![]() |
Antibiotik, Masih Jadi "andalan" Peternak Mengakali Performa |
Anti Microbial Resistance (AMR) atau yang biasa dengan resistansi anti mikroba menjadi isu yang semakin populer bahkan dibicarakan pada banyak pertemuan antar negara. Salah satu sektor yang banyak dijadikan kambing hitam dalam hal ini adalah peternakan.
Menurut deifinisi WHO (2016) terkait penggolongan anti mikroba, dimana ada satu kategori anti mikroba disebut dengan Highest Priority Critically Important Antimicrobials (HPCIA). Anti mikroba yang masuk dalam golongan tersebut adalah sediaan yang menjadi pilihan terakhir untuk digunakan dalam menanggulangi infeksi pada manusia.
Beberapa golongan yang termasuk HPCIA tadi
yakni quinolon, cephalosporin generasi ke-3 dan selanjutnya, makro dan
ketolida, glikopeptida, dan polimiksin. Sebagaimana kita ingat bahwa Colistin
adalah salah satu golongan dari polimiksin yang telah dilarang penggunaannya
oleh Kementan beberapa tahun lalu.
Masalahnya selain colistin, dari berbagai
jenis anti mikroba tersebut juga digunakan pada sektor kesehatan manusia dan
kesehatan hewan, sebut saja Ciprofloxacin. Sehingga ditakutkan akan terjadi resistansi
silang yang akan memperparah kondisi AMR di Negara ini.
Menurut Dr Maria Fatima Palupi Medik Veteriner di BBPMSOH salah satu alasan mengapa colistin dilarang
adalah karena ditemukannya gen Mobilized
Colistin Resistance (MCR). MCR merupakan gen resistan kolistin sulfat yang bisa dipindahkan melalui materi
genetik bergerak misalnya plasmid. Gen tersebut kemungkinan besar bisa
ditransfer dari satu bakteri kepada bakteri yang lain secara horizontal,
sehingga resistansi terhadap colistin bisa didapat kepada bakteri lainnya.
Lain colistin lain quinolon,
digadang – gadang sebagai "biangnya" anti mikroba, sediaan yang
berspektrum luas dan dapat menghantam berbagai jenis bakteri tersebut nyatanya
berdasarkan pengujian yang dilakukan Maria juga telah mengalami resistansi.
Hal tersebut dibuktikan oleh
hasil pengujiannya yang telah berhasil melakukan deteksi PCR gen resistan quinolon yakni Quinolone Resistance Gene (qnr).
Dari 20 sampel penelitiannya, 80% sampel dinyatakan memiliki gen qnr baik qnrA,
qnrB, dan qnrS. Sehingga Penyebaran gen resistan melalui plasmid
meningkatkan risiko meluasnya resistansi suatu antimikroba.
"Gen tersebut juga dapat
ditransfer secara horizontal melaui plasmid. Sehingga Penyebaran
gen resistan melalui plasmid meningkatkan risiko meluasnya resistansi suatu
antimikroba yang tentunya akan berbahaya juga bagi kesehatan manusia, oleh karena itu ini fakta yang cukup mengkhawatirkan," tutur Maria ketika ditemui Infovet.
Ia mengimbau kepada para praktisi dokter hewan terutama dibidang peternakan unggas agar lebih bijak dan efektif dalam menggunakan anti mikroba. Selain itu kepada para Technical Service perusahaan obat hewan agar lebih dapat mengedukasi peternak akan pentingnya biosekuriti ketimbang bergantung pada sediaan anti mikroba (CR).
0 Comments:
Posting Komentar