Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini perunggasan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

ASN BBPMSOH : RESISTANSI QUINOLON NYATA DAN MENGKHAWATIRKAN

Antibiotik, Masih Jadi "andalan" Peternak Mengakali Performa

Anti Microbial Resistance  (AMR) atau yang biasa dengan resistansi anti mikroba menjadi isu yang semakin populer bahkan dibicarakan pada banyak pertemuan antar negara. Salah satu sektor yang banyak dijadikan kambing hitam dalam hal ini adalah peternakan.

Menurut deifinisi WHO (2016) terkait penggolongan anti mikroba, dimana ada satu kategori anti mikroba disebut dengan Highest Priority Critically Important Antimicrobials (HPCIA). Anti mikroba yang masuk dalam golongan tersebut adalah sediaan yang menjadi pilihan terakhir untuk digunakan dalam menanggulangi infeksi pada manusia.

Beberapa golongan yang termasuk HPCIA tadi yakni quinolon, cephalosporin generasi ke-3 dan selanjutnya, makro dan ketolida, glikopeptida, dan polimiksin. Sebagaimana kita ingat bahwa Colistin adalah salah satu golongan dari polimiksin yang telah dilarang penggunaannya oleh Kementan beberapa tahun lalu.

Masalahnya selain colistin, dari berbagai jenis anti mikroba tersebut juga digunakan pada sektor kesehatan manusia dan kesehatan hewan, sebut saja Ciprofloxacin. Sehingga ditakutkan akan terjadi resistansi silang yang akan memperparah kondisi AMR di Negara ini.

Menurut Dr Maria Fatima Palupi Medik Veteriner di BBPMSOH salah satu alasan mengapa colistin dilarang adalah karena ditemukannya gen Mobilized Colistin Resistance (MCR). MCR merupakan gen resistan kolistin sulfat yang bisa dipindahkan melalui materi genetik bergerak misalnya plasmid. Gen tersebut kemungkinan besar bisa ditransfer dari satu bakteri kepada bakteri yang lain secara horizontal, sehingga resistansi terhadap colistin bisa didapat kepada bakteri lainnya.

Lain colistin lain quinolon, digadang – gadang sebagai "biangnya" anti mikroba, sediaan yang berspektrum luas dan dapat menghantam berbagai jenis bakteri tersebut nyatanya berdasarkan pengujian yang dilakukan Maria juga telah mengalami resistansi.

Hal tersebut dibuktikan oleh hasil pengujiannya yang telah berhasil melakukan deteksi PCR gen resistan quinolon yakni Quinolone Resistance Gene (qnr). Dari 20 sampel penelitiannya, 80% sampel dinyatakan memiliki gen qnr baik qnrA, qnrB, dan qnrS. Sehingga Penyebaran gen resistan melalui plasmid meningkatkan risiko meluasnya resistansi suatu antimikroba.

"Gen tersebut juga dapat ditransfer secara horizontal melaui plasmid. Sehingga Penyebaran gen resistan melalui plasmid meningkatkan risiko meluasnya resistansi suatu antimikroba yang tentunya akan berbahaya juga bagi kesehatan manusia, oleh karena itu ini fakta yang cukup mengkhawatirkan," tutur Maria ketika ditemui Infovet. 

Ia mengimbau kepada para praktisi dokter hewan terutama dibidang peternakan unggas agar lebih bijak dan efektif dalam menggunakan anti mikroba. Selain itu kepada para Technical Service perusahaan obat hewan agar lebih dapat mengedukasi peternak akan pentingnya biosekuriti ketimbang bergantung pada sediaan anti mikroba (CR). 


MENGHAYATI PENTINGNYA PERAN TECHNICAL SERVICE DALAM MEMINIMALISIR AMR

Foto Bersama Para Peserta


Sabtu 17 Juni 2023 yang lalu di Hotel Oak Wood Taman Mini Indonesia Indah digelarlah Lokakarya Nasional Aksi Bersama Mencegah AMR Bagi Tenaga Pelayan Teknis (Technical Services) Peternakan Unggas di Indonesia.

Acara tersebut terselenggara berkat kolaborasi dari beberapa stakeholder di dunia peternakan seperti Asosiasi Dokter hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI), Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS), Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Food and Agriculture Organization (FAO), World Animal Health Organization (WOAH), dan tentu saja Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Dalam sambutannya Ketua Umum ADHPI, Drh Dalmi Triyono menyampaikan bahwa sejatinya penggunaan antibiotik di bidang kesehatan manusia dan hewan adalah keniscayaan. Namun kurang bijak dan sesuainya penggunaan antibiotik menyebabkan terjadinya resistensi antimikroba (AMR). 

"Salah satu bidang pekerjaan dokter hewan di perunggasan misalnya, Technical Service. Mereka merupakan garda terdepan untuk mengedukasi peternak, bukan hanya menjual produk saja, tetapi harus lebih banyak memberikan pengetahuan dan mengubah mindset peternak khususnya dalam penggunaan antibiotik," tutur Dalmi.

Dalam kesempatan yang sama secara daring Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nuryani Zainuddin menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia sebagai pemangku kebijakan juga telah melakukan berbagai upaya pengendalian AMR melalui penetapan peraturan yang mendorong AMU yang bijak dan bertanggung jawab.

Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan salah satu indikator pengendalian AMR 2020-2024 adalah tercapainya penurunan 30% penggunaan antimikroba untuk tujuan profilaksis di peternakan unggas pedaging pada tahun 2024. Dengan mulai terbukanya pasar negara lain terhadap produk unggas Indonesia, tata laksana terapi antimikroba yang baik bukan saja mendukung target pemerintah dalam pengendalian AMR, tetapi juga mendukung usaha dalam memperluas pasar produk perunggasan Indonesia.

Sedangkan Tikiri Priyantha yang merupakan perwakilan WOAH mengatakan bahwa resistensi antimikroba menjadi permasalahan bersama secara global dan merupakan sepuluh besar ancaman yang membutuhkan perhatian serius. Menurutnya AMR bisa membahayakan semua makhluk, tak hanya hewan, namun juga manusia hingga lingkungan, Untuk itu sebuah gerakan bersama pengendalian AMR, untuk meningkatkan kesadaran di antara para pemangku kepentingan menjadi sebuah hal yang penting. (CR)


MEMUTUS “LINGKARAN SIPUT” PERUNGGASAN

Bambang Suharno
Gejolak perunggasan nyaris tak kunjung berhenti, meskipun sudah  banyak upaya untuk mengatasinya. Bahkan sejak sebelum pandemi, peternak unggas khususnya peternak broiler nyaris belum sempat menikmati yang namanya laba usaha. Gejolak yang dihadapi peternak mandiri semakin besar. Jika pada era 90-an peternak berteriak karena rugi beberapa periode produksi, kini yang terjadi mereka mengalami kerugian lebih dari setahun, sehingga jumlah pelaku usaha mandiri/rakyat disinyalir semakin sedikit.

Kejadian ini sudah pernah diramalkan Dr Drh Soehadji (Dirjen Peternakan 1986-1994). Ia menyebut, masalah gejolak harga di perunggasan ini adalah masalah klasik yang berputar dan berulang yang digambarkan sebagai “lingkaran siput”. Dimulai dari harga melonjak karena kekurangan pasokan, disusul penambahan populasi oleh pelaku usaha, lalu terjadi kelebihan pasokan (oversupply) yang membuat harga jatuh. Selanjutnya dilakukan pengurangan investasi secara alami, yang kemudian menyebabkan harga naik lagi dan seterusnya berputar berulang-ulang, makin membesar dan membesar, seperti lingkaran siput.

Bisa kita bayangkan, pada 1990-an, populasi ayam sekitar 800 juta ekor, tahun ini diperkirakan lebih 3 miliar ekor. Gejolak akibat fluktuasi harga pastinya jauh lebih dashyat dibanding fluktuasi pada 1990-an. Apalagi jika kondisi harga jatuh berlangsung berbulan-bulan. Total kerugian yang diderita peternak dan perusahaan sarana produksi ternak mencapai puluhan triliun rupiah.

Siput dalam terminologi yang digunakan Soehadji bukan hanya bermakna gejolak yang semakin membesar, tapi juga sebagai singkatan dari “Selalu Itu Permasalahannya Untuk Tuduh-tuduhan.” Soehadji melihat permasalahan yang disampaikan peternak dan pihak lainnya dari tahun ke tahun itu-itu saja alias nyaris sama, antara lain perlunya perlindungan untuk peternak mandiri/rakyat, perbaikan tata niaga ayam, serta data perunggasan yang perlu diperbaiki agar akurat untuk mengambil keputusan.

Apa yang disampaikan Soehadji tentang “selalu itu permasalahannya” masih relevan hingga sekarang. Dalam siaran pers yang dirilis Sekretariat Bersama Asosiasi Perunggasan pada Maret 2023, disebutkan beberapa tuntutan yang diajukan antara lain perbaikan data perunggasan, keberpihakan pemerintah terhadap peternak mandiri/rakyat, serta perbaikan tata niaga perunggasan agar mereka bisa menjalankan usaha secara normal.

Bedanya dulu tuntutan lebih sering ditujukan ke Kementerian Pertanian (Kementan), kini karena banyak lembaga mengurus perunggasan, yang dituntut selain Kementan, juga Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Selain itu juga turut ditambah permintaan peternak ke Komnas HAM agar memanggil kementerian tersebut untuk menelusuri apakah ada pelanggaran HAM dalam kebijakan perunggasan.

Jika selama 30 tahun peternak menuntut hal yang sama, kita bisa menyimpulkan bahwa masalah yang sama belum dapat diatasi meskipun pemerintah sudah berganti pemimpin dan undang-undang juga sudah direvisi.

Memutus Lingkaran Siput
Pada negara yang pasarnya didominasi penjualan live bird (ayam hidup), campur tangan pemerintah sangat diperlukan. Hal ini karena produk peternakan mudah rusak. Kecepatan distribusi dan keseimbangan supply-demand menjadi faktor penting penentu untung dan rugi peternak. Oleh karena itu, perlu manajemen pasokan di hulu dan pengurangan penjualan ayam hidup di bagian hilir. Jika dua hal ini saja bisa dikelola dengan baik, setidaknya gejolak akan berkurang.

Integrator 100%
Perihal manajemen pasokan yang artinya mengatur jumlah impor GPS (Grand Parent Stock) agar sesuai perkembangan permintaan pasar, telah dibahas di berbagai forum. Ada yang pro terhadap pengaturan kuota, ada juga yang menuntut pembebasan kuota impor. Intinya mau dibebaskan atau dengan model kuota, tetap perlu ada mekanisme kontrol agar pasokan sesuai pergerakan permintaan. Selain itu perlu juga ada jaminan bahwa peternak mandiri selalu mendapatkan pasokan bibit sesuai kebutuhan.

Ada suara dari beberapa pihak agar integrator berhenti melakukan budi daya sehingga pasar ayam hidup menjadi hak peternak mandiri/rakyat. Secara umum pengertian integrator adalah usaha dari hulu (pembibitan) hingga hilir (pasca panen). Ini artinya integrator beserta grup kemitraannya mestinya tidak menjual ayam hidup. Kalau perusahaan yang disebut integrator masih menjual ayam hidup, maka perusahaan itu belum disebut integrator. Istilah ini menjadi salah kaprah. Jika integrator tidak boleh budi daya artinya mereka juga tidak bisa disebut integrator. Demikian juga yang saat ini disebut integrator, jika mayoritas ayamnya dijual dalam bentuk live bird, juga bisa disebut sebagai integrator “setengah matang.” Faktanya memang mereka sudah terlanjur disebut sebagai integrator.

Jika pemerintah mewajibkan perusahaan yang sekarang disebut integrator itu menjadi integrator 100%, maka penjualan ayam hidup otomatis hanya milik peternak mandiri/rakyat. Setidaknya dengan cara ini tidak ada “pertandingan tinju yang beda kelas di ring yang sama.”

Patut dicatat, dari 3 miliar ekor ayam yang diproduksi Indonesia, yang dijual sebagai ayam beku diperkirakan baru sekitar 20% saja. Ini membuktikan yang disebut integrator itu masih menjadi integrator semu, belum 100%.

Ekspor dan Kampanye Gizi
Selama ini program yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi oversupply adalah dengan melakukan pemangkasan telur tetas, afkir dini PS (Parent Stock) dan upaya pemangkasan produksi yang lain. Sementara itu menjaga keseimbangan pasokan dalam negeri dengan melakukan ekspor belum secara nyata dilakukan. Ada program gerakan tiga kali ekspor oleh Kementan tapi fokusnya lebih ke peningkatan devisa negara, bukan stabilisasi harga.

Ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Perancis beberapa tahun lalu, tatkala oversupply produksi susu sapi akibat embargo ke Rusia, pemerintah setempat membeli susu milik peternak dan melakukan ekspor ke negara berkembang, baik sebagai bantuan kemanusian maupun aktivitas lainnya.

Sementara itu, pemerintah juga perlu memanfaatkan dana APBN untuk kampanye konsumsi ayam dan telur. Masih ada ruang untuk meningkatkan konsumsi ayam dan telur sebesar dua kali lipat dari sekarang, karena kita melihat konsumsi rokok masyarakat Indonesia sangat tinggi, sekitar 4.000 batang rokok/orang/tahun, sementara konsumsi ayam hanya 13 kg/kapita/tahun dan konsumsi telur hanya 150 butir/kapita/tahun. Jika konsumsi naik dua kali lipat saja, bisnis perunggasan akan menciptakan jutaan tenaga kerja baru sekaligus usaha perunggasan akan semakin bergairah.

Pada 2011 lalu Menteri Pertanian, Suswono, mencanangkan Hari Ayam dan Telur Nasional (HATN) yang diinisiasi oleh 14 asosiasi perunggasan. Pencanangan ini sebagai upaya mempercepat peningkatkan konsumsi ayam dan telur. Sayangnya, kegiatan kampanye ayam dan telur ini dijalankan sendiri oleh para peternak dan asosiasi perunggasan. Belum ada dukungan nyata dari pemerintah untuk mendongkrak konsumsi ayam dan telur agar tidak terpaut jauh dengan konsumsi negara tetangga. Padahal Kementerian Perikanan dan Kelautan memiliki program gemar makan ikan (Gemarikan), dengan tim yang lengkap dari pemerintah pusat hingga daerah, sehingga konsumsi ikan secara nyata mengalami pertumbuhan lebih cepat dibanding konsumsi ayam dan telur.

Kemitraan, Jembatan Menuju Mandiri
Pola kemitraan sudah dikembangkan sejak era 80-an, tujuannya agar peternak kecil bermitra setelah semakin besar bisa berdiri sendiri. Ini tujuan ideal, yang ternyata dalam implementasi bisnis terjadi kebalikannya. Peternak mandiri yang tidak kuat akhirnya berhenti atau melanjutkan sebagai mitra perusahaan lain. Jika itu yang terus terjadi berarti pola kemitraan yang berkembang tidak sesuai tujuan awal dikembangkannya kemitraan, dan jumlah peternak mandiri semakin sedikit.

Program untuk menjadikan lebih banyak peternak tangguh dan mandiri layak kita gaungkan, agar peta bisnis perunggasan menjadi lebih sehat dan kondusif. Jika itu dilakukan, lingkaran siput sudah terputus dan tak ada lagi ungkapan “selalu itu permasalahannya untuk tuduh-tuduhan.” ***

Ditulis oleh: 
Bambang Suharno, GITA Consultant, Pengamat Peternakan

CATATAN AWAL TAHUN PERUNGGASAN 2023

Kondisi surplus daging ayam harus ada penyaluran yang tepat. (Foto: Shutterstock)

Bisnis perunggasan masih sangat menjanjikan, terlebih produk protein hewani salah satu penopang utama pembangunan SDM bangsa. Banyaknya tantangan yang tidak dapat diprediksi dan berubah cepat, juga ditambah kompetisi global mengharuskan untuk beradaptasi dalam situasi ini.

Pada peringatan Hari Gizi Nasional pada 25 Januari 2023 lalu pemerintah mengumumkan slogan “Cegah Stunting dengan Protein Hewani”. Perunggasan sangat berkontribusi besar sebagai penopang utama pembangunan SDM bangsa sekaligus berperan memberantas stunting.

Industri Broiler Meranggas
Prof Dr Ir Ali Agus DAA DEA IPU ASEAN Eng, mengatakan industri broiler sedang meranggas, dimana fluktuasi harga sering menjadi persoalan. Ibarat pohon yang meranggas menggugurkan daunnya untuk beradaptasi dengan iklim.

Namun pertanyaannya mengapa unggas meranggas? Apakah karena kompetisi global dan produk impor dalam konteks ini pakan dan supporting lainnya. Atau bisa juga disebabkan kurangnya efisiensi pakan, mahalnya pakan, banyak kandang masih konvensional dan tata niaga belum ideal.

“Saya mengamati dan mencermati broiler sudah hampir satu dasawarsa persoalannya tidak bergeser dari fluktuasi harga jual live bird di kandang dan itu harganya rendah,” tutur Ali Agus pada webinar Indonesia Livestock Club 24, Minggu 19 Februari 2023.

Isu utama industri broiler adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023. (NDV)

SAH! PENGURUS ADHPI 2022-2026 RESMI DILANTIK

Pengurus ADHPI Periode 2022-2026

Sabtu 4 Maret 2023 Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) melakukan pelantikan kepada segenap pengurus barunya di Hotel Grand Whiz, Jakarta Selatan. Hal ini merupakan tindak lanjut sejak terpilihnya Drh Dalmi Triyono sebagai Ketua Umum ADHPI pada tahun 2022 yang lalu. Nantinya kepengurusan baru ini akan bekerja selama empat tahun dari 2022 hingga 2026.

Mewakili Ketua Umum PDHI yang berhalangan hadir, Sekjen PDHI Drh Andi Wijanarko menyatakan kegembiraannya. Dalam sambutannya ia kembali mengingatkan bahwa perunggasan merupakan "nyawa" dari kecukupan sumber protein hewani Indonesia, sehingga peran ADHPI dalam membangun negeri amat dinanti.

"Produk perunggasan merupakan sumber protein paling terjangkau dan realistis yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia sangat disoroti mengenai isu stunting oleh karena itu ADHPI harus menjadi garda terdepan dalam menyediakan protein hewani untuk negeri," tutur Andi.

Ia juga mengingatkan kepada para anggota ADHPI untuk lebih melek birokrasi dan administrasi. Terutama dalam kepemilikan Kartu Tanda Anggota (KTA) PDHI. Sebagai pengingat, Andi mengatakan bahwa dalam peraturan PB yag masih terus direvisi, KTA wajib dimiliki oleh para dokter hewan yang bekerja di perusahaan obat hewan. 

Apabila dokter hewan tidak memilikinya, nantinya mereka akan kesulitan untuk mendapatkan surat izin praktik terintegrasi oleh perusahaan tempatnya bekerja karena ini merupakan salah satu syaratnya dan rekomendasi dari cabang.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kesehatan Hewan Drh Nuryani Zainuddin yang hadir dalam pelantikan tersebut dalam sambutannya juga memberikan beberapa saran dan masukan bagi ADHPI. Mulai dari isu daging ayam mengandung hormon, resistensi antimikroba, dan yang terbaru wabah Avian Influenza yang kembali mewabah.

"AMR, penyakit, dan berbagai isu lainnya masih menjadi isu yang sering sekali kita dengar dan ADHPI merupakan salah satu stakeholder yang bersentuhan langsung dengan semua hal tersebut. Oleh karena itu mudah - mudahan kepengurusan yang baru dapat bekerja dengan baik dan dapat menjadi partner pemerintah dalam menghadapi isu - isu tersebut," kata Nuryani. (CR)

Berikut ini adalah susunan pengurus ADHPI periode 2022-2026

Susunan Kepengurusan ADHPI Periode 2022 – 2026

Dewan Penasihat :

Prof. drh. Charles Rangga Tabbu, M.Sc. Ph.D.

drh. Tri Satya Putri Naipospos, M.Phil., Pd.D.

drh. Heri Setiawan

Prof. Dr. drh. CA. Nidom

drh. Hari Wibowo

drh. Wahyu Suradji

Dewan Pembina :

drh. Muhammad Munawaroh, MM.

Dr. drh. Nuryani Zainuddin, M.Si.

drh. Andi Widjanarko

drh. Dedy Kusmanagandhi, MM.

Dr. drh. Widiyanto Dwi Surya, M.Sc.

drh. Kamaludin Zarkasie, Ph.D.

drh. Muhamad Azhar

drh. Fitri Nursanti Poernomo, M.Sc, MM.

drh. Boris Budiyanto, MM.

drh. Wayan Wiryawan

drh. Asrokh Nawawi

Dewan Pakar :

Prof. Dr. drh. Wayan Teguh Wibawan, MS.

Prof. drh. I Gusti Ngurah Mahardika, M.Sc, Ph.D

Prof. Dr. drh. Suwarno, M.Si.

Prof. Dr. drh. Michael Hariyadi Wibowo, M.P.

drh. Desianto Budi Utomo, Ph.D.

Dr. rer. Nat. Teguh Y. Prajitno

Drs. Tony Unandar, M.Sc.

Dewan Pengurus

Ketua Umum : drh. Dalmi Triyono

Ketua 1 (Bidang Organisasi & Keanggotaan, serta Diklat & Kompetensi Anggota) : drh. Bimo Wicaksana

Ketua 2 (Bidang Hubungan Antar Lembaga & Luar Negeri, serta Advokasi, Komunikasi & Pelayanan Profesi) : drh. C. Baso Darmawan

Ketua 3 (Bidang Agribisnis & Kewirausahaan) : drh. Ilsan Arvan Nurgas

Sekretaris Jenderal : drh. Erry Setyawan, MM, PCAH, MAHM.

Wakil Sekjen : drh. Bugie Kurnianto Prasetyo, MM.

Bendahara : drh. Shinta Rizanti Binol

Wakil Bendahara : drh. Nadhiva Rachmatania

Bidang – Bidang

Bidang Organisasi & Keanggotaan

Koordinator : drh Wintolo

Anggota :

drh. Eko Prasetio

 drh. Catur Fajrie Diah Astuti

drh. Jumintarto

drh. Deddy Saraswati

Bidang Pendidikan, Pelatihan dan Kompetensi Anggota

Koordinator : drh. Didit Prigastono

Anggota :

drh Agus Mardianto

Dr. drh. Dwi Priyo Widodo, M.P.

drh. Komang Budianta

drh. Mendy Praharasty

Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri

Koordinator : drh. Imas Yuyun, M.Sc.

Anggota :

drh. Erianto Nugroho

drh. Gangga Anindito Widyanugraha

drh. Diptya Cinantya

drh. Merry Oktavia Sari Pradana

Bidang Advokasi, Komunikasi, dan Pelayanan Profesi

Koordinator : drh. Aidel Syukri Aziz

Anggota :

drh. Bambang Sepsianto

drh. Ratriastuti

drh. Indra Dwi Rasmana

drh. Nasrum

drh. Nur Anis Safitri

Bidang Agribisnis dan Kewirausahaan

Koordinator : Dr. drh. Tiok Bagus Taufani Sanoesi

Anggota :

drh. Amaldo Darma

drh. Sudarno

drh. Wahyudin

drh. Rully Setiawan

drh. Octarini Lia Ekawati

Koordinator Wilayah

Sumatera Bagian Utara (Aceh, Sumut, Riau, Kepualauan Riau, Sumbar) : drh. Anshar Jalaludin Gayo

Sumatera Bagian Selatan (Lampung, Sumsel, Jambi, Bengkulu) : drh. Aripin

Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi : drh. Baskoro Tri Caroko

Jawa Barat dan Banten : drh. Joko Tri Nugroho

Jawa Tengah : drh. Sumarno

Daerah Istimewa Yogyakarta : drh. Adriana Citra Nugroho

Jawa Timur : drh. Handris Nugroho

Bali dan Nusa Tenggara (Bali, NTB, NTT) : Dr. drh. Nata Kesuma, MMA.

Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur : drh. Agil Rahmat Akbari

CEVA BROILER UNIVERSITY KEMBALI DIGELAR DENGAN MERIAH

Foto Bersama Para Peserta Ceva Broiler University 
(Sumber : Dok. Infovet)

Selasa (14/2) yang lalu PT Ceva Animal Health Indonesia menggelar acara seminar dan workshop rutinnya yang bertajuk Ceva Broiler University. Rencananya acara tersebut akan berlangsung selama 3 hari, dimana kick off acara tersebut dilangsungkan di Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University, yang kemuudian dilanjutkan di Hotel Swiss-Bellin, Bogor. 

Dalam sambutannya President Director PT Ceva Animal Health Indonesia Drh Edy Purwoko mengungkapkan rasa syukurnya karena pada tahun 2023 kali ini acara tersebut dapat digelar secara luring, dimana sebelumnya hanya dikemas dalam bentuk webinar akibat pandemi Covid-19.

"Acara ini bukan hanya digelar di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara tempat Ceva beroperasi, memang acara ini merupakan agenda rutin kami. Kami mengundang doker - dokter hewan muda untuk me-refresh ilmunya, dan saling sharing mengenai update terkini dalam sektor kesehatan unggas," tutur Edy.

Dalam kesempatan yang sama, Dekan SKHB IPB University Prof Drh Deni Noviana menyatakan rasa terima kasihnya kepada Ceva yang telah memberi kepercayaan kepada pihaknya dalam pelaksanaan acara tersebut. 

"Ceva merupakan salah satu mitra kami yang konsisten dalam mendukung kemajuan IPTEK di bidang kedokteran hewan terutama perunggasan, hal ini telah berlangsung cukup lama dan kami terus berusaha memberikan feedback positif dan berkontribusi melalui acara - acara continuing education seperti ini. Kiranya hubungan baik ini dapat terus berlangsung," tutur Deni.

Padat Ilmu dan Menyenangkan

Pada hari pertama peserta diajak untuk mendalami materi di bidang perunggasan melalui kegiatan kuliah. Pemateri yang dihadirkan di hari pertama yakni Prof Drh Agus Setiyono yang banyak memaparkan dasar - dasar dan teknik sampling pada ayam. Hadir juga Drh Andriyanto yang memberikan materi tentang bagaimana memelihara ayam secara drug free.

Setelahnya peserta juga diajak untuk melakukan pelatihan nekropsi ayam yang dipandu oleh Drh Mawar Subangkit dan Drh Vetnizah Juniantito. Disana peserta kembali diingatkan mengenai teknik nekropsi standar pada ayam dan pemeriksaan telur tetas.

Dihari kedua yang berlangsung di Swiss-Bellin Bogor, peserta akan mendapatkan materi mengenai berbagai penyakit pada ayam. Pembicara yang hadir juga merupakan para ahli dalam bidangnya, sebut saja Prof Suwarno (Guru Besar FKH Unair), Prof Widyasmara, dan Prof Michael Haryadi Wibowo (Guru Besar FKH UGM).

Tidak ketinggalan dari pihak Ceva juga memberikan update terkini terkait perkembangan teknik vaksinasi, teknologi, serta manajemen pemeliharaan ayam yang kekinian. Semuanya dikemas dengan padat dan efisien. 

Di hari ketiga, peserta juga akan diajak melakukan kegiatan trekking di salah satu Curug di kawasan Bogor. Bukan hanya me-refresh ilmu, tetapi juga me-refresh pikiran agar dapat kembali segar. (CR) 


DISABILITAS BUKAN HALANGAN UNTUK BERKONTRIBUSI DI SEKTOR PETERNAKAN

Sulaeman (37), Disabilitas Bukan Halangan Baginya Untuk Berkarya

Keterbatasan tak jadi penghalang untuk Sulaiman membangun bisnis berkelanjutan yang memiliki dampak untuk masyarakat. Awalnya, ia mencoba membuat peternakan ayam kampung sederhana pada tahun 2019 di Desa Matompi, Kecamatan Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Bermodal kandang bambu dan sepetak lahan di belakang rumah, ia telaten menggeluti usaha tersebut. "Saya memang suka memelihara ayam, harapannya dengan usaha ini juga dapat membantu warga sekitar," kata dia.

Kemudian pada pertengahan tahun 2022 , ia mendapatkan bantuan sarana berupa kandang, Day Old Chicken (DOC), dan pelatihan dari PT Vale Indonesia Tbk melalui Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) untuk membuat peternakan ayam kampung organik. Melalui bantuan ini, pria yang karib disapa Eman ini kemudian membentuk sebuah kelompok usaha yang terdiri dari 12 orang bernama Kelompok Pemuda Woliko.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 4 orang merupakan penyandang disabilitas. "Kami dapat bantuan kandang, 500 DOC, dan pelatihan dari Vale Indonesia yang sekarang masih kami jalankan," ujar Eman. Ia menjabarkan, ada beberapa hal berbeda yang perlu dilakukan agar peternakan ayamnya dapat masuk kategori organik. Untuk pakan, ia menggunakan campuran konsentrat, dedak gabah, dan minyak khusus.

Kalau sedang tidak musim panen padi, Eman akan menggunakan ampas tahu sebagai pengganti dedak gabah. Selain itu, ada juga cairan mikro organisme lokal (MOL) yang digunakan sebagai disinfektan alami yang terbuat dari daun bambu kering, air kelapa, dan nasi sisa. Disinfektan ini berguna untuk menghilangkan bakteri pembusuk di kandang. Selain itu, untuk dapat disebut sebagai peternakan ayam organik, Eman tidak menggunakan vaksin untuk ayam. Gantinya, ia meracik sendiri jamu yang diberikan kepada ayam sebanyak 2 minggu sekali.

"Jamu ini terbuat dari tanaman herbal seperti jahe, temulawak, dan kencur. Jamu ini juga bisa diminum oleh manusia," ujar dia.

Dengan menggunakan sistem organik ini, Eman mengaku rasio pada DOC yang bisa mencapai dewasa jauh lebih besar. Bahkan, ia menyebut, jumlah rasio ayam yang mati hanya 2-3 persen. "Itu juga karena terjepit, salah penanganan, jadi bukan karena penyakit," ujar dia.

Dari segi usia, ayam kampung organik ini dapat dipanen pada usia 70 hari. Sementara, ia bilang, ayam kampung konvensional membutuhkan waktu hingga 5-6 bulan untuk dapat dipanen. Ayam kampung yang diternak dengan organik juga tidak banyak memunculkan bau seperti kandang ayam pada umumnya. Pun, setelah jadi daging, dari jeroan ayam kampung organik menguar bau rempah hasil jamu tadi. Sedikit catatan, harga untuk ayam hidup per kilonya dibanderol dengan harga Rp 65.000. Per bulan, peternakan ini bisa menjual hingga 300 ekor atau lebih tergantung permintaan.

Dengan begitu omzet peternakan Eman per bulan sekurang-kurangnya bisa mencapai Rp 20 juta. Bendahara dari Kelompok Woliko Istiqamal menceritakan, semula kelompok usaha ini bermula dari teman-teman yang hobi nongkrong. Suatu ketika, Eman merangkul mereka untuk dapat lebih produktif.

"Jadi kami ini ada yang teman, sepupu, teman nongkrong yang sekadar kumpul lalu membentuk Kelompok Pemuda Woliko," ujar dia. Istiqamal sendiri selain bertugas di bagian keuangan juga bertanggung jawab untuk mengolah pakan di peternakan ayam ini.

Sedangkan, anggota Kelompok Woliko lainnya bernama M. Taufik bertugas untuk mengurus kotoran ayam dan diolah menjadi pupuk kompos. Nantinya, kompos olahan dari peternakan ini digunakan pada lahan tanaman sayuran yang ada di dekat kandang peternakan. Tak jauh dari rumah Eman, Kelompok Woliko ini juga mengelola sebuah lahan penanaman sayuran organik seperti selada dan kangkung.

 Biasanya, sayuran di sini dijual dengan harga sekitar Rp 5.000 untuk ukuran tertentu. Dengan metode akuaponik, lahan ini dapat disatukan dengan kolam nila di bawahnya. Dengan begitu, ada nilai tambah yang dapat dirasakan. Omzet dari lahan sayuran ini kurang lebih dapat mencapat Rp 1 juta per bulan. Sebagian hasil dari peternakan dan penanaman sayur organik ini dibeli oleh PT Vale Indonesia Tbk guna memenuhi kebutuhan pangan di area tambang mereka.

Lebih lanjut, pendamping dari Yayasan Aliksa Organic Sri Konsultan, Azam menjelaskan, nantinya lahan sayuran organik ini akan diperluas dengan penanaman kangkung, kacang panjang, selada, sawi, dan terong ungu. "Itu semua jenis sayuran rekomendasi dari PT Vale Indonesia yang memang dibutuhan untuk konsumsi," tandas dia. (INF)


ADHPI SULSEL SOWAN KE DINAS PETERNAKAN DAN KESWAN PROVINSI SULSEL

ADHPI Wilayah Sulsel Diterima Kepala Dinas Peternakan dan Keswan Provinsi Sulsel


Pengurus Wilayah Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan (ADHPI) Sulawesi Selatan berkunjung ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Provinsi Sulawesi Selatan. Kunjungan perwakilan ADHPI Wilayah Sulsel diwakili oleh Drh Subaedy Yusuf dan Drh Faisal diterima langsung oleh Kepala Dinas Drh Nurlina Saking, M.H., M.Kes didampingi Sub Kordinator Kesehatan Hewan Drh Sahrini Rauf di ruang kerja Kepala DPKH Provinsi Sulsel jalan Veteran Selatan.

Unggas adalah komoditas hewan pangan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, dimana daging ayam diperkirakan menjadi daging yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Selain penyebaran populasi mengikuti sebaran kebutuhan pasar, sebagian lainnya karena perubahan rantai pasok daging babi yang disebabkan oleh penyakit Demam Babi Afrika (African swine fever disease).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi daging ayam ras nasional mencapai 3,43 juta ton pada 2021 dimana jumlah tersebut meningkat 6,43% dibanding produksi tahun sebelumnya. Dari jumlah produksi tersebut, sebanyak 860,16 ribu ton berasal dari para peternak di Provinsi Jawa Barat. Angka tersebut porsinya mencapai 25,11% dari total produksi nasional. Sementara Provinsi Sulawesi Selatan menyumbang angka 90,03 ribu ton atau 2,63% dari total produksi Nasional dan berada diperingkat kesepuluh.

Selain daging ayam ras, provinsi Sulawesi Selatan mencatatkan populasi ayam ras petelur sebanyak 12.982.642 ekor dan proyeksi produksi telur ayam ras tahun ini sebanyak 188.248 ton. Dengan jumlah penduduk sebanyak 9.022.300 orang, asumsi kebutuhan telur tahun 2022 sebesar 175.033 ton sehingga terdapat surplus sebesar 13.215 ton. Surplus inilah yang digunakan sebagai bufferstock sebanyak 264 ton (2%) dan didistribusikan keluar Pulau Sulawesi, seperti ke Kalimantan, NTT, Maluku dan Papua sebanyak 733 ton (5,55%) per tahun. Berbekal dua komoditi unggas tersebut, provinsi Sulawesi Selatan menjadi daerah yang sangat potensial di bidang perunggasan. Komoditas unggas lainnya dalam skala kecil-menengah yang juga berkembang adalah ayam lokal persilangan, itik, dan puyuh.

Proses produksi bahan pangan asal unggas adalah hubungan yang rumit antara perusahaan pembibitan primer, pembenihan, produsen, pabrik pakan, peternak dan pabrik pengolahan hasil. Semuanya terkait dengan bidang biologi, industri, kesehatan masyarakat, kesejahteraan, dan politik. Pada bagian inilah yang menyenangkan sekaligus bagian yang paling menantang menjadi dokter hewan perunggasan. Menjadi penghubung antara proses input, budidaya hingga pengolahan bahan pangan menjadi makanan siap saji, from farm to table.

Para dokter hewan yang mengembangkan minat dan karir di bidang perunggasan bergabung dalam kelompok profesional yang terstruktur dari pusat, wilayah hingga ke rayon di beberapa daerah di Indonesia melalui Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) sekaligus asosiasi ini menjadi organ non teritorial dari organisasi induk Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).

Dokter hewan perunggasan bekerja sangat erat dengan produsen, biasanya sebagai techical support, membantu dengan diagnosa ketika ada wabah penyakit di peternakan, dan yang lebih penting, dengan pengobatan pencegahan untuk membantu menghentikan penyakit.

Di sisi veteriner hal ini dicapai dengan bekerja sama multielemen antara stake holder perunggasan mulai dari produsen input bagian hulu, peternak yang melakukan proses budidaya, dan produsen di hilir serta pemerintah sebagai regulator dan penyelia keamanan pangan untuk menerapkan praktik peternakan, biosekuriti yang baik, mengembangkan program vaksinasi dan pengobatan, serta melakukan surveilans penyakit secara rutin di peternakan.

Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan pangan dan yang penting pula adalah kemananan bahan pangan. Ketika sinergitas ini didukung, maka ini keuntungan besar bagi industri perunggasan dan akan mempertahankan sustainabilitas sektor pangan strategis ini.

Nurlina sangat mengapresiasi pertemuan ini, sebagaimana arahan Pimpinan Pemerintahan dalam hal ini Gubernur Sulawesi Selatan untuk selalu mendorong kolaborasi dan sinergitas seluruh pihak dalam melayani masyarakat. Masukan profesional tentang pencegahan penyakit sangat penting karena para peternak unggas telah hadir dengan potensi yang sangat besar untuk pertumbuhan ekonomi daerah. Pencegahan penyakit penting untuk kesejahteraan ternak unggas, ekonomi produksi, dan efisiensi biaya produksi. Kehadiran sektor perunggasan ini menjadi kekuatan ekonomi kita di daerah-daerah sentra komoditas perunggasan baik itu ayam layer dan broiler termasuk ternak unggas lainnya.

“Kerjasama antar elemen ini menjadi pondasi kita dalam menghadapi tantangan-tantangan yang kita hadapi di sektor perunggasan, dan pemerintah menjadi sentral karena pengawasan dan pendampingan harus dilakukan agar tercipta kondisi yang baik untuk semua” kata Nurlina yang juga aktif membina berbagai Kelompok Ternak di Sulawesi Selatan.

Senada dengan itu, Sahrini juga mengungkapkan harapannya agar kemitraan multielemen ini dapat betul terjalin dengan maksimal agar ke depannya kita dapat menyelesaikan setiap kendala yang ada di masyarakat peternakan, khususnya di perunggasan.

“Banyak hal yang perlu dikordinasikan dengan baik, kita memiliki banyak petugas yang siap melakukan monitoring bahkan bisa terlibat aktif dalam sektor ini. Dengan sinergi ini, kedepannya informasi-informasi di lapangan dapat dikordinasikan dengan kami di pemerintahan agar kita dapat mengambil langkah-langkah bersama untuk menyelesaikan… dengan kordinasi yang baik, pemerintah juga mengetahui dan akan mengambil langkah teknis” ujar Sahrini yang saat ini menjadi kordinator penanganan penyakit strategis yang ada di Sulsel.

Selain membicarakan sinergi asosiasi dan pemerintah, pertemuan kali ini juga membahas outlook penyakit hewan di peternakan unggas komersil menghadapi tahun 2023. Penyakit virus Avian influenza (Flu Burung), yang merebak tahun ini perlu dibahas secara komprehensif antar elemen yang terkait dengan aktifitas perunggasan.

Perkembangan virus di lapangan, ketersediaan vaksin, biosecurity, lalu lintas ternak menjadi bahasan penting. Melalui ADHPI, persoalan ini akan dibahas melalui kegiatan bertajuk Seminar Nasional Perunggasan yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 2022 di Makassar. Kegiatan ini menhadirkan pakar imunologi dan virologi dari berbagai kalangan mulai dari Akademisi UGM, Unair dan Unhas, Balai Diagnostik Veteriner milik Pemerintah Balai Besar Veteriner Maros, Dinas Provinsi dan Kabupaten, serta kalangan Profesional dan akan dihadiri oleh praktisi perunggasan dari berbagai perusahaan, peternak dan mahasiswa dari berbagai kampus di Makassar.

“Avian influenza adalah wabah yang sudah terjadi dalam kurun waktu hampir dua dekade, harusnya kita mampu melewati hambatan teknis yang menyertai kejadian ini. Pengalaman kita bersama selama ini menjadi pelajaran terbaik bagi kita semua, tetapi kalau kondisinya terus meningkat apa yang harus kita benahi? Mungkin regulasi ketersediaan vaksin yang cocok dengan virus lapangan, atau mungkin pola mitigasi kita yang perlu diperbaiki. Kerjasama kita semua, akan memnguatkan kita untuk menyelesaikan ini..” ungkap Nurlina.

Seminar yang akan digelar ADHPI, mungkin menjadi titik awal untuk membangun kerja kolektif. Kolaborasi multipihak menjadi pilar penting di masa depan untuk menghasilkan produk pangan yang aman, sehat, utuh, melimpah dan membawa masyarakat perunggasan menjadi sejahtera. (INF)


DALMI TRIYONO PIMPIN ADHPI SAMPAI 2026

Drh Dalmi Triyono (Paling kanan), Dilantik Menjadi Ketua Umum ADHPI 2022-2026


Dalam Rapat Umum Anggota yang digelar berbarengan dengan ILDEX 2022 Kamis (10/11) yang lalu Drh Dalmi Triyono terpilih menjadi Ketua Umum Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI) periode 2022 - 2026. Dalam pidato singkatnya, Dalmi menyampaikan bahwasanya masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh ADHPI baik dalam jangka waktu pendek, menengah, dan panjang.

"Salah satu masalah kita yang mungkin akan tidak ada habisnya yakni resistensi anti mikroba (AMR). Selain itu masih banyak juga tantangan yang akan kita hadapi seperti efisiensi, penyakit, dan lain - lain. Saya ingin kepengurusan baru nanti kita bisa lebih berkontribusi," tutur dia.

Dalmi juga mengingatkan akan krusialnya peran ADHPI dalam mendukung program pemerintah, mulai dari pengentasan stunting dengan menyediakan protein hewani, sampai program one health yang memang digaungkan sejak lama.

"Kami dari hulu ke hilir akan berupaya semaksimal mungkin membantu pemerintah dan semua stakeholder dalam industri ini, karena ini juga menyangkut hajat orang banyak. Masalah penyakit pada unggas pun kita juga semaksimal mungkin menanganinya, dan ya memang tidak bisa dipungkiri target kita ini tidak bisa terukur semuanya, namun kita tidak akan menyerah," tutur Dalmi.

Terakhir ia berharap agar seluruh anggota ADHPI di seluruh Indonesia dapat bekerjasama dan berkolaborasi dengan semua pihak dalam industri perunggasan. Dimana ini merupakan  tugas utama dalam memajukan industri perunggasan di Indonesia.  Ia juga tidak muluk-muluk agar semua masalah ini harus selesai dalam satu waktu yang sama, karena Dalmi juga menyadari bahwa semua ini merupakan salah satu langkah dalam suatu proses yang panjang. (CR)

LAGI, ACHMAD DAWAMI KEMBALI MENJABAT KETUM GPPU

Drh Agung Suganda Melantik Dewan Pengurus GPPU Periode 2022-2026


Rabu (26/7) yang lalu Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) menyelenggarakan Kongresnya yang ke-XIII di Hotel Atria, Gading Serpong, Banten. Untuk kedua kalinya Achmad Dawami dilantik menjadi Ketua Umum GPPU periode 2022-2026. 

Dalam sambutannya, Dawami menegaskan bahwa diperlukan adanya kolaborasi, konsolidasi, serta koordinasi bersama para anggota GPPU dan stakeholder industri perunggasan  lainnya di Indonesia agar perunggasan tetap eksis dan tahan dari segala macam tantangan.

"Kami juga senantiasa turut menyukseskan program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan protein daging dan telur ayam yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal) dan tentunya terjangkau bagi masyarakat demi meningkatkan kecerdasan bangsa," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, Drh Agung Suganda, yang mewakili Dirjen PKH usai melantik pengurus GPPU mengatakan, kondisi pasar saat ini untuk kebutuhan ayam ras terus meningkat, pertumbuhan ini harus terus dijaga bersama.

"Di tengah krisis seperti ini, Alhamdulillah ayam ras kita telah tembus ekspor pasar Singapura, ini adalah momentum yang baik yang mudah - mudahan kita bisa terus konsisten ekspor ke Singapura kalau perlu negara - negara lainnya," ungkapnya.

Ia juga menyebut bahwa beberapa bulan belakangan ini pemerintah tidak memberlakukan kebijakan cutting HE maupun afkir dini, hal ini tentu sebagai upaya jaga - jaga apabila produksi turun, Indonesia terancam kekurangan protein hewani mengingat sektor peternakan sapi sedang dilanda oleh wabah PMK.

Selain kongres GPPU juga menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Konsolidasi dan Kolaborasi Menghadapi Tantangan Era Disrupsi” secara daring maupun luring. Narasumber yang dihadirkan pun bukan kaleng - kaleng yakni Prof Rhenald Khasali ahli ekonomi dan bisnis yang sudah malang melintang kiprahnya di Indonesia. 

 Ia mengatakan, disrupsi adalah inovasi yang sekaligus mengubah dunia. Inovasi disrupsi terkadang inovasi yang menghancurkan, bukan melanjutkan. Perubahan pertama adalah pada populasi. Disrupsi melahirkan pasar dan pelaku usaha baru.

"Selama pandemi, perubahan kebiasaan konsumsi daging merah beralih menjadi daging putih yang dianggap lebih sehat. Dunia unggas tetap akan menarik di masa mendatang karena konsumsi daging putih meningkat pesat selama pandemi," ujar Rhenald.

Dalam inovasi disrupsi ini yang perlu ditingkatkan bersama menurutnya adalah melakukan kegiatan edukatif sembari merubah mindset. Ia juga menekankan agar generasi selanjutnya mau petani baru, yang tentunya bertani/ternak dengan cara baru.

"Jika kita dapat menciptakan petani/peternak baru dari kalangan terdidik, maka perubahan massive yang kini terjadi menuntut perubahan tatanan lama menjadi tatanan baru, semuanya akan dapat kita lalui. Inovasi yang terus tumbuh yang membawa situasi saat ini mengalami perubahan besar-besaran khususnya dalam bidang bisnis. Disitulah kita harus bisa beradaptasi," tukas Rhenald. (CR)


PITIK, START UP INDONESIA YANG DAPAT SUNTIKAN DANA 206 M

Tampilan Antarmuka Startup Pitik


Startup teknologi unggas Indonesia, Pitik memperoleh suntikan dana US$ 14 juta atau Rp 206 miliar dari perusahaan modal ventura Alpha JWC Ventures. Suntikan modal ini akan digunakan untuk pengembangan teknologi ekosistem peternakan perunggasan di Indonesia.

Co Founder sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Pitik, Arief Witjaksono mengungkapkan selain melakukan pengembangan usaha, Pitik juga akan ekspansi bisnis baik dari sisi teknologi, operasional, hingga pengembangan ekosistem peternakan.

"Kami memperoleh pendanaan Seri A senilai US$ 14 juta atau setara Rp 206 miliar dari perusahaan modal ventura yang dipimpin Alpha JWC Ventures bersama MDI Ventures dan Wavemaker Partners. Dana segar ini akan kami gunakan untuk pengembangan teknologi, memperluas ekosistem peternakan, dan memberdayakan lebih banyak peternak ayam di Indonesia," kata Arief dalam keterangannya, dikutip Sabtu (21/5/2022).

Pitik yang didirikan Arief bersama Rymax Joehana pada medio 2021 bertujuan memberdayakan peternak unggas di Indonesia. Perusahaan sedang membangun komunitas peternak unggas terbesar di Indonesia dan membekali mereka dengan solusi end-to-end di bidang teknologi, pembiayaan, dan rantai pasok.

Disebutkan, melalui layanan yang disediakan, Pitik secara konsisten berusaha mengatasi inefisiensi dalam produksi peternakan unggas dan memperlancar rantai pasok untuk menciptakan ekosistem yang adil bagi peternak.

"Peternak harus tumbuh dan mampu meningkatkan kesejahteraannya. Masalah efisiensi, kesulitan operasional, keterlambatan, dan gagal bayar saat panen harus diatasi," jelas Arief.

Sementara itu, Co Founder yang juga COO Pitik, Rymax Joehana menyatakan, melalui pendanaan Seri A, Pitik akan terus mengembangkan teknologi canggih dan produk otomatisasi pertanian sehingga dapat meningkatkan produktivitas.

"Tahun ini, kami menargetkan akan ekspansi ke seluruh wilayah di Pulau Jawa untuk memperluas bisnis ke layanan hilir, seperti pemrosesan dan distribusi ayam ke pengguna akhir," jelas Rymax.

Partner Alpha JWC Ventures, Eko Kurniadi menyambut positif langkah strategis yang akan ditempuh Pitik.

"Kami bangga Pitik telah membangun solusi lengkap manajemen pemeliharaan ternak unggas berbasis teknologi sehingga memungkinkan mereka menawarkan harga yang kompetitif dan suplai input ternak yang stabil," katanya. (INF)


START UP PERUNGGASAN MASUK DAFTAR FORBES UNDER 30

Tim Dari Chickin Indonesia

Pertamina berhasil mengantarkan jawara Start Up Pertamuda Seed and Scale yang diselenggarakan tahun lalu, yaitu Chickin Indonesia, masuk dalam daftar Entrepreneur 30 & Under 30 kategori Tech Enterprise versi Majalah Forbes.

Chickin merupakan startup yang mengembangkan aplikasi Smart Farm Micro Climate Controller sebagai solusi untuk peternakan ayam agar lebih produktif dan efisien. Chickin Indonesia dinilai Forbes sebagai start up teknologi unggas pertama di Asia Tenggara, dan telah berdampak pada peningkatan pendapatan bagi ratusan peternak unggas. Chickin diketahui telah bermitra di beberapa perusahaan di Jawa Tengah seperti Japfa, Charun Pokphand, CJ group, dan 14 rumah potong hewan lainnya.

Adalah Ashab Alkahfi dan Tubagus Syailendra alumnus Universitas Brawijaya sebagai Founder Chickin Indonesia. Kedua anak muda ini berhasil mengungguli 50 tim dari 23 universitas dengan mengusung ide bisnis aplikasi Smart Farm Micro Climate Controller sebagai solusi untuk peternakan ayam agar lebih produktif dan efisien.

"Keunggulan aplikasi yang kami ciptakan adalah membantu peternak unggas agar dapat meningkatkan pendapatan mereka hingga 25 persen. Aplikasi yang kami gagas  ini juga memungkinkan peternak menjual ayam dengan harga lebih tinggi," ungkap Ashab. 

Selain itu, Chickin juga menghadirkan teknologi manajemen kandang, Chickin Smart Farm. Peternak diberi kemudahan dalam memonitor kebutuhan pakan, pertumbuhan ayam, mengatur suhu dan kelembaban kandang, serta mencatat seluruh kegiatan administrasi perkandangan secara digital.    Meski banyak yang meragukan ide mereka, Chickin pantang menyerah. Mereka menganut prinsip growth hacker, menerobos sana-sini untuk mendapatkan investor. Upaya yang dilakukan Chickin tak sia-sia ketika mereka mendapatkan suntikan modal sebesar US$2,5 juta dari investor. 

"Ini sama artinya start up kami bisa tumbuh hingga 2.000 persen dalam setahun," ujar Ashab sembari menyebutkan modal awal membangun start up tersebut sekitar Rp7 juta.

Bukan tanpa alasan Chickin membuat aplikasi tersebut. Menurut Ashab, saat ini ayam potong menjadi salah satu komoditas yang tak pernah absen di pasaran. Peluang dari bisnis ini cukup besar bahkan produk panennya pun sering kali membanjiri pasar.

Ashab menuturkan, ketidakseimbangan antara supply-demand selama ini diakibatkan dari panjangnya rantai pasok dari peternak hingga ke end user. Karena itu, Chickin membuat teknologi manajemen kandang untuk menjawab kebutuhan yang ada di sektor peternakan ayam.

"Kami berupaya untuk meningkatkan produktivitas peternak ayam dan mendorong kebutuhan konsumsi ayam pedaging masyarakat. Jadi kami juga membantu peternak menjual hasil panennya," ujarnya.   

Ashab bersyukur atas prestasi yang diraih Chickin. Menurutnya, keberhasilan Chickin tak terlepas dari bantuan Pertamina yang pada tahun lalu melalui Pertamuda Seed and Scale. 

"Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kami, termasuk Pertamina. Dukungan Pertamina sangat impactful. Dari situ kami bisa berkembang lagi dan mendapat investor, dan itu sangat membantu Chickin dalam perjalanannya," jelasnya.

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) mengatakan melalui kegiatan ini diharapkan generasi muda dapat menjadi generasi digital economy yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui inovasi berdasarkan ilmu yang sudah didapat dari jenjang pendidikan.

"Pertamina, dalam upaya mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDG’s) khususnya di poin 4, yakni Pendidikan yang berkualitas bagi seluruh warga negara Indonesia; serta poin 8, Mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dari aspek kewirausahaan, menggerakan generasi muda Indonesia untuk mendorong tumbuhnya startup dari berbagai kampus, yang selanjutnya dapat meningkat menjadi unicorn. Sebagaimana yang digaungkan oleh Kementerian BUMN yang mendorong seluruh BUMN turut andil melahirkan unicorn-unicorn muda Indonesia," pungkas  Fajriyah. (INF)


KOLABORASI CHAROEN POKPHAND INDONESIA BERSAMA UNPAD

Foto bersama usai penandatanganan perjanjian kersajama antara CPI dan Unpad


PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) kembali menjalin kerjasama bersama perguruan tinggi di negeri ini, kali ini mereka merajut kerjasama dengan Universitas Padjajaran (Unpad). Nota kesepahaman kerjasama antara CPI dan Unpad ditandatangani di Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor, Jawa Barat (13/1) yang lalu. Kerjasama tersebut nantinya berupa pembangunan Closed Housed  dan pengembangan kewirausahaan yakni Enterpreneur Training Center (ETC).

 

Dalam sambutannya Dekan Fakultas Peternakan Unpad Dr. Ir. Rahmat Hidayat menjelaskan, PT Charoen Pokphand Indonesia memberikan hibah berupa pembangunan closed house bernilai Rp 2,235 miliar sebagai media pembelajaran dan riset bagi Fapet Unpad, khususnya budidaya unggas.

 

“Closed house ini merupakan bagian dari rencana besar Fapet untuk pengembangan laboratorium lapangan untuk berbagai komoditas dan bidang ilmu peternakan yang terintegrasi dalam suatu sistem sustainable livestock technopark,” kata Rahmat.

 

Unggas sendiri menjadi bidang ilmu prioritas di Fapet Unpad. Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, kurang lebih sebanyak dua persen lulusan Fapet Unpad terserap di industri perunggasan. Selain itu, banyak guru besar dan jabatan akademik dosen yang dilahirkan dari riset mengenai perunggasan.

 

Rahmat juga mengatakan, selain wadah pengembangan budidaya unggas, closed house ini juga bermanfaat sebagai sarana Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, penambahan fasilitas pembelajaran modern, hingga peningkatan keterampilan kompetensi mahasiswa dan lulusan di bidang budidaya ayam broiler.

 

Dalam kesempatan yang sama Tjiu Thomas Effendy selaku Presiden Direktur PT CPI sekaligus Ketua Umum Charoen Pokphand Foundation Indonesia mengatakan bahwa CPI berkomitmen mendukung pembelajaran di perguruan tinggi melalui pembuatan closed house maupun teaching farm. Selain mendukung kegiatan perguruan tinggi, pembangunan closed house bertujuan untuk menyiapkan lulusan fakultas peternakan yang siap pakai dalam industri perunggasan.

 

“Selain materi perkuliahan, mahasiswa juga harus dibekali skill dan jiwa enterpreneur,” kata Thomas.

 

Karena itu, kerja sama ini juga dibarengi dengan implementasi program ETC. Tujuannya agar mahasiswa dapat memperoleh bekal mengenai pengelolaan budidaya unggas hingga mengelola unsur komersial yang diperoleh dari hasi budidaya tersebut. Bentuk lain kerja sama antara CPI dan Unpad adalah pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang memiliki nilai akademik baik namun kurang mampu secara finansial.

 

Rektor  Unpad Prof. Rina Indiastuti pun mengapresiasi terjalinnya kerja sama dengan CPI. Ia berharap pembangunan closed house diharapkan menjadi prototipe pembelajaran mahasiswa dalam mengelola budidaya unggas. Selain itu, fasilitas ini juga harus dapat mendukung peningkatan kualitas penelitian khususnya di Fapet Unpad.

 

Selain pembangunan closed house dan pengembangan ETC penandatanganan perjanjian kerjasama antara CPI dan Unpad juga terjalin dibidang kemitraan dengan anak perusahaan CPI yakni PT Multi Sarana Pakanindo dan PT Primafood International (CR).

 

 


TRANSPARANSI PEMBAGIAN DOC FS 50% PETERNAK DAN IMPORTASI KUOTA IMPOR GPS 2022

Peternak Mandiri Melakukan Unjuk Rasa

Beberapa minggu yang lalu, peternak mandiri berunjuk rasa pada 11 Oktober yang lalu tidak lepas dari jebloknya harga ayam hidup (livebird) dan telur konsumsi dikisaran Rp 14.000 – 17.000/kg ditingkat peternak. Sedangkan harga sarana produksi ternak seperti DOC FS ayam broiler cenderung tinggi diatas Rp 6.200/kg diatas harga acuan Permendag No. 07/2020 yakni Rp 5.000 – 6.000 per ekor.

Ketua Koperasi Peternak Milenial Jawa Barat, Nurul Ikhwan, mengatakan, selama ini, peternak dijepit oleh integrator dengan harga sapronak tinggi dan broker yang membeli livebird dengan harga yang rendah dibawah harga acuan Permendag No.07/2020 yaitu Rp 19.000 – 21.000/kg.

“Dominasi dan kontrol harga sekarang masih pihak integrator. Padahal dalam Permentan 32/2017 disebutkan tentang pembagian untuk budidaya DOC FS 50%:50% antara integrator dan peternak mandiri,” ujarnya, Jakarta 3/11.

Seharusnya transparansi terkait kebijakan 50% tersebut harus terbuka datanya kepublik apakah betul diterapkan dengan sungguh-sungguh, faktanya harga DOC FS masih mahal. Pemerintah, cq Ditjen PKH, Kementan, kata Iwang, terkesan mengesampingkan dan tak mematuhi aturan yang dibuat sendiri. Padahal peternak rakyat mandiri yang ingin mandiri dalam hal bibit. Karena itu, kewajiban pemerintah melepas kuota impor GPS itu kepada semua peternak baik berbadan hukum koperasi maupun badan hukum lainnya sehingga tercipta persaingan secara sehat dan efisiensi pun tercapai di tingkat peternak rakyat.

Hal itu, kata Iwang, saat ini hanya belasan korporasi saja dan bahkan kelompok usaha tertentu saja yg mendapatkan kuota impor GPS, sedangkan para peternak dihadapi oleh pembelian DOC FS yang diharuskan membeli dengan sistem bundling dengan Pakan.

“Ini aneh, kok mereka importir GPS sudah dikasih karpet merah kuota malah tidak ada rasa tanggung jawabnya kepada rakyat,” cetus Iwang.

Senada akan hal itu menurut Rochadi Tawaf yang merupakan anggota Komite Pemulihan Ekonomi Jawa Barat yang ditemui terpisah pada (2/11), Pemerintah wajib menegakkan aturan yang sudah ada seperti Permentan 32/2017. Misalnya persoalan distribusi, peran inti plasma, dan pembagian DOC FS 50:50 yg diberikan kepada peternak rakyat mandiri tanpa ada syarat apapun.

“Disini perlu pengawasan seperti KPPU RI dengan pemerintah berfungsi untuk mengawasi agak terlaksananya hukum-hukum yang berlaku yang telah ditetapkan oleh pemerintah itu sendiri,” ujarnya.

Harga DOC Lebih Murah

Sementara Pengamat Perunggasan, Syahrul Bosang (SB) mengatakan, pemerintah memberlakukan kuota impor GPS, tetapi mempertanyakan pasokan DOC FS tetap berlebihan sehingga pemerintah melakukan kebijakan cutting di tingkat populasi ayam Parent Stock Broiler (PSB) dan aborsi di tingkat embrio Final Stock Broiler (FSB) pada usia inkubasi 19 hari. Sehingga membuat bisnis ayam broiler ini berdampak pada kenaikan harga DOC FS. Artinya, terjadi diskresi Dirjen PKH pada impor DOC GPS diketahui telah mendistorsi pasar pada DOC FS dan livebird.

Menurut SB, seharusnya impor GPS sekalian saja dibebaskan sesuai dengan kemampuan porsi masing-masing perusahaan. Ini dilakukan agar tidak terjadi cutting PS dan DOC FS secara Nasional tetapi setiap Importir GPS melakukan Self Assessment terhadap produksi DOC FS masing-masing sehingga berdampak pada stabilisasi harga DOC PS dan FS, bahkan harga nantinya dipastikan terkatrol turun sehingga pelaku bisnis di peternak rakyat maupun peternak mandiri dapat menumbuh kembangkan bisnisnya kearah up stream yaitu GPS & PS.

Dengan kebijakan dibebaskan bersyarat maka Ditjen PKH mendidik para pelaku bisnis ini untuk bersaing dengan dirinya dengan jalan mengukur kemampuan dirinya baik dalam hal teknis maupun finansial dan kekuatan untuk diterima di pasar atas dasar kwalitas dan efisiensi sehingga dalam hal ini peternak dapat bebas memilih untuk mendapatkan DOC FS sesuai dengan harga dan kualitas pemasok. Karena masing-masing bibit atau induk ayam ini berbeda-beda, tergantung potensial genetik.

Secara bisnis sungguh sangat jelas kalau impor GPS dibebaskan dengan bersyarat artinya setiap importir diwajibkan membangun Hilirisasi degan menyediakan RPHU dan Cold Storage maka sangat jelas Ditjen PKH bertanggungjawab atas keselamatan peternak rakyat dan industri ayam ras broiler karena masih seasonal market. Keputusan GPS dikuota artinya Ditjen PKH melakukan kendali di Hulu/GPS tetapi dilepas- bebaskan kendali di Hilir/LB telah berakibat rusak nya tatanan bisnis ini sehingga sepertinya tidak pernah guyub pada hal sistem tata kelola yang belum pas diberlakukan.

Transparansi Data

Sementara itu Ketua PATAKA, Ali Usman mempertanyakan teknis dan mekanisme kebijakan pembagian DOC FS 50%. Dasar pembagian dan cara kontrol kebijakan tersebut akan seperti apa, dirinya pun menegaskan bahwa hal tersebut harus transparan dan jelas. Mengingat harga DOC FS masih cukup tinggi diatas acuan Permendag. Ia juga berujar agar jangan sampai dominasi DOC FS masih dikuasai oleh perusahaan tertentu, lalu peternak selalu ditekan dengan harga DOC dan seakan dibuat langka karena pemerintah memberlakukan kebijakan cutting DOC PS dan FS dengan dalih pengendalian over supply. Seharusnya jika terjadi overs tock, harga DOC akan lebih murah bukan sebaliknya. Jangan pula lupakan bahwa pada data impor GPS dua tahun lalu masih mengalami kelebihan.

Terbukti pada 2019 ada kelebihan impor GPS sebanyak 53.299 ekor yang berdampak banjirnya DOD FS pada 2021. Impor GPS tahun 2022 akan berdampak pada 2024 nanti, hal ini dikarenakan alur produksi ayam GPS membutuhkan 2 tahun untuk menghasilkan DOC PS dan produksi DOC FS. Karena itu, menurut Ali Usman, impor GPS masih bersifat kuota untuk tahun 2022 mendatang. Pemerintah harus transparan dalam menentukan kuota impor GPS dan kebutuhan GPS harus sesuai dengan prognosa kebutuhan ayam tahun 2024 nanti.

Terlepas sistem kuota dan non kuota (bebas). Pemerintah harus menghidupkan kembali tim Analisa Supply-Demand untuk menentukan prognosa produksi dan angka kebutuhan ayam sesuai angka konsumsi ayam masyrakat perkapita pertahun. Dimana data OECD/Organisation for Economic Co-operation and Development masa Pandemi Covid-19 2020 menyebutkan angka konsumsi ayam ras hanya 7.6 kilogram/kap/tahun.

“Seharunya ini menjadi acuan pemerintah untuk membaca kebutuhan DOC FS, PS hingga importasi ayam GPS idealnya berapa ekor untuk menghasilkan daging ayam sesuai kebutuhan,” terang Ali Usman saat dihubungi.

Ali Usman membandingkan beberapa tahun sebelumnya, dimana terdapat Tim Analisa Supply-Demand terbentuk terdiri dari akademisi, pelaku usaha, peternak dan NGO yang dapat membaca data, berdiskusi, menjaga independensi dan transparan untuk semua pelaku usaha. Hal ini tertuang dalam Permentan 32/2017 Tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

Dimana dalam Pasal 4 Ayat (2) Rencana Poduksi nasional sebagiamana dimaksud ayat (1) sesuai dengan keseimbangan suplai dan demand. Ayat (3) Rencana Produksi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat Desember tahun sebelumnya. Kemudian pada pasal 5 Ayat (1) Kesembangan supply dan demand sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dihitung dan dianalisa oleh Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. (INF)

 

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer