-->

Gaduh Impor Jagung 100.000 Ton, Begini Penjelasan Kementan

Konferensi Pers soal penjelasan jagung (Foto: Dok. Kementan)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, pada  2 November 2018 menyampaikan kepada media, telah memerintahkan kepada Menteri Pertanian untuk mengeluarkan rekomendasi impor jagung pakan ternak sebanyak 100.000 ton dan menugaskan kepada Perum Bulog untuk melakukan impor. Menurut Menko, impor jagung ini dilakukan untuk menjaga kebutuhan para peternak mandiri. Hal tersebut diputuskan usai pemerintah melangsungkan rapat koordinasi (rakor) terbatas yang lakukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.

Terkait gaduhnya pemberitaan mengenai rencana impor jagung, Kementerian Pertanian (Kementan), melalui Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro memberikan penjelasan. 

Dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (3/11/2018), Syukur menyebut produksi jagung nasional 2018 surplus, bahkan telah melakukan ekspor ke Filipina dan Malaysia. Kelebihan produksi tersebut diperoleh setelah menghitung perkiraan produksi 2018 dikurangi dengan proyeksi kebutuhan jagung nasional.

Hal tersebut sekaligus menepis anggapan bahwa pakan ternak yang naik belakangan ini diakibatkan oleh melesetnya data produksi.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (DitjenTP) Kementan, produksi jagung dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 12,49 persen per tahun. Artinya, tahun 2018 produksi jagung diperkirakan mencapai 30 juta ton pipilan kering (PK). Hal ini juga didukung oleh data luas panen per tahun yang rata-rata meningkat 11,06 persen, dan produktivitas rata-rata meningkat 1,42 persen (BPS,2018).

Perkiraan ketersediaan produksi jagung bulan november sebesar 1,51 juta ton, dengan luas panen 282.381 hektare, bulan desember 1,53 juta ton, dengan luas panen 285.993 hektare, tersebar di sentra produksi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontolo, Lampung, dan provinsi lainnya. 

Sementara dari sisi kebutuhan, berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, kebutuhan jagung tahun ini diperkirakan sebesar 15, 5 juta ton PK, terdiri dari pakan ternak sebesar 7,76 juta ton PK, peternak mandiri 2,52 juta ton PK, untuk benih 120 ribu ton PK, dan industri pangan 4,76 juta ton PK.

“Artinya Indonesia masih surplus sebesar 12,98 juta ton PK, dan bahkan Indonesia telah ekspor jagung ke Philipina dan Malaysia sebanyak 372.990 ton,” katanya. 

Secara umum produksi jagung nasional saat ini sangat baik. Di wilayah Indonesia Barat panen terjadi pada Januari-Maret, mencakup 37 persen dari produksi nasional. Sedangkan ke wilayah Indonesia Timur, panen cenderung mulai bulan April-Mei.  

Sentra produksi jagung tersebar yang di 10 provinsi yakni Jatim, Jateng, Sulsel, Lampung, Sumut, NTB Jabar, Gorontalo, Sulut, Sumbar total produksinya sudah mencapai 24,24 juta ton PK. Artinya 83,8 persen produksi jagung berada di provinsi sentra tersebut berjalan dengan baik.

Permasalahan Distribusi Jagung dan Pasca Panen


Kondisi yang terjadi seperti saat ini, di mana harga jagung di beberapa lokasi sentra industri pakan meningkat, bukan berarti produksi dan pasokan jagung dari petani dalam negeri  bermasalah. 

“Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi meningkatnya harga jagung di suatu lokasi, terutama karena sebaran waktu dan lokasi produksi yang bervariasi. Di samping itu, pabrikan pakan ternak/ konsumen yang terfokus pada lokasi tertentu saja seperti Medan, Banten, Jabar, Jateng, Surabaya, Sulsel,” terang Syukur.

Terkait harga jagung untuk pakan ternak, bahwa kebutuhan jagung untuk pabrik pakan saat ini sebesar 50 persen dari total kebutuhan nasional sehingga sensitif terhadap gejolak. Kendalanya yang terjadi adalah karena beberapa pabrik pakan tidak berada di sentra produksi jagung, sehingga perlu dijembatani antara sentra produksi dengan pengguna agar logistiknya murah. 

Saat ini tercatat ada 93 pabrik pakan di Indonesia yang tersebar di Sumut 11 unit, Sumbar 1 unit, Lampung 5 unit, Banten 16, unit Jabar 11 unit, DKI Jakarta 6 unit, Jateng 12 unit, Jatim 21 unit, Kalbar 1 unit, Kalsel 2 unit, dan Sulsel 7 unit. Beberapa pabrik pakan di daerah seperti, Banten, DKI Jakarta, Kalbar dan Kalsel, tidak berada di sentra produksi jagung.

Tahun 2018, pemerintah bertekad memenuhi kebutuhan jagung sepenuhnya dari produksi dalam negeri tanpa impor jagung sama sekali. Untuk mencapai target tersebut, Kementan mengalokasikan bantuan benih jagung seluas 2,8 juta hektar yang tersebar di 33 provinsi sesuai dengan potensi lahan, lokasi pabrik pakan, dan ekspor. Dampak dari kebijakan ini sudah dirasakan dengan adanya peningkatan produksi.

Selain bantuan benih, tahun 2018 ini Kementan juga menganggarkan pembangunan pengering jagung (dryer) sebanyak 1.000 unit untuk petani. Hal ini dilakukan karena sebagian besar petani jagung tidak memiliki alat pengering, sehingga menyebabkan timbulnya persoalan kualitas jagung yang dipanen pada musim hujan kurang baik dan cenderung basah.

“Pemerintah provinsi juga didorong untuk berperan dengan membangun buffer storage, yaitu menyerap surplus produksi pada waktu puncak panen, dan menyimpannya untuk dilepas kembali pada waktu produksi menurun,” tegasnya. 

Imbuh Syukur, persoalan lain yang juga perlu diselesaikan adalah menyederhanakan rantai pasok. Alur perdagangan jagung saat ini umumnya masih panjang dan menyebabkan harga cenderung tinggi. Jagung dari petani biasanya dijual ke pedagang pengumpul, dan selanjutnya dijual lagi ke pedagang besar. Dari pedagang besar ini, barulah dipasarkan ke industri.

Terkait distribusi, terdapat perbedaaan biaya transportasi tujuan penjualan pasar domestik dan tujuan ekspor. Sebagai contoh, biaya tranportasi Tanjung Priok, Jakarta ke Tanjung Pandan, Belitung lebih mahal dibandingkan biaya transportasi Tanjung Priok ke Pelabuhan Port Klang Malaysia. Untuk transportasi dari Tanjung Priok ke Pelabuhan Tanjung Pandan, tiket untuk mobil angkut dengan kapasitas  14 ton sebesar Rp 33 juta. 

Biaya ini belum termasuk biaya solar mobil dan biaya lainnya.Sementara Tanjung Priok ke Pelabuhan Port Klang Malaysia dengan kapasitas 24-27 ton hanya membutuhkan biaya USD 1.750 atau sekitar Rp 2,6 juta. Biaya tersebut tersebut sudah termasuk dengan pengurusan semua dokumen.

Upaya Kementerian Perdagangan membangun sistem resi gudang di berbagai daerah belumlah berfungsi optimal, sehingga petani tetap terpaku pada sistem konvensional. Berdasarkan laporan lapangan misalnya, gudang dan pengering untuk resi gudang yang tidak berfungsi optimal tersebut ada di Luwu Raya, Minahasa Selatan, Garut, dan Lampung. Seharusnya, ketika terjadi akumulasi panen pada suatu periode, program resi gudang dimaksimalkan agar nilai tambah dan risiko produsen serta konsumen dapat dimitigasi.

Menjembatani Disparitas Harga


Berdasarkan informasi dari Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) Gatut Sumbogodjati, pada Bulan Oktober 2018 ini harga jagung hanya sekitar Rp 3.691 bahkan 3 bulan yang lalu harga jagung sempat turun di Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara hingga Rp2.887. 

Harga jagung yang dinilai meningkat di akhir-akhir ini dinilai bukan karena kekurangan stok. Karena dari harga di tingkat petani tersebut, ditambahkan dengan biaya processing dan penyusutan bobot akibat pengeringan sebesar 15 persen maka harga jagung di pengguna akhir tidak lebih dari Rp 4.250 per kg. Hal ini menunjukkan disparitas harga di petani dan di industri yang menjadi indikasi diperlukannya pembenahan rantai pasok jagung.

Persoalan jagung bukan hanya masalah produksi. Kenapa pada saat harga tinggi banyak yang komplain masalah produksi. Padahal jelas-jelas data menunjukkan produksi kita surplus. Harus digarisbawahi persoalan konektivitas sentra produksi ke pengguna jagung yang memusat di beberapa provinsi saja.

“Kementan akan senantiasa membantu industri pakan atau pengguna lainnya yang kesulitan mencari jagung. Pengguna yang kesulitan mendapatkan jagung dapat langsung berkomunikasi dengan Direktorat Serealia Kementan,” tandas Syukur.

Dalam jangka panjang, Kementan menyatakan siap mendampingi terbentuknya kemitraan Business to Business (B to B) antara industri pakan dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sehingga industri mendapat jagung sesuai spesifikasi yang diinginkan dan pasokan jagungnya terjamin. (NDV)

Jejaring Influenza Virus Monitoring Dikembangkan Kementan, FAO Beri Pujian

Delegasi FAO saat melakukan kunjungan ke BBVet Wates, Yogyakarta (Dok. Humas Kementan RI) 

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memberikan apresiasi kepada Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) yang berhasil mengembangkan
suatu jejaring inovasi dalam upaya pengendalian dan penanggulangan penyakit Avian Influenza (AI).

Jejaring tersebut adalah Influenza Virus Monitoring (IVM) Online yang merupakan sebuah sistem untuk memonitor sifat antigenik dan genetik dari virus A, khususnya Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) pada unggas di Indonesia.

Sistem ini terintegrasi secara online dan hasilnya dapat ditampilkan dalam sebuah map (peta). Jejaring inovasi tersebut telah sukses mengkarakterisasi isolat virus AI secara antigenik, genetik dan biologis.

Yaya Adisa Olaitan Olaniran Permanent, Representative of Nigeria untuk FAO bersama 9 delegasi lainnya saat melakukan kunjungan ke Balai Besar Veteriner Wates (BBVet) Yogyakarta, Jumat (02/11/2018) menyampaikan pujiannya atas IVM Online. 

“Sejak peluncurannya pada tahun 2014 telah memberikan dampak yang signifikan dalam upaya pengendalian dan penanggulan penyakit AI.” Demikian pernyataan Yaya dalam siaran pers yang diterima Infovet. 

Kunjungan tersebut dilakukan ke sejumlah kota di Indonesia untuk melihat perkembangan proyek pertanian hasil kerja sama FAO dengan Indonesia. Orogram IVM online merupakan kerjasama pemerintah Indonesia dengan FAO-OFFLU dalam meningkatkan sistem monitoring evolusi virus dan deteksi dini virus AI varian baru di Indonesia. Dalam kegiatan ini Indonesia mendapat dukungan laboratorium referensi OIE, seperti Australian Animal Health Laboratory (AAHL). 

Sementara itu, Boethdy Angkasa selaku Kepala Subdit Pengamatan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen PKH Kementan menyampaikan bahwa pengguna IVM online akan dengan mudah mengetahui posisi virus AI yang bersirkulasi di Indonesia dan melaporkannya dengan cepat dan tepat kepada para pengambil kebijakan. 

"Ini tentunya akan membantu kita untuk menetapkan tindakan pengendalian selanjutnya, seperti penentuan jenis vaksin yang baru dan antigen untuk diagnosa,” ucap Boethdy Angkasa.

Boethdy mengungkapkan bahwa cara kerja IVM online terintegrasi dengan sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS) untuk data awal dan isolate. “IVM Online telah didukung oleh sekitar 40 tenaga ahli anggota IVM Online yang secara rutin bertemu, bertukar informasi dan menerima pelatihan,” ujarnya.

Saat ini anggota IVM Online meliputi 8 laboratorium diagnostik (Balai Besar Veteriner/BBVET dan Balai Veteriner/BVET), Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH),  Pusvetma, BBLITVET dan Pergutuan Tinggi (FKH-UNAIR). BBVet Wates sebagai focal point pengendali kegiatan IVM Online juga ditunjuk sebagai Laboratorium Veteriner rujukan nasional untuk AI di Indonesia. 

Pada kesempatan itu, Kepala BBVET Wates Bagoes Poermadjaja menyampaikan laboratorium yang dipimpinnya telah menjadi laboratorium rujukan nasional untuk penyakit AI, Antrax, penyakit pada ternak yang disebabkan oleh Bakteri Salmonela (Salmonellosis), penyakit Sapi Gila (BSE). 

BBVet Wates yang merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Ditjen PKH ini telah terakreditasi ISO 17025 tahun 2004 dan ISO 9001 tahun 2010, dengan wilayah kerjanya meliputi  3 Provinsi yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY Yogyakarta. (NDV)

Perkembangan Pariwisata dan Prospek Perunggasan Sulawesi Utara


Tahun 2018 ini Manado sebagai tuan rumah HATN (Hari Ayam dan Telur Nasional) dan WED (World Egg Day) 2018. Terpilihnya Manado  tidak terlepas dari penilaian bahwa daerah Sulawesi Utara (Sulut) merupakan daerah dengan pertumbuhan industri perunggasan yang relatif lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Selain itu, para pemangku kepentingan perunggasan di Sulut sangat antusias dengan program yang membantu meningkatkan usaha perunggasan.

Selama periode 2012-2016, pertumbuhan populasi ayam pedaging (broiler) di Sulut mencapai 280,8%, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan rata-rata KTI sebesar 111,1% dan 10 kali lipat dari pertumbuhan rata-rata Nasional sebesar 28%. Pada periode yang sama, populasi ayam petelur di Sulut tumbuh 31,8%, lebih tinggi dari rataan Nasional sebesar 16,8%, meskipun masih lebih rendah dibanding rata-rata pertumbuhan KTI yang sebesar 53,3 %. Melihat data ini, konsumsi telur di Sulut masih memiliki prospek yang tinggi.

Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan usaha perunggasan di Sulut adalah meningkatnya ekonomi pariwisata yang pesat. Wisata Bunaken misalnya, kini sudah dikenal seantero Tanah Air dan di berbagai negara sebagai pulau yang sangat indah dan eksotis. Adanya jalur penerbangan langsung China-Manado membuat pertumbuhan wisatanya melesat. Kabarnya Korea juga akan membuka jalur penerbangan langsung ke Manado yang tentunya makin meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara.

Pertumbuhan wisata tentunya juga akan mendongkrak kebutuhan ayam dan telur di wilayah Manado dan sekitarnya. Selain itu, dengan pendapatan masyarakat yang meningkat akibat pertumbuhan wisata, maka konsumsi ayam dan telur masyarakat Sulut diharapkan ikut meningkat. Acara HATN 2018 yang terpusat di Manado diharapkan akan membuat masyarakat Sulut semakin meningkat kesadaran terhadap pentingnya konsumsi ayam dan telur sebagai sumber protein yang paling murah dan peternakan unggas di Sulut semakin berkembang.

Coba bayangkan, Sulut saat ini berpenduduk sekitar 2,5 juta orang. Jika setiap penduduk Sulut dalam setahun menambah konsumsi telur 10 butir telur saja, maka dibutuhkan 25 juta butir telur ayam. Jumlah ini membutuhkan lebih dari 100 ribu ekor ayam petelur produktif yang akan menyerap tenaga kerja ribuan orang, mulai dari peternak, usaha pakan, obat hewan, peralatan, pemasok bahan pakan dan sebagainya. Ini belum termasuk tambahan konsumsi dari wisatawan. Tambahan konsumsi telur itu sangat bisa dilakukan jika masyarakat mulai mengurangi konsumsi rokok yang sangat tidak bermanfaat.

Semua itu bisa dilakukan dengan kerjasama semua pemangku kepentingan perunggasan, baik peternak, perusahaan sarana produksi ternak, dinas pertanian dan peternakan, perguruan tinggi, serta dukungan media. Kerjasama itu misalnya, perguruan tinggi melakukan kajian pasokan bahan baku pakan dan menyusun konsep kemitraan petani jagung dengan peternak. Dinas Pertanian dan Peternakan sebagai fasilitator dapat memulai pertemuan koordinasi rutin antara semua stakeholder agar usaha peternakan unggas di Sulut dapat tumbuh pesat dan tidak terganggung oleh gejolak harga yang terlalu merepotkan peternak sebagaimana yang sering terjadi di Pulau Jawa.

Tak kalah pentingnya, adalah jaminan lokasi usaha peternakan, agar para peternak bisa nyaman melanjutkan usahanya tanpa terganggu oleh perubahan kebijakan lokasi usaha. Di beberapa daerah kerap terjadi peternakan yang sudah dirintis di daerah yang jauh dari permukian, dalam beberapa tahun terjadi pertumbuhan perumahan di wilayah peternakan, sehingga peternak harus merelokasi usahanya ke daerah lain. Ini adalah akibat tidak jelasnya peta lokasi usaha peternakan.

Dengan adanya HATN, para pemangku kepentingan perunggasan menyadari pentingnya peran media. Liputan kegiatan HATN oleh Manado Post membuat publik setempat menyadari perlunya peningkatan konsumsi ayam dan telur. Dukungan ini perlu terus dilanjutkan. Bahkan pihak Manado Post sendiri menyatakan sangat terkesan dengan para pelaku usaha perunggasan dan siap menjadi “rumah” bagi para peternak unggas.

Sebuah hikmah luar biasa dari terselenggaranya HATN 2018 di Sulut yang memiliki potensi besar dalam peningkatan industri dan konsumsi protein hewani yang bersumber dari ayam dan telur. ***

Langkah Pemerintah Perbaiki Harga Telur dan Jagung

Pemerintah mengimbau agar peternak meningkatkan kualitas telur (Foto: Infovet) 


Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita turun ke lapangan langsung untuk meninjau pasar serta mengadakan pertemuan dengan peternak ayam petelur di Provinsi Jawa Timur, Rabu (31/10/2018).  

Pada pertemuan tersebut, Ketut menyampaikan beberapa langkah sebagai solusi untuk memperbaiki harga telur di tingkat peternak. Peternak diimbau agar meningkatkan kualitas telur dengan cara segera meregenerasi ayam yang sudah tua dan afkir, karena hal tersebut membuat produksi peternak tidak ekonomis dalam pemeliharaannya. Selain itu, Ketut menganjurkan supaya peternak memperbaiki kualitas telur.

“Kualitas telur mempengaruhi masa simpan telur agar bisa lebih lama, sehingga saat harga telur turun, penjualan masih bisa ditahan,” kata Ketut dalam keterangan resmi yang diterima Infovet, Kamis (1/11/2018).

Kementan juga meminta kepada perusahaan Pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC, sehingga DOC yang diproduksi dan dijual ke para peternak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

“DOC yang tidak memenuhi SNI harus dimusnahkan untuk menjaga kualitas dan tidak merugikan para peternak,” tegas Ketut.  

Peternak diimbau untuk membangun kebersamaan dengan menguatkan koperasi yang mengarah berbentuk Korporasi sesuai kebijakan pemerintah, sehingga diharapkan dapat mampu bersaing serta memiliki posisi tawar yang lebih kuat ketika membeli DOC dan pakan.

I Ketut Diarmita
“Saya berharap Koperasi Putra Blitar terus membangun jaringan, agar distribusi telur bukan hanya memenuhi kebutuhan DKI Jakarta, namun harus mengembangkan pemasaran ke provinsi-provinsi lain yang tingkat kebutuhan telurnya tinggi,” imbuh Ketut.  

Bukan hanya masalah harga telur yang cenderung turun, peternak ayam juga tengah menghadapi masalah bahan baku pakan yaitu jagung.  

Pakan menduduki porsi tertinggi dalam usaha peternakan ayam petelur yakni 71% dari biaya produksi. Peternak mandiri umumnya belum mempunyai manajemen stok pakan yang baik untuk mendukung keberlangsungan usahanya.

Ketut juga menyampaikan harapannya agar dimasa mendatang Bulog dapat terlibat dalam bisnis jagung untuk membantu suply kebutuhan jagung  para peternak rakyat.

Sementara itu, Ketua Satgas Pangan Irjen Pol Setyo Wasisto yang  hadir dalam pertemuan tersebut mengimbau agar para trader telur dan jagung untuk menjaga kestabilan harga, demi terciptanya iklim usaha perunggasan yang baik dan berdaya saing.

Selain bertugas memantau distribusi jagung maupun telur, Tim Satgas Pangan Polri bertugas untuk memastikan lancarnya distribusi bahan pangan. 

“Saya mengimbau supaya tidak ada pihak yang coba bermain-main dalam distribusi jagung dan telur, karena ini menyangkut kebutuhan pangan masyarakat banyak,” tegas Irjen Setyo Wasisto.

Tim Kementerian Pertanian juga telah melakukan pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Blitar dan  disepakati langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan jagung dan rendahnya harga telur.

Langkah tersebut antara lain Kabupaten Toli-Toli siap mensuplai jagung ke Blitar, kemudian Kabupaten Blitar disarankan untuk meneruskan dan meningkatkan skala volume telur ke DKI melalui Koperasi Putra Blitar. Peternak Probolinggo dan Tasikmalaya diharapkan dapat mensuplai telur ke Kalimantan Selatan melalui Bulog Divisi Kalimantan Selatan, dimana harga telur di wilayah tersebut saat ini sangat tinggi. (NDV)


Bahan Baku Pakan Berkualitas, Produktivitas Ternak Optimal Bag. II (Habis)

Maggot atau Black Soldier Fly (BSF). (Sumber: Istimewa)

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada “Bahan Baku Pakan Berkualitas, Produktivitas Ternak Optimal Bag. I”, bahwa produksi ternak optimal harus sejalan dengan ketersediaan pakan yang cukup dan berkualitas. Bicara soal kecukupan pakan, sudah dimaklumi bersama bahwa ada perbedaan pemberian pakan berdasarkan umur pemeliharaan ternak per ekor per hari. Hal ini berarti bahwa pemberian pakan harus didasarkan pada kondisi fisiologi ternak yang disesuaikan dengan umurnya masing-masing.

Pakan juga tidak hanya dimaknai dengan cukup jumlahnya saja, namun kualitas pakan juga harus diperhatikan. Sangat penting dalam memberikan pakan yang cukup jumlah dan bagus kualitasnya.

Eksplorasi Bahan Pakan Baru
Saat ini bahan baku pakan sendiri sangat banyak dan beragam, umumnya peternak menggunakan bahan baku jagung atau biji-bijian. Padahal banyak bahan baku pakan lain yang bisa digunakan dan mungkin memiliki kandungan protein dan nutrisi yang lebih baik.

Perlunya eksplorasi mencari sesuatu yang baru untuk dijadikan sebagai bahan baku pakan ternak. Hal ini diperlukan mengingat keterbatasan sumber bahan baku pakan konvensional, serta tingkat kompetisi dengan kebutuhan pangan manusia, sehingga mulai sulit didapatkan di lapangan. Kesulitan dalam memperoleh bahan baku pakan disebut sudah tidak sesuai lagi dengan persyaratan suatu bahan dijadikan sebagai bahan pakan ternak.

“Bahan pakan ternak itu harus mudah didapat, artinya tersedia disepanjang masa pemeliharaan ternak,” ujar Ketua Asosiasi Ahli Nutrisi Indonesia (AINI), Prof Ir Nahrowi. Menurutnya, bahwa kegiatan untuk mengeksplorasi bahan-bahan yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan baku pakan ternak ke depannya sangat diperlukan, agar didapatkan sumber daya bahan pakan baru untuk ternak.

Diantara bahan baku pakan yang mulai dilirik untuk dijadikan sebagai bahan pakan ternak adalah Bungkil Inti Sawit (BIS) yang dari waktu ke waktu terus dikaji akan nilai guna dan nilai ekonomisnya sebagai bahan baku pakan ternak. “BIS sangat menarik dikaji karena banyak hal yang dapat dijumpai di bahan pakan tersebut, bahkan industri pun sudah mulai melirik dan memaksimalkan pemanfaatan BIS sebagai sumber protein lokal untuk ternak,” kata Prof Nahrowi.

Ia menyebut, BIS sangat layak dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein nabati masa depan. Hal ini mengingat kandungan protein BIS sekitar 15% dan energi kasar sekitar 4.230 Kkal/kg (Ketaren, 1986), dianggap dapat memenuhi kebutuhan protein ruminansia. Tidak hanya BIS, bagian dari produk samping kelapa sawit yang juga potensial dijadikan sebagai bahan pakan masa depan adalah serat perasan buah, tandan buah kosong (tangkos), solid dan pelepah daun sawit yang dapat diolah menjadi konsentrat hijau atau green consentrate.

Tidak hanya sawit, sumber daya bahan pakan lainnya yang juga potensial dikaji untuk bahan pakan masa depan adalah aren, jambu mete, ampas sagu, ampas kecap, ampas tahu, produk samping pengolahan ubi kayu, produk samping pengolahan udang, kakao pod, batang pisang, daun rami, maggot dan lainnya.

Menurut Dr Roni Ridwan, aren dan jambu mete, dua bahan pakan ini perlu dieksplorasi secara totalitas, barangkali ada bagian yang masih dapat dimanfaatkan. “Persyaratannya hanya dikandungan nutriennya, lalu disukai atau tidak, dan yang terpenting adalah tidak toksik bagi ternak yang mengonsumsinya, jika terpenuhi maka layak dijadikan sebagai bahan pakan,” kata Dr Roni, peneliti bidang pakan ternak dan mikrobiologi LIPI Cibinong.

Maggot, Pakan Ternak Masa Depan
Maggot (Hermetia illucens) atau Black Soldier Fly (BSF) atau belatung mulai dikaji penggunaannya sebagai alternatif pakan sumber protein bagi ternak. Protein yang bersumber dari BSF lebih ekonomis, bersifat ramah lingkungan dan mempunyai peran penting secara alamiah. Maggot dilaporkan memiliki efisiensi dalam mengonversi pakan yang sangat baik dan dapat dipelihara, serta diproduksi secara massal.

Menurut Prof Nahrowi, maggot dapat dijadikan sebagai bahan baku pakan, khususnya untuk pakan unggas masa depan, mengingat banyak hal yang dapat dieksplorasi dari maggot, sehingga layak dijadikan sebagai bahan pakan ternak. “Kita bisa ambil protein, lemak, kitin dan peptide, serta zat lain yang masih terus dikaji dari maggot ini,” kata dia.

Prof Nahrowi juga menyebut, bahwa dari masing-masing kandungan maggot dapat dimanfaatkan semuanya, baik untuk industri pakan ternak maupun untuk yang lainnya. Saat ini, kata dia, industri membutuhkan kitin yang dulunya diproduksi dengan memanfaatkan produk samping perikanan, seperti kulit udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin 65-70%. Sumber bahan baku kitosan lainnya adalah kalajengking, jamur, cumi, gurita, laba-laba, ulat sutera insekta dengan kandungan kitin 5-45%. Maggot merupakan salah satu insekta yang dapat diambil kitinnya.

Kitin merupakan jenis polisakarida terbanyak kedua di bumi setelah selulosa. Senyawa ini dapat ditemukan pada eksoskeleton-invertebrata dan beberapa fungi pada dinding selnya. Selanjutnya, senyawa-senyawa polimer alam turunan kitin disebut kitosan. Kitosan adalah suatu polisakarida berbentuk linier yang terdiri atas monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) dan D-glukosamin (GlcN). Kitosan memiliki bentuk yang unik dan memiliki manfaat yang banyak bagi pangan, agrikultur dan medis (Shahidi et al. 1999 dan Campbell et al. 2002).

Di samping kitin, lemak maggot juga dapat dimanfaatkan, selain untuk kebutuhan ternak, lemak maggot juga dilirik oleh industri untuk memproduksi sabun. Hal yang sama untuk protein maggot yang dapat dimanfaatkan untuk ternak dan kebutuhan industri terkait lainnya. Sementara itu, peptide maggot diduga mampu menggantikan peran Antibiotic Growth Promoter (AGP). Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilaporkan Spranghers et al. (2018), yakni pemanfaatan tepung maggot utuh sebagai Antibiacterial Peptides (ABPs) mampu memperbaiki konversi pakan dan morfologi saluran pencernaan dengan tingginya pembentukan villi usus halus pada ternak babi.

Pemeliharaan maggot untuk sumber daya pakan ternak masa depan disebut mampu mengurangi limbah organik yang dapat mencemari lingkungan. Namun di samping itu, banyak kajian yang menyebutkan bahwa sumber protein berbasis maggot dan insekta lainnya, untuk saat ini tidak berkompetisi dengan pangan manusia, sehingga sangat sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, terutama unggas yang membutuhkan nutrien tinggi untuk memproduksi daging dan telurnya.

Harapannya, upaya eksplorasi tersebut menghasilkan sesuatu, dikaji dengan intens, baik secara in vitro maupun in vivo, bahan-bahan pakan hasil eksplorasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak, ke depannya dapat mengurangi keterbatasan importasi bahan pakan ternak, sehingga dapat menghemat pembelanjaan negara untuk kebutuhan ternak pada umumnya, dan warga negarapun dapat tersejahterahkan. (Sadarman)

Kabupaten Banjar Tetap Waspadai Penyakit Brucellosis pada Sapi

Vaksinasi sapi sebagai upaya cegah brucellosis (Foto: dinaspeternakanjombang.com)

Satu jenis penyakit berbahaya yang kerap menyerang sapi betina yaitu brucellosis atau keguguran yang menular. Hal ini disampaikan Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Banjar, Dondit Bekti Agustiono , Rabu (31/10/2018).

"Kita patut bersyukur karena penyakit brucellosis tidak pernah terjadi lagi di Kabupaten Banjar. Sapi di daerah ini aman," kata Dondit.

Kendati demikian, tambah Dondit, peternak sapi di daerah Banjar tetap harus selalu waspada. Upaya menghindarkan sapi dari penyakit tersebut antara lain selalu menjaga kebersihan kandang, serta memberi hijauan atau asupan pakan yang sehat.

Penyakit brucellosis disebabkan oleh bakteri bricella abortus dan virus Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Epizootic Bovine Abortion (EBA), dan Bovine Viral Diarrhea (BVD). Juga disebabkan oleh jamur aspergillus spp serta protozoa trichomoniasis.

Ketika sapi betina yang bunting terkena penyakit tersebut, presentase melahirkan anakan sangat kecil. Bahkan jika tidak mendapat penanganan atau pengobatan secara intensif, penyakit itu akan terus berlangsung sehingga indukan sapi sulit memiliki keturunan. (Sumber: banjarmasin.tribunnews.com)


Mengenal Gen Bovine Prion Protein (bPRNP) Sebagai Penyebab Penyakit Sapi Gila (Mad Cow) Secara Genetik

Ilustrasi ternak sapi. (Sumber: freestocks.org via Pexels)

Penyakit sapi gila (mad cow) pertama kali dilaporkan pada tahun 1985 pada sapi perah di Inggris. Data dari Centers for Desease Control and Prevention (Amerika) melaporkan bahwa pada 2017 kemarin masih terdapat 50 kasus mad cow di negara bagian Alabama. Di Indonesia, penyakit sapi gila masih dinyatakan bebas hingga saat ini. Penyakit sapi gila dapat menyebabkan kematian pada ternak dan dapat menular ke manusia (zoonosis).

Tanda-tanda sapi yang terkena penyakit sapi gila antara lain: 1) Sapi sering melakukan gerakan-gerakan aneh, terkadang agresif. 2) Produksi susu menurun drastis. 3) Sapi mengalami kelumpuhan (ambruk). 4) Sapi mengeluarkan saliva dan berbusa (hipersalivasi). 5) Sapi mengalami gangguan keseimbangan dan kadang mengalami kekejangan (tremor).

Sindrom ini disebabkan karena kelainan protein prion (proteinaceous infectious particles). Protein prion yang normal umumnya memiliki bentuk α-helix dengan simbol PrPC. Namun, protein PrPC juga dapat membentuk serat-serat helix (amiloid) atau β-sheet dengan simbol PrPSc seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur protein prion pada sapi (Sumber: Prusiner, 2004)

Protein PrPSc memiliki sifat tahan terhadap enzim proteinase K, yaitu suatu enzim yang dapat mendegradasi protein. Di dalam tubuh mamalia, protein PrPSc akan terakumulasi (mengendap) di dalam lisosom sel otak. Lisosom yang terakumulasi protein PrPSc akan pecah dan menyebabkan kematian sel otak. Sel-sel otak yang telah mati menyebabkan lubang-lubang (vakuola) pada jaringan.

Penyakit sapi gila atau dalam bahasa medis disebut Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) merupakan salah satu kelompok penyakit Transmissible Spongiform Encepahlopathy (TSE) yaitu penyakit-penyakit yang disebabkan oleh prion. Contoh lain dari TSE diantaranya, Chronic Wasting Disease (CWD) pada rusa, scrapie pada domba/kambing, Feline Spongiform Encepahlopathy (FSE) pada kucing, Transmissible Mink Encephalopathy (mink) dan Exotic Myalate Encephalopathy pada kuda. Manusia yang tertular BSE mengakibatkan penyakit new variant Creutzfeldt Jacob Disease (nvCJD).

Perubahan patologi anatomi pada pemeriksaan post mortem sapi yang terkena BSE tidak terlihat secara spesifik. Pada pemeriksaan histopatologi terdapat perubahan khas penyakit BSE, yaitu degenerasi neuron berupa lesi spongious (Gambar 2) dan vakuola neuron perikaria (Jeffrey dan Gonzales, 2004), biasanya berbentuk bilateral dan simetris pada substansi abu-abu sistem saraf pusat (grey matter) (Barbuceanu et al. 2015). Perubahan histopatologis lain adalah akumulasi amiloid pada otak (cerebral amyloidosis) yang dikelilingi vakuola. Pada sekeliling akumulasi amiloid itu, prion ditemukan dalam jumlah banyak yang dapat dilihat dengan pewarnaan immunohistokimia (CPSFH 2016). Prion tidak hanya ditemukan di SSP, tetapi juga ditemukan di medulla spinalis, Gut-Associated Lymphoid Tissue (GALT) dengan sasaran infeksi macrophages and Follicular Dendritic Cells (FDC), serta teridentifikasi pada sistem saraf enterik (Hoffman et al. 2011).

Gambar 2. Jaringan otak pada sapi yang terkena penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) ditandai dengan adanya bintik/lubang hitam yang tersebar di jaringan otak. (Sumber: pictures.doccheck.com)

Penyakit BSE dapat disebabkan karena pemberian protein dalam pakan menggunakan bahan baku hewani seperti... ***

Oleh:
Widya Pintaka Bayu Putra, M.Sc
Drh Mukh Fajar Nasrulloh
Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi November 2018.

Belgian Blue Ramaikan Kontes Ternak dan Panen Pedet Terbesar di 2018

Mentan dan Dirjen PKH meninjau lokasi Kontes Ternak dan Panen Pedet.

Sapi unggul berbobot raksasa, Belgian Blue menjadi salah satu sapi yang meramaikan Kontes Ternak dan Panen Pedet yang digelar di Sidoarjo pada 26-28 Oktober 2018.

“Saya senang sekali melihat perkembangan sapi-sapi Belgian Blue ini, tolong dijaga baik-baik kesehatannya,” ucap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat meninjau langsung lokasi pameran.

Sejak dihadirkannya Belgian Blue di Indonesia, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita menyampaikan bahwa sampai tanggal 26 Oktober 2018, telah ada 80 ekor kelahiran sapi Belgian Blue yang berhasil dikembangbiakkan baik dari hasil Transfer Embrio (TE) maupun Inseminasi Buatan (IB).

Ketut berharap jumlah ini akan terus bertambah, dan akan lahir keturunan-keturunan Belgian Blue yang lebih banyak lagi di tahun depan. Kementan menargetkan kelahiran 1.000 pedet Belgian Blue di tahun 2019, baik melalui IB maupun TE.

"Hingga saat ini, sapi yang dilaporkan bunting dari hasil transfer embrio saat ini sudah ada 126 ekor, sedangkan sapi yang bunting dari hasil inseminasi buatan saat ini sebanyak 150 ekor," ungkap I Ketut.

Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen PKH Sugiono menyatakan berdasarkan informasi dari masing-masing Unit Pelaksana Teknis (UPT) bahwa mulai Oktober, November dan Desember 2018 merupakan bulan-bulan yang dinanti untuk kelahiran pedet-pedet Belgian Blue. (NDV)

HATN Jakarta: Konsumsi Ayam dan Telur Perlu Ditingkatkan

Simbolis makan telur bersama. (Foto: Infovet/Ridwan)

Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) dan World Egg Day (WED) 2018, sukses terselenggara di Jakarta, mengambil tempat di Taman Tanjung, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (28/10).


Senam jantung sehat mengawali acara HATN di Jakarta. (Foto: Infovet/Ridwan)

Acara yang didukung oleh Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Food and Agriculture Organization (FAO) Indonesia dan segenap perusahaan bidang perunggasan ini dilaksanakan setelah puncak HATN yang dipusatkan di Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (20/10).


Lomba menggambar dan mewarnai. (Foto: Infovet/Ridwan)

HATN di Jakarta dibuka dengan kegiatan senam jantung sehat bersama ibu-ibu PKK, serta lomba menggambar dan mewarnai khusus siswa/siswi Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) dari wilayah Jatipadang, Pasar Minggu.


Pengunjung bazaar telur murah di HATN Jakarta. (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam sambutannya, Ketua Panitia HATN, yang juga Pimred Infovet, Bambang Suharno, mengungkapkan, kegiatan HATN dan WED selalu diperingati tiap tahun di berbagai daerah.

“Acara ini diselenggarakan mengingat konsumsi ayam dan telur masih rendah bila dibandingkan dengan konsumsi rokok di Indonesia. Dengan adanya kegiatan seperti ini harus diperbanyak lagi konsumsi protein hewani,” ujar Bambang dihadapan peserta.

Pemberian hadiah bagi pemenang lomba mini blog ayam dan telur. (Foto: Infovet/Ridwan)

Senada dengan hal itu, Dewan Penasehat ASOHI, Rakhmat Nuriyanto, menyebut bahwa konsumsi ayam dan telur sangat bermanfaat khususnya untuk kecerdasan bangsa. “Karena itu konsumsinya perlu ditingkatkan,” katanya.


Peserta memadati posko pemeriksaan kesehatan/pengobatan gratis. (Foto: Infovet/Ridwan)

Pada kesempatan itu, hadir pula perwakilan dari FAO Indonesia, Alfred Kompudu dan Ketua Bidang Usaha dan Promosi Pinsar Indonesia, Ricky Bangsaratoe. Acara juga dimeriahkan dengan adanya bazaar telur murah, santunan anak yatim dan Bakti Sosial pemeriksaan kesehatan/pengobatan gratis bagi masyarakat, serta pemberian hadiah bagi pemenang lomba mini blog ayam dan telur.
(RBS)

Kontes Ternak di Sidoarjo Pamerkan Sapi Berbobot Ekstrim


\

Mentan membuka acara Kontes Ternak dan Panen Pedet 2018 di Sidoarjo (Foto: Infovet)
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman membuka Kontes Ternak dan Panen Pedet di Pasar Induk Puspa Agro, Sidoarjo, Minggu (28/10/2018). Sebanyak 2.500 ekor lebih sapi hasil program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus SIWAB) dipamerkan dalam acara ini.
Pada kontes ternak, peternak dari seluruh Indonesia hadir memamerkan pedet dan sapi kebanggan mereka. Sapi jantan ekstrim hasil inseminasi buatan menarik minat pengunjung karena bobotnya mencapai 1 ton lebih.

Selain itu juga ditampilkan sapi jenis Belgian Blue hasil Tranfer Embrio yang memiliki perototan besar, beratnya bisa mencapai diatas 1,2 – 1,6 ton. Belgian Blue bukan sapi biasa, pertambahan bobot badannya tinggi sekali, per hari bisa mencapai 1,2 - 1,6 kg.

Salah satu sapi ekstrim pemenang lomba Kontes Ternak Hasil Inseminasi Buatan 2018 mendapat perhatian Mentan Amran, karena bobotnya lebih dari 1 ton dan harganya mencapai 200 juta.

Salah satu sapi berbobot lebih dari 1 ton mencuri perhatian Mentan.

Dalam acara kontes ternak ini, Mentan memberikan apresiasi kinerja terhadap peternak teladan, petugas Inseminator, Petugas Pemeriksa Kebuntingan (PKb), dan Dokter Hewan berprestasi, serta Pelayanan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Upsus SIWAB.

"Kami bangga pada peternak Indonesia yang bersemangat mengembangkan sapi nasional, sehingga populasinya meningkat, lebih berkualitas, dan mensejahterakan peternak. Ke depan, peternak Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan dunia sesuai visi lumbung pangan dunia 2045," kata Amran.

Sejak pelaksanaan Upsus SIWAB tahun 2017 hingga saat ini Oktober 2018, telah lahir 2.325.977 ekor dari indukan sapi milik peternak. Dalam 6 bulan kedepan, diprediksi akan bertambah lagi dan akan mencapai kurang lebih 3,5 juta ekor lebih.

"Dalam pelaksanaannya, Kementan memberikan gratis semen beku beserta alat dan sarana prasarana, serta biaya operasional kepada peternak. Selain itu juga diberikan pelayanan gratis dalam penanganan sapi betina yang mengalami gangguan reproduksi," terang Amran.

Provinsi Jawa Timur, sebagaimana disampaikan Menteri Amran, mendapat apresiasi dari Presiden Joko Widodo terkait pertambahan populasi sapi yang jauh diatas rata-rata nasional.

"Kelahiran sapi hasil Upsus SIWAB untuk Provinsi Jawa Timur mencapai 1,3 juta ekor dalam setahun. Kalau ada 5 provinsi seperti Jawa Timur, selesai persoalan kebutuhan daging sapi Indonesia," tutup Amran yang sempat memberikan penghargaan kepada Gubernur Jawa Timur Soekarwo atas kepeduliannya terhadap peternakan dan kesehatan hewan. (NDV)

Ulang Tahun ke-39, ASOHI CEO Forum Digelar

Pemukulan gong oleh Kasubdit POH (Foto: Nunung)

Pentas tari daerah mengawali acara Asosiasi Obat Hewan (ASOHI) CEO Forum, Kamis (25/10/2018) di Hotel Aston Priority Simatupang, Jakarta. ASOHI CEO Forum diadakan sekaligus dalam rangka merayakan ulang tahun ASOHI ke-39.

Peran ASOHI untuk mewujudkan usaha obat hewan di Indonesia yang tangguh, mandiri, dan bertanggung-jawab, melatarbelakangi dicetuskannya acara CEO Forum ini. Para pimpinan pemangku kepentingan industri obat hewan berkesempatan berdiskusi langsung dengan pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Foto bersama pengurus ASOHI

Hadir sebagai undangan, Kasubdit Pengawasan Obat Hewan (POH) Drh Ni Made Ria Isriyanti PhD mewakili Dirjen PKH yang berhalangan hadir. ASOHI menghadirkan narasumber tamu yaitu Dr Ir Arif Darjanto MEc yang dikenal sebagai Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB. 

Salah satu pendiri ASOHI sekaligus Dewan Penasehat ASOHI, Dr Drh Sofjan Sudardjat MS juga hadir sebagai narasumber.

“Kami sebelumnya mengumpulkan banyak ide kegiatan untuk memperingati hari jadi  ASOHI ke-39.  Akhirnya kepanitiaan dibentuk untuk mengadakan CEO Forum ini, dimana sebagai platform komunikasi tatap muka, networking dan silaturahmi antara pimpinan-pimpinan perusahaan dengan stakeholder peternakan dan pembuat kebijakan tentunya,” ungkap Ketua Panitia, Drh Harris Priyadi dalam sambutannya.   

Foto bersama peserta forum

Harris menambahkan, CEO Forum dapat menjadi ajang untuk menentukan desain arah dalam memajukan industri obat hewan Indonesia, serta menyatukan visi dan misi dalam menyongsong tantangan industri obat hewan ke depan. (NDV)

Tantangan Self-mixing Farms Berkaitan dengan Pakan Terapi

Tidak mungkin membuat pakan terapi dengan alat timbangan seperti di dalam gambar di atas. (Sumber: Istimewa)

Oleh: Prof Budi Tangendjaja

Keputusan pemerintah untuk melarang penggunaan Antibiotik Pemacu Pertumbuhan atau AGP (Antibiotic Growth Promoter) pada awal tahun (Permentan No. 14, 2017) dan dilanjutkan dengan pemberian ijin untuk membuat Pakan Terapi (Medicated Feed) (Petunjuk Teknis Ditjen PKH, 10 September 2018) memerlukan perhatian lebih lanjut pada peternak yang mencampur pakan sendiri (self-mixing).

Petunjuk teknis pakan terapi memberi peluang kepada peternak self-mixing untuk menambahkan obat yang diperlukan untuk memperbaiki kesehatan hewan yang dipeliharanya. Sebelum peraturan di keluarkan, peternak self-mixing sudah melakukan pencampuran imbuhan pakan ke dalam ransum yang dibuat.

Sering kali pencampuran imbuhan pakan seperti AGP, obat, enzim, toxin binder dan sebagainya dilakukan sendiri oleh peternak tanpa pengawasan dari ahlinya. Dengan diberlakukan Permentan dan petunjuk teknis Ditjen PKH, maka saatnya peternak self-mixing untuk membenahi sistem dan prosedur dalam menggunakan imbuhan pakan, terutama antibiotik, untuk membuat pakan terapi agar memperoleh hasil yang optimal tanpa menyalahi peraturan yang berlaku.

Pemakaian Obat dalam Pakan
Sudah umum dilakukan baik oleh pabrik pakan maupun peternak self-mixing untuk menambahkan imbuhan pakan dalam rangka meningkatkan daya guna pakan dan memperbaiki kesehatan ternak. Berbagai imbuhan pakan seperti anti jamur, toxin binder, enzim dimasukkan ke dalam pakan dan juga obat-obatan baik untuk mencegah timbulnya penyakit seperti anti-koksi maupun antibiotika yang dipakai untuk mencegah penyakit pencernaan seperti Necrotic Enteritis. Obat-obatan umumnya ditambahkan dalam jumlah kecil (<0,5 kg per ton) sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh pabrik yang menghasilkan obat-obatan tersebut.

Anti-koksi umumnya dimasukkan dalam ransum broiler dan juga ransum ayam dara muda untuk mencegah terjadinya penyakit koksi, tetapi ketika terjadi wabah koksi, dapat juga menambahkan obat koksi ke dalam pakan. Berbagai obat koksi yang dijual di pasaran adalah monensin, salinomisin, maduramisin, lasalosid dan juga bahan kimia seperti diclazuril, zoalene, narasin dan sebagainya. Jumlah yang dipakai umumnya kurang dari 0,5 kg per ton. Untuk antibiotik sebagai bahan pengendali penyakit pencernaan terutama Necrotic Eneritis dan Colibacilosis, maka beberapa antibiotik disarankan untuk digunakan seperti virginiamisin, basitrasin, flavomisin, bambarmisin, avilamisin, enramisin dan sebagainya. Dengan pelarangan penggunaan antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan, maka antibiotika jenis ini hanya boleh digunakan sebagai terapi. Jumlah pemakaiannya kebanyakan kurang dari 1 kg, kecuali ada penjual yang mengencerkan bahan aktifnya sehingga jumlah yang dimasukkan dalam pakan >1 kg.

Kemampuan Teknis Produksi Pakan
Penambahan obat-obatan dalam jumlah kecil dalam ransum bukan menjadi masalah pada pabrik pakan besar, karena mereka mempunyai mixer yang mampu mengaduk bahan jumlah kecil secara merata. Mereka umumnya menggunakan mixer horizontal dan dibuktikan dengan uji homogenitas bahwa mixer yang digunakan mampu menghasilkan koefisien variasi <10% bahkan sampai <5%. Masalah akan timbul ketika pakan diproduksi oleh self-mixing farm. Kemampuan mixer yang digunakan untuk mengaduk bahan dalam jumlah kecil (<0.5 kg per ton) masih dipertanyakan.

Kebanyakan peternak menggunakan mixer vertical yang dipakai untuk mencampur konsentrat, jagung giling dan dedak padi dengan proporsi 35, 45-50 dan 15-20%. Cara kerja mixer vertical sangat berbeda dengan mixer horizontal, sehingga kemampuan untuk mencampur bahan dalam jumlah kecil diragukan. Meskipun beberapa peternak mencoba membuat premik (pre-mixing), yaitu campuran imbuhan pakan dalam jumlah kecil menjadi campuran yang lebih besar (misalnya 50 kg per ton), untuk kemudian dimasukkan dalam mixer utama. Tetapi kemampuan mengaduk secara merata dari vertical mixer yang berkapasitas 1-2 ton jarang diuji, sehingga tidak diketahui apakah ransum yang dibuat sudah homogen. 

Pengujian Mixer
Setiap mixer harus diuji kemampuannya untuk mengaduk ransum secara homogen. Pengujian mixer umumnya dilakukan dengan menggunakan indikator dari bahan yang ada dalam pakan seperti kadar garam. Sebanyak 10 contoh ransum yang diambil secara acak dalam satu kali pengadukan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis kadar garamnya. Rataan kandungan garam dalam 10 contoh dan standar deviasinya digunakan untuk menghitung koefisen variasi yang dinyatakan dalam persen. Sebagai contoh, jika rataan kandungan garam dalam ransum sebesar 0.300% dengan standar deviasi 0.027%, maka koefisien variasi atau juga diistilahkan dengan homogenitas adalah 0.027/0.300 dikalikan 100%, sehingga nilainya adalah 9%. Sudah banyak dilaporkan bahwa mixer yang baik harus mempunyai nilai homogenitas <10%, bahkan mixer modern saat ini mempunyai kemampuan untuk mencapai nilai homogenitas sebesar <5%. Memang kadar garam yang umum digunakan sebagai indikator karena kandungan garam (penambahan garam) dalam ransum relatif kecil dan analisis kandungan garam mudah dilakukan.

Di samping garam, beberapa indikator juga digunakan seperti “micro tracers” yang partikel besinya berwarna, yang sengaja dimasukkan ke dalam pakan dan dihitung jumlah warnanya. Bagi peternak yang mencampur pakan sendiri dan juga bagi pabrik pakan, analisis kandungan obat yang dimasukkan dapat dipakai sebagai indikator apakah mixer yang digunakan mampu mengaduk secara merata (homogen). Analisis dapat dilakukan oleh produsen obat tersebut sebagai suatu servis bagi pelanggan.

Apabila setelah diuji, mixer tidak memenuhi persyaratan atau kemampuan untuk mengaduk belum secara merata, maka mixer harus diperbaiki sedemikian rupa sampai akhirnya mampu mengaduk secara homogen. Perbaikan mixer dapat dilakukan dengan mengatur jumlah putaran per menit (rpm) atau memeriksa apakah ribbon atau uliran dalam mixer berjalan sebagaimana mestinya. Atau mixer tidak dapat mengaduk secara homogen akibat kelebihan bahan yang akan diaduk atau melebihi kapasitasnya.

Apabila setelah dilakukan perbaikan ternyata mixer masih belum mampu mengaduk secara homogen, maka sebaiknya mixer tersebut tidak digunakan atau sebagai mixer cacat produksi ketika dibuat. Kemampuan dari mixer untuk mengaduk ransum juga dapat dilihat dari penampakan bagaimana ransum bergerak dalam mixer.

Sudah barang tentu, mixer harus mempunyai pintu atau tutup yang dapat dibuka untuk pemeriksaan. Banyak sekali peternak self-mixing yang tidak pernah mengecek mixer-nya dengan membuka tutupnya. Ketika dibuka, sering ditemukan gulungan tali plastik atau karung dalam as mixer atau screw atau penuh kotoran yang menempel pada ribbon atau screw. Sudah dibuktikan dalam penelitian bahwa mixer yang kotor, tidak mampu mengaduk pakan secara homogen.

Prof Budi Tangendjaja
Terbitnya peraturan pakan terapi (Medicated Feed), maka peternak self-mixing harus mulai memperhatikan mixer-nya dan mengujinya.

Resiko Kesalahan Membuat Pakan Terapi
Pemasukan obat-obatan termasuk antibiotika dan/atau anti-koksi ke dalam ransum dapat memberikan pengaruh negatif jika mixer yang digunakan tidak baik. Apabila obat yang dimasukkan tidak merata maka ransum yang mengandung obat dalam jumlah yang tidak cukup akan kurang atau tidak bermanfaat bagi ternaknya. Sebaliknya, jika ada bagian ransum yang kelebihan obat, maka ternak dapat keracunan atau memberikan efek negatif.

Dalam membuat ransum terapi, perlu juga diperhatikan akan terjadinya “carry over”, artinya adanya residu obat pada pakan berikutnya yang dibuat. Kontaminasi obat dapat memberikan implikasi negatif, tidak hanya terhadap kesehatan ternak tetapi juga terjadinya residu pada hasil ternak yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap konsumen yang mengonsumsinya.

Perlunya GMP (Good Manufacturing Practice) atau CPPB
Permasalahan dalam membuat pakan sendiri oleh peternak self-mixing tidak hanya dalam kemampuan untuk mengaduk obat dengan baik dan benar, tetapi juga harus memperhatikan kondisi pabrik dan pekerjanya. Peternak harus memperhatikan obat-obatan yang digunakan, bagaimana menyimpannya, bagaimana pencatatan dalam pemakaian, bagaimana dengan pengetahuan pegawai yang menangani obat-obatan tersebut, bagaimana dengan kebersihan pabrik pakan, bagaimana dengan pencegahan masuknya pest, seperti tikus, serangga dan sebagainya. Semuanya ini merupakan hal penting untuk diperhatikan dan ini tercakup dalam patokan GMP. Kelihatannya peternak self-mixing perlu dibina agar dapat menerapkan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Pakan yang Baik (CPPB), bahkan jika memungkinkan semua fasilitas pembuatan pakan harus tersertifikasi GMP.

Hal penting (focal point) dalam GMP adalah untuk keamanan pemakaian obat-obatan dan imbuhan pakan, pencemaran bahan yang tidak dikehendaki (misalnya pestisida) dan kebersihan (hygiene) dan keamaman. Prinsip dalam GMP mencakup bangunan/lokasi, bahan pakan, proses produksi, pengirimam, quality control, dokumentasi dan pembinaan manusianya. Hal ini tidak akan diuraikan dalam tulisan ini.

Saran Kebijakan
• Pemerintah
Sebagai kelanjutan dari peraturan dan petunjuk pelaksanaan mengenai pakan terapi, pemerintah sebaiknya melakukan pembinaan terhadap peternak self-mixing agar mereka mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam membuat pakan terapi. Apabila pembinaan telah dilakukan ke seluruh peternak self-mixing, maka pemerintah dapat mulai melakukan pengawasan dengan melakukan audit mengenai pembuatan pakan yang baik. Hal ini dapat dilakukan setahun sekali. Akan tetapi untuk pengawasan pakan terapi, pemerintah dapat secara berkala mengambil contoh pakan terapi dan menganalisis kandungan obat-obatan yang digunakan. Apabila ditemukan hasil analisis yang tidak sesuai, pemerintah dapat membantu peternak tersebut untuk memperbaikinya sebelum memberikan hukuman.

Sudah barang tentu untuk menganalisis kandungan obat pakan terapi, pemerintah harus menyediakan laboratorium yang mampu menganalisisnya. Kerjasama dengan perusahaan yang memproduksi obat hewan dapat dilakukan, sehingga hasil analisis dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi ketepatan dan ketelitian.

• Peternak
Peternak yang membuat pakan terapi (juga pabrik pakan) harus terus-menerus mengikuti pelatihan atau seminar yang dapat meningkatkan pengetahuan mereka, sehingga mereka dapat melakukan pembuatan pakan terapi secara baik dan benar. Peternak juga harus memperhatikan kemungkinan terjadinya residu dalam telur atau daging yang mereka hasilkan. Perlu diingat bahwa Indonesia tidak menghendaki anak-anak mengonsumsi produk ternak yang tercemar dengan obat-obatan.

Peternak harus mampu menerapkan prinsip-prinsip cara pembuatan pakan yang baik. Jikalau perlu, mereka semua harus mendapatkan sertifikat GMP atau bisa berkembang menjadi HACCP.

• Perusahaan Obat
Perusahaan obat dan juga distributornya harus ikut serta membantu peternak self-mixing agar mampu membuat pakan terapi dengan benar. Distributor obat tidak cukup hanya menjual barang kepada peternak, tetapi juga membantu bagaimana menggunakan obat secara tepat dan benar. Perusahaan obat memberikan servis untuk menganalisis apakah obat yang dimasukkan dalam ransum telah dikerjakan dengan benar.

Ketiganya, baik pemerintah, peternak dan perusahaan obat harus bekerjasama dalam menghasilkan produk unggas yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) dan mampu menyediakan protein hewani yang mampu dijangkau oleh masyarakat. ***

100 Ribu Butir Telur Asin Indonesia Diborong Singapura

Telur asin UD Surya Abadi yang sudah siap ekspor ke Singapura. (Foto: Istimewa)

Sebanyak 17 ribu butir (2 ton) telur asin Indonesia dikirim ke Singapura dengan nilai ekspor mencapai Rp 45 juta. Telur asin Indonesia menjadi komoditas perdagangan yang diminati masyarakat di “Kota Singa” tersebut.

Berdasarkan kontrak antara pihak peternak Indonesia dan pengusaha Singapura, pengiriman tersebut akan terus berlanjut hingga mencapai 100 ribu butir, dengan total nilai ekspor mencapai Rp 270 juta.

“Kami akan mengawal perdagangan ini, sehingga hubungan baik kedua pihak terjaga. Peternak dapat memenuhi permintaan dan pembeli dapat menjaga kepercayaan peternak kami,” ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Kementerian Pertanian (Kementan), Fini Murfiani, dalam keterangan persnya.

Tak hanya Singapura, Kementan juga akan menjajaki pasar telur asin di Hongkong dan Brunei Darussalam. Saat ini sudah ada komunikasi antara pihak UD Surya Abadi selaku peternak dan pemasok telur asin dengan kedua negara tersebut. Pihaknya meyakini Hongkong dan Brunei akan mencoba dan menguji kualitas telur asin Indonesia. Sangat mungkin mereka juga akan memborong komoditas peternakan itu.

Fini mengungkapkan, ke depan permintaan telur asin akan terus meningkat seiring. Peluang ini tidak akan disia-siakan, mengingat potensi produksi telur itik berdasarkan angka statistik peternakan 2017 mencapai 308.550 ribu ton. “Kami ingin peternak mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Ekspor ke Singapura adalah contoh nyata,” ujar Fini.

Peternak itik UD Surya Abadi Karawang, Jawa Barat, Rully Lesmana, mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memfasilitasi jalur ekspor. Hal tersebut telah membuatnya mendapatkan nilai tambah dari hasil peternakannya. Pengiriman ke Singapura bukanlah yang pertama, pihaknya sudah pernah mengekspor produk yang sama sejak 2012, tapi sempat terhenti karena keterbatasan bahan baku dan perubahan regulasi di negara tujuan.

UD Surya Abadi pun telah mengantongi sertifikat NKV (Nomor kontrol Veteriner) level 2 sejak 2010. Nomor tersebut menandakan produk peternakannya layak ekspor. Sertifikat NKV menjadi jaminan keamanan pangan kepada pembeli di negara tujuan.

Produknya juga diberi kode produksi 009-027. Angka 009 merupakan kode farm-nya dan 027 kode petugas candling. Kode telusur tersebut cukup membantu. “Jadi kalau ada masalah kita bisa lihat masalahnya di mana dan segera cari solusinya,” jelas Rully.

Untuk produksi telur asinya, Rully mendapatkan pasokan telur bebek dari berbagai daerah. “Total pemasok ada 30 peternak, tapi diprioritaskan peternak asal Karawang, kalau kekurangan baru menerima pasokan dari luar,” pungkasnya. (RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer