Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Penyakit Ternak | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PENYAKIT BARU BERMUNCULAN, PERLU TINGKATKAN KEWASPADAAN

Sapi tertular LSD di Provinsi Riau. (Foto: ECTAD Indonesia)

Pasca pandemi COVID-19, globalisasi seakan berjalan kembali setelah hampir dua tahun lalu lintas dunia dihentikan. Dampak negatifnya, dunia peternakan di Indonesia diserang secara bertubi-tubi oleh penyakit lintas batas.

Kewaspadaan dini perlu ditingkatkan kembali mengingat masih banyak penyakit berdampak besar lain yang cepat atau lambat bisa masuk ke Indonesia, salah satunya Avian Influenza (AI) clade baru, juga Rabies yang juga masih ada di sekitar masyarakat. Semuanya adalah penyakit yang memiliki dampak besar, bahkan beberapa diantaranya bersifat zoonotik yang dapat mengancam manusia.

“Re-globalisasi” Pasca COVID-19 dan Munculnya Penyakit Baru
Pandemi COVID-19 telah memberikan keadaan darurat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan berdampak serius bagi masyarakat. Setelah dua tahun terjadi, geliat ekonomi kembali muncul dengan dibukanya lagi akses transportasi dengan pelonggaran pembatasan lalu lintas. Artinya, globalisasi berjalan kembali yang dibarengi dengan segala macam dampaknya. Salah satunya adalah masalah kesehatan global.

Ancaman terhadap kesehatan global tidak hanya terjadi pada sektor kesehatan masyarakat saja, namun juga sektor peternakan dan kesehatan hewan. Penyakit hewan lintas batas atau transboundary animal disease menjadi fokus utama karena potensi penyebarannya yang sangat cepat dan luas, serta menyebabkan dampak sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat yang serius.

Dalam lima tahun terakhir, setidaknya ada tiga penyakit lintas batas yang masuk Indonesia... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023.

Ditulis oleh:
Drh Wahid Fakhri Husein 
Praktisi Manajemen Kesehatan Hewan dan One Health

MENCERMATI RAGAM PENYAKIT TAHUN INI DAN BAGAIMANA PREDIKSINYA

Vaksinasi memastikan ayam tetap sehat. (Foto: Istimewa)

Penyakit merupakan salah satu hambatan dalam industri peternakan unggas khususnya sektor budi daya. Penyakit yang sifatnya infeksius maupun non-infeksius semuanya bisa jadi sebab kerugian bagi peternak. Menarik untuk dicermati ragam penyakit yang menghampiri di tahun ini dan bagaimana prediksinya ke depan.

Perunggasan, sebagai industri terbesar di sektor peternakan Indonesia tentu yang paling menjadi sorotan. Perlu dicatat bahwa Indonesia merupakan produsen telur terbesar sedunia dan produsen broiler nomor 11 di dunia, selain itu diperkirakan lebih dari empat juta orang bekerja di sektor perunggasan (Dirkeswan, 2021).

Oleh karena itu, segala macam hambatan termasuk penyakit harus bisa dikendalikan agar dapat memaksimalkan produksi. Tiap tahunnya, kejadian penyakit selalu terjadi dan jenisnya pun beragam, baik infeksius maupun non-infeksius.

Maklum saja, sebagai Negara tropis Indonesia memang menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai jenis mikroorganisme patogen. Tentu para stakeholder yang berkecimpung mau tidak mau, suka tidak suka, harus berusaha untuk bisa survive dari hambatan ini.

Yang perlu digarisbawahi adalah penyakit akan berhubungan dengan performa dan produktivitas, kemudian kedua aspek itu akan langsung terkait pada nilai keuntungan yang didapat. Jadi, siapa saja yang dapat mencegah terjadi penyakit di suatu peternakan, apapun peternakannya, sudah pasti mendapat keuntungan lebih baik. Penyakit memiliki benang merah dengan manajemen beternak yang diaplikasikan, serta aspek biosekuriti.

AI Cetak Rekor di Negara Barat
Diam-diam virus Avian influenza (AI) kembali menyeruak di dunia, bahkan kali ini AI meluluh-lantakan perunggasan negeri Paman Sam. Berdasarkan catatan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), sekitar… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (CR)

DARURAT PENYAKIT MULUT DAN KUKU DI JAWA TIMUR

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mewabah di Jawa Timur. (Foto: Istimewa)

Menyikapi kejadian munculnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Gresik, Sidoarjo, Mojokerto dan Lamongan, Kementerian Pertanian (Kementan) lakukan upaya pencegahan penyebaran dan tracing PMK.

“Dua Laboratorium utama kita, Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates dan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya sebagai laboratorium rujukan PMK telah melakukan tracing. Saat ini kita koordinasi dengan Pemerintah Daerah Jawa Timur untuk melakukan lockdown zona wabah,” kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (7/5/2022).

Ia menjelaskan, awalnya kasus ini diketahui setelah hasil pemeriksaan PCR menunjukkan positif PMK dan pihaknya telah melakukan rapat koordinasi bersama Gubernur Jawa Timur dan empat Bupati wilayah kasus PMK.

Adapun langkah darurat yang disiapkan untuk penanganan sebagai berikut:

1. Penetapan wabah oleh Menteri Pertanian berdasarkan surat dari Gubernur dan rekomendasi dari otoritas veteriner nasional sesuai dgn PP No. 47/2014.

2. Pendataan harian jumlah populasi positif PMK.

3. Pemusnahan ternak positif PMK secara terbatas.

4. Penetapan lockdown zona wabah tingkat desa/kecamatan di setiap wilayah dengan radius 3-10 km dari wilayah terdampak wabah.

5. Melakukan pembatasan dan pengetatan pengawasan lalu lintas ternak, pasar hewan dan rumah potong hewan.

6. Melakukan edukasi kepada peternak terkait SOP pengendalian dan pencegahan PMK.

7. Menyiapkan vaksin PMK.

8. Pembentukan gugus tugas tingkat provinsi dan kabupaten.

9. Pengawasan ketat masuknya ternak hidup di wilayah-wilayah perbatasan dengan negara tetangga yang belum bebas PMK oleh Badan Karantina Pertanian.

"Sejak Jumat (6/5/2022), tim pusat dan daerah sudah bekerja di lapangan. Harapannya dapat melokalisir zona penyakit dan tidak menyebar ke wilayah sentra sapi lainnya," ucap Nasrullah.

“Masyarakat kita mohon bantuan dan kerja sama untuk tidak memindahkan atau memperjualbelikan sapi dari daerah wabah ke daerah yang masih bebas. Kita tangani bersama dan lokalisir wilayahnya." (INF)

BELASAN SAPI DI MADURA MATI SECARA MISTERIUS

Belasan Ekor Sapi Mati di Perairan Madura

Belasan sapi ditemukan mati dan mengambang di pantai Dusun Pesisir, Desa Dharma, Kecamatan Camplong, Sampang, Madura, Jawa Timur, pada Kamis (14/4/22) pagi. Dalam video yang beredar di media sosial, sapi-sapi tersebut mengambang dengan tubuh masih utuh, namun sudah bengkak.

“Ini ada sapi mati, ngambang. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan sembilan, 10, di dekat saya ada 10 dan di ujung barat sana ada sekitar enam . Sepertinya 16 ekor semua. Lokasi Lengser. Wah, kira-kira ini milik siapa ya, kok banyak sekali yang mati?” begitu suara warga dalam video dalam bahasa Madura.

AKP Budi Nugroho, Kepala Polisi Sektor (Kapolsek) Camplong, dalam rilis kepada media mengatakan, Polsek beserta sejumlah tim dokter hewan dari Dinas Perikanan, Peternakan dan Pertanian (DPPP) Pemerintah Sampang, datang ke lokasi mengecek dan mengevakuasi belasan sapi itu.Dari laporan warga, katanya, yang mengambang ada 20 bangkai sapi, tetapi hasil pendataan Polsek Camplong dan Dinas Perikanan, Peternakan, dan Pertanian Sampang, ada 14 ekor.

“Sapi yang mati itu ditemukan di pantai Dusun Pesisir, Desa Dharma, sekitar pukul 08.00 WIB. Sapi-sapi yang mati di pesisir pantai pertama kali ditemukan warga setempat, lalu dilaporkan ke Mapolsek Camplong,” katanya Kamis (14/4/22).

Dari hasil penyidikan dokter hewan dari dinas terkait, katanya, tidak ditemukan ada indikasi keracunan atau bekas penganiayaan. Polisi juga berkoordinasi dengan petugas Pos Keamanan Laut Terpadu (Kamladu) Sampang mengenai kemungkinan ada kapal pengangkut sapi yang tenggelam di perairan Sampang.

“Laporan Kamla Sampang tidak ada kejadian kapal tenggelam, atau kapal pengangkut sapi yang tenggelam," lanjut Budi.

Setelah pemeriksaan, katanya, sapi-sapi itu dievakuasi ke tepi pantai dan akan ditenggelamkan di laut. Catur Raharjo, Kepala Satuan Kepolisian dan Udara (Polairud) bilang, proses evakuasi disepakati untuk ditenggelamkan ke tengah laut.

“Rencana mau dikubur, tapi alat tidak memungkinkan. Maka kami sepakat menenggelamkan. Ini kami sedang mempersiapkan alat untuk menggiring nanti, sambi menunggu air pasang.”

Wabah Penyakit BEF?

Moh Ihsan Zain, mahasiswa pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengatakan, kejadian seperti itu perlu respon serius dan ditangani langsung dinas setempat. Apalagi, katanya, penyebab kematian sapi-sapi ini belum diketahui secara pasti. Dia menduga, sapi-sapi itu terkena penyakit. Pada Januari 2022, ditemukan kasus bovine ephemeral fever atau virus BEF pada sapi di Sampang.

“Ini merupakan hal yang serius, BEF pada sapi merupakan penyakit yang menyerang bangsa ruminansia atau sapi, kambing, dan domba,” katanya.

Namun, katanya, sebagai tindakan preventif karena penyebab kematian belum teridentifikasi pasti, sebaiknya masyarakat berhati-hati saat melakukan penanganan pada bangkai ternak itu, seperti gunakan alat pelindung diri (APD) saat evakuasi. Hal ini, katanya, guna mengantisipasi penyakit zoonosis (dapat berpindah dari hewan ke manusia).

Drh Bilqisthi Ari Putra, peneliti Patologi Forensik di Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya mengatakan, dari rekaman video yang dikirimkan kematian kurang dari 48 jam.

Untuk menentukan penyebab kematian apa karena penyakit atau bukan harus otopsi dan atau nekropsi. Sebelum tahu penyebab pasti kematian, tim evakuasi atau warga tetap harus berhati-hati dengan risiko penyakit menular (zoonosis).

“Sebaiknya, bila ada kejadian seperti itu, warga segera melapor ke Dinas Peternakan atau Pertanian setempat, Polsek maupun Polres. Pihak terkait segera melakukan tindakan penanganan dengan ketentuan standar. Khawatir dalam tubuh sapi ada penyakit yang dapat berisiko zoonosis,” katanya.

Khairiyah, peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, dalam jurnal berjudul “Zoonosis dan Upaya Pencegahannya (kasus Sumatera Utara)” menyebutkan, peternakan di Indonesia rentan berbagai penyakit, termasuk zoonosis. Dengan demikian, zoonosis merupakan ancaman baru bagi kesehatan manusia.

Salah satu upaya mencegah penularan penyakit zoonosis, katanya, dengan meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit-penyakit zoonosis strategis melalui sosialisasi. (INF)

PETERNAK DI BLORA DIMINTA WASPADA PENYAKIT ENDEMIS

Ternak Sapi dan Unggas, Rawan Terserang Penyakit di Musim Pancaroba

Kepala Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blora, drh R Gundala Wijasena  mengimbau para peternak sapi dan unggas, untuk menjaga kebersihan kandang, untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit akibat pengaruh cuaca.

“Ketika terjadi hujan berhari-hari, hal ini akan menyebabkan hewan menjadi stress, misalnya pada sapi. Itu biasanya karena perubahan cuaca, biasanya panas kemudian menjadi dingin. Dan hal itu menyebabkan penyakit yang sifatnya endemis itu muncul, ” kata dia.

Salah satu penyakit pada sapi, yakni Bovine Ephemeral Fever (BEF), ditularkan oleh serangga (arthropod borne viral disease), bersifat benign non contagius, yang ditandai dengan demam mendadak dan kaku pada persendian. Penyakit dapat sembuh kembali beberapa hari kemudian.

“Atau juga penyakit Surra, yaitu penyakit hewan menular yang disebabkan oleh protozoa parasitik Trypanosoma evansi,” terangnya.

Parasit ini hidup di dalam darah inangnya dan mengakibatkan demam, lemas, anemia, dan penurunan berat badan.

“Karena Blora ini sudah dikenal endemis Surra, sehingga bisa muncul penyakit seperti itu,” jelasnya.

Selain itu juga bisa jadi muncul salmonellosis, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella yang bisa menyebabkan mencret pada sapi muda dan pada sapi dewasa.

“Itu bisa saja terjadi, sehingga perlu penanganan khusus. Diharapkan kandangnya harus selalu kering, selain itu bisa juga diberi vitamin. Minta dokter hewan atau mantri hewan, yang ada di sekitar atau di lokasi untuk bisa memberikan pengobatan pada ternak tersebut,” ungkapnya.

Kemudian, untuk unggas, menurut Gundala Wijasena, seperti unggas atau ayam kampung, seperti kita ketahui, kebanyakan tidak divaksin.

“Ada beberapa penyakit yang sering muncul, yaitu Newcastle Disease (ND) atau tetelo. Itu bisa saja muncul saat-saat hujan atau pancaroba, atau ketika ayam stress karena cuaca, karena ayam tersebut kan belum divaksin,” terangnya.

“Itu yang kami imbau kepada warga masyarakat, jangan sampai ternaknya terjadi kematian. Termasuk unggas atau ayam, kalau mungkin ditempatkan ke yang kering,  jangan sampai terkena percikan air hujan, angin dingin dan diberi minum vitamin khususnya untuk anak ayam,” tuturnya (INF)

SEJAK FEBRUARI 2022, TOTAL 242 EKOR SAPI TERINFEKSI LSD DI RIAU

Vaksinasi LSD Sebagai Antisipasi dan Pengendalian Penyakit
                                                                   (Sumber : Kementan)

Ternak sapi di Provinsi Riau diserang penyakit eksotik. Penyakit yang diderita sapi-sapi tersebut merupakan penyakit kulit bernama Lumpy Skin Disease (LSD). Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Riau mencatat sejak 9 Februari 2022, sejauh ini sudah ada 242 ekor sapi yang terkena penyakit tersebut.

"Sejak penyakit (LSD) ini ditemukan pada sapi ternak di Kabupaten Indragiri Hulu, kemudian berkembang di tujuh kabupaten dan kota di Riau," sebut Kepala Dinas PKH Provinsi Riau, Herman (10/3/2022).

Ia merincikan, ternak sapi di tujuh daerah yang terpapar LSD adalah, Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak 114 ekor, Pelalawan 25 ekor, Kampar 8 ekor, Dumai 20 ekor, Bengkalis 12 ekor, Indragiri Hilir 13 ekor, dan Siak 50 ekor.

"Jadi, jumlah sapi yang sakit terkena penyakit itu ada 242 ekor. Dari 242 ini, terdapat 3 ekor sapi yang mati. Namun, tingkat kematian sapi akibat penyakit ini sangat kecil, maksimal 5 persen," kata Herman. Selain mati, sambung dia, terdapat 13 ekor sapi dipotong paksa oleh pemiliknya, karena takut mati. "Tapi setelah kita tangani secara intensif, angka kesembuhan sapi yang terkena LSD cukup tinggi, ada 84 persen dari total sapi yang terkena penyakit. Jadi, ciri-ciri sapi mulai sembuh dari LSD ini, sapi sudah mau makan. Karena, selama sakit sapi tidak makan sebab tenggorokannya sakit," ujar Herman.

Kemudian ciri-ciri lain sapi sembuh dari penyakit LSD adalah, ulas dia, luka dibagian kulit sapi mulai mengering, lalu benjolan mulai mengecil. Namun, bekas luka masih ada.

"Jadi, dari 114 sapi yang terpapar LSD di Kabupaten Indragiri Hulu itu, kalau kita lihat dari empat kategori itu, Alhamdulillah seratus persen sudah sembuh. Begitu juga di daerah lainnya seratus persen sudah sembuh setelah kita lakukan penyuntikan vitamin. Kecuali di Kota Dumai. Dari 20 ekor sapi yang terpapar, 10 ekor sudah sembuh," imbuh Herman.

Sebelumnya, tim Dinas PKH Riau bersama Kementan sudah turun tangan melakukan penanganan terhadap penyakit LSD yang menyerang sapi, pertama kali ditemukan di Kabupaten Indragiri Hulu. (INF)




MASTITIS PADA KAMBING PERAH

Mastitis, salah satu penyakit yang dapat memengaruhi produksi susu kambing. (Foto: Istimewa)

Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang berkembang pesat populasinya di berbagai negara, termasuk Indonesia. Populasi kambing di Indonesia pernah mengalami penurunan pada 2016, tetapi setelah itu populasinya menanjak terus hingga 2019 (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2019). Untuk memperbaiki mutu genetik kambing yang ada di Indonesia, telah dikembangkan kambing Boer untuk tipe kambing pedaging dan Saanen untuk kambing perah.

Kedua jenis kambing ini berkembang terus di Indonesia mendampingi ras kambing yang sudah ada, seperti Peranakan Etawa (PE), Senduro, Kaligesing, Jawa Randu, kambing kacang dan kambing khas lokal lainnya. Kambing tipe perah Saanen telah menyebar ke berbagai daerah, serta mampu menghasilkan daging dan susu. Masyarakat peternak kambing mudah memasarkan susu kambing karena banyak permintaan walaupun harga relatif lebih tinggi dibanding susu sapi.

Secara global populasi kambing perah meningkat pesat di berbagai benua. Perkembangan populasi kambing perah yang paling pesat terjadi di Afrika, namun populasi terbanyak ada di Benua Asia dengan tingginya presentase produksi susu.

Persentase kenaikan perkembangan kambing perah di Asia sebesar 3,1% dari tahun 1990-2018, produksi susu kambing juga naik sebesar 27,9%. Dibandingkan dengan Afrika, peningkatan populasi kambing perah terjadi sebesar 32,0%, sedangkan produksi susunya meningkat hanya berkisar 15,1% (Miller et al., 2019).

Produksi susu kambing dipengaruhi oleh berbagai faktor, genetik, kualitas dan kuantitas pakan, serta penyakit. Salah satu penyakit yang dapat memengaruhi produksi susu kambing adalah Mastitis, infeksi pada kelenjar mamae yang memproduksi air susu.

Faktor Predisposisi
Susu kambing mengandung protein cukup tinggi, media yang baik untuk pertumbuhan bakteri aerob. Sesaat sebelum melahirkan, ambing kambing dipenuhi air susu cukup banyak, sehingga bila dilihat dari belakang tampak menonjol dan konsistensi terasa berisi cairan. Air susu pertama yang disebut kolostrum terproduksi sesaat setelah anak kambing lahir dan beberapa hari tampak berwarna kuning kental, suatu hal yang normal karena mengandung banyak antibodi yang bermanfaat untuk bekal pertahanan anak kambing yang baru lahir.

Kebiasaan kambing setelah kenyang adalah duduk di lantai. Kondisi lantai yang kotor akan banyak terkontaminasi bakteri. Ujung puting ambing yang terbuka paska menyusui dan ada banyak sisa air susu yang menempel mengundang bakteri untuk tumbuh berkembang dan masuk vertikal ke dalam ambing. Bakteri berkembang dalam ruang ambing yang banyak mengandung air susu dan menginfeksi jaringan ambing. Terjadi peradangan pada jaringan ambing. Produksi air susu terganggu dan induk kambing tidak mau menyusui karena kondisi nyeri akibat peradangan.

Agen Penyebab
Terdapat kuman di lingkungan kandang kambing yang mampu menyebabkan infeksi dan peradangan pada ambing kambing. Bakteri yang terbanyak menyebabkan infeksi adalah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022.

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer