Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Ternak Sapi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BAHAN AKTIF: ELECTUARIUM, GARGARISMA, COLLYRIUM ORIS, CERATES, EMPLASTRUM, DIPPING UNTUK PMK DAN BAHAN PENSUCIHAMA UNTUK LINGKUNGAN PEMELIHARAAN TERNAK (BAGIAN 4 - HABIS)


Oleh Mochamad Lazuardi

Bahan aktif untuk obat disebut Remedium cardinale (RC), sedangkan bahan pengisi disebut Eksipien (Eks) dan perlu diketahui bahwa RC untuk luka lepuh kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di sekitar rongga mulut berbeda pada sekitar pangkal kaki dan kuku. Kaidah utama yang harus dipatuhi adalah a) Bekerja lokal. b) Tidak memunculkan risiko sakit karena RC. c) Tidak memunculkan residu pada Produk Segar Asal Hewan (PSAH). d) Aman lingkungan. e) Dalam tanggung jawab tenaga profesional. Lima butir tersebut menghasilkan prinsip penggunaan obat hewan  “logis dan bertanggung jawab.”

Mengapa tidak menggunakan prinsip lain seperti rasional atau bijaksana, karena RC digunakan oleh objek sakit: a) Dikonsumsi manusia. b) Hidup di habitat alam (tak boleh mencemari lingkungan). Selanjutnya RC juga digunakan untuk: c) Populasi spesifik (tak boleh melahirkan keragaman respon RC baru). d) Berisiko dijadikan objek abused-missused. e) Terapi namun tidak mustahil menghasilkan khasiat tak sesuai tujuan.

Bahan Aktif untuk Electuarium-Gargarisma-Collyrium Oris
Secara umum pemilihan RC untuk ketiga bentuk sediaan lokal lepuh mulut dan sekitar rongga mulut hingga pangkal tenggorokan adalah seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan aktif untuk kasus PMK sapi sekitar ronggga mulut hingga pangkal tenggorokan

Remedium Cardinale

Kadar (%)

Keterangan

Acid boric

3 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acid stearicum

2-3 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acid hydrochloic dilutus 0,01 N

2 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acids alicylicum-Sulfur precipitatum

2-4, 3-5, 5-10

Hanya untuk bibir

Jodium dikombinas Kalium Jodida

2-3%

Rongga mulut-tenggorokan

Antiseptik lainnya

2-3 %

Lidah, bibir dan rongga mulut

Disinfektan lainnya

Sampai dengan 3%

Hanya untuk bibir


Dalam daftar di atas, dapat dilakukan modifikasi kadar dan kombinasi dengan RC lainnya, dengan catatan masih dalam satu peruntukan sama. Modifikasi kadar dilakukan berdasarkan tingkat ketercampuran bahan-bahan RC dengan unsur Eks. Tingkat ketercampuran diperlukan, sehingga electuarium direkomendasikan menggunakan kadar RC maksimal. Hal tersebut disebabkan atas dasar tiga hal, yaitu tingkat homogenitas ketercampuran RC-Eks, kecepatan daya lepas RC dari jerapan Eks menuju ke lokasi luka, serta daya penetrasi RC pasca lepas dari Eks menuju ke target inti luka.

Sementara diketahui bahwa luka akan otomatis terlapisi Eks. Tiga hal tersebut menyebabkan nasib RC dalam kinerja mengalami apa yang dikenal terdapat kadar yang hilang (TKH) atau dalam bahasa Inggris disebut first pass effect. Pada keadaan demikian bila dipilih kadar RC dipilih terendah maka daya kerja RC tidak akan berlangsung sempurna atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Adakalanya RC setelah melalui halangan tiga hal tersebut, struktur molekul RC berubah bahkan sudah terikat dengan unsur senyawa kimia pengotor lainnya. Pada keadaan demikian yang terjadi adalah RC tidak bekerja sesuai harapan. Untuk melindungi RC tersebut maka dilakukan formulasi dengan menambahkan bahan penstabil yang diikatkan pada RC.

Dengan demikian dalam perjalanan kinerja RC melalui tiga hal tersebut, struktur molekul RC tak berubah. Bahan-bahan yang sering ditambahkan diantaranya adalah seperti pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Bahan penstablit atau pelindung bahan aktif obat luar untuk kasus PMK

Jenis bahan eksipien

Kadar lebih banyak dari jumlah bahan eksipien (%)

Keterangan

Gliserin

20-30

-

Polyethylen glicol

10-20

-

Gliserin-cera alba

20-30

Menbentuk emulsifikasi

Gliserin / polyethylen glycol dengan bahan-bahan pengental seperti gom arab, tragacanth,

 

12-15

Setelah bahan pengental ditambah air  7x bobot bahan pengental


Penentuan kadar RC untuk bentuk sediaan gargarisma dan collyrium oris dapat di tetapkan mulai rentang paling minimum hingga maksimum, sebab tak akan terjadi proses TKH. Namun harus berhati-hati sebab bentuk sediaan gargarisma dan collyrium oris berbentuk cair saling larut sempurna. Sehingga bentuk sediaan obat (BSO) tersebut tidak boleh berinteraksi dengan senyawa kimia pengotor dari matrik biologi yang menempel pada luka lepuh termasuk sekreta.

Pantangan tersebut diberlakukan sebab bila senyawa matrik luka ikut terlarut dengan BSO, maka akan mengikat RC. Dampak pengikatan tersebut adalah RC tidak mampu berkinerja sesuai harapan. Perlu diingat manakala BSO antara RC dan Eks saling larut sempurna maka struktur molekul RC akan terbuka, pada keadaan demikian akan terbuka peluang pengikatan dengan senyawa lain yang terlarut dari pelarut Eks. Sebagai indikator kasat mata, bila RC terikat dengan senyawa lain, maka larutan BSO berubah dari  transparan menjadi keruh. Bila hal tersebut dibiarkan, maka bagian keruh akan berada di dasar wadah sedangkan bagian transparan berada di atas fraksi keruh. Indikator lain adalah adanya perubahan bau dibanding sebelum obat tersebut diaplikasikan.

Antiseptik-Disinfektansia (AD)
Pemilihan AD atau senyawa pensucihamaan di wilayah pemeliharaan ternak PMK, harus khusus sebab harus memenuhi beberapa hal, yaitu: a) Berpotensi membunuh virus PMK atau mikroba lainnya. b) Mudah terurai di alam. c) Dalam aplikasinya tidak mencemari lingkungan lainnya. d) Struktur molekul stabil saat AD bekerja. e) Diperoleh/digunakan oleh tenaga profesional. Lima butir tersebut menyebabkan tidak semua jenis AD dapat digunakan untuk pensucihamaan kasus PMK, kecuali wilayah target memenuhi syarat: 1) Limbah AD tidak akan mencemari lingkungan. 2) Dalam pengawasan ketat tenaga profesional hingga pasca pensucihamaan. 3) Tidak membahayakan kebutuhan hidup masyarakat sekeliling termasuk hewan-hewan di sekitar pensucihamaan. Syarat ketat tersebut diberlakukan karena tidak dikehendaki pasca perlakuan pensucihamaan, wilayah hidup manusia termasuk hewan dan tumbuhan di sekitar lahan pensucihamaan terkena dampak  berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Prinsip bahan-bahan AD dengan syarat kelima butir tersebut di atas adalah senyawa cair yang memiliki keseimbangan asam-basa berupa asam lemah ataupun basa lemah. Dari kedua ciri senyawa cair tersebut yang paling umum digunakan adalah senyawa dengan tingkat keseimbangan asam-basa cenderung asam lemah.

Asam lemah memiliki kelebihan dalam melakukan aksi AD terhadap mikroba yaitu mampu mengaglutinasi semua protein atau unsur atom pembentuk matrik organik seperti Karbon Hidrogen Oksigen Nitrogen Sulfur Fosfat Kalium, Natrium dan sebagainya, serta bekerja di lingkungan hidup mikroba. Dengan proses aglutinasi tersebut maka secara otomatis mikroba tidak akan mampu hidup berkembang biak. Terkadang kerja AD bersifat langsung yaitu melakukan proses aglutinasi terhadap mikroba, sehingga mikroba menjadi musnah termasuk virus PMK. Perlu diketahui bahwa saat AD diaplikasikan, maka semua unsur pembentuk atom organik yang terkena sesuai kadar aglutinasi akan hancur.

Dengan demikian tidak melihat apakah itu mikroba yang membahayakan atau tidak membahayakan, sehingga bila dampak pensucihamaan tidak hanya untuk target aksi, maka yang terjadi adalah kerusakan non-target aksi termasuk kerusakan lingkungan.

Jenis AD basa lemah seperti natrium hidroksida, natrium bicarbonat dan sebagainya juga dapat dimanfaatkan dan senyawa tersebut, termasuk cepat terurai di alam. Namun terdapat kelemahan, yaitu setelah terikat di alam, maka ikatan tersebut akan terbawa di alam sehingga berpotensi menambah unsur eksternal di alam. Hal inilah yang menyebabkan AD basa lemah tidak banyak digunakan di lapangan. AD dengan unsur basa lemah lebih sesuai untuk penggunaan medis seperti luka AD pembersih untuk bekas penjahitan operasi dan lainnya.

Pada kasus medis sangat bermanfaat sebagai misal ikatan natrium bikarbonat dengan asam organik dari lingkungan luka, akan menghasilkan reaksi pengikatan yang akhir memunculkan gas karbon dioksida. Gas tersebut bermanfaat untuk mendorong keluar epitel terkelupas akibat luka atau bekas jaringan-jaringan kulit yang mati. Dalam aplikasi lapangan, senyawa-senyawa basa lemah dapat dinaikkan kadar daya bunuh dan kasus tersebut cocok untuk tempat-tempat pensucihamaan seperti tempat minum ternak sapi dan sebagainya.

Pengobatan PMK Sistemik
Pengobatan PMK untuk membunuh kuman yang menyebar ke tubuh atau dikenal dengan kondisi sepsis, harus dilakukan melalui penyuntikan antibiotika ataupun oral antibiotika. Pemberian melalui penyuntikan dapat berlangsung optimal bila memenuhi tiga hal yaitu: 1) Kecukupan plasmabumin. 2) Kecukupan ion-ion tubuh atau tidak terjadi kekurangan cairan tubuh. 3) Tidak hipersensitif terhadap antibiotika.

Perlu diketahui bahwa hasil dari pemberian melalui penyuntikan ataupun oral, hanya berlangsung antara 4-6 jam, kecuali senyawa RC yang diberikan dibuat lepas lambat. Kinerja antara 4-6 jam itupun dapat berlangsung optimal bila tiga hal tersebut tercukupi dalam tubuh ternak PMK. Sehingga dapat dibayangkan bila suatu tindakan pengobatan PMK disyaratkan hanya satu kali atau beberapa kali penyuntikan. Dengan demikian tindakan tersebut tidak akan menghasilkan dampak pengobatan optimal.

Tindakan pengobatan optimal hanya dapat dilakukan dengan cara pemberian berinterval tertentu secara teratur, dimana kondisi ternak tersebut memenuhi ketiga butir syarat di atas. Pengobatan antibiotik umumnya diberikan berinterval 3-4 hari selama 7-10 hari dan dapat di ulang bila kondisi ternak belum pulih. Pada keadaan demikian maka respon gejala lain ikutan seperti lesu dan panas tubuh meningkat akan berkurang dan ternak menjadi lebih baik. Ciri makin pulih akibat tindakan pengobatan antibiotika, adalah makin meningkatnya kondisi kesembuhan tubuh ternak sakit. Sehingga diperlukan pemberian pengobatan suportif seperti pemberian obat-obat perangsang nafsu makan sekaligus menurunkan rasa takut dan cemas pada sapi penderita PMK.

Dalam pengobatan PMK, baik pemberian antibiotika maupun obat-obat suportif, yang perlu diperhatikan saat PSAH dikonsumsi manusia adalah waktu henti obat. Waktu henti obat dapat dihitung masyarakat awam melalui rumus lazim. Rumus tersebut dapat diaplikasikan dengan memasukkan nilai parameter yang diketahui dapat dicari di mesin pencari berbasis teknologi informasi. (https://doi.org/10.20473/jlm.v4i1.2020.100-108 ).

Rumus tersebut melibatkan faktor aman (F), dimana faktor aman tersebut amat tergantung dari kepedulian masalah food safety masyarakat termasuk pemerintahan di suatu negara. Bila kepedulian masyarakat termasuk pemerintah suatu negara sangat abai, maka nilai F dapat dinaikkan menjadi dua hingga tiga kali. Namun bila kepedulian masyarakat tinggi termasuk pihak pemerintah, maka nilai F cukup bernilai satu. Nilai F tidak pernah bernilai nol, sebab bila nilai tersebut nol menandakan tidak ada risiko pemberian obat pada ternak atau tidak ada nilai waktu henti obat hewan.

Pelajaran tentang kasus PMK bagi masyarakat yaitu sudah saatnya masyarakat dilibatkan dalam persoalan food safety, sehingga harus ada pendidikan khusus bersifat non-formal yang didanai tersendiri dan diupayakan secara terus menerus. ***

Penulis adalah Guru Besar Ilmu Farmasi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Unair

PMK DIDUGA MENYEBAR KE INDONESIA MELALUI BEBERAPA HAL INI

Sapi, ternak yang rentan terinfeksi PMK

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak sapi, kerbau, domba, dan kambing kembali terjadi di Indonesia. Bahkan, PMK ini juga dapat menyerang hewan liar, seperti gajah, antelope, bison, menjangan, dan jerapah.

Penyakit yang disebabkan oleh virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus, yakniAphtaee epizootecae pernah terjadi di Indonesia, yakni sekitar 1887. Beberapa tahun berikutnya, Indonesia berhasil keluar dari wabah PMK dan dinyatakan bebas PMK pada 1990 oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Namun, pada akhir April 2022, kasus PMK kembali menyerang hewan ternak di Indonesia. Sejumlah daerah melaporkan kasus PMK, mulai dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Lombok, hingga Aceh.

Dikutip dari jabarprov.go.id, virus penyebab PMK ini dapat bertahan lama di lingkungan dan bertahan hidup pada tulang, kelenjar, susu, serta produk susu. Sementara itu, tingkat penularan PMK cukup tinggi dengan tingkat kematian 1-5 persen. Lantas, melalui apa saja, virus PMK ini menyebar di Indonesia?

Dosen Fakultas Kedokteran Hewan IPB drh. Supratikno mengatakan, penyebaran virus PMK diduga masuk menginfeksi ternak di Indonesia melalui berbagai perantara.

"Salah satunya adalah kontak langsung dengan hewan penderita atau melalui media pembawa," ujarnya,.

Menurutnya, lalu lintas hewan yang dilakukan secara ilegal dari negara yang belum bebas PMK diduga menjadi penyebab penyebaran kasus di Indonesia.

"Bisa juga melalui media pembawa seperti sampah pesawat yang diberikan kepada ternak dan sampah tersebut teryata tercemar virus dari negara yang belum bebas PMK," imbuh Supratikno.

Selain itu, penyebaran kasus PMK juga diduga menyebar melalui media lain. Sebagai contoh, kegiatan impor yang ilegal produk olahan hewan yang tidak melalui karantina sehingga berpotensi membawa virus.

Pengawasan lalu lintas hewan yang lemah juga pernah disinggung oleh Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Muhammad Munawaroh. Dilansir dari KompasTV, Munawaroh mengatakan bahwa kasus PMK kembali terjadi lantaran pengawasan lalu lintas ternak di Indonesia yang lemah.

”Saya heran mengapa ternak, terutama domba. Misalnya dari Malaysia yang belum bebas PMK, bisa masuk dan terdistribusi sampai Wonosobo dan Malang sehingga meningkatkan risiko wabah dan terbukti,” ujarnya. (INF)



KETUM PB PDHI: SEGERA LAKUKAN VAKSINASI UNTUK MENCEGAH PMK

Vaksinasi untuk mencegah penyebaran PMK. (Foto: Istimewa)

Menyikapi mewabahnya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), Drh M. Munawaroh, menegaskan untuk segera melakukan tindakan pencegahan melalui vaksinasi agar virus tidak meluas.

"PMK ini virus, tidak ada obatnya. Bisa dilakukan pencegahan dengan vaksinasi. Ini tidak jauh beda dengan COVID-19. Dengan adanya vaksin akan memudahkan pencegahan," kata Munawaroh ketika menjadi narasumber dalam program Primetime News di Metro TV, Selasa (10/5/2022).

Ia mengimbau, apabila vaksinasi dalam negeri kurang atau tidak mencukupi, bisa dilakukan impor vaksin agar kejadian PMK tidak semakin menyebar ke wilayah  lain di Indonesia. Diketahui PMK merebak di Jawa Timur dan Aceh.

Disebutkan merebaknya penyakit PMK tak luput dari lalainya impor ternak maupun daging dari negara yang belum bebas PMK seperti India maupun Brasil, melalui PP No. 4/2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan.

"Kita sudah pernah beri masukan soal impor sapi atau daging dari negara yang belum bebas PMK. Aturan itu perlu ditinjau ulang. Ini menjadi kecerobohan kita. Karena untuk bebas dari PMK tidak mudah dan membutuhkan biaya," ucap Munawaroh. Hal ini menjadi keprihatinan mengingat Indonesia sudah bebas PMK sejak 1986 silam.

Kendati demikian tegas Munawaroh, masyarakat diimbau tak perlu risau untuk mengonsumsi daging sapi maupun ternak ruminansia lainnya. Karena PMK bukan merupakan penyakit zoonosis.

"Saya tegaskan PMK tidak menular kepada manusia, sehingga tidak perlu takut mengonsumsi daging sapi, asal daging tersebut benar-benar dimasak dengan matang," pungkasnya. (RBS)

DARURAT PENYAKIT MULUT DAN KUKU DI JAWA TIMUR

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mewabah di Jawa Timur. (Foto: Istimewa)

Menyikapi kejadian munculnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Gresik, Sidoarjo, Mojokerto dan Lamongan, Kementerian Pertanian (Kementan) lakukan upaya pencegahan penyebaran dan tracing PMK.

“Dua Laboratorium utama kita, Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates dan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya sebagai laboratorium rujukan PMK telah melakukan tracing. Saat ini kita koordinasi dengan Pemerintah Daerah Jawa Timur untuk melakukan lockdown zona wabah,” kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (7/5/2022).

Ia menjelaskan, awalnya kasus ini diketahui setelah hasil pemeriksaan PCR menunjukkan positif PMK dan pihaknya telah melakukan rapat koordinasi bersama Gubernur Jawa Timur dan empat Bupati wilayah kasus PMK.

Adapun langkah darurat yang disiapkan untuk penanganan sebagai berikut:

1. Penetapan wabah oleh Menteri Pertanian berdasarkan surat dari Gubernur dan rekomendasi dari otoritas veteriner nasional sesuai dgn PP No. 47/2014.

2. Pendataan harian jumlah populasi positif PMK.

3. Pemusnahan ternak positif PMK secara terbatas.

4. Penetapan lockdown zona wabah tingkat desa/kecamatan di setiap wilayah dengan radius 3-10 km dari wilayah terdampak wabah.

5. Melakukan pembatasan dan pengetatan pengawasan lalu lintas ternak, pasar hewan dan rumah potong hewan.

6. Melakukan edukasi kepada peternak terkait SOP pengendalian dan pencegahan PMK.

7. Menyiapkan vaksin PMK.

8. Pembentukan gugus tugas tingkat provinsi dan kabupaten.

9. Pengawasan ketat masuknya ternak hidup di wilayah-wilayah perbatasan dengan negara tetangga yang belum bebas PMK oleh Badan Karantina Pertanian.

"Sejak Jumat (6/5/2022), tim pusat dan daerah sudah bekerja di lapangan. Harapannya dapat melokalisir zona penyakit dan tidak menyebar ke wilayah sentra sapi lainnya," ucap Nasrullah.

“Masyarakat kita mohon bantuan dan kerja sama untuk tidak memindahkan atau memperjualbelikan sapi dari daerah wabah ke daerah yang masih bebas. Kita tangani bersama dan lokalisir wilayahnya." (INF)

KENALI PENYAKIT SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT

Hamparan perkebunan sawit di Indonesia memiliki potensi juga sebagai lahan pengembangan peternakan sapi

Indonesia memiliki potensi perkebunan kelapa sawit yang besar, tersebar luas di Sumatra dan Kalimantan. Luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 15,08 juta hektare pada 2021, naik 1,5% dari tahun sebelumnya. Perkebunan Swasta Besar (PBS) memegang sebanyak 55,8% luas perkebunan sawit, Perkebunan Rakyat (PR) seluas 6,8 juta hektare (40,34%) dan Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 579,6 ribu hektare (3,84%).

Konsumsi produk kelapa sawit untuk konsumsi naik 6%, oleo chemical naik 25% dan untuk biodisel naik 2% pada 2021. Pada tahun ini, konsumsi produk kelapa sawit diprediksi naik menjadi 800 juta ton/bulan. Produk kelapa sawit berupa CPO dan PKO memiliki potensi besar dalam menyumbang devisa dari ekspor. Dari produksi sebanyak 53,8 juta ton, terserap konsumsi lokal sebesar 20,59 juta ton dan ekspor sebesar 33,21 juta ton (Palm Oil Association, 2021).

Hamparan perkebunan sawit di Indonesia memiliki potensi juga sebagai lahan pengembangan peternakan sapi dan ternak lainnya seperti di Malaysia. Perkebunan sawit mampu menyediakan pasokan pakan dari rumput yang ada di bawah, sekitar pohon, hijauan dari daun sawit, maupun rontokan biji sawit serta produk samping dari pengolahan minyak sawit.

Masyarakat petani sawit di beberapa daerah Indonesia telah memanfaat perkebunan sawit untuk pengembangan sapi. Ras sapi Bali, PO atau silangan mudah di dapati di lokasi transmigrasi sawit. Sapi berkembang baik dan kondisinya relatif didominasi dengan kondisi tubuh yang sedang-gemuk, yang menandakan kecukupan pakan.

Beberapa perusahaan besar kelapa sawit telah mengembangkan sapi di perkebunan sawit di beberapa kabupaten. Sapi Brahman Cross (BX), telah mereka kembangkan untuk breeding dan fattening. Integrasi pemeliharaan sapi dalam perkebunan sawit oleh perusahaan besar sapi bisa dijumpai di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin  Timur di Kalimantan Tengah dan Tanah Bumbu serta Kabupaten Tabalong di Kalimantan Selatan.

Dalam pemeliharaan sapi di perkebunan sawit ada beberapa penyakit yang potensial bisa timbul, membawa kerugian ekonomi dan bahkan mematikan sapi. Kecacingan atau infestasi parasit gastrointestinal merupakan salah satu contoh penyakit pada sapi yang klasik dan mesti dikendalikan tiap tiga bulan sekali agar pertumbuhan dan pertambahan bobot badan sapi bisa optimal sesuai volume dan kualitas pakan yang diberikan dan diharapkan.

Beberapa penyakit penting pada sapi yang ditemukan pada di perkebunan sawit seperti yang terjadi di Kalimantan adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2022

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Balai Veteriner Banjarbaru

DITJEN PKH GELAR WEBINAR BUILDING INDONESIAN DAIRY INDUSTRY

Webinar Building Indonesian Dairy Industry. (Foto: Infovet/Sjamsirul)

Selasa (29/3), dimulai pukul 09:00 WIB, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, bersama US Dairy Industry’s Experience menggelar webinar “Building Indonesian Dairy Industry”.

Dalam sambutannya, Direktur Pemasaran dan Pengolahan Hasil Peternakan, Ditjen PKH, Tri Melasari, mengemukakan bahwa hambatan pengembangan sapi perah di Indonesia karena kepemilikan rata-rata hanya 2-3 ekor sapi perah/keluarga. 

“Dengan rata-rata produksi susu hanya 12 liter/ekor/hari. Selain itu, regenerasi peternak yang juga berjalan lambat,” kata Tri.

Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah telah membuat pilot project sapi perah di Pasuruan, Jawa Timur sebagai percontohan bagi generasi milenial.

“Juga dirintis untuk mempelajari pengalaman pemeliharaan sapi perah peternak di Amerika Serikat dengan bentuk berbagai kerja sama,” tambahnya.

Dalam webinar tersebut turut menghadirkan narasumber diantaranya DR Sophie Eaglen PhD (National Association of Animal Breeders Inc), Paul Thomas (American Breeders Service), Sidney Anders (American Jersey Cattle Association), Timothy Anderson (Wisconsin Departement of Agriculture Trade and Consumer Protection) dan DR Deddy Fachruddin Kurniawan DVM (Dairy Pro Indonesia), dengan moderator Epi Taufik SPt MVPH MSi IPM PhD. (SA)

VAKSINASI SERENTAK DILAKUKAN UNTUK MENCEGAH LSD MELUAS

Untuk mencegah meluasnya LSD, vaksinasi serentak dilakukan. (Foto: Istimewa)

Untuk mencegah meluasnya penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada ternak sapi, Kementerian Pertanian (Kementan) lakukan vaksinasi serentak mulai dari Provinsi Riau.

Hal tersebut disampaikan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan, Nasrullah dalam siaran persnya, Jumat (18/3/2022).

“LSD merupakan penyakit hewan dari Afrika yang menyerang sapi-sapi di Riau pada sebulan terakhir ini, sehingga untuk penanganan darurat, maka Kementan melakukan vaksinasi yang bertujuan mencegah kejadian dan perluasan penyakit," Kata Nasrullah.

Dijelaskan pada tahap pertama, vaksinasi difokuskan di desa tertular dan kemudian akan dilakukan pada zona kontrol (pengendalian) dengan radius 10 km dari desa kasus. "100 ribu dosis vaksin dan logistik vaksinasinya sudah siap," Kata dia.

Lebih lanjut dijelaskan, upaya pengendalian LSD di kabupaten Indragiri Hulu, Pelalawan, Indragiri Hilir, Dumai, Siak, Bengkalis dan Kampar, mendapatkan dukungan Pemda Riau dan kabupaten, serta Australia-Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), serta Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO).

Kepala Dinas PKH Provinsi Riau, Herman, menyambut baik kegiatan vaksinasi, serta berharap kasus baru dan penyebaran LSD dari daerah tertular dapat ditekan. Menurutnya, sebanyak 188 orang petugas kesehatan hewan telah siap melaksanakan vaksinasi.

"Kami sampaikan terima kasih atas dukungan Kementan dan AIHSP serta FAO dalam pengendalian LSD di Riau," ucap Herman.

Secara terpisah Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal,  menyampaikan saat ini LSD telah menyerang Malaysia, Vietnam, Thailand dan Singapura, serta negara lain di Asia. Kerja sama internasional diperlukan dalam pengendalian penyakit yang dapat menular antar negara dan mengganggu perdagangan ini.

“FAO bekerja sama erat dengan Kementan dan mendukung Indonesia menangani wabah LSD dengan cepat, sebelum menimbulkan gangguan lebih lanjut pada kesehatan hewan dan sistem pangan,” ungkap Rajendra.

Hal senada juga disampaikan Team Leader AIHSP, John Leigh,  yang menyampaikan komitmennya mendampingi dan mendukung proses pengendalian LSD di Riau.

Sementara Direktur Kesehatan Hewan Kementan, Nuryani Zainuddin, menyebutkan bahwa selain tujuh kabupaten tertular, vaksinasi juga dilakukan di Kabupaten Rokan Hulu yang salah satu wilayahnya masuk ke dalam zona kontrol.

"Secara bertahap kita vaksinasi mulai dari desa tertular dan zona kontrol, setelah selesai semua kita bisa lanjutkan ke radius 50 km dari desa kasus atau zona surveilans," pungkas Nuryani. (INF)

DOKTER HEWAN DAN PARAMEDIK DIKERAHKAN UNTUK TANGANI LSD DI RIAU

Tim dikerahkan tangani kasus LSD di Provinsi Riau. (Foto: Istimewa)

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), Nasrullah, siap kerahkan sumber daya untuk tangani penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) pada sapi di Provinsi Riau. Hal tersebut ia sampaikan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (5/3/2022).

"Untuk penanganan LSD di Riau, kita akan kerahkan dokter hewan dan paramedik staf Kementan di Riau untuk membantu melakukan vaksinasi," kata Nasrullah.

LSD pada sapi ditemukan di Provinsi Riau, setelah sebelumnya juga terjadi di beberapa negara di Asia termasuk di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Laos dan Kamboja.

Nasrullah menambahkan, Kementan telah melaksanakan berbagai pencegahan kewaspadaan sejak LSD masuk Asia Tenggara pada 2019.

Pada waktu yang sama Direktur Kesehatan Hewan, Kementan, Nuryani Zainuddin, juga telah mengeluarkan Surat Edaran kewaspadaan penyakit LSD kepada para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia sebanyak empat kali.

"Kita gencarkan sosialisasi tentang LSD melalui berbagai media serta webinar berseri tentang kesiapsiagaan terhadap LSD pada 2021," tutur Nuryani.

Upaya peningkatan kewaspadaan tersebut, kata dia, membuat petugas lapangan dapat mendeteksi secara cepat kejadian LSD, melaporkan dan menanganinya.

"Sistem kita telah berhasil mendeteksi dengan cepat, hal ini didukung sistem pelaporan real time iSIKHNAS dan kemampuan laboratorium kesehatan hewan yang baik, sehingga penyakit dapat dikonfirmasi segera," ucapnya.

Sesuai arahan Menteri Pertanian, timnya bergerak melakukan berbagai langkah pengamanan untuk mencegah penyebaran LSD lebih lanjut.

"Strategi utama adalah vaksinasi, namun ini harus didukung deteksi dini dan penelurusan kasus, pengendalian lalu lintas, pengendalian vektor, serta komunikasi, informasi dan edukasi," ucapnya.

Namun menurutnya penanganan LSD akan menantang, karena selain dapat disebarkan oleh lalu lintas sapi tertular dan produknya yang mengandung virus, LSD dapat ditularkan melalui perantara mekanik seperti gigitan serangga.

Kendati demikian, ditegaskan bahwa LSD tidak menular dan tidak berbahaya bagi manusia. Nuryani mengimbau agar masyarakat tidak perlu panik dan ikut mendukung upaya penanganan oleh pemerintah. (INF)

BANJIR IMPOR DAGING KERBAU INDIA, KEMANA SAPI LOKAL KITA?

Impor daging kerbau India terjadi di tengah klaim produksi meningkat, konsumsi stagnan dan neraca defisit. (Foto: Istimewa)

Tahun 2021 Indonesia telah mengimpor daging kerbau asal India sebanyak 80.000 ton. Jumlah tersebut terkoreksi dari sebelumnya dimana kuota impor daging kerbau India sepanjang 2016-2020 mencapai 100.000 ton/tahun. Hal ini tidak lepas dari program pemerintah menyediakan daging murah untuk masyarakat.

Direktur Operasional PT Berdikari Persero, Muhammad Hasyim, mengatakan berdasarkan hasil Rakortas (rapat koordinasi terbatas) 2018, Berdikari mendapat penugasan impor daging kerbau sebanyak 20.000 ton atau sekitar 714 kontainer. Memasuki 2019, impor daging sapi Brasil sebanyak 10.000 ton hanya terealisasi 3.500 ton. Pada 2020, impor daging kerbau 50.000 dan sapi Brasil sebanyak 10.000 dengan realisasi impor daging kerbau 24.724 ton dan sapi 1.900 ton.

“Untuk 2021 impor daging kerbau tidak ada penugasan kepada Berdikari, yang ada hanya impor daging dari Brasil sekitar 20.000 ton dan realiasinya saat ini kurang lebih 16.560 ton,” ungkap Hasyim dalam Webinar PATAKA ke-67 “Banjir Kerbau India, Kemana Sapi Lokal Kita?”, Kamis (13/1/2021). 

Ketua Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo), Didiek Purwanto, mengatakan melalui BUMN Pangan importasi daging kerbau beku India 2016-2021 sebanyak 39.524 ton (2016), tertinggi 93.970 ton (2019), menurun menjadi 73.780 (2021), sedangkan realisasi impor daging Brasil 16.706 ton (2021). Impor dengan harapan mencapai harga Rp 80.000/kg secara nasional. Tetapi realisasinya, harga daging sapi lokal dalam negeri rata-rata Rp 105.000-109.000/kg sepanjang 2019-2021. Dinilai program impor daging kerbau India belum berhasil menurunkan harga daging sapi lokal dalam negeri.

Sementara Ketua Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI), Nanang Purus Subendro, mengatakan kebijakan impor daging kerbau bertujuan mulia menurunkan harga. Namun impor yang semakin meningkat khawatir terjadi banjir daging kerbau India ketika peternakan rakyat mulai bangkit.

Oleh karena itu menurut Direktur Eksekutif PATAKA, Ali Usman, kebijakan impor daging kerbau India harus dievaluasi. “Tataniaga harus dibenah, jangan hanya melihat sisi konsumen, tapi juga sisi produsen peternak rakyat. Biaya pemeliharaan sapi masih tinggi, hingga rantai pasok fasilitas masih minim, sehingga membuat harga daging sapi masih tinggi,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.

Padahal berbagai program pemerintah untuk meningkatkan populasi tetapi defisit daging sapi masih cukup tinggi, sehingga Indonesia masih melakukan impor daging.

Ia mengusulkan, sistem informasi pangan dalam satu data supply-demand daging sapi harus dibangun. Tidak hanya data produksi, tapi angka konsumsi berbagai daerah. Sehingga pemerintah dapat mengetahui jumlah peternak dan ternaknya di tiap daerah, juga data biaya produksi pemeliharaan ternak, pasokan bahan baku pakan, penyediaan bibit, hingga sistem rantai pasok. Sehingga data harga daging bisa dilihat secara transparan oleh konsumen. (INF)

INNOVATIONS IN DAIRY WEBINAR DARI PT LUNAR CHEMPLAST

Masing-masing materi yang disampaikan narasumber dalam webinar Innovations in Dairy yang digelar PT Lunar Chemplast. (Foto: Infovet/Ridwan)

Selasa (14/12), PT Lunar Chemplast menggelar webinar “Innovations in Dairy”, dengan fokus pada pengembangan, tren dan peluang produk terbaru di industri susu. Dalam forum tersebut dibahas bagaimana cara dan menetapkan prioritas untuk pertumbuhan industri dan kesuksesan pasar yang berkelanjutan.

Dipandu oleh Anisa Odang dan Renny Chan, webinar menghadirkan narasumber yang merupakan mitra dan expert di bidang peternakan sapi perah. International Sales Manager Semex Alliance, Michael Haambuckers, mengawali presentasi pertama dengan membahas mengenai solusi genetik dalam penyediaan sapi perah unggul.

Ia memaparkan bahwasanya Semex berkomitmen memberikan kualitas terbaik melalui genetik ternak sekaligus solusi dan pelatihan genetik, pelayanan peralatan untuk meninjau dan menganalisis data peternakan, pelacakan untuk peningkatan dan kemajuan peternakan serta pelatihan berkelanjutan, konsultasi dan pembinaan pelanggan.

Sementara pemaparan selanjutnya dibawakan oleh Senior Dairy Specialist VES-Artex, Sue Hagenson, yang membahas mengenai manajemen perkandangan, ventilasi, manajemen air dan teknologi berbasis data.

Dilanjutkan pemaparan materi oleh Adam Pretty dari Dairy Livestock Export/DLE-GVC dan General Manager Daviesway, Nikk Taylor yang memaparkan mengenai teknologi pemerahan susu dan penggunan produk berbasis probiotik, vitamin dan mineral, serta suplemen untuk menunjang pemeliharaan ternak sapi perah. (RBS)

TRAINING OF TRAINER GANGGUAN REPRODUKSI DAN SECTIO CAESARIA

Foto bersama usai praktik sectio caesaria di Rembang dengan bimbingan dari Drh Heru Rachmadi. (Foto: Infovet/Heru)

Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, mengadakan Training of Trainer (TOT) bagi dokter hewan puskeswan seluruh Indonesia yang dilaksanakan di Bogor, Rembang dan Semarang, dalam rangka pengembangan kompetensi petugas medik reproduksi dalam pelaksanaan penanganan gangguan reproduksi dan sectio caesaria pada sapi.

Pelatihan bertujuan menyeragamkan kemampuan teknis dokter hewan di daerah sehingga dalam penanganan gangguan reproduksi dan sectio caesaria yang mumpuni dan merata.

Pelaksanaan TOT di Bogor (14-19 September 2021), Rembang (27 September-1 Oktober 2021) dan Semarang (18-22 Oktober 2021) yang diikuti 59 dokter hewan dari Jawa Barat, Banten, Sumatra Utara, Lampung, Jawa Timur, Yogyakarta, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Bali, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara. Kegiatan tahap berikutnya akan dilaksanakan pada November mendatang di Malang.

Adapun materi yang diajarkan di TOT merupakan hasil penyusunan modul yang telah dilaksanakan di Yogyakarta Juni 2021 lalu. Modul yang tersusun sebanyak 11 berisi teori lengkap dilanjutkan dengan praktik dipandu oleh narasumber dan instruktur berkompeten dan berpengalaman di bidang reproduksi, diantaranya Drh R. Kurnia Achjadi MS (FKH IPB), Drh Agung Budiyanto MP PhD dan Dr Drh Surya Agus Prihatno (FKH UGM), Dr Drh Langgeng Priyatno MSi (Universitas Brawijaya), Drh Considus Tophianong MSc (Universitas Nusa Cendana), Drh Deddy Fachrudin (Malang). Sementara untuk sectio caesaria menghadirkan Drh Fathul Bahri (KPSBU Lembang) dan Drh Heru Rachmadi (Lombok, NTB).

“Diharapkan setelah mengikuti kegiatan TOT ini para peserta dapat memanfaatkan, mempraktikkan dan membagikan ilmunya kepada dokter hewan lain guna membangun peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia menjadi lebih baik,” kata Heru. (Heru Rachmadi/Infovet NTB)

LANJUTAN PELATIHAN ONLINE GENETIK TERNAK

Lanjutan pelatihan daring genetik ternak lokal. (Foto: Istimewa)

Jumat (6/8/2021), lanjutan pelatihan genetik sapi lokal kembali dilaksanakan.

Pada sesi 4 ini, yang dihadiri 75 peserta, narasumber Samuel Clark mengupas Modul 2 tentang perkenalan dengan evaluasi genetika menyangkut introduksi evaluasi gen, tujuan program breeding, langkah awal evaluasi hewan ternak, recording performa dengan EBV dan lain sebagainya yang menyangkut genetik dan pemeliharaan ternak sapi.

Diakhir kegiatan seperti biasa peserta mendapat pekerjaan rumah untuk mengupas studi kasus animal in record, how are very managed dan traits to record.

Sementara pada pelatihan sesi 5, Jumat (13/8/2021), yang dihadiri 94 peserta, lebih banyak membahas mengenai swine breeding programme oleh perwakilan grup 3, cattle breeding programme dan pemuliaan kambing oleh BBTUHPPT, Baturaden dan pembahasan genetic evaluation dan genetic breeder oleh Samuel Clark.

Sedangkan di pelatihan sesi 6 yang dilaksanakan Jumat (20/8/2021), sebagai pembukaan training dihadapan 76 peserta, ditampilkan narasumber Catriona Millen dari Agriculture Business Research Institute (ABRI) mengenai “Practical Data Recording and Management” salah satunya menyangkut pengembangan rencana pembibitan (breed plan) sapi potong di Australia yang merupakan terbaik di dunia dengan penggunaan sistem evaluasi genetik, menggunakan 80 lebih asosiasi perbibitan lintas 14 negara, disamping itu dievaluasi tentang pertumbuhan, karkas dan fertilitas EBVs berbarengan dalam sebuah model multi-sifat, kasus kelahiran dan penjinakan yang menyangkut data base dari 40 juta ternak.

Dalam breed plan ini terjadi kalaborisasi antara MLA, ABRI, UNE, DPI dan para breeder lainnya. ABRI sebagai sentral breed plan peran pelaksana kerjanya sebagai pembuat program dan pengerjaan langsung dengan produsen daging sapi di Australia untuk membantu mereka mendapatkan pelayanan hasil evaluasi genetik terbaik. Kemudian penataan program breeding antara lain, individu tiap ternak menyangkut sistem identifikasi ternak yang memiliki ciri khas dan informasi bibit yang akurat.

Dari studi kasus di Australia terhadap 227 kasus kelahiran sapi hasil AI (Artificial Insemination) di back-up oleh tetuanya. Minimal 12 (5,3%) dari 227 kelahiran dikategorikan kurang baik sebagai induk. Dapat disimpulkan bahwa yang terpenting dalam penataan breeding program ialah sistem identifikasi ternak yang memiliki ciri khas, tanggal kelahiran dan informasi bibit yang akurat, silsilah ternak yang akurat, ukuran sifat tercatat dalam tiap unit dan patokan metodologi yang digunakan secara konsisten dilaksanakan secara utuh.

Catriona kemudian juga menyajikan analisis tentang genetik keturunan, genetik persilangan, recording terseleksi dan keturunan terkecil dari sapi potong.

Webinar yang sudah berjalan 6 sesi ini merupakan kerja sama antara Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen PKH, didukung MLA (Meat & Livestock Australia) dan UNE (University of New England) Australia, serta difasilitasi oleh GITA Organizer. (SA)

PELATIHAN DARING GENETIK SAPI LOKAL SESI 3

Pelatihan daring genetik sapi lokal sesi 3. (Foto: Dok. Infovet)

Pelatihan secara daring soal genetik sapi lokal kembali dilanjutkan. Pada sesi 3 kali ini pelatihan dilaksanakan pada Jumat (30/7/2021) dengan kerja sama Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian bersama UNE (University of England-Australia) dan MLA (Meat and Livestock Australia) yang difasilitasi GITA Organizer dan Majalah Infovet.

Pelatihan kali ini diikuti 92 peserta dari berbagai perusahaan dan instansi terkait. Prof Julius van der Werf yang menjadi narasumber langsung menampilkan “Wrap up Modul 1” yang menyangkut to day‘s plan, desicions in breeding programs, animal breeding in nutshell, question breeding objectives, question (trait) measurement, design example, identifity the breeding program in you case.

Julius menyoroti tentang SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk sapi pedaging dengan beberapa pertanyaan lanjutan dan dianalisis dengan logical process, breeding objactives trait and selection criteria traits dan which traits in the selection index.

Adapun peserta yang mewakili grup 2, Agung dari BBTUHPPT (Balai Besar Ternak Unggul & HPT) Baturaden, mempresentasikan Breeding Program (case study from BBTUHPPT Baturaden farm) dengan topik The traits of Saanen Goat, menyangkut increase the milk production, economic contribution andviability, population Saanen from July dan distribution  of Saanen on 2021 (male, female and location), yang langsung ditanggapi oleh Lecture Shool of Envirnental and Rural Science UNE, Dr Samuel Clark.

Peserta berikutnya mewakili grup 4, Yayu Kholifah dari BBIB (Balai Besar Inseminasi Buatan) Singosari Malang, mempresentasikan “Breeding Program: Genetic Improvement for Beef Cattle (Performance Test)” menyangkut traits to be considered (body weight, body length, girth, shoulder height and scrotal circumference/bull), related  or correlated traits (direct related trait body weight, correlatedtraits body weight, girth, shouder height and scrotal circumference/bull, all these traits should be recorded at birth, weaning, 1 year olds and 2 years olds, pedigreegrandsire, grandam, sire and dam), other consideration (culture, market).

Sementara peserta selanjutnya mewakili grup 5, Irma dari beef cattle memprentasikan dengan topik “Breeding Objectives of Kebumen Ongole Crossbreed (PO) Cattle” menyangkut identifity  the traits to be considered, weather these traits will be measured orinformed by correlated traits, is the SNI suitable as a breeding objective dan other consideration about breeding objective.

Pada acara question & answer, Julius dibantu Samuel Clark menjawab keseluruhan pelatihan dari peserta. Pelatihan terus akan dilanjutkan pada Agustus-September 2021 mendatang. (SA)

LANJUTAN PELATIHAN DARING GENETIK SAPI LOKAL

Pelatihan genetik sapi lokal sesi II. (Foto: Infovet/Sjamsirul)

Jumat, 23 Juli 2021. Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian bersama University of New England dan Meat & Livetocks Australia (MLA) yang difasilitasi GITA Organizer dan Majalah Infovet, kembali melanjutkan Online Traning on Indonesian Local Cattle Genetics bagi peternak/pengusaha sapi lokal di Tanah Air.

Prof Julius van der Werf mengawali training-nya dengan meminta home work session I yang diajukan pada webinar sebelumnya untuk mengetahui situasi, kondisi, serta permasalahan pemuliaan sapi lokal di Indonesia dan bersama-sama mencari solusinya.

Paparan diberikan oleh Argi Argiris yang mewakili grup III peternak sapi perah lokal. Ia mempresentasikan kondisi dan permasalahan pemuliaan sapi perah di Indonesia secara singkat dengan topik “Improvement of Local Dairy Cattle Production”, antara lain dengan menampilkan breeding sceme to increase production berlandaskan recording (identification, measure performance, reproduction and economic trait), serta permasalahan pada recording yaitu microchips for identification, measure mobility of cattle, recording production, body composition score and predicted EBV/Estimated Breeding Value).

Sedangkan tantangan yang sering dihadapi antara lain menyangkut production/reproduction/mobility recording, foundation for project dan geografical or cultural bariers, disamping permasalahan dengan pemerintah menyangkut breeding, feeding, healty, kemudian dengan pemerintah daerah, organisasi peternak, peternak/perusahaan pribadi, teknisi AI dan perekam data, serta kemampuan menyerap ilmu pengetahuan.

Adapun presentasi lain disampaikan oleh Koko dari BBIB (Balai Besar Inseminasi Buatan) Singosari, Malang, mewakili grup I peternak sapi lokal pedaging. Ia memaparkan masalah pemuliaan sapi pedaging lokal yang ditujukan untuk memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia). Sebagai contoh persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi Bali pejantan dan betina menyangkut umur (bulan), parameter (tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, lingkar skrotum) dan kelas (I, II, III) yang telah digariskan pemerintah sebagai “Breeding Objectives for Indonesian Cattle”.

Sapi pedaging lokal di Indonesia digunakan untuk dua tujuan. Pertama, untuk usaha komersial sapi pedaging milik pribadi (peternak kecil) mendapatkan sertifikat SNI yang memungkinkan mereka mempermudah penjualan sapi bibit pejantan/induk betina dengan harga terbaik. Kedua, untuk kepentingan pembibitan di pusat dan provinsi, dimana EBV digunakan untuk menentukan sapi-sapi pejantan/betina hasil seleksi terbaik untuk menggantikan stok bibit saat ini. Juga SNI memberikan patokan bahwa penentuan umur sapi berdasarkan gigi seri permanen, misalnya bila tumbuh satu pasang gigi seri permanen, maka taksiran umur adalah 18-24 bulan. Sedang bila tumbuh dua pasang gigi seri permanen, maka taksiran umur di atas 18-24 bulan.

Prof Julius pada pelatihan kali ini membahas secara mendetail permasalahan sapi perah maupun sapi pedaging lokal, mulai dari Selection Index Concept sampai didapatkan Bio Economic Model, yang pada akhirnya harus diperoleh keuntungan dari tiap ekor sapi setelah dilakukannya seleksi dan pemuliaan sapi jantan/betina terbaik yang ada.

Diakhir seminarnya, Julius memberikan home work session III yang akan dibahas pada pelatihan berikutnya Jumat, 30 Juli 2021. (SA)

PELATIHAN DARING TENTANG GENETIK SAPI PEDAGING LOKAL

Online Training on Indonesia Local Cattle Gernetics. (Foto: Dok. Infovet)

Jumat, 16 Juli 2021. “Online Training on Indonesia Local Cattle Gernetics” menjadi tema webinar yang diselenggarakan atas kerja sama Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian dengan University of New England (UNE) dan Meat and Livestock Australia (MLA) yang difasilitasi oleh GITA Organizer dan Majalah Infovet.

Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Sugiono, mengapresiasi pelatihan genetik sapi pedaging lokal dan mengharapkan pelatihan ini dapat diaplikasikan di lingkungan peternakan sapi pedaging di Tanah Air untuk kemajuan penyediaan daging sapi di masa mendatang.

Pada kesempatan tersebut, pelatihan diikuti 127 peserta dari berbagai kalangan pengusaha/peternak sapi pedaging lokal, cendikiawan peternakan, pengurus organisasi  peternakan sapi pedaging dan pemerintah, serta menampilkan narasumber Pakar Genetika Perbibitan UNE, Prof Julius van der Werf dan Lektor School of Environment and Rural Science UNE-Australia, Dr Samuel Clark.

Prof Julius mengemukakan tentang Indonesia Genetics Project dan Training and Implementation yang menyangkut susunan program pelatihan, yaitu prinsip dan teori program perbibitan serta konsepnya tanpa formula, penerapan teori di lingkungan lokal (studi kasus terkecil dan diskusi), studi kasus lengkap untuk pengembangan yang memungkinkan bagi sapi potong lokal, serta pembuatan blueprint-nya.

“Pentingnya perubahan genetik untuk mendapatkan sapi pedaging unggul lokal baru, yaitu mencari sapi pejantan terbaik. Ada satu tingkatan program pembibitan yaitu lakukan seleksi terhadap beberapa keturunan pejantan lokal (200 ekor), maka akan didapat keturunan pejantan lokal unggul baru (10 ekor), demikian pula lakukan seleksi terhadap keturunan induk betina lokal (200 ekor), maka akan didapat keturunan induk betina lokal unggul baru (500 ekor), sehingga percepatan pengembangan sapi pedaging lokal diharapkan mudah tercapai,” tegasnya.

Ia menyebut, pelatihan direncanakan secara bertahap mulai pertengahan Juli 2021 sampai Mei 2022 mendatang, akan dibagi paket pelatihan genetik sapi pedaging lokal dalam beberapa sesi, yaitu intro and breeding objective menyangkut bagaimana sifat biologi dan nilainya (selama 3 minggu), kemudian genetics evaluation menyangkut estimasi/perkiraan calon sapi pedaging bibit unggul (selama 5 minggu, termasuk multiple trait selection), lalu design and optimization of breeding programs menyangkut sapi pedaging mana yang lolos seleksi jadi bibit unggul dan yang pantas dikawinkan serta memperhitungkan invest/modal yang dibutuhkan dan genomik/repro-teknologi (selama 3 minggu). Kemudian akan dibuatkan lectures dan excersices dari berbagai studi kasus yang diperoleh.

Sebagai kesimpulan, Prof Julius merinci beberapa segi yang perlu disadari, yaitu bahwa pembibitan ternak adalah campuran antara teknik dan isu pengetahuan terkait ternak saat itu (ekonomi, statistik, genetik, biologi). Bersumber dari matriks/kerangka masalah yang dialami farm/peternakan pada periode tersebut. (SA)

PELATIHAN DAN PABRIKASI BAHAN PAKAN BERKELANJUTAN

Teknologi biofermentasi untuk mengawetkan bahan pakan berkadar air tinggi dengan memanfaatkan bakteri asam laktat. (Foto: Istimewa)

Dosen Fakultas Peternakan IPB, Dr M. Ridla dalam pelatihan dan pabrikasi bahan pakan berkelanjutan di pesantren Darul Fallah, melalui daring, Sabtu (10/7), mengatakan untuk dapat memperpanjang umur simpan bahan pakan ruminansia, terdapat dua cara utama yakni dengan teknologi hay dan silase, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Hay memerlukan energi panas untuk mengeringkan, tergantung pada cuaca dan kecerahan di siang hari, diolah di ruang terbuka dan disimpan di gudang, serta mudah diangkut dan diperjualbelikan. Adapun silase, dapat diawetkan langsung tanpa perlu adanya energi panas, tidak tergantung cuaca, diolah di ruang tertutup atau silo, serta sulit diangkut dan diperjualbelikan.

“Bahan baku pakan dari hasil ikutan banyak yang berkadar air tinggi seperti ampas, daun, kulit, buah, limbah pasar, limbah restoran dan lain-lain. Selain berisiko mencemari lingkungan, bahan baku pakan tinggi air juga sulit disimpan dan mudah busuk,” kata Ridla.

Lebih lanjut dijelaskan, untuk pemanfaatan bahan baku pakan tersebut, perlu dilakukan langkah pengeringan hingga kandungan bahan keringnya mencapai 85%. Pengeringan perlu waktu, alat dan biaya, serta tidak efisien untuk jumlah yang banyak. “Perlu teknologi alternatif yang bisa mengolah limbah dalam waktu dan jumlah yang tak terbatas,” jelas dia. 

Untuk itu, lanjut dia, adanya teknologi biofermentasi untuk mengawetkan bahan berkadar air tinggi tersebut dengan memanfaatkan bakteri asam laktat. Dengan teknologi itu, bahan pakan dapat awet dan aman, asal telah mencapai tingkat keasaman pada pH 4-5. Dengan cara seperti itu, bahan campuran dengan kadar air tinggi dapat disimpan dalam waktu yang lama.

Campuran bahan pakan yang berkadar air tinggi seperti ampas tahu, ampas kecap, ampas tempe, kulit nanas, kulit jagung, buah apkir, urea, molases, dedak dan lain-lain, disimpan dalam silo hampa udara atau anaerob. Melalui proses fermentasi oleh bakteri asam laktat tersebut, bahan pakan akan dapat tersimpan lama, dengan bahan kering berkisar 30-50%, protein kasar 12-17% dan total digestibel nutrien mencapai 60-70%. (IN)

TEGUH BOEDIYANA: INDUSTRI SUSU DALAM NEGERI DARURAT

Teguh Boediyana dalam ILC edisi 20 membahas tentang penantian kebangkitan persusuan Indonesia. (Foto: Istimewa)

Ketua Dewan Persusuan Nasional, Teguh Boediyana, dalam webinar Indonesia Livestock Club (ILC) edisi 20, Rabu (16/6/2021), mengatakan industri persusuan dalam negeri sudah berada pada kondisi “lampu merah”, atau bahkan disebut sebagai “darurat susu”. Sebab, lebih dari dua dekade terjadi kondisi yang memprihatinkan yang tercermin dari produksi susu segar dalam negeri (SSDN) yang stagnan dan hanya mampu memenuhi kurang dari 20% kebutuhan susu nasional.

“Indikasi kedaruratan persusuan Indonesia tersebut dapat dilihat dari produksi susu yang cenderung stagnan, populasi sapi yang masih rendah, jumlah koperasi susu primer yang menurun dan saat ini hanya tinggal 55 buah yang sebagian besar menangani susu segar di bawah 20 ton/hari, pemasaran susu masih tergantung  pada IPS dan produktivitas sapi masih rendah,” ungkap Teguh.

Walaupun saat ini bermunculan peternak sapi perah skala menengah dan besar sebagai tambahan dari peternakan rakyat, lanjut dia, populasi dan produktivitas sapi perah rakyat yang cenderung stagnan menghasilkan kurangnya pasokan SSDN untuk memenuhi dan mengimbangi makin meningkatnya permintaan susu.

Dijelaskan, peningkatan konsumsi susu dan produk olahannya dipengaruhi secara umum oleh meningkatnya kelas menengah, komposisi penduduk usia produktif, meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan peningkatan sektor pengolahan makanan dan minuman.

Bank Dunia (2018) melaporkan bahwa kelas menengah Indonesia meningkat sekitar 7% pertahun. Semua faktor ini secara akumulatif akan mendorong meningkatnya konsumsi hasil ternak, sehingga diperkirakan tingkat konsumsi susu/kapita orang Indonesia akan terus meningkat dalam jangka panjang.

“Tingginya permintaan atau kebutuhan susu secara nasional ini tentu merupakan peluang ekonomi besar untuk dimanfaatkan, khususnya bagi penguatan ekonomi rakyat dan ekonomi nasional secara umum. Tingginya konsumsi susu dan produk susu pada akhirnya juga akan berdampak kepada peningkatan kualitas SDM bangsa,” ucap dia.

Untuk itu, kata dia, sangat dinantikan kebangkitan persusuan domestik sehingga dapat mengurangi ketergantungan impor susu yang tinggi seperti yang terjadi saat ini, sekaligus dapat memenuhi kebutuhan sendiri akan susu dan produk olahannya. (IN)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer