Tepat pada hari Kamis, 18 Juni 2020 Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) menggelar silaturahmi melalui daring zoom dengan para stakeholder di dunia perunggasan. Setya Winarno selaku ketua panitia membuka acara dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran para peserta. Ia mengutarakan tujuannya bahwa acara tersebut digagas selain untuk menjalin silaturahmi juga sebagai wadah “curhat” bagi para stakeholder dalam mempersiapkan perunggasan menghadapi new normal.
Hal senada juga diungkapkan oleh Herry Dermawan ketua umum GOPAN, ia mengatakan bahwa sektor perunggasan termasuk sektor yang terdampak oleh wabah covid-19. Selama ini dirinya mengaku banyak diajak rapat dan diskusi untuk menormalkan kondisi.
“kalau menurut saya, sebaiknya sektor pakan yang harus diberesin duluan, terutama stok jagung. menurunkan harga jagung gimana kalau enggak dengan impor?. Kalau impor kan katanya petani jagung rugi, BPS diminta survey petani jagung, ruginya berapa?, kita harus cari selanya supaya petani engak rugi, peternak juga untung. Saya juga sudah 20 hari setelah melaporkan belum ada follow up dari BPS, padahal ini penting lho,” tukas Herry.
Tanggapan juga datang dari Drh Syamsul Maarif, Direktur Kesmavet Ditjen PKH. Menurut dia perunggasan dalam negeri harus kompak karena musuh sebenarnya berasal dari luar.
“Negara yang mau memasukkan produk ke indonesia sudah ada antre ada 14 negara, kita harus menata perunggasan kita. Masalahnya persyaratan dalam negeri sama dengan persyaratan internasional. Kalau kita mempersyaratkan suatu negara kita juga harus ikut standar yang ditetapkan untuk negara lain. Oleh karenanya peternak mandiri juga harus maju,” tutur Syamsul.
Ketua Umum GPMT Desianto Budi Utomo juga tidak mau ketinggalan untuk mengutarakan unek-uneknya. Desianto bilang dalam kondisi tejrepit seperti ini (Covid-19), isu gotong royong muncul, seharusnya stakeholder perunggasan kompak dan solid satu suara melawan importasi daging dan produk dari negara lain sejak dulu.
Menyangkut pakan, Desianto berkata bahwa 91 pabrik anggota GPMT 90% menghasilkan pakan unggas, sehingga bila importasi produk dari negara lain terjadi, sektor pakan juga pasti akan merugi. ia mengamini Herry yang mengatakan kalau harga jagung bisa ditekan di kisaran harga 2 – 4 ribu, dan waktu impornya tepat (tidak saat panen raya), maka bisa terjadi win win solution, petani untung, peternak untuk, produsen pakan juga untung.
“Perlu diketahui juga bahwa raw material pakan ada dua yakni lokal dan impor, produk lokal harusnya lebih banyak dipakai, saya setuju. Yang impor misalnya Soy bean meal itu dipakai kira - kira 4,5 – 5 juta pertahun. Enggak ada pilihan lain, memang kedelai kita produksinya saja kurang, jadi ya kita (GPMT) hanya bisa mengontrol yang hanya bisa dikontrol saja,” tutur Desianto.
Dalam diskusi juga membahas topik yang menarik misalnya saja kementan yang menantang produsen pakan untum memproduksi pakan generik kepada GPMT.
“Bisa diterima nggak performa nya?,kita bisa saja bikin itu, sekarang peternak mau apa tidak pakai itu?. Seharusnya patokan peternak juga sekarang jangan best perofrmance tapi best profit, asalkan feed cost bisa ditekan, panen mundur 1 – 2 hari tapi terjadi minimze cost production, kan untung juga. Kalau perlu dilakukan penghematan juga di sektor lain,”kata Desianto.
Sementara itu menurut Irawati Fari, Ketua Umum ASOHI. Para stakeholder juga harus satu interpretasi terkait wacana new normal, agar semuanya dapat beradaptasi dengan kebiasaan baru.
“Intinya kita enggak lepas dari manusia yang bekerja, intinya bagaimana melakukan perubahan perilaku. protein ini hewani penting supaya imunitas makin kuat dan badan tetap sehat, kalau kita rukun dan bisa berkampanye dalam menyuarakan konsumsi protein hewani ini akan lebih baik lagi. Terlebih lagi new normal gizi harus seimbang dan tercukupi,” tutur Irawati.
Ia juga meminta maaf atas keterbatasan tim teknis kesehatan hewan dari perusahaan obat hewan akibat kesulitan menjangkau peternak karena wabah covid-19. Tidak lupa ia mengingatkan para peternak bahwa nanti per 1 Juli 2020, antibiotik dengan bahan aktif colistin dilarang untuk digunakan di peternakan.
Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (ARPHUIN) melalui Ketua Umumnya Tommy Koencoro mengatakan bahwa bisnis RPA juga terkena dampak dari wabah Covid-19. ARPHUIN mengestimasi bahwa setiap tahun mereka menyerap 20% produksi ayam nasional.
Kini yang menjadi masalah adalah dari 5 tahun yang lalu sampai sekarang jumlah anggota mereka tidak megalami kenaikan dengan angka yang signifikan.
“Padahal syaratnya jadi anggota cuma punya NKV, tapi enggak ada yang mau daftar. Ketika harga murah masih bisa belanja ayam, broker nimbun ayam. Sekarang broker enggak kuat beli, masuk ke kita mahal juga, ya rugilah kita kalau kita jual terlalu mahal, masyarakat sedang cekak kantongnya,” tukas Tommy.
Lebih lanjut menurut Tommy, terkadang peternak salah paham sewaktu harga ayam hidup tinggi. Padahal ARPHUIN bisa menjadi buffer pemerintah. Ketika harga karkas naik yang misalnya di pasar dijual dengan harga sampai dengan Rp.40 ribu, ARPHUIN tetap menjual karkas dengan harga Rp. 28 -32 ribu saja.
Tommy berharap wabah ini segera berakhir dan terjadi penambahan jumlah anggota ARHPHUIN kedepannya.
“Omzet turun 40% karena Covid-19, RPA rugi. Kita harusnya bisa melakukan ekspor, ke Cina, Afrika, Arab, dll. masalahnya adalah bahan baku kita lebih mahal. Contoh, HPP kita sekitar Rp. 17 – 18 ribu, tetangga kita di Thailand, mereka HPP ayam di kandang Rp. 14 ribu-an dan karkas mereka laku dijual di angka 1,6 USD perkilogram. Posisi kita berani jual di USD 1,9-2 perkilogram, kemarin saya negosiasi dengan beberapa negara. Ini karena cost di hulu tinggi jadi enggak bisa ekspor juga, kalo harga cukup rendah, kita bisa bersaing di internasional,” kata Tommy.
Permasalahan bibit juga hal yang wajib dibenahi. Menurut Achmad Dawami Ketua Umum GPPU, bibit juga mempengaruhi produksi karena ketersediaannya. Jika bibit dan pakan langka, mau budidaya apa kita?, oleh karenanya Dawami concern dengan hal ini.
Dawami berujar bahwa 70% protein hewani Indonesia berasal dari unggas. Menurut catatannya, frozen food dari sektor perunggasan mengalami kenaikan omzet sejak Covid-19, artinya terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat.
“Lihat saja sekarang perkembangan meat shop menjamur. ini pasca Covid-19 enggak ga akan tertinggalkan karena nanti bisa jadi habit. Memotong mata rantai si produk supaya lebih dekat ke end user. Kalau kita baca UU pangan, ini ngeri lho, ketergantungan impor mempengaruhi ketahanan nasional, makanya kita harus bisa memotong rantai distribusi kita . Ketika harga turun, jualan ayam langsung door to door itu bagus,” kata Dawami.
Ia juga mengingatkan bahwasanya kaum milenial juga mempengaruhi pola hidup dan konsumsi.35-36% angkatan kerja kita adalah kamu milinenial, mereka berbeda dengan orang – orang kalangan tua (old era), mereka sudah terbiasa mengonsumsi frozen food.
Sementara itu menurut Ketua Umum PINSAR yang juga anggota DPR – RI, Singgih Januratmoko yang mendapat bocoran dari BAPPENAS dan Kemenko Perekonomian bahwa ekonomi Indonesia akan berangsur normal tapi paling cepat dalam tempo 4 tahun. (CR)