Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini peternakan ayam | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KIAT MENJAGA KESEHATAN UNGGAS

Perbaiki keseluruhan manajemen pemeliharaan untuk menangkal penyakit. (Foto: Istimewa)

• Faktor manajemen dalam peternakan yang tidak mendapat perbaikan dapat menjadi pemicu berulangnya penyakit dalam suatu populasi ayam di kandang.

• Pelaksanaan manajemen pemeliharaan yang baik dan tepat sangat diperlukan untuk mendukung program kesehatan dalam peternakan unggas.

• Kesehatan saluran pencernaan mempunyai peran penting sebagai pertahanan tubuh dan penopang produksi pada ayam.

Peribahasa “Kaset kusut lagu lama”, seakan sangat relevan dengan tantangan penyakit dalam budi daya ayam ras. Dimana tren kasus penyakit di lapangan hampir selalu sama dari waktu ke waktu. Ada kemungkinan ke depannya pun daftar laporan penyakit cenderung sama.

Hal tersebut diamini oleh Chief Operating Officer (COO) dan Co-Founder BroilerX, Pramudya Rizki Ruandhito, dalam sebuah seminar daring soal kasus dan proyeksi penyakit unggas, pada Desember lalu.

Dalam pemaparannya ia menjelaskan bahwa secara umum di tahun 2023 penyakit pada ayam ras broiler maupun layer relatif sama dengan pola penyakit yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Fenomena tersebut terjadi akibat cara pemeliharaan yang masih memerlukan perbaikan. Ke depan, jika perbaikan tidak dilakukan, bukan hanya kasus penyakit yang terus berulang, namun tingkat keparahannya maupun jenis penyakit bisa bertambah di masa mendatang.

“Faktor manajemen dalam peternakan itu sendiri yang dapat menjadi pemicu berulangnya penyakit dalam suatu kandang. Bagaimana peternak menjaga kebersihan dan sirkulasi udara di dalam kandang. Kemudian ketersediaan serta kualitas air dan pakan juga harus menjadi perhatian. Belum lagi terkait manajemen perkandangan, biosekuriti, serta vaksinasi juga menjadi hal yang krusial,” kata Rizki.

Terkait sistem perkandangan, ia melihat bahwa jumlah kasus penyakit di lapangan lebih banyak terjadi pada sistem open house. Walaupun tidak menjadi jaminan bahwa sistem closed house akan selalu membuat ayam sehat. Seperti halnya heat stress, ND, koksidiosis, coryza, chronic respiratory diseases (CRD), serta berbagai kasus penyakit yang dipicu oleh perubahan lingkungan yang terjadi secara drastis.

“Seperti pada 2023, dimana fenomena El-Nino membuat suhu lingkungan lebih panas sehingga banyak ditemukan kasus heat stress di lapangan, terutama pada kandang open house. Secara umum, heat stress akan menimbulkan wet drop, karena ketika suhu panas terjadi, ayam akan terpacu untuk minum lebih banyak. Nah, untuk penyakit selanjutnya yang mungkin muncul tergantung pada challenge yang ada di kandang masing-masing,” jelasnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut dia, yang jelas harus mengatasi sumber panas dengan menyediakan lingkungan kandang yang ideal, serta manajemen perkandangan dan uniformity yang tepat. Dalam pemeliharaan sistem closed house akan lebih mudah diatur. Namun tantangan lebih besar ketika panas adalah pada pemeliharaan sistem open house, sehingga penanganannya harus lebih ekstra. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah pemberian suplemen untuk menekan tingkat stres pada ayam, seperti vitamin C dan elektrolit.

Dalam konteks menjaga kesehatan ayam ras, pada kesempatan yang sama Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB, Prof Dr I Wayan T. Wibawan, menjelaskan bahwa kesehatan saluran pencernaan mempunyai peran penting sebagai pertahanan tubuh dan penopang produksi pada ayam. Menurutnya, saluran pencernaan merupakan tempat terjadinya proses pencernaan pakan dan penyerapan nutrien, barier pertama terhadap infeksi, serta di sepanjang usus halus ada mekanisme kekebalan yang sangat penting dalam penolakan infeksi seperti sel Goblet, daun Peyer, dan peristaltik.

“Untuk menjaga kesehatan saluran cerna, mikroba dalam usus harus seimbang, yakni mikroorganisme baik (85%) dan mikroorganisme berpotensi patogen (15%). Untuk itu, pemberian pakan yang berkualitas sesuai kebutuhan ayam menjadi fondasi kesehatan dan performa produksi. Dalam hal ini, pakan mempunyai pengaruh besar terhadap kebugaran dan kesehatan ayam, sehingga penting untuk memperhatikan kualitas pakan di setiap level peternakan. Hal ini juga harus ditunjang dengan manajemen kesehatan yang baik, termasuk di dalamnya vaksinasi dan biosekuriti yang tepat” tukasnya.

Penyakit Cenderung Berulang, Perbaiki Manajemen Pemeliharaan 
Salah satu aspek krusial dalam pemeliharaan ayam ras adalah bagaimana peternak mempersiapkan manajemen kesehatan ayamnya. Secara umum status kesehatan ayam dipengaruhi beberapa hal, seperti kondisi umum ayam, lingkungan, hingga tantangan penyakit.

“Secara umum di tahun kemarin penyakit pada unggas relatif sama dengan pola penyakit yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada broiler kasus CRD, kolibasilosis, dan coryza masih menjadi penyakit bakterial yang banyak dijumpai di lapangan. Sedangkan untuk penyakit viralnya masih didominasi infectious bursal disease (IBD)/gumboro dan newcastle disease (ND), serta koksidiosis akibat pengaruh lingkungan yang memanas (El-Nino) sehingga menyebabkan heat stress. Hal ini tentu membutuhkan treatment ekstra agar tidak menjadi faktor pemicu kasus-kasus penyakit lainnya,” kata Rizki.

Sementara pada peternakan layer, kasus yang sama seperti CRD, kolibasilosis, dan coryza juga kerap dijumpai, selain penyakit viral di antaranya avian influenza (AI) dan infectious laryngo tracheitis (ILT). Adapun penyakit lainnya yang tidak bisa dianggap enteng adalah parasit seperti koksidiosis, ektoparasit, dan cacing.

“Beberapa penyakit ini sering terjadi di kandang internal kami. Walaupun biasanya berbagai obat dan penanganan juga telah diberikan, namun penyakit ini masih menjadi momok bagi para peternak, sehingga perlu adanya evaluasi dan perbaikan dari keseluruhan manajemen pemeliharaan. Selain itu, lakukan juga tindakan preventif seperti vaksinasi, sanitasi, biosekuriti, hingga istirahat kandang yang cukup,” ucap dia.

Program istirahat kandang masih sering diabaikan peternak dengan alasan efisiensi produksi. Biasanya mereka mengejar delapan kali siklus produksi dalam satu tahun, sehingga istirahat kandang sering ditinggalkan. Padahal, istirahat kandang menjadi program yang sangat berguna untuk memutus mata rantai kasus penyakit dalam kandang.

“Secara periodik, monitoring kesehatan dengan uji laboratorium juga diperlukan. Oleh karena itu perlu adanya edukasi ke peternak mengenai penyakit unggas beserta pencegahan dan penanganannya. Karena bagaimanapun, indikator kualitas SDM turut berpengaruh terhadap keberhasilan program kesehatan dalam kandang,” tegasnya.

“Terakhir, untuk menunjang program kesehatan perlu menggunakan teknologi tepat guna untuk mampu mendeteksi penyakit. Saat ini kami di BroilerX sedang mengembangkan teknologi yang bisa mendeteksi penyakit lebih dini, sehingga bisa dicegah dan tidak semakin parah.” (INF)

BASMI KEBERADAAN LALAT DI PETERNAKAN

Banyak lalat hinggap di tempat pakan ternak. (Foto: Istimewa)

Hewan dari filum arthropoda ini memang sudah seperti menjadi bagian sehari-hari dalam hidup. Hampir di tiap tempat pasti bakal mudah menemukan keberadaan lalat. Serangga yang bisa terbang ini dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif.

Begitu pula dalam dunia peternakan, lalat merupakan musuh yang juga harus dibasmi. Ledakan populasi lalat di suatu peternakan dapat menambah daftar panjang masalah yang harus diselesaikan.

Berbagai Jenis, Beragam Ancaman
Menurut Prof Rosichon Ubaidillah, seorang ahli serangga LIPI, ada sekitar 240.000 spesies diptera (serangga dua sayap) dan secara umum dikenal sebagai lalat/fly termasuk simulium. Berdasarkan penemuannya, lalat sudah hidup sekitar 225 juta tahun yang lalu.

“Keberadaan lalat ini sudah lama ada, coba bayangkan sejak zaman dinosaurus mereka sudah ada, dan yang jelas beberapa jenis lalat secara langsung dan tidak langsung juga memengaruhi kehidupan kita secara ekologi, medis, bahkan sampai ekonomis,” kata Rosichon.

Ia menjelaskan, beberapa spesies lalat bersifat parasit dan merugikan manusia termasuk di dunia peternakan. Oleh karena itu, perlu diwaspadai keberadaan lalat di suatu peternakan apapun. Hal ini dikarenakan tiap spesies alat memiliki inang yang berbeda-beda.

Hal tersebut juga diamini oleh staf pengajar parasitologi FKH IPB, Prof Upik Kesumawati. Di dunia peternakan, baik hewan besar maupun kecil keberadaan lalat adalah masalah yang harus dikendalikan. Ia memberi contoh pada hewan besar misalnya lalat spesies Tabanus, Stomoxys, Haematopota, dan Chrysops.

“Mereka itu lalat yang biasa ditemukan pada hewan besar, mereka mengisap darah dan memberikan dampak medis yang besar bagi penyebaran penyakit (vektor) surra. Makanya harus dibasmi dan dikendalikan, tidak boleh dibiarkan, kalau dibiarkan akan jadi kerugian ekonomi yang tidak sedikit,” kata Upik.

Hingga saat ini menurut Upik, Indonesia masih struggle dalam mengendalikan penyakit surra pada sapi yang diperantarai oleh vektor lalat dari keluarga Tabanidae. Ia memberi contoh misalnya kerugian akibat penyakit surra di benua Asia mencapai $ 1,3 miliar pada 1998, hal ini belum termasuk biaya pengendalian vektornya.

Di peternakan unggas Jenis lalat yang sering dijumpai antara lain lalat rumah (Musca domestica), lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah (Ophyra aenescens), lalat tentara (soldier flies), dan lalat hitam (Simulium sp.). Lalat tersebut sering ditemukan di sekitar tempat pakan, litter, area sekitar feses, kolong kandang, selokan air, maupun bangkai ayam. Banyaknya populasi lalat tersebut tentu akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan kandang dan masyarakat sekitar.

Memiliki Arti Penting
Mengapa lalat menjadi penting? Karena serangga bersayap dua ini dapat menjadi vektor penyakit. Seperti yang sudah sebutkan, penyakit surra pada ruminansia dan hewan besar ditularkan juga melalui lalat. Lalat dapat berperan sebagai vektor mekanis maupun vektor biologis. Sebagai vektor mekanis, lalat hanya membawa bibit penyakit tersebut dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan sebagai vektor biologis, bibit penyakit masuk ke tubuh lalat ketika lalat menggigit atau hinggap di ayam. Bibit penyakit kemudian berkembang di tubuh lalat dan menular ke ayam lain.

Menurut Drh Christina Lilis dari PT Medion, lalat dapat berperan sebagai vektor penyakit AI, ND, gumboro, histomoniasis, leucocytozoonosis, dan necrotic enteritis (NE). Larva dan lalat dewasa juga menjadi inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat dewasa sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terinfestasi cacing pita.

Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri. Tak jarang lalat ditemukan sedang hinggap di ransum ayam. Tak heran jika kasus penyakit ayam rata-rata meningkat 10% dibandingkan musim kemarau, salah satunya karena peran lingkungan yang lembap sehingga bibit penyakit meningkat dan peran lalat sebagai vektor penyakit.

“Kalau sudah begini dan sudah tahu bahwa penyakit-penyakit bisa diperantarai oleh lalat, apa iya kita masih mau diam? Kan ini juga mengancam peternakan kita dan memang butuh dikendalikan,” tutur Lilis.

Beragam literarur juga menyebutkan bahwa keberadaan lalat dapat menjadi pemicu stres di kandang. Hal ini akan berakibat pada turunnya nafsu makan dan asupan nutrisi berkurang. Sehingga pakan banyak tersisa dan FCR (feed convertion ratio) meningkat. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada pertambahan bobot badan harian ayam yang terhambat.

Upaya Mengendalikan
Dalam mengendalikan populasi lalat perlu dipahami siklus hidupnya terlebih dahulu agar mempermudah dalam mengendalikannya. Dalam waktu 3-4 hari seekor lalat betina mampu menghasilkan rata-rata 500 butir telur.

Yang dapat dilakukan pertama kali adalah mengontrol manajemen pemeliharaan, sebab lalat sangat suka hinggap terutama di feses, maka feses dan sisa pakan harus dibersihkan setidaknya seminggu sekali. Usahakan agar pemberian pakan dan air minum rapi tidak tumpah dan menjadi tempat hinggap lalat.

Selain itu, lakukan pengontrolan kandang secara berkala, apabila terdapat ayam yang mati segera kumpulkan dan buang, atau langsung dibakar. Hal ini agar bangkai ayam tidak dihinggapi lalat karena bangkai juga menjadi salah satu spot favorit bagi para lalat.

Pengendalian lalat juga bisa dilakukan dengan peasangan light trap di kandang, yang merupakan perangkap mekanik untuk memancing lalat agar mendekat. Serangga sangat suka dengan cahaya terang, dengan adanya light trap lalat akan terperangkap dan terbunuh karena aliran listriknya.

Insektisida juga sering menjadi pilihan peternak dalam mengatasi lalat. Yang perlu dipahami, penggunaan insektisida bukan menjadi core dan pilihan utama dari pengendalian lalat, tetapi merupakan senjata pamungkas. Oleh karenanya, peternak tidak bisa menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat saja, namun teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat. Banyak pilihan insektisida yang bisa digunakan dalam membunuh lalat dari berbagai fase, hal tersebut bisa dikonsultasikan dengan dokter hewan.

Pengendalian lalat penting dilakukan meskipun lalat bukan penyebab penyakit, namun lalat dalam jumlah berlebihan akan menjadi penyebar dan pemicu penyakit. Selain itu akan memicu masalah antara peternak dengan lingkungan sekitar. Peternakan ayam dituding sebagai biang munculnya banyak lalat. Lalat dewasa yang berterbangan di dalam kandang lebih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan telur, larva, dan pupa yang sesungguhnya jauh lebih banyak. Oleh karena itu, pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi sebuah langkah yang bagus dalam membasmi keberadaan lalat. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

LALAT SERBU RUMAH WARGA, PETERNAKAN AYAM DIDUGA MENJADI PENYEBAB

Lalat Berkerumun di Sekitar Pemukiman Warga
(Sumber : Istimewa)

Pemandangan tidak biasa terlihat di pemukiman warga di Lembang Pata'padang pada, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, sejak (22/4). Ratusan lalat tiba-tiba menyelimuti daerah tersebut bahkan masuk ke rumah warga. Serangan lalat tersebut memenuhi rumah warga, mulai di teras, ruang tamu, kamar, hingga ruang makan dan dapur.

Warga menduga bahwa serangan lalat pemukiman warga tersebut berasal dari peternakan ayam potong. Hal ini dibantah Kepala Lembang Pata'padang, Matius Allokaraeng. Ia mengatakan bahwa di wilayahnya tidak ada peternakan ayam.

"Di sini tidak ada. Mungkin lokasinya sekitar perbatasan Lembang Pata'padang dan Lembang Tallung Penanian, masih masuk Kecamatan Sanggalangi. "Kalau di Lembang kami, tidak ada peternakan ayam (potong)," tuturnya.

Ia juga mengaku sudah mendapatkan laporan terkait serangan lalat tersebut.

"Sudah dapat informasi dari masyarakat di Dusun Buntualang bahwa banyak kerumunan lalat di rumah warga. Kami sudah sampaikan ke Dinas Pemukiman dan Lingkungan Hidup, Kepala Puskesmas Tombang Kalua, dan dokter Peternakan di Toraja Utara," jelasnya.

Ia berharap masalah ini cepat dapat diatasi dan kondisi kembali normal.

"Semoga kembali normal, dan ada bantuan maupun tindakan dari dinas terkait, dan menyelidiki apakah benar serbuan lalat tersebut dari peternakan," tutupnya. (INF)


SLUDGE BIOGAS, NILAI TAMBAH USAHA PETERNAKAN AYAM

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur kayu yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. (Foto: Istimewa)

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur kayu yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia. Nutrisi utama yang terkandung di dalam jamur ini beragam, di antaranya karbohidrat (selulosa, hemiselulosa dan lignin), protein, lemak, mineral, dan vitamin.

Jamur tiram putih termasuk dalam komoditas pangan, dengan kandungan protein tinggi yang aman untuk dikonsumsi dan tidak beracun. Selain aman, jelasnya jamur tiram merupakan salah satu bahan makanan yang bernutrisi tinggi. Komposisi dan kandungan nutrisi lainnya antara lain bahan organik, lemak, dan serat kasar.

Di laman resmi Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM), mengungkap hasil penelitian Suwito (2006), menyatakan bahwa manfaat yang dimiliki jamur tiram putih adalah sebagai antibakteri dan antitumor. Itu sebabnya jamur tiram putih banyak dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai macam penyakit, mulai dari diabetes, lever, dan lainnya.

Proses tanam jamur tiram putih selama ini umumnya para petani hanya menggunakan media tanam berupa serbuk kayu dan serbuk kulit kelapa yang dicampur dengan pupuk. Ada juga petani jamur yang memanfaatkan pupuk kandang sebagai campuran.

Kotoran unggas, terutama ayam, kini bukan sekadar menjadi pupuk tambahan. Setelah melalui proses tertentu, limbah unggas bisa dimanfaatkan sebagai media tanam jamur tiram putih. Limbah unggas ini menjadi alternatif media tanam bagi jamur tiram. Hasilnya, jamur tiram putih tumbuh jauh lebih berkualitas dibanding menggunakan media tanam biasanya berupa serbuk kayu.

Pengolahan kotoran unggas sebagai media tanam ini sudah dilakukan melalui penelitian di Fakultas Peternakan UGM beberapa tahun lalu. Para peneliti kampus ini melakukan terobosan mengubah limbah unggas atau sludge biogas dari kotoran ayam menjadi media tanam bagi jamur tiram putih berkualitas.

Adalah Prof Dr Ambar Pertiwiningrum dari Departemen Teknologi Hasil Ternak Fapet UGM yang melakukan penelitian ini. “Kami sudah lama melakukan penelitian tentang pengolahan lain dari limbah untuk dapat menghasilkan nilai tambah bagi para petani, khusunya petani jamur,” ujarnya kepada Infovet.

Tinggi Protein
Jamur tiram putih menjadi pilihan dalam penelitian ini, mengingat tingkat konsumsi jamur di dalam negeri jumlahnya cukup besar. Hasil olahan jamur tiram putih tergolong jenis sayuran yang digemari masyarakat. Kini hasil olahannya juga makin bervariasi, bukan hanya dijadikan sayur untuk lauk, tetapi juga diolah menjadi olahan kering sebagai camilan.

Menurut Ambar, kandungan gizi jamur tiram putih cukup tinggi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, protein pada jamur tiram setiap 100 gram kandungan sebesar 27% atau lebih tinggi dibanding protein pada kedelai tempe sebesar 18,3% setiap 100 gram. “Serat jamur sangat baik untuk pencernaan, kandungan seratnya mencapai 7,4-24,6% sehingga cocok untuk tubuh,” ungkapnya.

Maka itu, perlu memperoleh komposisi yang baik untuk dapat menggantikan bahan penyusun media jamur, yang selama ini digunakan para petani yakni bekatul. Menurut Ambar, limbah kandang ayam ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan penyusun media jamur, pengganti dedak yang harganya cukup mahal dan berkompetisi untuk pakan ternak.

Temuan lain dari hasil penelitian yang dilakukan Ambar, kualitas media jamur tiram putih dengan penggunaan sludge biogas 100% bisa menjadikan hasil yang terbaik. Sebab meningkatkan kadar C-organik, kadar Nitrogen (N), kadar P (P2O5), dan kadar K (K2O). Artinya, limbah unggas kini tidak lagi menjadi sampah, tetapi justru dapat meningkatkan kesehatan dan perekonomian masyarakat.

Perlu Perlakuan Khusus 
Untuk memanfaatkan limbah ternak unggas menjadi media tanam jamur tiram putih, tidak serta merta digunakan layaknya para petani menggunakannya sebagai pupuk kandang selama ini. Ada perlakuan khusus atau proses yang dilalui agar menghasilkan media tanam dan hasil panen jamur yang bagus.

Peneliti senior ini menjelaskan, sludge ekskreta ayam yang keluar dari bak penampungan dikeringkan terlebih dahulu selama 2-3 hari hingga teksturnya menyerupai tanah dengan kadar air sekitar 10%.

Saat penelitian dilakukan, sludge ekskreta ayam yang telah kering diambil sekitar 4.000 g, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin grinder. Sludge ekskreta ayam yang telah halus dibungkus dengan kertas koran lalu dioven dalam suhu 55° C selama 3-5 hari, kemudian dipindahkan ke tempat untuk selanjutnya disterilisasi pada suhu 121° C dengan tekanan 15 psi.

Selain membuat media jamur sebagai substitusi dedak oleh limbah biogas kotoran ayam, Ambar juga menggunakan limbah cangkang telur yang dapat digunakan sebagai pengganti kapur yang lebih ramah lingkungan.

Dalam penggunaannya pada media tanam, menurut Ambar, komposisi limbah unggas dapat dilakukan tanpa penambahan dedak maupun dilakukan dengan penambahan bahan lain. “Keduanya memang berperan sebagai sumber protein pada jamur tiram pada media tanam jamur,” jelasnya.

Ia menambahkan, selama ini sludge sebagai luaran dari hasil proses pembuatan biogas masih sangat minim pemanfaatannya. Bahkan hanya menjadi tumpukan limbah buangan biogas di dekat digester, tanpa makna dan bernilai.

“Umumnya sludge digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman di lahan pekarangan atau area pertanian skala kecil. Kini, dengan pemanfaatan sludge biogas sebagai bahan substitusi dedak pada media jamur tiram putih, dapat meningkatkan nilai guna dari sludge yang dihasilkan dan nilai tambah bagi pengembangan produk jamur tiram putih. Artinya, sludge biogas kini punya value added,” kata Ambar.

Indonesia memiliki potensi sludge biogas melimpah yang dapat diolah optimal dan lebih bermanfaat dalam meningkatkan kesehatan, perekonomian masyarakat, serta pelestarian lingkungan.

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terutama kecukupan gizi protein hewani dan juga sumber pendapatan masyarakat pedesaan. Inilah terobosan mengubah limbah menjadi bermanfaat dan bernilai.

Murah Biaya Tanam
Penggunaan sludge biogas sebagai media tanam jamur tiram putih ini memiliki nilai ekonomi yang lebih menguntungkan, jika diterapkan oleh para petani jamur. Nilai ekonomi yang dapat dihitung jika hanya dengan memanfaatkan limbah unggas ini hanya mampu mensubstitusi peran dedak sebesar 15% pada setiap media.

Jika diasumsikan harga dedak Rp 8.000/kg, maka hanya dapat dimanfaatkan hanya dalam 6-7 media dan dalam satu kali produksi, biasanya para petani jamur akan memproduksi minimalnya 500 baglog (media tanam jamur).

Menurut Ambar, jika dihitung nilai ekonominya, total biaya yang dapat dihemat jika menggunakan limbah unggas untuk pengganti dedak, maka 500 baglog dapat menghemat biaya dedak sebesar Rp 600 ribuan. “Dengan catatan 1 kilogram dedak dapat digunakan pada 6 baglog dalam berat 1 kg pada masing-masing baglog,” ujarnya.

Sedikit membedah faedah limbah unggas. Selama ini, publik umumnya mengenal kotoran ayam merupakan bahan baku penting dalam pembuatan kompos jamur dan komposter karena merupakan sumber nitrogen terbesar. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kualitas tetap konsisten dan setinggi mungkin. Namun kualitas kotoran ayam tidak begitu penting bagi peternak, baginya hanya merupakan limbah.

Mayoritas komposter menggunakan kotoran ayam kering. Jenis yang paling cocok adalah pupuk kandang dari ayam pedaging. Ini mengandung persentase kotoran yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan lain seperti serbuk gergaji.

Kandungan kalsiumnya yang tinggi dalam kotoran ayam dapat meningkatkan kesehatan tanaman secara keseluruhan. Hal itu juga sangat dapat mengurangi pembusukan ujung bunga selama musim tanam. Selain itu, kotoran ayam juga dapat mengusir banyak binatang yang menganggu tanaman seperti tupai, tikus, dan lainnya.

Dengan sebegitu banyak kandungan di limbah unggas, yang menjadi salah satu penggugah Ambar melakukan penelitian untuk dijadikan media tanam jamur tiram putih. Hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar Animal Products Technology UGM ini sudah beberapa tahun lalu dilakukan.

Sekarang, ilmu terapannya sudah dimanfaatkan oleh para petani jamur di beberapa wilayah Jawa Tengah. Meski untuk menerapkan hasil temuan ini lumayan rigit, namun untuk mencapai hasil yang maksimal dari budi daya jamur tiram putih para petani kini sudah banyak yang menikmati hasilnya. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

INFESTASI CACING YANG BIKIN MERINDING

Ascaridia galli. (Foto: Istimewa)

Orang awam mungkin mengetahui cacing sebagai salah satu mahluk penggembur tanah atau umpan memancing. Namun tidak semua cacing menguntungkan, ada beberapa jenis cacing yang justru merugikan bagi manusia dan hewan ternak.

Cacing yang akan dibahas dalam artikel ini merupakan cacing yang bersifat parasitik, terutama pada unggas. Cacingan merupakan penyakit akibat infeksi/infestasi cacing parasit di dalam tubuh makhluk hidup.

Cacing parasit banyak menginfeksi saluran pencernaan ternak, tak terkecuali unggas. Parasit ini sering menimbulkan banyak keluhan terutama dari peternak layer maupun breeding farm. Keluhan awal yang terjadi umumnya penurunan nafsu makan, diare berkepanjangan, keseragaman bobot badan yang tidak baik, bobot badan berada di bawah standar, penurunan produksi telur disertai daya tetas telur yang berkurang.

Selain itu, cacingan dapat menginduksi penyakit-penyakit pencernaan seperti necrotic enteritis (NE) dan yang paling berbahaya adalah menyebabkan penurunan daya tahan tubuh (imunosupresi) yang berujung pada kematian.

Mengidentifikasi Cacing Parasit
Menurut Dosen Mata Kuliah Endoparasit SKHB IPB University, Drh Risa Tiuria, dikatakan bahwa jenis cacing yang sering menginfeksi ayam terdiri dari dua jenis, yaitu jenis cacing gelang (nematoda) dan cacing pita (cestoda). Parasit cacing gelang sangat sering dijumpai pada breeding farm yang menggunakan sistem closed house dan pemeliharaan postal yang memakai litter. Hal ini dikarenakan kondisi pada litter sangat mendukung siklus perkembangan cacing dan tingginya kemungkinan ayam memakan telur cacing yang ada pada litter. Jenis cacing gelang yang kerap dijumpai menginfeksi ayam di lapangan adalah:

• Cacing Ascaris sp. Cacing ini paling sering dijumpai, berbentuk seperti spageti dengan panjang sekitar 5-12 cm dan dapat ditemukan di sepanjang usus halus. Cacing ini memiliki lama siklus hidup dari telur yang termakan hingga bertelur kembali berkisar 5-8 minggu. Larva dari cacing ini menyebabkan pendarahan pada usus halus, sehingga meningkatkan risiko infeksi sekunder dari bakteri Clostridium perfringens yang dapat menyebabkan NE.

• Cacing Capillaria sp. Cacing ini berbentuk seperti benang halus, biasanya cacing ini ada pada kerongkongan dan/atau tembolok. Cacing ini dapat menembus mukosa saluran pencernaan bagian atas sehingga menyebabkan peradangan pada tembolok dan dinding kerongkongan. Hal ini akan menyebabkan ayam mengalami kesulitan makan yang mengakibatkan penurunan nafsu makan.

• Cacing Heterakis gallinarum. Cacing Heterakis berbentuk seperti benang halus dan dapat ditemukan pada sekum. Cacing ini menyebabkan peradangan pada sekum yang ditandai dengan berkurangnya lipatan-lipatan mukosa pada sekum. Cacing ini juga merupakan vektor penyebaran dari penyakit histomoniasis atau black head disease.

Sedangkan jenis cacing pita yang umum ditemukan pada ayam adalah cacing pita dari jenis... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2024. (CR)

CACING SI MALING NUTRISI

Siklus hidup Ascaridia sp. Periode Prepaten sekitar 45 hari. (Bautista-Vanegas et al., 2023)

Cacing merupakan parasit atau organisme yang mendapatkan makanan dan menggantungkan hidupnya bersama atau berada dalam hospes atau induk semangnya. Parasit selalu mendapatkan keuntungan dari hubungan hidup dengan hospesnya. Parasit dikategorikan obligat apabila seluruh siklus hidupnya tergantung oleh hospesnya dan dikategorikan sebagai fakultatif apabila siklus hidupnya dapat bersama hospes atau hidup bebas.

Parasit yang hidup di dalam tubuh hospes biasa dikenal sebagai endoparasit, sementara parasit yang hidup di luar atau pada permukaan tubuh hospesnya dikenal sebagai ektoparasit. Yang menarik dari parasit adalah siklus hidup kompleksnya yang biasanya terdiri dari berbagai macam bentuk siklus hidup yang akan memberikan pengaruh berbeda terhadap lingkungan maupun hospesnya.

Perhatian peternak terhadap parasit cacing kerap kurang dibanding perhatiannya terhadap penyakit yang disebabkan virus maupun bakteri, meskipun sering kali faktor penyakit parasit merupakan faktor pendukung utama atas terjadinya kasus yang disebabkan virus maupun bakteri. Hal yang menyebabkan kurangnya perhatian peternak karena anggapan parasit merupakan penyakit yang mudah untuk ditanggulangi dan diobati, serta dengan manajemen yang ketat dan intensif akan mudah menghindari kasus penyakit parasit. Hal lain yang menyebabkan kurangnya perhatian peternak adalah penyakit ini jarang menimbulkan kematian tinggi, hanya terbatas pada penurunan tingkat pertumbuhan dan produksi telur.

Cacing, sebagai parasit sering kali ditemukan pada berbagai tipe skala peternakan ayam. Cacing pada ayam secara garis besar dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu cacing gilig (nematoda) dan cacing pita (cestoda). Cacing hidup pada saluran pencernaan ayam dan menular antar ayam melalui telur-telur yang dikeluarkan bersama feses.

Ada dua jenis siklus hidup cacing, siklus hidup langsung dan tidak langsung. Pada cacing dengan siklus hidup langsung hanya membutuhkan satu spesies hospes untuk memenuhi siklus hidupnya secara lengkap, meskipun pada beberapa stadium siklus hidup berada di luar tubuh hospesnya. Sedangkan pada cacing dengan siklus hidup tidak langsung, memerlukan dua spesies hospes yang berbeda untuk memenuhi seluruh siklus hidupnya secara lengkap, yaitu hospes tetap dan sementara. Cacing dengan siklus hidup tidak langsung berada pada stadium belum dewasa di hospes sementara dan memerlukan perpindahan pada hospes tetap agar siklus hidupnya berubah menjadi dewasa.

Periode grower ayam pada umumnya merupakan masa yang rawan infeksi cacing. Infeksi umumnya menimbulkan gejala klinis di antaranya:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2024.

Ditulis oleh:
Drh Damar
PT Romindo Primavetcom
Jl. Dr Saharjo, No. 264 Jakarta
HP: 0812-8644-9471

PELAN NAMUN PASTI, CACING MERUGIKAN

Cacing gilig yang sering menyerang ayam. (Sumber: layinghens.hendrix-genetics.com)

Cacing adalah salah satu penyakit yang masih sering menyerang ayam petelur maupun pedaging. Tidak begitu mematikan, tetapi kerugian yang ditimbulkan tidaklah sedikit. Terlebih lagi, kondisi saat ini harga pakan naik signifikan.

Serangan cacing bisanya terjadi perlahan, bahkan kadang tidak teridentifikasi. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, penurunan produksi telur maupun pertumbuhan bisa sangat signifikan. Saat serangan awal biasanya ayam tidak menunjukkan gejala yang signifikan. Konsumsi ransum juga dirasakan masih sama. Penurunan berat atau besar telur biasanya belum teridentifikasi, kecuali dilakukan pengamatan data recording dengan lebih jeli. Bahkan kadang kala kasus cacing ini tidak terpantau, meskipun produksi telur sudah turun secara signifikan karena konsentrasi peternak maupun tenaga kesehatan lebih besar pada kasus bakterial atau viral.

Cacing yang Sering Menyerang
Cacing yang sering menyerang ayam di antaranya adalah cacing gilig dan cacing pita. Ada sebuah analisis (meta-analysis) dari peneliti Anwar Shifaw et al. (2021), dipublikasikan oleh Poultry Science terkait jenis cacing yang sering menyerang ayam. Dari sebanyak 2.985 artikel yang dipublikasikan selama tahun 1948 sampai 2019, menunjukkan data jenis cacing yang menyerang ayam adalah Ascaridia galli (35,9%), Heterakis gallinarum (28,5%), Capillaria spp. (5,90%), dan Raillietina spp. (19%).

Lalu bagaimana data yang ada di Indonesia? Data identifikasi cacing yang sering menyerang ayam petelur di salah satu sentra peternakan ayam petelur, Udanawu Blitar, pernah dilakukan oleh peneliti dari Universitas Airlangga (Klalissa dkk, 2023). Hasilnya menunjukkan bahwa dari 96 sampel yang diambil, terdeteksi ada 81,25% sampel positif terserang cacing. Setelah diidentifikasi lebih lanjut, sebanyak... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2024.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support-Research and Development,
PT Mensana Aneka Satwa

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer