-->

SELUK-BELUK VAKSINASI DALAM BIOSEKURITI PETERNAKAN AYAM

Vaksinasi, salah satu upaya mencegah penyebaran virus. (Sumber: Istimewa)

Setelah lebih kurang setahun pandemi COVID-19 melanda dunia, berbagai elemen masyarakat menjadi akrab dengan istilah vaksinasi, padahal sebelumnya istilah ini hanya terdengar dan dikenal di Posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit saja. Sedang di dunia peternakan, khususnya peternakan ayam, vaksinasi sudah lama menjadi kegiatan rutin untuk mencegah berbagai serangan penyakit yang sangat merugikan usaha.

Biosekuriti
Bio = Hidup, Sekuriti = Perlindungan, biosekuriti terdiri dari seluruh prosedur kesehatan dan pencegahan yang dilakukan secara rutin di sebuah peternakan, untuk mencegah masuk dan keluarnya kuman/mikroorganisme yang menyebabkan penyakit unggas.

Biosekuriti yang baik akan berkontribusi pada pemeliharaan unggas yang bersih dan sehat dengan menggunakan sumber-sumber yang telah ada di peternakan, mengelola ternak unggas secara semestinya, menggunakan obat lebih sedikit, serta mengurangi kontaminasi.

Tujuan biosekuriti yang baik adalah untuk membangun dan mengintegrasikan beberapa usaha perlindungan yang dapat menjaga ternak unggas tetap sehat, yang menghasilkan kematian (mortalitas) yang lebih sedikit, penghematan yang cukup besar dalam biaya produksi dan pendapatan yang lebih baik bagi peternak.

Perlunya Prosedur Biosekuriti yang Baik
Penyakit unggas berpengaruh negatif terhadap keuntungan peternak dan kadang membahayakan kesehatan manusia. Peternakan unggas selalu berisiko terserang penyakit yang pada akhirnya mengurangi produksi daging dan telur, tergantung pada tingkat keparahan penyakit.

Beberapa negara di dunia telah diserang oleh penyakit unggas yang mengakibatkan tingkat kematian dan kerugian ekonomi sangat tinggi.

Ketika unggas terpapar pada kondisi lingkungan yang tidak sehat, seperti panas yang berlebihan, kedinginan, kelembapan, amonia, suara bising, kekurangan air minum/pakan, maka tingkat ketahanan tubuh unggas terhadap penyakit menjadi berkurang, membuat unggas rentan terhadap penyakit yang disebabkan virus, bakteri dan jamur (CONAVE & IICA EQUADOR, 2008).

Beri Vaksinasi
Vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan imunitas (kekebalan), memberikan imunitas protektif dengan meningkatkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2021.

Ditulis oleh: Sjamsirul Alam
Praktisi perunggasan, alumnus Fapet Unpad

UKRAINA MELANJUTKAN EKSPOR UNGGAS KE UE

Mulai 20 Maret 2021, Ukraina melanjutkan ekspor unggas ke UE dari provinsi-provinsi yang tidak terpengaruh oleh wabah HPAI pada Desember 2020. Menurut analis lokal, pembatasan ekspor terasa menyakitkan bagi Ukraina.

“Volume rata-rata bulanan ekspor daging unggas ke UE sekitar 10.000 ton. Larangan ekspor mulai Desember dan seterusnya secara signifikan mempengaruhi total ekspor daging unggas dari Ukraina, karena pangsa UE dalam penjualan keseluruhan rata-rata 25 hingga 28%. Potongan besar ini tidak dapat diserap oleh negara tujuan ekspor lainnya, ”jelas Svetlana Lytvyn, analis Klub Agribisnis Ukraina.

Akibatnya, ekspor unggas Ukraina turun 22,1% pada Januari 2021 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menjadi 29.110 ton. Selain UE, beberapa negara lain juga melarang impor unggas dari Ukraina, antara lain Singapura, Maroko, Tunisia, dan Jepang.

Pejabat Ukraina melakukan banyak upaya untuk membuka kembali ekspor daging unggas ke UE, mengingat pentingnya pasar ini.

Ukraina meningkatkan ekspor daging unggas sebesar 4% tahun lalu menjadi 431.000 ton, kata layanan statistik nasional Gosstat. Negara ini mengekspor 108.690 ton unggas ke UE, turun 18,8% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari segi moneter, Ukraina mengekspor daging unggas senilai US $555 juta tahun lalu, lebih rendah 4,1% dibandingkan tahun 2019. Menurut Klub Agribisnis Ukraina, Ukraina diperkirakan akan meningkatkan angka ini menjadi di atas US $1 miliar pada tahun 2029. Sebagaimana dijelaskan oleh Andrey Martynenko, seorang analis Klub Agribisnis Ukraina, negara tersebut dapat mengambil keuntungan dari meningkatnya permintaan di pasar negara berkembang dengan populasi yang terus bertambah, terutama di Asia dan Afrika.

Kementerian Ekonomi Ukraina baru-baru ini merilis perkiraan yang mengatakan bahwa ekspor unggas dari Ukraina kemungkinan besar akan turun untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, sebesar 0,9% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 430.000 ton. Produksi dalam negeri diperkirakan sekitar 1,43 juta ton. Dengan latar belakang konsumsi domestik yang relatif buruk, pasokan di pasar domestik diperkirakan 326.000 ton lebih tinggi dari permintaan. (via poultryworld.net)

LUPIN SEBAGAI PENGGANTI KEDELAI UNTUK NUTRISI AYAM BROILER

Brian Kenyon, manajer nutrisi senior ABN (pabrikan pakan babi dan unggas Inggris), mengatakan sektor unggas membutuhkan sumber protein alternatif. Ia menambahkan bahwa saat ini Inggris mengimpor 3 mt kedelai/tahun. Pertanyaan telah diajukan tentang dampak impor ini terhadap lingkungan, keberlanjutan, dan keamanan pasokan.

Kenyon mengatakan bahwa di masa lalu, produsen Inggris mengandalkan rapeseed dengan beberapa kacang polong dan kacang-kacangan, tetapi kacang lupin dengan tingkat protein yang lebih tinggi (28-34%) dan kandungan serat yang tinggi (10-12%) menunjukkan harapan besar. Kadar proteinnya lebih tinggi dari buncis (26-28%) tetapi lebih rendah dari bungkil kedelai (46%).

Pengalaman ABN dengan lupin berasal dari pendekatan Frontier, yang menggunakan lupin dalam percobaan kecil di Kent sebagai tanaman alternatif pengganti lobak. 2 varietas diujicobakan yaitu varietas biru Boregine dan varietas putih Dieta. Tonase kecil dan terbatas, tetapi penelitian menunjukkan tingkat alkaloid utama sekitar 400 mg/kg berada dalam batas Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA).

ABN kemudian melakukan uji coba komersial tahun lalu menggunakan penanam independen di North Yorkshire. 2 uji coba dilakukan pada 6 kandang yang masing-masing berisi 43.500 Ross 308 broiler. Uji coba pertama melibatkan pemberian kacang lupin biru pada 4 kandang dengan 2 kandang kontrol, sedangkan uji coba kedua melibatkan ayam broiler dari 2 kandang penerima lupin putih dengan 4 kandang kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan life performance pada 39 hari, tidak ada masalah welfare dan tidak ada masalah dengan palatabilitas. Jika kinerja kacang lupin rata-rata diterapkan ke seluruh peternakan dari 261.000 unggas, ini akan mengurangi penggunaan kedelai hingga 29 t.

Kenyon berkata, “Lupin dapat menjadi protein alternatif yang cocok untuk bungkil kedelai dalam diet ayam pedaging, tetapi, dengan harga bahan mentah saat ini, harga lupin tidak bersaing dengan bungkil kedelai dalam diet ayam pedaging. Mengupas lupin akan meningkatkan tingkat protein dengan menghilangkan jumlah serat. Ini akan menambah nilai lupin tetapi juga meningkatkan biaya. Jadi, sumber protein baru membutuhkan komitmen yang lebih luas dari seluruh rantai pasokan untuk diterapkan secara komersial guna memastikan pasokan yang konsisten.” (via poultryworld.net)

CURIGA AYAM STRES? BEGINI INDIKATORNYA

Faktor performa produksi dan pertumbuhan ayam akan sangat baik jika ayam merasa nyaman dan terhindar dari stres. (Foto: Dok. Infovet)

Layaknya manusia, hewan ternak khususnya ayam juga dapat mengalami stres. Bahkan beberapa pakar menyatakan bahwa ayam ras kekinian, meskipun memiliki performa produksi yang tinggi, juga memiliki kecenderungan lebih mudah stres.

Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, dunia pembibitan ayam ras pun ikut berkembang. Bayangkan pada 1970-1980-an, ayam broiler ras mencapai bobot badan 1 kg setelah melalui sekitar 70-80 hari pemeliharaan. Namun kini, ayam broiler dapat mencapai bobot yang sama bahkan lebih hanya dalam kurun waktu 30 hari.

Namun begitu diakui bahwasanya tendensi ayam broiler kekinian terhadap cekaman dan stres cenderung tinggi. Kondisi stres merupakan hal penting yang harus diketahui oleh dokter hewan, hal ini karena stres dapat melemahkan sistem imun ayam dan akan berimbas panjang ke depannya. Oleh karena itu, faktor performa produksi dan pertumbuhan ayam akan sangat baik jika ayam merasa nyaman dan terhindar dari stres.

Sebagaimana diketahui bersama, banyak sekali faktor penyebab stres, antara lain fisiologis, nutrisi, lingkungan, suhu dan iklim, sosial, fisik, serta tekanan psikologis. Secara teknis, hormon kortikosteron dilepaskan oleh kelenjar adrenal ketika ayam menghadapi stres.

Hal ini sebenarnya membantu ayam mengatasi stres, tetapi pada saat yang sama menyebabkan efek yang tanpa disadari mempengaruhi tubuh ayam. Setiap kali ayam berada dalam kondisi stres, ada pelepasan glukosa yang cepat ke dalam darah yang mengakibatkan penipisan glikogen atau cadangan gula yang tersimpan di hati dan otot, kemudian terjadi peningkatan pernapasan, perubahan sistem hormon yang menyebabkan perubahan kimia seperti perubahan tingkat pH di usus yang pada gilirannya mengganggu keseimbangan mikroflora di usus, sehingga menyediakan lingkungan yang cocok untuk beberapa jenis mikroba yang berpotensi mengakibatkan penyakit.

Peningkatan hormon stres juga mendorong pembentukan dan peningkatan radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas bereaksi dengan oksigen sehingga suplai oksigen dalam tubuh terganggu, tentunya ini sangat merugikan. Walau banyak yang mengetahui hal ini, namun masih tak sedikit yang kebingungan bagaimana mengidentifikasi stres berdasarkan kondisi fisik ayam.

Mengenali Tanda Stres
Secara umum kondisi visual yang terjadi pada ayam stres yakni terjadi perubahan pada bulu sayap dan bentuk kotoran. Sangat penting bagi peternak dan dokter hewan untuk dapat mengenali tanda stres dalam mengevaluasi tata cara pemeliharaan apakah sudah cukup nyaman bagi ayam.

Mengapa perubahan bulu bisa dijadikan indikator kondisi ayam sedang mengalami stres?

• Pertumbuhan bulu berlangsung sangat cepat dan mudah dilihat (bulu sayap).

• Komponen bulu sebagian besar adalah protein (β-keratin).

• Perubahan fisik bulu yang abnormal menggambarkan alokasi nutrisi protein dalam keadaan tertentu (kondisi stres). Tentunya stres akan menimbulkan “cost” nutrien tertentu. Dalam hal ini alokasi protein yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan bulu akan dialokasikan untuk hal lain seperti sistem imun ayam, terlebih bila saat muncul cekaman/stres.

Karakteristik bulu sayap pada ayam yang normal sehat tanpa mengalami stres akan terlihat rapih dengan struktur bulu yang utuh, tanpa kerusakan, bersifat kedap air dan tidak pecah. Setiap kali ayam yang mengalami kondisi stres berat, akan terlihat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2021.

Oleh: Drh Jumintarto Oyiem, Praktisi Perunggasan
Edited by: CR

PENTINGNYA PEMAHAMAN TEKNIS BUDI DAYA UNGGAS DIBAHAS DALAM PPA SERI 3

Poultry Preneur Academy (PPA) #Seri3 mengangkat topik “Manajemen Teknis Pendukung Kewirausahaan Perunggasan Nasional”. (Foto: Istimewa)

Industri dan perunggasan Indonesia berkembang cepat, terutama dalam hal performa dan teknik produksinya. Hal itu harus disikapi oleh para wirausaha perunggasan, sehingga bisa mendapatkan hasil optimal dalam menjalankan usahanya.

Dalam membudidayakan ayam broiler modern saat ini, terdapat faktor teknis dan non-teknis yang harus diperhatikan. Khusus untuk faktor teknis, antara lain genetika, kondisi lingkungan, pakan dan penyakit. Untuk dapat meraih hasil optimal para pelaku usaha unggas harus mampu memahami faktor teknis perunggasan tersebut.

Hal itu dibahas dalam Poultry Preneur Academy (PPA) #Seri3 yang mengangkat topik “Manajemen Teknis Pendukung Kewirausahaan Perunggasan Nasional”, Senin (12/4/2021), melalui aplikasi daring. Acara dipandu oleh moderator Ketua Umum PB ISMAPETI, M. Rizal Farah Firdaus dan pembawa acara Ni Kadek Ariani selaku peserta Poultry Preneur Academy Generasi I.

Pada PPA yang direncanakan untuk diselenggarakan secara rutin tiap tahun tersebut, telah diseleksi dengan ketat peserta mahasiswa untuk mendapat pembekalan yang memadai seputar kewirausahaan perunggasan selama dua bulan, yakni Maret hingga April 2021. Pembekalan meliputi empat pleno atau seri. Selanjutnya 73 mahasiswa terpilih tadi mendapat pembekalan lanjutan dengan adanya berbagai tugas dan presentasi terkait kewirausahaan perunggasan, dengan dipandu oleh para fasilitator agar pelaksanaan tugas dan pembelajaran dapat berlangsung lancar.

Webinar yang digelar untuk ketiga kalinya ini diselenggarakan oleh Indonesia Livestock Alliance (ILA), bekerja sama dengan Badan Pengembangan Peternakan Indonesia (BPPI) dan Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) tersebut membahas empat hal penting aspek teknis perunggasan, yakni pemahaman program vaksinasi unggas dan pengalaman tata kelolanya oleh Veterinary Service Coordinator PT Ceva Animal Health Indonesia, Ismail Kurnia Rambe, kemudian pemahaman feed additive di industri perunggasan dan pengalaman tata kelolanya oleh Country Manager Sumitomo Chemicals Indonesia, Sumardi, lalu pemahaman peran penting feed supplement dan tata kelolanya dibawakan Technical Director PT Nutricell Pacific, Dr Wira Wisnu Wardani, serta pemahaman tentang peran penting kesehatan hewan di industri perunggasan dan pengalaman tata kelolanya oleh Technical Manager PT Pimaimas Citra, Drh Andi Wijanarko.

Dalam kesempatan itu, Sumardi menjelaskan tentang pakan yang menjadi faktor penting dalam performa dan produksi ayam. Apalagi kontribusi pakan di perunggasan mencapai 75% termasuk di dalamnya feed additive yang merupakan bahan baku pakan tetapi tanpa memengaruhi nutrisi pakan. Fungsinya adalah menyejahterakan hewan ternak dan unggas. Juga mampu mencegah penyakit dan sebagai penambah nafsu makan, selain sebagai pengawet bahan pakan.

Apalagi pakan komersial membutuhkan penyimpanan yang mengakibatkan kondisi pakan tetap berkualitas dan prima. Sesuai dengan nutrisi yang ada tidak berkurang selama penyimpanan. “Pastinya meningkatkan performa ayam dan produksi, serta menurunkan mortalitas,” kata Sumardi.

Sementara mengenai tata kelola biosekuriti sebagai upaya pengendalian penyakit sejak dini, dijelaskan oleh Andi Wijanarko, pada prinsipnya harus memiliki konsep dasar biosekuriti 3 zona. Program pencegahan penyakit dengan penerapan biosekuriti tersebut harus pula dibarengi dengan program vaksinasi yang baik.

“Pencegahan untuk penyakit yang disebabkan oleh virus adalah melalui program vaksinasi yang sesuai, tepat guna, tepat dosis dan tepat waktu,” kata Andi. (IN)

POPULASI TAK TERKENDALI, KUDA LIAR DI AUSTRALIA AKAN "DIBASMI"

Kawanan kuda liar di Kosciuszko National Park Australia, mengalami peningkatan populasi (Sumber : ABC Indonesia)

Badan pengelola kawasan hutan dan taman negara bagian Victoria, Australia, menyarankan pembasmian kuda liar. Saran ini dikeluarkan untuk melindungi vegetasi di wilayah pegunungan. Pembasmian akan dilakukan dengan cara menembaki kuda liar dari udara, bila tidak mungkin dilakukan di daratan.

Lembaga bernama Parks Victoria itu telah mengumumkan rencana tersebut bulan lalu dan mendapat dukungan dari organisasi kesejahteraan hewan RSPCA. Rencana ini mengesampingkan upaya pengendalian dengan cara mengumpulkan dan menambat kuda-kuda liar untuk selanjutnya dijinakkan. Metode seperti ini didukung oleh kalangan tuan tanah di dataran tinggi Victoria.

Parks Victoria juga berencana melakukan penangkapan sendiri serta akan mengizinkan tuan tanah untuk mengambil kuda liar jika mereka dapat menyediakan kandang yang cocok untuk hewan tersebut. Beberapa pagar pembatas juga akan dibangun. Semua rencana ini tertunda tahun lalu karena seorang peternak terkemuka di dataran tinggi Victoria bernama Philip Maguire menggugat ke Mahkamah Agung untuk menghentikan pemusnahan kuda liar. Pengadilan pun telah menolak gugatan ini.

Rencana baru untuk pengendalian kuda liar akan memetakan langkah Parks Victoria untuk dekade berikutnya. Lembaga ini memperkirakan jumlah kuda liar di wilayah pegunungan Victoria meningkat dua kali lipat dari 2014 hingga 2019. Sebuah survei menunjukkan populasinya meningkat dari sekitar 2.300 ekor menjadi 5.000 ekor. 

Juru bicara Parks Victoria menyebutkan pengurangan populasi kuda liar sangat penting dilakukan setelah kebakaran hutan tahun 2019/2020 menyapu habis area habitat yang luas di Taman Nasional Alpine. 

"Daerah-daerah yang tidak terpengaruh oleh kebakaran, kini jadi habitat yang kritis bagi spesies satwa liar asli pegunungan seperti kadal pohon, katak pohon dan udang karang berduri," katanya. "Tanaman langka dan terancam punah di dataran tinggi yang gundul menjadi semakin rentan," tambahnya.

Juru bicara Asosiasi Taman Nasional Victoria Phil Ingamells mengatakan, penembakan hewan secara manusiawi harus dilakukan karena vegetasi daerah pegunungan perlu diperbaiki.

“Risiko kepunahan spesies sangat nyata dalam konteks pemanasan global dan iklim yang mengering. Frekuensi kebakaran meningkat, invasi gulma, perusakan habitat oleh spesies yang masuk ke wilayah ini. Taman Nasional Alpine adalah ekosistem yang sangat rapuh, dan bukan tempat bagi hewan ternak," kata Phil.

Ia mengakui penjinakan lebih disukai sebagian peternak, namun upaya ini katanya tidak akan bisa mengurangi populasi kuda liar.

"Upaya ini tidak akan pernah menjadi solusi. Ada 6.000 kuda liar di Taman Nasional Alpine dan tidak tersedia 6.000 kandang yang bagus untuk menjinakkan mereka," ujar Phil.

Seorang juru bicara RSPCA Victoria mengatakan pihaknya mendukung penembakan kuda liar dari udara di area terbuka dengan medan datar.

"Harus dipertimbangkan kemampuan tembakan yang akurat. Karena itu, hanya penembak dan pilot yang sangat berpengalaman yang harus dilibatkan," katanya.

Ia menambahkan penembakan dari usara harus ditinjau secara teratur dan segera dihentikan jika terbukti merugikan kesejahteraan hewan. Seorang pejabat Pemerintah Kota East Gippsland, Sonia Buckley, menyatakan pihaknya tidak senang dengan rencana tersebut. Dia setuju kuda liar merupakan masalah, tapi seharusnya Parks Victoria membentuk satuan tugas yang melibatkan penduduk pedalaman, mirip dengan satgas penanggulangan anjing liar sebelumnya. Berburu kuda liar, kata Sonia, sebaiknya dilakukan karena hewan-hewan ini juga ada pasarnya.

“Anak saya seorang pemburu kuda liar, ikut dalam Benambra Buck Runners. Mereka melakukan dengan hati-hati agar hewan ini bisa diambil dengan selamat,” ujarnya.

Sonia menyebut menembaki kuda liar dari udara sangatlah tidak manusiawi dan tidak efektif. "Medannya sangat sulit untuk dapat melihat hewan dari udara. Penembak tidak dapat melakukannya dalam satu kali tembakan," katanya.

Ia menggambarkan pembasmian seperti itu sama dengan menjatuhkan hukuman kepada penjahat. Dia juga mempertanyakan jumlah kuda liar di wilayah pegunungan negara bagian yang disebutkan pihak Parks. Menurut Sonia, jumlahnya hanya sekitar 2.000 ekor. Politisi setempat Tim Bull juga menyatakan tak setuju bila kuda-kuda liar ini dimusnahkan. Dia menyarankan agar kuda-kuda liar itu dijinakkan dan dikumpulkan bukan malah ditembaki dari udara. (CR/ABC Indonesia)



KOPERASI WSU TERIMA KUNJUNGAN KEMENKOP DAN KEMENTAN

Paling depan: Ketua Koperasi WSU, Sugeng Wahyudi (tengah) bersama Akhmad Zabadi (kiri) dan Fini Murfiani (kanan) saat bertemu dengan media. (Foto: Infovet/Ridwan)

Koperasi Wira Sakti Usaha (WSU) dalam usahanya terus berupaya membangun komunikasi dengan berbagai pihak, salah satunya menerima kunjungan kerja dari Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) bersama Kementerian Pertanian (Kementan).

Melalui diskusi bersama, Sabtu (10/4/2021), Koperasi WSU ingin melihat bagaimana peran pemerintah dalam mendukung keberlangsungan usaha peternakan rakyat mandiri yang tergabung dalam koperasi.

“Tujuannya kita ingin perkenalkan koperasi ke pejabat berwenang, khusunya Kemenkop. Kalau sudah kenal kan pasti sayang gitu. Ini lah manfaat kita untuk mempertanyakan bagaimana peran dari pemerintah,” ujar Ketua Koperasi WSU, Sugeng Wahyudi.

Lebih lanjut dijelaskan, dengan berkoperasi diharapkan pelaku usaha peternakan rakyat mandiri semakin kuat dan saling mendukung satu sama lain.

“Koperasi ini harus menjadi massif, agar peternak rakyat mempunyai kekuatan. Tapi bukan untuk melawan peternak besar yang sudah menggurita, tapi kita ingin membuktikan pembangunan peternakan juga bisa kita nikmati bersama,” ungkapnya.

Ia juga mengimbau bagi para peternak rakyat mandiri dalam memperbaiki usaha untuk tidak lengah dalam hal produktivitas. Karena selama ini hal itu masih menjadi kendala utama.

“Kita juga harus melakukan yang terbaik terkait produktivitas kita, perhatikan kandang/infrastruktur yang baik diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas,” ucap dia.

Sugeng berharap, dengan hadirnya koperasi ini semoga ada jalinan kepada pemerintah, dimana peternak rakyat bisa mengaksesnya, seperti kemudahan memperoleh DOC dan pakan dengan harga terjangkau. Selain pemerintah, Koperasi WSU juga mengajak kerja sama dengan perusahaan-perusahaan bidang pembibitan unggas dan pakan ternak.

“Dengan kita bersatu, kita bisa saling berbagi dalam berusaha dan saling mendukung satu sama lain,” pungkasnya.

Hadir dalam kesempatan tersebut Direktur Pemasaran dan Pengolahan Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Fini Murfiani dan Deputi I Perkoperasian, Kemenkop, Akhmad Zabadi. Keduanya memberikan apresiasi dan siap mendukung serta membantu kelangsungan usaha para peternak di Koperasi WSU. Hadir pula beberapa perusahaan diantaranya Malindo dan De Heus, serta para peternak yang tergabung dalam Koperasi WSU.

Diskusi dilaksanakan di salah satu kandang ternak milik anggota Koperasi WSU yang berlokasi di Kampung Bojong Katon, Desa Pancawati, Kecamatan Caringin, Bogor. Selama enam bulan berdiri, Koperasi WSU kini beranggotakan 22 peternak dan sudah banyak melakukan serangkaian kegiatan, diantaranya peningkatan SDM, menggalang kerja sama dengan institusi, swasta dan akademisi, menginisiasi focus group discussion (FGD) tentang perunggasan nasional, serta saat ini tengah mem-progress koperasi integrasi hulu-hilir dengan berbagai pihak terkait. (RBS)

PROGRAM PEMBERIAN CAHAYA PENGARUHI KUALITAS PRODUKSI

Program pemberian cahaya pada layer bertujuan meningkatkan pertumbuhan tubuh, mengontrol sexual maturity dan mencapai target bobot badan pada produksi. (Foto: Dok. Infovet)

Pada pemeliharan ayam petelur komersil atau layer yang berlangsung cukup panjang, yaitu lebih kurang 76 minggu, diperlukan manajemen yang baik dan sesuai standar teknis agar diperoleh ayam petelur yang produktif dan menguntungkan usaha, salah satunya ialah program pemberian cahaya (lighting programme).

Program pemberian cahaya ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tubuh, mengontrol sexual maturity dan mencapai target bobot badan pada produksi 2-2,5%. Pemberian cahaya yang asal-asalan sudah barang tentu akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diharapkan dalam produksi, walau faktor teknis lainnya seperti biosekuriti, kualitas dan kuantitas pakan/air minum dan lainnya sudah memenuhi standar teknis, karena ayam sangat sensitif terhadap perubahan cahaya dan berpengaruh terhadap kematangan seksual dan sangat berpengaruh pada penambahan konsumsi pakan, disamping berpengaruh pada produksi telur, daya hidup, ukuran telur dan kualitas kulit telur.

Adapun hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam proses pemberian cahaya, antara lain durasi cahaya alami setempat selama setahun berjalan, karakteristik unit pemeliharaan (kontrol cahaya, kandang terbuka), kondisi musim per tahun (berkurang/bertambahnya hari pencahayaan), suhu (durasi cahaya pada suhu lingkungan tertinggi), tanggal tetas (apakah cahaya alami pada bobot badan yang ditargetkan ketika rangsangan cahaya untuk mulai betelur), perkembangan ayam tiap flock, pencatatan performa secara ayam tepat dalam tiap unit pemeliharaan, hindari masuknya cahaya luar yang tidak diinginkan ke dalam kandang gelap, yang akan memberikan efek pada program pencahayaan dan kasus mematuk bulu (kanibal).

Program Pencahayaan Minggu Pertama DOC
Pada pemeliharaan di kandang tertutup (closed house) memungkinkan untuk melakukan “pembatasan cahaya” (intermittent lighting) pada umur ayam 1-2 minggu, dimana ini untuk sinkronisasi tingkah laku DOC untuk makan, minum dan istirahat yang memberi efek menguntungkan dalam menstimulasi kekuatan DOC, sehingga dapat memperbaiki keseragaman. Setelah umur dua minggu secara bertahap program cahaya selanjutnya.

Tabel 1: Program Pembatasan Cahaya Umur DOC Layer 1-2 Minggu

Periode

Schedule Pemberian Cahaya

Selama 4 hari

·       4 jam terang

·       2 jam gelap

·       4 jam terang

·       2 jam gelap

Setelah 4 hari

·       8 jam terang

·       2 jam gelap

·       4 jam terang

·       6 jam elap

Sumber: Novogen Layer Management Guide, 2018.

Yang perlu diperhatikan pada kandang closed house adalah hal-hal berikut, yaitu… Selangkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2021. 

Ditulis oleh: Ir Sjamsirul Alam
Praktisi perunggasan, alumnus Fapet Unpad

AYO DAFTAR CAMPUS ONLINE AMI: TRAINING FORMULASI RANSUM INDUK BABI BATCH 2

Topik dan narasumber:

  • Formulasi Kebutuhan Ransum Induk Babi (Ir Hariyanto Sutikno, Feed and nutrition consultant)
  • Membangun Imunitas Babi Induk Melalui Nutrisi (Drh Michael Indra Wahyudi MBA, Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia)
  • Moderator: Drh Yohanes TRMR Simarmata MSc


Waktu: 13 April 2021, 09.00-12.00 WIB via Zoom

Link pendaftaran http://bit.ly/OC-BATCH2

Biaya:

  • Rp 150.000 (umum)
  • Rp 100.000 (mahasiswa/dosen)
  • Gratis untuk anggota AMI

Transfer ke rek:
Bank Mandiri 126-0002074119
BCA 733-0301681
a.n. PT Gallus Indonesia Utama

MENGAPA AGP DILARANG

Alasan pelarangan AGP sebenarnya bukan bermaksud menyulitkan peternak dengan menurunnya produksi. AGP dilarang karena untuk melindungi konsumen/masyarakat. Yaitu demi kesehatan kita dan anak cucu kita nantinya.

AGP adalah antibiotik untuk pemacu pertumbuhan. Dulu digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang menimbulkan penyakit. Namun sebenarnya peggunaan antibiotik seharusnya digunakan dengan dosis terapi (terapeutika) sehingga bisa membunuh bakteri.

AGP sendiri menggunakan dosis di bawah dosis terapi (subterapeutika). Dosis ini hanya untuk mengendalikan bakteri dan tidak sampai membunuh bakterinya.

Akibatnya bakteri menjadi resisten, sederhananya menjadi kebal terhadap obat-obatan, kebal terhadap antibiotik. Inilah yang jadi masalah.

Ayam broiler yang diberi AGP akan mengandung bakteri resisten. Jika ayam itu dimakan oleh manusia, bakteri resisten itu berpindah ke tubuh manusia.

Bahayanya, 1 saja bakteri resisten bisa menularkan kekebalannya ke bakteri-bakteri lain. Akibatnya manusia yang di dalam tubuhnya ada bakteri resisten, jika ia sakit dan diobati maka bisa tidak sembuh-sembuh.

Kita tentu tidak mau hal itu terjadi pada kita, juga pada anak cucu kita kelak. Dampak lainnya adalah sakit yang diderita makin parah, timbul kematian, alergi, dll.

Jadi alasan utama kenapa AGP dilarang adalah kejadian resistensi bakteri yang tinggi. Bakteri menjadi kebal terhadap banyak antibiotik. Bahkan ngerinya lagi juga kebal terhadap antibiotik yang khusus digunakan untuk mengatasi bakteri multi resisten.

NEPAL TELAH MANDIRI DALAM PRODUKSI TELUR DAN DAGING UNGGAS

Nepal berhasil menghasilkan 1,61 miliar telur dan 548.000 ton daging unggas setiap tahun. Nepal sekarang sepenuhnya swasembada produk unggas.

FAO menetapkan kebutuhan telur per kapita per tahun di negara berkembang sebesar 48 butir. Kebutuhan daging bagi seseorang dari segi sumber protein adalah 14 kg per tahun. Menurut data baru, seorang Nepal makan 18,1 kg daging (2008: 9,8kg, dan 2000: 9,7kg) dan 61 telur setiap tahunnya, yang jauh di atas tolok ukur.

Nepal menghasilkan telur senilai Rs17 miliar per tahun (US $ 147 juta). Di Nepal, ayam diproduksi secara komersial di 64 dari 77 distrik negara itu, dan 55.871 orang terlibat dalam bisnis tersebut. Produksi ayam komersial dimulai pada tahun 1974. Secara historis, harga yang lebih rendah telah membuat unggas menjadi daging pilihan bagi konsumen di negara berkembang, dan unggas akan terus menjadi bagian terbesar dari tambahan konsumsi per kapita dan diperkirakan akan tumbuh lebih lanjut. (via poultryworld.net)

KEMENTAN JANJI PEMENUHAN DAGING JELANG RAMADAN & LEBARAN AMAN

Mentan Syahrul (tengah) dan Dirjen PKH Nasrullah (kiri) saat meninjau Toko Daging Nusantara di Depok, Senin (5/4/2021). (Foto: Humas PKH)

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, menjamin ketersediaan daging jelang Ramadan dan Idul Fitri 2021 dalam kondisi cukup dan aman.

Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/4/2021), ia menyebut untuk memenuhi kebutuhan daging nasional, pihaknya tidak hanya mengandalkan mekanisme impor, tetapi juga memaksimalkan produksi daging dalam negeri.

“Selama Ramadan biasanya daging menjadi salah satu kebutuhan pangan cukup tinggi permintaannya, kami lakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan itu, baik dalam bentuk daging segar maupun beku, kami akan maksimalkan dari berbagai tempat termasuk produksi dalam negeri,” kata Mentan Syahrul saat meninjau Toko Daging Nusantara GDC, Depok.

Syahrul mengatakan, kunjungannya ke Toko Daging Nusantara ini menjadi salah satu upayanya memastikan pangan masyarakat khususnya daging. Ia mengaku akan meningkatkan sinergi dengan pihak terkait untuk mengamankan ketersediaan maupun distribusi pangan secara umum.

“Pangan itu sangat terkait dengan supply and demand, maka untuk menjaga ini saya akan bekerja sama dengan para pihak terkait, salah satunya Menteri Perdagangan untuk mendekatkan produksi dengan pasar, jika masih terjadi lonjakan tentu kami akan lakukan operasi pasar, hari ini saya juga mengecek ketersediaan daging bersama Ketua Asosiasi Pedagang Daging Skala UKM dan Rumah Tangga (ASPEDATA) ini juga menjadi bagian kami memperkuat upaya pemenuhan pangan,” ungkap dia.

Terkait stok daging, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Dirjen PKH Kementan), Nasrullah, mengatakan meski pada April 2021 umat muslim di dunia akan menjalankan ibadah puasa, tetapi kondisi permintaan daging masih dalam batas normal, hal ini disebabkan Indonesia masih dalam kondisi pandemi dan aktivitas perekenomian belum sepenuhnya pulih.

“Hasil prognosa kita dengan memperhitungkan kebutuhan normal di April itu sekitar 26.000 ton, kemudian di Mei bertepatan puasa dan lebaran kurang lebih butuh 76.000 ton, ini masih dalam posisi kebutuhan normal. Dengan adanya COVID-19, daya beli turun, serta hotel, restoran dan katering (Horeka) juga belum sepenuhnya normal, tentu angka ini bisa terkoreksi, tapi terus kami update setiap akhir bulan” jelas Nasrullah.

Ia merinci stok daging di Februari dan Maret 2021 dalam kondisi surplus dan angka itu akan memperkuat ketersediaan daging nasional di periode April dan Mei 2021. Jika ditotalkan, stok daging di Maret 2021 ditambah kekuatan produksi dalam negeri, dapat dipastikan pemenuhan daging masyarakat selama Ramadan dan Lebaran dalam posisi aman.

“Di Maret kebutuhan kita 37.000 ton dan ada surplus sekitar 27.000 ton, untuk periode berikutnya stok juga dipenuhi dari sapi bangkalan dan sapi lokal, angkanya kurang lebih 188.000 ekor yang siap dipotong, ini untuk periode April dan Mei, dan stok daging beku yang ada di gudang-gudang pada Maret 2021 ada 24.000 ton, angka suprlus ini untuk memperkuat stok di April, jika di total di Mei nanti InsyaAllah stok daging sapi atau kerbau cukup untuk memenuhi kebutuhan daging masyarakat selama Ramadan dan Idul Fitri,” pungkasnya. (INF)

GAMAVET GELAR WEBINAR DALAM RANGKA LUSTRUM KE-15 FKH UGM

Webinar Gamavet soal update manajemen dan penyakit ternak layer terkini. (Sumber: Istimewa)

Sabtu, 3 April 2021. Para alumni Gadjah Mada Veterinarian (Gamavet) menggelar webinar yang dihadiri 184 peserta dari seluruh pelosok Tanah Air dengan topik “Diskusi Update Manajemen Layer dan Kasus Penyakit pada Layer” dalam rangka menyambut Lustrum ke-15 Fakultas Kesehatan Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM).

Bertindak sebagai moderator, Ketua III Gamavet, Drh Andi Wijanarko dan dibuka oleh Wadek I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FKH UGM, Drh Agung Budiyanto, yang mengharapkan webinar ini menjadi penyegaran keilmuan di bidang kesehatan layer dan agar para alumnus di Gamavet maupun PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia) berkontribusi maksimal dalam kesehatan ternak layer.

Sementara Ketua Umum PDHI Drh M. Munawaroh, yang juga Sekretaris Jenderal Gamavet, menyampaikan bahwa produk layer berupa telur konsumsi saat ini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, namun tetap perlu dipertahankan dengan manajemen dan kiat pencegahan penyakit terkini.

Hadir sebagai narasumber, vetenarian PT Kerta Mulya Sejahtera-Jakarta, Drh Roniyus H. Teopilus, membahas tentang seluk beluk manajemen layer, dimana dijelaskan periode umur 1-16 minggu adalah masa sulit dan sangat menentukan hasil produksi telur di masa depan.

Oleh karena itu, lanjut dia, perlu diperhatikan secara serius menyangkut seleksi dan culling (saat DOC-in), feed intake, bobot badan, keseragaman dan penyusutan. Pada kandang close house perlu perhatian khusus terhadap kerja dari alarm AC/DC dan kerja genset, karena bila tidak terkontrol sangat membahayakan keselamatan ayam. Juga lighting system dengan menggunakan lampu LED 14 watt perlu beroperasi sesuai SOP, karena berpengaruh pada feed intake ayam. Selain perhatian pada kualitas air minum, kebersihan silo, cooling fan dan rodent control.

Sementara mengenai penyakit dibahas Drh Wintolo, yang merupakan alumnus ’92 FKH UGM. Ia mengemukakan bahwa dari hasil pengamatan di lapangan ternyata terdapat 13 jenis penyakit viral yang selalu mengancam ternak layer.

Sedangkan dikatakan Drh Junaedi seorang praktisi layer yang membahas update penyakit mengungkapkan, berdasarkan pengamatan enam bulan terakhir ditemukan bahwa beberapa penyakit masih mengancam ternak layer, yakni Newcastle Disease (ND), Avian Influenza (AI), Necrotic Enteritis (NE), Kolibasilosis, Aspergilosis, Mikotoksin, Leucocytozoon dan parasit gurem. Namun kasus yang paling menonjol periode November 2020 sampai Februari 2021 ialah penyakit Coryza.

“Dengan pemicu munculnya penyakit-penyakit tersebut antara lain musim penghujan, tata laksana yang buruk dan kualitas bahan baku pakan yang menurun,” katanya. Adapun tindakan yang perlu dilaksanakan ialah identifikasi kasus, isolasi/disinfeksi/penurunan mobilitas, terapeutik-suportif, koleksi sampel dan organ, booster vaksin dan nutrisi. Sedangkan recovery kasus menyangkut monitoring bobot badan, seleksi, nutrisi, suportif, penegakkan diagnosis dan traceability berkaitan dengan audit feedmill.

Hal senada juga disampaikan Guru Besar Mikrobiologi FKH UGM, Prof Michael Hariyadi Wibowo, yang melengkapi temuan lapangan dari sudut ilmu mikrobiologi. Kesimpulan dari pembahasan tersebut bahwa kasus penyakit masih didominasi oleh penyakit imunosupresi dan pengaruh musim penghujan. (SA)

DARURAT SAPI PEDAGING


Presiden Joko Widodo mengingatkan para pejabat di lingkungan Kementerian Pertanian terkait munculnya ancaman krisis pangan di tengah pandemi COVID-19. Mungkin ini akan menjadi kenyataan jika pemerintah tidak segera menanganinya dengan baik.

Protokol kesehatan di era pandemi ternyata telah berdampak terhadap kegiatan lalu lintas barang dan komoditas antar negara. Akibatnya tentu berdampak pula pada penyediaan pangan, terutama pada komoditas yang masih banyak di impor, diantaranya komoditas pangan strategis dan hasil peternakan, seperti daging sapi, susu, beras, kedelai, bawang putih, jagung, gandum dan lainnya.

Bencana di Australia
Australia sebagai Negara pengekspor sapi terbesar bagi Indonesia, dalam dua tahun terakhir dilanda banjir bandang pada 2019 dan kebakaran hutan di 2020. Dua peristiwa bencana alam tersebut telah memorak-porandakan kegiatan industri peternakan di Negeri Kanguru itu.

Penurunan populasi sapi yang sangat signifan (24,1%) telah terjadi dari populasi sapi sebesar 27,8 Juta ekor di 2002, kini hanya tinggal 21,1 juta ekor. Semua kondisi ini telah mengakibatkan meningkatnya harga sapi impor di Indonesia, karena kelangkaan pasokan dari Australia.

Dalam sejarah importasi sapi Australia di awal 1990-an, baru kali ini terjadi harga sapi impor sekitar Rp 56 ribuan/kg berat hidup (landed cost) lebih mahal daripada harga sapi lokal (sekitar Rp 47 ribuan/kg berat hidup). Kondisi ini membuat para pengusaha feedlot tidak mungkin lagi menggunakan sapi bakalan impor. Bagi perusahaan feedlot yang masih bertahan, mereka mulai beralih dalam penyediaan sapi bakalannya dengan memanfaatkan sapi-sapi lokal. Akibat dari kondisi ini, dikhawatirkan akan terjadi dampak yang serius dan merugikan bagi pengembangan peternakan sapi dalam negeri. Pasalnya, permintaan akan daging sapi selalu lebih tinggi ketimbang kemampuan pasokannya. Sementara itu, pemerintah melalui program yang ada (SIKOMANDAN dan SIWAB) masih memanfaatkan kemampuan penyediaan sapi kepada peternakan rakyat secara konvensioanal. Program ini selama puluhan tahun masih belum mampu membuktikan bahwa peningkatan pasokan akan melebihi dari permintaannya.

Depopulasi
Kondisi saat ini mengingatkan kita pada 2012-2013 lalu, pasca dilakukannya pendataan sapi potong dan kerbau (PSPK) 2011 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kala itu, kebijakan pemerintah menurunkan importasi dari 53% ke 17,5%. Lantaran, hasil PSPK menunjukan bahwa populasi sapi telah memenuhi kondisi swasembada berdasarkan blue print. Namun realita sebaliknya, yaitu terjadi kelangkaan pasokan sapi di pasar yang menyebabkan harga melangit dan berakibat terhadap depopulasi sapi perah mencapai sekitar 30%. Hingga kini, ketergantungan industri persusuan terhadap impor meningkat menjadi sekitar 80%, padahal sebelum krisis ekonomi lalu kontribusi produksi susu dalam negeri pernah mencapai 50%. Jika tidak segera ditangani, diduga akan terjadi kembali depopulasi terhadap sapi di dalam negeri (pedaging maupun perah). Hal ini karena kondisi usaha sapi perah yang faktanya masih belum mampu memberikan kesejahteraan bagi peternak. Sehingga peternak merasa lebih menguntungkan jika sapinya dijual sebagai sapi pedaging, daripada dipelihara sebagai sapi perah.

Darurat Sapi
Keadaan bisnis sapi pedaging, pada dua-tiga tahun ke depan dihadapkan pada kondisi titik nadir, yang memerlukan perhatian khusus. Hal ini disebabkan, Australia masih membenahi industrinya untuk meningkatkan populasi ternak sapinya. Idealnya populasi ternak sapi di Australia sekitar 25 juta ekor untuk mampu melakukan ekspor ke Indonesia. Semantara itu impor dari Negara lain seperti Brasil masih belum siap infrastrukturnya. Jika saja dalam dua-tiga tahun ke depan (2021-2023), pemerintah melalui Kementerian Pertanian tidak mengubah strategi mendasarnya dalam pembangunan peternakan sapi, dipastikan akan terjadi pengurasan sapi di dalam negeri dan untuk selamanya negeri ini akan tergantung impor komoditas daging sapi. Pantasnya, kondisi dua-tiga tahun ke depan kita sebut “sebagai darurat sapi pedaging.”

Ubah Strategi 
Perubahan strategi yang dimaksud adalah Pertama, mengubah mindset bahwa untuk meningkatkan permintaan daging sapi dengan mengintroduksi sapi-sapi premium (Belgian Blue/BB dan Glacian Blond/GB) dan importasi daging kerbau yang menyita biaya sangat besar dengan tingkat keberhasilan yang rendah. Kebijakan tersebut segera dialihkan dengan mengoptimalkan peningkatan produktivitas sapi-sapi lokal, melalui intensifikasi pola breeding dan pemanfaatan lahan-lahan terluang.

Kedua, mengubah sentra produksi sapi yang selama ini ditujukan ke wilayah-wilayah konvensional seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan, beralih ke sentra-sentra perkebunan besar di Sumatra, Kalimantan dan Papua, serta lahan-lahan bekas tambang di Kalimantan, juga ke pulau-pulau kosong di wilayah Timur.

Sentra-sentra perkebunan ini menghasilkan limbah atau hasil ikutan industri perkebunan sebagai pakan ternak yang murah harganya. Lahan-lahan perkebunan (sawit, karet dan sebagainya), serta lahan bekas tambang yang luasnya ribuan mungkin juga jutaan hektar, selama ini dibiarkan tidak termanfaatkan secara optimal. Banyak pelajaran yang telah dan tengah dilakukan oleh para pihak, terutama swasta yang melakukan upaya ini, namun minim proteksi dan insentif pemerintah terhadap upaya tersebut. Terutama mengenai berbagai kebijakan kontra produktif bagi pengembangan usaha ternak sapi selama ini. Misalnya, kebijakan importasi daging kerbau, introduksi sapi BB/GB, kebijakan ekspor bungkil sawit ataupun insentif permodalan yang tidak merangsang  terhadap pengembangan peternakan sapi dalam negeri.

Kiranya kebijakan pemerintah menjadikan negeri ini sebagai lumbung ternak Asia di 2045 mendatang tidak akan dapat terwujud, jika tidak melakukan perubahan mendasar kebijakan importasi daging dan intervensi sapi premium, serta pemanfaatan lahan-lahan terluang dan integrasinya dengan perkebunan. ***

Oleh: Rochadi Tawaf
Dewan Pakar PB ISPI dan Komite Pendayagunaan Petani

AYAM BRAHMA SI RAKSASA YANG MANIS

Ayam brahma bertemperamen manis, badanya besar dengan kaki berbulu. Mereka awalnya dibiakkan untuk produksi daging.

Brahma toleran terhadap cuaca dingin dan relatif kuat tetapi tidak terlalu menyukai cuaca panas. Karena kaki mereka yang berbulu, pemeriksaan rutin diperlukan untuk memastikan bahwa kaki mereka dalam keadaan sehat, terutama jika sering hujan atau berlumpur.

  • Negara asal: Amerika Serikat
  • Manfaat: daging, telur
  • Karakter: tenang, jinak
  • Berat rata-rata: 9,5-12 pound
  • Tinggi rata-rata: 30 inci
  • Umur panen: 8-10 minggu
  • Telur: berwarna coklat, besar, sekitar 150 butir/tahun

Ayam brahma kadang-kadang disebut sebagai raja ayam karena ukurannya yang besar. Warna bulunya bermacam-macam diantaranya keemasan dan putih. Matanya merah.

Meskipun ayam ini besar, mereka lembut dan mudah ditangani. Mereka membutuhkan waktu hingga dua tahun untuk menjadi dewasa. Ayam brahma membutuhkan lingkungan yang kering, tetapi mereka dapat bertahan dengan baik di iklim panas atau dingin.

Selama bertahun-tahun diperdebatkan bahwa nama brahma berasal dari sungai Brahmaputra di India. Namun sekarang sebagian besar breeder setuju bahwa ayam ini dikembangkan di Amerika Serikat dari breed yang didatangkan dari Shanghai pada tahun 1840an.

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer