalam menjamin ketersediaan bahan pakan lokal strategis antara lain, 1) Menjadikan pakan sebagai komoditas komersial melalui pemanfaatan lahan marginal, membuka peluang bagi petani, menciptakan harga yang kompetitif. 2) Penguatan atau pengembangan komponen SLP, yaitu sarana/prasarana, soft system, sumber daya pakan, pasar/depot logistik/bank pakan. 3) Memanfaatkan potensi yang tersedia. 4) Fungsionalisasi lumbung pakan. 5) Mengembangkan teknologi pakan hi-fer (hijau, awet, fermentasi, dalam kemasan komersial, praktis dan mudah diproduksi, serta menguntungkan petani/peternak sehingga dapat digunakan sebagai supply pakan sapi selama pengangkutan).
Memasuki narasumber ketiga, Dr Dedi Budiman Hakim, dosen Fakultas Ekonomi Manajemen yang  membahas tentang “Konsep Kebijakan Supply Chain Pakan Lokal Strategis dan Implikasinya”. Menurut Dedi, peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menjamin struktur supply chain bergerak cepat, time delivery dan efesiensi market.
“Sebagai salah satu contoh adalah rantai pasok jagung mengalami rantai yang sangat panjang, semakin panjang jalur yang dilalui maka harga semakin tinggi, sehingga diperlukan solusi bagaimana jagung dari petani dapat dengan mudah sampai kepada konsumen akhir,” kata Dedi. (ASI/RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer