Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini pakan ternak | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SUDAH SIAPKAH KITA HADAPI MUSIM PENGHUJAN?

Kandang panggung, aman dari banjir pada musim penghujan. (Foto: Istimewa)

Tanpa terasa waktu berlalu kembali bersua dengan pergantian musim. Perubahan musim kemarau ke musim hujan maupun sebaliknya memang masih menjadi momok bagi para peternak unggas. Lalu bagaimana menyiapkan agar performa ayam tetap ciamik di musim penghujan?

Musim penghujan biasanya mencapai puncaknya di antara Desember-Maret. Ada beberapa hal yang dapat menjadi rintangan dalam usaha budi daya ayam broiler maupun layer di musim penghujan dengan curah hujan tinggi.

Ancaman di Musim Penghujan
Mantan Ketua Umum ADHPI, Drh Dedy Kusmanagandi, mengatakan bahwa di musim penghujan ada beberapa hal yang dapat menjadi ancaman bagi keberlangsungan usaha peternakan ayam.

Ancaman pertama menurutnya yakni ketika musim penghujan tiba adalah kelembapan yang tinggi. Kelembapan udara yang tinggi (lebih dari 85%) berdampak kurang baik terhadap pertumbuhan ayam. Saluran pernapasan ayam akan terganggu sebagai akibat tingginya kadar air di udara.

Selain itu, lingkungan yang lembap merupakan kondisi ideal untuk pertumbuhan bakteri, virus, parasit, maupun jamur, sehingga ayam menjadi rentan terhadap serangan penyakit.

Kelembapan udara yang tinggi juga bisa menyebabkan kondisi sekam pada kandang postal menjadi cepat lembap, basah dan menggumpal, sehingga kandungan gas amonia di kandang naik. Ditambah dengan kondisi sekam basah yang bisa menjadi media pertumbuhan bibit penyakit.

“Peternak yang menganut 'mazhab' kandang terbuka akan lebih terpengaruh oleh kelembapan udara tinggi dibanding ayam yang dipelihara dengan kandang tertutup. Hal ini jelas karena pada kandang tertutup terjadi pergerakan udara yang stabil dan tingkat kelembapan udara di dalam kandang bisa diatur sesuai kebutuhan ayam,” tutur Dedy.

Ancaman berikutnya adalah faktor kecepatan angin yang bertambah secara ekstrem. Di beberapa tempat sering kali pada musim pancaroba kecepatan angin berubah drastis, sehingga menyebabkan ayam terkena stres dingin ekstrem, bahkan ada beberapa kandang yang rusak dan roboh. Kerusakan tersebut akan mengakibatkan kerugian besar bagi peternak dan otomatis mengganggu kelancaran usaha.

Selain itu, ancaman juga datang dari tercemarnya air minum. Peningkatan curah hujan akan menambah volume air tanah. Meski jumlahnya bertambah, hal ini justru sering memicu masalah baru, yaitu penurunan kualitas air. Hal ini umumnya terjadi secara fisik, kimia, maupun biologi (jumlah mikroba patogen). Secara fisik air menjadi keruh, berbau dan bercampur partikel organik atau material lumpur.

Ahli nutrisi Fapet IPB, yang juga Ketua Center for Tropical Animal Studies (CENTRAS), Prof Nahrowi, menyatakan bahwa di musim penghujan biasanya air akan bermasalah pada segi kualitas kandungan bahan kimia. Problem yang muncul ialah kadar logam berat (umumnya zat besi) menjadi lebih tinggi, serta pH air cenderung asam. Air dengan kondisi seperti ini tidak baik diberikan pada ayam dan tidak baik untuk melarutkan obat maupun vaksin.

Sedangkan dari segi kualitas mikrobiologi, pada musim penghujan sumber air di peternakan ayam yang berasal dari sumur, kolam penampungan, danau, atau sungai akan tercemar mikroba patogen, terutama bakteri E. coli (penyebab kolibasilosis) dan Salmonella sp. (penyebab salmonelosis). Bakteri ini terbawa bersama feses ayam atau sampah di lingkungan peternakan.

“Ini sebenarnya adalah titik kritis, kalau tidak mempersiapkan diri dengan kondisi ini, dijamin performa ayam akan anjlok. Kematian juga mungkin tak terhindarkan, makanya jangan sampai luput pada titik ini,” kata Nahrowi.

Masalah pada Pakan
Musim penghujan juga kerap kali menyebabkan masalah pada pakan ayam, baik dalam bidang kualitas maupun kuantitas. Hal ini diungkapkan oleh CEO Nutricell Pacific Indonesia, Suaedi Sunanto.

Pakan merupakan zat yang kaya nutrisi dan mudah lembap. Tingginya kelembapan udara pada musim hujan menyebabkan penyimpanan pakan dalam gudang, baik di gudang induk farm ataupun gudang kandang tidak tahan lama. Keadaan ini disebabkan tingginya kelembapan udara di sekitar kandang yang secara langsung memengaruhi kandungan air di dalam pakan. Kandungan air >14% akan mempercepat pertumbuhan jamur dan penurunan kualitas pakan.

Selain penurunan mutu pakan secara kualitas (penurunan kadar nutrisi) maupun kuantitas (penggumpalan dan kerusakan pakan), pakan juga akan rentan terkontaminasi jamur yang berisiko meningkatnya kadar mikotoksin di dalamnya.

“Keberadaan mikotoksin meningkat mengikuti pertumbuhan koloni jamur. Bagi ayam, mikotoksin menyebabkan kondisi imunosupresi, sehingga ayam mudah terinfeksi bibit penyakit. Meski begitu, ancaman kematian ayam secara serentak bisa juga terjadi,” kata Suaedi.

Selain itu lanjut dia, peternak yang menggunakan pakan hasil formulasi sendiri (self-mixing), pada musim penghujan biasanya akan mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku pakan. Di musim hujan, bahan baku seperti jagung dan dedak berkualitas baik menjadi terbatas jumlahnya karena lebih banyak yang berkualitas rendah dengan kadar air >14%. Namun di sentra-sentra jagung seperti wilayah Lampung yang sudah mempunyai banyak fasilitas pengering jagung (corn dryer), ketersediaan bahan baku masih mudah diperoleh.

Cekaman Suhu
Pada musim penghujan, suhu lingkungan di sekitar lokasi peternakan ayam komersial sangat berbeda dengan musim kemarau. Di musim penghujan, suhu lingkungan relatif lebih rendah (udara lebih dingin). Jika masa brooding dilakukan pada musim penghujan, biasanya hampir sepanjang hari diperlukan pemanas dan biasanya masa brooding akan berlangsung lebih lama (>14 hari). Keadaan ini sangat berbeda ketika musim kemarau. Saat kemarau, pada siang hari (DOC umur tiga hari) pemanas bisa dimatikan karena suhu lingkungan sudah memenuhi suhu yang dibutuhkan.

Tentunya ini akan menambah tambahan biaya untuk pemanas. Namun, penerapan sistem pemanasan sepanjang hari (pemanas menyala siang dan malam) akan lebih baik. Jika tidak dilakukan pemanasan ekstra pada siang hari, DOC tidak mendapatkan suhu yang ideal untuk pertumbuhannya dan akan kedinginan. Dampak lebih lanjut, pertumbuhan DOC tidak akan merata dan banyak yang berukuran kecil sehingga performanya menjadi tidak baik.

Terjadinya hujan juga akan menyebabkan turunnya suhu lingkungan, baik itu suhu di luar maupun di dalam kandang. Untuk ayam umur 1-14 hari (periode brooding) perubahan suhu malam akan sangat berpengaruh terhadap performa ayam di umur berikutnya.

Apa yang Harus Dilakukan?
Tentunya dengan mengetahui risiko dan ancaman yang akan datang di musim penghujan, peternak sudah harus mulai mempersiapkan diri sebelumnya. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah:

1. Persiapan sarana dan prasarana
Sangat jelas peternak harus menyiapkan kandang dan fasilitas lainnya sebaik mungkin. Segera reparasi tiap bagian kandang yang rusak, jangan biarkan ada kebocoran pada atap dan genteng. Bila perlu atap diperlebar agar tampiasan air jatuh di tempat yang agak jauh dari kandang.

Peternak perlu mengatur sistem buka-tutup tirai kandang dengan sigap. Jika terjadi hujan disertai angin kencang, bagian sisi tirai yang arah anginnya menuju ke dalam kandang harus segera ditutup agar air hujan tidak tampias. Bahkan jika perlu tirai di setiap sisi kandang ditutup sebagian. Meski begitu, tetap sediakan celah ventilasi pada dinding kandang bagian atas dengan lebar 15-20 cm untuk pertukaran udara. Ketika masa brooding, peternak juga bisa memasang tirai dua lapis (tirai luar dan dalam), agar DOC tidak mengalami kedinginan ekstrem akibat angin.

Lakukan pengerukan feses di kolong kandang tiap tiga hari sekali. Namun jika aktivitas ini sulit dilakukan karena terkendala hujan deras, peternak perlu mengantisipasi terbentuknya akumulasi amonia dalam feses dengan memberikan bahan pengendali amonia.

Setelah feses dikeruk, tanah di bawah kandang dibuat cembung. Kemudian dibuat parit/selokan kecil di sekitar kandang untuk menampung air dari tumpukan feses, kemudian disalurkan ke tempat pembuangan limbah. Sistem ini akan mencegah terbentuknya genangan air di bawah kandang, meminimalisir bau dan membantu mempercepat keringnya feses. Pastikan drainase parit lancar.

Sekam yang lembap dan basah harus segera diganti atau ditambah dengan sekam baru. Namun sebelum ditambah, sekam yang basah sebaiknya ditaburi kapur tohor terlebih dahulu untuk membunuh mikroba di dalamnya.

Tambahkan jumlah pemanas atau naikkan suhu pemanas pada periode brooding, sehingga suhu kandang sesuai dengan kebutuhan DOC. Ketika suhu kandang terlalu dingin, DOC akan terlihat bergerombol di bawah pemanas, diam, meringkuk, dan malas bergerak untuk makan maupun minum.

2. Treatment air minum
Cara treatment yang paling mudah dan sering digunakan yakni dengan pemberian antiseptik pada air minum, yakni kaporit (12-20 gram tiap 1.000 liter air). Sebagai usaha pengendalian kontaminasi mikroba patogen dan agar mikroba baik di usus ayam tidak terganggu, program sanitasi air bisa dilakukan dengan sistem 3-2-3. Artinya 3 hari pemberian antiseptik, 2 hari air minum biasa, dan 3 hari pemberian antiseptik lagi, demikian seterusnya berselang-seling.

Sanitasi air ini sebaiknya dilakukan sesudah penyaringan/pengendapan agar antiseptik bekerja lebih efektif karena senyawa dalam antiseptik mudah terpengaruh oleh partikel organik. Khusus air minum yang dicampur dengan kaporit, setelah diendapkan minimal delapan jam baru bisa digunakan untuk melarutkan obat/vitamin. Selain itu, jangan berikan air yang mengandung antiseptik selama 48 jam sebelum dan 24 jam sesudah vaksinasi, karena virus vaksin akan rusak atau mati apabila kontak dengan antiseptik.

Bila memiliki biaya lebih, lakukan filtrasi (penyaringan). Sederhananya dilakukan menggunakan alat filter yang telah dirancang khusus untuk menyaring partikel organik/material lumpur dan logam (zat besi dan lain-lain) dalam air. Alat filtrasi ini bisa dipasang pada sumber air sebelum masuk ke penampungan, atau dipasang ketika air keluar dari penampungan sebelum disalurkan ke kandang.

3. Menjaga kualitas pakan
Memastikan kadar air dalam pakan tidak lebih dari 14% sebenarnya bukan tugas peternak, melainkan pabrikan atau supplier. Namun, jika terpaksa menerima bahan baku dengan kadar air >14%, maka segera keringkan dengan alat pengering khusus (oven) atau lakukan pengaturan stok agar bahan baku pakan bisa digunakan sesegera mungkin. Jika perlu tambahkan mold inhibitor, seperti asam propionat untuk menghambat pertumbuhan jamur.

Peternak juga harus memastikan tidak ada karung pakan yang sobek atau rusak guna mencegah kontak antara pakan dengan udara atau percikkan air. Terapkan sistem first in first out (FIFO) atau first expired first out (FEFO). Jadi, prioritaskan bahan baku pakan berusia lebih lama untuk digunakan terlebih dahulu. Tetapi jika ada bahan baku berkualitas kurang baik dan tidak memungkinkan disimpan lebih lama, dapat digunakan terlebih dahulu meskipun baru datang. Gudang pakan juga harus memiliki cukup ventilasi, hal ini agar ruangan gudang mendapatkan sinar matahari langsung, tidak lembap, posisi lantai lebih tinggi dari permukaan tanah, dan terhindar dari debu.

Selalu gunakan palet kayu di bawah tumpukan pakan. Pilih kayu yang tidak mudah lapuk dan sulit basah seperti kayu jati atau meranti. Usahakan pakan tidak menempel pada dinding gudang. Berikan jarak minimal 50 cm dari dinding gudang.

Selain jamur, perhatikan pula keberadaan vektor seperti kutu, tikus, dan serangga. Hewan tersebut bisa memakan dan merusak pakan sehingga kadar nutrisinya menurun dan berpotensi menyebarkan penyakit.

4. Meningkatkan imunitas ayam
Selain faktor eksternal, faktor internal yakni memperkuat imunitas ayam yang dipelihara juga penting. Dengan meningkatkan imunitas, ayam jadi tidak mudah sakit dan tetap memiliki performa yang baik.

Memberikan multivitamin pada air minum, melakukan program vaksinasi dan deworming sesuai jadwal, serta bila perlu lakukan treatment cleaning program menjadi hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi musim penghujan. Intinya imunitas yang baik akan memberikan performa yang baik. Jangan lupa pula jalankan program biosekuriti yang baik di farm. ***

Ditulis oleh
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MEMAKSIMALKAN FUNGSI SEDIAAN PROBIOTIK

Probiotik dan prebiotik biasanya diberikan pada ternak melalui pakan dan air minum alias peroral. (Sumber: poultryworld.net)

Kini probiotik dan prebiotik bisa dibilang menjamur dan sudah banyak digunakan oleh peternak Indonesia. Rata-rata dari mereka mengharap “tuah” dari sediaan yang mereka gunakan, lalu bagaimanakah agar utilisasinya maksimal?

Probiotik dan prebiotik kini bukan barang asing bagi peternak Indonesia. Kini hampir di seluruh toko ternak, poultry shop, bahkan secara daring, sediaan tersebut dapat diakses oleh masyarakat tanpa terkecuali. Produsen sediaan tersebut pun dari dalam maupun luar negeri mulai menginvasi pasar Indonesia.

Kenali Cara Penggunaan
Probiotik dan prebiotik biasanya diberikan pada ternak melalui pakan dan air minum alias peroral. Pastinya perbedaan rute pemberian juga akan berbeda pula trik penanganannya. Misalnya saja pada pakan, selama ini dalam dunia peternakan terutama ayam, pakan diberikan dalam bentuk mash, crumble, maupun pellet. Artinya probiotik dan prebiotik ini harus ada di dalam pakan, akan sedikit merepotkan apabila pakan melewati proses pelleting dengan suhu tinggi, tentunya ini akan menjadi tidak efektif. Sebagaimana diketahui bersama bahwa proses pelleting pakan menggunakan suhu yang tinggi, meskipun waktunya singkat.

Suhu tinggi tentu merupakan ancaman bagi bakteri, karena beberapa jenis bakteri rata-rata akan mati pada suhu tinggi. Jika harus melewati proses pelleting (suhu 80-90° C), setidaknya harus ada perlakuan khusus pada probiotik maupun prebiotik yang nantinya akan digunakan di dalam formulasi pakan tersebut.

Drh Agustin Indrawati, peneliti sekaligus staf pengajar mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB University, mengatakan bahwasanya hal ini pasti perlu diperhitungkan. Berdasarkan beberapa literatur yang ia baca, beberapa jenis bakteri asam laktat sangat peka dengan suhu tinggi.

“Betul harus dipertimbangkan, jangan sampai menggunakan probiotik tetapi malah kehilangan bahan aktifnya, ya si bakteri baik itu. Soalnya suhu tinggi itu bakteri kurang suka, saya beri contoh misalnya kalau buat yoghurt, susu yang digunakan setelah dipanaskan itu harus ditunggu dulu sampai suhunya pas, kalau enggak bakteri starter si yoghurt itu juga mati kepanasan,” tutur Agustin.

Ia menyarankan apabila dirasa sulit menggunakan pakan dan harus melewati suhu pelleting, maka sediaan probiotik dan prebiotik harus dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat melewati suhu pelleting tanpa banyak merusak bahan aktifnya.

Sementara, Prof Lenny Van Erp dari HAS University Belanda, mengatakan bahwa para produsen di Eropa rata-rata sudah memiliki teknologi untuk mengatasi masalah tersebut. Menurutnya, adalah betul bahwa bakteri probiotik rentan terhadap suhu tinggi, namun dengan adanya perkembangan teknologi, semua hal bisa dilakukan.

“Ada beberapa produsen yang sudah melakukan kapsulasi pada bakteri probiotiknya, jadi bakteri akan dilapisi dengan pelindung (enkapsulasi) dari zat yang tahan suhu tinggi, sehingga bakteri di dalamnya dapat melewati suhu pelleting tanpa harus mati, sehingga khasiat bahan aktif masih ada. Begitupun dengan prebiotik, beberapa sediaan prebiotik banyak yang sudah dilakukan proses enkapsulasi," jelas Lenny.

Contoh lain yang Lenny utarakan yakni dengan menggunakan bakteri biakan yang sudah dibiasakan berada dalam kondisi suhu yang ekstrem. Layaknya mahluk hidup lain, materi inti (DNA) bakteri juga memiliki gen yang dapat menyesuaikan diri dengan tempat dia hidup. Sehingga bakteri probiotik yang dikembangkan dalam suhu tinggi, juga akan lebih resisten terhadap suhu tinggi.

Hal yang lebih sederhana diutarakan oleh Carlim, seorang yang bekerja di bidang peternakan unggas. Dirinya tidak menampik bahwa telah ada teknologi yang dapat membuat probiotik lebih tahan lama, tetapi biasanya harganya lebih mahal. Dirinya lebih memilih rute lain yakni dengan memberikan sediaan probiotik melalui air minum.

“Kalau pakan pabrikan betul itu pelleting harus lihai, kalau saya sih yang simpel aja, pakai dari air minum. Dulu waktu masih pegang broiler komersil, saya pakainya dari air minum, tinggal tuang, begitu saja. Yang penting sesuai dosis pemakaian,” kata Carlim.

Lalu apakah dengan memberikan probiotik melalui air minum sudah pasti manjur dan berkhasiat? Tentu tergantung. Yang perlu diperhatikan adalah kualitas air minum. Ingat kualitas air minum layaknya kualitas pakan, wajib hukumnya untuk dijaga. Misalkan air minum berada dalam kondisi yang kotor atau mengandung cemaran mikroba patogen yang ternyata lebih banyak jumlahnya daripada probiotik, tentu akan tidak bermanfaat.

Kemudian apabila menggunakan terlalu banyak klorin di dalam air minum, ini juga akan bermasalah. Tujuan penggunaan klorin pada dasarnya adalah untuk mendisinfeksi air minum agar meminimalisir cemaran mikroba patogen. Layaknya mikroba pada umumnya, probiotik juga peka terhadap aktivitas klorin di dalam air. Jadi alih-alih berkhasiat, yang terjadi malah sebaliknya, tidak menghasilkan efek yang diharapkan. Oleh karena itu, penting sekali menyesuaikan program pemberian obat, vaksin, dan lainnya dengan pemberian probiotik.

Probiotik Bukan Obat
Banyak stakeholder yang juga berkecimpung di dunia peternakan kembali ingin mengingatkan bahwasanya probiotik dan prebiotik bukanlah obat. Jadi, peternak jangan “mendewakan” sediaan tersebut sebagai obat. Jadikan penggunaan ini sebagai terapi supportif untuk mendorong performa ternak ke arah yang lebih baik.

Selain itu, gunakanlah probiotik dan prebiotik yang sudah teregistrasi di Kementerian Pertanian dan sudah terbukti secara empiris memiliki khasiat. Pasalnya, banyak oknum yang tidak bertanggung jawab memproduksi, menjual, dan mendistribusikan produk dengan embel-embel probiotik dan pengganti AGP, namun setelah diuji produk tersebut tidak mengandung probiotik sama sekali. Bahkan alih-alih probiotik, beberapa produk malah mengandung antibiotik dengan konsentrasi cukup tinggi, sehingga berpotensi meninggalkan residu pada produk hasil ternak. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MENYIAPKAN KONSENTRAT BERKUALITAS UNTUK SAPI PERAH

Ternak sapi perah memerlukan asupan pakan yang baik, berkualitas dan tersedia sepanjang tahun. (Foto: Dok. Fapet UGM)

Untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, pakan konsentrat sapi perah harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang baik, serta berasal dari bahan baku pakan yang tepat, sehingga tidak hanya terjaga performa ternaknya, peternak pun dapat meraih margin keuntungan yang nyata dari budi daya sapi perah.

Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya. Adapun konsentrat, merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan/atau sumber energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

Dalam memilih bahan baku pakan dalam penyusunan konsentrat harus memperhatikan beberapa persyaratan, seperti memiliki kandungan nutrien yang baik, tersedia dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh, harga relatif murah, serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein yang berasal dari kacang-kacangan dan hasil samping industri-agro.

Kelebihan dan kekurangan berbagai bahan baku pakan sumber energi. (Sumber: Hernaman, 2021)

Kelebihan dan kekurangan berbagai bahan baku pakan sumber protein. (Sumber: Hernaman, 2021)

Maksimum penggunaan berbagai bahan baku dalam konsentrat. (Sumber: Hernaman, 2021)

Dalam sebuah pendampingan manajemen pakan untuk peternak sapi, pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Dr Iman Hernaman IPU, menjelaskan tentang penggunaan bahan baku pakan untuk ternak sapi perah yang tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pakan. Pada Pasal 8 ayat 4 dalam Permentan disebutkan, untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Di samping itu, penggunaan bahan baku pakan juga harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan baku digunakan, karena agar dapat mengoptimalkan manfaat nutrisi yang terkandung di dalamnya, hal itu juga untuk mengantisipasi adanya zat anti-nutrisi yang ada. Zat anti-nutrisi adalah senyawa yang terdapat dalam pakan, yang sistem kerjanya adalah mengganggu metabolisme nutrien. Oleh karena itu, para ahli telah merekomendasikan penggunaan maksimum berbagai bahan baku pakan dalam penyusunan ransum.

Pembuatan konsentrat pada sapi perah dibedakan atas umur dan statusnya, hal itu untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisinya, sehingga pemberian pakan dapat berjalan optimal dan ekonomis. Jenis-jenis konsentrat itu di antaranya:

• Konsentrat dara, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari enam bulan sampai dengan umur 12 bulan dan/atau sudah dikawinkan.

• Konsentrat laktasi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan.

• Konsentrat produksi tinggi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai sapi bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan, dengan produksi susu rata-rata lebih dari 15 liter/hari.

• Konsentrat kering bunting, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah dua bulan sebelum beranak kedua dan seterusnya setelah periode laktasi selama 10 bulan.

• Konsentrat pemula-1, yakni pakan konsentrat untuk pedet yang baru lahir sampai dengan umur tiga minggu.

• Konsentrat pemula-2, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari tiga minggu sampai dengan enam bulan.

• Konsentrat pejantan, yakni pakan konsentrat yang diperuntukkan untuk sapi pejantan.

Cara Pemberian Konsentrat
Untuk metode pemberian konsentrat pada sapi perah, Iman Hernaman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat, serta komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan. Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrat juga sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, dengan penyediaan air tidak dibatasi.

Hal lain yang harus diperhatikan yakni pemberian konsentrat harus diberikan secara bertahap selama enam minggu pertama laktasi dan konsentrat dapat diberikan pada sapi perah laktasi sebanyak 50% dari tampilan produksi susunya, atau dengan perbandingan 1:2.

Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter. Selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

Adapun metode tahapan pemberian konsentrat untuk hasil terbaik, maka sebaiknya mengacu pada Permentan No. 100/Permentan/OT.140/7/2014 tentang pedoman pemberian pakan sapi perah, yang diklasifikasikan dalam tujuh periode, yakni:

• Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter, selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

• Periode pedet pra-sapih (umur delapan hari sampai tiga bulan). Diberikan susu atau susu pengganti sebanyak 4-8 liter/hari dengan pengaturan berkurang secara bertahap sampai dengan tidak diberikan susu pada umur tiga bulan, pada umur satu bulan mulai diberikan serat berkualitas secukupnya, seperti rumput star grass atau rumput lapangan, diberikan pakan padat dalam bentuk calf starter (konsentrat pedet) berkualitas dengan kandungan protein kasar (PK) 18-19%, dan total digesti nutrien (TDN) 80-85% dengan jumlah pemberian mulai 100 gram dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 1,5 kg/ekor/hari, serta diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).

• Periode pedet lepas sapih (umur di atas 3-12 bulan). Diberikan pakan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN 75% sebanyak 1,5 kg/ekor/hari dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 2 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan, diberikan hijauan pakan berkualitas sebanyak 7 kg/ekor/hari dan ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi 25 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan (atau 10% dari berat badan), dan diberikan air minum tidak terbatas.

• Periode dara siap kawin (umur 12-15 bulan). Diberikan hijauan pakan sebanyak 25-35 kg/ekor/hari, diberikan konsentrat berkualitas minimum PK 15%, dan TDN 75% dengan jumlah 2-3 kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat di bawah PK 15%, diberikan penambahan sumber pakan lain sebagai protein seperti ampas tahu dan bungkil kedelai, serta diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode dara bunting (setelah umur 15 bulan sampai beranak pertama 24 bulan). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan dan konsentrat berkualitas PK 16%, serta TDN 75% sebanyak 2-3 kg/hari dan diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode laktasi (setelah beranak sampai dengan kering kandang). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan sebelum sapi diberi konsentrat untuk menghindari asidosis, diberikan konsentrat sesuai periode laktasi (produksi susu) dengan PK 16-18%, dan TDN 70-75% sebanyak 1,5-3% dari berat badan, serta pemberian air minum tidak terbatas.

• Periode bunting kering/kering kandang (setelah tidak diperah sampai beranak). Diberikan hijauan pakan berkualitas dalam jumlah adlibitum, diberikan konsentrat minimum PK 14% dan TDN 65% sebanyak 2 kg/ekor/hari sampai dengan dua minggu sebelum beranak, serta mulai ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi konsentrat sesuai estimasi produksi sapi laktasi awal dan diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum). ***


Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

NUTRIEN PAKAN DAN KESEJAHTERAAN TERNAK

Ilustrasi animal welfare. (Sumber: gallantintl.com)

Sebagin besar orang mengetahui bahwa pakan berdampak terhadap penggunaan 60-70% biaya produksi dalam industri peternakan. Kualitas pakan sangat berpengaruh terhadap potensi genetik ternak, sehingga produktivitas yang optimal dapat dicapai. Namun, belum banyak orang menyadari bahwa pakan juga berkaitan erat dengan kesejahteraan hewan/ternak (animal welfare).

Sebelum berbicara banyak tentang hubungan antara nutrien pakan dengan kesejahteraan ternak, terdapat analogi sederhana sehingga memudahkan dalam mencerna tema tulisan ini. Apa yang Anda rasakan ketika lapar, namun ketersediaan pangan terbatas dan tidak mencukupi kebutuhan? Atau sesekali Anda pernah mengalami diare akibat kontaminasi racun atau bakteri patogen pada pangan yang dikonsumsi? Bukankah itu menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, sehingga akan berpengaruh terhadap aktivitas atau pekerjaan yang Anda lakukan?

Kebutuhan paling mendasar manusia adalah kecukupan nutrien pangan. Kondisi kelaparan akan berdampak terhadap kekurangan energi, gerak pun akhirnya menjadi terbatas sehingga produktivitas menurun. Kekurangan nutrien atau gizi pada ibu hamil dan balita berdampak terhadap pertumbuhan yang lambat (stunting) serta kesehatan pada anak. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan (2020), kasus stunting pada balita di Indonesia mencapai 27,67%. Sama halnya pada ternak, ketersediaan pakan yang berkualitas sangat berdampak terhadap pertumbuhan, produktivitas, reproduksi, kesehatan dan perilaku alamiah. Oleh sebab itu, nutrien pakan memiliki pengaruh besar dalam pencapaian kesejahteraan ternak. 

Hubungan Nutrien Pakan dengan Kesejahteraan Hewan
Berdasarkan Farm Animal Welfare Council, Inggris (1992), kesejahteraan hewan dapat dicapai dengan penerapan lima prinsip kebebasan atau sering disebut five freedom.

Pertama, bebas dari rasa lapar dan haus (freedom from hunger and thirst). Sering kita jumpai di peternakan rakyat, kebanyakan ternak hanya diberi pakan rumput dengan kandungan nutrien yang rendah. Tantangan negara tropis seperti Indonesia adalah kandungan serat yang tinggi dalam hijauan pakan, sehingga membuat kecernaannya mencari rendah. Kondisi ini tentu akan menyebabkan kekurangan pasokan nutrien pada ternak yang berdampak terhadap kelaparan. Ditambah lagi ketersediaan air minum yang masih kurang diperhatikan. Banyak peternak hanya memberikan air minum ketika pagi dan sore atau kesediaan yang tidak ad libitum. Hal tersebut membuat tingkat kehausan tinggi pada ternak, terlebih pada ternak yang memiliki produktivitas susu yang tinggi (fase laktasi) atau berada di lingkungan panas, sehingga membutuhkan air yang banyak. Dampak jangka panjang, kekurangan nutrien dan air minum akan berakibat malnutrien. Sering kita jumpai ternak dalam kondisi kurus, dehidrasi dan memprihatinkan yang merupakan dampak dari kurangnya asupan nutrien pakan.

Kedua, bebas dari rasa tidak nyaman (freedom from discomfort). Rasa tidak nyaman biasanya muncul akibat kondisi tidak normal pada tubuh ternak. Pemberian pakan yang mudah terdegradasi pada ternak ruminansia (pakan konsentrat) tanpa imbangan serat yang cukup akan menghasilkan produksi gas (volatile fatty acids) yang tinggi dalam rumen. Produksi gas yang terlalu tinggi menyebabkan penurunan pH rumen yang sangat drastis (pH di bawah 5 dalam waktu 3 jam), sehingga terjadi acidosis. Kejadian acidosis membuat rasa sakit akibat peradangan pada dinding rumen. Permasalahan tersebut mengakibatkan penurunan proses absorbsi nutrien oleh dinding rumen yang akhirnya juga berdampak terhadap produktivitas ternak.

Pada ternak layer, defisiensi kalsium yang digunakan untuk memproduksi telur akan berdampak terhadap kondisi tulang. Layer dalam kondisi produksi puncak (minggu ke-35) membutuhkan 4.000 mg kalsium, biasanya 500 mg tidak dicerna dan akan dibuang dalam feses, 400 mg akan dibuang melalui urin dan 100 mg digunakan untuk cadangan tulang. Total 3.000 mg kalsium digunakan untuk pembentukan telur, 2.000 mg digunakan untuk membangun kerabang telur, sisanya digunakan untuk pembentukan kuning (yolk) dan putih (albumen) telur. Layer akan menggunakan kalsium tulang apabila terjadi kekurangan. Terdapat 1.000 mg kalsium pada tulang dan hanya 100 mg yang dapat digunakan per hari. Penggunaan kalsium tulang secara terus-menerus akan berakibat pada kerapuhan tulang bahkan kelumpuhan, sehingga menyebabkan ternak merasa tidak nyaman.

Ketiga, bebas dari rasa sakit, cedera atau penyakit (freedom from pain, injury or disease). Pakan yang mengandung berbagai cemaran senyawa berbahaya seperti mikotoksin, bakteri patogen dan senyawa beracun lainnya akan menimbulkan rasa sakit dan berdampak terhadap kesehatan ternak. Cemaran mikotoksin dan bakteri patogen menyebabkan peradangan pada usus, sehingga menyebabkan rasa sakit. Selain itu, kondisi ini akan berdampak terhadap pertumbuhan vili usus yang terhambat. Alhasil absorpsi nutrien pakan tidak dapat optimal.

Mikotoksin atau endotoksin dapat menyebabkan kebocoran atau penurunan integritas usus (leaky gut) akibat gangguan pada tight junction, multi-protein yang berperan dalam pengikatan antar epitel sel dan mencegah bakteri patogen serta racun masuk dalam tubuh. Kebocoran pada usus berdampak terhadap peningkatan inflamasi, gangguan absorbsi nutrien pakan dan kesehatan ternak. (Sumber: thewellnessjunction.com)

Selain itu, senyawa mikotoksin dan lipopolisakasida atau dikenal endotoksin (dinding sel bakteri patogen) dapat diserap melaui vili dan dikenal sebagai senyawa xenobiotic atau racun, kemudian dibawa menuju hati yang merupakan tempat detoksifikasi. Senyawa mikotoksin sangat reaktif terhadap DNA (deoxyribonucleic acid), sehingga dapat menyebabkan toksisitas dan potensi kanker. Endotoksin dapat meningkatkan luka atau peradangan pada hati. Level penyerapan senyawa xenobiotic yang tinggi atau terus-menerus akan menyebabkan pembengkakan hati, sehingga proses metabolisme terganggu.

Mikotoksin (aflatoksin B1) yang masuk dalam tubuh akan menuju hati. Aflatoksin B1 akan mengalami biotranformasi menjadi senyawa yang lebih aktif, serta dapat mengikat protein dan DNA, sehingga menyebabkan toksisitas, bahkan kanker apabila terjadi mutasi. (Sumber: diadaptasi dari Diaz dan Murcia., 2011 dan Dhanasekaran, 2011)

Keempat, bebas untuk memunculkan prilaku normal ternak (freedom to express normal behaviour). Sering kali pakan ternak ruminansia hanya berkonsentrasi pada bahan pakan dengan energi tinggi dan mudah terdegradasi dalam rumen untuk mencapai produktivitas yang diharapkan. Namun kekurangan serat dalam pakan akan berdampak terhadap penurunan perilaku remastikasi. Remastikasi adalah prilaku normal ternak ruminansia dan bermanfaat untuk menghasilkan saliva dengan kandungan senyawa bikarbonat (pH 8,4) yang berperan sebagai bufer untuk menjaga kestabilan pH rumen. Oleh sebab itu, pemberian pakan ternak ruminansia tentu harus memperhatikan ketersediaan serat sehingga perilaku normal ternak tetap dapat diekspresikan.

Kelima, bebas dari ketakutan dan stres (freedom from fear and distress). Pemberian pakan yang terbatas akan memunculkan kondisi stres pada ternak, selain itu pengalaman konsumsi pakan yang menyebabkan penyakit atau kondisi tidak nyaman akan terekam dalam memori ternak dan berakibat pada ketakutan. Perubahan pakan (baik bentuk maupun kandungan nutrien) sering kali berdampak pada stres ternak, sehingga menyebabkan penurunan konsumsi pakan.

Konsep pemenuhan nutrien yang tepat (precision nutrition) pada ternak tidak hanya dibutuhkan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi secara efisien, namun juga untuk mencapai kesejahteraan ternak. Isu feed additive untuk meningkatkan imunitas, kesehatan, kinerja saluran cerna dan produktivitas ternak juga memiliki andil besar dalam mencapai kesejahteraan ternak, terlebih setelah adanya larangan penggunaan antibiotik pada pakan ternak oleh pemerintah (Peraturan Menteri Pertanian No. 14/2017). Oleh sebab itu, orientasi pemberian pakan pada ternak saat ini harus berubah, tidak hanya sekedar mengejar produktivitas semata, akan tetapi harus memperhatikan dan mengedepankan keselamatan serta perilaku ternak. Munculnya ekspresi perilaku alamiah ternak, menjadi parameter mendasar bahwa lingkungan (termasuk pakan) sudah mendukung dalam mencapai kesejahteraan ternak.

Mengapa Menerapkan Kesejahteraan Ternak dalam Industri Peternakan?
Beberapa dasawarsa ini, isu kesejahteraan ternak mendapatkan perhatian lebih oleh berbagai pihak. Negara maju seperti Autralia, Eropa, dan Amerika sangat ketat dalam penerapan sistem tersebut. Penerapan kesejateraan hewan dalam industri peternakan akan memberikan dampak positif bagi industri meliputi: 1) Peningkatan keuntungan karena produktivitas ternak tercapai secara optimal. 2) Pengembangan pasar penjualan produk asal ternak yang dihasilkan dari peternakan yang menerapkan sistem kesejahteraan hewan. 3) Menjadi produsen pilihan konsumen yang peduli terhadap isu kesejahteraan hewan, keamanan dan kualitas pangan, kesehatan manusia, serta lingkungan.

Di Indonesia, Undang-Undang No. 18/2009 Pasal 1 ayat 42 menjadi dasar hukum kesejahteraan hewan. Akan tetapi kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu kesejahteraan hewan masih menjadi tantangan yang besar. Kesejahteraan ternak atau hewan sebenarnya sesuatu yang sangat mungkin untuk dipahami dan diterapkan, asalkan kita mau merefleksikan lima prinsip kebebasan tersebut pada diri kita sendiri, sebagai sesama makhluk Tuhan.

Pada dasarnya, pemenuhan hak asasi pada ternak maupun manusia tidak terlalu berbeda, hanya penerapannya yang masih sulit. Sebagai manusia kita lebih sering menuntut hak daripada melakukan kewajiban. Begitu juga sebagai peternak, kita lebih sering menuntut produktivitas ternak yang tinggi, namun sering melupakan kewajiban kita untuk menyejahterakan ternak. Sepertinya memang benar, saat ini ternak adalah mesin penghasil produk pangan yang dituntut untuk terus berproduksi. ***


Ditulis oleh:
Muhsin Al Anas
Dosen Fakultas Peternakan UGM

OBAT ASAL TUMBUHAN BANTU ATASI KECACINGAN

Salah dua dari obat asal tumbuhan untuk membantu mengobati kecacingan. (Foto: Istimewa)

Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit cacing yang bisa menyerang manusia maupun hewan yang dapat bersifat zoonosis. Lokasi penyerangan bisa di saluran pencernaan, jantung, ginjal, mata, otak, dan lain-lain.

Pada manusia, cacing yang sering ditemukan di antaranya cacing tambang (Ancylostomum sp.), cacing gelang (Ascaris sp.), cacing pita (Taenia sp.). Penularan biasanya disebabkan oleh tertelannya telur cacing yang kemudian menetas dan cacing pun tumbuh dewasa seiring berjalannya waktu.

Gejala dari kasus kecacingan adalah sakit perut hingga diare, mual, muntah, badan terasa lemas, rasa gatal pada anus, berat badan menurun drastis, gangguan pencernaan, terkadang buang air besar berdarah, perut buncit, dan diikuti nafsu makan menurun.

Dewasa ini jika ada kasus kecacingan, sering diberikan obat kimiawi dan jarang menggunakan obat berasal dari tumbuhan atau bahan nabati. Bahkan di pakan ternak pun belum banyak menggunakan bahan nabati.

Kali ini akan disampaikan pemakaian obat cacing yang berasal dari bahan nabati yang dapat digunakan sebagai terapi atau pencegahan untuk manusia maupun hewan/ternak:

• Bawang putih mengandung asam amino yang memiliki sifat anti-parasit, juga dapat membunuh mikroba di dalam tubuh secara cepat.

• Buah mangga merupakan buah favorit banyak orang, karena rasanya yang manis dan menyegarkan. Di sisi lain, kulit mangga yang awalnya dibuang sebagai limbah ternyata dapat digunakan sebagai obat cacing karena mengandung AHA (Alpha Hydroxy Acid) yang bersifat antel mintik dan mampu membunuh bakteri dalam tubuh, yaitu pada kelompok asam alaminya. Jika diberikan untuk manusia, cukup merebus kulit mangga yang sudah dicuci bersih, lalu minum air rebusannya setiap hari sampai cacing keluar dari tubuh. Sedangkan untuk ternak, kulit mangga diolah bersama bahan pakan lainnya.

• Biji labu terdapat asam amino, senyawa berberin, asam lemak, palatine, cucuritine, cucurbitacin yang dapat melumpuhkan cacing di dalam perut dengan melepaskannya dari dinding usus dan mengeluarkannya melalui feses. Menurut International Journal of Molecular Sciences pada 2016, biji labu dapat membunuh parasit yang bersarang di dalam usus. Biji labu dikeringkan lalu dibuat serbuk menjadi kapsul atau diseduh dengan air hangat, sedangkan untuk ternak bisa dicampurkan dalam pakan.

• Biji pepaya yang sudah matang mengandung hentriacontane, carpaine, benzyl isothiocyanate, caricin, dan benzyl thiourea yang berperan sebagai senyawa pembunuh parasit. Mampu menurunkan risiko peradangan di dalam usus yang disebabkan oleh telur cacing dan cacing dewasa. Pada hewan ternak, biji papaya kering dapat dicampurkan pada bahan baku pakan.

• Daun pepaya juga mampu mengatasi penyakit kecacingan. Untuk terapi manusia, cuci selembar daun pepaya dan 15 gram akar pohon bunga melati sampai bersih, lalu rebus bersama 600 ml air. Didihkan air sampai terjadi perubahan warna dan berkurang hingga 50%. Air rebusan tersebut diminum dua kali sehari untuk hasil optimal. Selain membantu mengatasi kecacingan, air rebusan daun pepaya juga mampu mengobati penyakit pencernaan lainnya seperti diare, perut kembung, sembelit, peradangan usus, sakit ulu hati dan mual yang diakibatkan infeksi bakteri. Untuk ternak, campurkan daun papaya kering pada bahan baku pakan dalam jumlah secukupnya. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan komposisinya.

• Wortel kaya akan vitamin A yang bagus untuk kesehatan mata juga bisa membantu mengatasi penyakit kecacingan. Untuk manusia, lima buah wortel diiris dan dihaluskan sampai sarinya keluar. Diminum setiap pagi saat perut masih kosong. Untuk ternak, wortel bisa ditambahkan saat pembuatan pakan.

• Jahe telah dijadikan obat alami untuk berbagai penyakit. Senyawa yang disebut dengan gingerol dapat meningkatkan kesehatan pencernaan dan membantu menghilangkan cacing dalam usus.

• Cengkeh mengandung senyawa eugenol yang merupakan agen antibakteri yang kuat. Cengkeh berperan sebagai zat germicidal dan antelmintik dapat memicu penghancuran parasit usus, termasuk larva maupun telurnya. Konsumsi larutan ini secara teratur dapat membantu menghancurkan cacing usus, larva, dan telurnya. Hanya diperlukan 2-3 siung cengkeh ke dalam secangkir air yang dididihkan selama lima menit dan disaring.

• Minyak jarak organik atau biji jarak dapat digunakan sebagai obat kecacingan, karena memiliki sifat laksatif yang kuat. Minyak ini dapat meningkatkan sekresi dari lendir usus apabila diminum bersama air hangat, yang dapat memaksa keluar racun dan parasit yang ada di dalam pencernaan.

• Kunyit mengandung zat curcumin memberikan banyak manfaat, termasuk kemampuan menyingkirkan cacing usus. Curcumin memiliki sifat antelmintik dan antimikrobial.

• Cabai bubuk mengandung zat capsaicin yang membantu membunuh parasit di dalam saluran pencernaan. Cabai juga dapat meningkatkan kerja pencernaan yang membuat proses penyingkiran cacing usus lebih mudah.

• Daun mimba membantu membunuh dan menghilangkan parasit dari dinding usus. Hal ini karena terdapat kandungan sifat anti-parasitik.

• Kayu manis dapat meningkatkan suhu di dalam usus, sehingga parasit sulit untuk bertahan. Hal ini juga dapat meningkatkan aktivitas pencernaan dan membuat ekskresi parasit lebih mudah.

• Lidah buaya adalah salah satu solusi terbaik untuk mengobati cacing usus, mempunyai efek pencahar yang membantu membersihkan semua racun serta parasit dari perut.

• Biji anggur mengandung oligomeric proanthocyanidin complexes (OPCs) yang memberikan sifat antimikrobial yang dapat membantu menyingkirkan cacing usus.

• Biji lemon dapat menghilangkan parasit dari perut dengan cara menghambat aktivitas cacing karena adanya kandungan vitamin C.

Obat anti-parasit nabati yang telah dipaparkan di atas dapat mempercepat proses pembersihan usus, sehingga sangat membantu mengeluarkan cacing dari dalam pencernaan.

Kendati demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut sebagai bahan campuran pakan ternak guna pengganti antelmintik berasal dari bahan kimiawi. Mungkin peternak bisa mencoba sendiri agar pengeluaran cost untuk obat-obatan bisa ditekan.

Sebagai langkah pencegahan cacingan pada manusia, dapat memperhatikan hal di antaranya, mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, maupun dari toilet, hindari mengonsumsi ikan dan daging mentah/setengah matang, cuci dan kupas buah dan sayuran sebelum dimasak, sterilkan peralatan yang mungkin berhubungan dengan daging, hindari kontak langsung dengan tanah, dan selalu membawa pembersih tangan. ***


BEGINI AGAR AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN

kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan salah satunya jagung. (Foto: Dok. Infovet)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas dapat menyebabkan kerugian sangat besar.

Ancaman Serius
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, sebut saja jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan sampai dengan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan jika keduanya terkontaminasi mikotoksin.

Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin 2017, menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut konsultan perunggasan sekaligus anggota Dewan Pakar ASOHI, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan di lapangan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata. Kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujar Tony.

Dirinya menyarankan agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel, baik berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan dan lain sebagainya.

“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek itu ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” tegasnya.

Meminimalisir Risiko
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Technical Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Agus Prastowo, mikotoksin dapat merusak performa secara diam-diam. Hal ini tentu saja karena mikotoksin selalu ditemukan dalam pakan (dengan kadar berbeda), tidak memiliki simtom spesifik dan semakin panjang periode pmeliharaannya akan semakin berbahaya.

“Membunuh diam-diam dan tanpa gejala itu lebih berbahaya, mungkin untuk kematian mikotoksin ini kurang, tetapi kalau sudah kena jadinya imunosupresif. Pas kita yakin ayam sehat ternyata imunnya enggak bagus, pas ada masuk penyakit, kena, matinya banyak, pasti rugi. Makanya ini bahaya banget,” tutur Agus.

Lebih lanjut dikatakan, sangat sulit mendeteksi keberadaan mikotoksin pada bahan baku pakan karena tidak terlihat, tidak berbau dan tidak berasa. Ia juga memberi contoh misalnya toksin dari jenis zearalenone yang dapat berikatan dengan komponen nutrisi yang berbeda-beda. Jika zearalenone berikatan, misalnya dengan glikosida, (ikatan zearalenone-glikosida), maka toksin zearalenone ini akan sulit terdeteksi dengan metode konvensional.

“Itu namanya masked mikotoksin, kalau ikatan itu sampai terurai setelah tercampur dengan empedu di duodenum, maka sifat toksik zearalenone itu akan keluar dan membahayakan yang memakannya. Selain zearaleone, beberapa toksin seperti fumonisin dan okratoksin juga bisa membentuk ikatan tadi,” ungkap Agus.

Jadi apa yang harus dilakukan dalam menghadapi toksin? Sebagian besar orang pasti akan terpikirkan tentang toxin binder ketika dihadapkan dengan mikotoksin. Toxin binder memang sudah lama digunakan utamanya dalam industri pakan ternak. Berbagai macam toxin binder dengan beragam kandungan zat aktif beredar dan saling klaim menjadi yang terbaik.

Padahal tidak semua mikotoksin dapat diikat dengan jenis toxin binder yang sama. Misalnya saja mikotoksin Fusarium sp. yang strukturnya tidak bisa diikat dengan toxin binder biasa. Butuh trik lain dalam menghadapinya. Daripada repot menggunakan banyak produk, akan lebih baik jika dilakukan upaya pencegahan.

Menurut Direktur PT Farma Sevaka Nusantara, Drh I Wayan Wiryawan, permasalahan mikotoksin memang bisa dibilang kompleks dan menyeluruh. Maksudnya, penanganan mikotoksin tidak hanya harus dicegah di hilir dalam produk jadi (pakan), tetapi juga harus dicegah di hulu (tanaman bahan baku pakan).

“Sekarang begini, kalau kita hanya fokus di satu sektor, hilir saja misalnya, apa yang bisa kita lakukan selain pemberian toxin binder atau mould inhibitor saja kan? Karena sifatnya toksin ini juga tahan panas, jadi sulit untuk diurai. Makanya ini harus diminimalisir juga di sektor hulunya,” kata Wayan.

Ia mencontohkan bahwa petani jagung atau bahan baku pakan lainnya juga harus diedukasi, mau tidak mau harus dilakukan karena menurut dia jagung lokal banyak yang memiliki kadar air di bawah standar yang ditentukan pabrik pakan. Sehingga keadaan ini membuat jagung menjadi rentan terkontaminasi mikotoksin pada saat penyimpanan.

“Saya bukannya bilang kita harus impor jagung karena jagung lokal banyak toksinnya ya, maksud saya, petani kita harus dibantu. Selama ini banyak yang mengandalkan matahari saja untuk menjemur jagungnya, coba diberi corn dryer, dibantu dan disubsidi juga begitu. Saya yakin mereka bisa menghasilkan jagung yang memenuhi standar pabrik pakan,” ungkapnya.

Beberapa upaya pencegahan yang secara aktif dapat dilakukan bagi produsen pakan maupun peternak self-mixing di antaranya: 

• Rutin memeriksakan kualitas bahan baku, terutama saat kedatangan bahan baku atau ransum. Jangan segan-segan untuk melakukan reject kalau ditemukan bahan baku ransum yang terkontaminasi jamur, mengingat fenomena jamur ini seperti fenomena gunung es. Selain itu, pastikan kadar airnya tidak terlalu tinggi, >14% sehingga bisa menekan pertumbuhan jamur.

• Pengaturan manajemen penyimpanan bahan baku ransum. Setidaknya berikan alas (palet) pada bahan baku yang ditumpuk dan diatur posisi penyimpanannya sesuai dengan waktu kedatangannya (first in first out/FIFO). Suhu dan kelembapan tempat penyimpanan harus diperhatikan. Hindari penggunaan karung tempat ransum secara berulang dan lakukan pembersihan gudang secara rutin. Saat ditemukan serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur.

• Saat kondisi cuaca tidak baik, apalagi musim penghujan, tambahkan mold inhibitors (penghambat pertumbuhan jamur), seperti asam organik atau garam dari asam organik tersebut. Salah satu bahan aktif mold inhibitor yang umum ditemui yakni Asam propionat.

Apabila kondisi memburuk dan ternyata memang ditemukan ada kontaminan mikotoksin dalam jumlah di atas standar, upaya yang dapat dilakukan yakni:

• Membuang pakan yang terkontaminasi jamur dengan konsentrasi tinggi, mengingat mikotoksin bersifat sangat stabil.

• Jika yang terkontaminasi sedikit, bisa dilakukan pencampuran dengan bahan baku atau ransum yang belum terkontaminasi. Tujuannya tidak lain untuk menurunkan konsentrasi mikotoksin. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahan baku ini hendaknya segera diberikan ke ayam agar konsentrasi mikotoksin tidak meningkat.

• Penambahan toxin binder (pengikat mikotoksin), seperti zeolit, bentonit, hydrate sodium calcium aluminosilicate (HSCAS) atau ekstrak dinding sel jamur. Antioksidan, seperti butyrated hidroxy toluene (BHT), vitamin E dan selenium juga bisa ditambahkan untuk mengurangi efek mikotoksin, terutama aflatoksin, DON dan T-2 toksin. Meskipun tidak 100% dapat mengikat, tetapi risiko harus tetap dipertimbangkan.

• Suplementasi vitamin, terutama vitamin larut lemak (A, D, E, K), asam amino (methionin dan penilalanin) maupun meningkatkan kadar protein dan lemak dalam ransum juga mampu menekan kerugian akibat mikotoksin. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

AUDIENSI BERSAMA PETERNAK, AMRAN TEGASKAN: NEGARA DIBANGUN UNTUK MEMBANTU RAKYATNYA

Foto bersama saat audiensi antara Mentan Amran dengan para peternak unggas rakyat. (Foto: Istimewa)

Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, melakukan audiensi dengan para peternak unggas rakyat di kantornya pada Kamis (28/12/2023). Pada audiensi tersebut, Amran menegaskan keberpihakan pemerintah kepada para peternak rakyat.

“Negara dibangun untuk membantu rakyatnya,” tegas Amran dalam keterangan tertulisnya. Ia pun meminta jajarannya untuk merumuskan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang tata kelola ternak unggas. Diharapkan dengan peraturan terbaru tersebut nantinya akan lebih mudah bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan pasokan unggas nasional.

”Pendekatan dalam membenahi tata kelola peternakan unggas ini memang harus dilakukan secara holistik, tidak bisa parsial,” terang dia.

Pada kegiatan audiensi turut hadir sejumlah asosiasi peternak rakyat, antara lain Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), dan Forum Peternak Layer Nasional.

Salah satu peternak asal Blitar, Nafisa, turut memberikan apresiasi salah satunya terkait respon cepat pemerintah dalam mengatasi permasalah pakan. ”Saya seorang ibu peternak. Ketika Pak Amran diangkat sebagai Menteri Pertanian, kami tidak percaya Bapak waktu itu. Kami ini sudah pasti mati lambat laun. Tapi setelah saya melihat sendiri kebijakannya, saya sangat apresiasi, saya sangat berterima kasih,” ungkap Nafisa.

Ia menyebut bahwa pemerintah bergerak cepat dalam mengatasi kendala pakan yang dialami para peternak unggas. Secara langsung, Kementerian Pertanian meminta Perum Bulog untuk menyalurkan jagung pakan khusus bagi para peternak rakyat.

”Ketika jagung belum ada, kami ini sampai menangis. Teman-teman kami bisa mati. Kapanpun bisa mati. Alhamdulillah Bapak Menteri Pertanian berusaha meng-cover kami,” ucapnya.

Lebih lanjut disampaikan, penyaluran stok jagung pakan telah berhasil membangkitkan usaha ternak miliknya maupun rekan-rekan peternak lainnya yang sempat kesulitan akibat kekurangan pakan.

”Memang peraturannya ketat (penyaluran stok pakan) dilakukan by name dan by address. Tapi kami ikuti semuanya. Alhamdulillah akhirnya kami punya jagung,” tukasnya. (INF)

UPAYA MENGATASI KASUS KERDIL PADA UNGGAS

Penanganan DOC yang kurang optimal pada periode awal akan memengaruhi pertumbuhan bobot ayam pada periode berikutnya. Foto: (ANTARA/HO-WAP)

Ada beberapa upaya yang harus lebih diperhatikan agar ayam tidak mengalami kekerdilan dan tumbuh dengan normal. Beberapa di antaranya tentu saja faktor manajemen dan upaya kontrol yang lebih ketat.

Perlu diingat bahwa dampak yang muncul dari kekerdilan dapat menimbulkan kerugian ekonomi sehubungan dengan gangguan pertumbuhan dan pencapaian bobot panen yang rendah, peningkatan konversi ransum, serta peningkatan jumlah ayam afkir. Hasil penelitian Hidayat (2014), menyebutkan bahwa sindrom ini dibagi menjadi beberapa kategori:
• Jika terjadi sebanyak 5-10% dari populasi, termasuk kategori ringan.
• Jika kejadian mencapai > 10-30% dari populasi, termasuk kategori buruk.
• Jika kejadian mencapai > 30% dari populasi, termasuk dalam kategori bencana besar.

Kasus ayam kerdil sendiri di lapangan sering kali terbagi menjadi dua kategori, yaitu jika dalam waktu lima minggu bobot ayam kurang dari 200 gram setiap ekornya maka dikategorikan sebagai kasus “runting”. Namun jika kekurangan bobotnya antara 200 gram sampai 1 kg maka dikategorikan sebagai kasus “stunting”.

Perhatikan Manajemen Brooding
Menurut salah seorang konsultan perunggasan, Carlim, kejadian pada broiler kebanyakan 50% adalah stunting. “Kalau dulu waktu saya masih pegang broiler itu kalau brooding enggak benar, sehabis diangkat itu brooder pasti langsung kelihatan, keciri pokoknya. Makanya saya bilang ‘ritual’ brooding itu sangat sakral, kalau enggak bisa lewati itu dengan baik pasti hancur,” kata Carlim.

Pasalnya lanjut dia, pada masa ini sering disebut dengan masa kritis karena terjadi pertumbuhan yang pesat, dimana terjadi pembelahan (hiperplasia) dan pembesaran (hipertropi) sel-sel tubuh ayam. Perkembangan organ yang terjadi meliputi sistem kekebalan, pencernaan, pernapasan, maupun termoregulasi.

Ketersediaan ransum saat chick-in dan tercapainya feed intake berpengaruh terhadap besar dan panjangnya usus, pengaturan suhu tubuh anak ayam, dan tingkat kepadatan. Penanganan DOC yang kurang optimal pada periode ini akan memengaruhi pertumbuhan bobot ayam pada periode berikutnya.

Kualitas Pakan Harus Jempolan
Pertumbuhan ayam sangat cepat tentu dipengaruhi kecukupan dan kandungan nutrisi ransum. Hal yang kadang terlewat dari pantauan adalah mengontrol keberadaan jamur atau toksinnya. Kualitas ransum dapat berkurang akibat adanya jamur dan mikotoksin.

Jika terdapat jamur di dalam kandungan ransum, nilai nutrisi yang berada di dalam ransum akan turun, sehingga nilai nutrisi yang diberikan kepada ayam tidak optimal. Selain itu, jangan lupa bahwa jamur juga akan menghasilkan metabolit sekunder yakni mikotoksin yang akan mengiritasi saluran pencernaan, sehingga penyerapan nutrisi terganggu. Lama penyimpanan ransum juga berpengaruh pada kandungan nutrisi. Vitamin dalam ransum akan menurun seiring masa penyimpanan.

Selain kualitas ransum, kuantitas/kecukupan asupan ransum dan minum juga berpengaruh pada pertumbuhan ayam. Kekurangan ransum dan air minum akan menyebabkan kompetisi antar ayam. Dampaknya, jumlah ransum yang masuk ke tubuh ayam kurang dan membuat pertumbuhan bobot badannya tidak seragam.

Masalah ransum inilah yang paling sensitif dan kerap kali disalahkan para peternak, pabrik pakan pun sering menjadi sasaran. Menjawab hal tersebut Nutrisionis dan Formulator PT Agrosari Nusantara, Intan Mustika Herfiana, mengatakan bahwa hal tersebut adalah suatu yang klise.

“Saya mengerti sekali masalah ini, tapi sebagaimana kita ketahui kalau semua pabrik pakan pasti sudah menguji kualitas pakan yang diproduksi, enggak mungkin kalau jelek akan dijual. Kalau masalah nutrisinya kurang, karena pakan juga ada grade-nya, kalau pakannya yang paling rendah grade-nya masa mau bagus? Ada faktor lain yang harus diusut dan ditelusuri,” tuturnya kepada Infovet.

Oleh karenanya, Ika-sapaannya, mengimbau peternak agar tidak buru-buru menyalahkan pakan yang digunakan apabila terjadi sindroma kekerdilan. Sebaiknya peternak menguji ulang pakan yang digunakan, baik dari segi nutrisi dan kualitasnya.

“Ini sulit diubah, mindset peternak sudah terbiasa begitu, kalau sudah begitu terus mau pakai pakan merek apapun kalau tiba-tiba drop performanya sama saja bohong,” ucapnya.

Meminimalisir Stres dan Imunosupresi
Stres adalah kondisi yang harus dihindari. Namun, hewan tidak bisa begitu saja terhindar dari stres, hal ini berkaitan dengan proses pemeliharaan. Dalam kondisi stres ayam akan memproduksi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dalam jumlah berlebihan, sehingga akan menghambat proses metabolisme tubuh dan penurunan penyerapan nutrisi ransum.

Dalam hal ini ayam akan tetap banyak makan tetapi tidak diikuti dengan peningkatan bobot badan yang optimal. Stres juga membuat ayam mengalami imunosupresi, sudah penyerapan nutrisi berkurang, konsumsi pakan menurun ditambah imunosupresi, ayam akan semakin rentan tidak hanya terhadap kekerdilan, tetapi juga penyakit infeksius.

Dalam suatu webinar, Drh Jumintarto dari PT Kertamulya Saripakan, pernah menyampaikan bahwa untuk mengecek kondisi ayam di kandang dalam keadaan stres atau tidak, yang paling terlihat adalah pada bulu bagian sayap.

“Ayam yang berada dalam kondisi yang baik, pertumbuhan bulu di sayapnya akan terlihat rapih, teratur, konformasinya jelas dan enak dilihat. Tetapi kalau dia stres, bulu akan terlihat kusut, tidak teratur, sedikit mengalami penjarangan (kebotakan), dan batangnya mudah patah,” tuturnya.

Dia menjelaskan bahwa apabila gejala seperti itu terlihat, maka seorang dokter hewan harus dapat mengidentifikasi kesalahan dalam manajemen pemeliharaan. Segera setelah ditemukan, dilakukan perbaikan secara menyeluruh untuk menyelamatkan flock tersebut dari stres.

Selain beberapa faktor di atas, kualitas DOC juga memegang peranan penting. Layaknya pakan, DOC juga memiliki grade tertentu. Biasanya grade terbawah memiliki kualitas kurang baik ketimbang grade di atasnya.

Jauhkan Ayam dari Infeksi
Seperti yang sudah disebutkan, beberapa agen infeksius turut berperan penting dalam kasus kekerdilan, antara lain reovirus, entero-like virus, dan picornavirus. Sementara agen bakterial yang terlibat dalam kasus ini umumnya yang menginfeksi saluran pencernaan, seperti E. coli (colibacillosis) maupun clostridium perfringens (necrotic enteritis).

Keberagaman dan kompleksitas agen penyebab sindrom kekerdilan ini menyebabkan kesulitan dalam melakukan diagnosis secara pasti, ditambah dengan gejala klinis yang diperparah oleh faktor eksternal, misalnya stres akibat brooding yang kurang optimal.

Oleh karena itu, dalam menjauhkan ayam dari penyakit infeksius diperlukan pengaplikasian biosekuriti yang baik di peternakan. Praktik biosekuriti yang wajib dilakukan yakni mengendalikan lalu lintas kendaraan dan sarana peternakan yang keluar/masuk kandang. Kemudian pengaturan kunjungan operator maupun manajer kandang, contohnya kunjungan dilakukan dari ayam sehat kemudian ke ayam yang sakit. Intinya terapkan biosekuriti secara baik dan benar, agar ayam dan manusia terhindar dari berbagai jenis penyakit infeksius yang membahayakan. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer