-->

WORKSHOP NASIONAL SURVEILANS DAN DIAGNOSTIK PENGENDALIAN SALMONELLA

National Workshop on Surveillance and Diagnostic Salmonella Control. (Foto: Dok. Infovet)

Bertempat di Hotel Tentrem Alam Sutera, Senin (17/3/2025), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) didukung oleh Elanco, dan bekerja sama dengan Infovet, menyelenggarakan National Workshop on Surveillance and Diagnostic Salmonella Control.

Workshop diawali dengan sambutan dari Kepala BBPMSOH Drh Hasan Abdullah Sanyata yang mewakili Direktur Kesehatan Hewan dan Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari, serta dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari instansi pemerintah terkait, perusahaan, dokter hewan, dan peserta lainnya, dengan menghadirkan narasumber kompeten di bidangnya. Pada sesi seminar, pemaparan disampaikan oleh Drh Nurhayati MSc dari Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) mengenai Sosialisasi Petunjuk Teknis Surveilans Penyakit Pullorum dan Salmonella Enteritidis.

Dalam paparannya ia menyampaikan beberapa peraturan pemerintah salah satunya Kepdirjen 9488/Kpts/Pk.320/F/08/2024 tentang petunjuk teknis penyakit pullorum yang memberikan pedoman untuk pelaksanaan surveilans bebas penyakit pullorum serta upaya pencegahan dan pengendaliannya di unit usaha pembibitan unggas.

Kemudian Kepdirjen 9487/Kpts/Pk.320/F/08/2024 tentang Salmonella enteridis yang bertujuan sebagai panduan untuk pelaksanaan surveilans tidak ditemukannya agen penyakit Salmonella enteridis di peternakan unggas, meningkatkan upaya pencegahan dan pengendaliannya di unit usaha pembibitan/budi daya unggas, serta menjadi menjadi dasar dalam pemberian Surat Keterangan Tidak Ditemukannya Agen Salmonella enteridis dan panduan bagi BBVet/BVet dalam melaksanakan surveilans.

Sebab saat ini isu keamanan pangan menjadi perbincangan hangat, dimana mewajibkan setiap unit usaha yang akan melakukan ekspor produk peternakan harus bebas dari salmonella. Hal itu juga disampaikan oleh Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH, Dr Drh Nuryani Zainuddin MSi, bahwa pasar ekspor mengharuskan pemenuhan standar tinggi keamanan pangan, persyaratan dari organisasi internasional (WOAH, CODEX, dan lainnya) termasuk pengendalian salmonella dan regulasi ketat negara tujuan.

Adapun penjaminan keamanan produk peternakan di Indonesia dengan konsep dasar safe from farm to fork, menuntut para unit usaha termasuk peternak, tempat pemotongan, pengolahan, transportasi, distributor/retailer, harus menerapkan cara produksi/distribusi yang baik (GMP/GFP), menerapkan kesejahteraan hewan, biosekuriti, sertifikasi Nomor Kontrol Veterniner (NKV), registrasi produk, surveilans residu dan cemaran mikroba, pengawasan pemerintah, hingga edukasi keamanan pangan agar produk hasil unggas yang dikonsumsi masyarakat aman, termasuk untuk pasar ekspor.

Nuryani juga mengemukakan, tujuan ekspor produk unggas bisa meningkatkan nilai produk yang dihasilkan, serta menjaga keseimbangan supply-demand (menstabilkan produksi), hingga membantu stabilisasi harga di pasar lokal dan global dengan tujuan meningkatkan pendapatan nasional.

“Menfaat ekspor di antaranya juga menciptakan lapangan kerja, penguatan sektor pertanian dimana meningkatnya efisiensi dan produktivitas, serta mendorong pembangunan infrastruktur, sebab untuk memenuhi persyaratan negara tujuan sering kali perlu mengembangkan fasilitas pengolahan yang lebih baik dengan sistem distribusi yang efisien,” jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, narasumber lainnya yakni Global Food Safety Consultant Elanco, Dr Med Vet MRCVS Doris Mueller, turut memaparkan materi diagnostik salmonella, di antaranya metodologi pengambilan sampel dan jadwal pemantauan salmonella, keberhasilan program pemantauan salmonella di Eropa, pengujian sampel, metode pengujian alternatif, hingga pemberian vaksinasi salmonella.

Kunjungan ke BBVet Wates. (Foto: Dok. Infovet)

Usai pemaparan materi seminar, workshop dilanjutkan dengan diskusi tanya-jawab antara narasumber dan peserta yang berjalan dinamis, dan diakhiri dengan buka puasa bersama. Workshop yang sama juga akan dilaksanakan pada hari berikutnya dengan mengunjungi BBVet Wates, Yogyakarta. (INF)

SALMONELOSIS DAN BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIKA

Infeksi salmonela pada unggas menyebabkan kerugian. (Foto: Istimewa)

Dalam budi daya peternakan unggas tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya infeksi, baik itu viral, bakterial, maupun parasit. Salah satu infeksi pada unggas yang bisa muncul adalah salmonelosis.

Salmonelosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, yang bisa terjadi pada ternak dan manusia. Ditandai dengan terjadinya peradangan pada usus dengan gejala berupa diare, kelemahan fisik, dan bisa mengakibatkan terjadinya kematian pada ternak ataupun manusia bila tidak segera dilakukan pengobatan yang tepat.

Salmonelosis bisa terjadi pada ternak ayam dan dikenal dengan nama populer berak kapur karena gejala klinisnya pada ayam yang terserang, tinjanya berwarna putih seperti kapur. Tinja umumnya lembek dan mengeras seperti kapur saat sudah mengering dan lengket pada lantai kandang.

Kemudian bulu ayam di bawah ekor di seputar kloaka sering ditemukan basah dan kotor berwarna putih akibat lengketnya tinja yang agak encer seperti pasta. Ayam yang sakit mudah teramati dari bawah ekornya yang kotor dan bulu di bawah ekornya kerap melengket. Tinja juga mudah teramati menempel pada pilar-pilar kandang ayam. Pilar kandang tampak menjadi tebal dan berwarna putih.

Agen Penyebab
Salmonelosis pada unggas disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritica subs enterica serovar Typhimurium atau dikenal dengan nama Salmonella typhimurium. Bakteri ini juga banyak sekali serovarnya dan merupakan salah satu penyebab food borne disease, penyakit infeksius yang menular ke manusia dari makanan bersumber produk hewan. Tidak kurang dari 15% kasus salmonelosis pada manusia disebabkan oleh Salmonella typhimurium (Scallan E, 2011).

Kasus salmonelosis di Amerika Serikat pada manusia yang pernah tercatat dari 1 juta orang alami diare ada sebanyak 20.000 orang dan 400 orang meninggal setiap tahunnya akibat salmonelosis. Kerugian akibat salmonelosis mencapai angka USD 3,3-4,4 juta.

Permasalahan dalam global health untuk salmonelosis adalah kecenderungan timbulnya resistansi Salmonella spp. terhadap antibiotika pada hewan maupun manusia. Pemakaian antibiotika yang sembarangan mengakibatkan semakin banyak serovar baru ditemukan untuk Salmonella spp. Telah timbul resistansi yang menyebabkan semakin sulitnya pengobatan infeksi salmonelosis dan diperlukan upaya mencari antibiotika yang sesuai untuk pengobatan infeksi Salmonella spp pada manusia akibat salmonelosis.

Pullorum dan Epidemiologisnya
Berak kapur atau pullorum menyerang semua jenis unggas. Infeksi bisa terjadi pada saat ayam mulai... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Januari 2025.

Ditulis oleh:
Ratna Loventa Sulaxono
Medik Veteriner Ahli Pertama
Balai Veteriner Jayapura
&
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Purna Tugas di Kota Banjarbaru

SALMONELLA MASIH MENGANCAM SEKTOR PERUNGGASAN DI HULU DAN HILIR

Daging dan Telur Ayam, Harus Bebas Salmonella 


Salah satu bakteri yang sangat dikenal dalam dunia medis adalah Salmonella sp. Di berbagai belahan dunia, Salmonella dikenal sebagai penyebab penyakit pada manusia dan hewan, salah satunya unggas. Celakanya, ada beberapa jenis Salmonella yang bersifat zoonotik. 

Trobos Livestock sebagai salah satu media peternakan menggelar sebuah webinar rutin mereka yang bernama Mimbar Trobos pada Kamis (28/12) lalu. Pada acara edisi ke-41 tersebut tema yang diusung adalah "Cermat Menghadapi Salmonella Pada Unggas". 

Tentunya acara tersebut bertujuan untuk menambah wawasan serta memberikan gambaran serta menambah wawasan peserta tengang seberapa penting keberadaan Salmonella dalam perunggasan, efek yang dapat ditimbulkan, serta cara menghadapi dan menanggulanginya. 

Berindak sebagai narasumber yakni Drh Safika staff pengajar SKHB IPB University, Drh Rizqy Arif Ginanjar Veterinary Health and Customer Services PT Gold Coin Indonesia, dan Drh Denny Widaya Lukman staff pengajar SKHB University yang juga ahli Kesahatan Masyarakat Veteriner. 

Secara umum Drh Safika menjabarkan mengenai bakteri Salmonella mulai dari klasifikasi, jenis, dan hal - hal krusial akan keberadaan mikroba tersebut. Ia menyebutkan bahwa Salmonella merupakan bakteri yang penting untuk dipelajari karena dapat mempengaruhi aspek kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan. 

Dalam kesempatan yang sama, Drh Rizqy mengajak para peserta untuk mendalami penyakit pada unggas yang disebabkan oleh Salmonella terutama S. pullorum, S. gallinarum yang banyak ia temui di lapangan. 

"Keberadaan bakteri ini tentu dapat menyebabkan penyakit yang mengakibatkan penurunan performa dan produksi pada unggas, sehingga menurunkan angka konversi pakan dan menyebabkan penurunan pada produksi telur," tuturnya. 

Ia melanjutkan bahwa yang terjadi di lapangan adalah masih diabaikannya pengaplikasian biosekuriti yang baik oleh peternak, sehingga kasus Salmonellosis masih banyak terjadi. Meskipun Salmonellosis dapat diobati, namun Rizqy mengimbau kepada para peternak untuk mengaplikasikan biosekuriti yang baik di kandang agar dapat memutus mata rantai penyakit dan mengendalikannya. 

Dalam aspek kesehatan keamanan pangan asal hewan, Salmonella juga tak kalah penting. Menurut Drh Denny Widaya Lukman, bakteri Salmonella pada unggas juga dapat bersifat zoonotik. Ia menyebut dari berbagai literatur dan fakta yang terjadi, bahwa di berbagai belahan dunia, bahkan di negara maju sekalipun kasus Salmonellosis pada manusia terjadi karena konsumsi produk perunggasan yang tercemar oleh bakteri Salmonella

"Keberadaan Salmonella pada tiap produk pangan asal hewan harus nol, alias zero tolerance. Hal ini sudah menjadi satu ketetapan di seluruh dunia, oleh karena itu seluruh mata rantai peternakan termasuk perunggasan dari hulu ke hilir harus menerapkan Good Production Practices," tuturnya.

Denny juga menyebut bahwa seharusnya ada semacam kompartemen pada mata rantai perunggasan yang juga diterapkan untuk mencegah penularan Salmonellosis dari peternakan hingga ke manusia, layaknya kompartemensi Avian Influenza. Namun begitu, nampaknya hal tersebut masih jauh untuk diterapkan di Indonesia, dan hanya perusahaan terintegrasi saja yang mampu untuk melakukannya. 

Namun ia tetap mengimbau kepada para produsen produk perunggasan agar tetap menjalankan praktik produksi yang baik sehingga masyarakat dapat mengonsumsi produk perunggasan yang Aman Sehat Utuh dan Halal tanpa khawatir akan gangguan kesehatan yang dapat disebabkan karena mengonsumsi produk yang tercemar bakteri Salmonella. (CR)

CARA EFEKTIF MENCEGAH SALMONELLOSIS


Salmonellosis merupakan isu penting dan menjadi perhatian utama dalam keamanan pangan. Unggas dan produk turunannya sering dikaitkan dengan wabah salmonellosis dan dianggap menjadi penyebab penyebaran kasus penyakit.

Pengendalian penyakit dengan mengandalkan antibiotik bisa menimbulkan residu pada telur dan daging unggas, sehingga penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan juga tidak diperbolehkan lagi.

Pada unggas, ada dua jenis salmonella yaitu Salmonella pullorum (menyebabkan penyakit pullorum) dan Salmonella gallinarum (menyebabkan penyakit fowl typhoid). Kejadian kasus pada ayam muda ditemukan gejala diare berwarna putih seperti pasta, tidak doyan makan, dehidrasi, lemah, dan kematian. Kejadian kasus penyakit salmonellosis dapat menular ke individu unggas lainnya atau penularan di antara indukan betina (horizontal transmission), sehingga mengakibatkan penurunan produksi telur dan menyebabkan telur gagal menetas. Selain itu, salmonellosis juga bisa ditularkan dari induk ke telur atau pada DOC keturunannya (vertical transmission) sehingga sangat merugikan peternak. Oleh sebab itu, maka semua perusahaan pembibitan harus tersertifikasi bebas pullorum.

Investigasi kasus dengan pola holistik membuktikan bahwa... Simak cerita selengkapnya di kanal YouTube Majalah Infovet:


Agar tidak ketinggalan info konten terbaru, silakan kunjungi:
Subscribe, Like, dan Share. Anda juga bisa memberi komentar dan usulan konten lainnya di kolom komentar.

WASPADA SAAT KONSUMSI PRODUK PERUNGGASAN

Penyakit dapat ditularkan dari produk pangan asal hewan misalnya telur dan daging ayam. (Foto: Istimewa)

Masyarakat Indonesia sudah sangat familiar dengan penyakit tifus. Penyakit infeksius pada saluran pencernaan ini sering terjadi di Indonesia. Namun perlu diketahui, penyakit ini juga dapat ditularkan dari produk pangan asal hewan misalnya telur dan daging ayam.

Salmonella sp. adalah agen etiologi yang dapat mengakibatkan salmonellosis pada manusia dan hewan. Salmonellosis merupakan penyakit enterik yang umum dan tersebar luas di dunia. Bakteri ini adalah penyebab diare akut dan kronis bahkan kematian signifikan dibanyak spesies hewan maupun manusia.

Salmonella sp. adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah beriklim tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk (Brooks et al., 2001). Sumber infeksi dari salmonella adalah dari feses ataupun urin manusia dan hewan karier, pencemaran air minum, makanan tercemar, tiram dan ikan, serta dapat juga diperantara oleh lalat dan debu. Salmonella juga dapat bersumber dari dalam tubuh hewan yang terinfeksi (Lawrie, 2003).

Berdasarkan beberapa data penelitian, kejadian penyakit ini pada manusia di dunia pada tahun 2000, mencapai 21,6 juta kasus yang memakan korban 216 ribu jiwa. Lebih dari 90% kasus terjadi di Asia (Crump et al., 2004). Sementara itu Swiss pada 2001 melaporkan terjadinya 2.677 serangan salmonellosis pada manusia (tingkat insiden 32 kasus/100.000 penduduk/tahun), kejadian ini meningkat 8% dari tahun sebelumnya (Statistic of the Swiss Federal Office for Public Health, 2002).

Salah satu spesies bakteri ini yang sering menimbulkan masalah kesehatan penting adalah Salmonella typhi yang menyebabkan penyakit tifus. Bopp (2003), memperkirakan Salmonella typhi menjadi penyebab dari kurang lebih 16,6 juta kasus dan 600.000 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Kemenkes RI pada 2008, demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%.

Selain Salmonella typhi, spesies Salmonella enteritidis juga ditengarai menjadi penyebab salmonellosis pada manusia. Salmonella enteritidis banyak ditemukan pada produk hewan seperti daging dan telur ayam. Bakteri tersebut memang dapat mengontaminasi secara horizontal maupun vertikal.

Terdapat tiga macam serotipe Salmonella enteritidis yang berkaitan dengan egg-borne disease outbreak yang terjadi di negara-negara Eropa, Amerika dan Inggris. Wabah salmonellosis pada manusia tersebut disebabkan oleh Salmonella enteritidis phage tipe 4, 8 dan 23 (Kementan, 2016).

Aspek Keswan
Infeksi Salmonella enteritidis pada DOC ayam pedaging umur di bawah tujuh hari bersifat sistemik dan dapat menimbulkan kematian. Hal ini disampaikan oleh dosen FKH IPB, Drh Sri Estuningsih. Pada usia muda, ketika sistem imunitas tubuh ayam belum sempurna… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022. (CR)

PENYAKIT BAKTERI YANG TAK KUNJUNG BERHENTI

Ayam broiler. (Sumber: Freepik.com)

Bakteri patogen memegang peranan penting dalam tingkat kejadian penyakit pada ayam di Indonesia. Kasus penyakit pada ayam lebih dari 50% disebabkan oleh bakteri. Distribusi penyakit bakterial 70% disebabkan oleh bakteri tipe gram negatif dan 30% disebabkan bakteri gram positif. Bakteri gram negatif menyebabkan 80% penyakit pada sistem pernapasan, 60% penyakit pada sistem pencernaan, 40% pada sistem reproduksi dan 70% pada multisistemik.

Beberapa bakteri gram negatif terpenting pada ayam diantaranya Echerichia coli, Haemophillus paragallinarum, Pasteurella multocida, Salmonella sp., Pseudomonas aeruginosa, Camphylobacter sp., dan Ornithobacterium rhinotracheale. Sedangkan beberapa bakteri gram positif diantaranya Clostridium sp., Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp.

Beberapa penyakit bakterial yang memiliki arti ekonomi tinggi dan tingkat kesulitan tinggi diantaranya Kolibasilosis, Snot, Salmonellosis, Kolera unggas, infeksi Klostridial dan Kampilobakteriosis. Pengobatan pada penyakit dengan tingkat kesulitan tinggi kerap kali menyebabkan terjadinya super infeksi dan respon terhadap vaksin mengalami hambatan, sehingga vaksinasi menjadi tidak efektif.

Terdapat empat macam manifestasi penyakit bakterial pada ayam, yaitu bersifat primer (infeksi bakteri merupakan penyebab utama ayam sakit), sekunder (infeksi bakteri setelah adanya infeksi bersifat primer), tunggal (jumlah infeksi bakteri hanya satu spesies) dan campuran (terjadi infeksi disebabkan lebih dari satu agen penyakit).

Kolibasilosis
Kolibasilosis disebabkan Escherichia coli, bakteri gram negatif yang merupakan bakteri yang normal berada di dalam usus ayam sehat terutama bagian jejunum, ileum dan sekum. E. coli  dapat berada di sekitar area peternakan yang dapat bersumber pada kontaminasi dari kotoran ayam. Penyakit ini dapat terjadi pada semua tingkat umur ayam.

Salah satu produk antibakterial sintetik yang masih merupakan pilihan utama peternak adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2021.

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, Jakarta
Telp: 021-8300300

JANGAN SAMPAI SALMONELLA MERAJALELA

Salmonella dapat menjadi bakteri yang dapat mengontaminasi pangan asal hewan, terutama telur. (Foto: Dok. Infovet)

Masyarakat Indonesia sudah sangat familiar dengan penyakit tifus, penyakit infeksius pada saluran pencernaan ini sering terjadi di Indonesia. Namun yang perlu diketahui, penyakit ini juga dapat ditularkan dari produk pangan asal hewan misalnya telur dan daging ayam.

Salmonella sp adalah agen etiologi yang dapat mengakibatkan salmonellosis pada manusia dan hewan. Salmonellosis merupakan penyakit enterik yang umum dan tersebar luas di dunia. Bakteri ini adalah penyebab diare akut dan kronis bahkan kematian yang signifikan dibanyak spesies hewan maupun manusia.

Salmonella sp adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah beriklim tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk. (Brooks et al, 2001). Sumber infeksi dari Salmonella adalah dari feses ataupun urin manusia dan hewan carrier, pencemaran air minum, makanan yang tercemar, tiram dan ikan, serta dapat juga diperantara oleh lalat dan debu. Salmonella juga dapat bersumber dari dalam tubuh hewan yang terinfeksi (Lawrie, 2003).

Berdasarkan beberapa data penelitian, kejadian penyakit ini pada manusia di dunia pada tahun 2000 mencapai 21,6 juta kasus  yang memakan korban 216 ribu jiwa. Lebih dari 90% kasus terjadi di Asia (Crump et al, 2004). Sementara itu, Swiss pada 2001 melaporkan terjadinya 2.677 serangan salmonellosis pada manusia (tingkat insiden 32 kasus/100.000 penduduk/tahun), kejadian ini meningkat 8% dari tahun sebelumnya (Statistic of the Swiss Federal Office for Public Health, 2002).

Salah satu spesies bakteri ini yang sering menimbulkan masalah kesehatan penting adalah Salmonella typhi yang menyebabkan penyakit tifus. Bopp (2003), memperkirakan Salmonella typhi menjadi penyebab dari kurang lebih 16,6 juta kasus dan 600.000 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Kemenkes RI, pada 2008 demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%.

Selain S. typhi spesies S. enteritidis juga ditengarai menjadi penyebab salmonellosis pada manusia. S. enteritidis banyak ditemukan pada produk hewan seperti daging dan telur ayam. Bakteri tersebut memang dapat mengontaminasi secara horizontal maupun vertikal. Terdapat tiga macam serotipe S. enteritidis yang berkaitan dengan egg-borne disease outbreak yang terjadi di negara-negara Eropa, Amerika dan Inggris. Wabah salmonellosis pada manusia tersebut disebabkan oleh S. enteritidis phage tipe 4, 8 dan 23 (Kementan 2016).

Aspek Keswan
Infeksi S. enteritidis pada DOC ayam pedaging umur di bawah tujuh hari bersifat sistemik dan dapat menimbulkan kematian. Hal ini disampaikan oleh Drh Sri Estuningsih, dosen FKH IPB. Pada usia muda, ketika sistem imunitas tubuh ayam belum sempurna, infeksi ini bersifat lethal.

“Pada DOC yang mati biasanya… Selengkapnya baca di Majalah Infovet eds Desember 2020 (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer