-->

TRANSPARANSI PEMBAGIAN DOC FS 50% PETERNAK DAN IMPORTASI KUOTA IMPOR GPS 2022

Peternak Mandiri Melakukan Unjuk Rasa

Beberapa minggu yang lalu, peternak mandiri berunjuk rasa pada 11 Oktober yang lalu tidak lepas dari jebloknya harga ayam hidup (livebird) dan telur konsumsi dikisaran Rp 14.000 – 17.000/kg ditingkat peternak. Sedangkan harga sarana produksi ternak seperti DOC FS ayam broiler cenderung tinggi diatas Rp 6.200/kg diatas harga acuan Permendag No. 07/2020 yakni Rp 5.000 – 6.000 per ekor.

Ketua Koperasi Peternak Milenial Jawa Barat, Nurul Ikhwan, mengatakan, selama ini, peternak dijepit oleh integrator dengan harga sapronak tinggi dan broker yang membeli livebird dengan harga yang rendah dibawah harga acuan Permendag No.07/2020 yaitu Rp 19.000 – 21.000/kg.

“Dominasi dan kontrol harga sekarang masih pihak integrator. Padahal dalam Permentan 32/2017 disebutkan tentang pembagian untuk budidaya DOC FS 50%:50% antara integrator dan peternak mandiri,” ujarnya, Jakarta 3/11.

Seharusnya transparansi terkait kebijakan 50% tersebut harus terbuka datanya kepublik apakah betul diterapkan dengan sungguh-sungguh, faktanya harga DOC FS masih mahal. Pemerintah, cq Ditjen PKH, Kementan, kata Iwang, terkesan mengesampingkan dan tak mematuhi aturan yang dibuat sendiri. Padahal peternak rakyat mandiri yang ingin mandiri dalam hal bibit. Karena itu, kewajiban pemerintah melepas kuota impor GPS itu kepada semua peternak baik berbadan hukum koperasi maupun badan hukum lainnya sehingga tercipta persaingan secara sehat dan efisiensi pun tercapai di tingkat peternak rakyat.

Hal itu, kata Iwang, saat ini hanya belasan korporasi saja dan bahkan kelompok usaha tertentu saja yg mendapatkan kuota impor GPS, sedangkan para peternak dihadapi oleh pembelian DOC FS yang diharuskan membeli dengan sistem bundling dengan Pakan.

“Ini aneh, kok mereka importir GPS sudah dikasih karpet merah kuota malah tidak ada rasa tanggung jawabnya kepada rakyat,” cetus Iwang.

Senada akan hal itu menurut Rochadi Tawaf yang merupakan anggota Komite Pemulihan Ekonomi Jawa Barat yang ditemui terpisah pada (2/11), Pemerintah wajib menegakkan aturan yang sudah ada seperti Permentan 32/2017. Misalnya persoalan distribusi, peran inti plasma, dan pembagian DOC FS 50:50 yg diberikan kepada peternak rakyat mandiri tanpa ada syarat apapun.

“Disini perlu pengawasan seperti KPPU RI dengan pemerintah berfungsi untuk mengawasi agak terlaksananya hukum-hukum yang berlaku yang telah ditetapkan oleh pemerintah itu sendiri,” ujarnya.

Harga DOC Lebih Murah

Sementara Pengamat Perunggasan, Syahrul Bosang (SB) mengatakan, pemerintah memberlakukan kuota impor GPS, tetapi mempertanyakan pasokan DOC FS tetap berlebihan sehingga pemerintah melakukan kebijakan cutting di tingkat populasi ayam Parent Stock Broiler (PSB) dan aborsi di tingkat embrio Final Stock Broiler (FSB) pada usia inkubasi 19 hari. Sehingga membuat bisnis ayam broiler ini berdampak pada kenaikan harga DOC FS. Artinya, terjadi diskresi Dirjen PKH pada impor DOC GPS diketahui telah mendistorsi pasar pada DOC FS dan livebird.

Menurut SB, seharusnya impor GPS sekalian saja dibebaskan sesuai dengan kemampuan porsi masing-masing perusahaan. Ini dilakukan agar tidak terjadi cutting PS dan DOC FS secara Nasional tetapi setiap Importir GPS melakukan Self Assessment terhadap produksi DOC FS masing-masing sehingga berdampak pada stabilisasi harga DOC PS dan FS, bahkan harga nantinya dipastikan terkatrol turun sehingga pelaku bisnis di peternak rakyat maupun peternak mandiri dapat menumbuh kembangkan bisnisnya kearah up stream yaitu GPS & PS.

Dengan kebijakan dibebaskan bersyarat maka Ditjen PKH mendidik para pelaku bisnis ini untuk bersaing dengan dirinya dengan jalan mengukur kemampuan dirinya baik dalam hal teknis maupun finansial dan kekuatan untuk diterima di pasar atas dasar kwalitas dan efisiensi sehingga dalam hal ini peternak dapat bebas memilih untuk mendapatkan DOC FS sesuai dengan harga dan kualitas pemasok. Karena masing-masing bibit atau induk ayam ini berbeda-beda, tergantung potensial genetik.

Secara bisnis sungguh sangat jelas kalau impor GPS dibebaskan dengan bersyarat artinya setiap importir diwajibkan membangun Hilirisasi degan menyediakan RPHU dan Cold Storage maka sangat jelas Ditjen PKH bertanggungjawab atas keselamatan peternak rakyat dan industri ayam ras broiler karena masih seasonal market. Keputusan GPS dikuota artinya Ditjen PKH melakukan kendali di Hulu/GPS tetapi dilepas- bebaskan kendali di Hilir/LB telah berakibat rusak nya tatanan bisnis ini sehingga sepertinya tidak pernah guyub pada hal sistem tata kelola yang belum pas diberlakukan.

Transparansi Data

Sementara itu Ketua PATAKA, Ali Usman mempertanyakan teknis dan mekanisme kebijakan pembagian DOC FS 50%. Dasar pembagian dan cara kontrol kebijakan tersebut akan seperti apa, dirinya pun menegaskan bahwa hal tersebut harus transparan dan jelas. Mengingat harga DOC FS masih cukup tinggi diatas acuan Permendag. Ia juga berujar agar jangan sampai dominasi DOC FS masih dikuasai oleh perusahaan tertentu, lalu peternak selalu ditekan dengan harga DOC dan seakan dibuat langka karena pemerintah memberlakukan kebijakan cutting DOC PS dan FS dengan dalih pengendalian over supply. Seharusnya jika terjadi overs tock, harga DOC akan lebih murah bukan sebaliknya. Jangan pula lupakan bahwa pada data impor GPS dua tahun lalu masih mengalami kelebihan.

Terbukti pada 2019 ada kelebihan impor GPS sebanyak 53.299 ekor yang berdampak banjirnya DOD FS pada 2021. Impor GPS tahun 2022 akan berdampak pada 2024 nanti, hal ini dikarenakan alur produksi ayam GPS membutuhkan 2 tahun untuk menghasilkan DOC PS dan produksi DOC FS. Karena itu, menurut Ali Usman, impor GPS masih bersifat kuota untuk tahun 2022 mendatang. Pemerintah harus transparan dalam menentukan kuota impor GPS dan kebutuhan GPS harus sesuai dengan prognosa kebutuhan ayam tahun 2024 nanti.

Terlepas sistem kuota dan non kuota (bebas). Pemerintah harus menghidupkan kembali tim Analisa Supply-Demand untuk menentukan prognosa produksi dan angka kebutuhan ayam sesuai angka konsumsi ayam masyrakat perkapita pertahun. Dimana data OECD/Organisation for Economic Co-operation and Development masa Pandemi Covid-19 2020 menyebutkan angka konsumsi ayam ras hanya 7.6 kilogram/kap/tahun.

“Seharunya ini menjadi acuan pemerintah untuk membaca kebutuhan DOC FS, PS hingga importasi ayam GPS idealnya berapa ekor untuk menghasilkan daging ayam sesuai kebutuhan,” terang Ali Usman saat dihubungi.

Ali Usman membandingkan beberapa tahun sebelumnya, dimana terdapat Tim Analisa Supply-Demand terbentuk terdiri dari akademisi, pelaku usaha, peternak dan NGO yang dapat membaca data, berdiskusi, menjaga independensi dan transparan untuk semua pelaku usaha. Hal ini tertuang dalam Permentan 32/2017 Tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

Dimana dalam Pasal 4 Ayat (2) Rencana Poduksi nasional sebagiamana dimaksud ayat (1) sesuai dengan keseimbangan suplai dan demand. Ayat (3) Rencana Produksi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat Desember tahun sebelumnya. Kemudian pada pasal 5 Ayat (1) Kesembangan supply dan demand sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dihitung dan dianalisa oleh Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. (INF)

 

MEMPERTANYAKAN VALIDITAS DATA KETERSEDIAAN JAGUNG

Jagung, bahan baku esensial dalam pakan ternak

Jakarta (30/9/21). Pemerintah mengklaim produksi jagung surplus 2.7 juta ton secara nasional. Kemudian tersedia 120 ribu ton dengan Kadar Air 15 % - 17% di Kabupaten Grobogan, Semarang Jawa Tengah dan 15 ribu ton katanya ada di gudang perusahan di Provinsi Gorontalo.

Jikalau memang ada seharusnya pemerintah c.q Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menugaskan Perum Bulog untuk serap jagung lokal di petani dan pabrikan. Sehingga Bulog segera melakukan operasi pasar di sentra peternak layer (ayam petelur) mandiri di Blitar Jawa Timur, Kendal Jawa Tengah dan Provinsi Lampung. “Masalahnya apakah jagung itu ada, ini masih diragukan oleh banyak pihak,” kata Ali Usman, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA).

Dalam pernyataan sikap tersebut, Ali menyampaikan, dalam rakortas (rapat koordinasi terbatas) pada (22/9/2021) pemerintah sudah memutuskan tidak ada impor jagung, tetapi memaksimalkan serap jagung lokal. Hal ini dilakukan karena Kementan mengklaim stok jagung dalam negeri melimpah seperti di Grobogan dan Gorontalo. Kalau memang melimpah seharusnya pihak Kementan menugaskan Bulog untuk menyerap jagung disana. Sehingga stok jagung yang katanya ada itu dijadikan buffer stock nasional oleh Bulog.

Untuk operasi pasar, Bulog sebenarnya siap menyerap jagung lokal tetapi harga jagung masih tinggi di kisaran Rp 5.500 – 6.200 per kg sehingga Bulog sulit menjual jagung Rp 4.500 per kilogram ke peternak. Masalahnya, jika operasi pasar bersubsidi oleh Bulog melalui pendanaan komersial maka sangat membosankan Bulog, karena skema pinjaman Bulog masih menggunakan bunga komersial sebesar 8%.

“Walaupun ada pendanaan subsidi dari pemerintah melalui Kementerian Perdagangan. Maka mekanisme penugasan Bulog seperti juklak (petunjuk pelaksana) dan juknis (petunjuk teknis) seperti apa dan saya kira ini belum jelas. Karena itu, penting Kementan melakukan koordinasi dengan Kemendag untuk serap stok jagung oleh Bulog di Grobogan atau Gorontalo,” papar Ali dalam webinar PATAKA dengan tajuk “Tersandung Data Jagung” melalui zoom meeting Kamis (30/9/2021).

Validasi Data Jagung

Polemik harga jagung tidak lepas dari sengkarut data jagung yang disajikan oleh Kementan. Sebab data jagung tahun 2018 – 2021 stok akhir (ending stock) untuk tahun sebelumnya dan stok awal (beginning stok) tahun berikutnya selalu tidak sama. Bahkan beginning stok di awal tahun selalu tidak sama. Karena itu, perlunya validasi data prognosa jagung. Karena data prognosa jagung yang kurang valid dapat menyebabkan kebijakan pemerintah yang keliru.

Kemudian, kata dia, perlunya perbaikan data jagung juga terkait dengan perubahan luas lahan untuk tanam jagung selalu tidak sama dari tahun ketahun. Padahal tingkat keberhasilan panen sangat tergantung pada musim dan pupuk yang tersedia. Sedangkan perubahan data jagung harus dikonfirmasi ketika bencana alam menimpa seperti di NTB (Nusa Tenggara Barat) dan NTT (Nusa Tenggara Timur).

Selama ini sentra jagung berada di luar Jawa sedangkan kebutuhan jagung mayoritas ada di pulau Jawa. Seperti industri ayam broiler 11.8 juta ton pertahun, layer 3 juta ton pertahun, konsentrat layer 1.7 juta ton pertahun, breeder 2 juta ton per tahun dan lain-lain 1.1 juta ton dengan total kebutuhan 19 juta ton pertahun. Sedangkan prognosis jagung mencapai 22 juta ton di tahun 2021. Artinya Kementan mengklaim surplus 3 juta ton. “Kalau memang surplus seharusnya harga jagung stabil,” ungkapannya.

Solusi jangka pendek ini untuk menyelamatkan peternak. PATAKA menyarankan Kementan untuk menyerahkan data mentah jagung kepada BPS (Badan Pusat Statistik), hal ini sesuai instruksi Presiden Joko Widodo sehingga diharapkan satu data bidang Pertanian. Sehingga BPS bersama pihak Kementan untuk menghitung luas lahan potensi melalui Kerangka Sampel Area (KSA) seperti beras yang juga telah direvisi. Juga BPS dapat menghitung faktor produksi melalui pendekatan kualitas bantuan bibit, bantuan pupuk hingga potensi produksi jagung berdasarkan cuaca dan iklim. Sehingga produksi atau supply jagung lokal dapat ditentukan dalam negeri berapa. “Jika memang produksi melimpah data BPS yang bicara, kalau memang jagung kurang ya silahkan mau tingkatkan produksi dalam negeri atau impor,” ujarnya.

Karena itu, BPS harus segera mengambil langkah untuk menghitung data jagung sementara karena menunggu Sensus Tani 2023 masih lama. BPS dapat menganalisa jagung melalui angka produksi tahun 2010 – 2015. Pasalnya BPS tidak merilis data jagung sejak Kementan menyatakan produksi jagung meningkat sejak 2015. Kementan mengklaim produksi jagung dalam negeri meningkat 19,61 juta ton (2015), 23,58 juta ton (2016) dan 28,92 juta ton (2017) hingga tembus 30 juta ton (2018). Padahal menurut BPS, impor gandum melonjak 6,77 juta ton (2015) dan impor gandum melonjak tajam 9,77 juta ton di tahun berikutnya (2016).

Untuk solusi jangka panjang. PATAKA menyarankan pemerintah segera menerbitkan regulasi “Stabilisasi Harga Industri Perunggasan”. Gejolak industri perunggasan tidak hanya dirasakan peternak layer tetapi peternak mandiri broiler (ayam pedaging) juga mengalami yang sama. Harga pakan tinggi karena harga jagung selalu melonjak di atas Permendag Rp 4.500 per kilogram. Pemerintah dapat menghitung ulang HPP jagung di petani, HPP pakan untuk ternak broiler dan layer. Sehingga Kementan dan Kemendag dapat bersinergi untuk melahirkan regulasi stabilitas harga jagung, telur dan ayam.

“Yang penting petani peternak dapat menikmati keuntungan dalam berusaha, mereka saling ketergantungan. Jangan sampai saling menekan harga. Jika harga jagung melambung karena broker, silahkan pemerintah bertindak untuk menghapus rantai distribusi yang sangat panjang. Sehingga merugikan petani dan petani yang selama ini dilindungi oleh Undang-undang No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” tukas Ali. (INF)

KEMENDAG : EFISIENSI DALAM BETERNAK ATAU MATI TERGILAS IMPOR!

Kemendag minta peternak lebih efisien agar harga ayam terjangkau


Kementerian Perdagangan mengatakan impor daging ayam dari negara yang bisa menawarkan harga lebih murah, seperti Brasil, adalah sebuah keniscayaan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Syailendra mengatakan melihat tren harga daging ayam mahal yang ada saat ini, impor daging ayam murah hanya masalah waktu saja.

"Kalau melihat tren, ini akan kalah, tetap. Ini hanya soal mengulur waktu saja. Kita tidak tahu apakah mampu mengulur waktu dalam setahun, setahun setengah, atau 2 tahun. Tetapi daging ayam yang murah akan masuk," katanya pada webinar Pataka bertajuk Harga Jagung Melambung, Selasa (20/4).

Saat ini saja, lanjutnya, masyarakat sudah teriak harga daging ayam mahal. Menurut dia, harga daging ayam per kilogram berkisar antara Rp30 ribu hingga Rp44 ribu.

Kenaikan ini dipicu oleh mahalnya harga bibit anak ayam atau Day Old Chicken (DOC), juga pakan ternak yang selangit.

Pakan ayam seperti jagung misalnya mengalami anomali karena terjadi di tengah kenaikan produksi. Dia mengatakan rata-rata harga jagung produksi lokal pada April 2021 mencapai Rp4.263 per kg atau naik 6,52 persen dari rata-rata harga Maret, Rp4.002 per kg.

Sementara, harga acuan Kemendag paling tinggi untuk jagung kadar air 15 persen seharga Rp3.150 per kg dan Rp2.500 per kg untuk kadar air 35 persen di tingkat petani. Masuk ke pabrik, lanjut Syailendra, harga pakan naik hingga Rp7.000-Rp8.300 per kg.

Kalau sudah begitu, harga daging ayam di pasaran jadi selangit, mengingat kontribusi pakan terhadap harga daging ayam mencapai 60 persen.

Oleh karena itu, ia mengingatkan industri pakan untuk menekan harga bila tidak mau konsumsi beralih ke impor yang mampu bersaing.

"Saya ingin mengajak teman-teman lakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas kita bagaimana harga pakan itu murah, DOC murah, sebelum yang dari luar akan menyerbu kita," bebernya. (CNN/IFT)


UNTUK KE-8 KALINYA REMBUK NASIONAL PERUNGGASAN DIGELAR


Kampanye gizi makan daging & telur ayam disela acara rembuk perunggasan nasional

Setelah beberapa kali harus tertunda akibat pandemi Covid-19, Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR Indonesia) akhirnya sukses menyelenggarakan Rembuk Perunggasan Nasional di Grand Ballroom Trans Luxury Hotel, Bandung, Jawa Barat 2 Maret 2021 yang lalu.

Acara tersebut merupakan acara rembuk yang kedelapan kalinya. Tema yang diusung pada acara tersebut yakni "Perkuat Sinergitas Kolaborasi Antar Peternak dalam Mewujudkan Iklim Usaha Ayam Broiler Nasional yang Berdaulat, Adil dan Sejahtera Bagi Semua".

Tujuannya selain untuk menjaga kestabilan harga ayam hidup di tingkat peternak agar tetap menguntungkan, rembuk perunggasan nasional ini diharapkan dapat menjadi ajang bertukar ide dari semua stakeholder yang berkecimpung dalam perunggasan dalam membantu pemerintah menyusun kebijakan yang pas di sektor perunggasan, agar tidak menimbulkan masalah lain di kemudian hari. 

Hadir dalam acara tersebut para pimpinan organisasi perunggasan, perwakilan integrator, peternak unggas mandiri, dan perwakilan pemerintah (Kementan, Kemendag, satgas pangan, dina terkai). Juga hadir dalam kesempatan tersebut  yakni PT Berdikari selaku BUMN yang bergerak di bidang peternakan. 

Dalam sambutannya, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyatakan rasa kagetnya terkait konsumsi produk unggas Indonesia yang masih rendah angkanya ketimbang negara tetangga. 

Jerry juga berujar akan banyaknya keluhan pada Kemendag terkait disparitas harga ayam di tingkat peternak dan pasar. Oleh karena itu Jerry menyebut momen ini patut dimanfaatkan sebaik mungkin bagi dirinya selaku pemangku kebijakan untuk bertukar ide dengan pelaku usaha (peternak dan stakeholder lainnya).

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PINSAR yang juga anggota Komisi IX DPR-RI Singgih Januratmoko menyatakan bahwa peternak tidak akan bosan - bosan memberikan masukan, ide, kritik, dan saran terkait perunggasan agar lebih tertata dengan baik.

"Kami di sini sudah ke-8 kalinya, oleh karena itu kalau masih belum menghasilkan keputusan dan hasil yang baik, siap - siap saja kita lakukan rembuk yang ke-9 kalinya. Pokoknya kami tidak akan bosan," tutur Singgih.

Acara rembuk berjalan sejak pagi hingga sore hari, diskusi dan tanya jawab berlangsung apik dan berisi. Meskipun hingga berita ini diturunkan belum dihasilkan keputusan dan kesimpulan yang valid. (CR)

KONSOLIDASI PETERNAK DAN STAKEHOLDER STABILKAN HARGA AYAM HIDUP

Konsolidasi stakeholder perunggasan sepakati kenaikan harga

Selasa 2 Februari 2021 yang lalu diadakan pertemuan antara peternak yang tergabung dalam asosiasi (GOPAN & PINSAR), pemerintah (Kementan, Kemendag, & satgas pangan), serta perwakilan anggota DPR. Mereka membahas urgensi harga live bird yang kembali anjlok dibawah HPP.

Berdasarkan penuturan Mukhlis, salah seorang perwakilan peternak, harga ayam hidup di kandang per tanggal 2 Februari 2021 anjlok di level Rp. 15.000 – Rp. 16.000 per kilogram di berbagai wilayah. Padahal, HPP peternak berada di angka Rp. 19.000 – Rp. 19.500.

“Sekarang ini harga pakan saja sudah menyentuh Rp.7.200 – Rp.7.500/kg, DOC Rp. 6.300 – Rp. 6.500, kalau harga jualnya cuma Rp.15.000 – Rp. 16.000 rugi banget kita. Minimal kita HPP di Rp. 19.000-an,” tutur Mukhlis.

Senada dengan Mukhlis, Kholik yang juga peternak asal Malang juga mengungkapkan keluhannya terhadap harga ayam yang kembali anjlok. Menurutnya peternak dalam hal ini lebih baik daripada pemerintah yang memberikan subsidi harga ayam hidup.

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah mengatakan bahwa pemerintah sudah semaksimal mungkin berkoordinasi dan berkolaborasi dalam menstabilkan harga ayam hidup. Dirinya secara blak-blakan juga mengancam kepada semua stakeholder untuk tidak “bermain di air keruh”.

“Kami sudah atur kuota impor GP, kita atur cutting segala macam, kalau sudah begini masih ada yang macam – macam, nanti biar kita cabut izin usahanya. Data kami ada, yang belum melakukan cutting silakan ikuti aturannya, kami juga sudah berkolaborasi dengan kemendag dan kementerian terkait, pokoknya ini harus selesai,” sergah Nasrullah.

Pada hari itu akhirnya seluruh perwakilan yang hadir menyepakati adanya kenaikan harga ayam hidup sebesar Rp.1000/kg per tanggal 3 Februari 2021. Nantinya di hari – hari berikutnya harga ayam hidup akan dinaikkan secara bertahap sebesar Rp.500 hingga menyentuh Rp.19.000/kg sesuai dengan HPP.

Ketua Umum PINSAR yang juga anggota Komisi IX DPR – RI Singgih Januratmoko mengatakan bahwa situasi perekonomian yang tidak kondusif kini juga mempengaruhi rendahnya daya serap daging ayam. Oleh karena itu, upaya perbaikan harga unggas harus dilakukan secara bertahap.

“Sekarang semua juga sedang lesu, makanya kita harapkan kenaikan ini benar – benar bisa mencapai harga Rp.19.000 dengan penyerapan yang baik,” tutur Singgih.

Ia juga berharap peran pemerintah juga dalam menjaga kondisi permintaan dan penawaran perunggasan. Pengawasan harus terus dilakukan hingga situasi normal sehingga harga yang terbentuk juga sesuai dengan harapan para peternak.(CR)

PETERNAK MADIUN BAGI AYAM GRATIS

Warga berebut "bantuan" ayam dari peternak di Madiun

Lagi - lagi pil pahit terpaksa ditelan oleh peternak. Parahnya kini, selain berkutat dengan masalah fluktuasi harga, secara tidak langsung pendapatan mereka berangsur menurun akibat wabah Covid-19.

Seperti yang dilakukan oleh peternak ayam broiler di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Mereka membagikan ribuan ayam secara gratis, menyusul anjloknya harga ayam sejak pertengahan 2019 hingga saat ini.

Di Pasar Dungus, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Kamis (16/4/2020), sejumlah peternak mulai membagi-bagikan ayam secara gratis, warga di sekitar pasar pun terlihat antusias menerima "bantuan" ayam tadi.

Setidaknya delapan mobil pick up dikerahkan untuk mengangkut sekitar 2.000 ekor ayam broiler hidup. Setelah mobil terparkir, ratusan warga berlari mendekat hingga berdesak-desakan berebut mengambil ayam.  Pengambilan ayam tidak dibatasi. Rata-rata warga mengambil dua hingga tiga ekor. 


"Harga ayam hidup di kandang saat ini sangat hancur sampai kami tidak mampu membeli pakan. Harga saat ini sebesar Rp 6.000 per kilogram. Sementara harga pokok penjualan (HPP) sesuai peraturan menteri pertanian paling rendah Rp 17.000 per kilogram," ujar Yusak Dwi Prasetyo, salah satu peternak ayam di Kabupaten Madiun.

 Aksi bagi-bagi ayam gratis sebagai bentuk wujud keresahan peternak ayam yang tidak mampu lagi berpoduksi jika harga masih jauh di bawah standar. Peternak lebih baik membagikan ayam itu gratis kepada masyarakat daripada membiarkan ribuan ayam mati kelaparan karena tidak diberi makan.

"Lebih baik kami bagikan ayam ini gratis kepada masyarakat agar bisa dinikmati," ungkap Yusak.  Bila tidak ada perubahan harga dalam waktu dekat, peternak akan kembali membagikan ribuan ayam kepada masyarakat.

Harapannya, aksi bagi ayam gratis dapat membuka mata pemerintah bahwa peraturan yang dibuat tidak berjalan efektif di lapangan. Salah satunya peraturan pemerintah yang mengatur harga ayam hidup ambang terendah di kandang sebesar Rp 17.000 per kilogram. Para peternak pun kebingungan dengan jatuhnya harga ayam hidup di lapangan. Pasalnya harga eceran daging ayam di pasar tetap stabil diatas Rp 20.000.

"Semestinya bila harga di kandang Rp 6.000 perkilogram maka harga daging ayam seharusnya Rp 15.000 perkilogramnya," jelas Yusak.

Senada dengan Yusak, Suwito peternak ayam lainnya menyatakan harga ayam hidup makin anjlok setelah wabah corona melanda Indonesia. Bahkan selama beternak ayam belasan tahun, harga ayam hidup terendah mencapai Rp 6.000 per kilogram, jauh di bawah harga standar.

"Harga ayam hidup makin hancur setelah wabah corona terjadi. Banyak peternak ayam gulung tikar karena tidak kuat menanggung beban biaya pakan dan operasional," jelas Suwito.

Suwito mengatakan harga ayam hidup mulai jatuh sejak pertengahan 2019. Harga ayam makin anjlok setelah masuk awal tahun 2020. Menurut Suwito, saat ini masih ada peternak yang bertahan lantaran menghabiskan stok ayam hidup. Suwito berharap pemerintah segera mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan peternak ayam. (CR)






AKSI DAMAI PETERNAK AYAM DI KEMENDAG

Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menerima peternak yang melakukan demonstrasi (Foto : CR)

Ratusan peternak ayam dari berbagai daerah yang tergabung Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) kembali menyuarakan kegelisahannya kepada instansi pemerintah. Kali ini mereka mendatangai Kementerian Perdagangan pada Rabu, (27/11).

Dalam aksinya kali ini, PPRN meminta agar pemerintah menetapkan regulasi terkait harga acuan ayam hidup (live bird). Salah satu koordinator aksi, Parjuni mengatakan bahwa dengan adanya harga acuan yang jelas dan pasti maka dapat melegakan nafas peternak.

"Kalau sudah ada regulasinya nanti peternak bisa lebih untung, enggak kaya sekarang, harga sudah ada acuan, tapi masih disuruh tetap turun. Yang rugi kan jadi peternaknya lagi," tuturnya.

Ia melanjutkan, sebenarnya dalam Permendag No. 96 tahun 2018 harga acuan memang telah diatur, namun begitu masih ada yang harus diperbaiki. 

"Di Permendag harga acuan live bird Rp. 18.000 - Rp. 20.000 perkilogram, untuk Pulau Jawa mungkin tidak ada masalah, namun rekan - rekan kami di Kalimantan misalnya, kan harga Sapronaknya juga berbeda (lebih mahal), makanya harga acuan itu harus diatur juga berdasarkan daerahnya," ungkap Parjuni.

Tuntutan lain yang disuarakan peternak yakni kestabilan harga bibit ayam umur sehari (DOC). Salah satu peserta aksi, Sugeng Wahyudi menuturkan bahwasanya saat ini acuan harga untuk DOC juga harus ditegaskan. 

"Harga DOC kan variatif ya, tergantung perusahaan breeding, ada yang murah (Rp.3.000-an) sampai yang mahal (Rp.5.000-an), nah ini harus diatur juga dan kami mohon agar Kemendag ikut andil dalam hal ini. 

Ia menambahkan bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi dan butuh campur tangan pemerintah untuk urusan perunggasan di hulu dan hilir. Karena menurut Sugeng, saat ini peternak rakyat yang selalu dirugikan dengan kondisi perunggasan yang carut - marut.

Aksi peternak ditanggapi oleh Sekretaris Direktorat Perdagangan Dalam Negeri, Syailendra. Ia mengajak perwakilan peternak dari tiap daerah untuk masuk dan berdiskusi.

"Saya rasa tuntutan peternak ini logis, dan kami juga akan berusaha untuk mengakomodir semua tuntutan tersebut. Saya harap aksi ini tetap berjalan baik dan damai, yakinlah bahwa pemerintah ada untuk rakyat," tukasnya.

Kemudian sekitar 15 orang perwakilan peternak dari berbagai daerah berdiskusi dengan pihak Kemendag. Diskusi digelar secara tertutup bersama Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga. Hingga berita ini diturunkan, hasil diskusi masih belum diumumkan. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer