Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini HARGA MATI BIOSEKURITI | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

HARGA MATI BIOSEKURITI

Menggunakan masker dan sarung tangan merupakan penerapan biosekruti. (Foto: Istimewa)

Banyak peternak mungkin mengidamkan kandang closed house dengan segala peralatannya yang canggih dan efisien. Namun semua akan terasa percuma apabila tidak didukung oleh manajemen biosekuriti yang baik dan benar.

Di era non-AGP (antibiotic growth promoter) yang sudah berlangsung kurang lebih dua tahun ini, peternak sudah pasti mengerti bahwa performa ayam di lapangan sedikit berkurang ketimbang pada saat AGP masih boleh digunakan. Berbagai upaya dijajaki peternak dalam mendapatkan performa yang baik, bagi yang mampu akan membangun dan berinvestasi pada closed house, bagaimana dengan yang tidak?

Jangan buru-buru berkecil hati jika tidak dapat membangun closed house, ingat selalu bahwa penerapan biosekuriti yang baik juga akan mendongkrak performa ternak. Fokus beternak adalah membuat hewan senyaman dan sesehat mungkin agar performa mereka meningkat, baik layer maupun broiler.

Yang sering peternak lupakan yakni manajemen biosekuriti yang baik dan benar. Padahal dalam usaha budi daya unggas, manajemen biosekuriti sudah seperti mengucap "dua kalimat syahadat" dalam ajaran Islam alias wajib dilaksanakan dan sangat diproritaskan. Bukan tanpa alasan, hal ini karena biosekuriti merupakan benteng pertahanan utama dalam menghalau berbagai penyakit infeksius. Perlu diingat kembali bahwa prinsip biosekuriti adalah langkah-langkah pengamanan biologik yang dilakukan untuk mencegah menyebarnya agen infeksi patogen pada ternak.

Drh Muhammad Azhar selaku Sekretaris Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI), mengatakan bahwa biasanya kendala penerapan biosekuriti di lapangan paling utama adalah keengganan peternak sendiri.

“Kemitraan, integrator, bahkan peternak mandiri besar mereka pasti punya staf kesehatan hewan, punya program kesehatan hewan, punya program biosekuriti dan lainnya, tetapi kenapa performa jelek kadang menyalahkan hal lain? Bisa dibilang aplikasinya di lapangan yang kurang oleh petugas kandangnya, entah karena malas, lupa, atau apapun itu, harusnya tidak bisa ditolerir seperti itu,” tutur Azhar kepada Infovet.

Ia menambahkan, “Dalam beternak, bukan pemberian obat, antibiotik atau jamu, yang penting itu bagaimana caranya ayam sehat. Percuma juga kalau kita berikan obat terus tapi performa enggak bagus-bagus, malah bahaya buat yang makan (daging ayam). Ini peternak yang sering mindset kaya gitu.”

Menurutnya, bahwa penerapan biosekuriti tidak hanya dapat diterapkan di farm, tetapi juga pada tiap komponen rantai pasokan, sehingga menjaga keamanan pangan yang dikonsumsi alias healthy from farm to table. 

Hal senada juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari. Menurutnya, era non-AGP kini penerapan biosekuriti harus digalakkan. “Kemarin masih ada AGP cukup terbantu peternak, namun karena peraturannya sudah begini (dilarang), mau bagaimana? Ya dari dulu sih harusnya biosekuriti itu diaplikasikan dengan baik, bukan sekarang-sekarang saja,” kata Ira.

Ia menyebut bahwa dirinya beserta perusahaan tidak henti-hentinya menggalakkan aplikasi biosekuriti yang baik pada peternak. Apalagi ketika kondisi wabah COVID-19 merebak, seharusnya… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2020) (CR)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer