-->

MENEKUNI USAHA KALKUN YANG SEMAKIN MENINGKAT

Ternak kalkun. (Sumber: Google)

Memulai bisnis unggas ini peternak bisa memilih, usaha kalkun hias atau kalkun pedaging. Namun demikian, keduanya sama-sama memiliki prospek yang cerah dan pasar mulai menanti.

Melintas di area Perkampungan Gondosuli, Kecamatan Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, di pagi hari terasa nyaman, udaranya masih terasa segar. Suasana tenteram di kampung ini makin terasa dengan kicauan ayam hias yang saling besautan. Suara kokok ayam kate yang melengking dan kokok puluhan ayam kalkun menjadi keunikan suasana Desa Gondosuli.

Sejak sepuluh tahun lalu, desa ini dikenal sebagai salah satu sentra peternakan ayam hias, termasuk ayam kalkun. Di sini terdapat dua jenis ayam kalkun yang diternakkan, yakni kalkun pedaging dan kalkun hias dari berbagai ras.

“Sebagian besar peternakan kalkun di sini bukan untuk pedaging, tapi lebih kepada ternak hias,” ujar Mugiyanto, salah satu peternak ayam kalkun hias desa ini kepada Infovet. Bukan tanpa alasan warga di kampung ini lebih memilih kalkun hias sebagai sumber penghasilan. Selain peminatnya lebih banyak, juga tak terlalu repot dalam pengelolaan usahanya.

Pria yang akrab disapa Yanto ini menceritakan, sebelumnya ia pernah mencoba usaha kalkun untuk konsumsi. Namun karena agak sulit, ia kembali fokus pada kalkun hias. Konsumen kalkun pedaging umumnya hanya mau menerima dalam bentuk daging bersih atau bentuk daging kalkun siap olah. “Artinya saya harus memiliki rumah potong ayam dan mesin pendingin yang memadai, butuh pekerja juga yang khusus mengurusi itu. Jadi lumayan ribet dan pekerjaaanya jadi dobel,” kata dia.

Kendati demikian, Yanto tak menyangkal jika pasar daging ayam kalkun saat ini sudah cukup besar. Makin banyaknya restoran penyedia olahan daging kalkun di kota-kota besar bisa menjadi indikator. Harganya pun cukup mahal, sehingga jika ditekuni dengan baik bisa jadi sumber penghasilan yang cukup menggiurkan.

“Tapi ya itu, karena ribet peternak di sini kebanyakan lebih memilih fokus pada kalkun hias. Hanya ada beberapa peternak saja yang fokus pada kalkun untuk konsumsi,” jelas pria yang mulai mengenal bisnis kalkun sejak SD ini.

Selain Desa Gondosuli, para peternak kalkun hias juga ada di desa lain Kecamatan Muntilan. Menurut Yanto, meski jumlah peternak cukup banyak, namun hasil penjualan ayam hias di sini cukup lumayan karena peminatnya kian bertambah. Model usahanya bervariasi, ada yang khusus sebagai usaha ada juga yang hanya sebagai usaha sampingan.

Terbukanya peluang pasar kalkun membuat warga Muntilan banyak yang menjadikan ternak unggas ini sebagai sumber penghasilan tambahan. Bagi Yanto, banyaknya jumlah peternak kalkun di daerahnya bukan berarti mengurangi pendapatan. Justru saling membantu antar peternak. “Kalau pas di kandang saya lagi kosong dan ada konsumen yang mau beli, saya bisa ambil dari teman-teman peternak lain. Jadi, kami saling membantu,” ungkapnya.

Usaha Turun-temurun
Usaha yang kini ditekuni Yanto merupakan usaha turun-temurun. Ia melanjutkan usaha sang ayah yang sudah dirintis sejak 20 tahun lalu. Di lahan seluas 600 meter persegi, Yanto membuat beberapa kandang berderet, termasuk kandang khusus untuk anakan kalkun. 

Di peternaknnya, 40 ekor indukan kalkun miliknya menghasilkan ratusan butir telur per periode bertelur. Dalam setahun kalkun memiliki 5-6 masa bertelur. Satu masa bertelur perindukan menghasilkan hingga 15 butir. Satu jantan kalkun mampu mengawini 5-6 kalkun betina. Telur-telur tersebut dierami langsung oleh induknya, dengan tingkat mortalitas (kegagalan menetas) sekitar 5%. Dalam sebulan, rata-rata tingkat produksinya mencapai 50 ekor anakan.

Ia mengaku menjual semua kelompok umur kalkun, tergatung permintaan konsumen. “Kadang ada yang minta anakan umur sehari, ada yang umur sebulan, ada juga yang beli indukan. Semua saya layani,” ujar Mugiyanto yang mempromosikan usahanya itu melalui portal Hobiternak.com.

Per ekor anakan kalkun umur sehari ia jual Rp 30 ribu. Sedangkan untuk kalkun umur satu bulan dibanderol Rp 60-75 ribu per ekor. Sementara untuk kalkun dewasa harganya bervariasi, tergantung jenis dan keindahan bulunya. Rata-rata harga di atas Rp 1 juta per ekor.

Pembeli kalkun hias milik Yanto tak hanya dari sekitar Magelang, namun juga dari luar kota  bahkan luar Pulau Jawa. Para pembeli ada yang datang langsung ke peternakan, ada juga yang pesan melalui online dan dikirim melalui jasa pengiriman. 

Kuliner Kalkun Makin Banyak
Selain di Muntilan, di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), juga ada peternak ayam kalkun. Salah satu peternaknya adalah Erzani. Dia membangun peternakan kalkun berawal dari pemanfaatan lahan kosong di belakang rumahnya. Bahan baku untuk pakan kalkun cukup melimpah, seperti pohon pisang, lumbu, ketela pohon, dedak, eceng gondok dan lain sebagainya.

Dalam bisnis kalkun, Erzani boleh dibilang sukses. Keberhasilan itu dia bangun dari bawah. Ketika membuka peternakan kalkun, pria yang juga berprofesi sebagai apartur sipil negara (ASN) ini hanya punya lahan seluas 10 meter persegi, diisi empat ekor kalkun yang dibeli di bawah harga Rp 2 juta. Kini dia sukses membangun kandang kalkunnya di areal yang lebih luas dan telah memiliki 20 kandang dengan luas total 1.000 meter persegi.

Sebelum sukses seperti sekarang, Erzani mengaku tak tahu persis cara beternak kalkun yang baik dan benar. Dengan semangat untuk mengubah nasib yang lebih baik, dia pun melakukan prinsip learning by doing sebagai cara ampuh yang dipilih Erzani dalam beternak.

Melihat peluang usaha, Erzani memulai usahanya pada akhir 2010. Saat itu kalkun masih dikenal oleh masyarakat sebagai ayam hias. Berawal dari empat ekor indukan betina dan satu ekor indukan jantan, setelah dipelihara selama tiga bulan, dua ekor kalkun ternyata mati. Namun Erzani tidak menyerah.

Kemudian dalam waktu enam bulan ia sudah bisa balik modal hingga mendapat keuntungan Rp 7 juta per bulan. Karena tidak punya latar belakang pendidikan peternakan, dia belajar secara otodidak dengan cara mempelajari teorinya melalui internet.

Referensi di Indonesia dari pengalaman peternak tidak begitu banyak, sehingga ia terpaksa belajar dari referensi luar negeri. Namun pada akhirnya ia harus mencoba sendiri di lapangan. “Saya harus mencoba sendiri karena dari luar negeri agak berbeda,” jelasnya.

Memulai usaha ternak kalkun dianggap cukup menantang bagi Erzani. Oleh karenanya, Erzani terus mencari referensi dengan berbagai macam bacaan, serta mempraktikkan di kandang. Semisal mengenai jumlah kalkun dalam kandang. Perbandi¬ngan yang ia ketahui adalah lima ekor betina dan satu jantan.

Namun setelah dicoba, ternyata tidak proporsional. Terdapat kalkun yang bersifat dominan. Akibatnya, ada telur-telur yang kosong dan tidak bisa ditetaskan. Kemudian juga me¬ngenai tinggi kandang. Telur kalkun juga dipengaruhi oleh tata letak kandang, karena hal itu berkaitan dengan cuaca. “Hingga akhirnya saya menemukan cara terbaik dalam breeding kalkun,” tuturnya.

Awalnya Erzani menganggap, kalkun sekadar ayam hias. Namun setelah sukses breeding kalkun, permintaan kalkun sebagai konsumsi terus meningkat dan ia memandang bisnis kalkun memiliki prospek besar. Kini, ia dibanjiri pesananan kalkun untuk konsumsi khususnya dari usaha rumah makan serta hotel di berbagai wilayah di Indonesia. “Dari segi usaha untuk ke depannya, ada kecenderungan arahnya bukan ke hias, tapi ke potong (daging),” katanya.

Ia memperkirakan, ada kecenderungan konsumsi kalkun terus meningkat. Jika dahulu kalkun di Eropa hanya dikonsumsi para raja, sekarang kalkun bisa dikonsumsi siapa saja. Di Yogyakarta sudah mulai banyak hotel, restoran, kafe, warung, bahkan lesehan menawarkan bermacam menu olahan berbahan daging kalkun. (AK)

US SOY SUPPLY WORKSHOP: IMPORTASI KEDELAI PERLU UNTUK INDONESIA

Kedelai untuk bahan pakan ternak. (sumber: kdlfeed.com)

“Kedelai untuk bahan pakan ternak, impornya wajib dilakukan, mau tidak mau atau apapun alasannya, karena sejauh ini bahan pakan ternak yang sarat dengan kandungan protein itu, ya kedelai,” demikian disampaikan Prof Budi Tangendjaja pada Workshop US Soy Supply yang dilaksanakan di JW Marriott Jakarta, Rabu (27/2). Acara dihadiri oleh pelaku usaha di bidang animal feeding dan para pelaku usaha pangan.

Menurutnya, keberadaan kedelai memiliki peran penting untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia dan ternak, ketersediaannya tidak mencukupi jika hanya mengadalkan produksi dalam negeri.

“Kedelai tidak hanya dibutuhkan sebagai bahan pangan manusia, namun juga untuk bahan pangan lainnya, seperti pembuatan penyedap makan, salah satunya kecap. Artinya, untuk memenuhi itu semua tidak mungkin mengandalkan produksi dalam negeri semata, jadi harus impor,” ujar Budi.

Sejauh ini Indonesia belum mampu memproduksi kedelai meskipun untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Ketidakmampuan ini disebabkan oleh sistem budidaya dan ketersedian sarana produksi dan manajemen pemeliharaan yang masih belum sesuai standar. Akibatnya, input per-produksi tinggi dengan output-nya yang rendah.

Rendahnya produktivitas berdampak pada ketersediaan kedelai di pasaran, kondisi ini memicu harga kedelai per-kilogram meningkat. Solusinya adalah melakukan importasi kedelai untuk menstabilkan harga di tingkat konsumen.

Narasumber US Soy Supply Workshop. (Foto: Infovet/Sadarman)

Indonesian in Country Representative USSEC, Ibnu Edy Wiyono, mengatakan sejauh ini impor kedelai dari US masih dibutuhkan Indonesia. Sebab, kedelai US lebih murah dibanding kedelai asal Brazil dan negara produsen kedelai lainnya. Ia pun mengklaim mutu kedelai US lebih unggul dari kedelai lainnya di dunia.

“Murahnya harga kedelai US disebabkan banyak faktor, diantaranya produksi tinggi dengan input per-produksi rendah. Di samping itu, dukungan teknologi benih, pupuk dan lainnya mudah didapat, hal yang sama untuk transportasi dari ladang ke pelabuhan tersedia, sehingga petani kedelai US dapat memainkan harga di pasaran dunia,” kata Ibnu.

Merujuk data Badan Pusat Statistik, yang diolah Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, importasi kedelai pada 2018 mencapai 2,58 juta ton, sebagian besar bersumber dari US Soybean. (Sadarman)

PENCEGAHAN PENYEBARAN RABIES DI SUMBAWA

Kegiatan KIE sebagai upaya sosialisasi penyakit zoonosis rabies di Kabupaten Sumbawa. (Foto: Dok. Ditjen PKH)

Pencegahan penyakit rabies terus dilakukan di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, telah mengirimkan bantuan vaksin rabies dan melakukan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) terkait penyakit rabies di Kabupaten Sumbawa. Hal tersebut seperti disampaikan Direkur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif, pada Jum’at (22/2) di kantornya.

Dalam keterangan pers yang diterima Infovet, Syamsul Ma’arif mengatakan, menurut data Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu, sejak Oktober 2018 sampai saat ini telah tercatat sebanyak 619 orang telah digigit anjing dan enam orang diantaranya meninggal dunia. Sementara kasus positif rabies pada hewan tercatat sebanyak 26 kasus. Rabies diketahui juga telah menyebar ke Kabupaten Sumbawa sejak awal tahun kemarin. Berdasarkan data terakhir tercatat sebanyak 22 kasus gigitan HPR, dengan empat kasus diantaranya dinyatakan positif pada hewan anjing berdasarkan pemeriksaan Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar.

Temuan kasus rabies pada hewan membuat Pemerintah Kabupaten Sumbawa segera bertindak cepat dan proaktif dengan melibatkan seluruh instansi bersama masyarakat. Kabupaten Sumbawa dinyatakan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies dengan Surat Keputusan Bupati Sumbawa No. 389/2018, 8 Februari 2019.

“Untuk mencegah meluasnya kasus rabies di NTB, Ditjen PKH telah mengirimkan vaksin sebanyak 14 ribu dosis (9 ribu ke Dompu, 2 ribu ke Bima dan 3 ribu ke Sumbawa) untuk mengebalkan hewan,” ujar Syamsul. Lebih lanjut, bahwa pada 20 Februari 2019 juga telah dilakukan kegiatan sosialisasi penyakit rabies kepada masyarakat di lokasi kejadian. 

Ia menjelaskan, prinsip mencegah dan mengendalikan penyakit rabies dari aspek hewan adalah untuk memastikan hewan sudah divaksin dan disterilisasi/kebiri. Selain itum menurutnya, perlu juga dilakukan pengendalian populasi anjing. Sebab dalam situasi mendesak, pengendalian populasi HPR dapat dilakukan dengan cara yang baik dan memerhatikan aspek kesejahteran hewan.

“Pengendalian populasi HPR dilakukan atas perintah dari pemerintah setempat dengan memerhatikan ketersediaan sarana-prasarana yang memadai, keselamatan/kesehatan personil, melakukan identifikasi HPR dan melakukan manajemen penanganan bangkai dengan baik,” jelasnya.

Sebagai tindak lanjut penanganan rabies di Kabupaten Sumbawa, Syamsul menyarankan beberapa hal, diantaranya sebagai antisipasi dini yaitu setelah dinyatakan wilayah KLB rabies Kabupaten Sumbawa perlu diusulkan sebagai daerah wabah rabies, melakukan pengendalian populasi HPR, membentuk tim gerak cepat penanganan rabies, membentuk posko rabies center, koordinasi lintas sektor dan tidak melakukan lalu lintas hewan di wilayah Kabupaten Sumbawa. 

Sementara, Bupati Kabupaten Sumbawa, H. M. Husni Djibril, menyampaikan, untuk mencegah meluasnya kasus rabies di wilayahnya, telah dilakukan tindakan preventif seperti memperketat lalu lintas HPR, edukasi, tidak mengijinkan hewan kesayangan masuk ke Kabupaten Sumbawa dan depopulasi anjing liar. (INF)

ASOHI JABAR GELAR SEMINAR PERUNGGASAN

Foto bersama peserta dan narasumber seminar perunggasan ASOHI Jabar. (Foto: Sjamsirul)

Sabtu, 23 Februari 2019, ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) Pengda Jawa Barat (Jabar) menggelar seminar bertajuk “Penyakit Unggas 2019, Update dan Prediksinya” yang bertempat di West Point Hotel, Bandung.

Seminar diikuti 18 perusahaan obat hewan dan vaksin se-Jawa Barat dan dihadiri 72 peserta yang terdiri dari para dokter hewan. Hadir pula Kasub Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar, Drh Arif Hidayat dan Wakil Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat.

Seminar dibuka langsung oleh Ketua ASOHI Pengda Jabar, Drh Pranyata Teguh Waskita, yang sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara, mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dimana berbagai penyakit unggas mudah berkembang. Apalagi, Jawa Barat merupakan salah satu wilayah padat populasi unggas (683.037.260 ekor, Jateng 279.353.386 ekor, Jatim 195.258.054 ekor, termasuk itik dan itik Manila, Statistik Peternakan 2016).

Pranyata mnyebut, tujuan penyelenggaraan seminar ini untuk membuka wawasan para produsen obat hewan dan vaksin, beserta pemerintah, mengenai prediksi kasus penyakit unggas 2019 di Indonesia secara umum dan di Jawa Barat secara khusus, sehingga diharapkan solusi yang tepat dalam penanganan di lapangan.

Seminar dan diskusi dipandu oleh moderator Drh Ch. Lilis dengan menampilkan dua pakar dan guru besar dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB yaitu Prof DR Drh I Wayan Teguh Wibawan dan Prof Drh Agus Setiyono, yang masing-masing membahas menganai penyakit unggas secara mendalam.

Seminar yang dilaksanakan sehari ini diakhiri dengan diskusi tanya-jawab, penyerahan sertifikat dan foto bersama. Tampak bahwa baik narasumber yang merupakan ilmiawan perguruan tinggi dan peserta yang umumnya tenaga lapangan perusahaan (technical service dan sales) dan pemerintah saling membutuhkan informasi, sehingga diharapkan ke depan diperlukan adanya koordinasi intensif dan periodik untuk bersama-sama menanggulangi kasus-kasus penyakit unggas, khususnya di Jawa Barat sebagai wilayah padat populasi unggas. (SA)

INI BALAI TERNAK YANG DIBANGUN BANK MUAMALAT DAN BAZNAS

Program pemberdayaan ekonomi mustahik berupa balai ternak di Desa Cimande Hilir, Bogor. (Foto: Dk. Baznaz)

Balai Ternak di Desa Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Bogor, dibangun PT Bank Muamalat Indonesia dan Baitulmaal Muamalat menggandeng Badan Amil Zakat Nasional atau Baznas.

Direktur Kepatuhan Bank Muamalat Andri Donny mengatakan, program ini bertujuan agar penerima manfaat dapat lebih mandiri dari sisi ekonomi setelah diberikan usaha berupa hewan ternak domba.

Ia berharap agar penerima dapat memanfaatkan dengan baik agar penghasilan mustahik (penerima zakat/sedekah) meningkat.

"Jika penghasilan penerima manfaat meningkat, artinya kita sebagai pemberi bantuan berkontribusi dalam program pemerintah untuk menekan angka kemiskinan," kata Andri, Selasa (20/2).

Sementara itu, Komisioner Supervisi Bidang Penyaluran Baznas Nana Minarti mengatakan, bahwa balai ternak ini tidak hanya menjadi lokasi budidaya hewan ternak, tetapi juga mencakup sebagai balai pakan ternak, balai lelang ternak, balai pengolahan hasil dan balai pengolahan produk samping.

"Balai ternak ini merupakan kerjasama Baznas dengan Bank Muamalat Indonesia dan Baitulmaal Muamalat untuk meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian para mustahik," ujar Nana.

Para mustahik diberikan modal usaha berupa hewan ternak dan mendapat pendampingan, pelatihan dan pemasaran. Balai ternak ini memadukan pembibitan dan penggemukan hewan dengan memberdayakan masyarakat para petani dan peternak kecil sekitar.

Pada tahap pertama ini, lanjut Nana, pihaknya memberikan modal sebanyak 423 hewan ternak jenis domba yang akan dikelola oleh 45 kepala keluarga. Nantinya, setiap peternak akan mengelola 9 ekor domba.

"Ada 180 ekor domba betina, 18 ekor domba jantan dan 225 ekor bibit jadi totalnya 423 ekor. Dari target 18 ekor itu pada akhir tahun kedua bisa menghasilkan 702 bibit (anak). Sehingga terjadi penambahan populasi ternak menjadi 890 ekor domba," paparnya.

Dampak ekonomi yang terjadi kepada para peternak adalah peningkatan pendapatan per bulan mencapai Rp 1.780.619. Dengan penambahan pendapatan tersebut, peternak akan meningkat penghasilannya menjadi Rp 2.094.600 hingga Rp 3.875.219.

"Jika dibandingkan dengan Garis Kemiskinan Nasional tahun 2018 Rp 1.601.613, penghasilan tersebut lebih tinggi sebesar 147 persen. Jika dibandingkan dengan Upah Minimun Kabupaten (UMK) Kabupaten Bogor tahun 2019 Rp 3.763.405, penghasilan tersebut lebih tinggi 2,7 persen. Sedangkan dibandingkan dengan Had Kifayah 2018 Rp 3.011.142, penghasilan itu lebih tinggi 29 persen. Dan dibandingan Had Kifayah 2019 Rp 3.062.298, penghasilan itu lebih tinggi 27 persen," bebernya.

Selama program ini berjalan, Baznas akan melakukan pendampingan secara insentif minimal dua tahun. Para pendamping akan menjadi motivator, fasilitator dan mediator untuk meningkatkan kemandirian ekonomi, kemandirian kelembagaan, juga kemandirian secara mental serta spiritual. (Sumber: suara.com)

FLPI GELAR PELATIHAN LOGISTIK RANTAI DINGIN PRODUK DAGING

Peserta pelatihan logistik rantai dingin yang dilaksanakan FLPI di Bogor. (Foto: Infovet/Sadarman)

Rantai dingin merupakan bagian dari rantai pasok (supply chain) yang bertujuan untuk menjaga suhu agar suatu produk tetap terjaga selama proses pengumpulan, pengolahan, dan pendistribusiannya hingga ke tangan konsumen. Penerapan rantai dingin untuk produk peternakan biasanya berupa daging sangat diperlukan, sebab mengingat produk ternak tersebut rentan rusak.

Penerapan rantai dingin perlu di-manage dengan baik, sehingga kegiatannya dapat dianalisis, diukur, dikontrol, didokumentasikan dan divalidasi agar berjalan efektif dan efisien, baik secara teknis maupun ekonomis.

Mengingat pentingnya rantai dingin untuk produk ternak tersebut, Forum Logistik dan Peternakan Indonesia (FLPI) bekerjasama dengan Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) menyelenggarakan pelatihan pada 21-22 Februari 2019, bertajuk “Logistik Rantai Dingin pada Produk Daging” sekaligus kunjungan cold storage. Pelatihan dilaksanakan di Ruang Sidang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga Bogor.

Kegiatan dihadiri dan dibuka langsung oleh Dr Rudi Afnan, Wakil Dekan Bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan Fakultas Peternakan IPB. Pelatihan ini juga menghadirkan narasumber kompeten, diantaranya Prof Dr Irma Isnafia Arief (Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan), Sudarno (PT Sierad Produce, Tbk), Irene Natasha (PT Adib Cold Logistics Indonesia) dan Dr Raden Didiet Rachmat Hidayat (Dosen Logistik Institut Transportasi dan Logistik Trisakti).

Dalam sambutannya, Rudi, menyebut FLPI merupakan wadah baru yang memfasilitasi, melatih dan membina pelaku usaha terkait perdagingan. “Kegiatan pelatihan yang diinisiasi FLPI penting dilaksanakan, mengingat fungsinya dapat memberikan masukkan terkait bagaimana cara logistik rantai dingin produk-produk peternakan ke depannya,” kata Rudi.

Menurutnya, produk ternak terutama daging, adalah bahan pangan yang sangat mudah rusak. “Daging itu sangat mudah rusak, sehingga perlu dikaji bagaimana logistiknya dan supply chain management-nya, sehingga produk tersebut diterima dengan aman dan tidak menimbulkan efek negatif pada konsumen yang mengonsumsinya,” pungkasnya. (Sadarman)

INDONESIAN POULTRY CLUB DIHELAT, PELAKU PERUNGGASAN CURHAT

Suasana seminar IPC yang dipadati pelaku perunggasan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Lebih dari 100 orang pelaku bisnis perunggasan memadati seminar Indonesian Poultry Club (IPC) yang dilaksanakan pada Kamis (21/2), di Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai prospek dan tantangan yang menyertai bisnis hewan berkaki dua itu.

Seminar yang dimoderatori oleh Guru Besar Fakultas Peternakan IPB, Prof Muladno, menghadirkan sederet narasumber yang apik di bidangnya, diantaranya Oksan Panggabean (Berdikari), Achmad Dawami (Ketua Umum GPPU), Tony J. Kristianto (Ketua Dewan Jagung Nasional), Suryo Suryanta (PT Hubbard Breeders), Hary Adam (Naratas Group), Nuryanto (CV Satwa Utama Group), Tri Hardiyanto (Tri Group) dan Cecep M. Wahyudin (Bidang Hukum ARPHUIN).

Dalam forum tersebut, dikemukakan oleh para pembicara mengenai tantangan klasik yang masih melekat di bisnis perunggasan yang tiap tahun berkembang fluktuatif. Kisruh harga DOC dan pakan yang terus melambung tidak berbanding lurus dengan harga jual ayam hidup (live bird) yang anjlok jauh di bawah biaya produksi.

Hal itu diperparah lagi dengan sulitnya peternak memperoleh jagung, hingga kasus penyakit viral dan bakterial yang masih menjadi langganan peternak, apalagi sejak berlakunya pelarangan Antibiotic Growth Promotor (AGP), membuat persoalan industri broiler semakin kompleks.

Dalam sambutannya, Pimred Trobos, Suhadi Purnomo, selaku penyelenggara, menyebut acara tahunan ini memang ditujukan untuk melihat dinamika yang terjadi di industri broiler saat ini. Selain persoalan di atas, implementasi kebijakan perunggasan juga dipertanyakan.

“Seperti soal harga ayam, ketika harganya jatuh pemerintah lambat bertindak, sementara ketika harga tinggi langsung cepat dikendalikan. Selain itu, beberapa kebijakan lain seperti Permentan 32/2017 mengenai peredaran, penyediaan dan pengawasan ayam dan telur belum berjalan efektif,” ujar Suhadi.

Peserta dan narasumber berforo bersama. (Foto: Infovet/Ridwan)

Hal itupun diakui oleh Direktrur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani, yang hadir mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ia mengungkapkan, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir dihadapkan dengan persoalan tatakelola perunggasan.

“Dengan regulasi Permentan 32/2017, pemerintah terus berupaya membenahi industri perunggasan, dan peraturan itu menginspirasi komoditi lainnya juga, walau implementasinya masih belum memuaskan,” ujar Fini yang menjadi keynote speech.

Kendati demikian, pihaknya pun terus berusaha membentuk tim khusus yang menangani industri perunggasan, agar supply dan demand-nya terjaga. “Dibutuhkan sinergisitas membenahi proses yang tidak benar di industri perunggasan yang semakin berkembang, khususnya tataniaga, distribusi dan lain sebagainya agar bermanfaat bagi peternak,” tukasnya. (RBS)

GPMT INGATKAN PEMERINTAH, HARGA JAGUNG MASIH TINGGI

GPMT mengingatkan pemerintah untuk antisipasi kebutuhan jagung. (Foto: Antara)

Pengusaha pakan ternak mengatakan harga jagung untuk pakan saat ini masih tinggi. Ini sekaligus membantah klaim Kementan tentang penurunan harga jagung.

Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) mengatakan harga jagung untuk sektor pakan ternak masih tinggi. Hal ini sekaligus membantah klaim Kementerian Pertanian harga jagung sudah turun menjadi sekitar Rp 3.000 per kilogram (kg).

Harga jagung saat ini masih berada di kisaran Rp 4.800 per kilogram (kg). Angka ini jauh lebih tinggi dibanding klaim Kementan maupun harga jagung normal menjelang panen  sebesar Rp 3.500 per kg.

Dewan Pembina GPMT Sudirman mengingatkan pemerintah supaya mengantisipasi kebutuhan jagung yang meningkat. “Di Jawa Timur harga masih tinggi, belum sampai harga Rp 3.000 per kg seperti Kementerian Pertanian,” kata Sudirman dalam pernyataannya, Kamis (21/2/2019).

Kondisi harga sebesar Rp 4.800, harga tersebut menurutnya sudah dalam level tinggi. Sebab, harga jagung acuan di tingkat petani dalam kondisi normal tinggi sebesar Rp 3.150 per kg.  Harga tersebut bahkan telah mempertimbangkan keuntungan petani dan kewajaran penerimaan pabrik pakan.

Kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan ternak tahun ini diperkirakan tumbuh 17,6% menjadi 10 juta ton dibandingkan tahun lalu.

Dengan harga jagung yang masih tinggi juga membuat petani enggan menurunkan harga jual kepada pabrik pakan. Sebab, pasokan jagung belum terlalu banyak karena panen jagung baru saja dimulai dan belum mencapai masa puncak yang diprediksi berlangsung pada Maret hingga Mei.

Ke depan, GPMT meminta pemerintah memperhatikan suplai jagung pada masa paceklik, yaitu November sampai Januari. “Saat panen, Bulog mesti mengisi stok supaya ketika tidak panen, Bulog bisa membantu pabrik pakan,” ujar Sudirman.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengaku pemerintah harus menjadi penghubung kebutuhan petani jagung dan peternak. Dia mencatat, jagung  berkontribusi sekitar 40%-50% terhadap industri pakan ternak, sehingga ketersediaan produk jagung sangat berpengaruh terhadap usaha peternakan.

Kebutuhan industri pakan tahun 2019 bakal mencapai 11,5 juta ton, lebih tinggi daripada kebutuhan tahun 2018 sebanyak 10,3 juta ton.

“Kesepakatan pembelian jagung petani oleh peternak, dengan Bulog berada di tengahnya diharapkan dapat mengatur penyerapan jagung dan pasokan,” kata Diarmita.

Dia menjelaskan dasar aturan yang digunakan sebagai pedoman harga jagung adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018. Aturan menetapkan acuan harga pembelian jagung di tingkat petani dengan kadar air 15% sebesar Rp. 3.150 per kilogram dan harga acuan penjualan di industri pengguna (sebagai pakan ternak) Rp 4.000 per kilogram. (Sumber: katadata.co.id)

KEMENTAN JEMBATANI KERJASAMA PETANI JAGUNG DAN PETERNAK AYAM

Dirjen PKH ketika meninjau unit pengering jagung, 3 Agustus 2018 lalu. (Foto: Infovet/Ridwan)

Panen raya jagung di Kabupaten Blora, Selasa (19/2/2019) dibarengi dengan penandatanganan kesepakatan kerjasama antara petani dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) dan perusahaan pabrik pakan (feedmill), peternak ayam petelur mandiri disaksikan oleh Satgas Pangan dan Bulog Divre Jawa Tengah.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) I Ketut Diarmita bersama Bupati Blora menghadiri acara panen raya jagung tersebut di Lokasi Hutan Perhutani RPH Kalisari Jati Gong Desa Jatiklampok, Kecamatan Banjarejo.

Peran Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menjembatani kerjasama pemanfaatan jagung hasil panen raya petani oleh peternak ayam, melalui peran Bulog. "Petani yang harus kita bina di sini ada dua, yaitu petani jagung dan peternak ayam, sedangkan kami pemerintah ini di tengah-tengah mereka yang harus mengayomi keduanya" ujar Ketut.

Kementan mempertemukan petani dan peternak ayam mandiri Solo untuk membuat kesepakatan kerjasama penyerapan jagung. “Kesepakatan pembelian jagung petani oleh peternak, dengan Bulog berada di tengahnya, mengatur penyerapan jagung dan pasokan dari Blora ke Solo,” ungkapnya.

Kerjasama ini diharapkan membuat harga jagung saat panen raya tetap terjaga, sehingga petani untung dan peternak memperoleh harga yang wajar.

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani Dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen, disebutkan harga pembelian jagung di tingkat petani dengan kadar air 15 persen sebesar Rp. 3.150/kg. Harga acuan penjualan di industri pengguna (sebagai pakan ternak) Rp 4.000/kg.

Perkenalkan Mobile Corn Dryer ke Petani Jagung Blora 

Laporan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora menyebutkan luas panen pada awal tahun ini (Januari-Maret) 26.977 hektar. Tahun lalu total luas panen jagung di Kabupaten Blora 70.319 hektar dengan rata-rata produktivitas 5,8 ton per hektar.

Menurut Dirjen PKH permasalahan jagung saat ini adalah di pasca panen. Salah satu solusi yang menjadi pilihan adalah penggunaan mesin pengering jagung yang bersifat mobile di sentra produksi jagung yang relatif jauh dari pabrik pakan.

Mobile Corn Dryer.

Kementan bekerja sama dengan PT Charoen Pokphand Indonesia memperkenalkan penggunaan Mobile Corn Dryer, yaitu peralatan pengeringan jagung yang dapat dipindahkan dengan mudah.

Ketut berharap, Mobile Corn Dryer yang merupakan hasil karya anak bangsa ini dapat menjadi sebuah potensi solusi dalam mengatasi masalah pasca panen jagung. “Kita berharap apabila petani makmur dan sejahtera, peternak pun akan menjadi lebih makmur dan sejahtera, untuk Indonesia yang lebih baik”, tambahnya.

Sementara itu, Eka Budiman PT Charoen Phokphand Jawa Tengah menyampaikan, telah menyediakan dua Mobile Corn Dryer untuk membantu petani mengeringkan jagungnya.

Penggunaan Mobile Corn Dryer dapat meningkatkan waktu simpan setelah jagung dikeringkan, melancarkan tata niaga, mendapatkan kualitas lebih baik dan pada akhirnya petani dapat menikmati harga yang lebih baik dari jagung berkadar air lebih rendah.

"Jika ada petani yang kesulitan menjual hasil panennya, dapat langsung menghubungi kami, kami akan bantu menyerapnya. Kami akan bantu menjembatani", tandasnya.

Lebih lanjut Ketut menjelaskan, jagung berkontribusi sekitar 40-50 persen dalam industri pakan ternak, sehingga ketersediaan jagung sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha peternakan. Berdasarkan data prognosa jagung 2018 dari Badan Ketahanan Pangan, total penggunaan jagung di Indonesia sebesar 15,58 juta ton. Sekitar 66,1 persen atau 10,3 juta ton di antaranya untuk memenuhi kebutuhan industri pakan dan peternak ayam petelur mandiri.

Jika produksi pakan 2018 sekitar 19,4 juta ton, maka setidaknya dibutuhkan jagung 7,8 juta ton untuk industri pakan ditambah 2,5 juta ton untuk peternak mandiri. Sementara pada 2019 ini, industri pakan memerlukan 8,59 juta ton dan peternak mandiri 2,9 juta ton.

Panen di Blora yang merupakan sentra jagung kedua terbesar kedua di Jawa Tengah diharapkan mampu menyuplai kebutuhan jagung bagi peternak di Blora dan sekitarnya. Ketut berharap petani jagung dan peternak ayam mandiri dapat menikmati masa panen raya jagung saat ini, melalui mekanisme distribusi dan tata niaga yang baik. (Berbagai sumber)

INDONESIA BANGUN HATCHERY UNGGAS LOKAL DI BALI

Pemotongan pita secara simbolis sebagai tanda peresmian hatchery. (Foto: Sumber Unggas Indonesia)

Dalam rangka menjangkau peternak di seluruh wilayah Indonesia, PT Sumber Unggas Indonesia mendirikan fasilitas penetasan telur (hatchery) ayam lokal terbesar di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

“Ini adalah satu-satunya pabrik penetasan ayam lokal di kawasan Indonesia Timur,” ujar Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Makmun, yang mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan saat peresmian hatchery unggas lokal milik PT Sumber Unggas Indonesia di Desa Penglumbaran, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Bali, Senin (18/2).

Makmun menyampaikan, berdasarkan data Statistik Peternakan saat ini produksi dan populasi ayam lokal secara nasional terus bertambah dari tahun ke tahun. Populasi empat tahun terakhir secara nasional tahun 2014 (275 juta ekor), 2015 (285 juta ekor), 2016 (294 juta ekor), 2017 (299 juta ekor) dan data sementara populasi 2018 (310 juta ekor).

 “Kita berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi adanya hatchery ini, agar ketersediaan bibit ayam dan itik lokal terjamin, sehingga pengembangan dan kesinambungan usaha unggas lokal bisa berjalan dengan baik,” ucap Makmun. 

Makmun juga mengimbau, usaha ayam lokal tidak hanya berhenti pada hatchery, melainkan juga menghadirkan pembibitan untuk memasok kebutuhan DOC di Bali, NTB dan NTT.

Sementara di tempat terpisah, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, sangat mengapresiasi hatchery ayam lokal ini. Apalagi, kebutuhan ayam lokal di Bali terus meningkat untuk kebutuhan kuliner dan upacara adat, sedangkan produksi dan populasi ayam lokal di Bali tidak imbang dengan jumlah kebutuhan.

Berdasarkan data Statistik Peternakan, populasi ayam lokal di Bali dalam lima tahun terakhir diketahui mencapai 4,11 juta ekor (2014); 4,00 juta ekor (2015); 3,94 juta ekor (2016); 3,26 juta ekor (2017) dan 3,28 juta ekor (2018). “Dengan hadirnya hatchery di Kabupaten Bangli ini, saya harap dapat meningkatkan populasi, gairah beternak dan kesejahteran peternak,” ujar Ketut.

Ia pun meminta pemerintah daerah terus memfasilitasi dengan baik upaya-upaya dalam mengembangkan peternakan ayam lokal. “Mulai dari ketersediaan lahan, kemudahan berusaha, keamanan dan kepastian pelayanan,” imbuhnya.

Hal tersebut disambut baik Bupati Bangli, I Made Gianyar. Ia menegaskan akan menjamin keamanan dan kepastian usaha ayam lokal di Kabupaten Bangli dan berharap PT Sumber Unggas Indonesia memprioritaskan hasil produksi DOC-nya untuk para peternak Kabupaten Bangli.

Sementara, Direktur PT Sumber Unggas Indonesia, Naryanto, pihaknya sangat berterima kasih kepada pemerintah atas dukungan, pendampingan dan motivasi, sehingga pembangunan hatchery ini bisa berjalan dengan baik hingga bisa panen perdana DOC ayam lokal.

Adapun kapasitas hatchery terpasang saat ini sudah mampu memproduksi DOC sebanyak 30 ribu ekor per minggu atau 120 ribu ekor per bulan. “Kami bersyukur produksi selama Februari 2019 telah habis dipesan para peternak di Bali dan NTB. Ke depannya kami juga akan membangun breeding farm di Bali sesuai arahan pemerintah. Ini segera kita realisasikan, mengingat pangsa pasar di Bali dan provinsi sekitarnya cukup besar dan bisa menjadi usaha yang menjanjikan,” pungkas Naryanto. (SUI)

PROGRAM INI WUJUDKAN SWASEMBADA DAGING SAPI DI JAWA TIMUR

Menteri Pertanian meninjau lokasi Kontes Ternak dan Panen Pedet tahun lalu (Foto: Dok. Kementan)

Kinerja program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus SIWAB) mendapat apresiasi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Hal ini menyusul tingginya populasi sapi potong di Jawa Timur pada 2018 mencapai 4.657.567 ekor. Program ini merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada daging.

Jawa Timur sebagai lumbung ternak dengan populasi sapi terbesar di tingkat nasional diharapkan terus mengoptimalkan peningkatan kelahiran pedet-pedet untuk percepatan peningkatan populasi.

Secara nasional, sejak pelaksanaan Upsus SIWAB 2017 hingga 16 Februari 2019 sudah lahir sebanyak 2.960.936 ekor sapi milik peternak di Indonesia.

Dalam rangka menyemangati peternak sapi untuk menjaga nilai pertumbuhan, Mentan mengadakan kontes ternak sapi madura yang melibatkan sekitar 300 sapi madura sebagai peserta. Peternak pemenang kontes dalam pun mendapat penghargaan sebanyak 12 ekor jenis sapi madura, meningkat dua kali lipat dibandingkan rencana awalnya.

Upsus SIWAB yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Pertanian ini mencakup program utama yaitu peningkatan populasi melalui Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA).

"Program ini dicetuskan Pemkab Pamekasan lima tahun lalu dengan nama Intan Satu Saka atau inseminasi buatan, satu tahun satu kelahiran," kata Kepala Dinas Peternakan Pemkab Pamekasan, Bambang Prayogi di lapangan Desa Kaduara Barat, Pamekasan, Madura, Selasa (19/2/2019).

Sementara Bupati Pamekasan, Badrut Tamam menyebut sapi yang ada di Pulau Madura merupakan sebagai kekayaan genetik bangsa. Ia menyatakan bahwa sepertiga populasi sapi di Jawa Timur ada di Pulau Madura.

“Pengembangan agribisnis sapi potong di Madura mempunyai makna yang sangat strategis dan layak dikembangkan sebagai penggerak ekonomi daerah,” ucapnya.

Kabupaten Pamekasan mendapatkan apresiasi bergengsi dengan terpilihnya program INTAN SAKA (Inseminasi Buatan Satu Tahun Satu Ekor) pada ternak sapi dan SIGAP SRATUS 369 PLUS (Aksi Tanggap Sapi Madura Bunting dan Partus) sebagai Top 35 Program Inovasi Pelayanan Publik Tingkat Nasional Tahun 2016 dan 2017. (Sumber: www.tribunnews.com)

TELAH TERBIT BUKU " MENGGALI BERLIAN DI KEBUN SENDIRI"

Berharap burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan ~Pepatah


Alkisah, seorang petani di Afrika mendengar kabar tentang beberapa orang yang kaya mendadak setelah menemukan tambang berlian. Berita itu sangat menginspirasi dirinya untuk berkelana mencari tambang berlian. Setelah menimbang, ia putuskan untuk menjual lahan pertaniannya dengan harga murah. Dalam hatinya, ia berharap akan mendapatkan hasil yang lebih banyak dari berlian yang kelak akan ditemukan.
Begitu ladangnya laku, sang petani segera pergi mengembara untuk meraih impiannya, menjadi orang kaya karena tambang berlian.
Sementara itu, suasana gembira melanda si pembeli lahan milik petani. Ia merasa sangat senang karena mendapatkan harga lahan pertanian subur yang cukup murah. Tak hanya itu, rejeki nomplok yang datang ternyata belum berhenti.
Suatu hari, ia menemukan sebongkah batu besar di salah satu sudut sungai yang mengalir di lahan yang sudah ia miliki itu. Ternyata, di dalam batu itu ditemukan berlian yang berharga sangat mahal.
Dengan penasaran, ia pun berkeliling lahan pertanian dan menemukan lebih banyak sekali batu besar yang serupa, mengandung berlian. Dari lahan pertanian yang dibelinya dengan harga murah itu, ia menjadi kaya raya. Ternyata, di sanalah salah satu tambang berlian terbesar di dunia berada.
Lalu, bagaimana dengan nasib si petani?
Dalam pengembaraannya, ia menyadari bahwa mendapatkan berlian tidak mudah. Apalagi ia sama sekali belum berpengalaman menggali tambang berlian. Bekal persediaan dari hasil menjual lahan pertanian semakin menipis. Hingga puncaknya, ia merasa sangat sedih dan putus asa, lalu memutuskan melompat ke sebuah sungai yang dalam dan berarus deras. Hasrat dan cita-cita sang petani pun tenggelam bersama tubuhnya.
***

“Sungguh menyedihkan, melihat orang yang menyia-nyiakan hidupnya. Berlari dari satu hal ke hal lain hanya untuk melakukan sesuatu yang ternyata tidak bermanfaat untuk mengembangkan dirinya,” ujar Earl Nightingale, yang mempopulerkan kisah petani tersebut.
“Apa yang Anda impikan sangat mungkin berada di tempat Anda bekerja saat ini. Namun, karena tidak sabar, Anda memutuskan untuk mengembara dan ternyata tidak mendapatkan apa-apa,” lanjut Earl.

Pelajaran dari sang petani Afrika, “Jangan menjual lahan sendiri demi mendapatkan berlian di tempat lain, padahal tambang berlian itu ‘sudah ada’ di lahan milik kita sendiri”.
***

Ingin tahu selengkapnya tentang buku ini ? Ayo pesan sekarang juga (lihat brosur yang ada di artikel ini).

Tokoh yang memberikan endorsement di Buku ini antara lain:
1. Andrie Wongso , motivator no 1 Indonesia
2. Dr. Drh. Ketut Diarmita, MP, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan
3. Prof. Abdul Basith, trainer softskill dan kemandirian
4. Drh. M. Munawaroh MM, Ketua Umum PB PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia)
5. Cipto Utomo, trainer, motivator, culture specialist
6. Ubaydilah Anwar, softskill trainer
7. Ir. Didiek Purwanto, Ketua Umum PB ISPI (Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia)
8. Drh. Irawati Fari, Ketua Umum ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia)
9. Arief Dahsyat, Motivator
10. Hari Soul Putra, Motivator/guru manajemen keuangan
11. Bunda Nunki, Guru, Pendiri Studi Psikologi Komunikasi Bawah Sadar, Insight Academy
12. Agus E Purwanto, Certified Associate Emergenetics International, Asia
13. Suhadi Purnomo, Ketua Format (Fprum Media Peternakan )

MEWASPADAI KEMBALINYA AI DAN SERANGAN PENYAKIT INFEKSIUS BARU

Mewaspadai serangan AI dan IBH yang masih menjadi ancaman pada ayam broiler. (Sumber: Google)

Siapa tak kenal Avian Influenza (AI)? Adalah bohong jika ada peternak yang minimal pernah mendengar mengenai penyakit ini. Zoonosis berbahaya, kerugian ekonomi, kepanikan massal, serta ditutupnya keran ekspor-impor produk perunggasan, mungkin merupakan hal yang “ngeri-ngeri sedap” yang menanungi AI. Lalu bagaimanakah perkembangan AI terkini? Lalu bagaimana pula dengan penyakit infeksius baru yang mengancam?

Banyak kalimat yang dapat melukiskan betapa mengerikannya serangan AI bagi sektor peternakan di suatu negara. Penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang berasal dari family Orthomyxoviridae ini sudah menjadi wabah di seluruh dunia. Hampir seluruh benua di dunia telah merasakan dahsyatnya serangan AI. Bukan hanya unggas, korban manusia pun berjatuhan, hal ini tentunya selain mendapatkan perhatian organisasi kesehatan hewan dunia (OIE) juga menjadi perhatian bagi organisasi kesehatan dunia (WHO).

Perkembangan AI di Indonesia
Sejak 2003 lalu AI telah eksis di Indonesia, saat itu terjadi wabah penyakit yang menyebabkan kematian mendadak pada unggas dengan gejala klinis seperti penyakit tetelo (ND). Sampai akhirnya kemudian didalami bahwa wabah tersebut disebabkan oleh penyakit baru bernama AI dari subtipe H5N1.

Hari demi hari, tahun demi tahun, secara perlahan tapi pasti AI menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Bukan hanya virus dari subtipe H5N1, ada juga H9N2 yang disebut-sebut sebagai low pathogenic AI. Awalnya wabah H9N2 ini terjadi pada ayam petelur, namun kini H9N2 juga “doyan” menginfeksi broiler.

Berdasarkan data yang dihimpun dari PT Medion, pada 2018 kemarin kasus AI masih banyak diperbincangkan peternak Indonesia meskipun tidak seramai 2017. Data dari tim Technical Services Medion yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, menunjukkan bahwa kejadian kasus tersebut masih menduduki peringkat keempat penyakit viral pada ayam pedaging dan pejantan, serta peringkat... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Februari 2019.

KASUS RABIES MELUAS HINGGA KE BIMA NTB, 14 WARGA DIGIGIT ANJING

Kasus gigitan anjing yang semula terjadi di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), kini sudah meluas ke Kabupaten Bima, daerah yang berbatasan langsung dengan Dompu. Dilaporkan ada 14 orang warga yang digigit anjing. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB mencatat ada 14 warga Bima menjadi korban gigitan anjing yang dilaporkan dan telah mendapatkan vaksin anti rabies (VAR) hingga 16 Februari 2019.

Jumlah korban gigitan terbanyak di Kecamatan Donggo dan Kecamatan Sanggar, masing-masing sebanyak 5 orang. Saat ini, 19 sampel otak hewan penggigit telah dikirim ke Denpasar untuk dilakukan uji laboratorium.

"Bertetangga dengan Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima saat ini tengah waspada terhadap penyebaran penyakit rabies, terutama beberapa kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Dompu di antaranya Kecamatan Madapangga, Donggo, Sanggar, dan Tambora. Hal ini mengingat jumlah populasi HPR di Bima, saat ini mencapai 16.100 ekor," kata Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB, Budi Septiani., yang diterima detikcom, Minggu (17/02/2019). 


(ilustrasi : huertalaweb.com)

Untuk mencegah penyebaran virus rabies di berbagai kecamatan dengan resiko tinggi, Dinas Peternakan Kabupaten Bima telah menerima bantuan vaksin rabies sebanyak 2.000 dosis dan 100 gram strichnine. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB menerangkan soal kasus gigitan anjing pembawa rabies (APR) juga telah ditemukan di Kabupaten Sumbawa.

Kejadian dimulai saat hewan penular rabies (HPR) menyerang salah seorang warga di Desa Labuhan Aji, Kecamatan Tarano, Sumbawa, pada tanggal 31 Januari 2019. Sampel otak hewan penggigit lalu diambil kemudian dikirim ke Balai Besar Veteriner Denpasar.

Pemda Sumbawa mencatat sebanyak 19 orang menjadi korban gigitan anjing. 4 sampel otak anjing dinyatakan positif mengadung rabies dari 19 sampel yang dikirim. Seluruh korban gigitan telah diberikan vaksin anti rabies (VAR). Saat ini, Pemda Sumbawa tengah gencar melakukan program pengendalian rabies karena memiliki populasi HPR tinggi, yaitu sebanyak 26.100 ekor anjing.

Guna melakukan pencegahan, dinas terkait telah menerima bantuan vaksin rabies dari Kementrian Pertanian sebanyak 3.200 dosis. Selain vaksin, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB juga memberikan bantuan 100 gr strichnine guna pengendalian populasi HPR tak berpemilik. Jumlah vaksin tersebut, difokuskan kepada daerah yang memiliki resiko tinggi terhadap penularan rabies yaitu Kecamatan Tarano dan Kecamatan Empang. (Sumber: detik.com)

PINSAR INDONESIA BAGI-BAGI AYAM DAN TELUR


Semarak kegiatan Pinsar Peduli Gizi di Solo (Foto: Istimewa) 

Warga Solo menyambut antusias kegiatan bagi-bagi ayam goreng dan telur rebus yang digelar Pinsar Indonesia, Minggu (17/2) di kawasan jalan Slamet Riyadi, Surakarta. Acara Pinsar Peduli Gizi ini digelar bekerjasama dengan Asosiasi Obat Hewan Indonesia  (ASOHI) Jawa Tengah dan didukung oleh FORMAT (Forum Media Peternakan).

Mengambil tema “Sebutir Telur Sehari dan Sepotong Ayam, Anda Pasti Sehat dan Cerdas”, selain di Solo, Pinsar Indonesia juga membagikan 2.000 paket berupa karkas daging ayam dan telur (isi 10 butir) di dua kecamatan di Kabupaten Sukoharjo.

Hadir pada acara tersebut Ketua Umum Pinsar Indonesia (Singgih Januratmoko), Ketua Pinsar Indonesia Wilayah Solo (Agus Sulistyo), Koordinator Pinsar Indonesia Wilayah Jawa Tengah (Pardjuni), Rektor Universitas Veteran Bangun Nusantara (Ali Mursyid).

“Kegiatan kampanye ayam dan telur menjadi kegiatan rutin Pinsar Indonesia setiap tahun. Kali ini kami adakan di Surakarta, dan akan bergulir ke daerah-daerah lainnya,” ujar Singgih dalam sambutannya.

Ia mengungkapkan, sebanyak 2.000 potong paha ayam goreng dan 2.000 butir telur rebus disiapkan dan dibagikan ke masyarakat sekitar yang hadir di car free day. Kegiatan ini juga didukung akademisi Universitas Veteran Bangun Nusantara. Harapannya, hubungan antara organisasi dan akademisi berjalan lebih baik.

“Mahasiswa menjadi harapan kita bersama untuk membantu meningkatkan konsumsi protein hewani, dan salah satu protein hewani yang termurah itu adalah ayam dan telur,” tandasnya. Oleh karenanya, mahasiswa tidak hanya belajar namun juga terjun ke dunia peternakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih lanjut Pardjuni menjelaskan, konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Daging ayam 12 kg per kapita per tahun, sedangkan telur 6 kg per kapita per tahun. “Sehingga perlu dilakukan promosi untuk meningkatkan konsumsi tersebut. Salah satunya dengan acara seperti ini,” ucapnya.

Selain berbagi ayam dan telur, juga dilakukan senam bersama, parade becak dan talk show bersama Duta Ayam dan Telur (Offie Dwi Natalia dan Andi Ricki Rosali).

Menurut Andi, masalah yang paling mendasar generasi milenial adalah belum adanya kesadaran untuk terjun ke dunia peternakan khususnya perunggasan. Terlebih dengan masih rendahnya konsumsi protein hewani, peran generasi muda sangat dibutuhkan. “Hadirnya kami Duta Ayam, mengajak masyarakat luas untuk lebih peduli akan pentingnya mengonsumsi ayam dan telur,” katanya.

Isu negatif yang beredar di masyarakat bahwa makan daging ayam dan telur kolesterol, bisulan dan bahkan ayam yang disuntik hormon, ditambahkan Offie, harus ditangani dengan baik. “Tugas kami di sini, mensosialisasikan bahwa daging ayam dan telur bernilai gizi tinggi. Tidak menimbulkan hal-hal negatif yang seperti yang beredar. Justru dengan mengonsumsi daging ayam dan telur, dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan,” terangnya. (INF)

BANGKAI ANJING TERINDIKASI RABIES DIBUANG KE LAUT, WARGA ENGGAN MAKAN IKAN


Anjing yang diduga terinfeksi virus rabies dimusnahkan oleh masyarakat dan bangkainya dibuang di laut sekitar Dompu, NTB. Sebagian warga yang mengetahui itu enggan mengkonsumsi ikan laut karena menganggap ikan tak lagi steril.

Pembuangan bangkai anjing ke laut itu dilakukan di pesisir laut Desa Soro, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu, NTB, pada Kamis (14/2/2019). Tiga ekor anjing dimusnahkan oleh warga dan bangkainya dibuang begitu saja ke laut.

"Kami tahunya itu lewat media sosial, ada anjing yang dibuang di laut, tepatnya di Soro. Sejak mengetahui itu, saya enggan makan ikan," ungkap warga Dompu, Andiman, kepada detik.com, Jumat (15/2/2019).

(Ilustrasi gambar : derryjournal.com)

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Dompu, Zainal Arifin, membenarkan kejadian itu. Namun dia memastikan bangkai anjing itu tidak sempat dimakan oleh ikan karena cepat dievakuasi oleh tim pengendali penyakit rabies.

"Kita langsung cek info itu dan tim langsung turun tangan. Sebenarnya itu tidak dibuang ke laut, melainkan dibuang di selokan oleh warga yang terbawa oleh arus banjir hingga ke laut. Saat itu juga dievakuasi dan dikubur oleh warga," ungkap Zainal terpisah.

Sementara itu, Kepala Dinas kelautan dan Perikanan Dompu, Wahidin, menepis soal adanya ikan yang terjangkit virus rabies karena sudah memakan bangkai anjing sehingga warga Dompu enggan mengkonsumsi ikan.

Dia menyebut memang daerah tempat ditemukan bangkai anjing di laut merupakan salah satu daerah penghasil ikan terbesar di Dompu. Namun hal itu tidak masuk akal jika bangkai anjing dimakan oleh ikan sehingga ikan bisa langsung terjangkit rabies, sementara jenis virus rabies ini menyerang hewan atau binatang berliur, seperti, anjing, kucing, dan hewan berkaki lainnya."Ikan yang ditangkap oleh para nelayan itu sangat jauh, sementara bangkai yang ditemukan di pinggir sungai berdekatan dengan laut," tutur Wahidin. (sumber : Detik.com)

KLB RABIES, 264 EKOR ANJING DI SUMBAWA DIMUSNAHKAN

Warga di 9 kecamatan di Kabupaten Sumbawa melaporkan adanya korban yang digigit anjing. Pemerintah Kabupaten Sumbawa tengah berkoordinasi untuk membentuk tim penanggulangan rabies dan upaya eliminasi terhadap anjing liar.

"Ada 9 kecamatan yang melaporkan adanya kasus gigitan hewan penular rabies," ucap Kabag Humas Setda Sumbawa Tajuddin saat dimintai konfirmasi, Senin (18/2/2019). Sembilan kecamatan yang disebut Tajuddin adalah Tarano, Sumbawa, Labangka, Lenangguar, Utan, Plampang, Labuan Badas, Empang dan Rhee.


Rabies, zoonosis yang masih menjadi momok di Indonesia (ilustrasi : medicaltoday.com)

Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbawa menyebut hingga Sabtu (16/2) tidak kurang dari 18 orang yang dilaporkan digigit anjing dan 4 orang dinyatakan positif terjangkit rabies. Pemkab juga telah menyatakan kejadian luar biasa (KLB) atas kasus rabies tersebut sejak 8 Februari lalu dan diumumkan satu minggu setelahnya.

Salah satu upaya untuk memutus mata rantai persebaran virus rabies, Pemkab Sumbawa telah mengeliminasi sekitar 264 ekor anjing di Kecamatan Tarano dan Empang. Eliminasi anjing-anjing liar itu dilakukan dengan cara diracun. "Eliminasi anjing liar yang selama ini dilakukan dengan racun," ungkap Tajuddin.

Koordinasi Pemkab Sumbawa sementara menyatakan eliminasi berikutnya akan dilakukan juga dengan melibatkan Perbakin. "Ada keinginan untuk melibatkan Perbakin Sumbawa untuk membantu eliminasi," ujarnya.

Penanggulangan hewan pembawa rabies (HPR) juga dilakukan dengan upaya vaksinasi hewan peliharaan. Setidaknya ada 3200 vial stok vaksin bantuan yang diterima Disnakeswan. Pemkab Sumbawa juga telah membentuk tim reaksi cepat untuk penanggulangan rabies. (Sumber : Detik.com)

FKH IPB MEMBIDIK AKREDITASI EROPA

Dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitasnya agar setara di tingkat internasional, Faklutas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor kini menjajaki akreditasi pendidikan kedokteran hewan dari badan akreditasi kedokteran hewan Eropa. Sebelumnya FKH IPB juga telah terakreditasi oleh ASEAN University Network Quality Asurance (AUN-QA).

Pada tanggal 11-13 Februari lalu, Prof. Stéphane Martinot, selaku Presiden of the European Association of Establishments for Veterinary Education (EAEVE) berkunjung ke FKH IPB dalam rangka kunjungan informatif terkait EAEVE dan sistem akreditasi European System of Evaluation of Veterinary Training (ESEVT). 

Dalam kesempatan tersebut Prof. Martinot mendapatkan penjelasan mengenai FKH IPB serta proses pembelajaran yang disampaikan oleh Dekan FKH IPB, Prof Srihadi Agungpriyono, Wakil Dekan bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Agus Setiyono, serta Direktur Eksekutif Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) FKH IPB Prof. Deni Noviana. 

Prof Martinot juga meninjau beberapa aktivitas belajar mengajar, baik perkuliahan maupun praktikum yang sedang berlangsung, sekaligus meninjau aktivitas dan fasilitas penunjang di RSHP FKH IPB dan di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) FKH IPB.

Prof. Martinot bersama staff pengajar dan Dekan FKH IPB (Sumber : fkh.ipb.ac.id)

Tidak berhenti sampai disitu,  Prof. Martinot juga melakukan kunjungan ke salah satu mitra akademik kegiatan ekstramural dalam Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH), yakni Direktorat Polisi Satwa Baharkam Polri di Kelapa Dua, Depok. Prof. Martinot juga berkunjung ke Jakarta Aquarium, salah satu lembaga konservasi eksitu yang menjadi tempat berkiprah para alumni dalam bidang medik konservasi satwa aquatik.

Secara umum, Prof. Martinot terkesan dengan aktivitas dan fasilitas di FKH IPB yang dianggap sudah memadai. Sambil memberikan masukan dan beberapa catatan untuk perbaikan dan peningkatan aktivitas, sarana dan proses pembelajaran, beliau menyarankan FKH IPB melanjutkan proses ini ke tahap penyusunan Self Evaluation Report (SER) agar segera dapat mengajukan usulan kunjungan konsultatif pada tahun 2020.

Langkah yang ditempuh oleh FKH IPB ini juga mendapat suara positif dan dukungan dari stakeholder. Dalam salah satu agenda kunjungan, Prof. Martinot bertemu dan berdiskusi dengan Ketua Ikatan Alumni FKH IPB, Drh. Fitri Nursanti Poernomo Ketua PDHI Cabang Jawa Barat II, Drh. Soenarti Daroendio, dan Kepala Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Drh. Boedhy Angkasa.

Prof. Srihadi Agungpriyono, Dekan FKH IPB, berharap FKH IPB dapat segera menyiapkan dan menyempurnakan serta melakukan berbagai upaya yang diperlukan untuk persiapan proses akreditasi sesuai dengan saran yang diberikan oleh Prof. Martinot. Tekad dan dukungan semua sivitas akademika dan tenaga kependidikan maupun para stakeholder sangat diharapkan untuk mewujudkan harapan ini.

Tidak lupa juga Prof. Martinot mengundang Dekan dan perwakilan IPB untuk menghadiri General Assembly meeting EAEVE di Zagreb, Kroasia pada 30-31 Mei yang akan datang sebagai langkah berikutnya untuk menjadi associate member di EAEVE. (Sumber : fkh.ipb.ac.id)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI


Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer