-->

HALALBIHALAL PB PDHI, SILATURAHMI SAMBIL BERKOLABORASI PERKUAT PETERNAKAN & KESEHATAN HEWAN

Foto bersama halalbihalal PB PDHI. (Foto-foto: Dok. Infovet)

Minggu (13/4/2025), bertempat di Arion Suites Hotel Kemang, Jakarta Selatan, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), menggelar halalbihalal sekaligus silaturahmi antar pengurus, pemerintah, swasta, organisasi, dan para akademisi yang terkait di industri peternakan dan kesehatan hewan.

"Hari ini menjadi hari yang paling bahagia karena kita bisa bersilaturahmi, saling memberikan maaf antar kita semuanya," ujar Ketua Umum PB PDHI, Drh M. Munawaroh.

Di tengah tingginya tantangan di bidang peternakan dan kesehatan hewan, ia mengajak pemangku kepentingan dan para stakeholder terkait untuk terus bergandengan tangan menciptakan peternakan yang aman dari ancaman penyakit guna mewujudkan ketahanan pangan asal produk peternakan.

"Permasalahan penyakit makin hari makin bertambah, kita masih terus berjuang bersama Kementerian Pertanian dalam mengendalikan penyakit mulut dan kuku (PMK), kemudian penyakit lumpy skin disease (LSD) juga belom selesai. Negara kita luas, ini menjadi potensi besar bagi peran dokter hewan kita," katanya.

Namun demikian, lanjut Munawaroh, terbatasnya tenaga dokter hewan yang menyebar di seluruh wilayah Tanah Air turut menjadi kendala dalam penanganan sektor kesehatan hewan.

"Jumlah dokter hewan masih terbatas, di PDHI hanya terdaftar 15 ribu orang, harus ditambah lagi dan diperkuat kualitasnya. Ke depan akan ada tambahan delapan program studi fakultas kedokteran hewan di beberapa universitas, semoga kualitas dokter hewan yang dihasilkan bisa lebih baik. Kita dorong, karena yang akan menangani kesehatan hewan di Indonesia itu dokter hewan," ucapnya.

"Selain itu, kita juga terus upayakan undang undang yang akan menjadikan payung hukum dalam penyelenggaraan dan pelayanan dokter hewan, kita terus lakukan audiensi bersama pemerintah dan DPR. PDHI terus berjuang, bahkan nanti melalui kepemimpinan baru semakin hari harus semakin maju. Kami ingin dokter hewan memiliki kompetensi yang terus meningkat, kita lakukan pembinaan supaya tidak tertinggal dengan negara negara lain."

Momen bersalam-salaman acara halalbihalal PB PDHI.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Kesehatan Hewan, Drh Imron Suandy, yang mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa momentum silaturahmi ini bisa menjadi ajang untuk memperkuat organisasi profesi dan pemerintah.

"Kami sangat apresiasi ke PDHI yang terus ikut berkontribusi dalam membangun sektor peternakan dan kesehatan hewan. Peran kolaboratif antara pemerintah, organisasi profesi, akademisi, dan masyarakat harus terus kita pertahankan. Kita memiliki budaya gotong royong atau guyub, itu terus kita perkuat untuk mengatasi dan mengendalikan penyakit hewan menular strategis," kata Imron.

Lebih lanjut disampaikan, pemerintah membuka diri dan menerima setiap masukkan untuk membantu menjaga keamanan ternak dan mewujudkan ketahanan pangan menuju Indonesia Emas 2045.

"Harapannya itu bisa terwujud, karena kita memiliki status kesehatan yang sama dengan negara negara lain. Oleh karena itu, seluruh sumber daya yang kita miliki kita upayakan untuk menggairahkan sektor peternakan dan kesehatan hewan supaya investasi di dalamnya makin berkembang," tukasnya.

Sementara itu, ditambahkan oleh Dewan Pembina PB PDHI, Prof Wiku, yang menyampaikan, "Intinya, panggung untuk dokter hewan sudah tersedia, kita harus akur dan bekerja sama dalam manangani dan mengendalikan kesehatan hewan agar ketahanan pangan dapat terwujud. Mari kita cegah tantangan penyakit bersama-sama, saya yakin PDHI mampu mengatasi dengan kompetensinya, makin kompak dan kolaboratif untuk meraih prestasi bersama." (RBS)

WORKSHOP NASIONAL SURVEILANS DAN DIAGNOSTIK PENGENDALIAN SALMONELLA

National Workshop on Surveillance and Diagnostic Salmonella Control. (Foto: Dok. Infovet)

Bertempat di Hotel Tentrem Alam Sutera, Senin (17/3/2025), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) didukung oleh Elanco, dan bekerja sama dengan Infovet, menyelenggarakan National Workshop on Surveillance and Diagnostic Salmonella Control.

Workshop diawali dengan sambutan dari Kepala BBPMSOH Drh Hasan Abdullah Sanyata yang mewakili Direktur Kesehatan Hewan dan Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari, serta dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari instansi pemerintah terkait, perusahaan, dokter hewan, dan peserta lainnya, dengan menghadirkan narasumber kompeten di bidangnya. Pada sesi seminar, pemaparan disampaikan oleh Drh Nurhayati MSc dari Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) mengenai Sosialisasi Petunjuk Teknis Surveilans Penyakit Pullorum dan Salmonella Enteritidis.

Dalam paparannya ia menyampaikan beberapa peraturan pemerintah salah satunya Kepdirjen 9488/Kpts/Pk.320/F/08/2024 tentang petunjuk teknis penyakit pullorum yang memberikan pedoman untuk pelaksanaan surveilans bebas penyakit pullorum serta upaya pencegahan dan pengendaliannya di unit usaha pembibitan unggas.

Kemudian Kepdirjen 9487/Kpts/Pk.320/F/08/2024 tentang Salmonella enteridis yang bertujuan sebagai panduan untuk pelaksanaan surveilans tidak ditemukannya agen penyakit Salmonella enteridis di peternakan unggas, meningkatkan upaya pencegahan dan pengendaliannya di unit usaha pembibitan/budi daya unggas, serta menjadi menjadi dasar dalam pemberian Surat Keterangan Tidak Ditemukannya Agen Salmonella enteridis dan panduan bagi BBVet/BVet dalam melaksanakan surveilans.

Sebab saat ini isu keamanan pangan menjadi perbincangan hangat, dimana mewajibkan setiap unit usaha yang akan melakukan ekspor produk peternakan harus bebas dari salmonella. Hal itu juga disampaikan oleh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH, Dr Drh Nuryani Zainuddin MSi, bahwa pasar ekspor mengharuskan pemenuhan standar tinggi keamanan pangan, persyaratan dari organisasi internasional (WOAH, CODEX, dan lainnya) termasuk pengendalian salmonella dan regulasi ketat negara tujuan.

Adapun penjaminan keamanan produk peternakan di Indonesia dengan konsep dasar safe from farm to fork, menuntut para unit usaha termasuk peternak, tempat pemotongan, pengolahan, transportasi, distributor/retailer, harus menerapkan cara produksi/distribusi yang baik (GMP/GFP), menerapkan kesejahteraan hewan, biosekuriti, sertifikasi Nomor Kontrol Veterniner (NKV), registrasi produk, surveilans residu dan cemaran mikroba, pengawasan pemerintah, hingga edukasi keamanan pangan agar produk hasil unggas yang dikonsumsi masyarakat aman, termasuk untuk pasar ekspor.

Nuryani juga mengemukakan, tujuan ekspor produk unggas bisa meningkatkan nilai produk yang dihasilkan, serta menjaga keseimbangan supply-demand (menstabilkan produksi), hingga membantu stabilisasi harga di pasar lokal dan global dengan tujuan meningkatkan pendapatan nasional.

“Menfaat ekspor di antaranya juga menciptakan lapangan kerja, penguatan sektor pertanian dimana meningkatnya efisiensi dan produktivitas, serta mendorong pembangunan infrastruktur, sebab untuk memenuhi persyaratan negara tujuan sering kali perlu mengembangkan fasilitas pengolahan yang lebih baik dengan sistem distribusi yang efisien,” jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, narasumber lainnya yakni Global Food Safety Consultant Elanco, Dr Med Vet MRCVS Doris Mueller, turut memaparkan materi diagnostik salmonella, di antaranya metodologi pengambilan sampel dan jadwal pemantauan salmonella, keberhasilan program pemantauan salmonella di Eropa, pengujian sampel, metode pengujian alternatif, hingga pemberian vaksinasi salmonella.

Kunjungan ke BBVet Wates. (Foto: Dok. Infovet)

Usai pemaparan materi seminar, workshop dilanjutkan dengan diskusi tanya-jawab antara narasumber dan peserta yang berjalan dinamis, dan diakhiri dengan buka puasa bersama. Workshop yang sama juga akan dilaksanakan pada hari berikutnya dengan mengunjungi BBVet Wates, Yogyakarta. (INF)

INDONESIA TERIMA BANTUAN VAKSIN LSD TAHAP KEDUA

Nuryani Zainuddin (kiri) saat penyerahan bantuan vaksin LSD tahap dua melalui Dane Roberts. (Foto: Istimewa)

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menerima bantuan vaksin lumpy skin disease (LSD) tahap kedua sebanyak 500.000 dosis dari Australia.

Vaksin tersebut diberikan secara resmi kepada Kementan dalam kegiatan serah terima pada Senin (8/1/2024), di Gudang cold chain  PT Kiat Ananda, untuk disimpan sebelum didistribusikan. Simbolis penyerahan bantuan vaksin dilakukan oleh Dane Roberts (Konselor Pertanian Australia), kepada Nuryani Zainuddin (Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan).

Pada kesempatan tersebut Nuryani mengatakan, kemitraan antara Indonesia dan Australia sangatlah penting untuk terus berkolaborasi dalam melawan penyakit LSD yang telah terkonfirmasi di 17 provinsi di Indonesia.

Penyerahan vaksin ini merupakan bagian keseluruhan donasi 1 juta dosis vaksin LSD yang telah disepakati di 2023, yang diberikan oleh Departemen Pertanian, Perikanan, dan Perhutanan Australia untuk membantu Indonesia dalam menangani LSD.

Sebelumnya, tahap pertama vaksin LSD sebanyak 500.000 dosis telah didonasikan pada Mei 2023 dan telah terdistribusi ke beberapa provinsi tertular.

“Dengan tambahan donasi 500 ribu dosis vaksin LSD, tahun ini vaksinasi akan dilakukan lebih intensif utamanya di provinsi-provinsi sentra ternak seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung," ujar Nuryani, melalui siaran resminya, Rabu (10/1/2024).

Ia menambahkan bahwa harus dilakukan percepatan vaksinasi LSD dengan menyasar populasi rentan di provinsi baru tertular, ternak yang belum mendapatkan vaksin, dan untuk vaksinasi ulang tahunan di daerah tertular.

Menurutnya, dukungan dari Australia akan sangat membantu memperkuat kemampuan untuk mengendalikan dan mencegah perluasan penyebaran LSD di Indonesia.

“Pemerintah Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Australia atas pendekatan proaktif dan dukungan akan pentingnya kesehatan hewan dalam mempromosikan pertanian berkelanjutan, serta ketahanan pangan bagi masyarakat di Indonesia," ucapnya.

Sementara, Dane Roberts turut menyampaikan komitmen kerja sama antara Indonesia dan Australia dalam penanganan LSD sudah ada sejak awal wabah.

“Kami memiliki hubungan kerja yang sangat erat dengan Indonesia dalam menyediakan dukungan upaya pengendalian penyakit hewan darurat, dan kami akan terus melanjutkan keterlibatan kami dalam memberikan dukungan teknis dan berbagai program lainnya," kata Dane. (INF)

FKH IPB GELAR SEMINAR OBAT HEWAN INDONESIA

Foto bersama kegiatan seminar nasional obat hewan Indonesia oleh Divisi Farmakologi dan Toksikologi FKH IPB. (Foto: Infovet/Sadarman)

Divisi Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB), menyelenggarakan seminar nasional bertajuk “Obat Hewan Indonesia” untuk lebih dalam menggali informasi dan prospek industri obat hewan di Indonesia.

“Kita semua adalah calon dokter hewan yang kelak akan bersinggungan dengan obat hewan. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya kita mengkaji bagaimana prospek bisnis obat hewan Indonesia ke depannya,” kata Ketua Pelaksana, Ilham Maulidandi Rahmandika, dalam sambutannya.

Menyambung sambutan ketua pelaksana, Ketua Divisi Farmakologi dan Toksikologi FKH IPB, Drh Huda S. Darusman, menyambut baik pelaksanaan kegiatan tersebut. “Seminar ini adalah akhir dari kegiatan atau aktivitas mahasiswa di Divisi Farmakologi dan Toksikologi, sehingga dapat saya katakan bahwa seminar nasional ini adalah cinderamata dari Divisi Farmakologi dan Toksikologi, yang dikerjakan langsung oleh mahasiswa,” kata Huda.

Sementara Dekan FKH IPB, Prof Drh Srihadi Agungpriyono, yang didaulat menyambut dan membuka kegiatan ini menyebut bahwa menjadi mahasiswa FKH harus aktif, tidak hanya dalam perkuliahan namun juga dalam kegiatan internal dan eksternal kampus.

Menurutnya, pelaksanaan seminar ini penting diketahui para calon dokter hewan ke depannya. Mengingat peluang kerja dokter hewan sangat beragam dan semua itu didasarkan atas kecakapan intelektual dan kemampuan dari masing-masing individu.

“Dokter hewan itu harus mengerti obat, karena obat dapat menyembuhkan dan bahkan dapat menjadi penyebab kematian jika tidak digunakan sesuai dengan dosis dan aplikasinya,” ucap Srihadi.

Acara yang diselenggarakan di Auditorium Andi Hakim Nasution Sabtu (30/11/2019), menghadirkan pembicara utama Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, dan pembicara lain diantaranya Drh Ni Made Ria Isriyanthi, Drh Lusianingsih Winoto (PT SHS), Drh Ayu Berlianti, Drh Mukhlas Yasi Alamsyah, Drh Beni Halaludin dan Ir Suaedi Sunanto.

Dalam paparannya, Fadjar Sumping menyampaikan mengenai perkembangan obat hewan Indonesia. Menurutnya dalam bisnis obat hewan, Indonesia memiliki aturan sebagai landasan dalam membuat, mengedarkan dan menggunakan obat hewan untuk kepentingan penyembuhan penyakit hewan dan ternak. Diantara aturan tersebut, obat hewan yang dibuat dan disediakan untuk diedarkan harus memiliki nomor pendaftaran, diuji dan disertifikasi agar dapat digunakan di bawah pengawasan dokter hewan berwenang, terutama untuk obat keras. (Sadarman)

ASOHI DAN DIRKESWAN KEMBALI SOSIALISASIKAN PERMENTAN NO. 40/2019

Foto bareng pada kegiatan sosialisasi Permentan No. 40/2019 yang diselenggarakan oleh ASOHI di Serpong. (Foto: Infovet/CR)

Setelah sosialisasi perdana di Kementerian Pertanian (Kementan) pada 19 Agustus 2019, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) bersama Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, kembali mengadakan sosialisasi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 40/2019 tentang Tatacara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian di Swiss-bell hotel Serpong, Selasa (10/9/2019).


Sekitar 150 orang peserta dari beberapa perusahaan importir dan produsen obat hewan hadir dalam acara tersebut. Ketua Panitia, Drh Forlin Tinora, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini seperti halnya pendalaman mengenai Permentan baru tersebut, utamanya di bidang perizinan usaha obat hewan.

“Mudah-mudahan dengan diadakannya acara ini peserta jadi lebih mendalami aturan baru ini dan dapat memberi masukkan kepada pemerintah apabila kiranya ada hal yang mungkin kurang berkenan,” kata Forlin yang juga menjabat Sekretaris Jenderal ASOHI.

Sementara, Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, turut menyampaikan apresiasinya. “Pemerintah dan ASOHI sangat peduli akan hal ini, kalau dilihat dari antusiasme peserta saya yakin semua anggota ASOHI pastinya akan mematuhi aturan main yang berlaku di Indonesia, semoga ini menjadi kabar baik bagi dunia obat hewan kita,” tutur Ira.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi, mewakili Dirkeswan mengatakan, bahwasanya Permentan ini intinya adalah mempercepat perizinan di bidang pertanian. “Obat hewan ini kan komoditas unggulan ekspor, dengan adanya Permentan baru ini diharapkan proses registrasi obat hewan dapat dilakukan lebih cepat dari yang sebelumnya. Perizinan usaha juga akan dibuat sesederhana mungkin untuk meningkatkan gairah investasi,” ujar Ria.

Sebagai pemateri utama dalam kesempatan tersebut, Ria kembali menjabarkan beberapa poin penting dalam Permentan No. 40/2019. Ia juga menyinggung bahwa sektor obat hewan merupakan yang pertama kali mengadakan kegiatan sosialisasi Permentan ini dibanding sektor lainnya. “Ini bukti bahwa kami serius dan peduli dengan industri ini. Oleh karenanya mari kita bersama-sama menjaga komitmen ini,” ungkap dia.

Pada saat sesi tanya-jawab, suasana diskusi sedikit tegang karena terjadi perdebatan sengit antara pihak pemerintah dan pelaku usaha. Namun begitu, ketegangan mampu direda dan win-win solution dapat dicapai.

Pada sesi kedua, peserta yang rata-rata berasal dari kalangan registration officer (RO) diajak berpetualang di dunia digital mengenai tatacara aplikasi pendaftaran obat hewan melalui sistem daring. Sistem ini merupakan inovasi baru yang dinilai dapat memudahkan dan mempercepat pelaku usaha obat hewan dalam melakukan registrasi produknya. (CR)

WORKSHOP BIOSEKURITI UNTUK TINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN

Foto bersama workshop biosekuriti di Jakarta, Rabu (28/8/2019). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam rangka Hari Lahir dan Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang ditetapkan setiap 26 Agustus sampai 26 September tiap tahunnya, PT Gallus Indonesia Utama (GITA), berkontribusi dengan menyelenggarakan
workshop biosekuriti bertajuk “Meningkatkan Daya Saing Perunggasan dengan Menerapkan Biosekuriti Tiga Zona”, Rabu (28/8/2019).

“Kami berniat untuk ikut berkontribusi dalam rangka Hari lahir dan Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia,” ujar Direktur Utama PT Gallus, Bambang Suharno, dalam sambutannya.

Workshop dihadiri oleh Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Kementerian Pertanian, Fadjar Sumping Tjatur Rasa. Dalam pidatonya Fadjar mengatakan, saat ini tren global sudah mengarah pada upaya pencegahan penyakit ternak, khususnya unggas. 

“Bukan lagi untuk pengobatan, tapi bagaimana upaya dalam mencegah penyakit. Biosekuriti ini satu hal yang sangat penting dan utama dalam menjaga terjadinya penyakit atau menyebarnya penyakit, jadi mengupayakan agar agen penyakit ini tidak masuk ke unggas,” katanya.

Menurutnya, ada banyak cara yang bisa dilakukan peternak dalam menghalau penyakit, diantaranya dengan membuat pembatas di peternakan atau mengontrol barang yang bisa menjadi media pembawa penyakit.

“Saat ini biosekuriti bisa diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan agar tidak menjadi mahal. Contoh, mencuci tangan itu merupakan tindakan biosekuriti. Sederhana saja, seperti biosekuriti tiga zona ini, bagaimana peternak bisa memilah antara zona kotor dan bersih untuk menghindari terjadinya penyakit,” ucap Fadjar.

Pada kesempatan tersebut, turut mengundang pembicara dari National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia, Alfred Kompudu, yang memberikan materi mengenai meningkatkan daya saing perunggasan dengan penerapan biosekuriti tiga zona, serta Sekretaris Umum ADHPI (Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia), Muhammad Azhar, yang memaparkan mengenai penerapan biosekuriti tiga zona guna menambah keuntungan peternak. Sesi presentasi dimoderatori oleh Direktur HRD PT Gallus, Rakhmat Nuriyanto.

Penyerahan buku panduan biosekuriti secara simbolis kepada Dirkeswan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa (ketiga kanan). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam
workshop tersebut, seluruh peserta juga mendapat buku “Panduan Biosekuriti Peternakan Unggas Pasca Pelarangan AGP” yang ditulis oleh Alfred Kompudu. Selain itu, juga dilakukan penyerahan buku secara simbolis kepada Dirkeswan. (RBS)

DSM Seminar: Era Pasca AGP, Hadapi Bersama-sama

Foto bersama seluruh panitia dan peserta seminar DSM, di Tangerang, Kamis (18/10). (Foto: Infovet/Ridwan)

Seiring dengan berjalannya era tanpa Antibiotic Growth Promoter (AGP) yang diresmikan pemerintah awal Januari kemarin, membuat banyak pihak terus memberikan edukasi dan informasi penting akan budidaya ternak tanpa AGP yang tadinya menjadi andalan banyak peternak dalam menunjang pertumbuhan unggas.

Melihat hal itu, PT DSM Indonesia turut menghadirkan seminar Review of Post-AGP Era Implementation bertajuk “Optimizing Gastrointestinal Functionality: A Collaboration of the Public and Private Sectors” yang diselenggarakan pada Kamis (18/10), di Serpong, Tangerang.

General Manager DSM Indonesia, Jason Park, dalam sambutannya menyatakan, untuk menghadapi era pasca AGP saat ini harus diupayakan bersama oleh seluruh stakeholder dan pelaku usaha. “Di era implementasi pasca AGP di industri peternakan saat ini harus dihadapi bersama-sama, seperti halnya film superhero Avengers,” ujar Jason, Kamis (18/10).

Berbagai negara di dunia pun sudah meninggalkan penggunaan AGP dalam meningkatkan produktivitas ternak, walau perubahan pasca AGP memerlukan waktu yang cukup lama. Direktur Kesehatan Hewan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, mengungkapkan, kegiatan seperti ini sangat penting dilakukan dalam rangka meng-update perbaikan dalam budidaya ternak unggas.

“Penggunaan AGP di dunia sudah dihentikan, banyak alternatif yang bisa digunakan sebagai pengganti AGP. Namun, antibiotik masih boleh digunakan di peternakan hanya untuk tujuan terapi (medicated feed) melalui resep dokter hewan,” kata Fadjar. Peraturan penggunaan medicated feed pun sudah diterbitkan pemerintah melalui Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 09111/KPTS/PK.350/F/09/2018 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Obat Hewan dalam Pakan untuk Tujuan Terapi.

Ia pun berharap, lewat seminar ini masyarakat di industri perunggasan bisa lebih menambah wawasan mengenai pelarangan dan alternatif AGP, seperti probiotik, prebiotik, enzim, acidifer bahkan herbal. “Dengan pemakaian AGP itu justru keuntungannya jauh lebih sedikit dibanding risikonya, jadi banyak ruginya lah,” tegas Fadjar.

Tim DSM Indonesia bersama narasumber seminar. (Foto: Infovet/Ridwan)

Pada kegiatan tersebut, Fadjar juga turut menjadi narasumber menampilkan pemaparan mengenai peraturan terkait pelarangan AGP, selain menghadirkan narasumber lain, diantaranya Philippe Becquet, Global Regulatory Affairs Director ANH Representative DSM in European Food Safety Authority (EFSA), Dr Farshad Goodarzi Boroojeni, Freie Universitat Berlin, Departement of Veterinary Medicine, Institute of Animal Nutrition, Tony Unandar, Private Poultry Farm Consultant dan Antoine Meuter, DSM Nutritional Products. (RBS)

ASOHI Kembali Latih 95 Orang Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan

Pemukulan gong oleh Dirkeswan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa PhD, sebagai tanda pembukaan resmi PPJTOH ASOHI 2018, Selasa (28/8). (Foto: Infovet/Bams)

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali menyelenggarakan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PPJTOH) yang bertempat di Hotel Santika TMII, Jakarta. Kegiatan dilakukan mulai Selasa-Kamis (28-30 Agustus 2018).

Acara ini merupakan kegiatan tahunan ASOHI yang bertujuan untuk mensertikasi para dokter hewan dan apoteker yang bekerja sebagai penanggung jawab obat hewan di tempat mereka bekerja.

Kegiatan yang dibuka langsung oleh Direktur Kesehatan Hewan, Drh Fajar Sumping Tjatur Rasa PhD, diikuti oleh sekitar 95 peserta yang merupakan dokter hewan dan apoteker dari berbagai perusahaan obat hewan dan industri pakan ternak di Indonesia.

Ketua Panitia Pelaksana, Drh Forlin Tinora, menyampaikan, goal yang akan dicapai dalam kegiatan pelatihan tahun ini adalah melahirkan penanggung jawab teknis obat hewan yang dapat menjaga mutu, khasiat dan keamanan obat hewan sebelum digunakan peternak untuk ternaknya.

“Kita ingin memastikan bahwa obat hewan yang digunakan dan diberikan pada ternak benar-benar obat hewan yang aman, baik bagi ternaknya maupun untuk konsumen yang akan mengonsumsi produk ternaknya,” kata Forlin dalam sambutannya, Selasa (28/8).


Antusias peserta PPJTOH. (Foto: Infovet/Sadarman)

Untuk menjawab itu semua, para peserta akan dibekali dengan berbagai materi terkait dengan obat hewan, peraturan-peraturan pemerintah dan materi lainnya yang menunjang pelaksanaan tugas mereka masing-masing.

Selanjutnya, diakhir acara tepatnya pada 30 Agustus 2018, para peserta akan diajak berkunjung ke Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) yang berlokasi di Jalan Raya Pembangunan Gunung Sindur, Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Hal ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman peserta, sekaligus melihat langsung proses pengujian keamanan dan khasiat obat hewan yang akan diedarkan dan digunakan. 

Sementara itu Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari mengatakan, pelatihan PJTOH biasanya setahun sekali, namun karena peminatnya terus bertambah maka tahun ini sudah diadakan 2 kali dan kemungkinan bulan Oktober atau November mendatang diadakan lagi. Selain dari perusahaan obat hewan  saat ini peserta dari perusahaan pakan makin bertambah. "Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran dari PJTOH ataupun calon PJTOH di perusahaan obat hewan dan pakan untuk terus mengupdate pengetahuan teknis maupun perundang-undangan," ujar Irawati.

(Sadarman)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer