Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini ASOHI | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENGHAYATI DISINFEKSI DAN BIOSEKURITI

Disinfeksi alat transportasi peternakan juga penting dilakukan. (Foto: Istimewa)

Tanpa terasa semakin hari tantangan dalam budi daya peternakan semakin banyak. Setelah dilarangnya AGP (Antibiotic Groth Promoter) dan beberapa jenis antibiotik, kemudian nantinya kemungkinan antibiotik kombinasi juga dilarang. Peternak semakin harus mengencangkan ikat pinggang. Namun, sudahkah peternak mengaplikasikan biosekuriti yang baik di kandangnya?

Krusialnya Peran Biosekuriti
Di era non-AGP yang sudah berlangsung kurang lebih dua tahun, peternak sudah pasti tahu dan mengerti bahwa performa ayam di lapangan sedikit berkurang ketimbang pada saat AGP masih boleh digunakan. Belum lagi beberapa jenis antibiotik seperti colistin dan anti-koksidia yang juga ikut dilarang, tentunya ini akan lebih “njelimet” lagi bagi peternak. Terakhir yang Infovet dengar, pemerintah akan melakukan pelarangan penggunaan antibiotik kombinasi, namun sediaan apa saja yang dilarang masih belum dapat dijelaskan.

Walaupun begitu, ini jelas merupakan tantangan bagi para peternak, dimana hewan ternak dituntut agar lebih sehat dan memiliki performa dan produksi yang baik. Berbagai upaya dijajaki oleh peternak dalam mendapatkan performa yang baik, yang mampu akan membangun dan berinvestasi pada closed house, bagaimana dengan yang tidak?

Jangan buru-buru berkecil hati jika tidak dapat membangun closed house. Ingat selalu bahwa penerapan biosekuriti yang baik juga akan mendongkrak performa. Fokus beternak adalah membuat hewan senyaman mungkin dan sesehat mungkin, sehingga performa meningkat.

Yang sering peternak lupakan yakni manajemen biosekuriti yang baik dan benar. Padahal dalam usaha budi daya unggas, manajemen biosekuriti adalah hal yang wajib dilaksanakan dan sangat diproritaskan. Bukan tanpa alasan, hal ini karena biosekuriti merupakan benteng pertahanan utama dalam menghalau berbagai penyakit infeksius. Perlu diingat kembali bahwa prinsip biosekuriti adalah langkah-langkah pengamanan biologik yang dilakukan untuk pencegahan menyebarnya agen infeksi patogen pada ternak.

Sekretaris Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI), Drh Muhammad Azhar, mengatakan bahwa biasanya kendala dari penerapan biosekuriti di lapangan yang paling utama adalah keengganan dari peternak.

“Kemitraan, integrator, bahkan peternak mandiri besar mereka pasti punya staf kesehatan hewan, punya program keswan, punya program biosekuriti dan lainnya, tetapi kenapa performa jelek kadang menyalahkan hal lain? Bisa dibilang aplikasinya di lapangan yang kurang oleh petugas kandangnya, entah karena malas, lupa, atau apapun, harusnya tidak bisa ditolerir seperti itu,” tuturnya kepada Infovet.

Lebih lanjut dijelaskan, “Dalam beternak, bukan pemberian obat, antibiotik atau jamu, yang penting bagaimana caranya ayam sehat. Percuma kalau kita kasih obat terus tapi performa enggak bagus, malah bahaya buat yang makan. Ini peternak yang sering mindset-nya kaya gitu.”

Menurutnya, penerapan biosekuriti tidak hanya dapat diterapkan di farm, tetapi juga pada tiap komponen rantai pasokan, sehingga menjaga keamanan pangan yang dikonsumsi alias healthy from farm to table.

Komentar Azhar juga diamini oleh Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari. Menurut dia, ketika era non-AGP telah berakhir dan dilarangnya berbagai jenis antibiotik, kini penerapan biosekuriti harus digalakkan.

“Kemarin masih ada AGP cukup terbantu peternak, namun karena peraturannya sudah begini, mau bagaimana? Ya dari dulu sih harusnya biosekuriti itu diaplikasikan dengan baik, bukan sekarang-sekarang saja,” ujar Ira.

Ia juga mengatakan bahwa dirinya beserta perusahaan tidak henti-hentinya untuk menggalakkan aplikasi biosekuriti yang baik pada peternak. Selain itu lanjut dia, ketika kondisi wabah COVID-19 merebak, seharusnya biosekuriti semakin diperketat. Hal ini tentu saja juga berkaitan dengan kehidupan manusia yang bekerja di peternakan atau unit rantai pasok produk peternakan.

“Coba bayangkan ketika COVID-19 merebak, ini kan berbahaya, sekarang peternak juga tidak hanya fokus kepada menjaga kesehatan ternak saja, tetapi juga dengan kesehatan tiap pegawai yang ada di farm dan juga kesehatan lingkungannya,” ucapnya.

Ia juga mengimbau kepada para peternak agar… Selengkapnya baca di Majalah infovet edisi April 2021. (CR)

BIOSEKURITI: BUKAN TEORI, TAPI AKSI NYATA

Tata letak dan struktur bangunan dalam lokasi suatu unit farm juga dapat menopang tingkat efektivitas operasional implementasi biosekuriti yang ada. (Foto: Istimewa)

Oleh:
Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI-Jakarta)

Pada tataran lapangan, seorang praktisi perunggasan memandang kejadian kasus penyakit infeksius pada ayam modern umumnya bersifat multifaktor, baik faktor secara langsung ataupun tidak. Dengan demikian, interaksi antar faktor dan atribut yang menyertainya pada titik tertentu akan menghasilkan manifestasi gejala klinis dan/atau gejala patologi anatomis penyakit dalam populasi ayam yang ada. Biosekuritas merupakan salah satu strategi yang sifatnya wajib alias “mandatory” untuk diterapkan dalam rangka mencegah dan/atau mengurangi prevalensi kejadian kasus infeksius di lapangan. Tulisan singkat ini bertujuan berbagi pengalaman dalam strategi mereduksi kasus-kasus infeksius di lapangan terutama pasca pakan non-AGP (Antibiotic Growth Promoter).

Deskripsi Biosekuriti
Biosekuriti adalah satu perangkat tata laksana praktis lapangan yang kalau diimplementasikan secara kolektif dapat mereduksi introduksi potensial patogen dan mencegah penyebarannya ke dalam, antar dan sekitar lokasi, dimana induk semang berada (ayam). Dengan demikian, aspek terpenting yang mesti dipahami dalam implementasi biosekuriti di lapangan adalah bukan teori, melainkan aksi nyata mencegah introduksi dan penyebaran patogen di dalam lingkungan ayam.

Walaupun skala prioritas dan bentuk-bentuk nyata pelaksanaan biosekuriti pada masing-masing farm belum tentu sama, namun dalam realitanya sangat dibutuhkan komunikasi yang baik dan integritas tinggi setiap level personal di peternakan tersebut.

Prioritas segenap tindakan implementasi biosekuriti yang realistis adalah mempertimbangkan besarnya risiko yang dihadapi dan juga jenis patogen yang dominan dalam lingkungan lokasi farm tertentu, misalnya:

a. Apakah mereduksi patogen yang bersifat sangat menular dan/atau menyebabkan mortalitas yang tinggi, misalnya HPAI, ND ataupun Gumboro.

b. Apakah mereduksi tantangan penyakit endemik yang menyebabkan kematian dan/atau gangguan performa, misalnya Koksidiosis, Kolibasilosis ataupun Nekrotik Enteritis (NE).

c. Apakah mereduksi atau mengeliminasi patogen yang memberikan efek imunosupresi bagi ayam, misalnya Gumboro, Mareks, Reo, CAV, IBH.

d. Apakah bertujuan untuk mereduksi patogen yang penting untuk kesehatan manusia (foodborne disease) alias bersifat zoonosis, misalnya Salmonellosis dan Campylobacteriosis.

Interaksi Ayam & Patogen
Ayam dan patogen, termasuk juga makhluk hidup lainnya, pada hakikatnya mempunyai karakter “Ego”. Tegasnya, ekspresi sifat ego adalah dalam menjaga kelestarian kehidupannya (baca: eksistensinya di atas muka bumi) dan sifat ini menjadi sangat penting sekali. Sebab kalau tidak, makhluk hidup yang bersangkutan (termasuk patogen) dalam tempo cepat atau lambat pasti akan lenyap dari permukaan bumi alias punah.

Pada patogen, manifestasi dari sifat ego ini adalah kemampuannya untuk menerobos mekanisme pertahanan tubuh ayam (kemampuan melakukan invasi/invasiveness), termasuk kemampuannya menggagalkan kinerja suatu preparat antibiotika (kemampuan membentuk reaksi resisten).

Di sisi lain, sifat ego pada ayam dimanifestasikan dengan keberadaan mekanisme pertahanan tubuhnya yang berlapis-lapis, mulai dari mekanisme pertahanan fisiko-kimiawi (epidermis kulit dan mukosa beserta kelenjar pelengkapnya), pertahanan seluler via sel darah putih (innate immunity via mekanisme fagositosis) ataupun melalui sel limfosit yang terkait dengan sistem kekebalan (adaptive immunity baik humoral immunity dan cell-mediated immunity).

Kemampuan melakukan invasi dari suatu patogen dapat mengalami perubahan, tergantung… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2021. (toe)

ASOHI KEMBALI LAKSANAKAN PPJTOH, PELATIHAN WAJIB BAGI DOKTER HEWAN

Pelatihan PJTOH angkatan XXI diikuti sekitar 120 orang peserta. (Foto: Dok. ASOHI)

Melalui daring Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PPJTOH) angkatan XXI, pada 17-18 Maret 2021. Pelatihan ini merupakan sesuatu yang wajib diikuti bagi para dokter hewan, terutama yang bekerja di perusahaan obat hewan, pabrik pakan, pet shop, poultry shop, maupun medis veteriner di peternakan. 

Dihadapan sekitar 120 orang peserta, Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, menyampaikan bagaimana tugas PJTOH pada perusahaan obat hewan dan pakan telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan No. 01/kpts/SM.610/F/01/05 tahun 2005.

Adapun tugas dari PJTOH, lanjut Ira, diantaranya memberikan informasi tentang peraturan perundangan bidang obat hewan kepada pimpinan perusahaan, memberikan saran dan pertimbangan teknis mengenai jenis sediaan obat hewan yang akan diproduksi/diimpor.

“Kemudian juga menolak produksi, penyediaan, peredaran dan repacking obat hewan ilegal, serta menolak peredaran obat hewan yang belum mendapatkan nomor pendaftaran,” kata Ira dalam sambutannya. Sebab, dokter hewan merupakan garda terdepan terkait obat hewan dan penggunaannya di lapangan.

Sedangkan untuk di pabrik pakan, PJTOH juga memiliki tugas menolak penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dilarang dicampur dalam pakan ternak dan menyetujui penggunan bahan baku atau obat hewan jadi dalam pakan yang memenuhi syarat mutu.

“Mengingat pentingnya tugas dan tanggung jawab PJTOH, maka ASOHI hampir setiap tahun mengadakan pelatihan ini. Kali ini kita laksanakan secara online mengingat masih suasana pandemi COVID-19,” ungkapnya. 

Nantinya ke depan selain pelatihan PJTOH tingkat dasar yang dilakukan sekarang ini, kata Ira, pihaknya berencana mengadakan pelatihan PJTOH tingkat lanjutan (advance). 

“Pelatihan PJTOH lanjutan ini akan membahas topik-topik yang lebih mendalam, sehingga ilmu yang diperoleh dari pelatihan tingkat dasar akan terus berkembang dan bermanfaat sesuai perkembangan zaman. Mudah-mudahan bisa dilaksanakan tahun ini,” pungkas Ira.

Pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari ini turut mengundang banyak pihak yang terkait di dalamnya, diantaranya Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Direktur Kesehatan Hewan), Drh Ni Made Ria Isriyanthi (Kasubdit Pengawasan Obat Hewan), Prof Budi Tangendjaja (peneliti Balitnak), Drh Widarto (Koordinator PPNS Ditjen PKH), Rizqi Nur Ramadhon (Biro Hukum Kementan), Drh M. Munawaroh (Ketua Umum PB PDHI), Prof Widya Asmara (Ketua Komisi Obat Hewan), kemudian perwakilan Direktorat Pakan Ternak, Karantina, tim CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik) dan BBPMSOH (Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan). (RBS)

WEBINAR BBPMSOH: PERAN OBAT HEWAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI TERNAK DAN EKSPOR

Webinar Nasional BBPMSOH, Selasa (22/12/2020). (Foto: Dok. Infovet)

Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) menyelengarakan Webinar Nasional “Peran Obat Hewan dalam Peningkatan Produksi Ternak Nasional dan Peningkatan Ekspor (Gratieks),” Selasa (22/12/2020) melalui daring.

Hadir sebagai pembuka acara, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Dr Ir Nasrullah, menyampaikan bahwa program kesehatan hewan menjadi poin yang sangat penting dalam peningkatan produksi ternak nasional.

“Tentunya pelayanan kesehatan hewan menjadi sebuah hal yang harus kita lakukan. Dalam pencegahan, obat hewan merupakan keharusan untuk dipersiapkan dalam jumlah atau kualitas sesuai dengan yang kita harapkan,” ujar Nasrullah dalam sambutannya.

Ia menambahkan, untuk menjamin kualitas, mutu dan khasiatnya, dilakukan perhatian dalam pembuatan dan pengedarannya. “BBPMSOH memiliki peran penting dan strategis untuk menjamin itu. Untuk itu BBPMSOH merupakan indikator utama produksi dan peredaran obat hewan sebagai penjamin bagi masyarakat dalam menggunakan obat hewan,” ungkapnya.

Lebih lanjut disampaikan Nasrullah, terkait ekspor obat hewan ia menyebut saat ini sudah mencapai 661 ton atau sekitar US $ 10,2 juta. Di tahun 2021, ekspor akan lebih dikencangkan lagi.

“Jangan sampai ekspor kita lebih kecil dibanding impor obat hewan kita. Ngapain kita impor kalau kita sendiri bisa ekspor. Kami berikan karpet merah bagi perusahaan atau produsen yang akan mengekspor obat hewan,” ucap Nasrullah.

Untuk peningkatan ekspor melalui Gratieks, pihaknya pun semakin memperkuat fasilitas yang dibutuhkan oleh para produsen dalam memenuhi standar negara tujuan ekspor.

“Tahun 2021 BBPMSOH kita lengkapi dengan peralatan yang lebih canggih lagi yang sebelumnya belum tersedia. Ini untuk membantu perusahaan memenuhi standar negara tujuan ekspor, sehingga eksportir bisa lebih lancar lagi,” terang dia.

Dengan adanya Gratieks, lanjut dia, diharapkan volume ekspor pada tahun 2024 mencapai 300%, dan obat hewan memiliki porsi yang cukup besar dalam peningkatan ekspor.

“Tinggal menambah volume dan negara tujuan ekspor saja. Kami juga bersama Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) terus melakukan terobosan market di luar negeri. Kita melakukan langkah-langkah yang lebih kencang lagi dalam promosi dan segi teknis untuk persyaratan ekspor,” katanya.

“Intinya kami siap bergandengan tangan bersama ASOHI dan sakeholder lainnya untuk memperkuat ekspor. Sebab tahun depan kami akan lebih selektif lagi dalam pemasukan obat hewan impor. Jangan sampai produksi dalam negeri kita ada, tetapi impor tetap jalan,” pungkasnya.

Dalam webinar tersebut dihadirkan pembicara dari berbagai bidang, diantaranya Prof Imam M. Fahmid (Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Kebijakan Pertanian), Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Direktur Kesehatan Hewan), Drh Maidaswar (Kepala BBPMSOH) dan Drh Irawati Fari (Ketua Umum ASOHI). (RBS)

WEBINAR NASIONAL ASOHI, DAMPAK PANDEMI PADA BISNIS PETERNAKAN

Webinar Nasional ASOHI Outlook Bisnis Peternakan 2020 “Dampak Pandemi COVID-19 pada Bisnis Peternakan”. (Foto: Dok. Infovet)

Selasa, 24 November 2020. Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali mengadakan agenda rutin tahunannya yakni Webinar Nasional Outlook Bisnis Peternakan 2020 bertemakan “Dampak Pandemi COVID-19 pada Bisnis Peternakan”.

Kegiatan kali ini diadakan secara virtual mengingat kondisi pandemi yang urung usai. “Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 yang terjadi di luar prediksi. Usaha peternakan menghadapi tantangan penurunan daya beli, namun di sisi lain terjadi perubahan pola belanja masyarakat dimana transaksi online mengalami peningkatan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan tatap muka yang kini bergeser pada kegiatan online/daring,” ujar Ketua Panitia, Drh Yana Ariana.

Namun begitu diharapkan webinar kali ini tetap bisa memberikan referensi bagi para pelaku industri peternakan dalam menyusun rencana dan melakukan evaluasi bisnis. Hal itu ditambahkan Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari dalam sambutannya.

“Kegiatan ini selalu mengikuti perkembangan situasi aktual. Pada 2020 diprediksi terjadi pelemahan ekonomi global, sehingga dunia usaha harus berhati-hati. Kini dengan adanya pandemi COVID-19, semua hal terjadi di luar prediksi. Sehingga diharapkan melalui webinar ini peserta mendapat informasi yang bermanfaat mengenai situasi peternakan saat ini dan prediksinya 2021 mendatang,” ungkap Irawati.

Khusus membahas penanganan COVID-19 dan dampak COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia, ASOHI menghadirkan pembicara tamu Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, dan ekonom Dr Faisal Basri.

Menurut paparan Faisal, kondisi ekonomi Indonesia saat ini shock akibat pandemi yang merajalela. “Saat ini situsinya masih memburuk, perekonomian kita menurun. Ini juga pengaruh dari perekonomian dan perdagangan dunia yang berantakan,” ujar Faisal.

Lebih lanjut, kondisi tersebut juga mempengaruhi pendapatan masyarakat yang semakin melemah, yang turut berdampak pada berkurangnya konsumsi protein hewani (daging) Indonesia.

“Pemerintah juga enggak serius menangani COVID-19 ini, karena bukannya membuat aturan darurat memerangi pandemi, malah membuat aturan antisipasi dampak pandemi. Sehingga efeknya Indonesia banyak mengalami penurunan ekonomi,” ucap dia. Dari prediksinya, tahun depan penurunan ekonomi juga masih terjadi.

Untuk keluar dari kemerosotan, Faisal mengimbau pemerintah fokus pada peningkatan konsumsi rumah tangga.

Sementara menurut Prof Wiku, untuk meminimalisir gelombang pandemi, pengontrolan penyakit melalui masyarakat menjadi kunci, selain menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati.

“Ekosistem dan keanekaragaman hayati adalah penopang dan penentu keberlangsungan hidup manusia. Bersikap eksploitatif terhadap alam adalah investasi untuk bencana di masa mendatang,” kata Prof Wiku.

Hal itu juga yang menjadi perhatian untuk meminimalisir adanya ancaman penyakit baru di Indonesia. “Kita harus waspada terhadap ancaman penyakit baru. Dalam 16 tahun terakhir ada empat penyakit baru muncul, diantaranya H1N1, H7N9, Mers-Cov dan COVID-19. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan alam menjadi hal yang harus dilakukan,” tukasnya.

Selain mereka berdua, turut pula dihadirkan narasumber dari para ketua asosiasi bidang peternakan, diantaranya Achmad Dawami (Ketua GPPU), Desianto B. Utomo (Ketua GPMT), Eddy Wahyudin dan Samhadi (Pinsar Indonesia), Yudi Guntara Noor (Ketua HPDKI), Teguh Boediyana (Ketua PPSKI), Sauland Sinaga (Ketua AMI) dan Irawati Fari (Ketua ASOHI), yang masing-masing memberikan pemaparan mengenai situasi bisnis di 2020 dan proyeksinya pada 2021 mendatang. (RBS)

PDHI GELAR DISKUSI VIRTUAL BAHAS TELEMEDICINE


Telemedicine : harus diperhatikan ketentuannya

Merebaknya wabah Covid-19 tentunya membawa dampak pada seluruh sektor barang dan jasa, tanpa terkecuali jasa pelayanan kesehatan hewan. Berdasarkan survey PDHI, terjadi penurunan kunjungan pasien ke dokter hewan sampai 40%. PDHI juga menyebut bahwa selama pandemi banyak klien yang bertanya bahkan melakukan konsultasi secara daring atau online melalui media sosial.

Menanggapi hal tersebut, PDHI mengadakan diskusi virtual melalui daring zoom yang khusus membahas telemedicine/telehealth. Acara tersebut berlangsung pada Sabtu (14/11). Diskusi dimulai dengan penjabaran terkait definisi telemedicine dan telehealth oleh Ketua III PDHI Drh Bonifasius Suli Teruli. Dirinya banyak menjabarkan mengenai telehealth dan telemedicine berdasarkan beberapa referensi baik nasional maupun internasional.

"Sebenarnya secara tidak disadari kita (dokter hewan) sering melakukannya antar kolega dokter hewan,. Contohnya dokter hewan di perunggasan, kadangkala ketika sedang away, ada kasus dan masih rancu. Biasanya akan saling berkirim gambar untuk sharing penanganan kasus, itu juga termasuk telemedicine," tutur Suli.

Namun begitu Suli mengatakan bahwa belum ada regulasi atau kode etik yang mengatur hal ini di Indonesia. Ia mengatakan bahwa hal tersebut juga merupakan suatu isu baru di dunia kedokteran hewan yang tak terhindarkan dan juga harus segera diurus kode etik dan regulasi resminya.

Ketua Umum PDHI Drh Muhammad Munawaroh yang juga hadir dalam diskusi tersebut setuju dan juga menilai bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari dan merupakan sebuah keniscayaan.

"Kita juga tidak bisa melawan derasnya arus teknologi, coba lihat itu ojek konvensional, akhirnya kalah juga kan dengan aplikasi digital?. Nah, dokter hewan ini juga mau tidak mau harus mengikuti teknologi dan harus melek teknologi," tuturnya.

Dalam diskusi, Munawaroh juga menerangkan bahwa kini aplikasi konsultasi milik dokter manusia, (halodoc), sudah memfasilitasi masyarakat untuk berkonsultasi dengan dokter hewan di dalam aplikasinya. 

"Sebenarnya kami senang bahwa dokter hewan kini sudah dihargai dan benar - benar dianggap, namun begitu dengan adanya konsultasi kesehatan hewan melalui aplikasi ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru," tutur Munawaroh.

Oleh karena itu Munawaroh menghimbau kepada seluruh anggota PDHI, agar dalam melayani konsultasi kesehatan hewan via daring (telemedicine) hendaknya memperhatikan hal - hal tertentu. Misalnya saja, bahwa dokter hewan harus bisa membedakan antara telemedicine dan teleadvice.

Pada telemedicine, dokter hewan diperbolehkan mendiagnosis dan memberikan resep kepada pasien secara daring. Namun begitu, dokter hewan harus benar - benar pernah menangani secara langsung pasiennya, baru setelah itu boleh melakukan telemedicine.

Sedangkan dalam teleadvice, dokter hewan hanya boleh memberikan konsultasi yang sifatnya non-medis tetapi memberikan dampak baik bagi kesehatan pasiennya. Teleadvice juga melarang dokter hewan untuk memberikan resep dan mendiagnosis penyakit. Jikalau memang sudah dirasa darurat, dokter hewan hendaknya memberikan saran kepada klien untuk membawa hewannya ke dokter hewan terdekat. 

Selain membahas telemedicine, diskusi berlangsung sangat interaktif membahas berbagai masalah yang terjadi di dunia kedokteran hewan. Misalnya saja peredaran obat hewan ilegal, izin praktik, keorganisasian, dan lain sebagainya. 

Sebagai closing statement Munawaroh berpesan kepada seluruh dokter hewan Indonesia agar betul - betul memahami apa itu telemedicine, ia juga berpesan agar dokter hewan senantiasa melek teknologi. Tak kalah pentingnya Munawaroh juga kembali menegaskan bahwa PDHI akan selalu berada dalam koridor yang menaati peraturan. (CR)

ASOHI JAWA TIMUR DAN ASOHI PUSAT SELENGGARAKAN PELATIHAN PJTOH DI MASA PANDEMI COVID-19

Pelatihan PJTOH angkatan XX diikuti 75 peserta

Bertempat di Hotel Novotel Samator Surabaya, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Cabang Jawa Timur menyelenggarakan pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) XX. Acara yang diselenggarakan dengan dukungan penuh dari ASOHI Pusat ini diselenggarakan pada Rabu dan Kamis (11-12/11/2020), yang diikuti oleh 75 orang peserta, 50 orang peserta di Hotel Novotel Samator Surabaya, dan 25 orang mengikuti acara ini secara online. 

Drh Suyud, Ketua ASOHI Cabang Jawa Timur menyambut baik pelaksanaan pelatihan PJTOH di wilayah kerjanya. “Seharusnya kegiatan ini dilakukan pada 15-16 April 2020 lalu, namun dengan adanya pandemi COVID-19 ini, pelatihan PJTOH XX baru bisa digelar 11-12 November 2020,” tuturnya. 

Dikatakan Suyud, pelatihan PJTOH merupakan sesuatu yang wajib diikuti oleh para dokter hewan terutama bagi mereka yang bekerja di perusahaan obat hewan, pabrik pakan, pet shop, poultry shop dan mereka yang menjadi medis veteriner di farm broiler dan layer. 

Ketua Panitia Pelaksana Drh Forlin Tinora dalam sambutannya menyebutkan bahwa pelatihan PJTOH bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan bagi Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan. “Acara ini kita laksanakan dengan adanya kerjasama antara ASOHI dengan Direktorat Kesehatan Hewan, dilaksanakan secara berkesinambungan, bersertifikat dan telah mencapai Angkatan XX,” kata drh Forlin. Dikatakan drh Forlin, pelaksanaan pelatihan PJTOH XX ini merupakan kegiatan yang istimewah karena masih berada dalam kondisi pandemi COVID-19. “Pandemi COVID-19 ternyata tidak membendung keinginan para peserta untuk mengikuti acara ini, terbukti di Angkatan XX ini Panitia Pelaksana masih bisa mengumpulkan sebanyak 75 orang peserta, terbagi dalam 2 kelompok pembelajaran, langsung dari Hotel Novotel Samator Surabaya dan 25 orang peserta mengikutinya secara online,” tutur drh Forlin.

Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari dalam sambutan via media virtual menyambut baik atas terlaksananya pelatihan PJTOH XX. “Terima kasih ASOHI Cabang Jawa Timur atas inisiasinya hingga dilaksanakannya kegiatan ini. Kita tidak bisa diam dengan kondisi yang serba tidak menentu ini, harus bergerak agar kita tidak terlena dengan tugas yang seharusnya segera kita laksanakan,” kata Ira, sapaan akrabnya. 

Menurut Ketua Umum ASOHI ini, dokter hewan merupakan garda terdepan terkait dengan obat hewan dan penggunaannya di lapangan. “Tugas dan Tanggung Jawab Dokter Hewan dan atau Apoteker sebagai Penanggung Jawab Teknis pada Perusahaan Obat Hewan dan pakan  diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan No. 01/Kpts/SM.610/F/01/05 tahun 2005, artinya PJTOH harus dapat memberikan informasi tentang peraturan perundangan di bidang obat hewan kepada pimpinan perusahaan; dapat memberikan saran dan pertimbangan teknis mengenai jenis sediaan obat hewan yang akan diproduksi/diimpor, yang berhubungan dengan farmakodinamik, farmakokinetik, farmakoterapi dan toksikologi serta imunologi obat hewan; dan harus dapat menolak produksi, penyediaan dan peredaran dan repacking obat hewan illegal serta menolak peredaran atau repacking obat hewan yang belum mendapatkan nomor pendaftaran,” paparnya. 

Di samping itu, Ira menambahkan, khusus penanggung jawab teknis obat hewan di pabrik pakan, tugas penting yang harus diingat adalah 1) Menolak penggunaan bahan .baku atau obat hewan jadi yang dilarang dicampur dalam pakan ternak, 2) Menyetujui penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dicampur dalam pakan ternak yang memenuhi syarat mutu atau 3) Menolaknya apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang obat hewan.

Acara yang digawangi oleh GITA Organizer ini dihadiri oleh Dr drh Fadjar Sumping Tjatur Rassa, Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Fadjar yang tampil sebagai narasumber, memaparkan materi secara online tentang Sistem Kesehatan Hewan Nasional (Siskeswanas). Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 disebutkan bahwa Siskeswanas merupakan tatanan kesehatan hewan yang ditetapkan oleh pemerintah dan diselenggarakan oleh otoritas veteriner dengan melibatkan seluruh penyelenggara kesehatan hewan, pemangku kepentingan, dan masyarakat secara terpadu. 

Menurut Fadjar, Siskeswanas sangat diperoleh terutama dalam kaitannya dengan perdagangan bebas, yang memberikan kebebasan atas masuknya produk-produk ternak (daging, susu dan telur) yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) sesuai dengan permintaan konsumen. “Konsumen kita membutuhkan produk yang berkualitas dengan harga terjangkau, kita bisa penuhi itu dengan adanya Siskeswanas ini,” kata Fadjar. Dikatakan Fadjar bahwa Siskeswannas dapat berperan dominan dalam proses pencegahan, pengendalian, maupun pemberantasan penyakit ternak. 

”Kita memerlukan Siskeswannas yang tangguh dalam mengamankan peternakan kita dari ancaman penyakit ternak, sehingga produk yang dihasilkan berkualitas dan ASUH saat dikonsumsi oleh konsumen kita,” jelasnya.

Pada pelantihan angkatan ke-20 ini, Forlin Tinora menghadirkan Direktorat Kesehatan Hewan beserta Subdit Pengawasan Obat Hewan (POH), Direktorat Pakan, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH), Komisi Obat Hewan (KOH), Tim Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB), Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Pusat Karantina Hewan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Ketua Umum ASOHI, beserta Dewan Pakar dan Dewan Kode Etik ASOHI, dan Dinas Peternakan Jawa Timur, tuan rumah yang menyelenggarakan PJTOH XX ini. Terkait dengan materi yang disuguhkan untuk peserta, drh Forlin menyebut setidaknya ada beberapa materi, baik yang bersifat umum maupun khusus sesuai dengan ranah PJTOH itu sendiri. Diantara materi pelatihan yang disajikan adalah 1) Perundang-Undangan, 2) Kajian teknis (biologik, farmasetik feed additive, feed supplement, obat alami) dan 3) Pemahaman organisasi dan etika profesi. (Sadarman)

MILAD KE-41: ASOHI SERENTAK BAGIKAN 5.000 MAKANAN BAGI WARGA TERDAMPAK COVID-19

Pengurus ASOHI Nasional membagikan paket makanan berupa daging ayam dan telur bagi warga terdampak COVID-19. (Foto: Dok. Infovet)

Pengurus Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Nasional maupun Daerah pada Minggu (25/10), serentak menggelar kegiatan bagi-bagi makanan dengan menu daging ayam dan telur sebanyak 5.000 paket kepada warga terdampak COVID-19 di beberapa daerah di Indonesia.

Kegiatan ASOHI Peduli bertajuk “Ayo Makan Daging Ayam dan Telur” di 17 daerah diselenggarakan dalam rangka memperingati Milad ke-41 tahun ASOHI yang menghimpun pelaku industri obat hewan di Indonesia.

Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, menyampaikan apresiasinya kepada seluruh anggota yang telah ikut melaksanakan kegiatan ASOHI Peduli bagi warga terdampak COVID-19.

“Terima kasih kepada seluruh jajaran pengurus ASOHI Nasional dan Daerah yang telah meluangkan waktu, tenaga, sumber daya lainnya untuk menyukseskan acara ulang tahun ASOHI ke-41 dalam bentuk kegiatan CSR/ASOHI Peduli. Alhamdulillah acara berjalan lancar, sukses dan aman,” ujar Irawati dalam keterangannya.

Menurutnya, kegiatan ini menjadi bagian kontribusi ASOHI dalam mengedukasi masyarakat dan meningkatkan konsumsi protein hewani.

“Sebab mengonsumsi daging ayam dan telur itu menyehatkan dan mencerdaskan masyarakat, sekaligus kita membantu meningkatkan industri peternakan,” ucapnya.

Ia pun berharap kegiatan yang baik ini mendapat berkah dari Sang Pencipta “Semoga amalan yang dilakukan dengan mulia ini dibalas oleh Allah SWT dengan berkah dan rahmat yang berlipat ganda. Semoga ASOHI makin jaya, salam sehat,” pungkas Ira.

Kegiatan di Daerah
ASOHI Cabang Jawa Tengah ikut membagikan ratusan menu makanan daging ayam dan telur yang langsung dimasak besama warga di dapur darurat di Nayu Timur, RT 01 RW 08, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari.

Ketua ASOHI Jawa Tengah, Agus Eko Sulistiyo, menyatakan total sebanyak 409 paket makanan dibagikan kepada warga yang membutuhkan. “Serentak ini dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia dengan total keseluruhan 5.000 paket. Kebetulan Solo menjadi kota penyelenggara khusus wilayah Jawa Tengah,” kata Agus dikutip dari Radar Solo.

Dengan dibantu warga sekitar, kegiatan amal tersebut pun berjalan lancar. “Kami libatkan masyarakat untuk meningkatkan semangat gotong royong di tengah pandemi COVID-19. Tentu selama kegiatan kami menerapkan protokol kesehatan ketat,” ucapnya.

Sementara kegiatan yang sama di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dilakukan secara maraton mulai 23-25 Oktober 2020, yang difokuskan disejumlah panti asuhan di Kota Makassar dan Maros.

Kegiatan ASOHI Peduli di daerah. (Foto: Istimewa)

Dilansir dari Otomakassar.com, Ketua ASOHI Sulsel, Drh Djatmiko, mengungkapkan bahwa pemberian asupan gizi protein hewani penting untuk menjaga kesehatan tubuh dari serangan COVID-19.

“Kita pilih panti asuhan karena komunitas masyarakatnya terbilang daya belinya cukup rendah, sekaligus ASOHI memberi perhatian untuk kelangsungan generasi muda,” kata Djatmiko.

ASOHI Sulsel sendiri menyediakan 400 boks makanan dengan menu daging ayam dan telur. Pada hari pertama diberikan ke panti Yakartuni di Kota Makassar dan sekolah Tahfidz Qur’an Rabbani di Kabupaten Maros. Hari kedua dilaksanakan di panti asuhan Al Ma’arifah dan panti asuhan Al Abrar, serta kelompok ojek online di Kota Makassar. Pada hari terakhir dipusatkan kampanye makan daging ayam dan telur di pantai Losari dan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) di Kota Makassar. (RBS)

ASOHI BERI MOTIVASI PELAKU USAHA OBAT HEWAN UNTUK EKSPOR

Sharing Bisnis ASOHI bertajuk “Ekspor Obat Hewan dan Bagaimana Strateginya?”. (Foto: Dok. Infovet)

Kamis, 1 Oktober 2020, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) menggelar Webinar Sharing Bisnis ASOHI bertajuk “Ekspor Obat Hewan dan Bagaimana Strateginya?”, yang diharapkan mampu memotivasi para pelaku bisnis di bidang obat hewan.

“Saya harapkan acara ini dapat memotivasi kita semua para pelaku bisnis obat hewan untuk memulai meningkatkan ekspor yang sejalan dengan program pemerintah yakni Gratieks (Gerakan Tiga Kali Ekspor),” ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, dalam sambutannya.

Hal itupun langsung disambut baik oleh Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi, yang hadir mewakili Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, dengan menjabarkan gambaran usaha obat hewan yang tiap tahun meningkat.

Dari data BPS yang diolah Pusdatin Kementan (2019), ditampilkan Ria bahwa ekspor obat hewan pada 2018 mencapai 739.208 kg dengan nilai sekitar Rp 195 miliar, meningkat pada 2019 menjadi 832.896 kg dengan angka Rp 204 miliar.

“Sedangkan pada 2020 (Januari-Agustus) ekspor obat hewan kuantitinya baru mencapai 661.627 kg dengan nilai Rp 149 miliar,” ujar Ria. Adapun negara tujuan ekspor disampaikan Ria, mencapai 95 negara. Diantaranya Asia (35 negara), Eropa (32 negara), Afrika (15 negara), Amerika (11 negara) dan Australia (2 negara).

“Produk kita mampu bersaing di kancah internasional. Rencana ke depan kita akan memperluas peluang pasar di wilayah Asia Tengah dan Afrika. Untuk itu kami pemerintah selalu memutakhirkan aturan-aturan terkait ekspor,” kata Ria.

Webinar yang dihadiri sebanyak 115 orang peserta ini turut menghadirkan narasumber Ketua Sub Bidang Eksportir ASOHI, Peter Yan, yang membahas seluk-beluk ekspor obat hewan ke berbagai negara.

 “Pentingnya ekspor obat hewan ini mendukung peningkatan devisa dan ekonomi negara, sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan. Bagi perusahaan, pentingnya ekspor ini bisa meningkatkan branding product and company, pengembangan perusahaan dan pasar, hingga pemanfaatan kapasitas produksi,” ujar Peter.

Lebih lanjut dijelaskan, ekspor obat hewan ini menjadi sangat penting karena kondisi pasar dalam negeri yang cenderung sudah jenuh. “Kita coba keluar dari zona nyaman agar potensi perusahaan obat hewan kita semakin berkembang dan semakin tumbuh, salah satunya melalui ekspor ini,” tukasnya. (RBS)

WAW!!... TELAH 95 NEGARA TUJUAN EKSPOR OBAT HEWAN INDONESIA

Kamis, 1 Oktober 2020, Seminar via Zoom bertema “Ekspor Obat Hewan dan Bagaimana Strateginya” diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Menghadirkan narasumber tunggal Peter Yan dari PT Medion Farma Jaya yang memaparkan pengalaman Peter Yan tentang ekspor produk obat hewan dari Medion, mulai dari pra ekspor produk, administrasi hingga pelaksanaan pengiriman produk ke negara tujuan.

Ketua Umum ASOHI, Irawati mengantar acara webinar sebagai sharing pengalaman dari salah satu anggota untuk anggota. Webinar yang dibuka oleh Ni Made Ria Isriyanti, Kasubdit POH yang mewakili Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Kementan RI berdurasi sejak pukul 14.00-16.00 WIB.

Ria menyampaikan bahwa data ekspor produk obat hewan Indonesia dari BPS yang diolah Pusdatin telah sampai ke 95 negara.

Peserta webinar yang sempat menyentuh angka 109 peserta itu, selain dari internal anggota ASOHI baik di Pusat maupun dari ASOHI Daerah seluruh Indonesia, juga dihadiri dari unsur pemerintahan, selain Dit Keswan juga Dit PPHNak, Ditjen PKH.

Pemaparan pemgalaman Peter Yan dilajutkan dengan diskusi dengan para peserta yang dimoderatori oleh Forlin Tinora, Wakil Sekjen ASOHI. Sedangkan Bambang Suharno, Sekertaris Eksekutif ASOHI bertindak sebagai Pemandu Acara.****(DARMA)

ASOHI ADAKAN WEBINAR NASIONAL KESEHATAN UNGGAS DI MASA PANDEMI COVID-19

Webinar Nasional Kesehatan Unggas yang dilaksanakan ASOHI. (Foto: Dok. Infovet)

Rabu, 9 September 2020. Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) sukses menyelenggarakan Webinar Nasional Kesehatan Unggas dengan tema “Perkembangan Penyakit Unggas di Masa Pandemi COVID-19” yang dihadiri sekitar 160 orang peserta.

“Ini menjadi seminar luar biasa yang membahas mengenai penyakit unggas. Sebab informasi mengenai perkembangan penyakit unggas di lapangan terkendala pandemi COVID-19 yang tentunya menyulitkan banyak pihak,” ujar Drh Andi Wijanarko, selaku moderator webinar.

Hal itu juga seperti yang disampaikan Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, dalam sambutannya. 

“Pandemi COVID-19 ini banyak mengubah pola kerja kita. Walau di industri obat hewan masih memberikan kontribusi dan pelayanan kepada peternak maupun pabrik pakan, namun tenaga technical kita agak terbatas di lapangan,” kata Ira.

Oleh karena itu, melalui webinar kali ini Ira berharap ada update informasi terbaru seputar penyakit unggas di lapangan.

“Informasi penyakit tepat sekali kita bahas, kami harapkan ada update informasi penyakit di industri unggas di tengah pandemi kali ini. Agar kita dapat menentukan langkah-langkah dan memberikan layanan terbaik kepada masyarakat peternakan dengan kondisi yang serba keterbatasan ini,” ucapnya.

Senada dengan hal tersebut, Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa, yang turut hadir mengimbau kepada masyarakat peternakan untuk tetap waspada terhadap kehadiran penyakit khususnya di sektor perunggasan.

“Kemarin kita baru terima informasi mengenai outbreak Avian influenza (AI) yang terjadi di Australia dan Taiwan, kita harus tetap waspada. Sebab di era pandemi ini informasi mengenai penyakit kurang terekspos. Padahal teknologi salah satunya di industri obat hewan sudah semakin maju guna mendukung keamanan pangan, seperti berkembangnya pengganti antibiotic growth promoter (AGP),” kata Fadjar.

Dr Drh NLP. Indi Dharmayanti dan Prof Dr Drh Michael Haryadi Wibowo saat mempersentasikan materinya. (Foto: Dok. Infovet)

Webinar yang dimulai pada pukul 13:00 WIB turut menghadirkan narasumber yang andal di bidangnya, yakni Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet), Dr Drh NLP. Indi Dharmayanti MSi, yang membahas materi “Perkembangan Penyakit Viral pada Unggas di Masa Pandemi COVID-19” dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Drh Michael Haryadi Wibowo MP, yang menyajikan materi mengenai “Pengendalian Penyakit Unggas di Masa Pandemi COVID-19”. (RBS)

PROTAS: SOSIALISASI PERMENTAN NO. 45/2019 DAN SIMPOL

PROTAS sosialisasi Permentan No. 45/2019, aplikasi SIMPOL dan kebijakan baru lainnya. (Foto: Dok. Infovet)

Rabu, 19 Agustus 2020, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali menggelar Program Temu Anggota ASOHI (PROTAS) melalui aplikasi zoom. Kegiatan kali ini fokus pada sosialisasi Permentan No. 45/2019 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Pertanian, aplikasi SIMPOL (Sistem Informasi Pendaftaran Online) obat hewan dan aturan baru lainnya.

“Di situasi COVID-19 ini pemerintah tetap produktif terkait banyaknya kebijakan baru. Tapi kami rasa perlu ada kejelasan kembali dari pemerintah khususnya pada Permentan 45, karena ini menjadi hot issue di kalangan industri obat hewan. Saya harap lewat PROTAS kali ini kita bisa berdiskusi untuk mencari solusi sesuai harapan kita bersama,” ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari.

Hal senada juga disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal ASOHI, Drh Forlin Tinora, yang menjadi moderator. “Banyak aturan pemerintah yang bagi anggota ASOHI masih perlu di-review kembali, salah satunya Permentan 45 ini.”

Sebelumnya ASOHI melalui surat resminya telah memberikan masukan kepada Direktorat Kesehatan Hewan (Ditkeswan), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, terkait Permentan No. 45/2019 pada Pasal 77 ayat 1 bagian f nomor 4: menyebutkan mencantumkan persyaratan sertifikat Good Manufacturing Practice (GMP) untuk pemenuhan komitmen pendaftaran obat hewan jadi dan Pasal 96 ayat 1 bagian a nomor 9: mencantumkan persyaratan untuk sertifikat GMP untuk pemenuhan komitmen pemasukan bahan baku obat hewan.

Berdasarkan informasi dari anggota ASOHI, bahwa anggota yang melakukan pendaftaran obat sediaan feed additive, biologik dan biologik kit, serta bahan baku teregistrasi ditolak pada tahap proses verifikasi karena tidak melampirkan sertifikat GMP. Setelah dilakukan pendataan, di beberapa negara seperti USA, Eropa, Korea, China dan lain-lain, tidak menggunakan sertifikat GMP, melainkan Fami-QS atau FCA (Feed Chain Alliance) untuk feed additive dan bahan baku, serta sertifikat ISO untuk biologik kit. Untuk itu diajukan permohonan kepada pemerintah agar meninjau ulang Permentan dan menambahkan bahwa sertifikat Fami-QS, FCA untuk feed additive dan bahan baku, serta ISO untuk biologik kit dapat diterima sebagai alternatif yang setara dengan GMP.

Hal itupun langsung ditanggapi Ditkeswan melalui surat resminya kepada ASOHI. Berdasarkan pertimbangan bahwa FAMI-QS, FCA maupun ISO diterbitkan oleh pihak ketiga yang merupakan lembaga sertifikasi non-pemerintah di negara asal, maka pemenuhan persyaratan GMP harus dipenuhi dengan melampirkan surat pernyataan dari otoritas negara asal yang memuat informasi bahwa produsen tersebut telah menerapkan GMP berdasarkan sertifikasi yang telah diperoleh produsen (FAMI-QS, FCA atau ISO) dan melampirkan FAMI-QS, FCA atau ISO yang dimiliki produsen yang masih berlaku.  

Pemenuhan persyaratan GMP sebagaimana persyaratan di atas juga berlaku untuk pemasukan obat hewan sesuai Permentan No. 45/2019 Pasal 96, terutama untuk pemasukan feed additive, bahan baku obat hewan yang negara asalnya memberlakukan FAMI-QS, FCA dan untuk negara asal yang memberlakukan ISO untuk produk biologik kit.

“Pemerintah terus berupaya menjamin mutu dan kualitas obat hewan agar aman bagi ternak dan manusia, juga agar dapat berdaya saing di pasar internasional. Kita harapkan sinergi dan dukungan ASOHI untuk terus memberi masukan agar pelayanan kami tetap berkualitas dan tetap menjadi mitra yang baik,” ujar Kepala Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan, Drh Maidaswar, yang turut hadir dalam PROTAS.

Kegiatan yang dihadiri sebanyak 236 peserta ini turut menampilkan pembicara Kasubdit POH, Drh Ni Made Ria Isriyanthi yang membahas kebijakan di bidang obat hewan dan Ketua Umum ASOHI yang menampilkan dinamika dan proyeksi industri obat hewan di tengah pendemi COVID-19. (RBS)

WEBINAR PROSEDUR IZIN USAHA OBAT HEWAN DI JAWA TIMUR

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Pengda Jawa Timur mengadakan webinar bertajuk “Prosedur Izin Usaha Obat Hewan di Jawa Timur”, pada tanggal 11 Agustus 2020. Acara ini juga didukung oleh Majalah Infovet sebagai media partner.

Salah satu pemateri adalah Drh Diana Devi Mkes yang membahas beberapa hal penting terkait izin usaha obat hewan terutama di Jawa Timur.

Diana menjelaskan sistem perizinan obat hewan bertujuan untuk mengendalikan usaha obat hewan. Dampak negatif berupa kerugian ekonomi terhadap petani/peternak/konsumen obat hewan yang diproduksi dari usaha obat hewan ilegal yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, mutu dan keamanannya dapat dikurangi.

Selain itu untuk menjamin agar obat hewan yang beredar di masyarakat terjamin khasiat, mutu dan keamanannya.

Dengan adanya sistem perizinan ini, adanya usaha obat hewan ilegal yang beroperasi di sekitar masyarakat bisa ditekan sekecil mungkin. Pada akhirnya akan terciptanya tertib administrasi dan tertib usaha di bidang usaha obat hewan.

Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari menyambut baik dan sangat mendukung webinar ini. Irawati juga berkenan mengajak peserta webinar yang belum menjadi anggota, untuk bergabung dengan ASOHI. “Baik pet shop, poultry shop, distributor, dan lainnya itu bisa menjadi anggota ASOHI. Sehingga akan mendapatkan manfaat sebagai anggota ASOHI, diantaranya ASOHI akan menjembatani antara anggotanya dengan pemerintah,” ajak Irawati.

Dalam webinar juga membahas tata cara bagaimana izin usaha obat hewan diberikan kepada pemohon. Berikut ini rinciannya. 

(1) Melengkapi semua persyaratan administratif dan teknis, antara lain:

  • Rekomendasi ASOHI Pengda Jawa Timur. (a) Membuat surat permohonan kepada Ketua ASOHI Pengda Jawa Timur dengan hal Rekomendasi Permohonan Izin Usaha Obat Hewan. (b) Penerbitan rekomendasi.
  • Rekomendasi Dinas Kabupaten/Kota. (a) Membuat surat permohonan sesuai format formulir model -1* ditujukan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota. (b) Kajian persyaratan administratif dan teknis dengan cara peninjauan lapangan. (c) Penerbitan rekomendasi.
  • Rekomendasi Dinas Provinsi. (a) Membuat surat permohonan sesuai format formulir model -1* ditujukan kepada Kepala Dinas Provinsi Jawa Timur. (b) Kajian persyaratan administratif dan teknis dengan cara peninjauan lapangan. (c) Penerbitan rekomendasi.

(2) Membuat surat permohonan ditujukan kepada Kepala Pusat Perizinan Terpadu (P2T) Provinsi Jawa Timur.

(3) Kajian persyaratan administratif dan teknis tanpa peninjauan lapangan oleh Administrator P2T, maksimal 1 (satu) hari:

  • Menolak apabila ada persyaratan tidak lengkap.
  • Menerima apabila semua persyaratan lengkap.

(4) Surat Izin Usaha Distributor Obat Hewan.

(NDV)

RAKORNAS VIRTUAL ASOHI DIIKUTI 13 ASOHI DAERAH

Acara Rakornas ASOHI secara virtual, Selasa (7/7/2020) 


Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) pada Selasa, 7 Juli 2020. Kendati berlangsung secara virtual atau melalui video conference, rakornas sukses diselenggarakan dengan dipandu oleh Wakil Sekjen ASOHI, Drh Forlin Tinora.

Dalam keterangan resmi ASOHI, sebanyak 13 ASOHI Daerah dari 17 ASOHI Daerah di seluruh Indonesia ikut berpartisipasi menyemarakkan rakornas virtual ini.

Pada kesempatan ini, mengenang berpulangnya Wakil Ketua Bidang Organisasi Drh Erwin Heriyanto beberapa waktu lalu, Drh Forlin Tinora mengajak semua peserta untuk berdoa bersama sebelum acara inti dimulai.

Drh Irawati Fari selaku Ketua Umum ASOHI membuka acara dengan agenda memberikan pengarahan, dilanjutkan dengan laporan kegiatan ASOHI Daerah dan diskusi mengenai masalah aktual di pusat di daerah. 

Hadir pula pengurus ASOHI Pusat antara lain Ketua Bidang Hubungan antar lembaga Drh Andi Wijanarko beserta wakilnya Drh Yana Ariana, Ketua Bidang Organisasi Drh Gowinda Sibit, Ketua Bidang Peredaran Orang hewan Ir Tedy Candinegara, Ketua Sub Bidang Eksportir Peter Yan, Ketua sub Bidang produsen Drh Sugiyono.

Ketua Umum ASOHI sekaligus menyampaikan perihal kekosongan jabatan Wakil Ketua Bidang Organisasi, oleh karenanya Irawati menunjuk Ir Teddy Candinegara merangkap menggantikan posisi mendiang Drh Erwin heriyanto.

Memasuki sesi berikutnya, Ketua Umum ASOHI menyampaikan berbagai kegiatan yang telah dilakukan dalam semester pertama 2020 dan rencana semester 2.

Rakornas kali ini juga melangsungkan diskusi pelaksanaan Munas dan  Musda yang tertunda karena pandemi COVID-19. "Saya memutuskan Munas yang harusnya bulan Mei 2020 ditunda, dan  segenap pengurus tetap komitmen menjalankan roda organisasi sesuai AD ART," ujar Irawati.

Irawati berharap semua daerah tetap menjalankan organisasi dengan baik, dengan teknologi meeting virtual, pihaknya siap untuk melakukan diskusi dengan pengurus dan anggota di daerah.

Adapun perihal usulan Musda atau Munas secara Virtual, Irawati menyampaikan hal itu perlu pembahasan yang lebih mendalam dari aspek hukum maupun teknisnya. (INF/NDV)

SILATURAHMI GOPAN DENGAN STAKEHOLDER PERUNGGASAN



Tepat pada hari Kamis, 18 Juni 2020 Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) menggelar silaturahmi melalui daring zoom dengan para stakeholder di dunia perunggasan. Setya Winarno selaku ketua panitia membuka acara dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran para peserta. Ia mengutarakan tujuannya bahwa acara tersebut digagas selain untuk menjalin silaturahmi juga sebagai wadah “curhat” bagi para stakeholder dalam mempersiapkan perunggasan menghadapi new normal.


Hal senada juga diungkapkan oleh Herry Dermawan ketua umum GOPAN, ia mengatakan bahwa sektor perunggasan termasuk sektor yang terdampak oleh wabah covid-19. Selama ini dirinya mengaku banyak diajak rapat dan diskusi untuk menormalkan kondisi.

“kalau menurut saya, sebaiknya sektor pakan yang harus diberesin duluan, terutama stok jagung. menurunkan harga jagung gimana kalau enggak dengan impor?. Kalau impor kan katanya petani jagung rugi, BPS diminta survey petani jagung, ruginya berapa?, kita harus cari selanya supaya petani engak rugi, peternak juga untung. Saya juga sudah 20 hari setelah melaporkan belum ada follow up dari BPS, padahal ini penting lho,” tukas Herry.

Tanggapan juga datang dari Drh Syamsul Maarif, Direktur Kesmavet Ditjen PKH. Menurut dia perunggasan dalam negeri harus kompak karena musuh sebenarnya berasal dari luar.

“Negara yang mau memasukkan produk ke indonesia sudah ada antre ada 14 negara, kita harus menata perunggasan kita. Masalahnya persyaratan dalam negeri sama dengan persyaratan internasional. Kalau kita mempersyaratkan suatu negara kita juga harus ikut standar yang ditetapkan untuk negara lain. Oleh karenanya peternak mandiri juga harus maju,” tutur Syamsul.

Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo juga tidak mau ketinggalan untuk mengutarakan unek-uneknya. Desianto bilang dalam kondisi tejrepit seperti ini (Covid-19), isu gotong royong muncul, seharusnya stakeholder perunggasan kompak dan solid satu suara melawan importasi daging dan produk dari negara lain sejak dulu.

Menyangkut pakan, Desianto berkata bahwa 91 pabrik anggota GPMT 90% menghasilkan pakan unggas, sehingga bila importasi produk dari negara lain terjadi, sektor pakan juga pasti akan merugi. ia mengamini Herry yang mengatakan kalau harga jagung bisa ditekan di kisaran harga 2 – 4 ribu, dan waktu impornya tepat (tidak saat panen raya), maka bisa terjadi win win solution, petani untung, peternak untuk, produsen pakan juga untung.

“Perlu diketahui juga bahwa raw material pakan ada dua yakni lokal dan impor, produk lokal harusnya lebih banyak dipakai, saya setuju. Yang impor misalnya Soy bean meal itu dipakai kira - kira 4,5 – 5 juta pertahun. Enggak ada pilihan lain, memang kedelai kita produksinya saja kurang, jadi ya kita (GPMT) hanya bisa mengontrol yang hanya bisa dikontrol saja,” tutur Desianto.

Dalam diskusi juga membahas topik yang menarik misalnya saja kementan yang menantang produsen pakan untum memproduksi pakan generik kepada GPMT.

“Bisa diterima nggak performa nya?,kita bisa saja bikin itu, sekarang peternak mau apa tidak pakai itu?. Seharusnya patokan peternak juga sekarang jangan best perofrmance tapi best profit, asalkan feed cost bisa ditekan, panen mundur 1 – 2 hari tapi terjadi minimze cost production, kan untung juga. Kalau perlu dilakukan penghematan juga di sektor lain,”kata Desianto.

Sementara itu menurut Irawati Fari, Ketua Umum ASOHI. Para stakeholder juga harus satu interpretasi terkait wacana new normal, agar semuanya dapat beradaptasi dengan kebiasaan baru.

“Intinya kita enggak lepas dari manusia yang bekerja, intinya bagaimana melakukan perubahan perilaku. protein ini hewani penting supaya imunitas makin kuat dan badan tetap sehat, kalau kita rukun dan bisa berkampanye dalam menyuarakan konsumsi protein hewani ini akan lebih baik lagi. Terlebih lagi new normal gizi harus seimbang dan tercukupi,” tutur Irawati.

Ia juga meminta maaf atas keterbatasan tim teknis kesehatan hewan dari perusahaan obat hewan akibat kesulitan menjangkau peternak karena wabah covid-19. Tidak lupa ia mengingatkan para peternak bahwa nanti per 1 Juli 2020, antibiotik dengan bahan aktif colistin dilarang untuk digunakan di peternakan.

Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (ARPHUIN) melalui Ketua Umumnya Tommy Koencoro mengatakan bahwa bisnis RPA juga terkena dampak dari wabah Covid-19. ARPHUIN mengestimasi bahwa setiap tahun mereka menyerap 20% produksi ayam nasional.

Kini yang menjadi masalah adalah dari 5 tahun yang lalu sampai sekarang jumlah anggota mereka tidak megalami kenaikan dengan angka yang signifikan.

“Padahal syaratnya jadi anggota cuma punya NKV, tapi enggak ada yang mau daftar. Ketika harga murah masih bisa belanja ayam, broker nimbun ayam. Sekarang broker enggak kuat beli, masuk ke kita mahal juga, ya rugilah kita kalau kita jual terlalu mahal, masyarakat sedang cekak kantongnya,” tukas Tommy.

Lebih lanjut menurut Tommy, terkadang peternak salah paham sewaktu harga ayam hidup tinggi. Padahal ARPHUIN bisa menjadi buffer pemerintah. Ketika harga karkas naik yang misalnya di pasar dijual dengan harga sampai dengan Rp.40 ribu, ARPHUIN tetap menjual karkas dengan harga Rp. 28 -32 ribu saja.

Tommy berharap wabah ini segera berakhir dan terjadi penambahan jumlah anggota ARHPHUIN kedepannya.

“Omzet turun 40% karena Covid-19, RPA rugi. Kita harusnya bisa melakukan ekspor, ke Cina, Afrika, Arab, dll. masalahnya adalah bahan baku kita lebih mahal. Contoh, HPP kita sekitar Rp. 17 – 18 ribu, tetangga kita di Thailand, mereka HPP ayam di kandang Rp. 14 ribu-an dan karkas mereka laku dijual di angka 1,6 USD perkilogram. Posisi kita berani jual di USD 1,9-2 perkilogram, kemarin saya negosiasi dengan beberapa negara. Ini karena cost di hulu tinggi jadi enggak bisa ekspor juga, kalo harga cukup rendah, kita bisa bersaing di internasional,” kata Tommy.

Permasalahan bibit juga hal yang wajib dibenahi. Menurut Achmad Dawami Ketua Umum GPPU, bibit juga mempengaruhi produksi karena ketersediaannya. Jika bibit dan pakan langka, mau budidaya apa kita?, oleh karenanya Dawami concern dengan hal ini.

Dawami berujar bahwa 70% protein hewani Indonesia berasal dari unggas. Menurut catatannya, frozen food dari sektor perunggasan mengalami kenaikan omzet sejak Covid-19, artinya terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat.

“Lihat saja sekarang perkembangan meat shop menjamur. ini pasca Covid-19 enggak ga akan tertinggalkan karena nanti bisa jadi habit. Memotong mata rantai si produk supaya lebih dekat ke end user. Kalau kita baca UU pangan, ini ngeri lho, ketergantungan impor mempengaruhi ketahanan nasional, makanya kita harus bisa memotong rantai distribusi kita . Ketika harga turun, jualan ayam langsung door to door itu bagus,” kata Dawami.

Ia juga mengingatkan bahwasanya kaum milenial juga mempengaruhi pola hidup dan konsumsi.35-36% angkatan kerja kita adalah kamu milinenial, mereka berbeda dengan orang – orang  kalangan tua (old era), mereka sudah terbiasa mengonsumsi frozen food.

Sementara itu menurut Ketua Umum PINSAR yang juga anggota DPR – RI, Singgih Januratmoko yang mendapat bocoran dari BAPPENAS dan Kemenko Perekonomian bahwa ekonomi Indonesia akan berangsur normal tapi paling cepat dalam tempo 4 tahun. (CR)

JANGAN TAKUT KONSUMSI AYAM SAAT PANDEMI COVID-19

Pedagang ayam broiler di pasar. (Foto: Istimewa)

Di media sosial beredar informasi tentang telah ditemukan virus corona di daging ayam broiler. Kementerian Komunikasi dan Informasi pun bergerak cepat dan menyatakan itu hoaks.

Sutarmi (40), pedagang ayam broiler di Pasar Jaya, Depok, Jawa Barat, siang itu tampak murung. Onggokan daging ayam utuh (karkas) di depannya masih memenuhi meja dagangannya. Bahkan sebagian sudah tampak memerah, seperti akan membusuk. Sejak pukul 06.00 WIB digelar, dagangannya hanya beberapa ekor yang terjual.

Rupanya kondisi macam ini bukan hanya sat itu saja terjadi, tapi sudah hampir dua pekan lebih. Padahal, perantau asal Kota Ponorogo, Jawa Timur itu sudah mengurangi dagangannya hampir separo dari biasanya yang ia jual. 

Sebulan lalu, Sutarmi biasa menjual hampir 70 ekor karkas dan selalu habis sebelum matahari terasa terik. Kini hanya 40 ekor yang ia ambil dari distributor karkas untuk dijual, namun hanya beberapa ekor saja yang laku. 

Apa penyebab dagangan Sutarmi mendadak sepi pembeli? ”Banyak orang yang bilang pada takut beli ayam karena takut corona. Takut virus corona masuk kandang ayam,” kata Sutarmi.

Ia ternyata bukan satu-satunya pedagang ayam yang sepi pembeli. Beberapa pedagang lainnya pun mengalami hal serupa. “Benar enggak sih corona bisa nularin lewat ayam? Kok orang yang mau beli ayam pada ikut takut beli ayam,” ujar Ruslani pedagang ayam lainnya.

Pandemi corona (COVID-19) ternyata juga mengimbas pada persepsi sebagian masyarakat hingga takut mengonsumsi daging ayam broiler. Meski sudah bejibun edukasi kesehatan dari banyak pihak tentang apa dan bagaimana virus ini menular, namun ketakutan sebagian masyarakat masih saja ada.

Ada masyarakat yang takut mengonsumsi daging ayam karena takut ayamnya terjangkit virus corona saat di kandang. Apalagi kadang ayam yang cenderung bau dan kotor akan sangat mudah virus apapun, termasuk corona akan mudah menempel. Yang memprihatinkan, informasi tentang virus corona ditemukan pada ayam broiler juga sudah merebak di berbagai media sosial.

Anggapan yang cenderung menjadi stigma keliru ini perlu diluruskan. Jika tidak, bisa saja jadi makin menyebar dan diyakini kebenarannya oleh masyarakat lebih luas lagi. Munculnya pemahaman semacam ini tentu karena keterbatasan informasi yang baik dan benar tentang daging ayam broiler.

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) telah melansir dan menyatakan bahwa informasi tersebut adalah hoaks alias bohong. Di laman www.kominfo.go.id disebutkan:
Telah beredar informasi di media sosial yang mengatakan bahwa virus corona ditemukan di ayam broiler, dalam narasinya juga menghimbau agar berhati-hati dalam mengonsumsi ayam broiler.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, faktanya informasi tersebut tidak benar adanya. Pada tanggal 1 Februari 2020, di tengah wabah virus corona yang mematikan, muncul lagi wabah virus flu burung H5N1. Namun tidak ada satupun kasus setiap unggas yang ditemukan positif terkena virus corona. Di sisi lain, virus corona berbeda dari Avian Influenza (H5N1), yang dapat diobati pada manusia dengan obat anti-virus yang tersedia. H5N1 tidak menular di antara manusia dan jarang menyebar ke manusia.

Informasi hoaks mengenai ayam broiler terkena corona. (Sumber: Kominfo)

Anjuran yang Keliru
Sejak dulu, “posisi” ayam broiler memang sering “dilema”. Daging ayam ras ini kerap kali dihubungkan dengan banyak stigma negatif yang seringkali tidak ada bukti, seperti isu disuntik hormon, kandungan lemak jahat yang tinggi dan wabah yang sedang menyerang. Di sisi lain orang masih membutuhkan asupan protein dan gizi lainnya yang terkandung di dalam daging ayam.

Kekhawatiran sebagian masyarakat mengonsumsi daging ayam broiler karena takut mengandung kolesterol bukan saja disebabkan oleh informasi yang bersumber “katanya”. Ketakutan sebagian masyarakat untuk mengonsumsi daging ayam negeri juga ada yang disebabkan oleh anjuran para oknum dokter kepada pasiennya.

Hal ini pernah disampaikan Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari, dalam perbincangan antara Infovet beberapa waktu lalu. Menurut Ira-sapaan akrabnya, masih ada dokter manusia yang menganjurkan pasiennya untuk tidak mengonsumsi ayam broiler, karena mengandung hormon, ayam disuntik obat tertentu dan info menakutkan lainnya.

Anjuran macam ini jelas tidak tepat disampaikan ke pasien. Biasanya oknum dokter tersebut belum tahu bagaimana proses produksi ayam broiler yang sebenarnya. Sangat disayangkan jika masih ada tenaga medis yang masih memberikan anjuran keliru kepada pasiennya, sementara dia sendiri tidak tahu persis proses produksinya.

Perlu Galakkan Kampanye 
Kekhawatiran sebagian masyarakat mengonsumsi daging ayam broiler bukanlah perkara baru. Fenomena ini sudah terjadi sejak lama. Ketidakmengertian dan mendapatkan informasi dari sumber yang keliru menjadi penyebab utama mereka tak mau mengonsumsi daging ayam broiler.

Yuny Erwanto, Dosen Pangan Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjahmada (UGM), Yogyakarta, berpendapat bahwa ketakutan sebagian masyarakat untuk mengonsumsi daging ayam broiler memang masih terjadi hingga sekarang. Penyebabnya, bisa karena mendapat informasi yang kurang tepat tentang cara beternak ayam negeri atau karena ada anjuran dari orang lain agar tak mengonsumsi daging ayam broiler.

“Harus dilawan dengan menggalakkan kampanye mengonsumsi daging ayam, juga sumber protein lainnya seperti ikan dan lainnya. Kalau tidak ada edukasi pentingnya mengonsumsi protein hewani dari ayam, masyarakat akan makin menjauhi makan ayam,” ujarnya kepada Infovet.

Kampanye mengonsumsi protein hewani perlu dilakukan secara massif dan berkelanjutan. Tidak bisa hanya dilakukan sesaat, lalu dilupakan lagi. Kampanye mengonsumsi makanan sehat bisa dilakukan mulai dari lingkungan sekolah, misalnya dengan mengajak sarapan bersama anak-anak sekolah dengan makan ayam dan telur, atau melalui lomba masak di kalangan ibu-ibu rumah tangga dengan bahan baku daging ayam broiler dan telur.

Upaya ini penting mengingat tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia hingga saat ini masih tergolong rendah. Erwanto menyebutkan, saat ini konsumsi daging masyarakat Indonesia tak lebih dari 10 kg/kapita/tahun. Sedangkan Malaysia sekitar 50 kg lebih dan negara maju sekitar 100 kg/kapita/tahun.

Informasi gizi terkait daging ayam sebenarnya sederhana. Daging ayam memiliki kandungan protein tinggi, asam amino yang dibutuhkan tubuh manusia terpenuhi dan lengkap, mengandung mineral yang juga bermanfaat bagi tubuh.

“Bisa jadi faktor yang menyebabkan masih rendahnya konsumsi daging ayam adalah kekhawatiran kandungan antibiotik pada ayam broiler yang dianggap tinggi, padahal sebenarnya tidak separah itu,” pungkasnya. (AK)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer