-->

MEMBUAT PENCERNAAN BEKERJA OPTIMAL

Hindari ayam dari kondisi stres. (Sumber: Poultryworld.net)

Agar nutrisi yang terkandung di dalam pakan dapat diserap sempurna, dibutuhkan sistem pencernaan yang bekerja optimal. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilaip pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi.

Dalam aspek pemeliharaan ayam banyak sekali tantangan yang dihadapi peternak di masa kini. Masalah pada saluran pencernaan kerap terjadi, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius, atau bahkan kombinasi keduanya.

Seperti yang pernah dialami oleh Supendi Agustiyanto, peternak broiler kemitraan asal Rumpin Kabupaten Bogor. Ketika kebijakan pakan non-AGP mulai diberlakukan dirinya merasa performa ayam di kandangnya menurun cukup drastis. Hal ini semakin rumit karena juga diperparah dengan cuaca ekstrem, sangat panas di siang hari dan dingin di malam hari.

“Awalnya ayam cuma diare, terus saya kasih obat antidiare, namun bukannya sembuh malah diare berdarah gitu. Kemudian saya langsung telepon TS obat untuk konsultasi dan ternyata ayam saya kena koksi,” tutur Supendi.

Saat itu ayamnya sudah berusia 25-an hari, walaupun bobot badan masih di bawah standar, Supendi langsung melakukan panen dini ketimbang merugi lebih dalam dan melakukan pembenahan, utamanya dalam manajemen pemeliharaan.

Membenahi Manajemen
Disampaikan oleh Nutrisionis CV Kawa Jaya Sakti, William Widjaya, bahwa pemikiran peternak harus diubah di zaman sekarang, utamanya soal pakan. Dengan kondisi seperti saat ini, banyak perusahaan pakan mencari alternatif pengganti AGP untuk membantu peternak dalam menjaga performa ayam di kandang.

“Mereka masih menganggap pakan merek A, B, dan lain sebagainya sudah enggak sebagus dulu. Padahal tiap formula berbeda, tinggal bagaimana peternaknya,” kata dia.

Lebih lanjut disampaikan, saat ini AGP sudah dilarang penggunannya, berarti peternak harus mengupayakan peningkatan dari segi pemeliharaan, misal dengan menggunakan kandang sistem semi tertutup atau full tertutup (closed house).

Hal senada juga disampailan oleh Drh Agustin Polana, seorang praktisi perunggasan. “Pemerintah sudah mengesahkan bahwa AGP tidak boleh, sekarang ayo kita benahi yang lain. Pakan bukan satu-satunya yang memengaruhi performa saluran pencernaan, masih ada yang lainnya. Intinya, kita percayakan nutrisi pada yang ahli.”

Banyak Penyebabnya
Selain pakan, ada beberapa faktor lain yang wajib diperhatikan agar saluran pencernaan sehat dan bekerja secara optimal. Pertama, akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

URGENSI MENYEIMBANGKAN SALURAN PENCERNAAN

Ancaman umum penyakit infeksius pada saluran pencernaan ayam. (Sumber: Istimewa)

Saluran pencernaan adalah suatu sistem organ yang mendukung suatu kehidupan mahluk hidup, termasuk unggas. Selain fungsinya yang vital untuk menunjang kehidupan, saluran pencernaan bisa menjadi malapetaka bagi ternak bila kesehatannya tidak terjaga dengan baik.

Kegiatan makan dan minum tentu dilakukan oleh mahluk hidup termasuk ayam dalam rangka memperoleh nutrisi untuk menunjang keberlangsungan hidup. Selain menunjang kehidupan, saluran pencernaan juga berkaitan dengan performa dan produksi ayam.

Oleh karenanya, kondisi saluran pencernaan yang sehat dibutuhkan untuk dapat mencerna nutrisi yang ada dalam pakan. Jika saluran pencernaan ayam mengalami gangguan, maka hal ini akan berisiko pada kesehatan dan performa tubuh ayam. Perlu diketahui manajemen yang tepat dan solusi untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan demi mencapai performa optimal.

Fungsi Penting Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan merupakan organ yang berperan dalam menerima, mencerna, dan menyerap nutrisi dari pakan, serta mengeluarkan sisa ransum yang tidak terserap. Kesehatan saluran pencernaan yang baik akan memberikan dampak signifikan pada pemanfaatan nutrisi dalam pakan bagi tubuh ayam. Hal tersebut dijabarkan oleh Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi.

Ia menjelaskan, saluran pencernaan memiliki vili usus yang panjang dan berbentuk menyerupai jari-jari di seluruh bagian usus, yang berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan (nutrisi) yang menjulur dari dasar usus ke arah lumen usus tempat makanan akan dicerna dan diserap. Vili yang semakin panjang atau lebar akan meningkatkan area penyerapan nutrisi pada usus sehingga penyerapan nutrisi lebih optimal.

Saluran pencernaan ayam dimulai dari paruh dan terakhir di kloaka. Organ pada sistem pencernaan yaitu paruh, esofagus, tembolok, proventrikulus, ampela (gizzard), usus halus, usus buntu, usus besar, dan kloaka. Saluran pencernaan juga dilengkapi dengan beberapa organ aksesori seperti  hati, getah empedu, dan pankreas.

Selain itu, pada saluran pencernaan terdapat jaringan GALT (gut associated lymphoid tissue). GALT merupakan bagian dari jaringan limfoid yang berfungsi sebagai tempat respons kekebalan mukosa untuk menghasilkan antibodi dan menerima rangsangan respons imun mukosal. Jaringan limfoid tersebut tersebar dalam epitel, lamina propia, lempeng peyer’s patches, dan caeca tonsil.

Di dalam saluran usus hiduplah mikroflora, keseimbangan dari populasinya sangat penting untuk menjaga fungsi normal dari usus. Kesehatan usus bergantung pada keseimbangan antara kondisi ayam, mikroflora usus, lingkungan usus, dan komponen pakan. Jika ada gangguan, maka proses pencernaan dan penyerapan nutrisi tidak akan optimal dan terjadi malabsorpsi sehingga akan digunakan untuk pertumbuhan berlebih bagi populasi bakteri.

“Inilah mengapa salah satu aspek penting dalam menjaga kesehatan usus yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

MENJAGA KESEIMBANGAN SALURAN CERNA

Berbagai faktor terkait pakan dan agen penyakit dapat berdampak negatif pada keseimbangan mikroflora usus serta memengaruhi kesehatan dan produksi unggas. (Foto: Cobb)

Saluran pencernaan ayam memiliki saluran permukaan yang paling terbuka dan terus-menerus terpapar berbagai macam zat yang berpotensi membahayakan kesehatan saluran cerna. Saluran pencernaan bertindak sebagai penghalang selektif antara jaringan unggas dan lingkungan luminalnya. Penghalang ini terdiri dari komponen fisik, kimia, imunologi, dan mikrobiologi.

Berbagai faktor yang terkait dengan pakan dan agen penyakit menular dapat berdampak negatif pada keseimbangan mikroflora usus serta memengaruhi status kesehatan dan produksi unggas. Adanya aturan yang melarang penggunaan antibiotic growth promotor (AGP) kemungkinan akan mengubah profil mikroba lingkungan saluran pencernaan pada unggas komersial.

Mikroflora di dalam saluran pencernaan merupakan campuran bakteri, jamur, dan protozoa, namun bakteri merupakan mikroorganisme yang dominan (Gabriel et al., 2006). Mikroflora saluran cerna secara umum dapat dibagi menjadi kelompok yang berpotensi patogen atau non-patogen (menguntungkan). Beberapa organisme non-patogen mempunyai efek menguntungkan seperti produksi vitamin, stimulasi sistem kekebalan tubuh melalui mekanisme non-patogenik, dan penghambatan pertumbuhan kelompok mikroba berbahaya (Jeurissen et al., 2002).

Sementara itu, mikroba yang patogen membuat kerugian antara lain terlibat persaingan dengan mikroba non-patogen untuk mendapatkan nutrisi, stimulasi pergantian sel epitel secara cepat, sekresi senyawa beracun, dan induksi respons inflamasi yang berlangsung di saluran pencernaan karena spesies bakteri yang berbeda mempunyai preferensi substrat dan kebutuhan pertumbuhan yang berbeda. Komposisi kimia dari pencernaan sebagian besar menentukan komposisi komunitas mikroba dalam saluran pencernaan (Apajalahti et al., 2004).

Bahan baku pakan ayam yang mengandung berbagai jenis bahan baku seperti jagung, sorgum, barley, oat, atau rye mempunyai berbagai dampak terhadap perkembangan bakteri. Bahan baku berbahan dasar jagung dan sorgum meningkatkan jumlah Enterococcus, sedangkan pakan berbahan dasar barley meningkatkan jumlah Lactobacillus, kemudian untuk pakan berbahan dasar oat meningkatkan pertumbuhan Escherichia dan Lactococcus, serta bahan pakan berbahan dasar gandum meningkatkan jumlah Streptococcus pada ayam. (Apajalahti, 2004).

Seperti disebutkan di atas bahwa profil mikroba usus dapat dipengaruhi bentuk pakan dan perubahan komposisi bahan baku yang dapat mengubah komunitas mikroba. Komposisi bahan baku dan mikroflora serta interaksinya dapat memengaruhi perkembangan usus, permukaan mukosa, dan jumlah lendir usus.

Bahan pakan yang dimakan ayam dapat mengandung unsur hara, non-unsur hara, serta organisme bermanfaat dan berpotensi membahayakan. Saluran pencernaan harus secara selektif membiarkan nutrisi melewati dinding usus ke dalam tubuh sekaligus mencegah komponen makanan yang merusak melewati penghalang usus (Korver, 2006).

Meskipun terdapat berbagai macam senyawa antinutrisi yang terdapat dalam berbagai bahan pakan termasuk sereal, kelompok utamanya adalah polisakarida non-pati (NSP). Semua sereal yang digunakan dalam pakan unggas mengandung berbagai tingkat NSP seperti β-glucan dan arabinoxylans (Iji, 1999). Sifat umum dari berbagai NSP adalah tidak bisa tercerna enzim endogen dan kecenderungannya untuk menciptakan lingkungan kental di dalam lumen usus, yang mengakibatkan ekskresi kotoran yang lengket (Choct dan Annison, 1992a,b).

Viskositas usus yang tinggi terbukti menyebabkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom

MUSUH DALAM SELIMUT: MENGAPA CACINGAN BISA MENJADI ANCAMAN SERIUS?

Problem infeksi cacing berdampak terhadap penurunan pertumbuhan dan produksi telur. (Foto: Unsplash)

Problem cacing pada ayam bisa berdampak besar pada kesehatan dan produktivitas, terutama dalam sistem pemeliharaan cage free atau free range, dimana paparan terhadap telur dan larva cacing lebih tinggi.

Menurut S. Steenfeldt, S. Knorr and M. Hammershoj dari Aarhus University, Denmark, pada jurnal berjudul "Nutrition and Feeding Strategies in Extended Egg Production in Different Production System" mengatakan bahwa ayam petelur yang memiliki akses keluar ruangan dengan sistem pemeliharaan cage free atau free range memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi karena adanya tantangan penyakit di lapangan, peningkatan aktivitas fisik, dan variasi suhu. Studi ini menyoroti potensi untuk mengoptimalkan strategi pemberian pakan guna meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan hewan dalam produksi telur.

Beberapa jenis cacing yang sering menginfeksi ayam di antaranya Ascaridia galli atau cacing gilig yang menginfeksi melalui pakan atau lingkungan yang terkontaminasi telur cacing, kemudian Heterakis gallinarum atau cacing gilig di sekum dan Capillaria spp. atau cacing rambut yang menginfeksi melalui telur dan inang perantara seperti cacing tanah yang termakan oleh ayam, serta Raillitetina spp. atau cacing pita yang menginfeksi melalui inang perantara seperti semut dan serangga kecil.

Dampak Kesehatan dan Ekonomi
Problem infeksi cacing pada ayam kerap menyerang pada ayam petelur komersial dan ayam breeder. Problem infeksi cacing jarang dijumpai pada ayam broiler, hal ini dikarenakan siklus hidup broiler yang singkat antara 35-40 hari, sementara proses pendewasaan beberapa strain cacing seperti Ascaridia galli memerlukan waktu 28-30 hari hingga dapat menimbulkan efek pendarahan pada usus ayam.

Problem infeksi cacing berdampak terhadap... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

MENELISIK PROBLEM GASTROINTESTINAL: INFEKSI CACING RAILLIETINA SPP. (RAILLIETINOSIS)

Secara umum, kasus raillietinosis pada ayam modern dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan keseragaman bobot badan ayam, anemia, dan pemborosan pakan (FCR aktual lebih tinggi dari FCR standar). (Foto: Dok. Tony)

Oleh: Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Problem parasit cacing pada peternakan ayam modern ibarat musuh dalam selimut, terutama pada peternakan yang tidak menerapkan kontrol insekta dengan baik. Berlangsung secara senyap dan tidak mengakibatkan mortalitas ayam yang tinggi, namun dampak ekonominya tidak bisa dianggap enteng. Selain itu, infeksi cacing pita dari jenis Raillietina spp. (raillietinosis) ternyata dapat membawa efek domino yang sangat kompleks di lapangan. Tulisan singkat ini selain mengisahkan pengalaman penulis dalam menangani kasus infeksi Raillietina spp. di lapangan, juga disertai latar belakang pemahaman lebih lanjut via publikasi ilmiah yang adekuat.

Tentang Cacing Pita
Infeksi cacing pita pada ayam modern merupakan suatu penyakit endoparasit dengan salah satu agen penyebabnya dari genus raillietina, kelas cestoda, dan filum platyhelminthes. Cacing ini umumnya bersifat hermaprodit dengan bentuk tubuh pipih, memanjang seperti pita dan bersegmen, tidak memiliki rongga tubuh dan tidak punya saluran cerna (Lund et al., 2017).

Cacing pita jenis ini pada ayam biasanya mempunyai panjang berkisar 30-50 cm. Mempunyai sebuah kepala yang disebut skoleks (scolex) dan diikuti sebuah leher (neck). Bagian selanjutnya dari tubuhnya adalah strobila yang mengandung sejumlah segmen (proglotit) yang berkembang memanjang dari leher. Setiap segmen mengandung satu set organ reproduksi, yaitu jantan dan betina. Antar spesies dari genus raillietina mempunyai jumlah segmen yang tidak sama alias berbeda pada strobilanya (Kenneth, 2013; Zirintunda et al., 2022).

Ketika segmen yang terjauh dari leher sudah matang, maka akan terlepas dari tubuhnya (strobila). Segmen yang matang dan sudah relatif berat ini mengandung banyak telur yang sudah dibuahi (embryophore) dan siap dikeluarkan ke lingkungan kandang via feses ayam yang merupakan hospes definitifnya (Reid et al., 1938).

Dalam beberapa dekade terakhir tercatat ada tiga spesies dari genus raillietina yang menyebabkan problem kerugian ekonomi yang signifikan pada industri perunggasan secara kosmopolitan, termasuk di Indonesia. Ketiga spesies tersebut adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2025. (toe)

KOLABORASI PT GANEETA FORMULA NUSANTARA DAN BIOCHEM

Gangguan saluran pernapasan kerap menjadi tantangan utama dalam pemeliharaan ayam broiler maupun layer. Gangguan ini tidak hanya terkait patogen penyakit, tetapi juga bergantung pada faktor manajemen dan lingkungan yang berdampak pada kesejahteraan dan performa hewan.

Melalui latar belakang tersebut, PT Ganeeta Formula Nusantara selaku distributor dan Biochem selaku produsen, menggelar launching perdana produk BronchoVest di Hotel Santika BSD, Tangerang Selatan, Selasa (18/3), dan Hotel Santika Blitar, Jawa Timur, Kamis (20/3).

BronchoVest merupakan produk essential oil dengan formulasi water-based tanpa residu minyak dan bebas alkohol dengan kombinasi natural eucalyptus oil, natural mint oil, dan menthol crystals yang efektif mengatasi gangguan pada saluran pernapasan dan stres.



DIRJEN PKH PANTAU SERAPAN AYAM OLEH PERUSAHAAN

Dirjen PKH saat memantau ayam milik peternak di Bogor. (Foto: Istimewa)

Pemerintah memantau langsung serapan ayam hidup ukuran besar dari peternak mandiri oleh sejumlah perusahaan integrator dan produsen pakan. Pemantauan dilakukan di dua lokasi di Kabupaten Bogor pada Kamis (24/4/2025), oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Agung Suganda.

“Langkah ini merupakan bagian dari upaya stabilisasi harga di tingkat peternak sekaligus bentuk tanggung jawab sosial perusahaan,” kata Agung di lokasi.

Dalam kunjungannya, ia menyaksikan transaksi pembelian ayam hidup oleh PT Malindo Feedmill dan PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI). PT Malindo membeli 5.448 ekor ayam dari Kandang Jati, peternak mandiri di Kecamatan Tajurhalang, dengan bobot rata-rata 2,7-2,8 kg/ekor dengan harga yang disepakati sebesar Rp 17.000/kg. Sementara CPI melakukan pembelian 1.700 ekor ayam hidup dari peternak mandiri lainnya dengan bobot rata-rata 1,9 kg/ekor dengan harga yang sama.

Agung juga menambahkan bahwa perusahaan integrator lain yaitu PT Japfa Comfeed Indonesia melakukan hal yang sama menyerap ayam hidup dari peternak mandiri. Japfa telah melakukan pembelian 5.000 ekor ayam hidup dengan rataan bobot badan 2,2-2,6 kg/ekor di dua lokasi, yaitu Cigudeg dan Serang.

“Kami ingin memastikan tidak ada ayam besar yang tidak terserap pasar, terutama saat pasokan sedang tinggi,” ucapnya. Pihaknya pun akan terus mendorong sinergi antara perusahaan besar dan peternak rakyat agar harga ayam hidup tetap stabil dan peternak tidak lagi merugi, serta tercipta rantai pasok yang sehat dan berkeadilan.

Pemilik Kandang Jati, Agus, menyampaikan apresiasinya atas dukungan pemerintah dalam menstabilkan harga ayam tingkat peternak. “Terima kasih dan apresiasi kepada Ditjen PKH atas respon cepat dalam mengatasi situasi. Terima kasih telah menyerap ayam-ayam jumbo kami dengan harga layak,” katanya. (INF)

BENARKAH KONSUMSI ROKOK MASYARAKAT KELAS BAWAH MELEBIHI KONSUMSI TELUR?

Daging dan telur ayam, sumber protein hewani. (Foto: Istimewa)

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, menyebutkan jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang. Sekitar 7,4% di antaranya masih berusia 10-18 tahun. Di sisi lain, mereka hanya sedikit mengonsumsi telur dan daging ayam.

Tulisan ini tidak bertujuan menghakimi para perokok, tetapi didasarkan untuk mengungkap fakta dan data bahwa uang masyarakat Indonesia yang dibelikan “candu” berupa rokok jauh lebih besar dibandingkan untuk kebutuhan konsumsi telur maupun daging ayam.

Yang membuat miris, jumlah perokok yang cukup besar berasal dari kalangan masyarakat yang notabene termasuk kelompok masyarakat miskin. Kok, bisa?

Data Badan Pusat Statistik (BPS), per 2023, proporsi perokok Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas adalah sebanyak 28,62%. Jumlah tersebut diproyeksi akan terus bertumbuh.

Mengutip dari GoodStats, World Health Organization (WHO) membuat proyeksi ini berdasarkan data prevalensi merokok yang tersedia di 165 negara. WHO menyebutkan bahwa jumlah perokok di Indonesia diprediksi mencapai 38,7% dari total penduduk pada 2025. Adapun angka tersebut hanya menghitung jumlah perokok berusia 15 tahun ke atas.

Data ini mengungkapkan, Indonesia menduduki urutan kelima negara dengan proporsi perokok terbanyak di dunia, di bawah Nauru, Myanmar, Serbia, dan Bulgaria. Namun WHO hanya menghitung data perokok yang menggunakan produk dengan kandungan tembakau, baik yang berasap atau tidak, dengan frekuensi pemakaian setiap hari atau hanya kadang-kadang.

Di sisi lain, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dalam Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai sekitar 70 juta orang dan 7,4% di antaranya masih berusia 10-18 tahun.

Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan. Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun naik dari 18,3% (2016) menjadi 19,2% (2019). Sementara itu, data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti usia 10-14 tahun (18,4%).

Sekarang bandingkan dengan tingkat konsumsi makanan sehat, seperti konsumsi telur dan daging ayam. Berdasarkan data BPS Maret 2024 (data terakhir yang dirilis BPS, red), terdapat perbandingan yang membuat prihatin antara konsumsi telur dan daging ayam dengan konsumsi rokok.

Menurut data BPS tersebut, komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan di dalam negeri, baik di perkotaan maupun di perdesaan, pada umumnya hampir sama.

Pertama adalah beras yang memberi sumbangan terbesar, yakni 21,84% di perkotaan dan 25,93% di perdesaan. Kemudian rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua, yakni 11,56% di perkotaan dan 10,90% di perdesaan. Sementara untuk komoditas daging ayam ras hanya 4,25% di perkotaan dan 2,86% di perdesaan, serta telur ayam ras sebesar 4,21% di perkotaan dan 3,36% di perdesaan.

Candu Rokok Sudah “Bersemayam”
Dari sisi gizi, data BPS di atas sungguh miris. Bagaimana bisa kelompok masyarakat miskin justru lebih mementingkan “membakar uang” (baca: merokok) ketimbang memberi makanan bergizi untuk keluarganya?

Fenomena konsumsi rokok jauh lebih besar dibandingkan dengan konsumsi daging ayam mendapat perhatian dari para pakar. Pakar gizi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yuny Erwanto PhD, menyebutkan bahwa fenomena semacam ini sulit diterima akal sehat. Kebutuhan asupan gizi untuk keluarga dikalahkan kebutuhan rokok yang hanya jadi candu.

“Bisa dibayangkan kalau dalam sehari orang menghabiskan Rp 20 ribu untuk membeli rokok, maka dalam sebulan Rp 600 ribu dibakar begitu saja. Kalau dibelikan telur, dengan asmusi Rp 30 ribu, maka sebulan dia bisa beli 20 kilogram telur. Keluarga sehat, gizi terpenuhi, rumah juga bersih tanpa asap rokok,” jelas Yuny.

Dosen Pangan Hasil Ternak Fakultas Peternakan UGM ini berpendapat, perputaran uang untuk membeli rokok hanya akan berputar pada pabrik rokok dan cukai ke negara saja. Mereka yang menikmati keuntungan sangat besar, sementara para perokok mendapat titipan zat berbahaya yang bersarang di dalam tubuhnya.

Berbeda dengan itu, untuk konsumsi telur atau daging ayam perputaran uangnya sangat luas. Mulai dari petani jagung dan bahan pakan lain, peternak, perusahaan pakan ternak, perusahaan pembibitan, usaha restoran, usaha pemotongan hewan beserta jalur pasar yang mereka lewati melibatkan banyak pelaku usaha.

“Artinya kalau semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk telur atau daging ayam akan mempunyai daya ungkit bagi usaha yang terlibat dan akan membuka lapangan kerja yang jauh lebih besar, dibandingkan dengan uang yang berputar untuk membeli rokok,” ungkapnya.

Yuny tak sependapat dengan anggapan peningkatan daya beli rokok masyarakat berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan. “Sederhananya, masyarakat yang konsumsi rokok atau yang makan telur yang akan meningkatkan produktivitas? Jadi tidak ada hubungannya antara biaya pulsa yang tinggi dengan tingkat kesejahteraan,” tambahnya.

Ia berargumen, kalangan perokok sangat sulit untuk mengurangi jatah rokoknya, apalagi untuk berhenti total. Karena candu rokok sudah “bersemayam” dalam tubuh, maka ada orang yang berpinsip “tidak apa tidak sarapan, asal tiap pagi bisa merokok.”

Bahkan sampai yang tidak punya uang sekalipun, para perokok berat akan mencari jalan lain untuk bisa mendapatkan rokok, entah dengan meminta ke teman, utang ke warung, bahkan ada yang nekat mengambil tanpa izin alias mencuri.

“Artinya pokok persoalan utama adalah pemahaman masyarakat dan kebiasaan sebagian masyarakat kita yang memang lebih memilih untuk tetap merokok, bagaimanapun kondisinya,” ucap dia.

Risiko SIDS
Sebagai peringatan untuk orang tua yang perokok, meski sudah sering diperingatkan, merokok di dalam rumah yang terdapat anak kecil sangat besar risikonya. Kementerian Kesehatan dalam rilisnya menyebutkan, pada anak-anak paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko Sudden Infant Death Syndromes (SIDS) hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan anak-anak yang tidak merokok.

Risiko SIDS ini bisa berakibat fungsi paru menurun, penyakit pernapasan, kanker, gangguan ginjal, hingga infeksi telinga. “Kebiasaan merokok juga menyebabkan stunting. Karena nilai nutrisi keluarga itu bisa teralihkan akibat pembelian rokok oleh bapaknya,” tulisnya dalam rilis tersebut.

Anak-anak mempunyai hak untuk tumbuh di lingkungan yang bebas dari dampak berbahaya tembakau. Upaya tanpa henti dari industri tembakau untuk memikat generasi muda pada produk mereka merupakan serangan langsung terhadap hal ini.

Keluarga dengan kepala rumah tangga perokok aktif, pemenuhan kebutuhan nutrisi cenderung harus berlomba dengan pemenuhan konsumsi rokok. Sering kali kebutuhan nutrisi menjadi tersingkir, mengingat harga rokok saat ini mahal dan kebutuhan beberapa bahan makanan pokok dan lauk pauk juga bisa naik turun.

Secara perhitungan bila harga rokok mahal tentu akan dapat mengurangi pengeluaran yang ditujukan untuk konsumsi makanan sehat. Padahal tubuh membutuhkan asupan nutrisi seimbang guna mempertahankan imunitas, kesehatan, dan kebugaran.

Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang berkurang pada anak dapat menganggu tumbuh kembangnya. Jika itu terganggu, bisa mengakibatkan stunting. Selain itu juga dapat mengganggu kesehatan anggota keluarga yang lain.

Dampak lebih lanjut adalah ketika anak-anak mengalami gangguan tumbuh kembang, tentu berdampak pada masa depan mereka. Kualitas generasi penerus salah satunya berasal dari nutrisi seimbang. Bila tumbuh kembang terganggu, kualitas generasi penerus menjadi turun. Kemampuan intelektual, kemampuan kerja, dan produktivitas menjadi faktor penting yang perlu dikawatirkan, ketika asupan nutrisi kurang.

Selanjutnya, kondisi ini dapat mendorong munculnya kasus-kasus kemiskinan baik di perdesaan maupun perkotaan. Dampak kurangnya asupan nutrisi juga dapat menyebabkan tingginya risiko kematian pada bayi dan anak.

Kepala rumah tangga yang seorang perokok, kesehatannya juga sedikit demi sedikit akan digerogoti oleh racun rokok. Bila akhirnya sakit, akan menjadi beban keluarganya yang tentunya mengancam perekonomian hingga pemenuhan asupan makan bernutrisi untuk keluarga. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer