-->

ADHPI SULSEL SOWAN KE DINAS PETERNAKAN DAN KESWAN PROVINSI SULSEL

ADHPI Wilayah Sulsel Diterima Kepala Dinas Peternakan dan Keswan Provinsi Sulsel


Pengurus Wilayah Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan (ADHPI) Sulawesi Selatan berkunjung ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Provinsi Sulawesi Selatan. Kunjungan perwakilan ADHPI Wilayah Sulsel diwakili oleh Drh Subaedy Yusuf dan Drh Faisal diterima langsung oleh Kepala Dinas Drh Nurlina Saking, M.H., M.Kes didampingi Sub Kordinator Kesehatan Hewan Drh Sahrini Rauf di ruang kerja Kepala DPKH Provinsi Sulsel jalan Veteran Selatan.

Unggas adalah komoditas hewan pangan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, dimana daging ayam diperkirakan menjadi daging yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Selain penyebaran populasi mengikuti sebaran kebutuhan pasar, sebagian lainnya karena perubahan rantai pasok daging babi yang disebabkan oleh penyakit Demam Babi Afrika (African swine fever disease).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi daging ayam ras nasional mencapai 3,43 juta ton pada 2021 dimana jumlah tersebut meningkat 6,43% dibanding produksi tahun sebelumnya. Dari jumlah produksi tersebut, sebanyak 860,16 ribu ton berasal dari para peternak di Provinsi Jawa Barat. Angka tersebut porsinya mencapai 25,11% dari total produksi nasional. Sementara Provinsi Sulawesi Selatan menyumbang angka 90,03 ribu ton atau 2,63% dari total produksi Nasional dan berada diperingkat kesepuluh.

Selain daging ayam ras, provinsi Sulawesi Selatan mencatatkan populasi ayam ras petelur sebanyak 12.982.642 ekor dan proyeksi produksi telur ayam ras tahun ini sebanyak 188.248 ton. Dengan jumlah penduduk sebanyak 9.022.300 orang, asumsi kebutuhan telur tahun 2022 sebesar 175.033 ton sehingga terdapat surplus sebesar 13.215 ton. Surplus inilah yang digunakan sebagai bufferstock sebanyak 264 ton (2%) dan didistribusikan keluar Pulau Sulawesi, seperti ke Kalimantan, NTT, Maluku dan Papua sebanyak 733 ton (5,55%) per tahun. Berbekal dua komoditi unggas tersebut, provinsi Sulawesi Selatan menjadi daerah yang sangat potensial di bidang perunggasan. Komoditas unggas lainnya dalam skala kecil-menengah yang juga berkembang adalah ayam lokal persilangan, itik, dan puyuh.

Proses produksi bahan pangan asal unggas adalah hubungan yang rumit antara perusahaan pembibitan primer, pembenihan, produsen, pabrik pakan, peternak dan pabrik pengolahan hasil. Semuanya terkait dengan bidang biologi, industri, kesehatan masyarakat, kesejahteraan, dan politik. Pada bagian inilah yang menyenangkan sekaligus bagian yang paling menantang menjadi dokter hewan perunggasan. Menjadi penghubung antara proses input, budidaya hingga pengolahan bahan pangan menjadi makanan siap saji, from farm to table.

Para dokter hewan yang mengembangkan minat dan karir di bidang perunggasan bergabung dalam kelompok profesional yang terstruktur dari pusat, wilayah hingga ke rayon di beberapa daerah di Indonesia melalui Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) sekaligus asosiasi ini menjadi organ non teritorial dari organisasi induk Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).

Dokter hewan perunggasan bekerja sangat erat dengan produsen, biasanya sebagai techical support, membantu dengan diagnosa ketika ada wabah penyakit di peternakan, dan yang lebih penting, dengan pengobatan pencegahan untuk membantu menghentikan penyakit.

Di sisi veteriner hal ini dicapai dengan bekerja sama multielemen antara stake holder perunggasan mulai dari produsen input bagian hulu, peternak yang melakukan proses budidaya, dan produsen di hilir serta pemerintah sebagai regulator dan penyelia keamanan pangan untuk menerapkan praktik peternakan, biosekuriti yang baik, mengembangkan program vaksinasi dan pengobatan, serta melakukan surveilans penyakit secara rutin di peternakan.

Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan pangan dan yang penting pula adalah kemananan bahan pangan. Ketika sinergitas ini didukung, maka ini keuntungan besar bagi industri perunggasan dan akan mempertahankan sustainabilitas sektor pangan strategis ini.

Nurlina sangat mengapresiasi pertemuan ini, sebagaimana arahan Pimpinan Pemerintahan dalam hal ini Gubernur Sulawesi Selatan untuk selalu mendorong kolaborasi dan sinergitas seluruh pihak dalam melayani masyarakat. Masukan profesional tentang pencegahan penyakit sangat penting karena para peternak unggas telah hadir dengan potensi yang sangat besar untuk pertumbuhan ekonomi daerah. Pencegahan penyakit penting untuk kesejahteraan ternak unggas, ekonomi produksi, dan efisiensi biaya produksi. Kehadiran sektor perunggasan ini menjadi kekuatan ekonomi kita di daerah-daerah sentra komoditas perunggasan baik itu ayam layer dan broiler termasuk ternak unggas lainnya.

“Kerjasama antar elemen ini menjadi pondasi kita dalam menghadapi tantangan-tantangan yang kita hadapi di sektor perunggasan, dan pemerintah menjadi sentral karena pengawasan dan pendampingan harus dilakukan agar tercipta kondisi yang baik untuk semua” kata Nurlina yang juga aktif membina berbagai Kelompok Ternak di Sulawesi Selatan.

Senada dengan itu, Sahrini juga mengungkapkan harapannya agar kemitraan multielemen ini dapat betul terjalin dengan maksimal agar ke depannya kita dapat menyelesaikan setiap kendala yang ada di masyarakat peternakan, khususnya di perunggasan.

“Banyak hal yang perlu dikordinasikan dengan baik, kita memiliki banyak petugas yang siap melakukan monitoring bahkan bisa terlibat aktif dalam sektor ini. Dengan sinergi ini, kedepannya informasi-informasi di lapangan dapat dikordinasikan dengan kami di pemerintahan agar kita dapat mengambil langkah-langkah bersama untuk menyelesaikan… dengan kordinasi yang baik, pemerintah juga mengetahui dan akan mengambil langkah teknis” ujar Sahrini yang saat ini menjadi kordinator penanganan penyakit strategis yang ada di Sulsel.

Selain membicarakan sinergi asosiasi dan pemerintah, pertemuan kali ini juga membahas outlook penyakit hewan di peternakan unggas komersil menghadapi tahun 2023. Penyakit virus Avian influenza (Flu Burung), yang merebak tahun ini perlu dibahas secara komprehensif antar elemen yang terkait dengan aktifitas perunggasan.

Perkembangan virus di lapangan, ketersediaan vaksin, biosecurity, lalu lintas ternak menjadi bahasan penting. Melalui ADHPI, persoalan ini akan dibahas melalui kegiatan bertajuk Seminar Nasional Perunggasan yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2022 di Makassar. Kegiatan ini menhadirkan pakar imunologi dan virologi dari berbagai kalangan mulai dari Akademisi UGM, Unair dan Unhas, Balai Diagnostik Veteriner milik Pemerintah Balai Besar Veteriner Maros, Dinas Provinsi dan Kabupaten, serta kalangan Profesional dan akan dihadiri oleh praktisi perunggasan dari berbagai perusahaan, peternak dan mahasiswa dari berbagai kampus di Makassar.

“Avian influenza adalah wabah yang sudah terjadi dalam kurun waktu hampir dua dekade, harusnya kita mampu melewati hambatan teknis yang menyertai kejadian ini. Pengalaman kita bersama selama ini menjadi pelajaran terbaik bagi kita semua, tetapi kalau kondisinya terus meningkat apa yang harus kita benahi? Mungkin regulasi ketersediaan vaksin yang cocok dengan virus lapangan, atau mungkin pola mitigasi kita yang perlu diperbaiki. Kerjasama kita semua, akan memnguatkan kita untuk menyelesaikan ini..” ungkap Nurlina.

Seminar yang akan digelar ADHPI, mungkin menjadi titik awal untuk membangun kerja kolektif. Kolaborasi multipihak menjadi pilar penting di masa depan untuk menghasilkan produk pangan yang aman, sehat, utuh, melimpah dan membawa masyarakat perunggasan menjadi sejahtera. (INF)


ASOHI JABAR GELAR SEMINAR PERUNGGASAN

Foto bersama peserta dan narasumber seminar perunggasan ASOHI Jabar. (Foto: Sjamsirul)

Sabtu, 23 Februari 2019, ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) Pengda Jawa Barat (Jabar) menggelar seminar bertajuk “Penyakit Unggas 2019, Update dan Prediksinya” yang bertempat di West Point Hotel, Bandung.

Seminar diikuti 18 perusahaan obat hewan dan vaksin se-Jawa Barat dan dihadiri 72 peserta yang terdiri dari para dokter hewan. Hadir pula Kasub Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jabar, Drh Arif Hidayat dan Wakil Dinas Perikanan Kabupaten Bandung Barat.

Seminar dibuka langsung oleh Ketua ASOHI Pengda Jabar, Drh Pranyata Teguh Waskita, yang sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara, mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dimana berbagai penyakit unggas mudah berkembang. Apalagi, Jawa Barat merupakan salah satu wilayah padat populasi unggas (683.037.260 ekor, Jateng 279.353.386 ekor, Jatim 195.258.054 ekor, termasuk itik dan itik Manila, Statistik Peternakan 2016).

Pranyata mnyebut, tujuan penyelenggaraan seminar ini untuk membuka wawasan para produsen obat hewan dan vaksin, beserta pemerintah, mengenai prediksi kasus penyakit unggas 2019 di Indonesia secara umum dan di Jawa Barat secara khusus, sehingga diharapkan solusi yang tepat dalam penanganan di lapangan.

Seminar dan diskusi dipandu oleh moderator Drh Ch. Lilis dengan menampilkan dua pakar dan guru besar dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB yaitu Prof DR Drh I Wayan Teguh Wibawan dan Prof Drh Agus Setiyono, yang masing-masing membahas menganai penyakit unggas secara mendalam.

Seminar yang dilaksanakan sehari ini diakhiri dengan diskusi tanya-jawab, penyerahan sertifikat dan foto bersama. Tampak bahwa baik narasumber yang merupakan ilmiawan perguruan tinggi dan peserta yang umumnya tenaga lapangan perusahaan (technical service dan sales) dan pemerintah saling membutuhkan informasi, sehingga diharapkan ke depan diperlukan adanya koordinasi intensif dan periodik untuk bersama-sama menanggulangi kasus-kasus penyakit unggas, khususnya di Jawa Barat sebagai wilayah padat populasi unggas. (SA)

Undangan Seminar "Manajemen Pemeliharaan Unggas Zaman Now"


Sebagai bagian dari program kerja Hasil Munas, ASOHI secara konsisten menyelenggarakan seminar nasional yang membahas masalah aktual di bidang kesehatan unggas. Dengan adanya seminar ini, diharapkan kalangan usaha peternakan unggas dapat memahami permasalahan kesehatan unggas yang berkembang. Tahun 2018 menjadi istimewa karena dengan diberlakukannya permentan no 14/2017 yang di dalamnya ada pelarangan AGP, maka mau tidak mau peternak melakukan perubahan cara budidaya unggas.

Untuk itu, ASOHI akan melaksanakan Seminar Nasional Kesehatan Unggas yang mengangkat tema “Manajemen Pemeliharaan Unggas Zaman Now”. Seminar ini akan dilaksanakan pada :

       Hari / tanggal    : Kamis, 03 Mei 2018
       Pukul               : 08.30 – 13.00 WIB
       Bertempat         : Menara 165, Jl. TB. Simatupang, Jakarta Selatan
       Pembicara & Materi              :   


      1.   Drh. Heri Setiawan  (Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia/ADHPI)Tata Kelola Pemeliharaan Unggas Pasca Berlakunya Permentan No. 14/2017
                 
      2.      Dr. 
Drh. Michael Hariyadi (Pakar UGM) : Tantangan Penyakit Bakterial di Era Bebas AGP 
                                 
       Biaya Seminar   : Rp. 600.000,-/orang

Sehubungan dengan penyelenggaraan acara tersebut, kami mengundang Bapak/Ibu/Saudara/i untuk hadir dalam acara tersebut.
Untuk konfirmasi dapat menghubungi kantor ASOHI (021 782 9689, 788 41279), dengan Eka Safitri (0815 7475 6947), Aidah (0818 0659 7525) atau email ke: asohipusat@gmail.com cc ke adhes.gita@gmail.com. Batas akhir konfirmasi hari Senin, 30 April 2018.
Demikian undangan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.

Surat resmi dari ASOHI tentang seminar ini bisa didownload di sini:  
https://www.scribd.com/document/376180258/Surat-Undangan-Seminar-Nasional-Kesehatan-Unggas.


ASOHI


Bisnis Peternakan Tahun 2017 Diprediksi Tumbuh


Ketua umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Drh. Irawati Fari mengatakan, usaha obat hewan tahun 2016 ini diperkirakan tidak sesuai dengan prediksi yang diungkap dalam seminar nasional bisnis peternakan tahun 2015 yaitu naik sebesar 7-10%.

"Realisasinya diperkirakan tahun 2016 ini tumbuh minus," ujar Irawati pada Seminar Nasional Bisnis Peternakan yang diselenggarakan ASOHI Rabu 23 November 2016 di Menara 165 Jakarta.


Krissantono, Hudian, Arief, Wira Kusuma, Andi Wijanarko

Teguh Boediyana, Sauland Sinaga, Irawati dan moderator Harris P

Sekitar 200 peserta dari berbagai daerah
Berdasarkan data yang dikumpulkan ASOHI, pihaknya melihat pertumbuhan pasar obat hewan untuk ayam petelur diperkirakan naik 10 %, untuk broiler stagnan, sedangkan untuk peternakan sapi minus dan babi stagnan. Namun demikian menurut data GPMT produksi pakan ternak masih tumbuh sekitar 8%.

Seminar Nasional Bisnis Peternakan merupakan seminar nasional tahunan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) setiap menjelang akhir tahun. Seminar menghadirkan pembicara-pembicara tingkat nasional, yaitu para pimpinan asosiasi bidang peternakan serta pembicara tamu yang kompeten di bidang ekonomi makro. Pembicara sesi pertama disi oleh Dirjen Peternakan Drh. Ketut Diarmita, Pimpinan Bank Indonesia Dr. IGP Wira Kusuma, Ketua Umum GPPU Krissantono, Pimpinan GPMT Hudian Pramudyasunu, Wakil Sekjen Pinsar Dr. Arief Karyadi, dengan moderator Haryono Jatmiko. Sesi kedua tampil Ketua Umum PPSKI Ir. Teguh Boediyana, Ketua Umum AMI Dr Sauland Sinaga, Ketua Umum ASOHI Irawati fari dengan moderator Harris Priyadi.
"Seminar kali ini Dr Wira Kusuma hadir menggantikan Dr Juda Agung, selaku Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, yang menyajikan perkembangan ekonomi makro tahun 2016 dan prediksi 2017. Dari presentasi Bank Indonesia, peserta dapat memperoleh gambaran mengenai perkembangan ekonomi makro dan prediksi ke depan sehingga bisa melakukan perencanaan bisnis lebih baik," kata Ketua Panitia Andi Wijanarko yang juga pengurus ASOHI Pusat.

Ia menambahkan, seiring dengan terjadinya perubahan struktur bisnis di dunia peternakan, maka panitia sepakat seminar kali ini mengangkat tema "Menghadapi Perubahan Struktur Bisnis Peternakan yang Dinamis”. Sejumlah masalah aktual di sektor bisnis perunggasan, peternakan sapi perah, sapi potong dan juga peternakan babi menjadi bahasan yang menarik, antara lain vonis KPPU terhadap perusahaan feedlot yang disusul vonis ke perusahaan pembibitan unggas, impor daging kerbau dari India, gejolak harga ayam dan telur yang merugikan peternak, larangan AGP dan sebagainya.

Kepatuhan GPPU 
Berbeda dengan seminar tahun-tahun lalu dimana GPPU menyampaikan data secara detail, seminar kali ini Ketua Umum GPPU Krissantono yang menyampaikan informasi 3 halaman. "Ini tidak seperti biasanya. Ada apa dengan GPPU?" tanya moderator seminar Drh Haryono Jatmiko.

Menanggapi pertanyaan moderator, Krissantono dalam presentasinya menyampaikan "kegalauannya" tentang situasi perbibitan unggas pasca vonis KPPU yang dirasa sangat tidak adil. "Di bulan September tahun lalu, kami rapat dari habis maghrib sampai malam untuk membahas situasi perunggasan bersama Dirjen PKH (saat itu Prof Muladno). Jam 11 malam kami dipaksa untuk tanda tangan melakukan afkir dini parent stock. Kami dengan berat hati patuh pada pemerintah untuk melakukan akfir dini. Namun justru kepatuhan kepada pemerintah membuat kami divonis sebagai kartel. Ini sungguh aneh," ujar Krissantono menyampaikan uneg-unegnya.

Saat ini GPPU menjadi sangat hati-hati menyampaikan data, karena data yang kami kumpulkan, bisa jadi membuat kami dianggap melakukan persekongkolan. "Itu sebabnya pada seminar kali ini kami tidak menyajikan data secara detal," ujar krissantono disambut tawa hadirin.
Meski iklim usaha tidak kondusif, Krissantono menegaskan, prospek Perunggasan th 2017 masih cukup baik mengingat konsumi daging ayam dan telur masih rendah dibanding Negara Asean.
"Konsumsi per Kapita per tahun Daging Ayam masyarakat Indonesia berkisar  9 – 10 Kg,  jadi perunggasan masih punya potensi untuk dikembangkan," ujarnya.

Pertumbuhan perunggasan nasional berkisar antara 5 – 10 %, namun Krissantono wanti-wanti akan berbagai tantangan tahun depan, antara lain dengan kabar bahwa Brasil menang di WTO sehingga negara tersebut akan bisa memasukkan daging ayam ke Indonesia. 

"Karena itu Pemerintah, Asosiasi, Perusahaan dan Peternak harus duduk bersama untuk bisa membuat solusi bersama demi kemajuan  Perunggasan  di Indonesia," ujarnya.  Ia mengusulkan agar kebijakan pemerintah lebih komprehensif atau terpadu dalam suatu Roadmap Perunggasan antara lain, perencanaan raw material (jagung dll), penyusunan perkiraan Supply Demand secara cermat, serta perlunya Payung Hukum penerapan UU PKH dan UU Pangan , dikaitkan dengan pelaksanan UU No. 5 tahun 1999 tentang persaingan usaha.

Tahun 2017 Positif

Senada dengan Ketua GPPU, Pengurus GPMT Hudian Pramudyasunu maupun Ketua Umum ASOHI Irawati Fari memprediksi tahun  2017 perunggasan secara umum akan tumbuh positif. Sementara itu menurut Ketua PPSKI Teguh Boediyana, usaha peternakan sapi perah maupun sapi potong tahun depan kurang bergairah. Peternakan sapi perah kemungkinan akan tumbuh minus karena iklim usaha yang kurang kondusif bagi peternak sapi perah, dimana tidak ada lagi perlindungan bagi peternak sapi. Demkian pula dunia sapi potong, pemerintah sudah memasukan daging kerbau India yang berpengaruh pada menurunnya gairah peternak sapi.

Irawati mengatakan, perunggasan masih cukup menjanjikan, antara lain ditandai dengan ekspansi beberapa pelaku usaha peternakan dan pakan ternak. Namun karena setiap tahun jumlah perusahaan obat hewan bertambah sekitar 10 perusahaan, maka persaingan perusahaan obat hewan makin ketat. Ia menyarankan perusahaan obat hewan mulai serius menggarap pasar ternak sapi, kambing, domba, babi, pet animal dan juga akuakultur.

Adapun mengenai isu AMR (Antimicroba Resistance) yang disertai rencana pelarangan AGP (Antibiotic Growth Promoter), Ira mengatakan , ASOHI terus melakukan berbagai macam kajian dan diskusi dengan pemerintah agar kebijakan tersebut dapat dilakukan secara bertahap dan diterima semua pihak, jangan sampai merugikan industri peternakan.***

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer