Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini GOPAN | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

REMBUK PERUNGGASAN NASIONAL HASILKAN BEBERAPA KEPUTUSAN

Industri perunggasan Indonesia masih dihantui bayang-bayang over supply. (Foto: Dok. Infovet)

Awal tahun pasti semua kalangan berharap bahwa tahun 2020 menjadi tahun yang lebih baik daripada tahun sebelumnya, tanpa terkecuali kalangan perunggasan nasional. Sebagaimana diketahui bersama bahwa industri perunggasan nasional terus diterpa oleh kenyataan pahit, dimana harga jual live bird yang sangat sulit distabilkan tiap tahunnya.

Para pelaku usaha sudah jengah dengan memburuknya sektor perunggasan nasional, hampir setiap beberapa bulan sekali mereka para peternak mau tidak mau, suka tidak suka, dari hulu ke hilir banyak pihak yang memang sangat bergantung kehidupannya dari sektor ini.

Dalam rangka duduk bersama dan menuntaskan permasalahan tersebut, atas dasar inisiasi dari peternak dan asosiasi peternakan unggas, digelarlah rapat bersama dengan tema "Rembuk Perunggasan Nasional" di Hotel Santika, Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan peternak, asosiasi peternakan unggas, integrator, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Satgas Pangan.

Keadaan over supply yang makin tak terkendali, tentunya menjadi biang keladi atas anjloknya harga jual live bird di tingkat peternak. Tercatat sejak September 2019 hingga kini, pemerintah masih harus melakukan "rekayasa" berupa cutting telur tetas DOC FS hingga Januari 2020. Hal ini dilakukan untuk menjaga harga jual live bird tetap stabil dan menguntungkan untuk peternak mandiri.

Hingga pada Rabu, 22 Januari 2020, ada sekitar 117,9 juta butir telur tetas yang di cutting, angka tersebut sebetulnya masih kurang dari target seharusnya yang sebanyak 127 juta butir. Dengan kata lain, baru 92,38% dari target yang terealisasi.

Dalam pertemuan rembuk perunggasan nasional, menghasilkan beberapa keputusan untuk menjaga harga jual live bird tetap stabil di atas HPP, diantaranya: 

1. Wilayah Jawa Barat mulai Kamis (23/1/2020), ayam yang berukuran 1,2 kg ke bawah agar ditahan untuk dijual selama empat hari. Kalaupun hendak dijual, harganya minimal Rp 16.000/kg atau boleh dijual dengan syarat dipotong di RPA sendiri. Sedangkan untuk ayam berukuran di atas 1,2 kg, mulai Kamis (23/1/2020), harus dijual dengan harga terendah Rp 16.000/kg.
2. Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur mulai Kamis (23/1/2020), harga ayam yang dijual terendah Rp 16.000/kg (Jawa Tengah) dan Rp 16.000/kg (Jawa Timur).
3. PT Charoen Pokphand Indonesia, Japfa Comfeed dan Malindo di wilayah Jawa Tengah mulai Kamis (23/1/2020), tidak boleh sama sekali melakukan penjualan live bird.
4. PT CJ Feed Indonesia, Wonokoyo, CISF, Sinta Prima, New Hope dan peternak mandiri tidak boleh melakukan penjualan live bird pada Jumat (24/1/2020) di wilayah Jawa Tengah.
5. Harga jual minimal live bird adalah Rp 16.000/kg.
6. Hari Sabtu dan Minggu (25-26 Januari 2020), semua perusahaan diperbolehkan menjual live bird dengan harga minimal Rp 16.000/kg.
7. Harga DO yang berlaku sesuai dengan tanggal tangkap.
8. Pemerintah wajib melakukan pengawasan.
9. Harga akan dievaluasi kembali tiap empat hari, dimulai pada senin (27/1/2020).
10. Harga DOC FS yang dijual kepada peternak mandiri skala kecil, jangan dinaikkan dulu. (CR)

GOPAN PEDULI BENCANA BANJIR

GOPAN menyalurkan bantuan kepada korban banjir di Cigudeg, Kab. Bogor (5/1)

Hujan deras yang turun beberapa hari belakangan di akhir tahun 2019 menyebabkan bencana banjir di beberapa wilayah Indonesia. Kabupaten Bogor menjadi salah satu wilayah terdampak banjir yang paling parah. Hingga saat ini jumlah pengungsi akibat banjir dan tanah longsor di Kabupaten Bogor mencapai 15.000 orang, sementara itu korban meninggal dunia akibat bencana tersebut sebanyak 16 orang.

Atas dasar kemanusiaan, Gabungan Organiasai Peternak Ayam Nasional (GOPAN) merasa terpanggil untuk memberikan bantuan kepada korban banjir. Melalui misi kemanusiaan bertajuk GOPAN Peduli, para peternak yang tergabung dalam GOPAN bertandang ke Desa Uruk, Cigudeng Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor pada hari Minggu (5/1) yang lalu.

Dalam lawatannya ke Desa Urug, GOPAN memberikan bantuan berupa BBM Solar sebanyak 200 liter serta bahan makanan berupa Mie instan. Bantuan BBM Solar sebanyak 200 liter tersebut nantinya akan digunakan sebagai bahan bakar mesin ekskavator dalam membuka jalan yang terisolir akibat lumpur dan pohon tumbang.

Akses jalan desa yang tertutup akibat timbunan lumpur 


Berdasarkan kondisi yang terpantau di lapangan, akses jalan menuju desa terblokir sepanjang 3 km akibat lumpur dan pepohonan yang tumbang. Mesin eksavator yang tersedia tidak memiliki bahan bakar yang cukup untuk membersihkan sisa lumpur dan pepohonan yang menutupi akses jalan.

Kepala Desa Sukajaya Jaro Ata Iskandar mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada GOPAN. "Saya salut dengan kesolidan para peternak GOPAN, semoga Tuhan YME membalas dengan yang lebih banyak, semoga bantuan ini bisa berguna bagi para korban," tukas Jaro Ata.

Ia juga menuturkan mengenai kondisi di desanya dimana sebanyak sedikitnya 2.000 orang warga ikut terdampak banjir bandang. Selain itu sekitar 30 rumah hancur dan 200 rumah rusak akibat bencana banjir yang menimpa Desa uruk. Warga pun masih berharap uluran tangan dari pemerintah maupun swasta terkait kondisi yang dihadapinya.

Pada kesempatan yang sama, koordinator aksi kemanusiaan Sugeng Wahyudi menuturkan bahwa bantuan yang diberikan saat ini oleh GOPAN belum menyeluruh. "Rencananya GOPAN masih akan menggelontorkan bantuan lain berupa beras, makanan siap saji, mie instan, dan pakaian layak pakai seminggu dari sekarang," tutur Sugeng. Ia juga berharap kepada seluruh stakeholder di sektor perunggasan agar juga ikut membantu korban banjir yang melanda beberapa wilayah di mana saja. GOPAN juga masih membuka kesempatan bagi yang hendak memberikan bantuannya sampai tanggal 11 Januari 2020 nanti. (CR)



SEMANGAT PETERNAK ERA MILENIAL DALAM BERINOVASI

Para pembicara Seminar Atap Peternakan di Hotel Sapphire, Rabu (11/9). (Foto: Infovet) 


Kunci dalam bisnis peternakan ayam adalah menguntungkan. Pada era milenial saat ini, para peternak diharuskan siap dengan perubahan dan bersemangat mencari inovasi dalam upaya meningkatkan performa ayam broiler maupun petelur.

Hal tersebut dikemukakan Ketua Harian Gopan, Sigit Prabowo saat membuka seminar atap peternakan yang mengusung topik “Meningkatkan Produktivitas Ayam dengan Atap yang Kuat dan Menguntungkan”.

Menurut Sigit, aspek pembangunan kandang yang nyaman sangat penting termasuk menempuh langkah melakukan pembaharuan atau meng-upgrade kandang lawas. “Ayam berhak menempati kandang yang layak dan nyaman sebagai tempat tinggalnya,” kata Sigit di hadapan peserta seminar yang diadakan di Hotel Sapphire, Tangerang, Rabu (11/12).

Lebih lanjut dijelaskan Sigit, pembuatan kandang yang nyaman menjadi poin utama lagi karena organ tubuh ayam yang sangat bekerja keras dalam mencapai produksi maksimal ada pada jantung, hati, paru, kemudian ginjal membutuhkan oksigen yang cukup dan berkualitas.

“Memacu produksi atau bobot badan ayam broiler modern saat ini sudah semakin singkat pencapaiannya, oleh karenanya dibutuhkan kandang-kandang yang nyaman untuk ditempati ayam,” tutupnya.

Seminar yang digelar PT Djabesmen ini menghadirkan pembicara handal seperti Setya Winarno (praktisi perunggasan), Ramadhana Dwi Putra Mandiri (peternak milenial/pengembang mini closed house system), dan Eko Yunianto (Sales Manager PT Djabesmen). (NDV)  


SEMPAT KECEWA, PETERNAK AKHIRNYA BISA CURHAT KE DIRJEN PKH

Peternak "menggerebek" Dirjen PKH (Foto : Jefri)

Sekitar dua puluh orang perwakilan peternak ayam yang melakukan demonstrasi di Kementerian Pertanian Rabu (11/12) diterima oleh Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Drh Makmun M.Sc. Pertemuan tersebut dalam rangka mendengarkan keluhan peternak agar ditindaklanjuti oleh pemerintah. Dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung C Kementan tersebut, Makmun meminta maaf sebesar - besarnya kepada para perwakilan peternak.

"Saya sebagai tuan rumah memohon maaf kepada bapak - bapak sekalian apabila penyambutan dari kami kurang berkenan. Saya juga meminta maaf karena Pak Dirjen tidak dapat menemui bapak sekalian karena sedang ada pekerjaan lain," tukas Makmun.

Mendadak tensi berubah ketika perwakilan peternak mendengar pernyataan Makmun tadi. Kekecewaan pun juga terlihat jelas dari semua perwakilan peternak. Salah satu perwakilan peternak yang bersuara mengungkapkan kekecewaannya yakni peternak asal Bogor, Kadma Wijaya.

"Saya sangat kecewa hari ini, Pak Dirjen tidak ada di sini, padahal kami sudah sebanyak ini. Mohon maaf, bukan bermaksud mengecilkan, kalau Pak Makmun saja yang menerima, kami kan bisa bertemu dengan Pak Makmun kapan saja, kalau ketemu sama Pak Dirjen kan jarang - jarang," ungkap Kadma.

Selain Kadma, seorang perwakilan peternak dari Magelang juga mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya, penerimaan yang dilakukan oleh Kementan hari itu sangat tidak manusiawi. Mulai dari ketika tidak dibolehkannya peternak memasuki kawasan Kementan, hingga ketidakhadiran Dirjen dalam pertemuan tersebut.

Dengan semakin memanasnya tensi dan untuk mencegah hal - hal yang tidak diinginkan Sugeng Wahyudi yang juga salah satu koordinator aksi mengambil inisiatif agar peternak segera angkat kaki dari kawasan Kementan. Mereka pun memutuskan untuk memberikan rapor merah sekaligus tuntutan mereka kepada Makmun dan hendak melipir ke gedung A untuk menemui perwakilan Menteri Pertanian dan melakukan hal yang sama.

Dalam perjalanan menuju gedung A, seorang peternak mendapatkan info bahwa Dirjen PKH sedang berada di gedung Pusat Informasi Agribisnis Kementan. Syahdan mereka pun langsung menggerebek tempat tersebut dan bertemu dengan Dirjen PKH I Ketut Diarmita beserta Pejabat sekelas Direktur lainnya.

Dalam pertemuan yang berlangsung alot, beberapa kesepakatan dihasilkan oleh mereka. Salah satunya mengenai akan dilibatkannya perwakilan peternak untuk mengetuai tim ahli yang dibuat oleh Ditjen PKH dalam menghitung supply - demand DOC.

Ketika dikonfirmasi oleh Infovet, Dirjen PKH hanya menjawab secara normatif dan terkesan adem ayem atas hal tersebut. "Ya biasalah peternak, wajar kalau mereka cari saya, pokoknya nanti ini akan kita godok kembali, yang jelas ini butuh waktu dan butuh koordinasi lebih lanjut secara hukum, terima kasih," tutur Ketut. (CR)


AKSI DAMAI PETERNAK AYAM DI KEMENDAG

Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menerima peternak yang melakukan demonstrasi (Foto : CR)

Ratusan peternak ayam dari berbagai daerah yang tergabung Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) kembali menyuarakan kegelisahannya kepada instansi pemerintah. Kali ini mereka mendatangai Kementerian Perdagangan pada Rabu, (27/11).

Dalam aksinya kali ini, PPRN meminta agar pemerintah menetapkan regulasi terkait harga acuan ayam hidup (live bird). Salah satu koordinator aksi, Parjuni mengatakan bahwa dengan adanya harga acuan yang jelas dan pasti maka dapat melegakan nafas peternak.

"Kalau sudah ada regulasinya nanti peternak bisa lebih untung, enggak kaya sekarang, harga sudah ada acuan, tapi masih disuruh tetap turun. Yang rugi kan jadi peternaknya lagi," tuturnya.

Ia melanjutkan, sebenarnya dalam Permendag No. 96 tahun 2018 harga acuan memang telah diatur, namun begitu masih ada yang harus diperbaiki. 

"Di Permendag harga acuan live bird Rp. 18.000 - Rp. 20.000 perkilogram, untuk Pulau Jawa mungkin tidak ada masalah, namun rekan - rekan kami di Kalimantan misalnya, kan harga Sapronaknya juga berbeda (lebih mahal), makanya harga acuan itu harus diatur juga berdasarkan daerahnya," ungkap Parjuni.

Tuntutan lain yang disuarakan peternak yakni kestabilan harga bibit ayam umur sehari (DOC). Salah satu peserta aksi, Sugeng Wahyudi menuturkan bahwasanya saat ini acuan harga untuk DOC juga harus ditegaskan. 

"Harga DOC kan variatif ya, tergantung perusahaan breeding, ada yang murah (Rp.3.000-an) sampai yang mahal (Rp.5.000-an), nah ini harus diatur juga dan kami mohon agar Kemendag ikut andil dalam hal ini. 

Ia menambahkan bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi dan butuh campur tangan pemerintah untuk urusan perunggasan di hulu dan hilir. Karena menurut Sugeng, saat ini peternak rakyat yang selalu dirugikan dengan kondisi perunggasan yang carut - marut.

Aksi peternak ditanggapi oleh Sekretaris Direktorat Perdagangan Dalam Negeri, Syailendra. Ia mengajak perwakilan peternak dari tiap daerah untuk masuk dan berdiskusi.

"Saya rasa tuntutan peternak ini logis, dan kami juga akan berusaha untuk mengakomodir semua tuntutan tersebut. Saya harap aksi ini tetap berjalan baik dan damai, yakinlah bahwa pemerintah ada untuk rakyat," tukasnya.

Kemudian sekitar 15 orang perwakilan peternak dari berbagai daerah berdiskusi dengan pihak Kemendag. Diskusi digelar secara tertutup bersama Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga. Hingga berita ini diturunkan, hasil diskusi masih belum diumumkan. (CR)

REVISI PERMENTAN No.32 TAHUN 2017 SIAP DISAHKAN

Senyum lega Dirjen PKH setelah public hearing selesai
Setelah melalui proses yang alot dalam diskusi dan public hearing yang berlangsung Senin (7/10) yag lalu, Permentan No. 32/2017 yang telah direvisi siap disahkan oleh Menteri Pertanian. Peraturan tersebut mengatur tentang Penyediaan Peredaraan Pengawasan Ayam Ras dan Telur konsumsi.

Ditemui setelah public hearing selesai, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita berharap agar Permentan tersebut dapat menyelesaikan semua persoalan yang ada di lapangan selama ini. 

"Saya lega, sudah berkali - kali rapat akhirnya kini bisa dibilang kita satu tahap lebih maju agar ini bisa di tandatangani Pak Menteri, setelah review dari Itjen, baru nanti kita undangkan ke Menkumham" tuturnya.Sebelumnya memang Permentan 32/2017 ini dibuat untuk mengakomodir penyediaan ayam ras dilakukan berdasarkan rencana produksi nasional sesuai keseimbangan supply dan demand. Namun begitu memang ada beberapa poin yang harus direvisi agar terjadi keseimbangan antara perusahaan besar dan peternak mandiri.

Salah satu poin yang dimaksud misalnya tentang RPHU, pelaku usaha, diwajibkan memiliki RPHU dalam tempo 3 tahun. Lalu pelaku usaha juga wajib melakukan pemotongan ayam hidup (livebird) di RPHU dengan fasilitas rantai dingin yang memenuhi persyaratan. Khusus untuk perusahaan besar, RPHU harus memiliki kapasitas sebesar 100% produksi livebird Internal, yang harus dipenuhi secara bertahap. Pada tahun pertama paling rendah 20%, tahun kedua paling rendah 60% dan tahun ketiga 100%.

Dalam Revisi Permentan ini juga terdapat perbaikan pengaturan untuk distribusi Parent Stock (PS). Nantinya 25% dialokasikan untuk perusahaan PS eksternal dan tidak terafiliasi. DOC PS yang beredar juga wajib memiliki sertifikat benih/bibit yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk dan sertifikat SNI untuk DOC FS.

Terdapat juga hal yang berkaitan dengan penambahan dan pengurangan produksi ayam ras dalam revisi Permentan tersebut. Dimana nantinya tindakan tadi dapat dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan supply dan demand. Penambahan dan pengurangan dilakukan oleh tim analisa penyediaan dan kebutuhan ayam ras berdasarkan SK Menteri Pertanian. 

Pelaku usaha atau perusahaan dalam melakukan kegiatan penyediaan dan peredaran ayam ras wajib pula melaporkan produksi dan peredarannya kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota, hal tadi dilakukan paling tidak satu bulan sekali setelah selesai kegiatan penyediaan dan peredaran ayam ras.Namun jika terjadi ketidak seimbangan supply dan demand laporan tadi juga dapat diminta sewaktu-waktu.

Anggota Tim Ahli Kementan, Trioso Purnawarman meminta kepada seluruh perusahaan agar jujur dalam pelaporan. “Jika ada perusahaan yang tidak jujur dalam laporannya Pemerintah, dalam hal ini Ditjen PKH dan Kementan akan memberikan sanksi, mungkin bisa berupa pemberhentian izin impor atau bahkan penutupan usaha, oleh karenanya mari kita saling jujur agar data yang kita miliki vaild dan tercipta iklim usaha yang baik,” tukasnya.

Selain  distribusi PS dan FS ayam ras, revisi rancangan Permentan ini juga akan mengatur tentang Industri pakan. Produsen pakan juga wajib menyediakan pakan yang sesuai persyaratan mutu dan keamanan pakan untuk kepentingan peternak. Mudah – mudahan, dengan direvisinya Permentan ini menjadi angina segar bagi industri perunggasan yang selama ini carut – marut karena adanya ketidakseimbangan supply dan demand. (CR)

DEMONSTRASI PETERNAK DI KEMENTAN HASILKAN BEBERAPA KESEPAKATAN


Aksi demonstrasi kembali terjadi di Ibukota, kali ini bukan di Gedung DPR/MPR melainkan di Kementerian Pertanian, Jl. Harsono RM, Ragunan. Rabu (26/9), sekitar 700-an peternak yang mengatasnamakan Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) menyambangi kantor Menteri Pertanian.

Seruan yang digaungkan masih seputar kondisi harga ayam yang anjlok di bawah HPP beberapa bulan belakangan ini. “Kami peternak rakyat mandiri menyampaikan tuntutan dan aspirasi kami kepada pemerintah dan pihak terkait dalam menstabilkan harga ayam hidup dan penegakan regulasi," ujar Pardjuni, orator  aksi.

Ia juga mengatakan bahwa sebelumnya GOPAN juga sudah beberapa kali melakukan pertemuan dan berdiskusi dengan pihak terkait yang membidangi urusan ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementan, hingga Perum Bulog. Namun, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil yang nyata, alias nihil. "Sudah berapa kali kami rapat, hasilnya nol besar," pungkasnya.

700-an orang peternak datangi Kementan menuntut stabilisasi harga ayam. (Foto: Infovet/CR)

Diajak Berdialog
Menanggapi aksi tersebut, Kementerian Pertanian dengan cepat mengajak peternak untuk masuk dan melakukan dialog. Dalam dialog tersebut, peternak, Kementan dan perwakilan perusahaan berdiskusi satu meja. Ada beberapa poin penting tuntutan peternak kepada pemerintah dan integrator selain menstabilkan harga jual ayam hidup, diantaranya :

1. Perusahaan integrasi dan afiliasinya tidak menjual ayam hidup ke pasar becek.
2. Perusahaan integrasi diharapkan memotong seluruh ayam produksinya di Rumah Potong Ayam (RPA) dan menjual ke pasar modern.
3. Perusahaan dan peternak yang memiliki populasi ayam masuk atau chick in 300 ribu per minggu, wajib memiliki RPA dengan kapasitas potong minimal 50% dari produksi.
4. Perusahaan integrasi harus mengembangkan pasar ekspor.
5. Perusahaan terintegrasi menurunkan harga DOC dan pakan, serta menjual minimal 60% DOC pada peternak mandiri dan menghentikan sistem kawin pakan-DOC bagi peternak mandiri.
6. Meminta pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden untuk penataan iklim usaha perunggasan nasional yang berkeadilan dan melindungi peternak unggas rakyat mandiri. (Sesuai UU 18 tahun 2009 jo UU 41 tahun 2014 pasal 33).

Diskusi sempat berlangsung alot antara peternak, perusahaan integrator dan pemerintah. Sampai-sampai menteri pertanian, Amran Sulaiman, mengambil alih diskusi sebagai moderator. Amran pun geram dengan suasana diskusi tersebut, ia mengancam para integrator yang tidak mau menyetujui tuntutan peternak agar dicabut izin impor GPS-nya.

“Para direktur, tolong catat ini perusahaan-perusahaan yang tidak mau sepakat, kalau perlu dicabut izin impornya, biar sekalian kalau mau dibikin ribut yang besar, jangan tanggung-tanggung,” kata Amran.

Tensi mulai mereda ketika kesepakatan yang dicapai dalam diskusi tersebut. Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, menyatakan permintaan maafnya kepada semua unsur yang hadir.

“Saya minta maaf kepada semua, utamanya peternak dan Bapak menteri, karena ketidakmampuan saya dalam mengurus ini, sehingga semua jadi ricuh begini. Saya juga sebenarnya tidak ingin ada yang dirugikan baik integrator maupun peternak, kita harus hidup berdampingan dan seirama, sekali lagi saya mohon maaf bila ada yang merasa dirugikan,” tuturnya.

Sementara itu, sikap dingin perwakilan integrator terlihat ketika Infovet hendak meminta tanggapannya terkait kesepakatan yang dibuat.

Kendati demikian, para integrator yang hadir, diantaranya Japfa, Charoen Pokphand, Panca Patriot, Sumber Unggas Jaya dan beberapa perusahaan lainnya, sepakat mengikuti aturan dan tuntutan peternak, dengan penerapan secara bertahap. (CR)

RESPON PETERNAK ATAS ANCAMAN SERBUAN AYAM BRASIL



Ayam potong di pasar (Foto: Google Image)

Arus masuk importasi ayam dari Brasil diprediksi meningkat pasca-kekalahan Indonesia atas gugatan Brasil di Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Menanggapi hal ini, Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) memiliki tiga usulan untuk pemerintah.

Pertama, Gopan berharap pemerintah memperhatikan harga sarana produksi ternak (sapronak) agar memiliki harga yang terjangkau dan tidak memberatkan kelompok peternak-peternak mandiri skala kecil dan menengah.

Sapronak terdiri atas sejumlah bahan baku yang dibutuhkan dalam pengelolaan produksi peternakan. Dalam konteks peternakan ayam, komponen-komponen sapronak terdiri dari bibit ayam, pakan, serta obat-obatan.

Menurut Sekretaris Jenderal Gopan Sugeng Wahyudi, biaya pakan yang dibutuhkan dalam pengelolaan produksi peternakan saat ini masih terbilang tinggi. Tingginya biaya pakan membuat Harga Pokok Produksi (HPP) dalam pengelola produksi peternakan juga menjadi tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan membuat ayam yang diproduksi oleh peternak mandiri memiliki harga yang tidak kompetitif, apabila dibandingkan dengan harga ayam impor yang masuk dari Brasil nantiya.

Gopan berharap agar pemerintah menyediakan skema pembiayaan dengan bunga yang murah bagi peternak-peternak ayam yang mau meng-upgrade kualitas dan kapasitas kandangnya. Menurut Sugeng, prasarana berupa kandang memiliki peran yang penting dalam menentukan efisiensi biaya pengelolaan produksi peternakan ayam.

“Kandang-kandang ini harus di-upgrade agar produktivitas meningkat. Kalau produktivitas meningkat, biaya-biaya produksinya juga bisa turun,“ terang Sugeng kepada Kontan.co.id, Jumat (9/8).

Sementara itu, Sugeng menilai bahwa kondisi kandang yang dimiliki oleh peternak umumnya kurang memenuhi syarat karena belum menggunakan sistem closed house. Padahal, pembiayaan yang diperlukan untuk meng-upgrade kandang ke dalam bentuk kandang dengan sistem closed-house membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Gopan juga berharap pemerintah bisa mempertahankan pasar-pasar tradisional yang ada sebagai ‘lahan’ bagi peternak rakyat skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Sugeng menjelaskan bahwa selama ini saja peternak mandiri sudah mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan besar yang memasarkan produknya di pasar tradisional. Namun demikian, arus importasi ayam yang masuk dari Brasil dinilai berpotensi memperparah kondisi persaingan yang ada di pasar tradisional lantaran dapat memicu peningkatan jumlah suplai produk ayam perusahaan-perusahaan besar di pasar tradisional.

Dalam hal ini, Sugeng menilai perlu ada campur tangan pemerintah untuk melindungi peternak-peternak ayam skala kecil dan menengah. “Perusahaan besar dan perusahaan kecil itu kan pasarnya sama. Maka dari itu saya usulkan harus ada kekhususan bagi peternak rakyat agar mereka bisa tetap eksis,“ sebut Sugeng. (Sumber: kontan.co.id)  

EVALUASI PENYELAMATAN PERUNGGASAN NASIONAL

Rapat evaluasi dihadiri perwakilan peternak maupun pelaku usaha peternakan (Foto: Infovet)

Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) Indonesia, menyelenggarakan Rapat Evaluasi Penyelamatan Perunggasan Nasional. Rapat tersebut diselenggarakan pada Selasa (25/6/2019) di Ballroom IPB International Convention Center, Bogor.

Hadir dalam rapat tersebut adalah para pimpinan perusahaan perbibitan maupun pakan, pelaku peternakan mandiri, dan asosiasi peternak unggas.

Latar belakang diadakannya rapat ini, seperti disebut dalam undangan yang diterima Infovet bertanggal 21 Juni 2019, adalah seminggu setelah berjalannya instruksi Menteri Pertanian untuk memperbaiki harga ayam hidup menuju harga referensi farm gate dinilai belum berhasil.

Disebutkan kondisi saat ini terasa sangat berat bagi pelaku perunggasan, sehingga patut dicari bersama jalan keluar untuk memperbaiki kondisi bisnis perunggasan.

Rapat yang mengagendakan evaluasi dan solusi penyelamatan perunggasan nasional ini, menghasilkan banyak buah pikir dari pesertanya.

Sugeng Wahyudi selaku Ketua Panitia menilai telah ada upaya perbaikan harga melalui koordinasi tunda jual untuk pabrikan besar. Pada 30 Mei-1 Juni jumlah DOC FS sudah jauh lebih sedikit, maka seharusnya harga hari ini dan esok sudah bisa naik. Dia juga mengungkapkan bahwa data dari pemerintah produksi DOC mencapai 68 juta, sedangkan kebutuhannya hanya 60 juta.

Sementara itu temuan di lapangan, menurut Tarto dari Satgas Pangan, kandang dan RPA full. Menurutnya, harga dipermainkan oleh broker. Akibatnya harga ayam di pasar di tingkat konsumen tidak berbanding lurus dengan harga ayam hidup di tingkat peternak yang terus menurun.

Tarto mengharapkan agar ada kesepekatan yang clear diantara pelaku bisnis perunggasan. Dia juga menyarankan agar kunci harga ditahan dan pemotongan DOC FS dilakukan secara proporsional.

Achmad Dawami, praktisi perunggasan yang dikenal juga sebagai Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) mengatakan harga adalah cerminan supply dan demand. Menurutnya, perlu untuk memotong mata rantai, tidak melalui trader, agar terlihat cerminan pasar yang sebenarnya.

“Tanggal 10 Juni GPPU diinstruksikan untuk menghitung over supply dan mengusulkan cutting. Jangka pendek melalui pemotongan DOC FS melalui evaluasi,” ungkapnya.

Dasar populasi DOC harus merujuk data pemerintah, potensi produksi 3,5 miliar DOC di tahun 2019. Target pemerintah di tahun 2020 adalah merujuk angka 13,5 kg/kapita/tahun dengan rata-rata berat badan ayam 1,6 kg/ekor.

Pada tanggal 13 Juni diputuskan tim ahli 30%, sementara usulan GPPU 20,8 % dalam bentuk anak ayam. Keputusan itu bagaimana pelaksanaannya? Sampai tanggal 24 Juni kejelasan cutting tidak ada kejelasan.

Sementara pelaku perunggasan lain menyatakan masalah ayam saat ini sudah diluar normal. Turunnya harga sudah dimulai menjelang Idul Fitri.

Pada rapat evaluasi ini dihasilkan kesimpulan sebagai berikut:

Harga referensi Live Bird, Rabu 26 Juni 2019 (Ring 1)
0,8 kg  – 1 kg   : Rp 20.000
1,1 kg – 1,2 kg : Rp 19.000
1,2 kg – 1,4 kg : Rp 18.000
1,4 kg – 1,6 kg : Rp 17.000
1,6 kg – 1,8 kg : Rp 14.500
1,8 kg – 2 kg   : Rp 13.500
2 UP                : Rp. 11.000

Catatan:
-Harga Nett
-Wilayah Purwakarta, Subang, Karawang (Purwasuka) selisih Rp 1.000 dengan ring 1
-Harga berlaku mulai tanggal 26 Juni 2019


RAPAT KOORDINASI PERUNGGASAN DI SOLO HASILKAN TUJUH KEPUTUSAN

Solo, 14 Juni 2019 bertempat di Hotel Syariah Solo Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan drh I Ketut Diarmita memimpin rapat koordinasi perunggasan. Hadir dalam acara tersebut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Wakil Ketua Satgas Pangan Mabes Polri, perwakilan perusahaan integrator, perwakilan organisasi peternak unggas (PINSAR, GOPAN, Presidium PRPM), Ketua Umum GPPU dan Perwakilan Dinas terkait di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. 

Setelah mencermati data perunggasan terkini yang disampaikan oleh Dirjen PKH dan banyaknya masukan selama sesi diskusi, maka dihasilkan keputusan sebagai berikut : 

  1. Pelaksanaan pengurangan DOC FS broiler sebanyak 30% dari populasi telur tetas fertil di seluruh Indonesia dan akan diawasi dengan pola cross monitoring oleh tim yang melibatkan unsur Dirjen PKH, Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan tingkat provinsi/kabupaten/kota, GPPU, PINSAR, PPUN dan GOPAN. Bukti pengurangan dari masing - masing perusahaan harus dibuat dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh perwakilan perusahaan dan tim yang melakukan monitoring.
  2. Integarator harus membuat pakta integritas bahwa tidak semua ayam yang diternakkan di wilayah Jateng dan Jatim dijual ke pasar tradisional di wilayah yang dimaksud dan sebagainya harus diolah dalam bentuk daging beku atau olahan. Bagi yang tidak merealisasikan pakta integritas ini maka izin impor ditunda sampai pakta dipenuhi.
  3. Integrator dan peternakn mandiri harus melaporkan broker unggas komersial yang dimiliki atau yang menjadi langganannya kepada Direktur Jendral PKH dan Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri Kemendag. Jika tidak, maka izin impor tidak akan diproses sampai laporan disampaikan. Satgas Pangan Mabes Polri pun akan ikut mengawasi perilaku broker dan integrator. 
  4. Kepala dinas yang membidangi fungsi PKH di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus segera mendata nama, nomor ponsel, alamat lengkap perusahaan, peternak mandiri, peternak UMKM, jumlah kandang serta kapasitas kandang terpasang. Dinas juga harus mendata secara lengkap jumlah RPHU secara lengkap berikut kapasitas cold storage yang dimiliki swasta dan pemerintah di wilayahnya. Selain itu Dinas juga diwajibkan memberikan pembinaan kepada perusahaan, peternak mandiri dan peternak UMKM di wilayahnya.
  5. Akan dilakukan review Permentan No. 32 tahun 2017 terutama pasal 12 mengenai kepemilikan RPHU dan rantai dingin dalam rangka penyempurnaan regulasi di bidang perunggasan dan definisi peternak mandiri, dan definisi integrator.
  6. Mengusulkan review Permendag No. 96 tahun 2018 terkait harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen serta mengkaji harga acuan DOC FS dan pakan. 
  7. Dalam rangka menyelesaikan persoalan harga live bird yang rendag, Kemendag mengeluarkan himbauan (setelah berkoordinasi dengan KPPU) kepada para peternak (integrator, peternak mandiri, peternak UMKM) untuk melakukan pembagian live bird/karkas secara gratis kepada masyarakat khususnya masyarakat miskin menggunakan dana CSR. Dalam pelaksanaannya akan dikoordinasikan oleh dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan serta dinas yang membidangi fungsi perdagangan di tingkat provinsi/kabupaten/kota dengan GPPU dan PINSAR. (CR)


PELAKU PERUNGGASAN DIAJAK STABILKAN HARGA UNGGAS HIDUP

Pertemuan Dirjen PKH bersama pelaku perunggasan di Solo. (Foto: Dok. Dirjen PKH)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, kembali mengundang para pelaku perunggasan, asosiasi unggas, pakar dan unsur pemerintah terkait untuk membahas situasi perunggasan Nasional, khususnya terkait rendahnya harga unggas hidup/live bird (LB) di tingkat produsen di beberapa daerah, yakni Jawa Timur dan Jawa Tengah. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 96/2018 mengenai harga acuan pembelian ditingkat petani dan harga acuan pembelian di tingkat konsumen, harga acuan pembelian daging ayam ras untuk batas bawah di tingkat peternak sebesar Rp 18.000 dan harga batas atas sebesar Rp 20.000, sedangkan harga acuan penjualan di konsumen sebesar Rp 34.000. Namun, di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, harga LB masih berada di bawah harga batas bawah. 

“Kami mengharapkan masukkan dari para pelaku perunggasan, pakar dan pemerintah daerah agar hasil pertemuan koordinasi stabilisasi produksi, distribusi dan harga LB ini dapat menjadi solusi terbaik untuk perunggasan Nasional ke depan,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, saat pertemuan di Solo, Jumat (14/6/2019). Pertemuan ini sendiri merupakan lanjutan pertemuan koordinasi perunggasan yang telah dilaksanakan secara maraton dari 10 dan 13 Juni 2019 di Jakarta.

Ia menambahkan, langkah awal dalam stabilisasi harga LB adalah dengan pengurangan DOC FS broiler sebesar 30% dari populasi telur tetas fertil di seluruh Indonesia yang diawasi oleh tim yang melibatkan unsur Ditjen PKH, dinas terkait provinsi/kabupaten/kota, asosiasi diantaranya GPPU, GOPAN, PPUN dan PINSAR. Kemudian memastikan bahwa pengusaha unggas integrator tidak menjual semua ayam yang diternakkan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, dijual ke pasar tradisional di wilayah tersebut. 

Ketut juga meminta Integrator dan peternak mandiri melaporkan broker unggas komersial (nama, alamat dan nomor HP) yang dimiliki atau yang menjadi langganannya kepada pihaknya maupun Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar terdata, sehingga bisnis unggas dapat berjalan baik dan dapat terkontrol jika terjadi gejolak, serta mengajak Satgas Pangan Mabes Polri untuk ikut mengawasi perilaku broker dan integrator.

Hal penting lain yang menjadi keputusan bersama adalah pentingnya review Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, terutama Pasal 12 mengenai kepemilikan RPHU dan rantai dingin dalam rangka penyempurnaan regulasi di bidang perunggasan dan definisi integrator dan peternak mandiri, serta review Permendag No. 96/2018 terkait harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan di tingkat konsumen dan mengkaji harga acuan DOC FS serta pakan.

“Pemerintah juga meminta kepada para pelaku usaha perunggasan agar berupaya menaikan harga LB secara berkala menuju harga acuan sesuai dengan Permendag 96/2018" tegas Ketut. 

Sementara dalam rangka menyelesaikan harga LB yang anjlok di beberapa daerah, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Tjahya Widayanti, mengeluarkan himbauan (setelah berkoordinasi dengan KPPU) kepada para peternak (integrator, peternak mandiri, peternak UMKM) untuk melakukan pembagian LB/karkas secara gratis kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin menggunakan dana CSR yang pelaksanaannya akan dikoordinasikan oleh dinas terkait di provinsi/kab/kota dengan GPPU dan PINSAR. 

“Kami juga mengimbau agar ARPHUIN bekerjasama dengan pasar retail modern dalam membantu menyerap stok LB dan daging ayam terutama di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujar Tjahya.

Pertemuan juga memutuskan bahwa Kemendag akan mengkaji pengaturan segmentasi pasar unggas dan Satgas Pangan Mabes Polri akan mendalami temuan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan usaha ayam ras. Adapun dinas terkait provinsi/kabupaten/kota, untuk segera mendata unit usaha peternakan serta jumlah kandang dan kapasitas terpasang; mendata jumlah RPHU beserta kapasitas cold storage yang dimiliki swasta maupun pemerintah; dan memberikan pembinaan kepada perusahaan, peternak mandiri, peternak UMKM di wilayahnya. (INF)

H+3 RAMADAN HARGA AYAM NAIK, ANGIN SEGAR BAGI PETERNAK

Harga ayam kandang relatif membaik, membawa angin segar (Foto: Infovet/NDV) 

Memasuki H+3 Ramadan, harga daging ayam di pasaran dan di tingkat peternak berangsur naik. Memasuki Ramadan, harga daging ayam di pasaran dan di tingkat peternak berangsur naik. Hingga 7 Mei 2019 lalu, harga daging ayam mencapai Rp36-37 ribu per kg yang sebelumnya hanya sekitar Rp18-19 ribu per kg.

Kenaikan harga ayam di pasaran ini pun juga diikuti perbaikan harga di tingkat peternak. Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi mengatakan kenaikan harga itu membawa angin segar lantaran harga ayam kandang relatif membaik sejak Februari-Maret 2019 lalu.

"Jadi menjelang puasa kemarin harga sempat naik di kandang posisi Rp20-21 ribu per kg," ucap Sugeng, Rabu (8/5/2019).

Sugeng mengatakan tren kenaikan ini menyebabkan harga ayam pada tingkat peternak dapat melampaui ketentuan yang pernah diatur dalam Permendag yaitu berada dalam kisaran Rp20 ribu per kg. Padahal sebelumnya nilainya hanya sekitar Rp18-19 ribu per kg.

"Harga ayam saat ini relatif stabil. Tapi tahun ini kenaikan tidak spektakuler. Hanya sesuai dengan Permendag saja yang harus di angka Rp20 ribu," ucap Sugeng. Kendati telah mengalami kenaikan, Sugeng mengaku belum cukup puas. Sebab, kenaikan ini tidak terjadi secara merata.

Menurut Sugeng, umumnya daerah yang kenaikan harga ayam pasaran dengan harga ayam di tingkat peternak cukup terbatas seperti di Jawa Barat. Wilayah seperti Jawa Tengah, kata Sugeng, justru masih berada pada kisaran Rp18-19 ribu. Harga tersebut sempat dikeluhkan peternak berbulan-bulan lalu karena di bawah biaya operasional.

Kekhawatiran Sugeng pun juga mencakup adanya tren harga ayam di pasaran yang menurun mulai terjadi per 8 Mei 2019. Saat ini harga berada pada kisaran Rp36.250 per kg.

Bila tren harga terus menurun, maka Sugeng memastikan masa-masa yang menguntungkan peternak ini hanya berlangsung pendek dan segera berakhir. Kenaikan harga ayam akan terjadi lagi pada Idul Fitri mendatang. (Sumber: https://tirto.id)


PERJUANGAN PETERNAK RAKYAT & PETERNAK MANDIRI (PRPM) DIRESMIKAN

Gedung Joang 45 Senin (8/4) yang lalu menjadi saksi atas diresmikannya Perjuangan Peternak Rakyat & Peternak Mandiri (PRPM). Acara tersebut juga dihadiri oleh semua stakeholder yang berkecimpung dalam industri perunggasan nasional. Latar belakang dari dideklarasikannya Perjuangan PRPM yakni anjloknya harga livebird pada beberapa bulan terakhir. Selain itu, keadaan diperparah dengan naiknya harga input produksi yakni DOC (Day Old Chick) dan pakan. Keadaan seperti ini kerap kali terjadi dan menimbulkan keresahan di kalangan peternak rakyat & peternak mandiri karena dapat mematikan usaha mereka secara perlahan. 

Presidium PRPM, Sugeng Wahyudi mengatakan bahwa menurut data yang dirilis Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), hingga kini harga DOC dan pakan menyentuh angka minimal Rp. 6.700 (DOC) dan Rp. 7.400 (pakan). Sementra harga ayam hidup terus anjlok, harga terendah yang tercatat yakni Rp. 11.500 (ayam ukuran 1,6 kg keatas) di wilayah Jawa Tengah. “Jika merujuk pada hukum ekonomi, seharusnya harga DOC turun karena keadaan yang terjadi di lapangan adalah over supply DOC, namun begitu kenyataannya harga DOC tetap tinggi. Hal yang sangat aneh, ketika harga ayam hidup turun drastis, tetapi harga DOC tetap bahkan cenderung naik,” ucap Sugeng.

Padahal, terdapat dua instrumen regulasi yang bisa menjadi “bodyguard” dari kondisi ini. Pertama yakni Permentan 32 Tahun 2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras pedaging dan petelur konsumsi. Instrumen kedua yakni Permendag 96 Tahun 2018 tentang harga acuan pembelian ditingkat petani dan harga acuan penjualan ditingkat konsumen. Namun kedua instrumen regulasi ini tidak berjalan, sehingga permasalahan yang selalu terjadi diperunggasan selalu berulang.

PRPM Resmi Dideklarasikan di Gedung Joang 45

Sementara itu Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Ketut Diarmita dalam sambutannya mengatakan bahwa pemerintah selalu membuka diri dan mendengarkan masukan serta keluh kesah peternak. “Pak Mentan sudah menekankan kepada saya, agar masalah ini segera selesai, makanya mari sama – sama kita cari solusi agar cepat selesai. Biar nanti kita enggak bicara dan berebut pasar becek lagi, jadi orientasinya ekspor begitu,” tutur Ketut. Ia juga merasa bosan dan enggan terus berlarut dalam masalah ini (harga ayam, DOC, pakan, dan telur), oleh karenanya ia sangat ingin masalah ini cepat selesai dan tidak berulang kembali.

Stakeholder lain yang juga hadir dalam acara tersebut adalah GPPU. Ketua umum GPPU Achmad Dawami menyatakan bahwa secara pribadi dan organisasi tidak menginginkan kejadian ini terus terjadi. “Saya juga sudah terus mikirin ini, makanya saya kemarin pas rapat umum GPPU menghimbau kepada para anggota GPPU ayo kita perpanjang cutting DOC sampai minggu ke-3 puasa, supaya peternak menikmati juga harga yang menguntungkan. Kami juga mengerti kok penderitaan mereka,” tukas Dawami.

Terkait hal kuota impor GPS dimana pemerintah juga akan memberikannya pada peternak, Dawami enggan berkomentar dan menaggapi. Pemerintah dalam hal ini Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Sugiono juga enggan banyak berkomentar mengenai masalah tersebut. “Masih kita kaji dan kita pelajari lagi, kita juga masih harus berdiskusi tentang masalah ini bersama tim ahli juga, kita lihat nanti ya,” kata Sugiono sembari kepada Infovet. (CR)





HARGA AYAM ANJLOK, PETERNAK DIBERI JATAH IMPOR GPS?

Anjloknya harga ayam broiler beberapa bulan belakangan ini makin meresahkan peternak. Setelah sepekan mediasi awal antara Perjuangan Peternak Rakyat & Peternakan Mandiri (PRPM) dengan pemerintah (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dam Ditjen Perdagangan Dalam Negeri) belum membuahkan hasil, kembali peternak yang diwakili PRPM bermediasi dengan Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan di Gedung C Kementan 2 April yang lalu.

Dalam pertemuan tersebut peternak mengeluhkan masih rendahnya harga ayam kepada Dirjen. Tri Hardiyanto Ketua Dewan Pembina GOPAN mengatakan bahwa harga saat ini masih jauh dibawah HPP yang diinginkan peternak dan sangat merugikan. “Kita kemari masih terus memperjuangkan nasib rekan – rekan kami dimana harga kini sangat rendah, selain itu kita juga ingin mengadukan pada Dirjen bahwa harga DOC dan pakan masih belum turun,” kata Tri ketika ditemui Infovet.

Tri juga mengatakan bahwa saat ini target PRPM dalam jangka pendek adalah agar para integrator menurunkan harga DOC dan harga pakan, sembari membenahi harga yang anjlok di tingkat peternak. “Belum ada pengumuman akan penurunan harga pakan dan DOC, sudah ada sih integrator yang siap menjual pakannya Rp. 6.500 dengan kode tertentu, namun terkait kualitas silakan dicoba sendiri. Kami juga ingin harga ayam agar naik sesuai dengan Permendag 96/2018,” pungkasnya.

Peternak Bermediasi Dengan Dirjen Peternakan & Keswan (Foto : CR)


Menanggapi hal tersebut, Dirjen peternakan dan kesehatan hewan I Ketut Diarmita berkata bahwa dirinya telah melakukan mediasi juga dengan perushaan integrator perunggasan. “Seharusnya harga DOC dan pakan sudah ada yang turun itu, kalau belum dan masih tinggi silakan bapak – bapak sekalian lapor ke saya, sekalian sebutkan perusahaan mana saja itu,” tutur Ketut. Ia juga meminta kepada peternak agar menambah stok kesabaran, karena permasalahan ini tidak dapat selesai dalam sekejap mata. 

Terkait harga, menurut Mukhlis Wahyudi salah satu perwakilan peternak asal Bandung, harga ayam di Jawa Barat terutama Bandung, Tasikmalaya, Kuningan, Garut dan sekitarnya masih rendah yakni sekitar Rp. 13.000 – Rp. 14.000 / kg, memang naik ketimbang minggu lalu namun belum signifikan hanya berkisar Rp. 1.000 saja. Selain itu, harga di daerah Jawa Tengah terutama di Ring 3, masih dalam keadaan mengkahawatirkan diangka Rp. 12.000 – Rp. 13.000. Oleh karenanya ia menghimbau agar segera diambil langkah agar tidak semakin hancur. “Saya juga sudah menyarankan kepada peternak di sana, agar ayam – ayam di Jateng jangan digelontorkan ke Jabodetabek dan Jabar, kalau tidak situasi harga yang mulai membaik ini akan hancur lagi,” tutur Mukhlis.

Dalam pertemuan tersebut PRPM juga menyauarakan aspirasi mengenai revisi Permentan 32 / 2017 terkait penghapusan kuota GPS. Sigit Prabowo mantan ketua umum PPUN menjabarkan mengapa ada perbedaan terkait data produksi FS yang berbeda. PRPM juga meyarankan agar pemerintah melakukan aborsi telur tetas (HE) yang bobotnya dibawah 55 gram. “Telur yang bobotnya 55 gram ke bawah sebaiknya diaborsi saja, selain dapat mengurangi potensi over supply, kita juga melakukan seleksi indukan, nanti telur – telur yang diaborsi bisa diberikan gratis kepada masyarakat, “tukas Sigit. Ia juga menyarankan agar pemerintah meyiapkan perpres yang pro kepada peternak yang senafas dengan Kepres 22 /1990, misalnya.

Saran dari PRPM mengenai impor GPS ditanggapi positif oleh Ketut. Ia berencana akan memberikan kuota impor GPS pada peternak. “Nanti saya akan lakukan itu, tetapi bapak – napak sekalian dikaji kembali hitungannya, jangan nanti ketika saya sudah kasih kuota bapak salah hitung, terus saya disalahkan lagi. Intinya tetap nanti bapak – bapak sekalian akan tetap diaudit, apakah layak punya GPS, sesuai dengan aturan kita juga yang harus dipenuhi,” tutur Ketut. Perwakilan peternak pun menyambut kalimat Ketut tadi dengan tepuk tangan dan sumringah, karena dengan dibolehkannya impor GPS oleh peternak setidaknya ada harapan peternak dapat megurangi ketergantungan kebutuhan DOC dari integrator. Apa iya?, faktanya memelihara GPS dibutuhkan fasilitas khusus dan persyaratan khusus yang jika peternak tidak dapat memenuhinya dan dinilai tidak layak oleh Kementan, maka kuota impor GPS tidak akan diberikan. Semoga saja hal ini bukan sekedar wacana.(CR)

PETERNAK AYAM MANDIRI MENGADU KE OMBUDSMAN

Ilustrasi peternakan ayam (Foto: Infovet/Ridwan)

Tingginya harga bahan pokok kebutuhan berproduksi membuat peternak ayam mandiri semakin terpinggirkan. Sementara dari segi harga mereka kalah saing dibandingkan perusahaan peternak ayam besar. Kalangan peternak mengadu dan meminta perlindungan Ombudsman untuk bisa membantu memecahkan persoalan yang dihadapi para pengusaha.

Direktur Lokataru Foundation, Haris Azhar mengungkapkan para peternak mandiri semakin tertekan
dengan dominasi peternak besar.

Menurut Haris, hal tersebut tersebut terlihat dari bagaimana perusahaan-perusahaan ternak ayam besar menguasai bibit ayam, pakan, hingga obat-obatan. Selain itu, mereka juga melakukan budidaya yang menghasilkan biaya produksi menjadi lebih rendah.

“Mereka menguasai hampir semua sektor. Peternak mandiri biasanya membeli DOC atau bibit ayam, pakan ayam, dan obat-obatan dengan harga yang lebih mahal dibandingkan perusahaan-perusahaan itu menjual ke tempat mereka melakukan budidaya sendiri,” tutur Haris.

Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Sugeng Wahyudi mengatakan pengaduan ke Ombudsman dilakukan untuk melaporkan kondisi terkini yang dihadapi peternak nasional. Dia menyebutkan, saat ini peternak mengalami suatu kondisi di mana harga ayam yang mereka jual berada di bawah harga produksi.

“Sementara harga pakan kita dan DOC tinggi,” ungkap Sugeng.

Yeka Hendra Fatika dari Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) mengatakan, peternak merasa tidak dilayani dengan baik sebagai warga negara oleh pemerintah.

“Paling utama adalah iklim usaha peternak yang tidak sehat. Perusahaan besar dan peternak kecil sama-sama masuk di pasar yang sama,” ungkap Yeka.

Yeka menyebut, dalam Undang-undang peternakan, di Pasal 29 ayat 1 memang perusahaan boleh masuk di budidaya. “Namun jangan lupa ada ayat 5 yang menyebut pemerintah memberikan perlindungan kepada pelaku usaha atas persaingan tidak sehat,” tuturnya.

Para peternak berharap ada regulasi yang bisa melindungi. “Harapannya Ombudsman bisa masuk dan memetakan, apakah butuh Peraturan Pemerintah, Perppu atau Keputusan Presiden untuk hal ini. Terpenting adalah kehadiran pemerintah dan konsisten bisa dilaksanakan,” jelasnya.

Terhadap pengaduan ini, Komisioner Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan telah
melakukan audiensi dengan sejumlah organisasi peternak unggas.

“Tadi dilihat juga ada problem-problem yang bersifat sistemik, yang kaitannya dengan regulasi dan segmen pasar. Nanti kita akan panggil pihak-pihak terkait,” pungkas Ahmad. (Sumber: jawapos.com)

Kenaikan Harga Khusus Telur dan Ayam Tak Efektif

Harga khusus daging ayam dan telur dinilai tidak efektif. (Foto: Pixabay)

Kementerian Perdagangan memutuskan untuk memberikan harga khusus untuk daging ayam dan telur ayam untuk mengompensasi tingginya harga jagung sebagai bahan baku industri pakan ternak. Namun, beberapa kalangan menilai langkah itu belum efektif untuk menyelesaikan masalah harga di pasaran.

Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sigit Prabowo menyatakan harga daging ayam dan telur ayam sangat terpengaruh pada hukum pasar, bukan pembentukan harga pemerintah. "Biasanya harga jual itu berdasarkan penawaran dan permintaan," kata Sigit dalam sambungan telepon, Kamis (31/1).

Perubahan harga acuan yang telah pemerintah lakukan tahun lalu tidak terlalu berdampak pada peternak. Terlebih langkah pemerintah yang menetapkan kebijakan tersebut tanpa didahului diskusi dan sosialisasi kepada pelaku usaha.

Namun, keputusan pemerintah juga saat ini menurutnya cukup tepat untuk menyesuaikan harga pakan, sehingga diharapkan bisa menekan lonjakan harga daging ayam dan telur. Meski demikian, hal lain juga mestinya dipersiapkan adalah mengenai optimalisasi penyerapan jagung lewat Perum Bulog sebagai stabilisator pangan.

Pembenahan pada sektor produksi jagung menjadi penting. Sebab, harga yang terlalu tinggi bisa membatasi daya beli peternak. "Yang perlu diturunkan itu terutama bahan baku pakan seperti jagung," ujar Sigit.

Dia menjelaskan, harga telur ayam dan daging ayam saat ini berada di kisaran Rp 17 ribu hingga Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan harga jagung sudah berada di level Rp 5.300 sampai Rp 6.500 per kilogram.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri juga mempertanyakan langkah pemerintah yang hanya melakukan koreksi di hilir. Menurut pedagang, harga acuan daging ayam dan telur ayam buatan pemerintah tidak akan memberikan pengaruh pada psikologi pasar.

Mansuri mengungkapkan, pemerintah harus menganalisis inti persoalan agar bisa memperbaiki kondisi harga serta pasokan. Dia pun meyebutkan ada tiga persoalan utama  yang harus mendapat perhatian khusus pemerintah dalam menjaga stabilitas harga ayam dan telur. 

Pertama, pasokan DOC (Day Old Chicken) ayam di peternak harus seimbang. TDengan pengaturan pasokan terhadap permintaan dan penawaran yang tepat,  diharapkan bisa membuat harga jual komoditas membaik dan mengurangi potensi lonjakan signifikan.

Apalagi sebelumnya juga  banyak peternak yang melakukan afkir dini atau pemotongan ayam padahal belum masuk usia dewasa akibat pasokan pakan yang berkurang dan harganya tinggi.

Kedua, proses penggemukan ayam ternak untuk petelur dan pedaging membutuhkan waktu jauh lebih lama. Penyebabnya, Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2017 yang melarang penggunaan antiobiotik dalam pakan ternak, berlaku sejak 1 Januari 2018. Hal ini juga menyebabkan pasokan ayam dan telur dapat tertunda.

Terakhir, dengan mengendalikan kenaikan harga jagung sebagai pakan untuk ternak. "Harusnya pemerintah sangat memperhatikan faktor produksi, jangan konsultasi ketika masyarakat sudah melakukan kritik," ujar Mansuri.

Dia menyebutkan, jumlah produksi yang rendah juga mengakibatkan tren peralihan konsumsi daging ayam dan telur ayam masyrakat kepada jenis komoditas berprotein lain, seperti ikan serta tahu dan tempe.

Menurutnya, harga satu kilogram daging ayam saat ini sudah sekitar Rp 36 ribu dan harga telur ayam berada pada posisi Rp 25 ribu per kilogram. Peningkatan harga itu juga berdasarkan harga beli di tingkat peternak.

Hal berbeda justru diungkap Ketua Umum Peternak Layer Nasional (PLN) Ki Musbar Mesdi.
Menuurtnya, kenaikan harga jual bisa memberikan acuan baru. Dia menilai, kenaikan harga 10% dari Peraturan Menteri Perdagangan 96 Tahun 2018 membantu peternak karena harga jagung tidak terkendali.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho meminta pemerintah untuk mulai mengendalikan harga dan pasokan jagung. Sebab, kenaikan harga daging ayam dan telur ayam memicu kerugian untuk konsumen.

Apalagi, kedua komoditas merupakan komponen penyumbang inflasi yang besar di perdesaan. "Seharusnya pemerintah mengendalikan harga pakan jagung, itu lebih mensejahterakan peternak," kata Andry.

Menurutnya, jagung memiliki berkontribusi sebesar 40% sebagai bahan baku industri pakan ternak, selain dedak, ampas tahu, dan tepung ikan.

Dia juga mengungkapkan kekecewaan terhadap kurangnya koordinasi antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Sebab, ketika harga pakan jagung meningkat dan peternak kesulitan, Kementerian Pertanian justru menegaskan akan ada peningkatan ekspor jagung sehingga hal itu terlihat bertolak belakang.

Andry pun meminta pemerintah lebih berhati-hati dalam melakukan kebijakan, sebab pemburu rente bisa memanfaatkan celah yang merugikan masyarakat.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menerapkan harga khusus untuk komoditas ayam dan telur
untuk periode Januari hingga Maret 2019. Kebijakan itu ditempuh untuk menyiasati  harga jagung yang masih tinggi di tingkat peternak yang dapat berdampak terhadap meningkatnya harga pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di atas harga acuan.

Berdasarkan surat edaran Nomor 82/M-DAG/SD/1/2019 tertanggal 29 Januari 2019, harga pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak  untuk periode Janurai-Maret 2019 ditetapkan sebesar Rp 20 ribu per kilogram untuk batas bawah dan Rp 22 ribu per kilogram untuk batas atas.

Sementara itu, harga penjualan kepada konsumen, pemerintah mematoknya sebesar Rp 36 ribu per kilogram untuk daging ayam ras dan Rp 25 ribu per kilogram untuk telur ayam ras. Harga khusus berlaku sejak surat ditandatangani dan selanjutnya bakal kembali mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018.

Dibandingkan Permendag 96/2018, aturan harga batas bawah daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak ditentukan sebesar Rp 18 ribu per kilogram. Sedangkan pada batas atas, keduakomoditas itu ditetapkan sebesar Rp 20 ribu per kilogram.

Sementara itu, aturan juga mengatur harga penjualan di konsumen Rp 34 ribu per kilogram untuk daging ayam ras dan Rp 23 ribu per kilogram untuk telur ayam ras.

Perubahan untuk harga khusus dikarenakan harga daging ayam ras dan telur ayam ras berada di atas harga acuan. (Sumber: katadata.co.id)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer