Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini perunggasan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PETERNAK BROILER SIAPKAN "AMUNISI" KAWAL JANJI DAN ARAHAN PRESIDEN

Pertemuan peternak mandiri di Bogor


Pada tanggal 15 September yang lalu akhirnya perwakilan peternak ayam dapat bertatap muka secara langsung dengan Presiden - RI. Diawali oleh aksi nekat Suroto, peternak layer dari Blitar yang membentangkan spanduk dikala kunjungan Presiden, akhirnya Presiden memanggil peternak menuju istana.Dalam pertemuan tersebut, Presiden meminta peternak untuk mengemukakan masalahnya dan berjanji akan segera menyelesaikannya.

Dalam menindaklanjuti hal tersebut GOPAN mengadakan pertemuan di Botani Square pada Selasa (21/9) yang lalu. Pertemuan tersebut dihadiri oleh peternak ayam mandiri Se -  Pulau Jawa. Herry Dermawan Ketua Umum GOPAN menyampaikan bahwa ada beberapa hal terkait isu perunggasan yang waktu itu ia kemukakan di depan Presiden. 

"Kalau Suroto cuma minta jagung dan harga jagung distandarkan, waktu itu saya mintanya lebih banyak, aji mumpung lah sekalian, kesempatan langka juga kan bisa ngomong di depan Pak Jokowi," tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang ia paparkan kepada Presiden pada saat itu diantaranya pemasaran hasil ayam broiler sering bermasalah, tingginya harga pakan dan Day Old Chick ( DOC ), serta isu mengenai data GPS yang berujung pada terjadinya over supply yang berkepanjangan.

Ketua Umum PINSAR, Singgih Januratmoko yang juga hadir dalam pertemuan tersebut juga menyampaikan bahwa dirinya telah memberikan usulan kepada Presiden agar Indonesia memiliki cadangan jagung sebesar 500 ribu ton dan dikelola oleh BUMN. 

"Kalau pemerintah punya stok, jika nanti harga jagung naik kan lebih mudah dikendalikan, selain itu stok juga bisa digunakan ketika memang jagung sedang langka dan berpotensi menaikkan harga pakan. Jadi semacam buffer begitu," tukas Singgih.

Di akhir pertemuan peternak mengambil beberapa langkah strategis yang akan segera dilakukan untuk menindaklanjuti janji dan arahan Presiden. Hal tersebut adalah : 

1. Pemasaran hasil ayam broiler sering bermasalah, terutama  yang dialami peternak mandiri kecil, karena sering bersaing dipasar tradisional dengan produksi dari perusahaan konglomerasi, oleh karena itu perlu adanya segmentasi produk ayam broiler. Perusahaan konglomerasi tidak  boleh  menjual ayam hidup, karena menjual ayam hidup merupakan segmen pasar peternak rakyat mandiri kecil.

2. Peternak rakyat mandiri sering dihadapkan tingginya harga pakan dan Day Old Chick ( DOC ) / anak ayam umur sehari, hal tersebut dipicu oleh tingginya harga jagung, dimana  jagung merupakan komposisi terbesar dari pakan ayam ( 50% ), sehingga peternak  akan mencoba mengupayakan  jagung dapat dijual dengan harga yang wajar dan ketersediaannya cukup. Seperti kondisi saat ini harga jagung yang mahal maka kami meminta pemerintah untuk melakukan import jagung untuk peternak mandiri lewat BUMN Pangan atau Koperasi.

3. Peternak juga akan mengusulkan pemerintah untuk mempunyai cadangan jagung pemerintah sebanyak 500.000 ton yang dilakukan oleh  BUMN Pangan.

4.  Ditetapkannya Harga Eceran Tertinggi ( HET ) Day Old Chick ( DOC ) / anak ayam  umur sehari dan Pakan, atau harga DOC disesuaikan dengan harga ayam hidup  yaitu sebesar 25 % dari harga ayam hidup, dan revisi harga acuan ayam hidup pada Permendag No. 07 tahun 2020.

5. Jika terjadi harga jual ayam hidup terendah ditingkat  peternak mandiri mohon BUMN  Pangan dapat ikut berperan untuk menyerap ayam-ayam  peternak mandiri dengan  ketentuan harga yang wajar dan dapat menjadi  cadangan pangan.

6. Ayam dimasukan keprogram bantuan-bantuan sosial baik tingkat  pusat, provinsi maupun kabupaten.

7. Kerataan kepemilikan indukan ayam ( Grand Parent Stock ) selanjutnya disebut  dengan GPS yang selama ini dikuasai oleh 2 ( dua ) perusahaan yang mendapat  kuota + 65 %. Peternak akan mengawal dan meminta kepada kementerian terkait agar DOC dapat didistribusikan secara merata dan  berkeadilan sehingga peternak mandiri yang naik kelas bisa juga mendapatkan   GPS tersebut. Dengan komposisi setiap perusahaan atau peternak mandiri mendapatkan kuota maksimal tidak lebih dari 20 %.

8. Terkait dengan  hal-hal tersebut  diatas yang bernuasa perlindungan terhadap  peternak rakyat mandiri kecil mohon diterbitkan PERPRES yang melindungi peternak mandiri.

9. Agar kondisi ini setiap saat dan setiap waktu bisa dilaporkan kepada  pemerintah ( Bapak Presiden ) kami meminta dibuat semacam team kecil  ( team monitoring dan evaluasi yang didalamnya ada perwakilan peternak  ungags rakyat mandiri ). (CR)


PATAKA NYATAKAN SIKAP TERKAIT DATA JAGUNG

Jagung, komoditi penting di sektor peternakan


Jakarta. (21/9/21). Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Ali Usman mengatakan, Desas-desus data jagung yang dinyatakan surplus sebesar 2,37 juta ton oleh Kementan tidak mendasar ditengah melambungnya harga jagung mencapai Rp 6.200 per kg.

Menurutnya padahal sudah jelas peternak Layer, Suroto berteriak terkait mahalnya harga jagung, sampai akhirnya terdengar ke telinga Presiden. Singkat cerita Presiden memerintahkan Kementan agar menurunkan harga jagung paling tinggi di angka Rp 4.500/kg khusus ke peternak layer.

Kenyataannya Per-tanggal 21/09/21 realisasi bantuan harga jagung wajar tersebut tersalurkan hanya 1.000 ton dari 30.000 ton yang dijanjikan Presiden. Rincian distribusi jagung Koperasi Blitar 350 ton, Koperasi Kendal 300 ton, Koperasi Lampung 200 ton dan Koperasi PPN 150 ton.

“Sedangkan Kementan masih bersikukuh bahwa jagung surplus, tetapi harga jagung masih tinggi di berbagai daerah terutama di Sumatera, Jawa, NTB, Kalimantan dan Jawa. Diluar harga bantuan Presiden kepada Peternak Blitar Jawa Timur. Kalau memang surplus seharusnya harga jagung lebih murah bukan sebaliknya. Lalu mau sampai kapan Desas-desus Jagung Surplus ini berlanjut,” tegas Ali.

Pasalnya, kata Ali, Presiden Joko Widodo baru mengetahui masalah jagung dari aksi nekat Suroto membentangkan poster di Blitar sehingga di undang ke Istana Merdeka. Dia kira harga jagung baik-baik saja karena Kementan surplus. Ali menyampaikan, munculnya fenomena Suroto adalah momentum menyadarkan pemerintah c.q Kementerian Pertanian bahwa Desas-desus Surplus Jagung harus segera di akhiri.

Sudah saatnya DPR RI mengambil langkah strategis untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, KemenKo Ekonimi dan Kementerian Badan Pusat Statistik (BPS). Guna menghitung supply-demand dan neraca jagung nasional. Sehingga persoalan segera diakhir dan mencapai kesepatakan bahwa data Jagung kedepan harus dikelola oleh BPS tidak lagi dklaim sepihak oleh Kementan.

Karena itu, ego sektroral lembaga harus dibuang jauh-jauh, seharusnya Kementan koordinasikan ketika ada masalah sehingga terjadi harmonisasi petani-peternak. Petani-peternak bagian penggerak ekonomi negara, kedunya saling membutuhkan dan jangan saling menekan harga. Dan inilah momentum harmonisasi stakeholder perunggasan layer baik petani, peternak, pelaku usaha jagung, distributor jagung dan industri pakan.

PRODUK AYAM OLAHAN INDONESIA HADIR DI BANGLADESH UNTUK PERTAMA KALINYA

Syahrul Yasin Limpo dikala Melepas Ekspor Produk Ayam Olahan di Karawang
(Sumber : CR)

Jum'at (27/8) yang lalu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo melepas ekspor perdana produk ayam olahan dari PT Raja Jeva Nisi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Produk tersebut nantinya akan dinikmati masyarakat di Bangladesh.

Disela kunjungannya pria yang akrab disapa SYL tersebut mengutarakan rasa bangganya kepada PT Raja Jeva Nisi yang telah membuktikan bahwa produk perunggasan Indonesia berkualitas dan memiliki daya saing di kancah Internasional. Dirinya juga mengungkapkan bahwa Kementan akan terus berkomitmen dalam mendukung siapa saja pelaku industri perunggasan yang hendak mengekspor produknya ke luar negeri. 

"Kami akan persilakan dan akan kami beri karpet merah kepada Bapak/Ibu sekalian yang memang berkomitmen untuk membantu menyukseskan juga program pemerintah (GRATIEKS). Ini adalah upaya anak bangsa yang harus diapresiasi karena menunjukkan pada dunia bahwa dalam keadaan pandemi sekalipun, bukan menjadi halangan bagi kita untuk ekspor," tutur Mantan Gubernur dua periode tersebut.

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Direktur PT Raja Jeva Nisi, Ariefin mengatakan bahwasanya ini adalah kali pertama Indonesia mengekspor produk olahan ayam berupa chicken nugget ke Bangladesh. Pada hari itu 3 dari 18 ton produk diberangkatkan ke Bangladesh, sisanya berangsur - angsur dikirim hingga bulan Desember 2021.Bicara nilai Rupiah Ariefin mengatakan bahwa nilai ekspor perusahaan yang dipimpinnya mencapai sekitar Rp 1,1 Miliar. 

"Kelihatannya masih sedikit ya, tapi ini suatu pencapaian yang apik untuk kami, mengingat kami baru berdiri sejak 5 tahun yang lalu, dan dalam tempo tersebut kami sudah bisa melakukan ekspor. Kalau bisa dibilang penglaris-lah," tutur Ariefin.

Ariefin juga berujar bahwasanya selain Bangladesh kemungkinan dalam waktu dekat ini PT Raja Jeva Nisi juga akan melakukan ekspor ke 3 negara lainnya. Namun begitu ia enggan menyebut negara mana saja yang akan menjadi targetnya.

"Setelah ini ada 3 lagi mungkin, mereka juga sepertinya sudah deal. Tapi nanti-lah kita kasih tahunya, yang jelas dengan adanya ekspor ini tentu membuktikan bahwa kualitas produk kami bukan kaleng - kaleng, semoga bisa terus berkembang kedepannya," tutup Ariefin.

PT Raja Jeva Nisi merupakan group dari perusahaan PT Taat Indah Bersinar. Dari budidaya Grand Parent Stock hingga pengolahan daging unggas untuk menjadi nugget, sosis, spicy wing, karage dan pengolahan yang lain. Saat ini produk dari PT Raja Jeva Nisi telah tersebar di beberapa modern market, marketplace, dan pasar Internasional.

Visi dan misi dari PT Taat Indah Besinar (Group) adalah untuk menjadi perusahaan dalam negeri yang berdaya saing internasional, dan menyinari Indonesia. Dengan slogan: Bangkit, melejit dan menyinari Indonesia melalui produksi protein hewani yang berkualitas untuk kecerdasan bangsa. (CR)

 


RESEP SREEYA BERTAHAN DARI PANDEMI BERKEPANJANGAN

Sreeya Sewu Indonesia, positif thinking di tahun 2021


Ganasnya pandemi Covid-19 yang sudah berjalan dua tahun belakangan ini telah banyak membuat perusahaan gulung tikar. Namun tidak demikian dengan perusahaan integrasi perunggasan PT Sreeya Sewu Indonesia. Mereka tetap menorehkan catatan positif ditengah pandemi yang masih berlangsung hingga saat ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Direktur mereka Tommy Wattimena pada acara public expose pada Senin (16/8) yang lalu di Jakarta. 

Sreeya berhasil menutup tahun 2020 dengan tingkat profitabilitas yang positif.Mereka berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 28,27 miliar selama 2020. 

"Penjualan bersih sebesar Rp 4,34 triliun atau meningkat 7,21 persen dibandingkan penjualan bersih tahun 2019 sebesar Rp 4,05 triliun,” kata Tommy usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Jakarta.

Kemudian ia melanjutkan bahwa pada  tahun 2021, di kuartal pertama terjadi peningkatan penjualan bersih mencapai Rp 1,28 triliun. Angka ini meningkat 13,32 persen dibandingkan kuartal pertama tahun 2020 sebesar Rp 1,13 triliun.

Namun laba perusahaan sedikit terjadi penurunan pada kuartal pertama 2021 yang hanya mencapai Rp 34,68 miliar. Angka ini turun sebesar Rp 24,77 miliar bila dibandingkan kuartal pertama tahun 2020 sebesar Rp 59,45 miliar.

Meski terjadi penurunan, dari sisi operasional, perusahaan berhasil meningkatkan kapasitas produksi pakan ternak dan makanan olahan. 

Ditanya target kinerja 2021, Tommy menyebut tahun 2021 ini masih pandemi sehingga situasinya masih tidak pasti. Namun dia optimistik kinerja PT Sreeya masih akan positif seperti tahun 2020. 

"Saya sangat yakin akan tumbuh sebesar double digit sampai akhir tahun. Ada faktor eksternal yang jadi tantangan, misalnya harga jagung belum membaik, harga kedelai masih tinggi, demand masih rendah sehingga profitability akan terdampak. Tapi, di dalam perusahaan kami sangat solid dan kuat. Jadi bisa double growing dan bisa kontinu pertumbuhannya," tutur Tommy. 

Dirinya juga menyebut sejak Covid 19 masuk Indonesia pada Maret 2020, terjadi penurunan aktivitas ekonomi secara nasional, termasuk yang dialami Sreeya. Hal itu akibat penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dikeluarkan pemerintah. 

Kebijakan itu menyebabkan kelebihan pasokan ayam yang dialami Sreeya pada tahun 2020 karena daya beli masyarakat menurun. Kelebihan pasokan ayam menyebabkan pelemahan harga ayam broiler dan ayam umur sehari atau Day Old Chick (DOC). 

Di sisi lain, ada berbagai risiko usaha yang perlu diatasi Sreeya sepanjang 2020. Diantaranya fluktuasi harga bahan baku SBM (Soy bean Meal) atau bungkil kacang kedelai yang tinggi. Kemudian pelemahan harga DOC dan live bird serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. 

Risiko lainnya adalah instruksi program pemusnahan (culling program) melalui Kementerian Pertanian yang bertujuan menstabilkan harga ayam. Hal itu mengakibatkan kenaikan biaya bahan baku dan berimbas pada kenaikan beban biaya produksi perusahaan. 

“Perseroan berhasil membuat transformasi bisnis dalam situasi sulit tersebut. Itu dilakukan melalui penerapan Halal Blockchain di Rumah Potong Ayam berupa transformasi digital atas transparansi data dan ketelusuran halal. Kemudian meluncurkan inovasi pakan ternak dengan ekstrak alami buah nanas (Bromelain) yang mampu meningkatkan berat badan ayam dan menurunkan tingkat kematian,” jelas Tommy. 

Dalam kesempatan yang sama, Managing Director Foods PT Sreeya Sewu Indonesia Dicky Saelan menjelaskan  strategi yang dijalankan perusahaan tahun 2021.

Menurutnya, perusahaan menjalankan strategi performance to solution yakni peningkatan kualitas produk pakan ternak, keunggulan pelayanan yang cepat tanggap, serta menyediakan solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. 

Perseroan juga meningkatkan kapasitas pembibitan (breeding) untuk menunjang utilisasi produksi pakan ternak. Kemudian memperluasan penerapan sistem Smart Farm agar para peternak lebih mudah mengontrol manajemen budidaya ayam dalam meningkatkan produktivitasnya.

Di sektor hilir, lanjut Dicky, perusahaan membangun distribusi rantai dingin (cold chain) dan logistik yang kuat, peningkatan eksekusi penjualan dengan dukungan dari Command Centre, dan peningkatan portofolio food melampaui sektor poultry.

Untuk meningkatkan gairah konsumen, perusahaan membuat strategi promosi yang menarik dan meningkatkan kualitas ayam untuk mendongkrak nilai tambah produk perusahaan. 

Selain itu, perusahaan melakukan langkah antisipasi penguatan manajemen risiko untuk menjaga pertumbuhan usaha yang berkelanjutan. Caranya dengan menjaga kelancaran arus kas melalui efisiensi biaya dan menerapkan penggunaan CAPEX berdasarkan tingkat prioritas. 

“Dalam menjaga dan memperkuat pertumbuhan pendapatan, di kuartal ke dua, perusahaan telah meluncurkan inovasi produk bernilai tambah yaitu Produk Ayam Nanas, produk ayam pertama di Indonesia yang diberi pakan ekstrak nanas sehingga menghasilkan daging ayam yang lebih sehat, empuk dan gurih. Selain itu, perseroan meluncurkan Produk Pakan Burung premium Pertama di Indonesia menggunakan formula khusus yang dilengkapi dengan protein serangga,” jelas Dicky.

Di sisi lain, sejak dimulainya pelaksanaan vaksin Gotong Royong oleh Pemerintah di bulan Mei 2021, Sreeya bergerak aktif dan cepat melaksanakan kegiatan vaksinasi Covid 19 untuk seluruh karyawan di berbagai lokasi di Indonesia. Hingga saat ini, perusahaan telah berhasil melaksanakan vaksinasi sebanyak 3.657 karyawan atau 97 persen karyawan. 

Adapun hasil RUPS menetapkan Antonious Joenoes Supit sebagai Komisaris Utama. Ia didampingi dua Komisaris yaitu Eddy Tamboto dan Ted Margono. Bertindak sebagai Komisaris Independen adalah Theo Lekatompessy. 

Dalam jajaran direksi, ditetapkan Direktur Utama dipegang Tommy Wattimena Widjaja. Ia dibantu Wakil Direktur Utama (Independen) Soh Ching Ker serta didampingi dua direktur yaitu Wayan Sumantra dan Sri Sumiyarsi

FGD FORMAT : RAMBU - RAMBU PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI PERUNGGASAN

FGD FORMAT, membahas penggunaan antibiotik di perunggaan lebih mendalam

Beberapa waktu yang lalu harian Kompas mengangkat tema terkait Antimicrobial Resisstance (AMR) pada laman utamanya. Lalu kemudian digelar pula acara konferensi pers antara YLKI bekerjasama dengan beberapa LSM terkait temuan bakteri yang resisten antimikroba pada produk perunggasan (karkas).

Sebagai upaya klarifikasi atas isu tersebut, Forum Media Peternakan (FORMAT) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai penggunaan antibiotik di sektor perunggasan melalui daring Zoom Meeting pada Kamis (5/8). FGD ini sengaja dibatasi pesertanya hanya pengurus Format dan para wartawan media anggota Format, sedangkan narasumber yang diundang adalah para pimpinan asosiasi terkait dengan isu ini yaitu Pinsar Indonesia, GOPAN, Pinsar Petelur Nasional, GPMT, GPPU, ASOHI, PDHI serta perwakilan pemerintah yaitu Ditkeswan. FGD  dibuka oleh Ketua Format Suhadi Purnomo dan dipandu oleh sekretaris Format Yopi Safari

Pada kesempatan pertama Drh Rakhmat Nuryanto Ketua Bidang Kesmavet PINSAR Indonesia mengatakan bahwa isu bakteri kebal antibiotik terutama E.Coli sebenarnya adalah isu yang sudah lama terjadi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Ia mengutip beberapa laporan dan hasil penelitian terkait isu tersebut.

"Permasalahannya, yang duluan mengangkat isu tersebut adalah media mainstream, sehingga masyarakat menjadi geger. Itu tidak bisa dihindari dan memang dampak sosio-ekonominya cukup besar," tutur Rakhmat. 

Rakhmat sendiri menyayangkan hal tersebut, padahal menurutnya bakteri sekebal apapun terhadap antimikroba akan tetap mati dengan cara dimasak . Jadi untuk meredam isu tersebut ia menyarankan pada stakeholder untuk meng-counternya dengan menyarankan pada masyarakat agar tidak takut makan ayam dan telur.

Selain itu menurut Rakhmat, sektor peternakan bukanlah satu - satunya sektor yang harus disalahkan dari terjadinya AMR. Kesalahan pola konsumsi antibiotik pada manusia juga memegang peranan yang besar atas terjadinya AMR.

Senada dengan Rakhmat, Ketua Umum PB PDHI Dr. Drh Muhammad Munawaroh juga menyayangkan hal tersebut. Menurutnya hal tersebut hanya menyebabkan kepanikan belaka di masyarakat sehingga masyarakat menjadi takut untuk mengonsumsi daging dan telur ayam.

Peternak Bicara

Dalam forum tersebut juga hadir perwakilan PINSAR Petelur Nasional (PPN) yakni Yudianto Yosgiarso. Menurutnya di lapangan sebisa mungkin peternak tidak menggunakan antibiotik maupun obat, karena hal tersebut juga merupakan cost tambahan produksi. 

Ia juga mendukung upaya pemerintah dalam menggalakkan program sertifikasi NKV di Indonesia. Menurutnya dengan adanya program tersebut, peternak dapat lebih meningkatkan sisi manajemen pemeliharaan dimana dengan manajemen yang baik, tidak dibutuhkan penggunaan obat - obatan termasuk antibiotik dalam jumlah yang banyak.

"Saya sangat mendukung itu dan sudah melihat sendiri bahwa dengan memperbaiki cara beternak, obat - obatan termasuk antibiotik dapat dikurangi. Makanya saya dukung program pemerintah ini dan kalau bisa semua peternak ayam petelur juga meneruskan langkah baik ini," tuturnya.

Pendapat Yosgiarso juga didukung oleh Herry Dermawan, Ketua Umum GOPAN. Ia memaparkan bahwasanya penggunaan antibiotik dapat ditekan dengan cara menerapkan biosekuriti yang baik sehingga ayam tetap sehat dan performanya baik.

"Di Priangan Timur sana, kami (termasuk saya), memanen ayam di umur 23-24 harian, karena kami sadar nanti kalau dipanen di umur 28 hari keatas banyak tantangan penyakit. Dengan  dipanen 24 hari, peternak sudah mulai menerapkan cara pemeliharaan yang sangat minim menggunakan obat. Jadi faktanya peternak sendiri sudah melakukan upaya mengurangi penggunaan obat-obatan termasuk antibiotik," kata Herry.

Namun begitu kata Herry, isu yang ditimbulkan oleh pemberitaan negatif terkait ayam membuat peternak cukup terpukul. Terlebih lagi ketika peternak menghadapi anjloknya harga ayam terkait masalah supply dan demand. Oleh karenanya Herry mengatakan bahwa isu ini harus bisa segera diredam untuk mencegah dampak sosio - ekonomi yang lebih hebat lagi.

Memperkuat Pengawasan dan Komunikasi

Pemerintah pun sebenarnya tidak tinggal diam dalam menghadapi masalah ini. berbagai peraturan telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengurangi penggunaan antibiotik yang serampangan. Mewakili Direktur Kesehatan Hewan Drh Ni Made Ria Isriyanthi, PhD pun menjabarkan berbagai regulasi terkait penggunaan antibiotik pada ternak.

Menurut Ria, berbagai upaya kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementan bersama stakeholder di luar sektor peternakan. Ia menjelaskan bahwa pihaknya terus meningkatkan pengawasan peredaran obat hewan bersama stakeholder . 

"Kami sedang menggodok aturan bagaimana caranya agar sediaan obat hewan ilegal tidak dijual di marketplace . Ini masih butuh waktu dan kami diskusikan juga dengan ASOHI," tutur Ria.

Sementara itu Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari dalam forum ini mengutarakan, bahwa sebagai mitra pemerintah pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam menjalankan kebijakan pengendalian AMR.

"Kami juga mengerti kalau permasalahan ini tidak bisa kami selesaikan sendiri. ASOHI pun telah mewanti - wanti anggotanya agar selalu menaati peraturan yang berlaku, dan kami membuktikan itu. Berbagai kolaborasi dengan pihak lain juga telah kami jalankan agar bisa mereduksi dampak dari AMR, karena kami paham isu ini sifatnya global dan dampak sosio - ekonominya pun besar," tutur Irawati.

Dalam kesempatan yang serupa, Drh Desianto Budi Utomo Ketua Umum GPMT ikut menyatakan pendapat. Ia menjabarkan bahwa semua pabrik pakan anggota GPMT dipastikan sudah mematuhi semua peraturan terkait antibiotik baik AGP maupun medikasi.

"Kami ikuti sesuai peraturannya dan setiap anggota kami wajib memiliki dokter hewan yang menjadi PJTOH (Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan) di pabrik masing - masing, jika nanti terjadi praktik yang tidak sesuai tentunya akan mudah dilacak," kata Desianto.

Sementara itu, Ketua Umum GPPU Ahmad Dawami mengatakan bahwa memang isu perunggasan yang diangkat Kompas beberapa waktu belakangan efeknya cukup mencengangkan. Meskipun ia mengetahui pasti bahwa orang - orang di sektor perunggasan akan menanggapinya dengan santai, tetapi di luar sektor perunggasan pasti dampaknya akan berbeda.

"Kita santai karena kita ngerti, yang lain kan enggak ngerti. Makanya ini kita harus bisa mengubah mindset orang - orang ini agar enggak takut makan ayam dan telur," tutur Dawami.

Ia menyoroti pola komunikasi yang ada di masyarakat dimana sebenarnya banyak beredar isu tak sedap mengenai perunggasan, mulai dari hormon, telur palsu, antibiotik, dan lain sebagainya. 

Selain itu Dawami juga menyoroti ketegasan pemerintah dalam melakukan sanksi pada pihak yang dinilai menyalahi aturan.Menurutnya, pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi, jangan hanya memberikan sanksi administratif, bila perlu penutupan izin usaha.

Drh Munawaroh juga sangat menyoroti sisi komunikasi dari isu ini. Menurutnya, sektor peternakan kurang aktif dalam mengampanyekan sisi baiknya kepada masyarakat luas. Sehingga berita - berita hoaks jadi semakin susah ditangkis.

"Selama ini saya enggak pernah lihat di TV, koran, ada kampanye "Ayo makan daging dan telur Ayam!" padahal ini penting. Makanya kalau dibutuhkan ayo kita bikin kampanye yang masif, PDHI siap membantu mengedukasi masyarakat juga kok. Kalau komunikasinya berjalan dengan baik pasti bisa kita naikkan konsumsi protein hewani kita," tutur Munawaroh.

Ia juga meminta agar FORMAT senantiasa melakukan upaya terbaik dalam meng-counter pemberitaan di media mainsteam. Karena menurutnya FORMAT sebagai media yang berfokus di sektor peternakan lebih paham dan mengerti terkait seluk - beluk peternakan ketimbang media mainstream (CR).



KEMENTAN TINGKATKAN PENGAWASAN OBAT HEWAN TERKAIT BAKTERI RESISTEN ANTIBIOTIK PADA UNGGAS

Resistensi Antimikroba, sudah menjadu isu global di seluruh dunia

Menyikapi pemberitaan tentang adanya temuan bakteri resisten antibiotik tertentu pada sampel produk ayam di beberapa lokasi, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, Nasrullah menegaskan bahwa langkah-langkah pencegahan dan pengendalian resistensi antimikroba terus dilakukan oleh pihaknya.

"Pemerintah Indonesia telah menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (AMR) lintas sektor sejak tahun 2017," ungkap Nasrullah (17/07/2021).

Menurutnya, ancaman AMR tidak bisa dihindari dan dapat terjadi secara alamiah. Saat ini semua negara, termasuk Indonesia terus berupaya untuk dapat memperlambat laju perkembangan resistensi antimikroba yang sedang terjadi akibat dari penggunaan yang tidak bijak, berlebihan, dan tidak mengikuti aturan.

"Langkah penting yang telah kita lakukan adalah dengan membuat Peraturan Menteri Pertanian No. 14 Tahun 2017 yang secara tegas melarang penggunaan antibiotik untuk tujuan pemacu pertumbuhan (antibiotic growth promoter/AGP)," tambah Nasrullah.  

Hal tersebut dilakukan Kementan untuk mencegah adanya residu dan gangguan kesehatan bagi manusia, serta mencegah timbulnya bakteri resisten antibiotik.

"Baru-baru ini, pengawasan itu kita perkuat lagi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No. 16 Tahun 2021 tentang Kajian Lapang dan Pengawasan Obat Hewan," imbuhnya.

Aturan baru tersebut menurut Nasrullah sangat tegas mengatur bahwa antibiotik sebagai obat keras hanya bisa dipakai dengan resep dokter hewan, dan digunakan di bawah pengawasan dokter hewan, bahkan melarang penggunaan obat hewan tertentu pada ternak yang produknya dikonsumsi manusia.

Lanjut dijelaskannya, antibiotik yang beredar di Indonesia telah terdaftar di Kementerian Pertanian, sehingga dapat dipastikan keamanan, khasiat, dan mutunya.

"Semua aturan tersebut telah kita sosialisasikan, diskusikan, bahkan kita latihkan ke semua pemangku kepentingan terkait. Ini dilakukan untuk memastikan pemahaman juga pelaksanaan di lapang," jelas Nasrullah.

Dalam implementasinya sendiri, Kementan bersama petugas dari dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan serta pemangku kepentingan terjun langsung melakukan pengawasan di lapang.

"Apabila ada penyimpangan dan pelanggaran, selain dibina, kita bisa juga secara tegas menerapkan sanksi sesuai  peraturan perundangan. Jadi jangan ragu, segera laporkan saja ke kami ke WA 082288887076 dan email keswan@pertanian.go.id," tegas Nasrullah. (INF)

ASOHI JAWA BARAT GELAR SEMINAR NASIONAL MELALUI DARING

Seminar Nasional ASOHI, kupas tuntas mutasi virus patogen pada ungas


Rabu (14/7) ASOHI Jawa Barat mengadakan Seminar Nasional melalui daring Zoom meeting. Topik yang dibahas yakni mutasi virus infeksius pada unggas seperti ND, AI, dan IB beserta permasalahan yang dihadapi oleh peternak khususnya pada masa pandemi Covid-19 dua tahun belakangan. Hadir sebagai pembicara yakni Guru Besar sekaligus pengajar FKH UNAIR, Prof. Suwarno.

Dalam sambutannya Ketua Umum ASOHI Jawa Barat yang juga baru terpilih hari itu drh Nurvidia Machdum berterima kasih kepada para panitia penyelenggara yang sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menggelar acara tersebut. Dirinya juga mengatakan bahwa seminar nasional ini juga bertujuan untuk menambah informasi dan ilmu khususnya dibidang kesehatan hewan dan informasi terkini terkait virus patogen yang ada pada unggas seperti ND, IB, dan AI.

Terkait keterpilihannya sebagai Ketua ASOHI Jawa Barat ia berharap agar bisa bekerja semaksimal mungkin sesuai dengan visi dan misi ASOHI. Nurvidia juga memohon dukungan dari para stakeholder lainnya yang berkepentingan agar dirinya dan segenap pengurus ASOHI Jawa Barat dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. 

Setelahnya Prof. Suwarno memulai presentasinya mengenai mutasi beberapa jenis virus patogen pada unggas. Dalam presentasinya yang berdurasi kurang lebih satu jam, Prof. Suwarno menjabarkan mengenai faktor - faktor yang menyebabkan mutasi, jenis mutasi, cara virus bermutasi, serta dampak dari mutasi virus baik terhadap inang maupun virus itu sendiri. 

Tidak hanya mutasi virus pada unggas, Prof. Suwarno juga menyinggung mutasi virus pada manusia misalnya Covid-19. Menurut beliau virus Covid-19 memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan virus patogen pada unggas yakni Infectious Bronchitis (IB).

"Persamaannya yakni sama - sama dari Coronaviridae, target organ sama (paru - paru), dan memiliki karakteristik genom yang mirip. Namun bedanya adalah inang dan reseptornya, namun begitu keduanya memiliki karakteristik yang hampir serupa," tutur Prof. Suwarno.

Dirinya juga menjabarkan mengenai data - data kekinian terkait mutasi virus patogen pada unggas. Misalnya saja AI yang dalam beberapa tahun ini kurang hits ketimbang kompatriot virus lainnya dimana ND dan IB sedang "galak-galaknya" menginfeksi ayam baik layer maupun broiler.

Pada sesi diskusi, pernyataan menarik terlontar dari Prof. Suwarno, hal ini juga berkaitan dengan wabah Covid-19. Secara teori menurut Prof. Suwarno manusia dapat memanen plasma covalesens Covid-19 melalui ayam petelur. 

Caranya adalah dengan menyuntikkan antigen S milik Covid-19 ke dalam tubuh ayam. Karena perbedaan reseptor, ayam tidak akan menunjukkan gejala klinis dan terinfeksi, tetapi antibodi terhadap Covid-19 akan tetap dibuat dan dapat terkandung pada telur ayam dalam bentuk IgY yang apabila dikonsumsi bisa menjadi semacam produk "telur anti Covid-19".

"Ini baru sebatas teori saja, masih perlu kajian dan penelitian lebih lanjut, tapi tidak menutup kemungkinan ini bisa dilakukan. Namanya juga peneliti, teori tentunya harus diaplikasikan toh?," tutur Prof. Suwarno. (CR) 


HIPRA MENGINISIASI WORLD POULTRY VIRTUAL CONGRESS 2021

Tampilan antarmuka HIPRA WVPC 2021, seperti bermain game online


Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dua tahun belakangan ini tentunya membuat manusia harus menjaga jarak antara satu dengan yang lain. Kegiatan yang berpotensi membuat kerumunan pun dibatasi bahkan dilarang demi mencegah menyebar pandemi. Sebagai salah satu pemain besar dalam industri kesehatan hewan, HIPRA nyatanya tidak kehabisan akal. 

Perusahaan asal Negeri Matador tersebut menghelat konferensi perunggasan virtual tingkat dunia bertajuk World Poultry Virtual Congress 2021 yang digelar pada 14 - 17 Juni 2021. Tujuan dari digelarnya acara tersebut yakni sebagai edukasi berkelanjutan bagi para profesional yang bekerja di sektor perunggasan di seluruh dunia.

Dalam pidatonya yang disampaikan secara virtual, Joan Tarradas Mante Corporate Poultry Business Director HIPRA mengatakan bahwa dalam kondisi pandemi sekalipun permintaan akan protein hewani untuk dikonsumsi oleh manusia tidak akan pernah berhenti dan bahkan cenderung meningkat. Sementara itu dengan adanya pandemi dan berbagai pembatasan gerak, manusia harus memutar otak agar produksi protein hewani dari ternak bisa ditingkatkan. 

"HIPRA peduli akan hal ini, kami harap dengan adanya perhelatan ini dapat menambah wawasan para profesional dan juga menjadi ajang untuk berbagi mengenai perkembangan terkini terkait sains,teknologi, dan bisnis di dunia peternakan khususnya perunggasan di seluruh dunia," tutur Joan.

Untuk mengakses acara tersebut, peserta hanya tinggal masuk ke laman resmi HIPRA, melakukan registrasi, dan kemudian menikmati secara cuma - cuma seluruh rangkaian acaranya. Setelah registrasi selesai, peserta dapat menikmati berbagai fasilitas dan acara yang telah disediakan dalam kongres virtual tersebut. 

Yang tentunya menarik adalah dihadirkannya webinar terkait teknis, teknologi, serta perkembangan perunggasan terkini di setiap harinya oleh pembicara yang berbeda. Pembicara yang dihadirkan pun bukan kaleng - kaleng, tentunya mereka semua adalah expert dalam bidangnya yang reputasinya pun sudah mendunia.

Infovet sendiri berkesempatan mencoba masuk, berinteraksi, dan menikmati fasilitas yang disediakan dalam acara tersebut. Kita tidak perlu melakukan instalasi program atau sebagainya, cukup melakukan registrasi, login, dan enjoy the moment!

Tampilan yang diberikan dalam kongres virtual pun seperti layaknya bermain game online. Apabila sudah terbiasa bermain game online, kita tentu akan mudah berinteraksi melalui interface yang disediakan.

Dalam dunia virtual WVPC peserta juga dapat berkenalan, berinteraksi, chatting, dan melakukan kegiatan lainnya dengan peserta lain dari seluruh dunia. Intinya kegiatan ini bisa dibilang sangat berisi, menyenangkan, dan dapat dinikmati oleh kita yang bahkan gaptek sekalipun. Hanya saja dibutuhkan koneksi internet yang memadai serta spesifikasi komputer atau laptop yang cukup mumpuni agar tidak sering terjadi lag atau lemot saat berada dalam dunia virtual WVPC yang digagas oleh HIPRA ini. Tentunya ini menjadi suatu terobosan yang sangat inovatif di dunia peternakan, semoga dapat ditiru oleh pihak lainnya. (CR)

CEVA BEBERKAN RAHASIA SUKSES KENDALIKAN ND


Chick Day 2021, sukses digelar dengan protokol kesehatan yang ketat

Mengusung tema "Recipe for Succes : Indonesia's Real Case and Value" PT Ceva Animal Health Indonesia sukses menggelar Chick Day 2021 di IPB International Convention Center, Bogor, Rabu (31/3) yang lalu. Selain menggelar secara langsung dengan protokol kesehatan yang ketat, Chick Day 2021 juga ditayangkan secara live streaming melalui daring Zoom Meeting dan Youtube.

Edy Purwoko selaku Country Manager PT Ceva Animal Health Indonesia dalam sambutannya mengutarakan alasannya mengapa penyakit ND menjadi permasalahan yang dibahas dalam Chick Day di tahun ini.
"Sampai sekarang perunggasan diproyeksikan cukup baik meski terganggu pandemi. Makanya kita perlu mempersiapkan diri menghadapi penyakit ND agar performa tetap baik dan ayam tetap sehat, dan mencegah kerugian lebih lanjut karena wabah ND," tutur Edy.
Pembicara yang dihadirkan dalam acara tersebut tentunya juga bukan kaleng - kaleng. Konsultan perunggasan Tony Unandar didapuk menjadi pembicara utama dalam acara yang berlangsung meriah tersebut.
Tony Unandar mengupas penyakit ND dari A sampai Z, dari kulit sampai ke tulang. Semua pembahasan disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan menambah khazanah keilmuwan para peserta tentang virus ND.
"ND ini cerita lama, tapi terus jadi residivis. Padahal zaman sudah maju, teknologi sudah berkembang, tapi kok masih muncul?. Makanya kita harus benar - benar mengenali musuh kita ini, jangan sampai kalah dalam memerangi ND, sebisa mungkin kita cegah penularannya, persempit sheddingnya, dan kita kendalikan," kata Tony kepada Infovet.
Bicara mengenai ND, tentunya penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Oleh karenanya dibutuhkan upaya pencegahan yang apik dalam menampik virus ini. Selain biosekuriti, upaya pencegahan yang dapat dilakukan dalam mencegah infeksi ND adalah melalui vaksinasi. Bagaimana memilih vaksin ND terbaik?, Ayatullah Natsir Poultry Business Unit Manager PT Ceva Indonesia memberikan tips dan triknya dalam memilih vaksin ND terbaik.
"Vaksin ND harus memberikan protektivitas tinggi aman bagi ayam, manusia, dan lingkungan. Dan tentunya vaksinasi yang baik harus dapat mencegah shedding virus itu sendiri. Dalam upaya vaksinasi ND, biasanya agak tricky karena ada intervensi dari maternal antibody. Namun begitu berdasarkan hasil riset kami, akhirnya kami menemukan solusi tepat akan hal itu," tutur Ayatullah.
Vectormune® ND merupakan vaksin vektor pertama di Indonesia yang hadir sebagai solusi permasalahan ND di tanah air. Vectormune® ND merupakan vektor vaksin hasil rekayasa genetik, dimana gen yang berasal dari satu organisme (berperan sebagai donor) disisipkan ke dalam genom organisme lain (berperan sebagai vektor) untuk memberikan respon imun yang protektif terhadap kedua organisme tersebut. Pada vaksin vektor ND, gen ND disisipkan ke dalam genom Herpesvirus of Turkeys (HVT) marek.
Vectomune® ND memberikan perlindungan yang maksimal dibandingkan ND killed karena tidak terganggu oleh adanya maternal antibody, durasi imunitas panjang, perlindungan lebih luas terhadap berbagai tantangan ND dan mampu untuk mengurangi shedding serta, tidak menimbulkan efek samping (reaksi post vaksinasi). Perlindungan ini dikarenakan Vectomune® ND menggertak kekebalan humoral, kekebalan berperantara sel dan kekebalan mukosa.
Di akhir sesi presentasi, Ketua Umum GPPU, Achmad Dawami menjabarkan mengenai konsumsi daging ayam di Indonesia yang masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara tetangganya seperti Malaysia, Brunei, dan lain-lain.
Dawami juga menyoroti tentang panjangnya rantai tataniaga perunggasan yang menyebabkan disparitas harga yang tinggi di pasaran. Dimana menurutnya pembenahan di sektor hilir merupakan hal mutlak yang harus dilakukan agar konsumen mendapatkan harga yang lebih murah dan produk yang lebih berkualitas.
“Kami harap nantinya enggak ada lagi ayam hidup dijual di pasar. Semua harus sudah jual dalam bentuk karkas atau olahan. Seperti di Vietnam, FIlipina, dan lainnya. Ini kan juga mencegah zoonosis seperti misalnya AI. Kita harus bergerak dan menuju ke arah situ,” pungkas Dawami. (CR)




PPA SERI II: STRATEGI PENUMBUHAN SEMANGAT & JIWA KEWIRAUSAHAAN PERUNGGASAN

PoultryPreneur Academy seri II. (Foto: Dok. Infovet)

PoultryPreneur Academy (PPA) bekerja sama dengan Indonesia Livestock Alliance (LLA) dan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI) menyelenggarakan webinar seri II tentang Strategi Penumbuhan Semangat & Jiwa Kewirausahaan Perunggasan. Kegiatan ini dilaksanakan pada Rabu (31/3/2021), melalui aplikasi Zoom Meeting.

Di seri II ini, PPA menghadirkan narasumber yang bersentuhan langsung dengan pengusaha perunggasan, diantaranya Ir Audy Joinaldy (Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Barat), Dr Desianto Budi Utomo (Vice President PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk) dan Ali Mas’adi (CEO PT Widodo Makmur Unggas, Tbk).

Audy Joinaldy yang tampil diawal acara menyatakan bahwa dunia perunggasan masih berpotensi sebagai ladang bisnis atau objek wirausaha ke depannya. Hal ini mengingat bahwa dunia perunggasan produknya cepat didapat, dengan konsumen beragam dari berbagai tingkat umur.

“Daging dan telur itu adalah bahan pangan yang kaya protein dan gizi lainnya, mudah didapat oleh konsumen dengan harga yang tidak terlalu mahal, sehingga sangat mudah dikembangkan menjadi ladang usaha yang dapat menghasilkan uang,” kata Audy.

Ia juga menyebut bahwa untuk memulai usaha, hal yang perlu dipunyai adalah informasi kesiapan pasar menerima produk, saingan usaha dan faktor pendukung lainnya.

“Informasi terkait kesiapan pasar yang akan menerima produk yang akan diproduksi sangat dibutuhkan, sehingga ketika produk ada dan siap dipasarkan, pasar sudah tersedia, sehingga tidak ada kesia-siaan dalam berusaha,” kata pengarang buku Poultry Preneur ini.

Sementara narasumber lain yakni Desianto Budi Utomo, menambahkan bahwa SDM (sumber daya manusia) Indonesia ke depannya tidak lagi berorientasi mendapatkan kerja semata, namun harus memiliki ciri khusus, yaitu dengan mengetengahkan jiwa kewirausahaannya.

“Jiwa wirausaha sangat penting dipunyai pekerja di lini apapun, di hulu ataupun di hilir, mereka harus punya jiwa kewirausahaan, dengannya mereka akan memahami untung-rugi jika melakukan sesuatu dengan jiwa kewirausahaan yang dimiliki,” papar Desianto.

Menurut dia, ke depan semua perusahaan bidang peternakan akan menggali potensi kewirausahaan yang dimiliki para SDM lulusan dari program studi peternakan, sehingga mereka tidak hanya bekerja, namun juga mengaplikasikan jiwa kewirausahaan yang dimiliki.

Hal senada juga disampaikan Ali Mas’adi, bahwa untuk kemajuan usaha perunggasan, SDM bermutu dan andal sangat dibutuhkan. Tidak hanya dari sisi akademiknya, tetapi harus memahami pasar dan bagaimana upaya pengembangan usaha ke depannya.

“Kita berharap agar penghasil lulusan bidang peternakan tidak hanya memerhatikan sisi akademik lulusan, namun skill dari lulusan juga perlu ditingkatkan,” kata Ali.

Ia menambahkan, “Sejauh ini para lulusan peternakan hanya mampu bekerja berdasarkan apa yang diketahuinya, ke depan kita berharap SDM peternakan mampu mengembangkan dirinya dengan menggali apa saja yang belum didapat semasa kuliah, ini sangat dibutuhkan, sehingga SDM peternakan andal tidak hanya sekedar angan-angan, namun dapat diwujudkan dengan adanya kerja sama yang intens dari berbagai pihak terkait.” (Sadarman)

INDONESIA JAJAKI EKSPOR PRODUK UNGGAS KE NEGERI TIRAI BAMBU

Indonesia mencoba kemungkinan ekspor produk unggas ke Tiongkok


Kabar bahagia datang dari sektor perunggasan. Melalui pertemuan virtual via daring zoom, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (P2HP) menginisiasi pertemuan antara integrator perunggasan Indonesia dengan perwakilan buyer asal negeri tirai bambu Senin (22/3).

Direktur P2HP Fini Murfiani menjelaskan bahwa sejak lama pihak Indonesia telah melakukan lobi - lobi kepada Tiongkok untuk membuka akses pasar terkait produk perunggasan. Lebih jauh Fini menjelaskan bahwa sudah ada 5 surat resmi G to G kepada pemerintah Tiongkok yang dikirimkan oleh Indonesia.

Fini juga menyebut bahwa KBRI Tiongkok juga telah melakukan komunikasi informal kepada GACC (General Administration Custom of People's Republic of China) / bea cukainya Tiongkok terkait hal ini. Fini juga mengatakan dalam HS Code nomor 020712 dan 020714 Tiongkok terkait produk unggas, Indonesia belum pernah melakukan ekspor produk perunggasan ke Tiongkok. 

"Kami sudah melakukan ini, terakhir surat kami kirimkan di bulan Maret ini, tentunya karena dari sana mereka juga sudah meminta kepada kami karena supply mereka yang juga terbatas. Jadi kami sedang mengupayakan G to G nya, tapi supplier di sana sepertinya sudah tidak sabar untuk melakukan bisnis secara B to B, makanya kita mengupayakan yang terbaik," tutur Fini.

Ivan Lee sebagai perwakilan buyer dari Tiongkok mengatakan bahwa negaranya sangat membutuhkan suplai produk perunggasan berupa Chicken wings, Middle Joint Wings, Chicken Paw, dan Chicken feet. Produk - produk tersebut sangat diminati oleh masyarakat Tiongkok dan konsumsinya cukup besar.

Sebagai catatan, Ivan mengatakan bahwa Tiongkok sesungguhnya mengekspor produk - produk tersebut dari Brazil, Argentina, dan Thailand. Namun ia mendengar kabar adanya kemungkinan suplai dari Brazil akan dihentikan oleh Tiongkok karena isu Covid-19. Selain itu Ivan meyakini bahwa produk Indonesia berkualitas baik.

"Kami tahu bahwa produksi Indonesia sangat besar, makanya kami ingin agar produk Indonesia bisa kami jajaki di sini. Saya yakin meskipun secara G to G sangat rumit, tapi kami bisa upayakan untuk prosesnya, dan kami ingin secepatnya. Tetapi ingat, ini bukan soal kuantitas tapi tetap kualitas kami utamakan," tutur Ivan.

Namun begitu, nampaknya  jalan terjal terkait ekspor produk ini masih akan menanti. Pasalnya hingga kini belum ada kesepakatan G to G antara Indonesia dan Tiongkok. Namun begitu kedua pihak masih saling berdiskusi mencari jalan agar hal ini dapat diwujudkan, hingga berita ini diturunkan, belum ada keputusan dan solusi yang dihasilkan oleh kedua belah pihak. (CR)






PERUNGGASAN PASCA PANDEMI

Ternak unggas. (Sumber: Agrarindo.com)

Dunia sedang menghadapi ancaman pandemi COVID-19 yang telah membunuh lebih dari 1 juta orang di dunia. Sampai saat ini semua orang disarankan untuk tetap menjaga jarak, rajin mencuci tangan dan menggunakan masker lantaran vaksin belum ditemukan. Konon, ketiga hal itu akan terus dilakukan meskipun vaksin sudah ditemukan. Dampak dari pandemi ini sangat luar biasa, makhluk yang tak kelihatan ini juga telah memporak-porandakan ekonomi di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Kira-kira pertanyaan banyak orang sama, apa dan bagaimana setelah pandemi ini berakhir khususnya di sub sektor perunggasan?

Pandemi COVID-19 telah mengubah banyak hal terutama di sektor peternakan, khususnya perunggasan. Hari ini banyak orang lebih waspada dalam mengonsumsi makanan. Apalagi ada rumor bahwa COVID-19 bisa menular lewat makanan. Di sisi lain, ada tantangan dalam teknis perunggasan yaitu produksi, kekebalan dan kesehatan pada ternak unggas. Ketiga hal tersebut tentu menjadi pembahasan yang berkelanjutan. Lantas kita bertanya bagaimana para pelaku usaha menyikapi dampak pandemi ini dan bagaimana itu jika dikaitkan dengan kepastian keamanan pangan bagi konsumen? Muara dari semua produksi peternakan adalah pangan.

Kita harus akui bahwa masih banyak kelemahan terkait soal kesehatan ternak atau pengendalian penyakit yang terjadi, baik itu dalam kandang hingga kualitas daging pada makanan yang tersedia di meja makan. Dalam banyak praktik di kandang, tak sedikit pelaku usaha masih tetap menggunakan antibiotik dalam melancarkan pembesaran ternak unggas. Masih banyak pula rumah pemotongan ayam (RPA) yang belum menerapkan standar pemotongan yang memenuhi syarat higienis dan sanitasi untuk menjamin kualitas daging. Pandemi COVID-19 ini seharusnya menjadi momentum bagi industri peternakan di Indonesia dalam meningkatkan keamanan pangan asal hewan.

Penggunaan Antibiotik
Penggunaan antibotik pada pakan unggas masih menjadi diskusi yang berkelanjutan sampai hari ini. Meskipun antibiotic growth promoter (AGP) pada pakan sudah dilarang di Indonesia, tapi penggunaannya masih dilakukan oleh sejumlah praktisi peternakan khususnya pada ternak broiler. Dilema dari AGP adalah satu sisi mendorong pertumbuhan bagi ternak, di sisi lain berdampak buruk terhadap kesehatan manusia. Resisten antibiotik menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat secara global baik langsung maupun tidak langsung.

Resisten antibiotik dapat menular ke manusia secara langsung adalah dengan mengonsumi unggas, sedangkan yang tidak langsung bisa terjadi lewat kotoran unggas yang mencemari lingkungan (air dan tanah). Diperlukan upaya secara cepat dan berkelanjutan dalam menemukan alternatif antibiotik misalnya prebiotik, probiotik dan senyawa antimikroba. Bahan kimia nabati menunjukkan bahwa dalam suplementasi pakan asam kaprilat, rantai asam lemak secara konsisten mengurangi kolonisasi Campylobacter pada ayam broiler (Solis de los Santos, dkk., 2008; 2009; 2010). Kemampuan in vitro dari thymol dan carvacrol untuk menghambat Campylobacter jejuni dan Salmonella Enteritidis dalam isi sekal ayam (Kollanoor Johny, dkk., 2010). Probiotik dan prebiotik dalam studi Arsi et al. (2015 b) menunjukkan bahwa prebiotik tidak secara konsisten mengurangi Campylobacter. Namun, prebiotik secara signifikan menurunkan beban Campylobacter bila digunakan dalam kombinasi dengan probiotik spp. (Arsi dkk., 2015).

Keamanan Pangan
Bahan pangan asal ternak nomor dua paling besar dikonsumsi di dunia adalah unggas, setelah daging babi. Tapi konsumsi daging nomor wahid di Indonesia adalah daging unggas. Oleh sebab itu, perhatian semua pihak pada unggas tak boleh disepelekan. Namun berapa banyak rumah potong atau tempat pemotongan hewan unggas yang ada telah memenuhi syarat higiene dan sanitasi? Dengan mudah kita menemukan tempat pemotongan yang tidak layak di pasar atau di sekitar rumah.

Tempat pemotongan yang tidak layak ini ditandai dengan ciri-ciri kotor, sistem penangan limbah yang tidak memadai, darah atau limbah berceceran di tanah, bangunan yang terbuat dari kayu, kandang penampungan ayam hanya berjarak 2-5 meter, pekerja yang tidak mengenakan perlengkapan yang standar (tidak bersih) dan sebagainya. Kondisi tempat pemotongan seperti ini amat berpotensi membahayakan kesehatan manusia karena kontaminasi bakteri patogen.

Penyakit yang ditimbulkan jika produk pangan terkontaminasi bakteri patogen adalah infeksi dan keracunan. Infeksi yang dimaksud akibat tertelannya mikroba dan berkembang biak di dalam alat pencernaan. Gejala yang timbul dari sini diketahui adalah sakit perut, pusing, muntah dan diare (Bruckle, dkk., 1987). Sekitar 60-70% penyakit diare disebabkan makanan yang mengandung mikroba patogen (Winarno, 2004). Sedangkan keracunan agak berbeda dengan infeksi, yaitu mikroba terlebih dahulu bertumbuh dalam bahan pangan kemudian tertelan oleh manusia. WHO mendata secara global bahwa 1 dari 10 orang di dunia sakit akibat keracunan makanan dan 420.000 orang meninggal dunia akibat keracunan makanan.

Dalam upaya menjaga agar produk pangan asal hewan terjamin higien dan sanitasinya, pemerintah telah membuat peraturan yang cukup jelas. Bahwa untuk produk mentah pangan (karkas) yang dikomersialkan wajib memiliki sertifikat kontrol veteriner. Tapi sayangnya, hal ini masih langka di Indonesia. Kita dengan mudah menemukan tempat pemotongan yang tidak memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Beberapa waktu lalu, salah satu pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian mengungkapkan hanya sedikit sekali RPA di Indonesia yang memiliki NKV. Padahal, berdasarkan Undang-Undang No. 18/2009 juncto No. 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 60 menyebutkan bahwa “Setiap orang yang mempunyai unit usaha produk hewan wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh nomor kontrol veteriner…”

Tantangan COVID-19 terhadap Unggas
Meskipun kesamaan dalam susunan genetik manusia dan ayam adalah sekitar 60%, sistem kekebalan manusia dan spesies unggas sangat berbeda, sehingga protokol, jenis dan aplikasi vaksinasi berbeda (Hafez dan Attia, 2020). Beberapa studi terbaru tampaknya menujukkan COVID-19 tidak menular pada ternak unggas. Kendati demikian, penerapan biosekuriti yang ketat di lokasi kandang harus dipertahankan untuk membatasi penyebaran COVID-19 ke peternakan. Karena kemungkinan terjadinya mutasi bisa terjadi (Montse dan Bender, 2020).

Meskipun saat ini belum ada bukti bahwa makanan dapat menyebarkan COVID-19, masyarakat global dihadapkan pada pertimbangan dalam pembelian makanan. Bakteri dan virus bisa tumbuh di suhu 5-60° C. Sebaiknya jika masyarakat hendak memesan daging unggas bawalah kotak pendingin dan es untuk menjaga makanan pada suhu yang dingin selama diperjalanan. Jangan biarkan daging unggas berada pada suhu ruang selama lebih dari 2 jam. Setelah sampai di rumah, daging unggas dimasukkan ke dalam kulkas atau freezer untuk penyimpanan yang aman.

Pandemi ini sebetulnya momentum yang tepat dalam rangka membenahi kualitas produk perunggasan nasional. Ini merupakan tanggung jawab bersama baik dari pemerintah, pelaku usaha, perguruan tinggi dan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan perlu menindak tegas pelaku usaha yang tidak memiliki NKV, karena ini berkaitan dengan nyawa manusia. Masyarakat memiliki peran yang cukup penting dalam memilih produk unggas yang sudah terjamin mutunya. Bagi pelaku usaha, sudah saatnya lebih peduli pada lingkungan dan masyarakat, tidak semata-mata mengejar profit belaka (People, Planet, Profit). Perguruan tinggi menjadi ujung tombak dalam mengedukasi masyarakat dan juga dalam melakukan riset/inovasi yang menjawab kebutuhan masyarakat. Semoga pandemi ini cepat berlalu. Usaha perunggasan Indonesia semakin maju. ***

Oleh: Febroni Purba (Praktisi Peternakan Unggas Lokal)

KOMITMEN TRI GROUP DALAM MENDUKUNG DUNIA PENDIDIKAN

Tri Hardiyanto (paling kanan) bersama Dekan SV IPB University Dr. Arief Daryanto MEc, usai menandatangani Memorandum of Academic (MoA)

Sebagai kelompok usaha yang memfokuskan diri di sektor perunggasan, Tri Group berkomitmen mendukung dunia pendidikan nasional. Sinergi bersama dunia pendidikan ini merupakan langkah strategis sebagai upaya menyiapkan sumber daya manusia yang cakap, terampil dan kompeten  pada dunia perunggasan. Sebagai bentuk dukungan Tri Group pada dunia pendidikan, melalui perusahaan induk PT Tri Gardanindo Inti melakukan penandatangan kerjasama (Memorandum of Academic/MoA) dengan Sekolah Vokasi (SV) IPB University.


Bertempat di IICC Bogor pada hari Jum'at (18/12), Tri hardiyanto selaku Direktur Utama PT. Tri Gardanindo Inti melakukan penandatangan MoA dengan SV IPB University yang diwakili oleh Dekan SV IPB University, Dr. Arief Daryanto, MEc. Kerjasama yang dilakukan yakni di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat khususnya pada bidang perunggasan. Melalui kerjasama ini Tri Group membuka diri kepada civitas akademika SV IPB University untuk dapat memanfaatkan fasilitas produksi dan usaha yang ada di lingkungan Tri Group sebagai fasilitas atau media pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Kerjasama dengan IPB University ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Tri Group secara rutin, hanya saja kerjasama kali ini bersifat lebih formal dan terprogram secara rutin khususnya untuk SV IPB University. Output yang diharapkan dari kerjasama ini agar civitas akademika SV IPB University dapat lebih mengetahui kondisi ril sektor perunggasan baik secara teknis budidaya dan pemasaran. Diharapkan dari kerjasama ini lulusan SV IPB University lebih terampil secara skill dan cakap secara pengetahuan juga memiliki daya analisis yang tajam karena langsung dihadapkan dengan kondisi riil perunggasan di lapangan.

Sebelum dilakukannya penandatangan MoA, selama tiga bulan terakhir Tri Group bersama SV IPB University melakukan kegiatan SV – IDUKA (Sekolah Vokasi -  Industri dan UKM Perunggasan). Dalam kegiatan tersebut Tri Group bersama SV IPB University melakukan kajian tentang tata niaga perunggasan, kelembagaan peternak, serta kunjungan ke kandang mini closed house dan fasilitas Rumah Pemotongan Ayam (RPA). (Jefri/CR)

KETIKA KONSUMSI TAK SETARA PRODUKSI


Oleh: Heri Setiawan

Sepenggal kalimat yang di-posting di salah satu WhatsApp Group (WAG), 21 Agustus 2020, pukul 20:03 itu, kesannya bak pisau bermata dua. Maklum, pengirimnya adalah pejabat Eselon II Kementerian Pertanian. Salah satu pejabat kunci yang memiliki otoritas tinggi dalam penerbitan rekomendasi.

Mungkin saja, maksud sang Pejabat mengirimkan pesan singkat itu sekedar berbasa-basi. Sekedar menjalin komunikasi dengan para anggota WAG, atau bisa jadi bersifat “intimidasi” yang tersembunyi.

Pada tanggal yang sama pukul 14:50, Beliau mem-posting pesan panjang. Isinya mengimbau kepada bapak/ibu pimpinan perusahaan pembibitan dan pakan ayam ras agar dapat menaikkan serta melaksanakan penyerapan live bird (LB) berdasarkan alokasi penyerapan masing-masing perusahaan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab bersama, sehingga stabilisasi perunggasan dapat tercapai dengan lebih baik.

Landasan yang dipergunakan adalah Surat Himbauan No. B-22007/PK.230/F2.5/07/2020 tanggal 22 Juli 2020 tentang penyerapan LB peternak UMKM. Selain itu, juga Surat Himbauan No. B-12005/TU.020/F2.5/08/2020 tanggal 12 Agustus 2020 tentang penyerapan LB internal dan eksternal perusahaan pembibit ayam ras pedaging.

Tunggu punya tunggu, lebih dari 5 jam sejak pesan panjang itu tayang, (mungkin) membuat sang Pejabat penasaran dan bertanya-tanya. Eksekusinya adalah, tayangan sepenggal kalimat ambigu di WAG itu: “Wa saya tdk di respon trima kasih. Gmna hp sy nt rusak tidak bisa klik rekomendasi impor GPS.

Ajaib, dalam hitungan menit, malam itu juga muncul respon positif: Siap. Keesokan paginya, respon pertama pukul 04:25. Selanjutnya, berurutan muncul respon-respon positif lainnya hingga sore pukul 17:38.

Konsumsi Daging Ayam

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 7 November 2019, merilis data “Demand Daging dan Telur Ayam Ras 2020.” BPS mengestimasikan bahwa demand daging ayam ras tahun 2020 sebesar 3.442.558 ton. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk Indonesia, berarti konsumsi daging ayam ras pada 2020 tersebut mencapai 12,79 kg/kapita/tahun.

Pandemi COVID-19 mengubah segalanya. Tak terkecuali tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging ayam ras. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) pada 14 Juli 2020, menerbitkan skenario baru konsumsi daging ayam menjadi 9,08 kg/kapita/tahun. Berdasarkan revisi itu, demand-nya menjadi 2.447.691 ton. Surplus sekitar 1 juta ton.

Bila ditarik ke arah hulu, berarti juga terjadi kelebihan produksi DOC broiler. Semula diprediksi bahwa produksi DOC broiler pada 2020 sekitar 3,6 miliar ekor. Situasi dan kondisi pandemi COVID-19 tersebut menjadikan produksi DOC broiler berlebihan.

Dampak akhir dari semuanya itu adalah terpuruknya harga LB, khususnya di pulau Jawa. Kegaduhan pun timbul di mana-mana, apalagi di media sosial. Beraneka macam komen bermunculan di berbagai WAG perunggasan. Seperti halnya kejadian-kejadian terdahulu, Ditjen PKH pun turun tangan. Ujung-ujungnya adalah terbitnya suatu kebijakan. Kali ini bukan lagi berbentuk Surat Edaran (SE), tapi Surat Himbauan (SH).

Manfaatkan Momentum

Alih-alih memanfaatkan momentum perlunya pemenuhan gizi guna meningkatkan daya tahan tubuh dalam menghadapi pandemi COVID-19, Kementerian Pertanian (Kementan) justru me-launching kalung Anti Virus Corona Eucalyptus pada 8 Mei 2020. Promosinya luar biasa. Melibatkan berbagai media massa. Tayang di mana-mana. Bahkan, promosi lintas departemental dan institusional.

Tak ayal lagi, klaim sebagai “anti-virus” memantik polemik dan kontroversi. Masing-masing pihak berargumentasi berdasarkan sudut pandang dan latar belakang keilmuannya. Belakangan, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Fadjry Djufry, dalam konferensi virtual pada 6 Juli 2020 melunak. Disebutkannya “Kalaupun tidak punya khasiat membunuh virus corona (COVID-19), paling tidak melegakan pernapasan.”

Sejatinya, Kementan juga melakukan kampanye peningkatan konsumsi daging ayam guna menguatkan daya tahan tubuh. Sayangnya, video promosi itu hanya tayang dalam akun Instagram Kementan @kementerianpertanian. Tidak dipublikasikan secara massif. Tak ada penayangan oleh media mainstream.

Dalam video berdurasi satu menit tersebut Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengajak masyarakat untuk mengonsumsi daging ayam sebagai salah satu cara menjaga daya tahan tubuh dari infeksi virus corona (COVID-19).

Memang, momentum selalu ada. Kapan saja dan di mana saja. Tapi uniknya, momentum bisa lewat begitu saja. Dibutuhkan kejelian dan kecerdasan untuk menangkap dan memanfaatkan momentum itu secara pas sehingga menghasilkan manfaat bagi kebanyakan masyarakat.

Dalam situasi pandemi COVID-19, konsumsi daging ayam menurun. Di sisi lain, masyarakat membutuhkan daya tahan tubuh kuat dan sehat guna mengatasi ancaman infeksi virus corona. Tentu saja ini merupakan peluang sekaligus momentum.

Sekiranya Kementan bisa menangkap peluang dan memanfaatkan momentum tersebut secara optimal, maka secara bertahap dan pasti, konsumsi daging ayam bisa setara dengan produksinya. Tak ada lagi pesan singkat pejabat dalam WAG yang bersifat ambigu. Pesan intimidasi berbungkus basa-basi komunikasi. ***

Penulis adalah,

Dewan Pakar Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer