-->

Kementan-Kadin Indonesia, Kerjasama Investasi Bidang Pertanian

Foto bersama usai penandatanganan kerjasama investasi bidang pertanian. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) melakukan penekenan kesepakatan investasi Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro) dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Penandatanganan disaksikan langsung oleh Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, di kantornya, Jumat (23/11).

Ketua Kadin Indonesia, Rosan Roeslani, mengapresiasi langkah Kementan yang berupaya mempermudah perizinan investasi menjadi lebih cepat dan efisien. “Kami sangat mengapresiasi sekali kepada Kementan. Dengan izin yang cepat, dalam waktu dekat kami akan merealisasikan semua izin investasi,” ujar Rosan.

Ia juga menambahkan, “Hadirnya kami di sini juga untuk membantu teman-teman dari PISAgro menciptakan tenaga kerja siap pakai, khususnya untuk industri pertanian”.

Pada kesempatan yang sama, Mentan Amran mengungkapkan, pihaknya siap mengawal 24 jam segala bentuk investasi di bidang pertanian. “Dulu investasi bisa 2-3 tahun lamanya, sekarang hanya tiga jam lewat OSS (Online Single Submission). Saya minta kepada pertanian kawal ini, kawal juga sampe ke daerah. InsyaAllah akan lebih cepat apalagi setelah dilakukannya deregulasi,” kata Amran.

Ia menegaskan, segala macam bentuk aturan yang menghambat pelayanan investasi akan segara dilakukan pencabutan. “Aturan dan layanan harus disederhanakan. Kalau perlu rekomendasi kementerian akan kita berikan. Kita ingin investasi, khususnya ekspor menuai hasil baik. Saat ini ekspor sudah meningkat seratus persen dari tahun-tahun sebelumnya,” pungkasnya. (RBS)

Keunggulan Daging Sapi Bali yang Tersembunyi

Sapi Bali. (Sumber: Google)

Menurut pakar sapi Bali, Prof Dr Drh Ni Ketut Suwiti, bahwa daging sapi Bali mempunyai beberapa kelebihan tak banyak orang ketahui saat ini. Diantara keunggulannya itu adalah kandungan proteinnya jauh lebih tinggi, lemak di dalam serat daging relatif rendah, serat dagingnya lebih lembut dan nilai prosentase karkasnya sangat tinggi, serta aroma cita rasa sangat familiar dengan bangsa ini.

Selain itu, dalam hal daya simpan daging sapi Bali tahan lebih lama dibandingkan dengan daging sapi bangsa persilangan. Prof Suwiti menjelaskan, dari aspek medis, hieginis untuk konsumsi kebutuhan menu harian, jauh lebih aman karena berbagai keunggulannya itu.

“Artinya potensi ancaman penyakit jantung, hipertensi dan asam urat, serta penyakit metabolik yang lain pada orang yang mengonsumsi relatif lebih aman,” kata dia.

Lebih lanjut, Prof Suwiti yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pusat Kajian Sapi Bali Universitas Udayana (Unud) Denpasar, mengharapkan lebih banyak pihak, baik hotel dan restoran di Indonesia menggunakan daging sapi Bali dalam sajian menunya.

“Seharusnya hotel dan restoran di Indonesia diwajibkan menggunakan daging sapi Bali, walaupun tidak harus seratus persen,” ucapnya.

Sebab, saat ini nyaris seluruh kebutuhannya daging sapi berasal dari daging impor. Selain itu juga, penting adanya “good will” pemerintah yang memiliki kewenangan dan membuat regulasi tentang hal tersebut. Menurutnya, tanpa ada campur tangan yang kuat dalam hal regulasi, maka dikhawatirkan sapi Bali yang merupakan plasma nutfah Indonesia akan beranjak punah dan hanya menjadi catatan sejarah.

Peran penting yang lain, seperti ditunjukkan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau komunitas KAHMI vet, yang concern menyelenggarakan seminar terkait sapi Bali. Menurut Ketua Panitia, Drh Dewi Fadhlulah, seminar tersebut digagas atas keprihatinan komunitas KAHMI vet melihat dan mengamati perkembangan sapi lokal di Indonesia, baik itu sapi Bali atau jenis sapi lokal yang lainnya.

Dari latar belakang tersebut, pihaknya berkesimpulan bahwa tingkat perhatian dan instrumen kebijakan pemerintah yang masih kurang greget terhadap masa depan sapi asli Indonesia.

“Untuk itu dibuatlah agenda seminar ini secara berkelanjutan. Agenda perdana yaitu pemeliharaan sapi Bali pada pertengahan 2018, dilanjutkan aktivitas seminar ini. Kemudian berikutnya akan kembali dilanjutkan agenda berupa workshop dan temu nasional para peminat, peneliti maupun pelaku usaha budidaya sapi potong, terutama perusahaan feedlot. Semoga berhasil dan membawa kemaslahatan bagi ummat,” katanya. (iyo)

Bisnis Peternakan Menuju Generasi Industri 4.0

Ketua ASOHI Irawati Fari saat memukul gong pembukaan seminar bisnis peternakan 2018 didampingi para pengurus ASOHI. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Meningkatkan Konsumsi Protein Hewani Menuju Generasi Industri 4.0” menjadi tema yang diangkat dalam Seminar Nasional Bisnis Peternakan 2018 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Kamis (22/11).

“Kami mencermati isu yang berkembang di dunia bisnis tentang terjadinya era baru yang disebut revolusi industri 4.0, di mana teknologi semakin berkembang dan manusia dituntut lebih mengembangkan pikirannya,” ujar Ketua Panitia, Yana Ariana, ketika menyambut peserta seminar.

Ia menambahkan, dengan berkembangnya dunia bisnis, industri peternakan dituntut mampu membiasakan diri dengan hadirnya revolusi industri tersebut. Sebab industri peternakan merupakan penyedia protein hewani terbesar untuk masyarakat.

Pada kesempatan serupa, Ketua ASOHI, Irawati Fari, menyampaikan, dengan hadirnya revolusi industri stakeholder peternakan dituntut untuk lebih bersinergi. “Kita sebagai pelaku ingin industri ini berjalan dengan baik. Stakeholder peternakan merupakan mitra ASOHI dan kita harus ikut memberi support kepada pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Agar industri peternakan menjadi lebih sehat dan lebih bergeliat,” kata Ira.

Hal tersebut juga disambut baik oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, yang turut hadir pada seminar tahunan itu. Menurutnya, pelaku industri peternakan diharapkan mampu meningkatkan produksi dan mengembangkan produk-produk baru dengan pemanfaatan teknologi, guna meningkatkan konsumsi protein asal hewan.


Simbolis konsumsi telur sebagai kampanye peningkatan konsumsi protein hewani bersama para stakeholder peternakan, serta Duta Ayam dan Telur Indonesia (pojok kanan). (Foto: Infovet/Ridwan)

Seminar sehari ini turut menghadirkan pembicara tamu Pakar Ekonomi Pertanian, Bayu Krisnamurthi dan menghadirkan narasumber Direktur Pakan Sri Widayati, Direktur Perbibitan Sugiono yang diwakili Kasubdit Standarisasi dan Mutu Ternak, Muhammad Imran, Direktur Kesehatan Hewan Fadjar Sumping, Ketua ASOHI Irawati Fari, serta pandangan asosiasi peternakan diantaranya GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas), GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), Pinsar Indonesia (Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat), GOPAN (Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional), PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia) dan AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia). (RBS)

Asosiasi Petani dan Peternak Deklarasikan Petisi Minta Menteri Pertanian Diberhentikan

Para perwakilan asosiasi petani dan peternak deklarasikan Mosi Tidak Percaya pada Menteri Pertanian (Foto: Istimewa) 

Sebuah petisi muncul, meminta Presiden Republik Indonesia Jokowi untuk memberhentikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Petisi ini dinamai Petisi Ragunan, di mana 20 perwakilan organisasi serta asosiasi petani dan peternak membubuhkan tanda tangan.

Para penggiat sekaligus pelaku sektor pertanian dan peternakan tersebut berkumpul di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan dalam kegiatan ‘Refleksi Akhir Tahun’ yang digagas oleh Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka). Acara berlangsung hari ini, Kamis (22/11/2018).

Petisi Ragunan dibacakan Ketua Pataka, Yeka Hendra Fatika. Dalam dasar pertimbangan petisi tersebut, disebutkan bahwa telah terjadi pembohongan data produksi pertanian yang sudah dibuktikan oleh BPS. Berdasarkan pertimbangan tersebut, perwakilan berbagai organisasi dan asosiasi petani meminta Presiden Republik Indonesia untuk memberhentikan Mentan.

Berbagai pertimbangan sebagai alasan perlunya pendeklarasian Petisi Ragunan disampaikan para peserta diskusi. Agropreneur Jagung dari Lombok, Dean Novel melihat pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) terlalu asyik sendiri dengan kebijakan yang dibuat. 

“Petani justru bingung dengan kebijakan pemerintah. Apa yang petani perlukan tidak diberikan, sebaliknya yang petani tidak perlukan justru pemerintah berikan,” ungkap Dean. 

Misalnya, sebut Dean, ketika pemerintah mendorong tanam serentak membuat petani menjadi dilematis. Bahkan ketika panen, harga malah jatuh. Sementara pemerintah tidak menyiapkan sarana penyimpanan seperti alat pengering (dryer) dan pergudangan.

Ketika tidak ada panen, harga melonjak tinggi, sehingga peternak unggas yang kesulitan mendapatkan bahan baku pakan ternak. Lebih mirisnya, benih jagung bantuan pemerintah juga kualitasnya dipertanyakan. Artinya, ketika pemerintah membuat kebijakan persoalan utama (bottle neck)-nya tidak diselesaikan.

Dean tengah melihat perjagungan Indonesia tengah menghadapi anomali. Satu sisi pemerintah mengklaim surplus jagung dan sudah ekspor, tapi yang terjadi malah ada impor. Bahkan kemudian pemerintah meminjam stok dari pabrik pakan ternak untuk menutupi kebutuhan jagung peternak rakyat. 

Karena itu, kalangan petani jagung berharap pemerintah jujur dan kemudian berjanji akan menata pertanian Indonesia dengan lebih baik.

Kadma Wijaya dari PPUN (Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara) Bogor melihat dari sisi peternak rakyat, pemerintah juga tidak berpihak. Di sisi hulu pemerintah memaksa untuk harga mahal dengan berbagai kebijakan, tapi di bagian  hilir harga sesuai mekanisme pasar. Kondisi tersebut membuat banyak peternak bangkrut.

Kalangan peternak broiler yang tergabung dalam GOPAN (Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional) juga mengeluhkan kebijakan pemerintah. Pengurus GOPAN, Sigit Prabowo menilai pemerintah memang mengatur kebijakan di hulu, tapi dibagian hilirnya tidak pernah diatur. Menurutnya, kebijakan yang pemerintah buat sepotong-sepotong. 

“Pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebagai acuan, tapi harga jualnya sesuai mekanisme pasar. Akibat kebijakan itu, harga menjadi tinggi DOC, peternak pun terancam gulung tikar,” ujar Sigit.

Stimulan Pemerintah Cuma Lips Service

Keluhan terhadap kebijakan pemerintah juga dirasakan kalangan peternak sapi. Kebijakan yang pemerintah buat dinilai banyak yang kontra produktif. 

Seperti dalam penetapan harga daging yang tidak menguntungkan produsen. Bahkan produsen  sapi (feedloter) rakyat, banyak yang menutup usahanya. Sementara yang masih bertahan mengurangi kapasitas produksinya. Tapi hal itu berdampak dalam permodalan, karena perbankan tidak lagi berani membiayai. 

Agus Warsito dari APSPI (Asosisasi Peternak Sapi Perah Indonesia) mengatakan, tugas pemerintah sebenarnya tidak berat, buat regulasi yang berpihak kepada rakyat. 

“Kenyataannya regulasinya tidak berpihak nyata. Stimulan yang pemerintah berikan hanya lips service, gula-gula belaka,” tandas Agus. 

Pada awal pemerintahan, Agus mengaku optimis dengan kebijakan persusuan dengan keluarnya Permentan No. 27/ 2016. Tapi kemudian setelah mendapat respon swasta dan ditekan kepentingan asing, Permentan tersebut dicabut diganti Permentan 30, lalu diganti lagi Permentan 33. 

“Artinya, Kementan tidak mempunyai kedaulatan di negeri sendiri dan justru tunduk pada kepentingan asing,” lanjutnya. 

Selain penandatanganan petisi, dalam kegiatan ini menyepakati dua hal. Pertama, membentuk  Agriwatch yang akan berfungsi sebagai lembaga untuk melakukan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan program-program di Kementan. 

Lembaga ini nantinya akan memberikan masukan kepada Kementan, baik diminta ataupun tidak diminta. (NDV)

Ketersediaan Daging dan Telur Ayam Jelang Natal dan Tahun Baru 2019

Jumpa pers Dirjen PKH terkait ketersediaan daging. (Foto: Dok. Kementan)

Ketersediaan daging ayam, sapi dan telur menjelang Hari Raya Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 dijamin mencukupi. Hal ini dilontarkan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita dalam jumpa pers, Kamis (22/11/2018) di Gedung C, Kementerian Pertanian, Jakarta. 

Ketut menandaskan perhitungan ketersediaan dan kebutuhan daging sapi dan kerbau terdapat surplus  sebanyak 11.219 ton.

“Perlu kami sampaikan bahwa  produksi sapi lokal sebanyak 35.845 ton, sedangkan kebutuhan daging sapi sebanyak 55.305 ton. Kekurangan disediakan melalui impor sapi dan daging sebanyak 30.679 ton, dengan  komponen impor sapi bakalan sebanyak 18.217 ton, setara sapi 91.543 ekor dan komponen impor daging sapi dan kerbau sebanyak 12.462 ton, setara sapi 62.623 ekor,” ungkapnya.

Ketut pun menegaskan untuk ketersediaan daging ayam menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru 2019 juga mengalami surplus. Berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan daging ayam, dapat disimpulkan terdapat potensi surplus atau kelebihan produksi daging ayam tahun 2018 sebanyak 466.445 ton dengan rataan per bulan sebanyak 38.870 ton. 

“Potensi produksi DOC, Final Stock Broiler sebanyak 3.281.345.300 ekor, dengan rataan perbulan sebanyak  273.445.442 ekor atau 62,9 juta ekor per minggu. Potensi produksi daging berdasarkan produksi DOC tahun 2018 sebanyak 3.517.721 ton, dengan rataan perbulan sebanyak 293.143 ton. Sedangkan proyeksi Kebutuhan daging tahun 2018 sebanyak 3.051.276 ton, dengan rataan perbulan sebanyak 254.273 ton,” sebutnya.

Disamping perhitungan berdasarkan potensi, lanjut Ketut, juga dilakukan penghitungan berdasarkan laporan realisasi produksi dari masing-masing perusahaan sampai dengan bulan Oktober 2018. Berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan terdapat surplus produksi daging sampai dengan November  2018 sebanyak 269.582 ton, dengan rataan per bulan sebanyak 22.482 ton.

“Berdasarkan potensi ketersediaan dan proyeksi kebutuhan telur ayam ras, maka terdapat potensi surplus telur sebanyak  795.071 ton pertahun atau 66.256 ton perbulan,” terangnya.

Produksi telur ayam tahun 2018 diperoleh dari laporan data realisasi produksi DOC layer tahun 2016, 2017, dan tahun 2018 yakni Januari hingga Mei 2018 karena produksi telur diperoleh setelah ayam umur 4,5 bulan. 

Berdasarkan data realisasi produksi DOC 2016-2018 tersebut diperoleh populasi ayam layer komersial tahun 2018 per bulan berkisar antara 207.565.729 ekor – 222.560.615 ekor, dengan rerata populasi perbulan sebanyak 214.153.020 ekor.

Sementara berdasarkan struktur umur diperoleh populasi layer komersial umur produktif yakni 19 sampai 88 minggu berkisar antara 144.023.895 ekor hingga 155.112.710 ekor, dengan rerata populasi sebanyak 149.103.895 ekor.

“Produksi telur tahun 2018 dihitung berdasarkan populasi layer komersial umur produktif, sehingga diperoleh potensi produksi  telur tahun 2018 sebanyak 2.561.481 ton, atau dengan rerata per bulanan sebanyak 213.457 ton. Sedangkan proyeksi kebutuhan telur tahun 2018 sebanyak 1.766.410 ton atau dengan rerata bulanan sebanyak 147.201 ton,” lanjut Ketut.

“Berdasarkan perhitungan kebutuhan dan ketersediaan daging sapi/kerbau, daging ayam dan telur ayam ras pada akhir tahun 2018 atau menjelang natal dan tahun baru 2019 dalam kondisi surplus, sehingga kondisinya sangat aman,” tambahnya.

Untuk menjaga stabilitas harga diharapkan seluruh Polda sampai Polres akan membentuk tim dan berkoordinasi dengan instansi terkait, dengan melakukan pemantauan ketersediaan pasokan dan harga pangan strategis menjelang dan selama Natal dan Tahun Baru 2019. 

Direktur PT Dharma Jaya, Johan Ramadhon yang hadir dalam jumpa pers turut menegaskan kebutuhan daging sapi/kerbau di DKI Jakarta untuk Natal hingga Tahun Baru 2019 dalam kondisi aman. 

Johan menuturkan pasokan daging ayam ke pasar-pasar di DKI Jakarta sebagian besar dipasok dari peternak mandiri dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Jawa Barat, dan Lampung.

“Kami saat ini menyediakan kebutuhan daging dan ayam untuk program pangan bersubsidi yaitu masyarakat penerima bantuan pangan bersubsidi. Untuk kebutuhan pasar pun kami jamin sesuai dengan kemampuan pasok yang dimiliki,” tutupnya. (NDV)

MANAJEMEN PERALATAN DAN AKTIVITAS PERIODE BROODING

Brooding merupakan masa awal pemeliharaan unggas yang sangat penting dan memengaruhi periode pemeliharaan berikutnya (grower/finisher). (Foto: Infovet/Ridwan)

Periode pemanasan atau brooding period merupakan masa paling kritis dalam siklus kehidupan ayam, baik ayam bibit (breeder), petelur (layer) maupun pedaging (broiler), karena DOC mengalami proses adaptasi dengan lingkungan baru sejak menetas. Periode ini juga merupakan masa proses pembentukan kekebalan (imunitas) tubuh dan masa awal pertumbuhan semua organ tubuh.

Masa brooding pada ayam ialah periode pemeliharaan dari DOC (chick in) hingga umur 14 hari (atau hingga pemanas/brooder tidak digunakan). Baik tidaknya performance (penampilan) ayam di masa selanjutnya seringkali ditentukan dari bagaimana pemeliharaan di masa brooding. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh peternak yakni kesalahan manajemen pada periode brooding dan akibatnya seringkali sulit dipulihkan kembali dan berdampak negatif terhadap performa periode pemeliharaan selanjutnya (grower/finisher).

Berikut peralatan dan aktivitas yang perlu dilakukan pada masa brooding, antara lain:

1. Persiapan Sebelum Chick in
a. Biosekuriti ketat: Biosekuriti adalah kunci menekan penularan berbagai penyakit dari ayam periode sebelumnya, di mana untuk mewujudkannya dapat dilakukan tindakan/perlakuan selama pre chick in yang dimulai dari:
• Tahap persiapan kandang yang optimal, seperti pengangkatan kotoran ayam (feses), penyikatan, hingga ke sela-sela kandang, perbaikan kerusakan kandang dan desinfeksi kandang.
• Desinfeksi tempat minum dan tempat pakan DOC sebelum digunakan kembali.
• Masa istirahat kandang yang cukup sebelum chick in (minimal 14 hari setelah desinfeksi).

b. Persiapan dan perlengkapan kandang: Pemilihan bahan litter (sekam padi/jerami/serutan kayu halus/kertas), penyediaan tempat pakan (feeder chick/nampan), tempat minum DOC dan indukan pemanas gas (Gasolec). Sekam padi bahan yang umum dipakai sebagai litter dan ditabur di lantai dengan ketebalan 8-12 cm. Sebelum masuk kandang, sekam padi perlu dikeringkan dan difumigasi atau disemprot dengan desinfektan agar mematikan kuman penyakit yang mungkin ada. Usahakan agar jumlah peralatan sesuai dengan standar kebutuhan DOC agar tidak terjadi persaingan antar DOC baik dalam hal pakan, air minum dan ruang gerak. Pada Tabel 1 berikut disajikan Kebutuhan peralatan dan perlengkapan untuk 1.000 ekor DOC.

Tabel 1: Kebutuhan Peralatan dan Perlengkapan Periode Brooding Per 1.000 DOC
Peralatan
Kapasitas
Jumlah Dibutuhkan
Chick guard (seng pembatas)
1.000 ekor (diameter 4-5 meter)
1 buah
Indukan Pemanas Gas
1.000 ekor
1 buah
Tempat pakan (nampan/feeder chick)
50-63 ekor
16-20 buah
Tempat minum 1 galon
80-120 ekor
10-12 buah
Lampu pijar
75 watt
1 buah
Sumber: Manajemen Brooding Medion (2010).

c. Menyalakan alat pemanas: Alat pemanas (Gasolec) sebaiknya dinyalakan satu hari sebelum DOC tiba, dengan tujuan agar suhu di sekitar lingkungan sudah hangat dan merata. Suhu yang diperlukan untuk DOC bisa diukur dengan menggunakan termometer yang diletakkan 5 cm di atas permukaan sekam di pinggir chick guard (lingkaran pelindung). Kebutuhan suhu pada masa brooding untuk DOC, seperti pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2: Kebutuhan Suhu pada Masa Brooding
Umur DOC (hari)
Suhu (°C)
0-3
32-35
4-7
29-34
8-14
27-31
15-21
25-27
Sumber: Sukses Beternak Ayam Broiler (2006).

d. Menyiapkan tempat minum: Tempat minum diisi air gula merah/aren dengan takaran 50-60 gram gula aren/liter air untuk 6-8 jam pertama, dengan tujuan agar DOC memperoleh energi baru setelah kehilangan energi dalam transportasi dari penetasan menuju farm/peternakan.

2. Chick in
a. Penimbangan dan penghitungan DOC: Saat chick in, pertama kali lakukan penimbangan (timbang DOC bersama-sama boksnya lalu dikurangi berat boks kosong) dan penghitungan jumlah DOC. Sekaligus memindahkan DOC ke chick guard, lakukan penyeleksian dengan mengisolasi DOC yang terlihat lesu, bulu kusam, kerdil dan mata keruh, karena akan menurunkan uniformity (% keseragaman bobot badan) dan kemungkinan menjadi sumber penyakit.

b. Pemberian pakan: Tiga sampai empat jam setelah semua DOC minum, segera berikan pakan starter (kandungan protein 19-21%) sedikit demi sedikit dengan cara ditabur, karena daya tampung tembolok yang terbatas dan terjaga kesegaran pakan akan memacu nafsu makan DOC agar tetap tinggi dan peternak harus lebih sering mengontrol DOC. Berikut disajikan frekuensi pemberian pakan seperti pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3: Frekuensi Pemberian Pakan Masa Brooding
Umur (hari)
Frekuensi Pemberian Pakan (kali)
Waktu Pemberian (Jam)

1-3
9
6
8
10
12
14
16
19
21
23
4-6
8
6
8
10
12
14
16
19
21
-
7-10
7
7
10
13
15
17
19
21
-
-
11-14
5
7
10
13
16
19
-
-
-
-
Sumber: Manajemen Brooding (2010).

c. Pemberian air minum: Setelah 6-8 jam pertama dan air minum mengandung gula aren habis, isi tempat minum dengan air biasa plus vitamin elektrolit agar perkembangan tubuh DOC lebih optimal lagi.

d. Kontrol kondisi tembolok DOC: Lakukan pemeriksaan konsumsi ransum dan air minum 2-3 jam setelah pemberian pakan pertama, dengan cara meraba tembolok dari sampel DOC. Bila  75% dari sampel ternyata temboloknya terasa kenyal dan lunak, berarti konsumsi pakan dan air minum cukup, kemudian pengontrolan diulang 24 jam kemudian dan diharapkan 95% tembolok terasa kenyal dan lunak. Bila tembolok terasa keras, kemungkinan DOC banyak memakan sekam dan air minum.

e. Kontrol kondisi sekam: Pada 1-3 jam setelah chick in, lakukan pengontrolan suhu sekam/litter apakah sudah nyaman atau belum? Salah satu teknik mendeteksinya adalah dengan memperhatikan kondisi kaki DOC, di mana bila litter terlalu panas maka kaki akan tampak kemerahan dan pecah-pecah di bagian kuku dan telapaknya, juga DOC yang mengalami hal ini biasanya akan berkumpul menjauh dari brooder. Sebaliknya bila litter terlalu dingin maka kaki DOC teraba dingin (dibanding suhu tubuh manusia), yang dampaknya konsumsi pakan menurun karena DOC cenderung diam memadati brooder.

f. Kontrol chick guard: Chick guard diperlebar setelah tiga hari pertama untuk menambah luas lantai (floor space), di mana pelebaran chick guard harus diulang setiap dua hari sekali sekitar 0,3-0,5 m. Setiap pelebaran harus diimbangi dengan penambahan tempat pakan (feeder) dan tempat minum (waterer). Floor space yang diperlukan untuk ayam broiler selama tiga minggu pertama sekitar 10-11 m2, tergantung strain ayam itu.

g. Melakukan seleksi dan grading: Seleksi dilakukan secara rutin setiap hari sejak minggu pertama, dengan tujuan memisahkan DOC yang kerdil, kaki kering, omphalitis (perut kembung) serta abnormal (kaki pincang, paruh bengkok, tubuh lemas) dari anak ayam yang masih sehat dan normal. DOC afkir harus segera dimusnahkan dan dicatat (recording) sebagai penyusutan (depletion). Sementara, grading adalah aktivitas pengelompokan ayam menjadi beberapa kelompok dengan standar berat badan yang ada. DOC yang kecil diisolasi tersendiri lalu diberikan perlakuan (treatment) khusus  agar mampu mengejar ketertinggalan berat badannya dengan cara sesering mungkin membangunkan DOC untuk makan, pemberian pemanas lebih lama, pemberian vitamin elektrolit terus-menerus dan mengurangi perbandingan tempat makan/minum dengan populasi ayam. Grading dilakukan sejak ayam berumur 17-22 hari.

h. Mengatur sirkulasi udara kandang: Hal ini perlu dilakukan terutama untuk kandang terbuka (open house), yang dilakukan 2-3 hari masa brooding (tergantung pada kondisi udara di dalam kandang). Mengatur sirkulasi udara yaitu dengan cara membuka layar/tirai dari bagian atas ke bawah (minggu kesatu 1/3 bagian, minggu kedua 2/3 bagian dan minggu ketiga seluruh bagian). Namun bila malam hari, saat hujan turun atau ada hembusan angin dingin, layar bagian bawah tetap ditutup hingga ayam berumur empat minggu, dalam arti pertumbuhan bulu sudah sempurna menutupi seluruh tubuh.

i. Mengganti tempat pakan dan tempat minum: Nampan (feeder chick) mulai diganti dengan tempat pakan tabung kapasitas 5 kg secara bertahap, yaitu 25% sejak DOC berumur 5-10 hari. Selanjutnya pada hari ke-15 diganti sebanyak 50% dan pada hari 18-21 diganti 100%. Demikian juga halnya dengan tempat minum.

j. Membuat laporan (recording): Pencacatan laporan pada masa brooding bertujuan untuk mengetahui perkembangan ayam menyangkut pertambahan berat badan mingguan, tingkat keseragaman (uniformity), tingkat konsumsi pakan (feed in take) dan perkembangan kesehatan. Laporan memuat jumlah ayam yang mati/afkir, jumlah dan cara pemberian pakan, obat-obatan, vaksin, berat badan mingguan dan tingkat keseragaman. Data perkembangan berat badan mingguan dan konsumsi pakan kemudian digambarkan dalam grafik standar berat badan dan konsumsi pakan mingguan.

Demikianlah pembahasan tentang masa brooding dan kaitannya dengan manajemen peralatan, serta kegiatan-kegiatan yang penting diaplikasikan, semoga bermanfaat. (SA)

Peternakan di Jawa Barat Jadi Tujuan Praktikum Mahasiswa Fapet Unsoed

Foto: unsoed.ac.id


Sebanyak 247 mahasiswa, 12 asisten mahasiswa, dan 5 dosen Fakultas Peternakan (Fapet) Unsoed selenggarakan kegiatan praktikum di peternakan yang ada di kawasan Jawa Barat, Minggu (11/11/2018).

Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini, mahasiswa didampingi penanggung jawab kegiatan praktikum yaitu Ir Nunung Noor Hidayat MP dan juga di dampingi dosen pengampu matakuliah Agribisnis diantaranya Ir Oentoeng Edy Djatmiko MP, Ir Hudri Aunurohman MP, Ir Sri Mastuti MP dan Sugiarto, SPt MM PhD.

“Tujuan diselenggarakannya kegiatan praktikum di Jawa Barat ini untuk menambah pengetahuan mahasiswa agar lebih mengenal dunia usaha peternakan, dan pengenalan teknologi pada industri peternakan, serta bagaimana cara mengolah pakan ternak”, ungkap Ir Nunung, seperti dikutip dari laman unsoed.ac.id.

Praktikum dilaksanakan dengan mengunjungi beberapa tempat di Jawa Barat. Peternakan kambing perah As Salam Farm di Tasikmalaya menjadi tujuan pertama, dilanjutkan ke peternakan ayam broiler Sukahari Farm masih di Tasikmalaya.

Lokasi berikutnya peternakan ayam layer Akaw Farm di Garut, kemudian PT Agro Investama (domba potong), Andika Pakan Ternak PS (feedmill) di daerah Ciamis, dan kunjungan terakhir di PT Citra Agro Buana Semesta di Malangbong, Garut.

“Diharapkan para mahasiwa bisa mengamati, mencermati, menentukan pilihan sasaran usaha dan mengukur pengetahuan yang ada serta mengambil spekulasi penentuan arah usaha dibidang peternakan nantinya”, pungkas Ir Nunung. (NDV)

Pemerintah Gandeng Peternak Tekan Antimicrobial Resistance

Kasubdit POH, Ni Made Ria Isriyanthi (tengah), saat menjadi pembicara pada Sarasehan Peternak Unggas di Malang, Jumat (16/11). (Foto: Istimewa)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menggandeng peternak yang tergabung dalam Pinsar Petelur Nasional (PPN) Cabang Jawa Timur, Pinsar Indonesia Cabang Jawa Timur dan Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN), serta Komunitas Peternak Ayam Indonesia dalam mendukung pengendalian resistensi antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR).

Hal tersebut dikatakan Kasubdit Pengawas Obat Hewan (POH), Ni Made Ria Isriyanthi dalam kegiatan Sarasehan Peternak Unggas, pada rangkaian kegiatan Pekan Kesadaran Antibiotik Sedunia di Malang, Jumat (16/11).

“Peternak merupakan salah satu subyek yang memungkinkan dalam pengguna antibiotik untuk ternak. Dikhawatirkan jika penggunaan dalam dosis yang cukup tinggi, maka dapat berkontribusi mempercepat perkembangan dan penyebaran AMR,” ujar Ria dalam keterangan persnya.

Menurutnya, penggunaan antimikroba di sektor peternakan Indonesia saat ini cukup mengkhawatirkan. Hal itu terlihat dari hasil survey penggunaan antimikroba yang dilakukan Kementerian Pertanian bersama FAO Indonesia pada 2017 lalu di tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

“Hasilnya cukup mencengangkan, 81,4% peternak menggunakan antibiotik pada unggas untuk pencegahan, 30,2% untuk pengobatan, serta 0,3% digunakan untuk pemacu pertumbuhan,” ungkap dia.

Oleh karena itu, melalui Permentan No. 14/2017 yang berlaku awal tahun ini, pemerintah melarang penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (Antibiotic Growth Promotor/AGP) pada pakan ternak. “Ini dilakukan untuk mengendalikan penggunaan antibiotik di peternakan, sekaligus mendorong peternak menghasilkan produk yang sehat untuk masyarakat,” ucapnya.

Lebih lanjut, peternak harus mulai bisa menerapkan biosekuriti tiga zona dan beternak dengan bersih, termasuk melakukan vaksinasi dengan tepat. “Antibiotik tetap diizinkan untuk tujuan terapi dan diberikan dengan resep dokter hewan, serta di bawah pengawasan dokter hewan,” papar Ria.

Pada kesempatan yang sama, Tri Satya Putri Naipospos, dari Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS), menyampaikan, pada 2010 Indonesia merupakan negara nomer lima pengonsumsi antibiotik tertinggi di dunia. Tanpa adanya pengendalian, posisi ini dapat menanjak pada 2030 mendatang. “Apalagi populasi ternak kita cukup tinggi, terutama unggas,” kata dia. Untuk mengganti AGP, ia menyarankan peternak menggunakan alternatif seperti probiotik, prebiotik, asam organik, minyak esensial maupun enzim.

Sementara, Komite Pengendali Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan, Harri Parathon, menyebutkan, peternak harus lebih aktif dalam pengendalian bakteri resisten. Sebab, saat ini obat kolistin untuk memerangi bakteri resisten terhadap antibiotik terkuatpun telah dilaporkan tidak efektif lagi. “Makin sering kita minum antibiotik, bakteri makin bermutasi dan menjadi ganas. Demikian juga pada produk unggas yang dapat menyimpan residu lalu masuk ke tubuh manusia ketika dikonsumsi,” katanya. (RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer