Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Biosekuriti | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PENERAPAN BIOSEKURITI TIGA ZONA DALAM PETERNAKAN

Biosekuriti dalam bidang peternakan diartikan sebagai upaya mencegah kuman penyakit tidak masuk ke peternakan sehingga ayam tetap sehat dan menghasilkan produk yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Terdapat rambu sederhana dalam penerapan biosekuriti 3 zona, yaitu membagi area peternakan menjadi 3 zona, yaitu  merah, kuning, dan hijau.

Hal tersebut diungkapkan oleh Dr Ir Suci Paramitasari Syahlani, MM, IPM selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan UGM. Menurutnya, pembagian zona bertujuan mengatur masuknya orang dan benda ke peternakan karena keduanya merupakan perantara yang memungkinkan kuman masuk ke tubuh ayam.

Suci menjelaskan, zona merah mencakup semua area di luar peternakan setiap orang termasuk karyawan kandang dan benda yang dibawa dianggap berpotensi membawa kuman penyakit, misalnya kendaraan dan sepatu. 

Untuk masuk area kandang, peternak harus mandi dengan sabun dan berganti pakaian yang disediakan. Setelah mandi, harus mencelupkan kaki ke dalam disinfektan dan memakai alas kaki yang khusus diperuntukkan untuk zona kuning, yaitu beralas rata dan berwarna kuning. Peternak tidak disarankan mengenakan sepatu boot karena alasnya berlekuk dan sulit dibersihkan.

Zona kuning adalah zona transisi antara zona merah yang berisiko tinggi terpapar penyakit dan zona hijau atau area produksi. Di zona ini, dilakukan penyortiran telur sebelum dibawa ke penjual.

Zona hijau merupakan area bersih/produksi. Sebelum masuk zona hijau, peternak harus berganti alas kaki khusus zona hijau. Di zona ini, diharapkan tidak ada kuman penyakit yang masuk yang dapat membahayakan ayam petelur sehingga hanya pekerja kandang dan yang berkepentingan saja yang dapat masuk ke area ini. Semua benda yang masuk di area ini harus didisinfektan.

Untuk memastikan penerapan biosekuriti agar berjalan dengan baik, diperlukan komitmen dari pemilik yang diikuti oleh keluarga, karyawan, pemasok, dan pembeli. Selain itu, kandang harus dibersihkan secara rutin untuk menjaga higienitasnya. 

Biosekuriti 3 zona ini dapat diterapkan oleh semua peternak, bahkan peternak kecil. Prinsipnya, zona merah adalah area kotor, zona kuning adalah area transisi, dan zona hijau adalah area bersih atau area produksi. Praktik ini dapat diterapkan dengan mudah dan murah di peternakan kecil sekalipun. Kunci keberhasilan penerapan bukan pada peralatan tetapi pada niat kuat dan kedisiplinan pemilik.

Jika peternakan dekat dengan rumah tinggal, cukup pastikan bahwa area kandang terlindungi dan dijadikan zona hijau. Peternak dapat memberi tanda dengan bahan sederhana, misalnya tali rafia hijau. Beberapa peralatan yang perlu disiapkan antara lain: beberapa pasang sandal dengan warna berbeda sesuai dengan warna zona dan cairan disinfektan di ember untuk mencelupkan kaki. Peternak diharuskan membiasakan diri untuk mandi sebelum memasuki zona hijau dan setelahnya mengenakan pakaian dan sandal khusus. Hal ini terkesan sederhana tetapi sangat bermakna untuk merintis biosekutiti 3 zona. 

Biosekuriti sangat penting untuk dilakukan di peternakan, terutama karena alasan kesehatan, ekonomi, dan hukum. Dengan menerapkan biosekuriti, telur lebih sehat dan berkualitas sehingga aman dikonsumsi. Jika ayam sehat, peternak dapat meminimalkan biaya kesehatan dan memaksimalkan keuntungan. Selain itu, ayam yang sehat memiliki produktivitas tinggi. Terkait alasan hukum, dengan menerapkan biosekuriti,  peternak melaksanakan cara beternak yang baik dan sesuai aturan. 

Saat ini, Fakultas Peternakan UGM mendampingi penerapan biosekuriti kepada 200 peternak Gunung Kidul yang tergabung dalam Pinsar Petelur Nasional. Pendampingan implementasi biosekuriti juga merupakan syarat perolehan Nomor Kontrol Veteriner (NKV), oleh karena itu, Fakultas Peternakan juga melakukan pendampingan pendaftaran NKV bagi 2-4 peternak. (Rilis/INF)

SELUK-BELUK VAKSINASI DALAM BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM

Vaksinasi, salah satu upaya mencegah penyebaran virus. (Sumber: Istimewa)

Setelah lebih kurang setahun pandemi COVID-19 melanda dunia, berbagai elemen masyarakat menjadi akrab dengan istilah vaksinasi, padahal sebelumnya istilah ini hanya terdengar dan dikenal di Posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit saja. Sedang di dunia peternakan, khususnya peternakan ayam, vaksinasi sudah lama menjadi kegiatan rutin untuk mencegah berbagai serangan penyakit yang sangat merugikan usaha.

Biosekuriti
Bio = Hidup, Sekuriti = Perlindungan, biosekuriti terdiri dari seluruh prosedur kesehatan dan pencegahan yang dilakukan secara rutin di sebuah peternakan, untuk mencegah masuk dan keluarnya kuman/mikroorganisme yang menyebabkan penyakit unggas.

Biosekuriti yang baik akan berkontribusi pada pemeliharaan unggas yang bersih dan sehat dengan menggunakan sumber-sumber yang telah ada di peternakan, mengelola ternak unggas secara semestinya, menggunakan obat lebih sedikit, serta mengurangi kontaminasi.

Tujuan biosekuriti yang baik adalah untuk membangun dan mengintegrasikan beberapa usaha perlindungan yang dapat menjaga ternak unggas tetap sehat, yang menghasilkan kematian (mortalitas) yang lebih sedikit, penghematan yang cukup besar dalam biaya produksi dan pendapatan yang lebih baik bagi peternak.

Perlunya Prosedur Biosekuriti yang Baik
Penyakit unggas berpengaruh negatif terhadap keuntungan peternak dan kadang membahayakan kesehatan manusia. Peternakan unggas selalu berisiko terserang penyakit yang pada akhirnya mengurangi produksi daging dan telur, tergantung pada tingkat keparahan penyakit.

Beberapa negara di dunia telah diserang oleh penyakit unggas yang mengakibatkan tingkat kematian dan kerugian ekonomi sangat tinggi.

Ketika unggas terpapar pada kondisi lingkungan yang tidak sehat, seperti panas yang berlebihan, kedinginan, kelembapan, amonia, suara bising, kekurangan air minum/pakan, maka tingkat ketahanan tubuh unggas terhadap penyakit menjadi berkurang, membuat unggas rentan terhadap penyakit yang disebabkan virus, bakteri dan jamur (CONAVE & IICA EQUADOR, 2008).

Beri Vaksinasi
Vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan imunitas (kekebalan), memberikan imunitas protektif dengan meningkatkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2021.

Ditulis oleh: Sjamsirul Alam
Praktisi perunggasan, alumnus Fapet Unpad

SEMINAR VIRTUAL AMI BAHAS AFRICAN SWINE FEVER

Seminar virtual AMI yang membahas mengenai wabah ASF. (Foto: Dok. Infovet)

Kamis, 10 Desember 2020. Bekerja sama dengan Ceva Animal Health Indonesia dan Better Pharma, Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) sukses menggelar seminar secara virtual membahas mengenai African Swine Fever (ASF) yang merebak di Indonesia.

Seperti diketahui ASF mulai menyebar di Tanah Air beberapa tahun lalu dan langsung menyebar ke peternakan babi di Indonesia dan memusnahkan jutaan ekor ternak babi. “Sekitar 3 juta kurang lebih populasi babi kita sudah habis. ASF ini sudah banyak menyerang peternak babi di Indonesia,” ujar Ketua AMI, Dr Sauland Sinaga dalam opening speech-nya.

Sementara ditambahkan Country Manager Ceva Indonesia, Drh Eddy Purwoko, untuk melawan ASF pihaknya bekerja sama dengan Better Pharma turut membantu meningkatkan kepercayaan diri peternak dalam melawan ASF agar terjadi peningkatan populasi babi di Indonesia.

“Sejak awal tahun kita bekerja sama dengan Better Pharma untuk melengkapi kebutuhan peternak mengenai produk disinfektan, agar peternak confident meningkatkan populasi ternak babinya di tengah wabah ASF,” ungkap Eddy.

ASF sendiri menyerang segala jenis umur babi dan virusnya mampu bertahan dalam produk/daging babi. Oleh karena itu, biosekuriti dan disinfeksi menjadi fokus utama yang harus diperkuat para peternak babi di Indonesia untuk mengurangi wabah.

Kontrol transportasi dan hewan carrier seperti tikus menjadi beberapa cara yang bisa dilakukan peternak untuk menekan penyebaran ASF dari satu farm ke farm lain. Hal itu seperti disampaikan Technical Specialist Better Pharma International Bussines, Dr Waranee, sebagai pembicara yang membahas “Penggunaan Disinfektan yang Tepat sebagai Kunci Penanganan ASF.”

Waranee juga menjelaskan beberapa penggunaan disinfektan yang efektif dalam meminimalisir ASF di peternakan, mulai dari yang digunakan secara semprot maupun melalui air minum.

Selain dia, dihadirkan pula pembicara selaku pemerhati kesehatan dan nutrisi peternakan babi yang juga anggota AMI, Drh Michael Indra, yang mengupas soal “Meningkatkan Jumlah Produksi Anak Babi di Masa Pandemi ASF.”

Webinar yang dihadiri sekitar 165 peserta ini dimulai sejak pukul 09:00 WIB dan dipandu oleh praktisi kesehatan hewan yang juga anggota ADHMI, Drh Antonia Agnes. Seminar diakhiri dengan sesi tanya-jawab dan beberapa peserta yang mengajukan pertanyaan mendapat cinderamata dari panitia penyelenggara. (RBS)

SEKILAS BIOSEKURITI 3 ZONA: PRODUKSI MAKSIMAL DAN STABIL

Menurut Drh Yunita Widayati dalam webinar HATN ke 10 pada 18/11/2020, dalam konsep biosekuriti 3 zona, peternakan dibagi menjadi 3 zona yaitu zona hijau, zona kuning, dan zona merah.

Zona merah adalah area di luar peternakan, merupakan area kotor yang meliputi di antaranya kantor, halaman, mess karyawan, dan tempat parkir. Di area ini kendaraan yang masuk disanitasi, juga menjad tempat penerimaan dan sanitasi box dan rak telur.

Seluruh area di luar peternakan ini adalah area kotor, yang penuh dengan kuman dan bakteri yang mematikan bagi ayam.

Zona hijau adalah area peternakan dimana tidak sembarang orang boleh masuk. Yang boleh ada di area peternakan adalah peralatan yang khusus dipakai di kandang, kendaraan yang khusus dipakai di peternakan, dan pekerja kandang yang ditugaskan.

Sebelum masuk pekerja harus berganti pakaian dan alas kaki khusus di peternakan. Area ini harus sangat dilindungi bahkan egg tray dari luar pun tidak boleh masuk.

Zona kuning adalah zona perantara antara zona merah dan hijau. Sebelum masuk ke zona ini orang harus didesinfeksi, dan mandi bila perlu, berganti baju kerja dan alas kaki khusus untuk peternakan.

Zona kuning juga menjadi tempat untuk loading barang, dan tempat penyimpanan box dan rak telur yang sudah disanitasi di zona merah.

Yang boleh memasuki zona kuning juga dibatasi, hanya untuk orang yang berkepentingan. Juga kendaraan dan peralatan yang benar-benar diperlukan.

Penerapan biosekuriti yang baik akan menjadikan produksi maksimal dan stabil, ayam terlindungi dari penyakit. Lingkungan di sekitar peternakan pun jadi lebih aman dan nyaman. (NDV)

MENUAI HASIL APLIKASI BIOSEKURITI

Mencuci kandang merupakan bagian dari tindakan biosekuriti. (Foto: Istimewa)

Pentingnya aspek biosekuriti terkadang membuat orang salah kaprah, oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman mendalam. Selain itu, kini penerapan biosekuriti dapat berbuah manis bagi siapapun yang mengaplikasikannya.

Prinsip paling hakiki dari biosekuriti adalah mencegah penyakit agar tidak masuk dan keluar dari suatu peternakan, apapun caranya. Dalam aplikasinya terserah kepada masing-masing peternak, namun begitu karena alasan budget rata-rata peternak abai terhadap aspek biosekuriti. 

Setidaknya minimal ada tujuh aspek yang harus dilakukan dalam menjaga biosekuriti di peternakan menurut Hadi (2010), yakni: 1) Kontrol lalu lintas. 2) Vaksinasi. 3) Recording flock. 4) Menjaga kebersihan kandang. 5) Kontrol kualitas pakan. 6) Kontrol air. 7) Kontrol limbah peternakan. Sangat mudah diucapkan, namun sulit diimplementasikan.

Hewan Produktif, Manusia Sehat

Banyak peternak di Indonesia menanyakan efektivitas penerapan biosekuriti. Sebagai contoh Infovet pernah melakukan kunjungan ke Lampung dimana FAO ECTAD Indonesia beserta stakeholder peternakan di Lampung sedang menyosialisasikan biosekuriti tiga zona pada peternak layer di sana.

Kusno Waluyo seorang peternak layer asal Desa Toto Projo, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur, bercerita mengenai keputusannya untuk hijrah dari sistem beternak konvensional menjadi rasional, bisa menjadi salah satu rujukan jika ingin mengetahui efektivitas penerapan biosekuriti.

Peternak yang berusia 46 tahun tersebut memang sudah terkenal sebagai produsen telur herbal. Hal ini diakuinya karena ia sendiri memberikan ramuan herbal sebagai suplementasi pada pakan ayamnya. Hasilnya memang cukup memuaskan, namun ia masih kurang puas karena merasa masih bisa lebih efektif lagi.

“Akhirnya saya mengikuti program FAO yang ada di sini, saya dengar dari Ketua PPN Lampung kalau ini bagus, makanya saya coba ikutin saja. Ternyata benar, biaya yang dikeluarkan makin irit, hasilnya lebih jos,” tutur pemilik Sekuntum Farm tersebut.

Kendati demikian, Kusno enggan bercerita mengenai modal yang ia keluarkan dalam pembangunan fasilitas biosekuriti miliknya, tetapi dengan sejumlah uang yang ia gelontorkan menurutnya hasil yang diperoleh benar-benar menguntungkan.

Salah satu tolak ukur suksesnya penerapan biosekuriti di kandang Kusno adalah saat ayam di kandangnya menginjak usia sekitar 29 minggu produksi telurnya stabil di angka 90% lebih. Selain itu dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi. “Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati, enggak kaya sebelumnya,” ucap dia.

Menurut National Technical Advisor FAO ECTAD, Alfred Kompudu, sebenarnya konsep biosekuriti tiga zona merupakan pengejawantahan dari program EPT2 (Emerging Pandemic Threats Programme) yang telah lama menjadi fokus FAO di Indonesia.

“Melalui program ini kita berkomitmen membantu pemerintah dalam meanggulangi pandemi penyakit, terutama zoonosis, program ini sudah lama berjalan dan masih akan lanjut sepertinya di Indonesia,” tutur Alfred.

Selain itu kata dia, dengan adanya wabah COVID-19 penerapan biosekuriti tiga zona yang baik dan benar bukan hanya menguntungkan peternak dari segi ekonomis karena ternaknya sehat dan produktivitasnya meningkat, tetapi juga… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2020) (CR)

BIOSEKURITI, UJUNG TOMBAK KESEHATAN UNGGAS

Semua kendaraan yang ingin masuk ke kandang wajib dilakukan disinfeksi. (Foto: Istimewa)

Secara alamiah kemunculan kasus penyakit dalam suatu lingkungan peternakan ayam tidaklah terjadi secara mendadak alias revolutif, akan tetapi terjadi bertahap sesuai dengan interaksi antara bibit penyakit yang ada dengan ayam yang dipelihara. Pemahaman atas tulisan ini tentu saja akan mempermudah peternak untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit dalam lingkungan peternakan secara efektif dan strategis.

Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap kondisi kemunculan kasus penyakit. Data dari BMKG untuk kondisi lingkungan pada Juni 2020 menyatakan sangat ekstrem perbedaan cuaca yang hujan lebat di Sumatra Utara dengan cuaca panas di Pulau Jawa.

Data yang dihimpun oleh tim Ceva Indonesia mengenai kasus penyakit yang dominan pada Juni 2020 untuk di Pulau Jawa dan Sumatra adalah sebagai berikut:

Broiler (Total 31 Kasus)

Layer (Total 54 Kasus)

CCRD (24%)

ND (16,7%)

NE (20%)

Helminthiasis (14,3%)

ND (16%)

AI H9 (11,9%)

Heatstroke (16%)

CCRD (9,5%)

DOC Quality (12%)

NE (9,5%)

 

Mikotoksikosis (9,5%)

CRD (9,5%)

Kali ini penulis ingin menitikberatkan kejadian kasus penyakit viral seperti yang ditampilkan data di atas yang masih menjadi momok menakutkan bagi para peternak. Kemunculan kasus penyakit viral tidak lain berkaitan erat dengan keberhasilan/kegagalan program biosekuriti.

Biosekuriti adalah program yang dirancang untuk melindungi ayam agar terhindar dari bibit penyakit dari luar dan agar bibit penyakit tidak menyebar keluar peternakan yang dapat menginfeksi peternakan lain. Maka dalam operasionalnya dikenal tiga konsep utama, yaitu pengendalian lalu lintas (transportasi), isolasi dan sanitasi.

1. Pengaturan Transportasi/Lalu Lintas

Pengaturan lalu lintas bertujuan menyeleksi agar barang-barang yang masuk ke lingkungan kandang hanyalah barang-barang yang benar-benar diperlukan. Yang boleh masuk diantaranya adalah bibit (DOC/pullet), ransum, air, peralatan yang penting, vaksin, obat disinfektan dan pekerja. Selain itu, semua kendaraan yang ingin masuk ke kandang wajib dilakukan disinfeksi terlebih dahulu.

Selain lingkungan yang bersih alias minim bibit penyakit, agar ayam yang dipelihara juga akan tetap sehat jika tidak ada induksi bibit penyakit baru ke lingkungan ayam yang dipelihara. 

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah induksi atau kontak baru antara ayam yang dipelihara dengan bibit penyakit yang patogen, yaitu:... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2020)


Ditulis oleh: Han (Praktisi peternakan layer) &

Drh Sumarno (Senior Manager AHS PT Sierad Produce)

PENTINGNYA ISTIRAHAT KANDANG MINIMAL 14 HARI

Istirahat kandang yang biasa dilakukan setelah panen sekilas seperti merugikan peternak, karena produksi terhenti. Namun justru pengosongan kandang itu bertujuan agar siklus pemeliharaan selanjutnya menjadi tetap produktif.

Setelah ayam dipanen di kandang akan banyak terdapat material seperti feses, bulu, dan lainnya juga bibit penyakit. Maka tahapannya biasanya kandang dibersihkan terlebih dahulu hingga benar-benar bersih. Kemudian kandang disemprot dengan disinfektan untuk meminimalkan bibit penyakit yang ada.

Setelah kandang bersih dan sudah didisinfeksi maka harus diistirahatkan selama minimal 14 hari. Jadi kandang dibiarkan sebisa mungkin benar-benar kosong. Jika harus ada aktivitas pekerja maka aktivitas itu sangat dibatasi.

Fungsi istirahat kandang sangat penting, karena untuk memutus siklus hidup bibit penyakit. Jika bibit penyakit hidup tidak menempel pada induk semang (ayam) dan tidak pada lingkungan yang ideal baginya, maka lama-kelamaan ia akan mati. Kalau tidak mati maka kemampuannya untuk menyerang ayam akan melemah.

Dihilangkannya atau dikuranginya waktu istirahat kandang bisa mengakibatkan kerepotan dan kerugian. Karena bibit penyakit akan terus ada dan penyakit yang sama akan terus berulang. Selain itu ayam yang dipelihara dengan jeda istirahat kandang imunitasnya lebih baik dibanding ayam yang dipelihara tanpa istirahat kandang.

Jadi istirahat kandang ini meski kelihatannya ‘merugikan’ tapi sebenarnya justru menguntungkan. (Sumber: forum pembaca Majalah Infovet)

HARGA MATI BIOSEKURITI

Menggunakan masker dan sarung tangan merupakan penerapan biosekruti. (Foto: Istimewa)

Banyak peternak mungkin mengidamkan kandang closed house dengan segala peralatannya yang canggih dan efisien. Namun semua akan terasa percuma apabila tidak didukung oleh manajemen biosekuriti yang baik dan benar.

Di era non-AGP (antibiotic growth promoter) yang sudah berlangsung kurang lebih dua tahun ini, peternak sudah pasti mengerti bahwa performa ayam di lapangan sedikit berkurang ketimbang pada saat AGP masih boleh digunakan. Berbagai upaya dijajaki peternak dalam mendapatkan performa yang baik, bagi yang mampu akan membangun dan berinvestasi pada closed house, bagaimana dengan yang tidak?

Jangan buru-buru berkecil hati jika tidak dapat membangun closed house, ingat selalu bahwa penerapan biosekuriti yang baik juga akan mendongkrak performa ternak. Fokus beternak adalah membuat hewan senyaman dan sesehat mungkin agar performa mereka meningkat, baik layer maupun broiler.

Yang sering peternak lupakan yakni manajemen biosekuriti yang baik dan benar. Padahal dalam usaha budi daya unggas, manajemen biosekuriti sudah seperti mengucap "dua kalimat syahadat" dalam ajaran Islam alias wajib dilaksanakan dan sangat diproritaskan. Bukan tanpa alasan, hal ini karena biosekuriti merupakan benteng pertahanan utama dalam menghalau berbagai penyakit infeksius. Perlu diingat kembali bahwa prinsip biosekuriti adalah langkah-langkah pengamanan biologik yang dilakukan untuk mencegah menyebarnya agen infeksi patogen pada ternak.

Drh Muhammad Azhar selaku Sekretaris Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI), mengatakan bahwa biasanya kendala penerapan biosekuriti di lapangan paling utama adalah keengganan peternak sendiri.

“Kemitraan, integrator, bahkan peternak mandiri besar mereka pasti punya staf kesehatan hewan, punya program kesehatan hewan, punya program biosekuriti dan lainnya, tetapi kenapa performa jelek kadang menyalahkan hal lain? Bisa dibilang aplikasinya di lapangan yang kurang oleh petugas kandangnya, entah karena malas, lupa, atau apapun itu, harusnya tidak bisa ditolerir seperti itu,” tutur Azhar kepada Infovet.

Ia menambahkan, “Dalam beternak, bukan pemberian obat, antibiotik atau jamu, yang penting itu bagaimana caranya ayam sehat. Percuma juga kalau kita berikan obat terus tapi performa enggak bagus-bagus, malah bahaya buat yang makan (daging ayam). Ini peternak yang sering mindset kaya gitu.”

Menurutnya, bahwa penerapan biosekuriti tidak hanya dapat diterapkan di farm, tetapi juga pada tiap komponen rantai pasokan, sehingga menjaga keamanan pangan yang dikonsumsi alias healthy from farm to table. 

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari. Menurutnya, era non-AGP kini penerapan biosekuriti harus digalakkan. “Kemarin masih ada AGP cukup terbantu peternak, namun karena peraturannya sudah begini (dilarang), mau bagaimana? Ya dari dulu sih harusnya biosekuriti itu diaplikasikan dengan baik, bukan sekarang-sekarang saja,” kata Ira.

Ia menyebut bahwa dirinya beserta perusahaan tidak henti-hentinya menggalakkan aplikasi biosekuriti yang baik pada peternak. Apalagi ketika kondisi wabah COVID-19 merebak, seharusnya… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2020) (CR)

BIOSEKURITI, GARDA TERDEPAN KESEHATAN UNGGAS

Disinfeksi sebelum masuk dan keluar kandang. (Foto: Infovet/CR)

Biosekuriti merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budi daya peternakan ayam. Biosekuriti ini pada prinsipnya merupakan serangkaian program dalam rangka meminimalkan kontak dengan unggas lain dan membatasi kontak dengan manusia yang akan memasuki areal peternakan. Dengan mewabahnya berbagai penyakit unggas pada akhir-akhir ini, maka program biosekuriti menjadi mutlak dan penting untuk dilakukan secara benar dan teratur.

Manajemen Biosekuriti

Dalam manajemen biosekuriti, sasaran utama adalah mencegah kontaknya ayam dengan agen infeksius berupa virus, bakteri, parasit dan jamur. Untuk itu, pada setiap unit farm peternakan, perlu dibuat prosedur standar operasional (SOP) biosekuriti yang baku.

Terdapat tujuh tahapan pembuatan SOP biosekuriti: 

• Menentukan sasaran biosekuriti, misal terhadap Avian influenza (AI), Gumboro, Mikoplasma, E. coli dan lain-lain.

• Memilih cara pengendalian yang sesuai dengan kondisi dan sumber potensial agen infeksi di masing-masing unit farm. 

• Membuat SOP yang bersifat spesifik untuk masing-masing unit farm dan melakukan pelatihan berkesinambungan untuk seluruh pekerja, agar SOP yang telah dibuat dapat dipahami dan dilaksanakan secara baik dan benar.

• Mencatat dan mendokumentasikan seluruh tindakan operasional biosekuriti dan secara berkala dilakukan pemeriksaan/audit. Catatan ini meliputi pelaksanaan vaksinasi, jadwal kontrol binatang pengerat, pencatatan buku tamu, pemberian disinfektan dan lain sebagainya.

• Memonitor efektivitas operasional biosekuriti dan memastikan bahwa mekanisme biosekuriti yang dibuat untuk mencegah agen infeksi dapat bekerja dengan baik.

• Meninjau status kesehatan ayam. Dengan adanya pencatatan tindakan biosekuriti, maka catatan tersebut dapat selalu dibandingkan dengan data statistik produksi maupun data deplesi. Bila terdapat permasalahan produksi ataupun deplesi, dapat diartikan bahwa perlu ada pembenahan pada SOP bisekuriti.

• Meninjau kembali sasaran biosekuriti, yang merupakan proses lanjutan untuk menentukan apakah langkah-langkah biosekuriti yang sudah ditetapkan perlu ada perubahan atau tidak.

Program Biosekuriti, Perlindungan dari Luar Meliputi:

1. Kontrol Lalu Lintas Orang dan Kendaraan

- Mengunci pintu gerbang/menempatkan penjaga pintu.

- Hanya ada satu jalan untuk keluar-masuk.

- Disinfeksi pengunjung, dipping kaki, mencuci tangan, semprot, mandi.

- Memakai baju, sepatu, topi penutup kepala khusus.

- Untuk kendaraan, bersihkan semua kotoran yang ada di bak, roda dan sekitarnya. Semprot dengan air tekanan tinggi pada celah-celah bagian bawah, agar bahan-bahan organik bisa lepas dan bersih.

- Lakukan penyemprotan dengan… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2020)


Drh Yuni

Technical Department Manager

PT ROMINDO PRIMAVETCOM

PERAN BIOSEKURITI DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT UNGGAS

Bilik disinfeksi untuk kendaraan yang akan masuk ke peternakan. (Foto: Dok. AKI)

Penyakit merupakan salah satu tantangan besar dalam industri perunggasan. Adanya kontak antara agen penyakit dengan unggas adalah kunci terjadinya suatu infeksi. Apabila infeksi penyakit terjadi, efek kerugian ekonomi yang dirasakan peternak akibat adanya kematian dan penurunan produksi bisa sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk membantu mengurangi intensitas kontak tersebut, biosekuriti merupakan salah satu langkah yang penting dilakukan.

OIE (2009) menyebutkan bahwa biosekuriti adalah implementasi tindakan untuk menurunkan risiko pemaparan dan penyebaran agen penyakit. Terdapat tiga elemen utama dari biosekuriti, yaitu segregasi, cleaning dan disinfeksi. Jeffrey (1997) menyatakan bahwa ada tiga komponen dalam biosekuriti yang membatasi masuknya agen penyakit dalam suatu peternakan, yaitu isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi.

Dalam pemeliharaan ayam, ada berbagai titik yang memiliki pengaruh dalam resiko terjadinya penyakit. Siahaan (2007) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya penyakit Avian influenza (AI) adalah keberadaan burung liar yang masuk ke dalam area peternakan, perlakuan terhadap unggas yang sakit dan mati, jarak peternakan dengan rumah penduduk, pembersihan kandang secara berkala, serta penanganan limbah feses.

Selain itu, lalu lintas keluar-masuk peternakan oleh kendaraan maupun personal juga memiliki andil dalam kontak agen infeksi dengan ayam sebagai hospes targetnya. Sebagai makhluk hidup yang sangat kecil, virus dan bakteri memiliki peluang besar untuk terbawa dari satu tempat ke tempat lain. Agen infeksi ini dapat menempel pada pakaian dan alas kaki personal, maupun pada roda kendaraan yang digunakan saat masuk ke dalam suatu peternakan. Saswiyanti (2012) menyebutkan beberapa variabel kontrol lalu lintas yang memiliki pengaruh terhadap paparan penyakit AI adalah kontak unggas dengan pengunjung dan karantina terhadap unggas baru.

Melihat berbagai titik resiko tersebut, pelaksanaan biosekuriti perlu dilakukan secara konsisten untuk menghindari terjadinya penyakit. Pembagian area peternakan menjadi tiga zona (merah, kuning dan hijau) sangat penting agar kontak agen penyakit dengan ayam dapat diminimalisir. Peralatan dari luar, personel yang kontak dengan lingkungan luar peternakan dan kendaraan sebisa mungkin dibatasi hanya pada zona merah. Sementara itu disinfeksi dan pembersihan personel maupun peralatan dapat dilakukan ke zona kuning. Sedangkan zona hijau merupakan area peternakan ayam yang tidak boleh dimasuki tanpa adanya pembersihan di zona kuning terlebih dahulu. Pembatasan akses personel di zona hijau ini juga sangat diperlukan. Seirama dengan pembagian zona biosekuriti ini, pelaksanaan manajemen biosekuriti harus mendapat perhatian khusus. Beberapa contoh pelaksanaan manajemen biosekuriti bisa dilihat... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2020) (ADV SANBIO)

ILC EDISI V: BIOSEKURITI DAN VAKSINASI TEPAT UNTUK AYAM SEHAT

Kombinasi biosekuriti dan vaksinasi yang baik akan menghasilkan ayam sehat dan produktif. (Foto: Ist)

Edukasi rutin dan berkesinambungan merupakan cara yang baik demi suksesnya kolaborasi program biosekuriti dan vaksinasi, sebagai upaya efektif mencegah penyakit agar ayam sehat dan produktif. Hal itu perlu ditekankan karena permasalahan lapangan yang kerap kali muncul dalam suatu farm adalah edukasi kepada sumber daya manusia yang bekerja mengenai pentingnya penerapan biosekuriti yang baik demi suksesnya program vaksinasi.

Sementara program vaksinasi akan berjalan efektif jika dilaksanakan dengan tata laksana penanganan vaksinasi yang baik dan benar, meliputi pengiriman, penyimpanan, persiapan, pelaksanaan dan tindakan setelah vaksinasi. 

Hal itu mengemuka dalam Indonesia Livestock Club (ILC) #Edisi5 yang diselenggarakan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI) bersama Indonesia Livestock Alliance (ILA), Rabu (22/7/2020).

ILC mengusung tema “Biosekuriti & Vaksinasi Tepat: Ayam Sehat dan Produktif” menghadirkan narasumber Guru Besar FKH UGM, Prof Dr Michael Haryadi Wibowo, yang membahas tentang strategi vaksinasi dan biosekuriti tepat, hasilkan ayam sehat dan terjaga performa produktivitasnya.

Dalam paparannya Haryadi menjelaskan tentang target perlindungan vaksin yang harus dilakukan dengan beberapa langkah. Upaya tersebut antara lain identifikasi problem penyakit yang ada di farm, data epidemiologi penyakit, pemahaman tentang karakter patogen yang diidentifikasi, virulensinya, proteksi silang dan target kekebalan yang ditimbulkan oleh jenis patogen tersebut. 

“Data tersebut berguna untuk menentukan jenis vaksin, kapan diberikan, berapa kali vaksinasi dilakukan, apakah vaksin rutin atau insidental,” kata Haryadi.

Selain dia, adapun pemateri lain diantaranya Technical and Marketing Manager Ceva Animal Health Indonesia, Drh Ayatullah M. Natsir dengan materi kiat sukses program vaksinasi budi daya ayam, serta Pemilik Sekuntum Herbal Farm, Kusno Waluyo SPt MM yang memaparkan tentang pengalamannya dalam menerapan biosekuriti untuk kesehatan dan performa ayam. (IN)

JANGAN PANDANG BIOSEKURITI SEBELAH MATA

Desinfeksi manusia yang masuk dan keluar kandang. (Foto: Ist)

Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, manajemen pemeliharaan ayam pun ikut berkembang. Apalagi sejak diberlakukannya larangan penggunaan AGP (antibiotic growth promoter) dalam pakan, semua yang berkecimpung di sektor budi daya berlomba-lomba mengakali manajemen pemeliharaan agar performa tetap terjaga.

Budi daya ayam baik layer maupun broiler di zaman sekarang susah-susah gampang. Kini peternak dihadapkan pada pesatnya pertumbuhan ayam, namun lebih rentan terhadap faktor eksternal, seperti iklim, penyakit dan lain sebagainya.

Ditambah lagi AGP yang selama ini menjadi andalan untuk memacu pertumbuhan telah dilarang pemerintah. Tentunya ini semakin menjadi tantangan bagi para peternak dan semua stakeholder di sektor budi daya.

Padahal, sejak dulu sudah ada “obat” alami agar usaha budi daya lancar tanpa adanya gangguan penyakit. Namun begitu tidak semua peternak mau dan mampu mengaplikasikannya, yakni biosekuriti.

Dipandang Sebelah Mata
Sering didapati bahwa peternak tidak mengindahkan hal ini, misalnya saja kebebasan keluar-masuk suatu peternakan tanpa adanya treatment khusus. Padahal, treatment khusus semacam dipping atau semprot desinfektan merupakan salah satu aspek biosekuriti, dalam hal ini menjaga lalu lintas manusia.

Mengingatkan kembali bahwa ada beberapa aspek dasar dalam biosekuriti, yakni kontrol lalu lintas, vaksinasi, recording flock, menjaga kebersihan kandang, kontrol kualitas pakan dan air, serta kontrol limbah peternakan.

Dengan semakin berkembangnya zaman, ada juga peternak yang semakin sadar bahwa biosekuriti ini penting. Misalnya saja yang dilakukan oleh Jenny Soelistiyani, peternak layer asal Lampung. Wanita yang juga Ketua Pinsar Petelur Nasional (PPN) ini sedang giat-giatnya menggalakkan penerapan biosekuriti di peternakan layer.

“Penerapan biosekuriti yang baik mutlak harus dimiliki, enggak bisa disepelekan. Peternak harus mau berubah, lah wong zaman berubah masa tata cara beternak gitu-gitu aja,” tutur Jenny.

Apa yang diutarakan Jenny bukan tanpa alasan, terlebih lagi ketika AGP dilarang digunakan, otomatis untuk mencegah meledaknya wabah penyakit yang tak terkendali dibutuhkan upaya lain, menurut Jenny yang paling masuk akal adalah penerapan biosekuriti.

Jenny dan para peternak di Lampung kini sedang giat mengajak para peternak layer di Lampung untuk mengaplikasikan biosekuriti tiga zona. Ia dibantu oleh FAO ECTAD, akademisi dari Universitas Lampung (UNILA), pemerintah dan juga perusahaan yang bergerak di bidang obat hewan.

“Semua turun tangan, FAO memberi penyuluhan dan teknis aplikasi, UNILA juga mendampingi peternak, dinas terkait juga aktif, perusahaan obat hewan juga jadi auditor internal kami, peternaknya jadi semangat dan rata-rata di sini peternak sudah mau mengaplikasikan biosekuriti tiga zona,” ungkapnya.

Penerapan biosekuriti di kandang dapat dimulai dengan hal sederhana. (Foto: Ist)

Menuai Hasil Manis
Ketika biosekuriti diterapkan dengan baik, hasil manis dituai oleh peternak. Misalnya saja yang dirasakan oleh Subadio, peternak layer asal Kecamatan Purbolinggo, Lampung, yang sudah menerapkan biosekuriti tiga zona di peternakannya.

Dirinya mengaku tertarik mengaplikasikan biosekuriti tiga zona karena dinilai… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2020) (CR)

USAID, FAO, DAN DIRKESMAVET SOSIALISASIKAN PERMENTAN BARU



Jumat 10 Juli 2020, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, FAO ECTAD Indonesia, dan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner mengadakan sosialisasi terkait Permentan No. 11 tahun 2020 tentang NKV kepada peternak unggas secara daring melalui aplikasi zoom. Kegiatan ini juga merupakan inisiasi dari PINSAR petelur nasional. 

Tujuannya tentu saja untuk mensosialisasikan sertifikasi NKV pada peternakan unggas, terutama ayam petelur, karena dalam perementan tersebut NKV wajib dimiliki oleh unit usaha penghasil produk hewan, misalnya peternakan unggas petelur. Animo peserta pun bisa dibilang tinggi, hal ini terlihat dari jumlah peserta yang hadir, sebanyak 300-an orang hadir dalam pertemuan tersebut.

Luuk Schoonman FAO ECTAD Indonesia mengatakan bahwa selama 10 tahun bekerjasama dengan pemerintah Indonesia, kini FAO ECTAD memiliki program peningkatan kesehatan unggas di Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas dan mencegah penyakit unggas baik zoonotik maupun tidak, sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. 

“Kami memperkuat sektor perunggasan melalui penerapan good farming practices terutama pada biosekuriti tiga zona agar penggunaan antibiotik di perunggasan dapat dikurangi, selain itu kami juga berupaya agar terjadi kolaborasi antar stakeholder perunggasan, mengindentifikasi kemaslahatan program ini bagi peternak unggas di Indonesia,” kata Luuk.

Di waktu yang sama, Drh Syamsul Ma’arif selaku DIrektur Kesmavet Ditjen PKH berterima kasih kepada semua yang mendukung acara tersebut terutama FAO, USAID, dan tentu saja PINSAR. Syamsul juga mengatakan bahwa sepertinya memang pemilik unit usaha peternakan unggas masih belum banyak mengetahui tentang NKV.

“Sejak 2005 NKV sudah diatur dalam permentan sebelumnya, NKV ini berarti sifatnya wajib. Kami tidak ingin memaksa, tetapi kami pemerintah hanya ingin menjamin keamanan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Jadi NKV mutlak dimiliki sebagai bukti yang sah sebagai jaminan keamanan produk hewan di unit usaha produk hewan. Undang – undangnya juga banyak yang sudah mengatur tentang keamanan pangan ini. Jadi kalau aturan hukumnya ada, ya suka tidak suka harus mengikuti sistem jaminan keamanan produk hewan,” tuturnya.

Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional Yudianto Yosgianto pada kesempatan yang sama memberikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang mendukung adanya acara tersebut. Menurutnya, acara tersebut dapat menjadi ajang saling bertukar informasi yang valid dan lugas. 

“Harapannya saya mengajak kepada seluruh anggota PPN untuk tidak takut melakukan sertifikasi NKV, karena saya meyakini bahwa dengan jalan ini peternakan kita lebih tertata, hewan lebih sehat, produktivitas meningkat, dan kualitasnya juga. Semoga semua anggota kita tergerak untuk melakukan sertifikasi dan jangan ragu lagi,” tutur Yudianto.

Sosialisasi diberikan oleh Drh Ira Firgorita Kasubdit Higiene dan sanitasi pangan Direktorat Kesmavet. Ira mengatakan bahwa alasan tiap unit usaha produk ternak wajib memiliki NKV sifatnya sebagai prevensi alias pencegahan daripada penyakit zoonosis.

“Mengapa sih NKV harus ada, kok untuk unit usaha pangan yang bahannya tumbuhan nggak wajib punya NKV?. Ini karena beberapa penyakit hewan kan bisa menular kepada manusia, kalau tumbuhan biasanya penyakitnya berakhir di satu host tumbuhan saja. Jadi ini harus diawasi secara lebih baik,” kata Ira.

Ira juga mengatakan bahwa penerapan praktik veteriner yang baik di sektor budidaya unggas petelur juga menekankan pada pengendalian penggunaan antibiotik pada peternakan unggas. Dimana sama – sama kita ketahui bahwa produk unggas seperti telur dan daging ayam bisa saja mengandung residu antibiotik yang melebihi ambang batas, sehingga dapat merugikan kesehatan konsumennya.

“Kita ini sedang berada dalam kondisi darurat antimikroba. Kalau bahasa kerennya antimicrobial resistance. Oleh karenanya ini kan harus dicegah, jadi kalau penerapan praktik veterinernya baik, biosekuritinya baik, penggunaan antimikroba akan bisa dikendalikan dan mencegah lebih jauh terjadinya antimicrobial resistance,” tukas Ira. 

Lebih lanjut Ira menjelaskan keuntungan memiliki sertifikasi NKV. Misalnya saja, produk ber-NKV selain menjamin keamanan dan mutu pangan yang dihasilkan, produk yang tersertifikasi NKV juga akan membuka peluang pemasaran yang lebih luas. 

“Kita kan tahu kalau mau ekspor atau mau jual ke retail itu kan harus ada jaminan keamanannya, ada tracebilitiy-nya, dan lain sebagainya. Nah, dengan adanya NKV ini peluang pemasaran produk peternakan kita akan lebih terbuka. Sehingga peternak juga akan untung secara ekonomi, dan tenang saja, sertifikasi NKV sama sekali tidak dipungut biaya, alias gratis,” papar Ira.

Kegiatan diskusi pun berjalan dinamis dan antusias, tiap – tiap peserta saling bertanya, berdiskusi juga memberikan kritik dan saran yang membangun bagi pemerintah dalam hal ini Direktorat Kesmavet sebagai pemangku kebijakan. (CR)

SEMINAR ONLINE II: PANDEMI VS BIOSEKURITI, PERLU DICERMATI PETERNAK UNGGAS

Seminar Pandemi vs Biosekuriti yang dihadiri oleh akademisi, pemerintah, swasta dan asosiasi bidang peternakan. (Foto: Dok. Infovet)

PT Gallus Indonesia Utama melalui GITA Organizer dan Infovet kembali menyelenggarakan Seminar Online Kedua mengenai “Pandemi vs Biosekuriti pada Peternakan Unggas”. Seminar yang diselenggarakan Kamis (18/6/2020) diikuti oleh akademisi, pemerintah, swasta dan asosiasi peternakan.

Serupa dengan seminar pertamanya, kegiatan yang kedua kalinya ini kembali menghadirkan National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia, Alfred Kompudu dan Poultry Technical Consultant, Baskoro Tri Caroko, serta dimoderatori langsung oleh Pemimpin Redaksi Majalah Infovet, Bambang Suharno.

Dalam sesi pertama, Alfred Kompudu menyampaikan mengenai implementasi biosekuriti tiga zona di usaha peternakan unggas. Dalam paparannya, ia memaknai biosekuriti sebagai tindakan atau pengamanan hidup yang perlu dicermati oleh peternak.

“Sebagai pengamanan hidup karena prinsip dari biosekuriti itu sendiri adalah mencegah mikroba masuk, berinteraksi, tumbuh dan berkembang, serta menyebar ke seluruh area kandang. Adapun elemen dari biosekuriti tersebut adalah isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi,” kata Alfred.

Manisfestasi dari biosekuriti dimaksud Alfred adalah dengan mengimplementasikan biosekuriti tiga zona, yakni dengan cara membagi areal kandang dalam tiga zona, yakni zona merah, kuning dan hijau, dengan tujuan memberi keuntungan pada peternak.

“Keuntungan dari mencegah mikroba menginfeksi unggas, menyaring mikroba hingga tiga lapisan perlakuan, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak kandang, memiliki daya saing perunggasan dari sisi kualitas produk yang dihasilkan, menurunkan ancaman resistensi antibiotik (AMR) bagi konsumen dan yang pasti telah sesuai dengan Good Farming Practices,” jelasnya. 

Terkait dengan bagaimana cara mengimplementasikan biosekuriti tiga zona tersebut, dijelaskan Alfred secara rinci, yaitu dimulai dari membuat layout (denah) kandang, penentuan areal mana saja yang dimasukkan ke dalam zona merah (areal kotor), kuning (areal perantara) dan hijau (areal bersih), kemudian membuat daftar risiko dari orang, benda dan hewan (OBH), lalu urutkan daftar risiko tersebut dari yang tertinggi, pikirkan bagaimana pengendalian daftar risiko dapat dilakukan dengan elemen biosekuriti, serta terakhir sosialisasikan dan berkomitmen untuk intens menerapkannya.

“Jika telah diimplementasikan, hal yang perlu dilakukan adalah monitoring dan evaluasi kegiatannya, mulai dari anak kandang, ternak dan produksinya, serta kesehatan dari ternak yang dipelihara,” ucap dia.

Pembicara seminar Baskoro dan Alfred, bersama Moderator Bambang Suharno. (Foto: Dok. Infovet)

Sementara pada sesi kedua, Baskoro Tri Caroko menyampaikan hal berkaitan dengan pentingnya disinfeksi pada peternakan unggas. Menurut dia, disinfeksi pada dasarnya adalah kegiatan pembasmian hama. Pelaksanaannya ditujukan untuk menonaktifkan virus dan mikroba lain pada berbagai karakteristik hidup yang dimilikinya.

“Fakta lapangan, vaksinasi saja tidak cukup atau tidak mampu memproteksi unggas hingga 100%, padahal risiko penularan penyakit sangat tinggi dari berbagai macam sumber penularan, sehingga upaya disinfeksi diperlukan agar ayam tetap sehat, serta dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal,” kata Baskoro.

Ia pun mengimbau kepada peternak untuk dapat menerapkan One Health, yakni mengendalikan penyakit lebih dini untuk kesehatan manusia, hewan dan lingkungan yang optimal.

“Implementasinya dapat dilakukan dengan cara menerapkan biosekuriti tiga zona, melakukan disinfeksi dengan baik dan tepat guna, amankan unggas dari sumber penularan penyakit, serta istirahatkan kandang selama 14 hari sebelum diisi kembali,” imbuhnya.

Ia juga mengajak peternak untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit menular di usaha peternakan unggas semasa pandemi COVID-19 melalui penerapan biosekuriti tersebut.

Upgrade manajemen pemeliharaan dan kesehatan, serta lakukan vaksinasi tepat guna, tepat waktu, tepat aplikasi dan terprogram dengan baik,” tandasnya. (Sadarman)

GITA ORGANIZER AKAN KEMBALI GELAR SEMINAR ONLINE PANDEMI VS BIOSEKURITI PADA PETERNAKAN UNGGAS


GITA ORGANIZER kembali mengadakan Seminar Biosekuriti angkatan ke 2: PANDEMI VS BIOSEKURITI (PADA PETERNAKAN UNGGAS).

Pembicara: Alfred Kompudu, S.Pt, MM (Implementasi biosekuriti 3 zona di peternakan unggas). Drh. Baskoro Tri Caroko (Desinfeksi yang tepat untuk peternakan).

Waktu: Kamis 18 Juni 2020, pukul 10.00 hingga 12.00.

Pendaftaran: Mariyam 087778296375, Aida 081806597525. Format: Nma#Perusahaan/Instansi/Kampus/Umum#No HP#Email atau email ke marketinggita2018@gmail.com.

Biaya Rp 100.000/orang (umum), atau Rp 50.000/orang (mahasiswa/dosen). Transfer ke rek PT Gallus Indonesia Utama BCA 7330301681 KCP Cilandak KKO 1. Bukti transfer mohon di WA ke 081806597525 (Aida).

Peserta mendapat softcopy materi dan E Certificate.

FKH UGM SELENGGARAKAN WEBINAR BERTEMA DESINFEKTAN DAN BIOSEKURITI


Dua narasumber vet-webinar FKH UGM (Foto: Ist)

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM dan GAMAVET menyelenggarakan webinar bertema “Desinfektan yang Aman bagi Manusia, Hewan dan Lingkungan: Belajar dari Penerapan Biosecurity Farm Unggas”, Rabu (3/6/2020). Menghadirkan narasumber Drh Heri Setiawan (Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia) dan Dr Drh Agustina DW, MP (Ketua Departemen Farmakologi FKH UGM) dan dipandu oleh moderator Drh Aria Ika Septana. 

Webinar diikuti lebih dari 300 orang dari berbagai daerah di Indonesia. Tingginya antusiasme peserta dalam sesi diskusi, moderator memutuskan untuk menambah waktu acara ini.

Dalam paparannya, Drh Heri menyebutkan tiga elemen dalam biosekuriti adalah isolasi, kontrol lalu-lintas dan sanitasi.

“Isolasi bertujuan menciptakan lingkungan agar ayam terlindungi dari penyebaran bibit penyakit atau mikroorganisme patogen. Elemen kontrol lalu-lintas guna mengendalikan lalu-lintas manusia, peralatan, kendaraan masuk/keluar area peternakan dan sanitasi berupa penerapan pelaksanaan pembersihan dan desinfeksi secara teratur dan menjaga kebersihan para pekerja di area farm,” terang Heri.

Dijelaskan Heri lebih lanjut, persyaratan desinfektan antara lain memiliki spektrum aktivitas luas, berdaya penetrasi kuat hingga efektivitas tinggi pada berbagai kondisi. Selain itu pemilihan produk desinfektan harus memperhatikan amankah bagi manusia, hewan dan lingkungan serta tidak memicu resistensi. (NDV)

JANGAN REMEHKAN BIOSEKURITI

Desinfeksi sebelum masuk dan keluar kandang. (Foto: Infovet/CR)

Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, manajemen pemeliharaan ayam juga ikut berkembang. Apalagi sejak diberlakukannya larangan AGP (Antibiotic Growth Promoter) dalam pakan, semua yang berkecimpung di sektor budidaya berlomba-lomba mengakali manajemen pemeliharaan agar performa ayam tetap terjaga.

Budidaya ayam layer maupun broiler di zaman now bisa dibilang susah-susah gampang. Peternak kini dihadapkan pada pesatnya pertumbuhan ayam, namun lebih rentan terhadap faktor eksternal, seperti iklim, penyakit dan lain sebagainya. Ditambah lagi AGP yang selama ini menjadi andalan untuk memacu pertumbuhan telah dilarang pemerintah. Tentunya hal ini semakin menjadi tantangan bagi para peternak dan stakeholder di sektor perunggasan.

Padahal, sejak dulu sudah ada “obat” alami agar usaha budidaya lancar tanpa adanya gangguan penyakit. Namun begitu tidak semua peternak mau dan mampu mengaplikasikannya, yakni program biosekuriti.

Dipandang Sebelah Mata
Sering didapati bahwa peternak tidak mengindahkan biosekuriti, misalnya saja masih bebasnya lalu lintas keluar-masuk suatu peternakan tanpa adanya treatment khusus. Padahal, treatment khusus semacam dipping atau semprot desinfektan merupakan salah satu aspek biosekuriti, dalam hal ini menjaga lalu lintas manusia.

Mengingatkan kembali bahwa ada beberapa aspek dasar dalam biosekuriti misalnya kontrol lalu lintas, vaksinasi, recording flok, menjaga kebersihan kandang, kontrol kualitas pakan, kontrol air dan kontrol limbah peternakan.

Dengan semakin berkembangnya zaman, ada juga peternak yang semakin sadar bahwa biosekuriti ini penting diaplikasikan. Misalnya saja yang dilakukan oleh Jenny Soelistiyani, peternak layer asal Lampung. Wanita yang juga merupakan Ketua Pinsar Petelur Nasional (PPN) ini sedang giat-giatnya menggalakkan penerapan biosekuriti di peternakan layer.

“Penerapan biosekuriti yang baik mutlak harus dimiliki, enggak bisa disepelkan. Peternak harus mau berubah, lah wong zaman berubah masa tata cara beternak gitu-gitu aja?,” tutur Jenny. 

Apa yang diutarakan Jenny bukannya tanpa alasan, terlebih lagi ketika AGP dilarang, otomatis untuk mencegah meledaknya wabah penyakit yang tak terkendali dibutuhkan upaya lain, menurut Jenny yang paling masuk akal adalah penerapan biosekuriti.

Jenny dan para peternak di Lampung kini sedang getol-getolnya mengajak para peternak layer di Lampung untuk mengaplikasikan biosekuriti tiga zona. Ia dibantu oleh FAO ECTAD, akademisi dari UNILA, pemerintah dan juga perusahaan yang bergerak di bidang obat hewan.

“Semua turun tangan, FAO memberi penyuluhan dan teknis aplikasi, UNILA juga mendampingi peternak, dinas juga aktif, perusahaan obat hewan juga jadi auditor internal kami, peternaknya jadi semangat dan rata-rata di sini peternak sudah mau mengaplikasikan biosekuriti tiga zona,” jelasnya.

Menuai Hasil Manis
Ketika biosekuriti diterapkan dengan baik, hasil manis dituai oleh peternak. Misalnya saja yang dirasakan oleh Subadio, peternak layer asal Kecamatan Purbolinggo, Lampung, yang sudah menerapkan biosekuriti tiga zona di peternakannya.

Subadio mengaku tertarik mengaplikasikan biosekuriti tiga zona karena dinilai menguntungkan. “Di Lampung ada pendampingan dan penyuluhan bagi peternak yang ingin mengaplikasikan sistem ini, kami dibimbing langsung oleh dinas peternakan setempat, FAO ECTAD, UNILA, technical service produsen pakan dan PPN Lampung,” tutur Subadio.

Tanpa pikir panjang Subadio membangun fasilitas seperti yang disarankan oleh para mentornya. Walhasil, kandang layer-nya yang baru setahun enam bulan berdiri mengalami banyak kemajuan. Tidak lupa ia mengajak para karyawannya untuk berkomitmen menjalankan SOP yang berlaku di peternakannya untuk dipatuhi. Subadio menerapkan sistem reward and punishment agar karyawan lebih berkomitmen dalam menerapkan SOP di peternakannya.

“Kandang saya awalnya kacau mas, sampai saya mulai tertarik ikut menjajal biosekuriti tiga zona, baru deh kandang ini produksi dan performanya benar. Sudah gitu ternyata nilai rupiah yang didapat Alhamdulillah bertambah,” tukas Subadio kepada Infovet. Pernyataan Subadio tadi didukung oleh data yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.

Misalnya saja kini disaat ayam di kandangnya menginjak usia sekitar 29 minggu produksinya stabil di angka 90% lebih. Selain itu, dalam data juga disebutkan bahwa tingkat kematian ayam di peternakannya sangat rendah, hanya 1% dari 30.000 ekor populasi. “Di farm sini per hari enggak melulu ada yang mati mas, enggak kaya di farm saya yang satunya yang belum saya bangun biosekuriti tiga zona,” ucap dia.

Ketika ditanya mengenai penyakit dan wabah AI, Subadio juga mengatakan bahwa belum pernah kandang tersebut terjangkit wabah mematikan seperti AI. “Paling penyakit cuma nyekrek-nyekrek (CRD) saja mas, kalau AI enggak pernah, kalau bisa jangan sampai kena AI deh,” kata Subadio.

Ia juga mengaku bahwa ketika terjadi penyakit, petugas kesehatan di farm-nya hanya memberikan terapi suportif berupa pemberian vitamin beserta suplemen pemacu sistem imun. “Kasus yang agak parah kemarin sih ada beberapa ekor yang kena fowl pox, sudah dibakar yang mati, terus sisanya kita pisahkan, isolasi dan kita vaksin ulang sambil diberikan terapi suportif,” kata Subadio.

Perihal dana yang dikeluarkan, Subadio enggan menyebut nominal angka yang ia gelontorkan untuk membangun sistem tersebut. “Yang jelas enggak sampai seratus juta untuk sistemnya saja, kurang dari itu. Tapi hasil yang saya dapatkan Alhamdulillah sudah balik modal itu biaya pembuatan sistemnya dalam dua bulanan,” tukasnya.

Hal serupa juga dirasakan Bambang Sutrisno, peternak layer asal Ungaran, Kabupaten Semarang. Bambang mengaku telah menerapkan biosekuriti tiga zona secara menyeluruh sejak 2015. Kini, Bambang merasakan hasilnya berupa keuntungan yang lebih baik ketimbang sebelum penerapan biosekuriti.

“Saya setelah mengadopsi sistem ini enggak nyangka bisa naik pendapatannya. Darimana? Pertama dari produksi yang bagus mas, per seribu ekor kini produksi telurnya stabil di 55-60 kg, padahal tadinya enggak segitu,” tutur Bambang berapi-api.

Selain itu dengan diterapkannya biosekuriti tiga zona, ia juga dapat menghemat penggunaan antibiotik di kandang sekitar 40%, begitu pula penggunaan obat-obatan lain yang dikurangi sampai 30% karena ayam jarang terserang penyakit.

“Dari penghematan itu kira-kira saya bisa kantongi 10 juta rupiah, yang tadinya buat beli antibiotik, obat-obatan dan lainnya, sekarang jadi masuk ke kantong saya. Lumayan banget,” ucap Bambang.

Menurutnya, menerapkan biosekuriti dengan baik itu mudah, modalnya hanya satu yakni niat. Jika niat sudah bulat otomatis komitmen akan terbangun, dengan terbangunnya komitmen akan timbul kebiasaan baik yang konsisten dan mengakar.

Efek Samping
Penerapan biosekuriti yang baik dan konsisten juga akan menghasilkan efek samping. Bukan efek samping yang negatif melainkan sebaliknya. Jenny Soelistiyani menerangkan, kini di Lampung animo peternak dalam menjalankan biosekuriti tiga zona meningkat pesat. Hal ini karena peternak yang menerapkan biosekuriti tiga zona dapat memperoleh Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dari Dinas Peternakan Provinsi.

“Ini juga jadi kerjasama kami dengan pemerintah, kemajuannya juga luar biasa. Tahu sendiri lah kalau sudah dapat NKV otomatis nilai produk yang dihasilkan juga meningkat. Tentu saja ini akan meningkatkan pendapatan peternak,” kata Jenny.

Yang lebih luar biasa, beberapa waktu lalu di Lampung, sekitar 14 peternak layer memperoleh sertifikat NKV dalam kurun waktu sembilan bulan. Ini merupakan salah satu capaian luar biasa bagi peternak di Lampung. Atas pencapaian itu, Provinsi Lampung mendapat ganjaran rekor MURI sebagai Pemprov yang menerima sertifikat NKV terbanyak dalam kurun waktu setahun. Selain menguntungkan peternak, tentunya ini juga dapat mengharumkan nama daerah.

Kepala Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung, Drh Anwar Fuadi, sangat bangga dengan pencapaian ini. Menurutnya, ini adalah hasil kerja nyata dari semua stakeholder peternakan layer yang ada di Lampung.
“Kami bangga, ini menunjukkan bahwa peternak rakyat juga mampu bersaing, selain menguntungkan peternak. Saya harap nantinya kedepan makin banyak peternak yang sadar akan hal ini,” tukas Anwar.

Tidak lupa Anwar juga mengingatkan bahwa penghargaan ini bukanlah titik akhir. Lampung memiliki program menjadi zona bebas AI di 2021 mendatang. Melalui penerapan biosekuriti yang baik, konsisten dan berkelanjutan, ia berharap bahwa program itu dapat tercapai. (CR)

WORKSHOP BIOSEKURITI UNTUK TINGKATKAN DAYA SAING PERUNGGASAN

Foto bersama workshop biosekuriti di Jakarta, Rabu (28/8/2019). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam rangka Hari Lahir dan Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang ditetapkan setiap 26 Agustus sampai 26 September tiap tahunnya, PT Gallus Indonesia Utama (GITA), berkontribusi dengan menyelenggarakan
workshop biosekuriti bertajuk “Meningkatkan Daya Saing Perunggasan dengan Menerapkan Biosekuriti Tiga Zona”, Rabu (28/8/2019).

“Kami berniat untuk ikut berkontribusi dalam rangka Hari lahir dan Bulan Bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia,” ujar Direktur Utama PT Gallus, Bambang Suharno, dalam sambutannya.

Workshop dihadiri oleh Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Kementerian Pertanian, Fadjar Sumping Tjatur Rasa. Dalam pidatonya Fadjar mengatakan, saat ini tren global sudah mengarah pada upaya pencegahan penyakit ternak, khususnya unggas. 

“Bukan lagi untuk pengobatan, tapi bagaimana upaya dalam mencegah penyakit. Biosekuriti ini satu hal yang sangat penting dan utama dalam menjaga terjadinya penyakit atau menyebarnya penyakit, jadi mengupayakan agar agen penyakit ini tidak masuk ke unggas,” katanya.

Menurutnya, ada banyak cara yang bisa dilakukan peternak dalam menghalau penyakit, diantaranya dengan membuat pembatas di peternakan atau mengontrol barang yang bisa menjadi media pembawa penyakit.

“Saat ini biosekuriti bisa diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan agar tidak menjadi mahal. Contoh, mencuci tangan itu merupakan tindakan biosekuriti. Sederhana saja, seperti biosekuriti tiga zona ini, bagaimana peternak bisa memilah antara zona kotor dan bersih untuk menghindari terjadinya penyakit,” ucap Fadjar.

Pada kesempatan tersebut, turut mengundang pembicara dari National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia, Alfred Kompudu, yang memberikan materi mengenai meningkatkan daya saing perunggasan dengan penerapan biosekuriti tiga zona, serta Sekretaris Umum ADHPI (Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia), Muhammad Azhar, yang memaparkan mengenai penerapan biosekuriti tiga zona guna menambah keuntungan peternak. Sesi presentasi dimoderatori oleh Direktur HRD PT Gallus, Rakhmat Nuriyanto.

Penyerahan buku panduan biosekuriti secara simbolis kepada Dirkeswan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa (ketiga kanan). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam
workshop tersebut, seluruh peserta juga mendapat buku “Panduan Biosekuriti Peternakan Unggas Pasca Pelarangan AGP” yang ditulis oleh Alfred Kompudu. Selain itu, juga dilakukan penyerahan buku secara simbolis kepada Dirkeswan. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer