Kendati memenangkan gugatan di WTO, ayam Brasil belum tentu mudah masuk ke Indonesia (Foto: Google Image) |
Oleh : Rivan Kurniawan - Indonesia Value Investor
Rivan Kurniawan |
Tantangan yang dihadapi Brazil Untuk Mengekspor Daging Ayam ke Indonesia
Kendati
Brasil dinyatakan memenangkan gugatan di WTO, nampaknya hal tersebut tak serta
merta membuat produk ayam ras impor Brasil masuk dengan mudah ke Indonesia,
karena Brasil masih harus berjuang menghadapi beberapa situasi yang berlaku di
Indonesia, seperti:
Pertama,
masalah distribusi yang terlalu jauh.
Ayam ras impor mana pun termasuk dari Brasil biasanya akan masuk ke Indonesia
dalam bentuk daging beku atau olahan turunan. Seperti halnya nugget ataupun
sejenis frozen food lainnya. Hal itu terjadi karena permasalahan jarak
yang terlalu jauh, sehingga tentu menyulitkan produsen ayam di luar negeri
untuk menyediakan ayam yang masih segar. Tentu kondisi itu tidak sejalan dengan
kebiasaan masyarakat Indonesia yang
lebih dominan senang membeli ayam segar yang baru dipotong. Secara market
share, sekitar 85% pasar ayam di Indonesia menyediakan produk ayam dalam
bentuk fresh yang baru dipotong. Sedangkan sekitar 15% nya adalah daging
ayam beku dan produk olahan turunannya.
Kedua,
sertifikasi halal. Setiap emiten yang bergerak di sektor perunggasan di Indonesia
sejatinya sudah memiliki senjata untuk mengatasi serbuan ayam-ayam impor dari
negara lain. Di mana setiap produk yang
dihasilkan oleh emiten sektor perunggasan
di Indonesia sudah dilengkapi dengan sertifikasi halal, dan itu
berlaku untuk menjamin lisensi kehalalan produk ayam yang dihasilkan. Apalagi
jika melihat mayoritas penduduk Indonesia yang Muslim, tentu lisensi halal
menjadi hal yang sangat sensitif. Demikian pula, proses pemotongan daging ayam
juga harus sesuai dengan syariat Islam. Misalkan salah satu syarat pemotongan
halal adalah menyayat 3 saluran, yaitu saluran nafas, saluran makan, dan
pembuluh darah. Hal ini menjadi Pekerjaan Rumah tersendiri bagi Brasil, yang
notabene mayoritas penduduknya bukan beragama Muslim.
Ayam Brasil Lebih Murah, Ancaman Bagi Indonesia ?
Meskipun
menghadapi beberapa tantangan di atas, Brasil sendiri memiliki sejumlah
keunggulan dibandingkan dengan emiten poultry
di Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa sektor poultry di Indonesia masih sangat banyak menemui hambatan, seperti
perlambatan pertumbuhan di tahun 2017 lalu yang diakibatkan oleh kebijakan
pemerintah, di mana Kementerian Pertanian (Kementan) sudah tidak lagi
mengeluarkan rekomendasi impor jagung untuk pakan ternak.
Hal
tersebut membuat supply menjadi
terbatas, dan membuat harga jagung
merangkak naik. Permasalahan harga jagung cukup mempengaruhi pertumbuhan
sektor poultry, mengingat bahan baku
pakan ternak yang mahal adalah salah satu faktor utama yang mengakibatkan biaya produksi ayam ras lokal juga menjadi
lebih tinggi sehingga tidak seunggul ayam ras impor. Apalagi hal
tersebut diiringi dengan harga bibit ayam alias day old chick yang juga
mahal. Dengan kondisi yang demikian, besar kemungkinan Indonesia ayam ras lokal
akan menghadapi persaingan ketat dengan ayam ras Brasil. Lantaran industri unggas di Brasil sudah sangat
efisien, sehingga harga ayamnya
akan lebih murah.
Persaingan
ini akan berdampak negatif pada harga jual ayam. Rata-rata jumlah produksi ayam
ras lokal adalah sebesar 60 juta ton – 65 juta ton. Sedangkan kebutuhan
konsumsi masyarakat terhadap ayam hanya sekitar 55 juta ton per/tahun. Artinya,
jumlah produksi ayam ras lokal melebihi kebutuhan konsumsi ayam. Ditambah lagi
dengan masuknya ayam ras impor secara berlebih, akan memicu oversupply di
pasar. Supply meningkat,
permintaan tetap. Akibatnya akan menurunkan harga ayam.
Antisipasi Emiten Sektor Poultry
Di tengah Tantangan Serbuan Ayam Impor Brazil
Dengan
mengetahui sejumlah kondisi yang akan mempengaruhi pasar ayam lokal di
Indonesia, penting bagi kita untuk mengetahui juga seperti apa antisipasi yang
dilakukan emiten sektor poultry
menghadapi serbuan ayam impor ras Brasil untuk beberapa waktu ke depan. Secara
umum, sejumlah emiten poultry tidak
gentar dan tetap optimis menghadapi serbuan ayam dari Brasil.
Sebut saja
PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JAPFA).
Meskipun berada ditengah ketidakpastian pertumbuhan sektor poultry, langkah JAPFA dalam berekspansi
sangat optimis. Terhitung sejak Juni 2019 saja, JAPFA sudah melakukan akuisisi
terhadap perusahaan pengeringan jagung yakni PT Celebes Agro Semesta. Adapun
akuisisi tersebut dilancarkan melalui dua anak usahanya PT Ciomas Adisatwa dan
PT Santosa Utama Lestari. Akuisisi yang dilakukan JAPFA di bidang industri
pengeringan jagung adalah untuk mengantisipasi kenaikan harga jagung akibat
musim kering.
Pada
Juli 2019 ini JAPFA juga melakukan ekspansi bisnis melalui peresmian anak
usahanya PT Indojaya Agrinusa (Indojaya) di Kawasan Industri Modern 4 Deli
Serdang – Sumatera Utara. Pabrik Indojaya tersebut adalah perluasan dari pabrik
sebelumnya yang berada di wilayah Tanjung Morawa – Deli Serdang. Pabrik ini
sebagai solusi kebutuhan pasokan pakan ternak di wilayah Aceh, Sumatera Utara,
Pekanbaru, dan Riau dengan kualitas produk berstandar internasional. Melalui
pabrik ini JAPFA memperoleh peningkatan kapasitas produksi dari 20 ribu
ton/bulan menjadi 40 ribu ton/bulan. Bahkan di area yang sama juga sedang
dilakukan proses pembangunan pabrik pakan ikan dan udang dengan kapasitas
produksi pakan ikan apung sebesar 9.500 ton/bulan, pakan ikan tenggelam sebesar
2 ribu ton/bulan, dan pakan udang sebesar 700 ton/bulan. Tentu langkah yang
dilakukan JAPFA melalui anak usahanya ini adalah untuk menyiasati serbuan
produk-produk impor, sehingga kualitas produknya akan lebih unggul.
Demikian
halnya dengan PT Charoen PokPhand
Indonesia Tbk, yang berencana memperbesar divisi pakan ternaknya
melalui pembangunan dua pabrik anyar di tahun ini. Adapun pembangunan pabrik
tersebut sudah dilakukan sejak tahun kemarin dan ditargetkan rampung pada
kuartal III-2019 nanti, dengan lokasi berada di Semarang dan Padang. Melalui
pabrik ini kapasitas produksi pakan ternak akan meningkat dari 5.5 juta
ton/tahun menjadi 6.5 juta – 7 juta ton/tahun.
Sementara
langkah berbeda lain, ditempuh oleh PT
Sierad Produce Tbk yang lebih memilih untuk memaksimalkan kapasitas dan
kemampuannya saat ini. Salah satunya dengan lebih banyak menjalin
kemitraan dengan para peternak tradisional. Di mana hal itu akan lebih
menguatkan brand produk olahan Bellfoods dan juga akan menguatkan supply
chain.
Penanganan yang Perlu Dilakukan Pemerintah
Setelah
kita mengetahui apa saja dampak dari adanya serbuan ayam impor ras Brasil ke
depannya dan bagaimana emiten poultry
mengantisipasi serbuan ayam impor ras Brasil ini, kita juga perlu meninjau
kembali langkah pemerintah dalam mengatasi tantangan ayam impor ini. Apalagi
jika serbuan ayam ras impor ini sudah tidak mungkin dapat dihindari, itu
berarti pemerintah perlu membatasi jumlah ayam ras impor yang masuk ke
pasar-pasar modern. Dalam waktu yang bersamaan, pemerintah juga harus menjaga pasar tradisional agar secara
mayoritas produk yang dijual lebih didominasi oleh ayam ras lokal ketimbang
impor. Bahkan pemerintah perlu mengupayakan peningkatan efisiensi produksi ayam nasional, salah satunya yang
bisa dilakukan adalah dengan menyediakan pakan ayam yang stabil murah.
Berkaitan
dengan kebutuhan pakan ayam yang sekitar 50% komposisinya masih berasal dari
jagung, maka itu artinya pemerintah
harus mampu menstabilkan harga komoditas jagung. Apalagi untuk bisa
menjaga stok ketersediaan jagung yang habis, tidak ada salahnya pemerintah
melakukan impor jagung, asal dilakukan secara terbatas. Jika tujuan pemerintah
tidak lagi melakukan impor jagung untuk menjaga petani lokal, maka sebenarnya
pemerintah bisa memberlakukan bea masuk
bagi impor jagung yang nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan
produktivitas petani jagung lokal. **
Artikel ini telah terbit di Majalah Infovet edisi 302 - September 2019