-->

OKURA FARM CENTER SIAP KEMBANGKAN AYAM KAMPUNG DI RIAU

Peletakan Batu Pertama Ogura Farm Center di Riau

PT Cakra Duta Hewani, perusahaan investasi peternakan asal Riau melaksanakan agenda peletakan batu pertamanya pada Sabtu (24/6/2023) di Okura, Pekanbaru. Kegiatan ini juga sekaligus bentuk peresmian Okura Farm Center yang rencananya akan menjadi sentra peternakan ayam kampung.

Direktur PT Cakra Duta Hewani, Yuhendra Prayoga dalam sambutannya mengatakan Okura Farm Center merupakan sentra integrasi peternakan satu-satunya yang akan mengkaji hulu dan hilir proses pertenakan ayam kampung.

"Kami anak muda ingin ketahanan pangan Riau kita sendiri yang menginisiasi. Dan insyaallah dari sinilah akan kita lahirkan cikal bakal bibit lokal asli pertenakan ayam kampung Riau. Jadi Riau tidak ambil lagi bibit dari Jawa. Tapi dia besar dan lahir dari sini yang kita sebut Okura Farm Center," ujar Yoga.

Yoga menyebut, ayam kampung dipilih menjadi pilot project bukan hanya karena perawatannya lebih mudah, namun dapat membantu banyak UMKM sebab diperuntukkan bagi peternak lokal sesuai dengan Permentan Nomor 7 tahun 2007.

"Karakteristik ayam kampung ini sehat dan mudah dalam perawatan. Kalau produk ayam ras kita juga sudah pasti akan kalah dengan perusahaan besar yang sudah ada. Selain itu hal ini juga diperkuat dengan Permentan No 7 tahun 2007. Ayam kampung hanya boleh diperuntukkan bagi peternak lokal atau perternak skala UMKM. Makanya kami pilih ayam kampung sebagai primadona," terangnya.

Yoga menjelaskan Okura Farm Center berdiri di luas area kurang lebih 3 hektare yang akan dibangun sinergitas antara pertenakan dan pertanian dengan total populasi ayam 30 ribu ekor.

Tak hanya itu, PT Cakra Duta Hewani nantinya juga akan membangun pabrik mini hasil olahan, yakni kulit ayam kampung dan nuget.

"Kedepannya ada dua hal pendekatakan yang kami gagas yakni Sinergi Pertenakan Tanpa limbah (SPTL). Jadi tidak akan ada limbah yang lahir dari sini. Tahi dan bulunya akan menjadi potensi nilai ekonomis untuk masyarakat sekitar. Kedua, Product Request Oriented sepertu keripik kulit ayam. Mudah- mudahan miniatur pabrik ini juga bisa berjalan lancar. Kita ciptakan UMKM pertenakan mandiri supaya roda perekonomian Riau lahir dari perekonimian ternak," harapnya.

Kepala Bidang Agribisnis Dinas Peternakan Riau, Heri Afrizon berharap Okura Farm Center bisa mempelopori semangat membangun perternakan ayam kampung, sekaligus menghasilkan telur.

"Sebab untuk petenakan ada 3 sektor jadi andalan yakni daging, ayam dan telur. Tetapi sejauh ini kita bersyukur anak muda sudah mempelopori. Kami yakin ini akan lebih jadi besar dan akan melahirkan anak perushaan lainnya. Jadi kita wajib kita dukung," tuturnya.

Heri menegaskan, pihakanya akan mendukung upaya PT Cakra Duta Hewani mengingat stok ayam kampung di Riau masih terbatas dan selama ini didatangkan dari Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jambi.

"Kami yakin Pemprov Riau bisa memberikan andil untuk bagaimana bisa hasil produksinya untuk Riau sendiri, dan bahkan daerah lain. Oleh karena itu kita beri bantuan secara moril agar rencana-rencana ini bisa terealisaiskan," tuturnya.

Sementara, Kadin Provinsi Riau, Masuri menambahkan dengan hadirnya Okura Farm Center dapat menjadi pemicu lahirnya sektor ekonomi di bidang lain.

"Mudah-mudahan ini bisa dikembangkan. Tentunya kami dari Kadin Riau bangga dan senang anak muda menjadi pelopor dan penggerak ekonomi. Kita tahu tidak cuma nantinya di sektor peternakan, barangkali ini bisa matching dengan sektor pertanian yang lain. Bagaimana pun kita kepengin betul-betul bisa memenuhi segala kebutuhan," ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan Asisten 2 Setdako Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut. Ia menyebut pemerintah harus mensupport di setiap gerak dan langkah anak muda dalam berpikir visioner membangun kegiatan peternakan dan pertanian.

"Kita harus inklusif, progresif dan kolaboratif. Saya rasa ini implementasi dari harapan kita anak muda menjadi entrepreneur. Anak muda maju dan menciptakan tata kelola yang baik. Mari kita bangun sinergi kita menciptakan tata niaga yang akan berpihak pada pengusaha lokal," pungkasnya. (INF)

MEMBANGKITKAN UNGGAS LOKAL INDONESIA

Ternak ayam lokal Indonesia (Foto: Ist)

Di tengah pandemi COVID-19, sangat penting adanya pemenuhan protein hewani sebagai asupan gizi bagi tubuh agar terbangun sistem imun yang kuat dalam menangkal penyakit. Pemenuhan protein hewani tersebut bisa dipenuhi melalui unggas lokal Indonesia yang diharapkan bisa bangkit dan menjadi industri perunggasan yang lebih luas.

Hal tersebut mengemuka dalam seminar online Indonesia Livestock Club edisi kedua yang diselenggarakan oleh Indonesia Livestock Alliance (ILA) bekerja sama dengan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI) dan Gabungan Pembibitan Ayam Lokal Indonesia (Gapali), Sabtu (27/6/2020).

Hadir sebagai pembicara, Ketua Gapali, Bambang Krista, yang memaparkan mengenai “Tantangan Pembibitan Ayam Lokal dan Alternatif Solusinya” mengatakan bahwa untuk menyentuh industrialisasi unggas lokal dibutuhkan roadmap, diantaranya strategi dalam pengendalian penyakit pada unggas lokal, menciptakan satu iklim usaha sehingga breeder daerah bisa berkembang dan peternak mudah mendapatkan bibit berkualitas dengan harga kompetitif.

“Bisnis ayam lokal/kampung boleh, tapi jangan kampungan. Ini saatnya ayam lokal menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Bambang. Belakangan ini kebutuhan pasar nasional ayam lokal/kampung terus meningkat.

Ia pun berharap, pemerintah tetap mengoptimalkan fungsinya sebagai instansi terkait untuk menghasilkan galur ayam lokal yang berkualitas. “Sementara peran swasta melalukan pengembangan dan memperbanyak galur yang dihasilkan itu,” ucapnya.

Galur ayam lokal Indonesia pun telah banyak dikembangkan oleh pemerintah. Hal itu disampaikan oleh Peneliti Senior Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Prof Sofjan Iskandar, yang membahas materi mengenai “Otentifikasi dan Sertifikasi Unggas Lokal Indonesia”.

“Di Balitnak kita banyak menciptakan galur murni. Penetapan galur ini untuk otentifikasi unggas lokal di masing-masing daerah. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 117/2014 tentang Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Hewan,” ujarnya.

Hal ini dilakukan untuk memberikan pengakuan pemerintah terhadap rumpun atau galur hewan yang ada di suatu wilayah sumber bibit dan penghargaan negara terhadap galur baru hasil pemuliaan yang dapat disebarluaskan kepada masyarakat. Agar terdapat perlindungan hukum dan menjamin kelestarian serta pemanfaatan unggas lokal bisa dilakukan secara berkelanjutan.

Prof Sofjan pun memberikan beberapa contoh unggas lokal yang sudah ditetapkan rumpun atau galurnya, diantaranya ayam Sentul, ayam Pelung, itik Alabimaster maupun ayam KUB dan lain sebagainya. Kesemua galur tersebut memiliki ciri khas dan kemampuan produksi baik telur maupun daging yang sangat baik.

Seminar yang dihadiri sekitar 270 orang peserta dari berbagai profesi ini juga menghadirkan Ahli Genetika Unggas Fakultas Peternakan Unpad, Dr agr Ir Asep Anang, yang memberikan pembahasan mengenai “Teknik Merekayasa Ayam Pribumi (Lokal) Unggul (Pendekatan Industri). (RBS)

BILL GATES SEBUT BETERNAK AYAM CARA JITU BERANTAS KEMISKINAN


Berita soal keinginan Bill Gates memelihara ayam ramai dibahas warga net. Orang terkaya nomor wahid ini berniat untuk beternak ayam. Ia berkesimpulan, beternak ayam adalah kunci untuk keluar dari jerat kemiskinan.

Lewat blog pribadinya, Gatesnotes.com, Gates menulis pengalamannya yang berjudul “Mengapa Saya Memelihara Ayam.” Tulisan itu dilatari ketika ia berkunjung ke negara-negara miskin. Pendiri Microsoft Corporation ini mengaku telah belajar dari orang-orang miskin yang memelihara ayam untuk bertahan hidup. “Saya bertemu orang-orang di negara miskin yang beternak ayam, dan saya juga belajar bagaimana beternak ayam. Sebagai anak-anak dari kota Seattle, saya harus banyak belajar!. Orang yang hidup dalam kemiskinan, lebih baik beternak ayam,” ungkapnya.

Tak lupa Gates menjelaskan secara gamblang, bagaimana beternak ayam bisa menjadi solusi jitu mengentaskan kemiskinan. Alasannya, ayam mudah dipelihara. Makanan unggas ini pun mudah didapatkan. Selain itu, harga vaksin ayam murah, kurang dari 20 sen. Tapi, ia menganjurkan, sebaiknya ayam diberikan makanan yang layak supaya pertumbuhannya juga baik.

Gates kemudian merinci nilai investasi beternak ayam. Jika seorang petani beternak dengan lima ekor, kemudian ayam dikawinkan dengan ayam jantan tetangga, setelah tiga bulan, si petani memiliki 40 ekor anak ayam. Ia berkesimpulan, petani di Afrika Barat bisa berpenghasilan lebih dari 1000 dolar AS selama setahun bila ayamnya dijual $5 per ekor.

Berdasarkan cerita Gates itu, ayam yang dimaksud adalah ayam lokal atau di Indonesia biasa disebut ayam kampung. Sebab jika yang dipelihara adalah ayam ras komersil tidak dapat untuk ditelurkan kembali karena produktivitasnya menurun sehingga tidak efisien.

Bantuan Ayam Kampung   dari Kementerian Pertanian untuk Rumah Tangga Miskin
(Foto : Roni)

Berantas kemiskinan

Berdasarkan simpulan Gates, sangat mungkin negara-negara berkembang seperti Indonesia menjadikan komoditi ternak ayam kampung sebagai program pengentasan kemiskinan. Ada enam alasan mengapa ayam kampung cocok sebagai program pengentasan kemiskinan:

Pertama, Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam dunia selain Cina dan India. Memanfaatkan ayam asli sendiri berarti menyelamatkan sumber daya genetik dan plasma nutfah Indonesia. Kedua, nilai investasi ternak ayam lebih murah ketimbang ternak besar seperti sapi. Ketiga, harga jual ayam kampung relatif stabil ketimbang ayam broiler ras. Keempat, hampir semua masyarakat di wilayah perdesaan memiliki ternak ayam kampung sehingga tidak perlu keahlian khusus untuk pemeliharaan. Kelima, ayam kampung sangat erat dengan kegiatan-kegiatan tradisi budaya di Indonesia seperti di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, dll. Keenam, saat ini Indonesia memiliki bibit ayam lokal unggul hasil seleksi genetik dari Badan Penelitian dan Perkembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian. Pemerintah telah mengeluarkan galur murni ayam KUB dan ayam Sentul Seleksi (Sensi).

Syukurnya, tahun lalu pemerintah melalui program Bekerja (Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera) Kementerian Pertanian telah membagikan jutaan ekor ayam kampung sebanyak 50 ekor kepada 1 rumah tangga miskin di sejumlah daerah di Indonesia. Program ini cukup efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Telur-telur tetas yang dihasilkan dari program ini akan dijual kembali untuk ditetaskan. Meski demikian, progam Bekerja perlu dilanjutkan dengan berbagai catatan yakni memaksimalkan bibit ayam kampung asli, meningkatkan pendampingan pemeliharan, penggunaan obat atau vaksin, pemasaran, dll.

Melalui ayam kampung, kesejahteraan masyarakat bisa meningkat. Seperti kata Bill Gates, kehidupan orang yang hidup dalam jurang kemiskinan akan membaik jika mau memelihara ayam. Ayo beternak ayam kampung!. (Roni)


Oleh : Febroni Purba
(Penulis merupakan praktisi dan pengamat Ayam Kampung)

INDONESIA BANGUN HATCHERY UNGGAS LOKAL DI BALI

Pemotongan pita secara simbolis sebagai tanda peresmian hatchery. (Foto: Sumber Unggas Indonesia)

Dalam rangka menjangkau peternak di seluruh wilayah Indonesia, PT Sumber Unggas Indonesia mendirikan fasilitas penetasan telur (hatchery) ayam lokal terbesar di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

“Ini adalah satu-satunya pabrik penetasan ayam lokal di kawasan Indonesia Timur,” ujar Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Makmun, yang mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan saat peresmian hatchery unggas lokal milik PT Sumber Unggas Indonesia di Desa Penglumbaran, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Bali, Senin (18/2).

Makmun menyampaikan, berdasarkan data Statistik Peternakan saat ini produksi dan populasi ayam lokal secara nasional terus bertambah dari tahun ke tahun. Populasi empat tahun terakhir secara nasional tahun 2014 (275 juta ekor), 2015 (285 juta ekor), 2016 (294 juta ekor), 2017 (299 juta ekor) dan data sementara populasi 2018 (310 juta ekor).

 “Kita berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi adanya hatchery ini, agar ketersediaan bibit ayam dan itik lokal terjamin, sehingga pengembangan dan kesinambungan usaha unggas lokal bisa berjalan dengan baik,” ucap Makmun. 

Makmun juga mengimbau, usaha ayam lokal tidak hanya berhenti pada hatchery, melainkan juga menghadirkan pembibitan untuk memasok kebutuhan DOC di Bali, NTB dan NTT.

Sementara di tempat terpisah, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, sangat mengapresiasi hatchery ayam lokal ini. Apalagi, kebutuhan ayam lokal di Bali terus meningkat untuk kebutuhan kuliner dan upacara adat, sedangkan produksi dan populasi ayam lokal di Bali tidak imbang dengan jumlah kebutuhan.

Berdasarkan data Statistik Peternakan, populasi ayam lokal di Bali dalam lima tahun terakhir diketahui mencapai 4,11 juta ekor (2014); 4,00 juta ekor (2015); 3,94 juta ekor (2016); 3,26 juta ekor (2017) dan 3,28 juta ekor (2018). “Dengan hadirnya hatchery di Kabupaten Bangli ini, saya harap dapat meningkatkan populasi, gairah beternak dan kesejahteran peternak,” ujar Ketut.

Ia pun meminta pemerintah daerah terus memfasilitasi dengan baik upaya-upaya dalam mengembangkan peternakan ayam lokal. “Mulai dari ketersediaan lahan, kemudahan berusaha, keamanan dan kepastian pelayanan,” imbuhnya.

Hal tersebut disambut baik Bupati Bangli, I Made Gianyar. Ia menegaskan akan menjamin keamanan dan kepastian usaha ayam lokal di Kabupaten Bangli dan berharap PT Sumber Unggas Indonesia memprioritaskan hasil produksi DOC-nya untuk para peternak Kabupaten Bangli.

Sementara, Direktur PT Sumber Unggas Indonesia, Naryanto, pihaknya sangat berterima kasih kepada pemerintah atas dukungan, pendampingan dan motivasi, sehingga pembangunan hatchery ini bisa berjalan dengan baik hingga bisa panen perdana DOC ayam lokal.

Adapun kapasitas hatchery terpasang saat ini sudah mampu memproduksi DOC sebanyak 30 ribu ekor per minggu atau 120 ribu ekor per bulan. “Kami bersyukur produksi selama Februari 2019 telah habis dipesan para peternak di Bali dan NTB. Ke depannya kami juga akan membangun breeding farm di Bali sesuai arahan pemerintah. Ini segera kita realisasikan, mengingat pangsa pasar di Bali dan provinsi sekitarnya cukup besar dan bisa menjadi usaha yang menjanjikan,” pungkas Naryanto. (SUI)

Peluang Menantang Usaha Bibit Ayam Lokal

DOC ayam lokal. (Foto: Dok. CV Nitnot)

Hingga kini belum ada data pasti kebutuhan DOC ayam lokal secara nasional. Namun, yang jelas, sejumlah pasar masih menunggu pasokan. Berminat?

Geliat bisnis ayam kampung memang tak ada matinya. Seperti halnya dengan ayam broiler, selagi penggemar daging ayam kampung masih ada, maka bisnis di sektor peternakan ini pun akan tetap ada. Bahkan ke depan, kemungkinan bisnis ini makin menjanjikan dengan menjamurnya rumah makan yang khusus menyediakan daging ayam lokal.

Pergerakan omzet di bisnis ayam lokal tak hanya dirasakan para pemilik rumah makan dan peternakan pembesaran saja, namun juga para penyedia bibitnya. Riko Saputro, salah satu pemilik CV Nitnot, peternak DOC ayam kampung di Blitar, Jawa Timur, misalnya. Meski baru dua tahun dijalani, omzet perusahaan penyedia bibit (DOC) ini meningkat tajam.

“Kalau tahun lalu masih sebatas puluhan ribu ekor per minggu, sekarang sudah mencapai 100 ribu ekor lebih per minggu,” ungkapnya kepada Infovet.

CV Nitnot adalah perusahaan yang bergerak di bidang penyedia bibit ayam lokal. Perusahaan yang beralamat di Jl. Moh Hatta No. 4, Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjen Kidul, Blitar, Jawa Timur ini dimiliki oleh tiga orang, salah satunya Riko Saputro.

Bisnisnya dimulai sejak 2017. Mulanya hanya coba-coba menjual DOC ayam Joper, brand ayam kampung super CV Nitnot. Setelah dijalani beberapa bulan, Riko melihat peluang pasar cukup besar dan prospeknya cukup menjanjikan. Sejak itu, ia dan kedua investor lainnya mulai serius menggarap bisnis ini. “Dari hasil uji coba pasar yang kami lakukan, kami benar-benar kewalahan memenuhi permintaan pasar,” ujarnya.

Sekali peluang datang, jangan pernah ditolak, itulah prinspi bisnis Rio dan dua temannya. Untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup besar itu, CV Nitnot menjalin kerjasama dengan beberapa penetas di sekitar Kota Blitar. Lebih dari lima pembibit ayam kampung yang diajak kerjasama, namun baru dua penetas saja yang rutin memasok DOC ke CV Nitnot. Selebihnya, memasok sesuai dengan persediaan masing-masing peternak.

Dari awal pasokan yang sebelumnya hanya puluhan ribu ekor DOC, kini dalam setiap minggu, kapasitas produksinya mencapai 100 ribu DOC. Namun, lagi-lagi itu pun belum bisa memenuhi permintaan pasar yang Riko jajaki.

“Dari sekian banyak perintaan yang kami terima, kami baru bisa memenuhi sekitar 20 persen dari potensi pasar yang ada. Sekarang kami sedang mengusahakan agar kapasitas produksinya dinaikkan,” kata Riko. Jika daya pasoknya hanya 100 ribu ekor, berarti permintaan pasar yang masuk ke CV Nitnot tak kurang dari 500 ribu DOC per minggu.

Riko mengakui, bukan perkara mudah mendongkrak jumlah produksi dalam tempo singkat. Butuh waktu untuk mempersiapkan demi menjaga kualitas DOC. “Target saya dalam beberapa tahun ke depan maunya bisa mencapai satu juta ekor DOC produksinya per minggu. Target ini untuk memenuhi pasar di Pulau Jawa dan Provinsi Lampung,” tambahnya.

Bongkar dan vaksinasi DOC. (Foto: Dok. CV Nitnot)

Peluang Makin Terbuka
Besarnya potensi pasar penyediaan DOC ayam lokal juga diakui oleh Naryanto, pemilik PT Sumber Unggas Indonesia, yang berada di Parung, Bogor, Jawa Barat. Menurut pria yang akrab disapa Anto ini, permintaan pasar terhadap DOC ayam lokal dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Karena itu, saat ini dia tengah fokus untuk penambahan populasi indukan agar DOC yang dihasilkan lebih banyak dan dapat menyediakan DOC bagi pihak luar.

“Saat ini jumlah produksi DOC kami sudah mencapai 100 ribu ekor per minggu. Kami akan terus berupaya menambah kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar,” ujar Anto kepada Infovet.

Untuk meningkatkan kualitas bibit ayam lokal asli, Sumber Unggas Indonesia telah menambah jenis, yaitu ayam Sentul, ayam KUB (Kampung Unggul Balitnak) dan ayam Kedu. Pihaknya bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian dan telah mendapatkan lisensi ayam KUB serta Pra Lisensi ayam SenSi (Sentul Seleksi), sehingga produk DOC memiliki hasil standar Agro Inovasi.

Ketua Himpuli (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia), Ade M. Zulkarnain, menyebut prospek bisnis di bidang penyediaan bibit ayam lokal akan terus membaik seiring permintaan pasar yang terus bertambah. Ini merupakan peluang yang lebih terbuka di sektor hulu atau pembibitan. 

“Apalagi sampai sekarang pengadaan DOC masih bersumber di Jawa, maka perlu dibangun pembibitan yang lebih dekat dengan peternak di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan NTB,” kata Ade saat ditemui Infovet.

Menurut dia, sejak delapan tahun terakhir, terjadi perubahan yang signifikan di peternakan ayam lokal, yaitu berkembangnya usaha pola intensif dengan populasi yang cukup besar. Jika sebelumnya peternak yang memiliki populasi di atas 1.000 ekor bisa dihitung dengan jari, sekarang sudah cukup banyak. Tak hanya di Pulau Jawa, tapi juga di berbagai daerah.

Tingginya permintaan DOC ini disebabkan meningkatnya pertumbuhan peternak ayam lokal pedaging saat ini. Hanya saja, lanjut Ade, masih belum diimbangi dengan pengadaan DOC. Selain itu, sesuai data di Himpuli, usaha di pembibitan yang sesuai standar Good Breeding Practice (GBP) juga masih sedikit, jumlahnya di bawah lima perusahaan.

Data Himpuli menunjukkan, saat ini ada beberapa perusahaan pembibitan yang meningkatkan produksinya. Ada yang produksi DOC 100.000 ekor per bulan sampai 600.000 ekor per bulan. Sementara, dari Statistik Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerain Pertanian, disebutkan populasi tahun lalu sekitar 315 juta ekor.

Selain usaha pembibitan ayam lokal asli yang sudah sesuai GBP, juga marak tumbuhnya usaha pembiakkan ayam persilangan di Jateng, Jogja dan Jatim. “Walaupun skala usahanya kecil, tapi jumlahnya cukup banyak. Mereka menyilangkan ayam ras layer dengan ayam Bangkok atau dengan ayam lokal asli,” katanya.

Aktivitas bongkar di kargo bandara (Foto: Dok.CV Nitnot)

Kendala Bisnis
Ketua Himpuli ini tidak bisa memastikan secara pasti besaran kebutuhan DOC ayam lokal untuk memenuhi permintaan pasar secara nasional. Menurutnya, belum ada data yang valid dalam menghitung kebutuhan ayam lokal. Asosiasi maupun peternak belum mendata itu, tapi secara umum ada peningkatan permintaan pasar rata-rata sekitar 15% per tahun.

Hal itu pun juga diakui oleh Riko Saputro dan Naryanto, yang tak memiliki data pasti kebutuhan secara nasional akan kebutuhan DOC ayam lokal. Namun yang jelas, pergerakan permintaan pasar terus naik dalam setiap bulan.

Di balik besarnya potensi pasar bibit ayam lokal ini, sejumlah kendala usaha juga masih menghadang. Tak hanya kendala dalam hal produksi, namun juga kedala non-teknis saat berhadapan dengan konsumen. Riko, misalnya, mengaku kendala dalam menjalankan bisnis ini justru bukan pada persoalan produksi. Peternak ini malah menemukan keraguan supplai dari para konsumen.

Dari permintaan pelanggan CV Nitnot yang ada selama ini, ada beberapa perusahaan yang meminta untuk menambah jumlah pasokan bibit ayam lokal hingga dua kali lipat dalam waktu singkat. “Mereka ragu kalau pasokannya tidak bisa rutin. Nah, kami tetap yakinkan pada mereka bahwa kami memiliki stok yang cukup untuk memenuhi permintaan mereka. Tapi kadang konsumen masih ragu juga,” ungkap Riko.

Lain lagi kendala yang disebut oleh Ade sebagai Ketua Himpuli. Menurutnya, ada tiga kendala yang dihadapi peternak secara keseluruhan selama ini. Pertama, pemanfaatan sumber daya genetik ayam asli yang masih terbatas, karena persepsi di peternak pertumbuhannya cukup lama dan produktivitas telurnya rendah. Tapi itu sudah mulai teratasi dengan adanya strain ayam lokal asli hasil penelitian Balitnak.

Kendala kedua, yakni aspek permodalan. Usaha pembibitan memerlukan biaya yang tidak sedikit, khususnya bagi peternak kelas UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
Ketiga, regulasi pemerintah yang masih membatasi modal usaha. Berdasarkan Perpres No. 44/2016, usaha ayam lokal hanya untuk UMKM dengan modal maksimal Rp 10 miliar. “Nah, bagaimana bisa membangun pembibitan dalam skala yang cukup besar kalau investasinya dibatasi?,” ujar Ade.

(Dari kiri): Riko Saputro (Dok. Pribadi), Naryanto dan Ade M. Zulkarnain.

Karena itu, sejak dua tahun terakhir, Himpuli menyuarakan agar penerintah merevisi batasan modal di usaha ayam lokal. Tujuannya, agar iklim investasinya lebih kondusif bagi investor yang akan masuk ke usaha ini, terutama untuk pembibitan. (Abdul Kholis)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer