-->

PENGEMBANGAN SUMBER HIJAUAN PAKAN UNGGUL DI INDONESIA

Hijauan pakan ternak (HPT) memiliki peranan sangat penting untuk keberhasilan produktivitas ternak ruminansia. (Foto: Dok. Infovet)

Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa wilayah di Indonesia sedang dilanda cuaca panas akibat dampak dari El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan menyatakan ada kemungkinan cuaca panas bisa berlanjut hingga awal 2024. Terjadinya kemarau panjang ini akan berdampak pada lahan hijauan sebagai penyedia pakan ternak. Padahal, hijauan pakan ternak (HPT) memiliki peranan penting untuk keberhasilan produktivitas ternak ruminansia.

Pasalnya, biaya produksi ternak ruminansia di Indonesia didominasi biaya pakan yang bisa mencapai 50-80%. Tingginya biaya pakan tersebut antara lain disebabkan oleh semakin langkanya sumber pakan utama ternak ruminansia dari padang penggembalaan alam. Sumber pakan seperti ini sebenarnya menyediakan pakan hijauan yang lebih murah, serta tenaga kerja dan pengelolaan yang lebih sedikit, karena ternak dapat secara langsung memanfaatkan pakan di alam bebas.

Dengan tantangan adanya keterbatasan sumber pakan dari lahan penggembalaan alam, maka pengembangan HPT merupakan salah satu upaya dalam mendukung pengembangan peternakan, yaitu melalui inovasi untuk meningkatkan produksi dan kualitas hijauan pakan.

Secara definisi menurut Reksohadiprodjo (1985), hijauan pakan ternak adalah semua bahan pakan yang digunakan sebagai sumber pakan ternak ruminansia berasal dari tanaman rumput dan leguminosa, dan forb, serta tanaman pohon baik yang belum dipotong maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar terdiri bagian vegetatif berupa daun dan sebagian batang, serta bagian generatif tanaman. Dan HPT inilah yang merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia, berfungsi tidak hanya sebagai pengisi lambung secara fisik, namun juga berfungsi sebagai sumber nutrisi, yaitu protein, energi, vitamin, mineral, dan fungsi herbal lainnya. Hijauan yang bernilai nutrisi tinggi memegang peranan penting karena dapat menyumbangkan nutrisi yang lebih ekonomis dan bermanfaat bagi ternak.

Dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya di Balai Senat UGM pada Agustus 2023, Dosen Fakultas Peternakan UGM, Prof Nafiatul Umami, menjelaskan bahwa berdasarkan tipe jalur fotosintesis rumput dapat dikelompokkan menjadi  dua kategori, yaitu rumput tropik dan rumput sub tropik. Rumput tropik adalah tanaman yang melakukan jalur fotosintesis tipe C4 yang memiliki produksi biomassa yang tinggi namun kualitas nutrien lebih rendah. Tanaman jalur C4 sebagai rumput untuk pakan antara lain rumput Bahia (Paspalum notatum), rumput Napier (Pennisetum purpureum), rumput Rhodes (Chloris gayana), rumput Brachiaria (Brachiaria decumben), rumput Ruzi (Brachiaria ruziziensis), rumput Setaria (Setaria sphacelata) dan lain-lain. Terdapat juga rumput yang digunakan sebagai rumput cover crop seperti rumput Bermuda (Cynodon dactylon), rumput Paspalum (Paspalum spp), rumput Zoysia (Zoysia spp). Dan yang introduksi terbaru adalah rumput Pennisetum purpureum cv Gama Umami, merupakan rumput yang dikembangkan oleh Fakultas Peternakan UGM, yang memiliki produksi  biomassa lebih tinggi dan kandungan gula mereduksi lebih tinggi.

Rumput-rumput tropik, terutama yang tumbuh di Indonesia adalah termasuk dalam kategori rumput yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah yang bersuhu tinggi dan curah hujan yang cukup. Namun kekurangannya adalah perbanyakan sebagian rumput hanya dapat dilakukan secara vegetatif karena tidak ada biji, bersifat reproduksi melalui apomiksis (reproduksi non-seksual pada tumbuhan yang menghasilkan biji), dan tingkat ploidi (himpunan kromosom) yang bervariasi dalam spesies.

Ketika dilakukan pengembangbiakan secara vegetatif, kelemahan rumput-rumput tersebut kurangnya variasi genetik, karena tanaman turunan yang dihasilkan memiliki materi genetik yang identik dengan induknya. Kurangnya variasi genetik dalam populasi tanaman dapat menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan terhadap serangan hama, penyakit, dan perubahan lingkungan, serta menghambat kemampuan dalam proses adaptasi tanaman. Karena kurangnya variasi genetik itu pulalah maka penemuan dan pengembangan varietas baru dengan sifat yang diinginkan juga menjadi lebih sulit.

Varietas rumput yang tahan terhadap penyakit atau memiliki kualitas nutrisi yang lebih baik, biasanya dihasilkan melalui persilangan dan rekombinasi genetik yang melibatkan variasi genetik yang berbeda. Kelemahan berikutnya adalah penyebaran penyakit dengan cepat dapat terjadi apabila tanaman induk yang digunakan terinfeksi penyakit atau hama, sehingga membuat tanaman turunan berpotensi terinfeksi; serta keterbatasan dalam produksi massal dapat terjadi karena perbanyakan secara vegetatif membutuhkan waktu lebih lama, dan upaya lebih intensif untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak.

Manakala pemuliaan suatu rumput tropis dilakukan melalui cara penyilangan, hal itu juga menyulitkan karena dalam spesies rumput tropik terdapat tingkat ploidi yang bervariasi. Karena kesulitan dalam menggunakan teknik pemuliaan konvensional dengan metode penyilangan, maka sangat diperlukan strategi khusus dan kombinasi beberapa metode pemuliaan.

Strategi Pengembangan HPT
Dalam hal pengembangan hijauan pakan ternak, hal penting yang mesti diperhatikan demi keberhasilan budi daya tanaman pakan (Umami, 2023) adalah harus memiliki daya produksi biomassa dan kemampuan regrowth yang tinggi, memiliki kandungan nutrien yang baik, adaptif pada kondisi lahan tertentu, dan memiliki palatabilitas yang baik pada ternak. Untuk mengembangkan tanaman pakan diperlukan inovasi pemuliaan yang dapat dilakukan melalui beberapa kombinasi metode pemuliaan, yakni penggunaan teknik kultur jaringan sebagai dasar breeding, mutasi genetik dengan pemanfaatan agen mutasi, transformasi genetik pada tanaman pakan, terobosan baru dengan genome editing, dan aplikasi manajemen budi daya untuk peningkatan produktivitas tanaman pakan unggul. Dalam hal ini, salah satu yang penting dilakukan untuk mempertahankan tanaman penghasil biomassa pakan adalah mampu dan tetap mempertahankan dalam fase vegetatifnya, sehingga plasma nutfah tanaman pakan unggul hasil pemuliaan akan berproduksi baik di Indonesia.

Seperti langkah pemuliaan yang dilakukan Fapet UGM dan Batan/Brin, telah dilakukan radiasi pada rumput Gajah (Pennisetum purpureum), sehingga dihasilkan kultivar baru dengan nama Pennisetum purpureum cv Gama Umami atau yang dikenal dengan rumput Gama Umami. Rumput unggul tersebut kini telah mendapatkan tanda daftar rumput hasil pemuliaan dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian RI dengan tanda daftar No. 889/PVHP/2020 pada 2021.

Nafiatul Umami menjelaskan, rumput unggul tersebut merupakan hasil dari radiasi sinar gamma yang dilakukan dengan penyinaran 100 Gy, dan memiliki kelebihan produksi biomassa hijauan dapat mencapai 50 kg/ m2, kandungan bulu sangat sedikit sehingga tidak gatal, daun halus dan tidak melukai ternak, serta kandungan gula mereduksi lebih tinggi dari tetuanya.

Mutasi dengan radiasi sinar gamma pada dasarnya adalah proses induksi mutasi pada organisme hidup dengan menggunakan sinar gamma sebagai agen mutagenik. Sinar gamma yang merupakan bentuk radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi, mampu menembus bahan padat. Radiasi sinar gamma bekerja dengan mengubah DNA dalam sel tanaman, yang dapat menghasilkan perubahan dalam materi genetik. Efek radiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan dalam karakteristik fenotip tanaman, seperti bentuk, warna, ukuran, atau sifat lainnya.

Metode pemuliaan dengan teknik radiasi  sinar gamma tersebut sebelumnya telah banyak dilakukan pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, dan tanaman pakan. Beberapa tanaman yang telah dimutasi di Indonesia antara lain sorgum (Sorghum sudanense), padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), dan kedelai. ***

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)
IG: @and4ng
Email: andang@ainionline.org

MERAUP UNTUNG DARI BERTANAM PAKAN HIJAUAN

Peluang usaha tanaman pakan hijauan terbilang besar. (Foto: Istimewa)

Meraup untung dari bisnis peternakan, tak melulu hanya dari produksi hasil ternaknya saja seperti daging, telur, susu dan lainnya. Keuntungan lain yang bisa diraih dari sektor ini juga bisa didapat dari usaha pakan hijauan atau rumput untuk ternak ruminansia.

Bahkan, peluang usaha komoditi ini terbilang besar, mengingat pelaku usahanya masih jarang. Salah satu indikator jarangnya pelaku usaha penyedia pakan ternak hijauan adalah para peternak skala besar masih banyak yang mencari rumput sendiri dengan cara ngarit di sekitaran kandang mereka.

Para peternak skala besar ini ngarit bukan karena mau irit. Tetapi pasokan pakan rumput dari para petani tidak bisa diandalkan tersedia setiap hari. “Pasokan rumput dari hasil tanam memang sangat tergantung masa panen. Rata-rata masa panen rumput gajah antara 40 sampai 50 hari,” tutur Asep Nurdin Soleh, petani rumput gajah dari Sukabumi, Jawa Barat, kepada Infovet.

Faktor lain yang kadang membuat pasokan kurang stabil dikarenakan kebutuhan dari para peternak cukup besar. Kebutuhan pasokan rumput bukan hanya untuk kepentingan ternak sapi perah dan pedaging. Menurut Asep, kebun binatang pun membutuhkan pasokan yang cukup besar dan harus rutin untuk hewan-hewan mereka.

Besarnya kebutuhan pasokan menjadi tanda peluang pasar usaha bertanam rumput sangat menjanjikan. Intinya, selama dunia peternakan sapi dan hewan ruminansia lain masih ada, usaha pakan hijauan akan terus menghasilkan. Dan inilah yang membuat Asep bersemangat menekuni usaha bertanam rumput gajah.

Mantan karyawan PT Green Global, industri peternakan sapi perah ini, sekarang sukses menjadi petani pakan hijauan ruminansia. Merintis dari nol sejak 2010, Asep kini sudah memiliki lahan sewa hingga 10 hektare lebih di Sukabumi. Bahkan, saat ini ia masih terus memperluas lahannya di tempat lain di Jawa Barat.

Kuasai Pasar Kebun Binatang
Kisah sukses Asep bermula saat dirinya masih menjadi karyawan industri peternakan. Pada 2010, beberapa petani rumput gajah yang semula menjadi mitra binaan perusahaan tempat ia bekerja kebingungan untuk menjual hasil panen rumputnya. Rupanya perusahaan sudah memutus kemitraan dengan para petani karena pihak perusahaan sudah menanam rumput sendiri untuk kebutuhan ternaknya. Alhasil, para petani mitra bingung tak tahu kemana akan menjaul hasil panen rumputnya.

“Saat itulah saya punya inisiatif untuk bantu para petani mencarikan pasar di perusahaan lain. Alhamdulillah ada beberapa perusahaan besar yang siap menampung hasil panennya,” ujar Asep.

Sembari bekerja, Asep mulai berpikir lebih serius menjadi pengusaha pakan hijauan. Lima tahun membina petani, akhirnya ia mengundurkan diri sebagai karyawan. Asep memilih untuk serius membuka usaha pakan hijauan.

Hanya dalam beberapa tahun, Asep menemukan jalannya untuk mengembangkan usaha tanam rumput gajah. Tak ada yang sulit bagi Asep untuk bertani rumput pakan ternak ini. “Yang namanya rumput asal ada lahannya bisa tumbuh di mana saja,” ucap dia.

Ada dua jenis rumput gajah yang ia tanam, yakni jenis Pak Chong dan Odot. Rumput gajah Pak Chong untuk pakan sapi, dengan tinggi tumbuh mencapai 3 meter. Sedangkan rumput gajah jenis Odot untuk pakan kambing atau domba dengan ukuran tumbuh antara 1- 1,5 meter pada masa panen.

Salah satu kelebihan bertani rumput gajah adalah cukup sekali tanam bibit, panennya bisa berkali-kali. Sejak ditanam, baru bisa dipanen pada umur 100 hari. Untuk panen kedua dan seterusnya bisa dilakukan pada umur 40-50 hari.

Untuk panen kedua dan seterusnya, Asep tak perlu menanam dari bibit lagi. akar rumput yang tersisa setelah panen pertama akan trubus atau tumbuh tunas lagi, begitu seterusnya. “Untuk pemberian pupuk cukup sekali dalam dua kali masa panen. Saya gunakan pupuk kandang, lebih murah,” katanya.

Harga rumput gajah di petani per kg dihargai Rp 200. Ditambah ongkos kirim dan lainnya, sampai di peternak bisa mencapai Rp 600-700 per kg. Menurut hitungan Asep, per hektare bisa menghasilkan keuntungan bersih rata-rata Rp 10 juta sekali panen. Saat ini luas lahan Asep mencapai 10 hektare lebih.

Selain rumput hasil panen, Asep juga menyediakan bibit rumput gajah. Untuk satu batang bibit berukuran dua titik mata, panjangnya sekitar 15 cm. Harganya per batang Rp 150, belum termasuk ongkos kirim. “Satu stek ditanam sekali bisa dipanen berkali-kali. Jarak tanam 50 cm antar bibit. Karena saat tumbuh akan terus bercabang akarnya dan tumbuh tunas baru,” ungkap Asep.

Tujuh tahun lebih menekuni usaha, Asep sudah memiliki jaringan pasar tetap yang mampu menampung hasil panennya. Kebun Binatang Taman Safari Sukabumi, peternak sapi perah Cimory dan beberapa peternak sekitar Bogor dan Depok, merupakan pelanggannya.

Tentang kandungan nutrisi antara rumput gajah hasil tanam dengan rumput liar, Asep menyebut beda. Kandungan nutrisi rumput liar lebih bagus untuk ternak. Sebab, jenis rumput liar sangat beragam sehingga nutrisinya sudah pasti lebih lengkap. Sedangkan rumput gajah hanya satu jenis nutrisi.

Hanya saja, keterbatasan ketersediaan rumput liar sering menjadi masalah bagi para peternak. “Kebun Binatang Ragunan butuh 3 ton rumput liar per hari, tapi tidak bisa saya sanggupi karena susah dapatnya. Biaya untuk tukang ngarit-nya juga besar,” ucapnya.

Sulit Andalkan Pasokan 
Meski ladang rumput cukup luas, namun untuk sebagian peternak, pasokan pakan hijauan ini tidak bisa diandalkan sepenuhnya. Banyaknya peternak yang membutuhkan pasokan rumput dan kendala transportasi, menjadikan hambatan untuk mendapatkan pasokan pakan hijauan secara rutin.

“Ternak itu butuh makan setiap hari. Sementara untuk mengandalkan pasokan dari petani rumput agak sulit. Satu-satunya jalan kami ngarit sendiri untuk memenuhi kebutuhan harian kandang, selain juga mendatangkan pasokan dari petani,” tutur Nurtantio, petrenak sapi perah dan pedaging di Depok, Jawa Barat.

Di kandang milik Nurtantio, saat ini terdapat 160 ekor sapi perah dan 10 ekor sapi pedaging sisa sediaan Hari Raya Idul Adha lalu. Peternakan ini merupakan salah satu pelanggan rumput gajah dari Asep. Hanya saja, untuk memenuhi kebutuhan rutin harian sapi-sapinya, para pekerja di kandang Nurtantio juga harus ngarit rumput di sekitaran Depok. “Selain rumput, saya juga berikan pakan tambahan ampas tahu dan konsentrat,” tambahnya kepada Infovet.

Nurtantio merupakan peternak cukup dikenal di kawasan Depok. Dokter hewan ini memiliki pelanggan sapi potong, khususnya saat Hari Raya Kurban. Per ekor sapi di kandangnya membutuhkan pakan setidaknya 20 kg rumput dan pakan lainnya per hari.

“Kalau beli dari petani memang praktis. Tapi risiko kalau mengandalkan pihak ketiga, kalau tidak datang rumputnya, produksi susu sapi perah kami bisa berantakan. Makanya saat ini full ngarit, kurang lebih 2 ton per hari,” kata dokter hewan ini.

Kebutuhan pakan hijauan akan makin banyak di saat jelang Hari Raya Idul Adha. Beberapa bulan sebelumnya, sudah masuk ratusan sapi potong yang akan dijual kembali. Di saat seperti ini, Nurtantio tak hanya bisa mengandalkan pasokan rumput ngarit dari sekitaran Depok. Ia juga mendapat pasokan dari para petani rumput, mulai dari Sukabumi, Bandung, hingga Cirebon. “Tergantung ketersediaannya saja, bisa jerami, jagung, rumput, karena tidak bisa pilih-pilih juga, karena tinggi kebutuhan saat kurban,” jelas dia.

Pakan Berkualitas, Ternak Sehat
Menyimak penjelasan di atas, potensi dan peluang pasar pakan hijauan di dalam negeri cukup besar. Seperti diketahui, hijauan pakan merupakan bagian dari tumbuhan selain akar dan biji yang layak dikonsumsi ternak, baik dalam keadaan segar maupun sudah diolah.

Kekurangan hijauan pakan untuk ternak ruminansia akibat musim kemarau, sangat memengaruhi performa pertumbuhan ternak. Hijauan pakan juga sangat berperan dalam turut menjaga kesehatan rumen dengan cara memelihara fungsi rumen melalui proses fermentasi.

Bagian tanaman yang bisa menjadi hijauan pakan antara lain daun, ranting, batang dan pelepah. Dengan demikian, hijauan pakan adalah produk yang dihasilkan dari tanaman pakan atau tumbuhan lain yang menghasilkan biomasa dan berklorofil yang dapat berfungsi sebagai hijauan pakan. Sehingga hijauan pakan dapat diperoleh dari semua tanaman pakan atau tanaman lain seperti jagung, sorgum, pelepah kelapa sawit, pelepah pisang, pelepah sagu dan lainnya.

Penyediaan hijauan pakan berkualitas tinggi setiap waktu dapat mengurangi biaya pemeliharaan, karena dapat mengurangi biaya penggunaan konsentrat, yang harganya terus meningkat.

Kesuksesan peternak dalam menyajikan hijauan pakan berkualitas tinggi seperti legum akan menambah efisiensi produksi ternak. Sebab, selain biayanya murah juga nilai nutrisinya tinggi, yang memungkinkan pertumbuhan komparatif dengan pemberian ransum berbasis konsentrat.

Peran hijauan pakan lainnya bagi ternak ruminansia adalah meningkatkan mutu dan keamanan produk ternak yang mengonsumsi hijauan pakan. Ketersediaan hijauan pakan juga terbukti dapat mempertahankan stabilitas usaha ternak ruminansia di beberapa perusahaan ternak sapi perah maupun pedaging. (AK)

MEMANFAATKAN HAY UNTUK PAKAN RUMINANSIA

Tujuan pembuatan hay adalah untuk memanen hijauan pada umur optimum, yakni pada saat hijauan menjelang berbunga agar dapat diperoleh nutrisi optimal. (Sumbe: Istimewa)

Hijauan kering atau hay merupakan hijauan pakan yang pada umumnya berasal dari rerumputan atau kekacangan yang sengaja dikeringkan untuk cadangan pakan ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba. Hijauan yang akan dijadikan hay dipotong pada saat sebelum berbunga, sehingga kandungan nutrisinya masih tinggi.

Hijauan yang telah dipotong segera dikeringkan hingga kadar airnya turun 10-20%. Semakin rendah kadar air, semakin baik pula kualitas hay yang dihasilkan, karena dengan kadar air yang rendah, tidak terjadi lagi respirasi, fermentasi dan tumbuhnya jamur, sehingga hijauan kering menjadi tahan lama dan dapat disimpan dengan tanpa perubahan nyata nilai nutrisinya.

Hijauan segar yang dapat digunakan untuk bahan hay antara lain rumput, tanaman bebijian (serealia), biji-bijian (kekacangan), hasil sisa tanaman pertanian maupun perkebunan. Syarat hijauan yang dapat dibuat hay yakni berasal dari tanaman yang belum terlalu tua, karena kandungan karbohidrat mudah larutnya masih tinggi dan kandungan protein sedang sampai tinggi, serta tidak banyak tercampur dengan hijuan yang tidak dikehendaki.

Tujuan pembuatan hay adalah untuk memanen hijauan pada umur optimum, yakni pada saat hijauan menjelang berbunga agar dapat diperoleh nutrisi optimal, memanen hijauan pakan yang melimpah untuk persediaan pakan pada saat musim paceklik pakan dan mengawetkan hijauan dengan cara menurunkan kadar airnya. Pada ternak ruminansia, hay digunakan sebagai pakan penting untuk sumber energi (jika hay berasal dari rerumputan) dan sumber protein (jika hay berasal dari tanaman bebijian).

Hay berkualitas baik rata-rata mengandung serat kasar antara 25-35% dan total digestible nutrients (TDN) antara 45-55%. Berdasarkan kualitasnya, hay secara umum dibagi menjadi tiga kategori, yakni hay kelas I dengan kandungan protein tidak kurang dari 19% dan serat kasarnya tidak lebih dari 22%, kemudian hay kelas II dengan kandungan protein tidak kurang dari 17% dan serat kasar tidak lebih dari 25%, serta hay kelas III yang kandungan proteinnya 15% dengan kandungan serat kasar tidak lebih dari 28%.

Menurut Ristianto (2015), kualitas hay ditentukan antara lain oleh umur pemotongan hijauan, keadaan daun (rasio antara batang dan daun), warna hay, tingkat kelembutan hay dan banyak atau sedikitnya kotoran atau gulma maupun benda asing dalam hay. Kotoran yang dimaksud adalah benda lain yang tidak dikehendaki, seperti tanaman gulma, bonggol, batang atau benda lain yang berpotensi menurunkan kualitas hay.

Adapun warna hay yang pucat menunjukkan penurunan kualitas hay karena hal itu menunjukkan terjadinya kerusakan provitamin A, yang disebabkan oleh paparan sinar matahari yang terlalu lama. Oleh karena itu, sebaiknya segera setelah cukup masa pengeringan, segera dimasukkan ke gudang untuk menghindari kerusakan. Hay yang berkualitas baik adalah yang beraroma khas menyegarkan, tidak berbau apek atau menyengat. Jika hay berbau apek, berarti telah terjadi penjamuran akibat kadar air bahan hijauan yang masih tinggi pada saat penyimpananan.

Pengaruh Panas Berlebihan Terhadap Warna dan Kehilangan Nutrisi
Parameter
Suhu (°C)
Warna
Bau
Kehilangan MP
Kehilangan DP
Normal
50
Normal
Normal
-
-
Fermentasi>
50-60
Gelap
Menusuk
5-10
10-30
Fermentasi>>
60-70
Cokelat
Sangat menusuk
10-30
30-80
Over heating
>75
Hitam
Terbakar
30-60
80-100
Sumber: Watson (2009) dalam Utomo (2015).
Ket: MP (Martabat Pati), DP (Digestible Protein)

Bahan Tambahan Hay
Salah satu tantangan pembuatan hay di daerah tropis seperti di Indonesia adalah kadar airnya yang sering kali tidak dapat dicapai sesuai standar penyimpanan. Solusi untuk mengatasinya adalah perlu digunakan bahan pengawet untuk mencegah terjadinya pembusukan sekaligus mempersingkat waktu pengeringan di lahan akibat cuaca yang tidak menentu. Bahan pengawet hay yang umum digunakan antara lain bahan pengering, asam organik, garam asam, garam, anhydrous ammonia, urea, produk fermentasi, inokulan bakteri anaerob dan inokulan bakteri aerob.

Untuk pengawet dengan menggunakan garam, umum dipakai terutama pada hay berkadar air tinggi untuk meningkatkan palatabilitasnya. Penggunaan garam lebih berfungsi sebagai penghambat berkembang biaknya mikroorganisme yang tidak diinginkan, menghambat pertumbuhan jamur, sekaligus meningkatkan aroma, mempertahankan warna dan menaikkan palatabilitas hay berkualitas rendah. Perlakuannya yakni dengan penambahan garam atau sodium klorida sebanyak 10 kg/1 ton hay baru, dengan tujuan agar tidak berjamur dan menghindari heating atau pemanasan (Utomo, 2015).

Adapun penambahan bahan urea pada hay dimaksudkan untuk sumber amonia yang dihasilkan dari aktivitas urease di dalam hay. Urea yang ditambahkan umumnya 3% dosis yang kemudian di dalam hay akan diubah menjadi amonia oleh bakteri. Dosis yang lebih besar 5-7% bisa dilakukan selama proses pencetakan atau pengempesan hay dalam kadar air hingga 30%. Pemberian urea pada hay harus ditutup rapat dengan terpal plastik atau bahan lain yang kedap udara, sesegera mungkin setelah perlakuan.

Penyimpanan
Hay dapat bertahan hingga tiga tahun jika penyimpanannya dilakukan dengan baik dan benar. Adapun cara yang tepat dalam menyimpan hay adalah dalam kondisi kadar air 18-22%. Namun jika ingin hay tidak mengalami banyak perubahan selama proses penyimpanan dalam beberapa tahun, simpanlah hay pada kadar air 12-15%.

Terdapat beberapa metode penyimpanan hay, yakni disimpan dengan kondisi terurai dengan kadar air 25%, disimpan dalam bentuk gulungan dengan anjuran kadar air 20-22% dan penyimpanan dengan kondisi tercincang dengan kadar air 18-22%. Selain itu, hay bisa juga disimpan dalam bentuk balok atau kubus dengan kadar air antara 16-17%, namun bisa juga dalam kondisi kadar air 25% asal balok dibuat dalam ukuran besar.

Rekomendasi Kadar Air (%) untuk Penyimpanan Hay yang Digulung
Jenis Gulungan
Kadar Air
Balok segi empat kecil
16-18
Hay gulung (pusat lunak)
14-16
Hay gulung (pusat keras)
13-15
Balok besar persegi panjang
12-14
Hay untuk ekspor
<12
Sumber: Mickan (2009) dalam Utomo (2015).

Pemberian pakan hay pada ternak tergantung dari cara hay disimpan. Untuk hay berbentuk kubus dan tercincang misalnya, diberikan di kandang secara manual dengan cara disajikan dalam tempat pakan yang telah tersedia di kandang. Untuk hay berbentuk gulungan, perlu diurai terlebih dahulu di tempat terbuka sebelum diberikan pada ternak. Pemberian pakan dari hay sebaiknya dilakukan secara bertahap, sedikit-demi-sedikit agar ternak bisa menyesuaikan diri dan terbiasa dengan pakan tersebut. ***

Andang S. Indartono,
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer