Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini dirjen peternakan dan kesehatan hewan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TIMOR LESTE KEMBALI TERTARIK IMPOR PRODUK PETERNAKAN INDONESIA

Day old duck. (Sumber: Istimewa)

Indonesia berpeluang menambah ekspor komoditas peternakan, kali ini untuk Day Old Duck (DOD) Final Stock (FS) Itik Gunsi dan pakan ternak ke Timor Leste. Hal ini disampaikan oleh pemerintah Timor Leste yang menilai produk peternakan Indonesia berkualitas baik dan memenuhi syarat.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Timor Leste, Domingos Gusmao, mengemukakan, Indonesia telah menerapkan kompartementalisasi sesuai peraturan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), sehingga komoditas yang dihasilkan terjamin sehat dan aman dari penyakit. Hal itu disampaikan Gusmao pada Exit Meeting dalam rangkaian kegiatan Impor Risk Analysis (IRA), Rabu (28/8/2019).

“Kami selaku Tim Audit Timor Leste telah melakukan audit untuk produk DOD FS Itik Gunsi - Peking Khaki Champbell (PKC) di PT Putra Perkasa Genetika, Gunung Sindur, Bogor, kemudian melakukan audit pakan ternak di PT Sinar Indo Chem, Sidoarjo,” kata Gusmao.

Pihaknya pun menyatakan bahwa berdasarkan hasil IRA, maka tim merekomendasikan produk peternakan DOD dan pakan ternak Indonesia dapat masuk ke Timor Leste. “Untuk waktu pelaksanaan ekspor kami akan segera memberikan informasi secara G to G,” katanya. Selain DOD dan pakan ternak, Tim IRA Timor Leste juga menyatakan ketertarikannya untuk mengimpor kambing PE dan Etawa, Babi dan obat hewan milik Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, menyambut baik hal tersebut dan berharap bahwa Timor Leste telah mendapatkan gambaran lengkap dari seluruh proses bisnis yang dilakukan pada setiap unit usaha di Indonesia yang telah menerapkan sistem dalam menjami mutu produk peternakan yang dihasilkan sesuai persyaratan Internasional.

“Jaminan mutu antara lain dengan adanya implementasi Sistem Kompartementalisasi bebas AI serta sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner, telah mengikuti standar nasional maupun internasional dari OIE maupun CODEX Alimentarius, sehingga produk yang dihasilkan aman dikonsumsi. Indonesia berkomitmen membantu pemerintah Timor Leste dalam penyediaan bahan pangan asal ternak yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH),” ujar Ketut.

Pada kesempatan exit meeting, Ketut juga menyampaikan apresiasi atas kerjasama teknis kedua negara telah diwujudkan secara nyata melalui kerjasama perdagangan ekonomi yang saling menguntungkan. Hal ini tentunya didasari atas kepercayaan dan keyakinan Timor Leste terhadap komoditas peternakan Indonesia.

Berdasarkan data BPS, Pusdatin Kementan 2018, volume ekspor komoditas peternakan ke Timor Leste mencapai 10.094 ton dengan nilai USD 9.525.928, 55. Komoditas produk yang diekspor terbanyak yakni pakan ternak sebesar 4.329 ton dan susu sebanyak 2.958 ton. (INF)

EKSPOR OBAT HEWAN SUMBANG DEVISA RP 26 TRILIUN

Ekspor industri obat hewan menjadi penyumbang devisa terbesar di sektor peternakan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat rekomendasi ekspor produk peternakan sejak 2015 sampai semester I 2019 telah menyentuh nilai Rp 38,39 triliun. Kontribusi terbesar untuk ekspor peternakan datang dari kelompok obat hewan dengan jumlah transaksi senilai Rp 26 triliun.

“Terdapat lebih dari 90 negara yang menjadi tujuan ekspor utama obat hewan buatan Tanah Air. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor antara lain Belgia, Amerika Serikat, Jepang dan Australia,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, (Dirjen PKH) Kementan, I Ketut Diarmita, dalam keterangan persnya, Senin (19/8/2019). 

Tingginya nilai ekspor obat hewan ini, kata Ketut, sangat menggembirakan bagi dunia usaha bidang obat hewan. Fakta ini sekaligus menunjukkan bahwa industri obat hewan mempunyai kontribusi besar dalam peningkatan devisa negara.

“Di era perdagangan bebas dan pesatnya perkembangan teknologi mengharuskan pemerintah semakin kreatif dengan meningkatkan produksi dan ekspor obat hewan,” katanya. 

Sejak diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2016 lalu, Kementan terus mendorong peningkatan jumlah produsen obat hewan dalam negeri. Berdasarkan data Direktorat Jenderal PKH, saat ini terdapat 61 dari 95 produsen obat hewan dalam negeri yang telah memiliki Sertifikat Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB).

Menurutnya, penerapan CPOHB dan percepatan administrasi pelayanan rekomendasi menjadi upaya yang terus didorong untuk peningkatan ekspor obat hewan. “Sertifikat CPOHB menjadi acuan bahwa obat hewan yang diproduksi terjamin mutu, keamanan dan khasiatnya, sehingga berdaya saing tinggi,” ucap dia.

Selain itu, pemerintah juga terus mendorong produsen obat hewan agar kreatif mengembangkan produk dari bahan lokal. Penggunaan bahan lokal diharapkan dapat mengurangi bahan baku obat hewan impor.

“Pelaku usaha didorong agar produk prebiotik dapat memanfaatkan bahan tanaman dan herbal, selain itu juga untuk produk immunostimulan, serta vaksin dari mikroorgamisne dan zat penambah yang ada di Indonesia,” tandasnya. (INF)

Harga Sapi Lokal per Oktober Stabil

Ilustrasi (sumber: unsplash)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), I Ketut Diarmita mengemukakan saat ini harga sapi lokal di tingkat peternak cukup stabil, per 8 Oktober 2018 sebesar Rp 44.123 per kg berat hidup. Harga pada minggu pertama Oktober 2018 sebesar Rp 44.237 per kg berat hidup.

Ketut menjelaskan untuk harga daging sapi lokal di tingkat konsumen juga cenderung stabil. Rata-rata saat ini sebesar Rp 112.963 per kg, dibandingkan pekan pertama Oktober 2018 sebesar Rp 112.968 per kg.

Pemerintah melakukan impor daging sapi dan kerbau dikarenakan kebutuhan konsumsi daging di Indonesia cukup besar sekitar 662.540 ton untuk tahun ini.

Seperti dikutip dari laman kontan.co.id, Ketut menyatakan impor dilakukan dengan merujuk berdasarkan konsumsi per kapita untuk daging sapi atau kerbau sebesar 2,5 kg per tahun dengan jumlah penduduk tahun 2018 sebesar 265.015 ribu jiwa.

Menurut Ketut, produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan konsumsi tersebut. Produksi daging dalam negeri tahun 2018 sekitar 2.785.193 ekor setara dengan 429.410 ton daging sapi, sehingga terdapat kekurangan suplai sebesar 233.130 ton.

Kekurangan pasokan tersebut dipenuhi dari impor sapi bakalan sebanyak 600.000 ekor setara dengan 119.620 ton dan impor daging sapi atau kerbau sekitar 113.510 ton.

“Harga daging sapi dan kerbau impor sesuai dengan Permendag 96 tahun 2018 sampai saat ini Rp 80.000 per kg. Harga tersebut sebagai harga acuan tertinggi penjualan di tingkat konsumen,” kata Ketut.(Sumber: kontan.co.id)


Dirjen PKH I Ketut Diarmita Segera Raih Gelar Doktor

Di tengah kesibukannya sebagai Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, diam-diam Drh. I Ketut Diarmita MP terus memperdalam ilmunya  hingga jenjang tertinggi. Direncanakan akhir Juli 2018 ini ia secara resmi akan menerima gelar doktor dari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar (IDHN) dengan judul desertasi "Kajian Penerapan Animal Welfare dalam Pelaksanaan Caru di Bali".

Kepastian tersebut diterima Infovet dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui komunikasi whatapps. Menurut Dirjen, acara promosi gelar doktor akan berlangsung Selasa 31 Juli 2018 pukul 10 -12 WITA di gedung Aula Pascasarjana IHDN, Jl Kenyeri no 57 Denpasar, Bali.

Sebelumnya, pada saat menyampaikan sambutan di acara Opening Ceremony Indonesia International Pets Expo (IIPE). di ICE BSD (20 Juli),  Dirjen juga menyampaikan bahwa meskipun tugas sebagai Dirjen sangat menyita waktu, tapi ia tetap berusaha menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi. "Mohon doanya, dalam waktu dekat saya akan ke denpasar untuk ujian terbuka gelar doktor," kata Dirjen yang disambut tepuk tangan hadirin.

"Ujian tertutup sudah selesai, tinggal ujian terbuka. Kebetulan salah salah satu profesor yang menguji saya hadir di sini," katanya sambil menunjuk salah satu profesor yang hadir di tengah acara pembukaan IIPE.

Selamat buat Pak Dirjen. Semoga dengan ilmu yang makin berbobot, semakin tinggi nilai pengabdiannya untuk masyarakat Indonesia. ***


Dirjen PKH Buka Pertemuan ACCAHZ di Yogyakarta

ACCAHZ dihadiri perwakilan negara anggota ASEAN, ASEAN Sekretariat dan FAO Regional Asia Pacific (Foto:Istimewa)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia I Ketut Diarmita resmi membuka penyelenggaraan pertemuan ASEAN Coordinating Center for Animal Health and Zoonosis (ACCAHZ) Preparatory Committee ke-14, Rabu (27/6/2018). Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ke depan ini berlangsung di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta.

ACCAHZ dihadiri oleh seluruh perwakilan negara anggota ASEAN, ASEAN Sekretariat dan FAO Regional Asia Pacific. Dalam kegiatan tersebut Kepala Balai Besar Veteriner Wates dan perwakilan Dinas Pertanian Provinsi DIY pun hadir.

Dirjen PKH bersama Wongsathaporncai PhD, Regional ASIAN FAO Coordinator (Foto: Istimewa)
Indonesia selaku tuan rumah, pada momen ACCAHZ tersebut dimanfaatkan untuk mempromosikan ekspor hewan dan produknya. Ketut menyampaikan, saat ini Indonesia telah mengekspor produk unggas olahan, telur tetas dan DOC, serta obat hewan ke negara ASEAN.

Tepatnya hari ini pada 28 Juni 2018, Ketut mengungkapkan Indonesia melakukan pelepasan ekspor kambing sebanyak 2.100 ekor ke Malaysia sebagai awal pengiriman yang akan berkelanjutan.

“Melalui berbagai kesempatan internasional maupun regional, Indonesia secara konsisten memberikan informasi terkait jaminan keamanan dan kesehatan hewan, serta produknya yang akan di ekspor guna menembus dan memperlancar hambatan/barier lalu lintas perdagangan,” terang Ketut dalam keterangan resminya, kemarin.

Lanjut Ketut, saat ini masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali menjadi hambatan dalam menembus pasar global.

Dalam kesempatan ini, Ketut juga menyampaikan pentingnya pembentukan ACCAHZ sebagai manifestasi tekad dan komitmen ASEAN dalam melindungi kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan, serta memastikan kecepatan respon kejadian terkait kasus penyakit hewan dan zoonosis, khususnya penyakit hewan lintas batas (tranboundary animal diseases/TADs) di wilayah regional ASEAN.

"Keberadaan ACCAHZ di wilayah regional ASEAN akan memberikan jaminan terhadap keterbukaan informasi munculnya penyebaran TADs terutama yang bersifat zoonosis, sehingga langkah-langkah strategis dapat segera dilakukan dalam mengantisipasi penyebaran penyakit hewan yang mengancam kesehatan masyarakat, keamanan dan ketahanan pangan, serta pembangunan sektor peternakan yang berkelanjutan untuk mendukung ekspor hewan dan produk hewan ke pasar internasional," tegasnya.

Pembentukan ACCAHZ diinisiasi sejak tahun 2012. Perjanjian kerjasama ACCAHZ telah ditandatangani oleh seluruh Menteri Pertanian negara-negara anggota ASEAN pada pertemuan ASEAN Ministry of Agriculture and Forestry (AMAF) ke-38 di Singapura pada 7 Oktober 2017 lalu.

Menindaklanjuti penandatanganan perjanjian kerjasama tersebut, maka diperlukan pengaturan lebih lanjut terkait hal-hal teknis seperti pengaturan prosedur (Rule of Procedures/ROP), perjanjian Host Country, deposit anggaran, pengaturan keuangan serta pengaturan Governing Board sebagai pengambil keputusan dalam kerangka ACCAHZ. Bertindak sebagai tuan rumah, Indonesia mengambil tanggungjawab terhadap business arrangement and office conduct, yang akan menjadi salah satu chapter dalam dokumen ROP.

Ketut menekankan, kesepakatan ASEAN melalui ACCAHZ bertujuan meningkatkan kerjasama teknis dan perdagangan yang saling menguntungkan dengan komitmen dan perencanaan serta implementasi yang baik.  Indonesia mempertahankan status bebas penyakit hewan tertentu yang dipandang strategis oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) antara lain penyakit Mulut dan Kuku, Sapi Gila dan Rinderpest

Hal tersebut merupakan nilai lebih bagi Indonesia dalam upaya pengendalian penyakit serta jaminan keamanan produk hewan di wilayah ASEAN, sehingga dapat meyakinkan sekaligus memperlancar proses ekspor hewan dan produk hewan ke negara-negara di kawasan ASEAN. (NDV)


Tingkatkan Daya Saing Produk Olahan Peternakan, Kementan Gandeng Badan POM



Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk olahan peternakan milik UMKM Indonesia.

Menghadirkan narasumber dari BPOM dan Universitas Mataram, Ditjen PKH menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Implementasi Standar Mutu dan Keamanan Pangan Bimtek yang dihadiri oleh 56 orang peserta yang terdiri dari 40 orang Pengurus dari 20 Unit Pengolahan Hasil Peternakan (UPH) di 10 kabupaten/kota se-Provinsi NTB dan 16 orang petugas teknis Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota.

Peserta yang hadir merupakan pelaku pengolah hasil peternakan meliputi susu (sapi, kerbau dan kuda liar), permen susu kerbau, daging berupa dendeng sapi, abon (daging sapi, kuda, ayam, daging rusa), ayam ungkep, bakso daging sapi, sosis daging sapi dan nugget daging ayam, serta kerupuk kulit sapi, yang pada umumnya belum memiliki izin edar dari BPOM.

Bimtek yang diselenggarakan pada 27 Februari hingga 1 Maret 2018 di Mataram, Nusa Tenggara Barat ini merupakan tindaklanjut dari MoU kesepakatan kerjasama antara Ditjen PKH dengan Deputi III Bidang Pengawas Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani mengatakan tujuan diselenggarakan Bimtek ini adalah untuk meningkatkan kompetensi Pengolah hasil peternakan dan para pendamping teknis dinas dalam implementasi standar mutu dan keamanan pangan, guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk hasil peternakan baik untuk pasar domestik maupun internasional.

Pada kesempatan tersebut Fini mengungkapkan, Indonesia mempunyai potensi besar sebagai negara pengekspor pangan olahan yang bercitarasa etnik seperti rendang yang kelezatannya sudah dikenal di dunia. Oleh karena itu, Ia berharap agar Unit Pengolah Hasil Peternakan yang merupakan UMKM untuk semakin mengembangkan diri, sehingga dapat menjangkau pasar ekspor.

"Saat ini kita akan terus mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan daya saingnya, sehingga bisa menembus ekspor," pungkasnya. (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan)


Permentan Nomor 26 Tahun 2017 Wujudkan Kemandirian Pangan



Pemerintah tengah berusaha keras mewujudkan kemandirian pangan dan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah. Salah satu upaya dilakukan dengan menerbitkan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.

“Permentan Nomor 26 ini mengatur pemenuhan kebutuhan protein hewani, mewujudkan kemandirian pangan, meningkatkan produksi susu nasional dan meningkatkan kesejahteraan peternak,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani pada acara Sosialisasi Pedoman Teknis Pelaksanaan Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu, Senin (19/2/2018) di Auditorium Gedung D, Kementerian Pertanian.

Fini menegaskan, untuk mewujudkannya, maka kontribusi pemanfaatan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) harus ditingkatkan,” ujarnya kepada peserta yang hadir.

Sebanyak 150 orang peserta yang hadir berasal dari Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Pertanian, Industri Pengolahan Susu (IPS), Importir Susu dan Produk Susu, Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Asosiasi atau Yayasan yang bergerak dibidang peternakan ataupun perlindungan konsumen, Tim Nilai Tambah dan Daya Saing Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, dan beberapa Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan.

Menurut Fini, dunia persusuan nasional pernah mengalami masa kejayaan sehingga pada tahun 1990-an SSDN dapat berkontribusi sebesar 41% atas kebutuhan susu nasional. Ia sebutkan, seiring diberlakukannya INPRES No 4/1998 kontribusi SSDN menurun tahun demi tahun, hingga pada tahun 2017 produksi SSDN hanya mampu memasok sebesar 20,74% (BPS) atau 922,97 ribu ton dari total kebutuhan nasional sebesar 4.448,67 ribu ton setara susu segar.

“Untuk mememenuhi kebutuhan tersebut, kekurangannya sebesar 3.525,70 ribu ton (79,26 %) harus dipenuhi melalui importasi,” imbuhnya.

Sejak penerbitan INPRES Nomor 4 tahun 1998, pemerintah seolah-olah tidak hadir dalam dunia persusuan nasional. Peternak bergelut sendiri memecahkan permasalahan mereka hingga pada titik dimana beternak sapi perah bukan lagi usaha yang menjanjikan secara ekonomi.

Peternak perlahan meninggalkannya untuk usaha bidang lain, ternak mulai dijual atau dijadikan ternak potong atau dikawinkan dengan sapi jenis lain agar dapat lebih bernilai ekonomi. Keadaan itu menyebabkan penurunan jumlah peternak, penurunan populasi sapi perah yang berdampak pada penurunan produksi SSDN.

Produktivitas dan kualitas susu menurun karena kurangnya pembinaan dan bimbingan teknis sehingga posisi tawar peternak sapi perah melemah, harga susu tidak dapat menutup biaya produksi. Sementara itu harga susu internasional lebih rendah, sehingga Industri Pengolahan Susu (IPS) lebih mengutamakan penggunaan susu impor untuk bahan baku produksinya.

“Keadaan ini harus diperbaiki dengan tools yang paling memungkinkan adalah melalui program Kemitraan yang dituangkan dalam Permentan Nomor 26 tahun 2017,” kata Fini.

Dijelaskan, sebagai implementasinya telah diterbitkan Pedoman Teknis Penyediaan dan Peredaran Susu yang menjadi acuan dalam: 1). pelaksanaan kemitraan; 2). pelaksanaan penghitungan supply demand susu; dan 3) pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan implementasi Permentan dimaksud.

Kemitraan diatur secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan peternak/gapoknak/koperasi, pembobotan sesuai kesepakatan, penilaian tergantung target dan realisasi.

“Penilaian kemitraan dilakukan oleh Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu dengan memperhatikan kelayakan dari kemitraan tersebut,” tambahnya.

Pada dasarnya IPS dan importir bahan baku susu dan produk susu mendukung program kemitraan sebagai salah satu kontribusi mereka dalam memajukan bidang persusuan di Indonesia. 

“Beberapa IPS telah menjalankan kemitraan selama puluhan tahun dengan kelompok peternak/gapoknak/koperasi, sehingga dengan adanya pedoman teknis ini kemitraan yang telah dilaksanakan dapat lebih terarah dan terukur dalam pengembangan persusuan nasional, terutama untuk mencapai kesejahteraan peternak,” urainya.

Namun demikan, Fini mengungkapkan bahwa bagi importir, kemitraan merupakan hal baru sehingga perlu panduan dan sinergi dari semua pihak agar kemitraan dapat dijalankan dengan efektif dan efisien.

Fini menyebutkan, Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan juga siap melaksanakan kegiatan kemitraan antara pelaku usaha dan kelompok peternak/gapoknak/koperasi dalam hal pembinaan dan pengawasan, serta pelaporan.

Selain itu, di katakan pula bahwa Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia juga siap membantu program kemitraan dalam berkoordinasi dengan pelaku usaha dan kelompok peternak/gapoknak/koperasi agar kemitraan berjalan sesuai kebutuhan dan terarah.

Penerimaan proposal rencana kemitraan dari pelaku usaha diterima paling lambat  pada akhir Februari 2018 dan akan dievaluasi oleh Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu pada Bulan Maret 2018 untuk diimplementasikan mulai Maret 2018.

“Kemitraan yang memiliki prinsip saling ketergantungan, saling menguntungkan dan saling membutuhkan dalam konteks penyediaan dan peredaran susu adalah kemitraan yang output kegiatannya akan meningkatkan produksi SSDN yang berefek pada peningkatan kesejahteraan peternak baik melalui peningkatan produktivitas ternak, peningkatan kualitas susu, kemudahan akses permodalan, dan kemudahan pengembangan usaha,” pungkasnya. (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan)


Dirjen PKH akan Tindak Tegas Pelaku Pengguna AGP


Bogor – INFOVET. Sarasehan Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara (PPUN) bertajuk ‘Tantangan Budidaya Ayam Pasca Pelarangan AGP dan Masuknya Ayam Impor’ diadakan Kamis (25/1/2018) di IPB Convention Center, Bogor. Acara ini dihadiri seluruh pemangku kepentingan perunggasan nasional, turut hadir Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Drh I Ketut Diarmita MP.

Para peternak dihimbau menyatukan visi terkait kualitas produk dalam negeri, khususnya mengenai larangan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP).

Ketut menegaskan, tidak akan memberi kelonggaran terkait pelarangan  penggunaan AGP. Tanpa ketegasan dari pemerintah, penggunaan AGP baik peternak maupun industri pakan akan terus menggunakan AGP sebagai barometer pertumbuhan unggas. Pemerintah akan memberi sanksi bagi pelaku pelanggar.

“Terkait AGP,  para ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (OIE)  dan WHO sangat mengkhawatirkan terjadinya resistensi antibiotik, walaupun sampai hari ini sebenarnya belum ada referensi yang mengatakan dari daging ke manusia ini ada hubungan yang menyebabkan resisten,” kata Ketut.

Kendati demikian, Ketut mengatakan hingga saat ini tidak kurang dari 700.000 orang meninggal setiap tahunnya karena resistensi terhadap antibiotik.

Status pengendalian resistensi antimikroba dalam keamanan dan kesehatan hewan masih disclaimer, diakui Ketut. Untuk menjawab isu global ini, Ditjen PKH mengambil langkah strategis dengan merilis regulasi penetapan pelarangan penggunaan AGP yang dituangkan Permentan No 14 tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan.

Karenanya, para peternak diminta untuk taat terhadap pelarangan penggunaan AGP untuk imbuhan pakan ternak. “Coba kita pikirkan bagaimana keturunan kita ke depan,”imbuhnya.

Ditengah penolakan dunia terhadap AGP sebagai imbuhan pakan ternak, peternak Indonesia juga diminta patuh agar kualitas pangan Indonesia khususnya ternak tetap mendapat pengakuan di mata dunia. (nu)


SINERGI PEMERINTAH DALAM OPTIMALISASI PENDISTRIBUSIAN SAPI NASIONAL

Dalam rangka mengoptimalkan sumber daya lokal (sapi-sapi lokal), terutama untuk mewujudkan pencapaian swasembada daging sapi di dalam negeri, Dewan Ketahanan Nasional bersama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Terkait Lainnya  bersinergi untuk membuat Rumusan kebijakan pengembangan sapi nasional untuk memenuhi  tujuan swasembada daging sapi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembahasan rumusan kebijakan tersebut dilaksanakan dalam Seminar dan Lokakarya yang diselenggaarakan oleh Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) bekerjasama dengan Universitas Andalas dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Semiloka diadakan di Padang Sumatera Barat pada tanggal 2 Agustus 2017 dengan tema “Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Lokal Untuk Pencapaian Swasembada Daging Sapi Dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional”.

Peserta seminar terdiri dari, dosen, peneliti, pemerintah pusat dan daerah, pengusaha, serta praktisi peternakan. Seminar dibuka oleh Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional Letjen TNI Nugroho Widyotomo. Keynote speaker Menteri Pertanian dibawakan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Drh I Ketut Diarmita, M.P dengan topik: “Kebijakan Swasembada Daging Sapi Nasional untuk Kesejahteraan Rakyat”. Dilanjutkan dengan penyampaian makalah dari Ditjen PKH Kementan, Kemendag,  Kemenkominfo.Kemenhub dan Kemenkop / UMKM

Dirjen PKH I Ketut Diarmita didampingi
Sekjen Wantanas Letjen TNI Nugroho Widyotomo saat jumpa pers.
Dalam sambutannya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita Menteri Pertanian menganggap penting perlunya membangun kedaulatan pangan dalam rangka menjaga kedaulatan bangsa. Amran menegaskan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar warga negara yang harus dijamin ketersediaannya oleh pemerintah.

Menurutnya, kedaulatan pangan menjadi semakin relevan disaat Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas, termasuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimana arus perdagangan barang dan jasa antar sesama negara se-kawasan Asia Tenggara akan semakin bebas untuk keluar masuk. “Kondisi ini membuat kita harus bisa meningkatkan daya saing melalui sistem produksi dan distribusi yang efisien, termasuk di dalamnya sistem produksi dan distribusi sektor peternakan,” kata Andi Amran Sulaiman dalam sambutannya.

Lebih lanjut disampaikan, Pemerintah saat ini telah merancang ambisi besar untuk menjadikan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Fokusnya pada komoditas pangan strategis meliputi padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, gula dan daging sapi.

Selanjutnya menurut Amran Sulaiman, pembenahan tata niaga produk pertanian domestik menjadi hal penting dalam rangka terciptanya perdagangan pangan yang berkeadilan karena Menurut Amran Sulaiman, saat ini petani menghadapi persoalan pasar monopoli dan oligopoli pada agroinputnya. Di sisi lain ketika menjual produk pertaniannya, para petani menghadapi pasar yang monopsonistik dimana posisi tawar petani sangat lemah dalam menentukan harga. Pada struktur tersebut beberapa gelintir pedagang/tengkulak yang menguasai akses pasar, informasi pasar, dan permodalan yang cukup memadai berhadapan dengan banyak petani yang kurang memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai serta kelembagaan yang lemah. “Oleh karena itu pembenahan tata niaga pertanian akan terkait erat dengan akses dan informasi pasar, kelembagaan petani dan pembiayaan bagi petani,” ungkap Amran Sulaiman.

Penguasaan jalur distribusi dan praktik kartel mafia pangan dinilai bisa menjadi ancaman bagi target swasembada nasional.

Sekretaris Jenderal Wantanas Letnan Jenderal TNI Nugroho Widyotomo, menilai pemberantasan mafia pangan menjadi pilihan yang harus dilakukan. “Oleh sebab itu, mau tidak mau hal ini harus diberantas dan merupakan tugas dari pemerintah dan kita semua untuk menghilangkannya”, kata Nugroho.

Menurutnya impor pangan itu untungnya besar sehingga sangat memungkinkan pihak yang bisa menggagalkan swasembada adalah pelaku monopoli distribusi pangan dan kartel. “Logikanya kan rezeki mereka berkurang,” tambahnya.

Nugroho mengemukakan saat ini ada 250 juta penduduk Indonesia yang harus dipenuhi kebutuhan pangan dan mencari cara supaya tidak impor. “250 juta orang ini pangsa pasar yang besar bagi negara lain, sekarang bagaimana caranya agar kita bisa memenuhi kebutuhan sendiri,” ujarnya. Ia menerangkan untuk mencapai bonus demografi salah satunya harus dipersiapkan sumber daya manusia yang baik dan kuncinya adalah pemenuhan kebutuhan pangan.

Sementara Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan pihaknya terus berupaya mewujudkan swasembada pangan salah satunya memperpendek alur distribusi agar biaya tidak tinggi dan menetapkan harga eceran terendah.

“Kalau untuk unggas kita sebenarnya sudah swasembada, konsumsi sapi saat ini 6,7 %, telur 85% dan ayam 67%,” sebut Ketut.

Terkait dengan upaya pemerintah dalam mempercepat peningkatan populasi sapi potong, pemerintah melakukan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) pada tahun 2017 dengan target 4 juta ekor akseptor dan 3 juta ekor sapi bunting.  Sesuai dengan Permentan Nomor 48 Tahun 2016, perbaikan sistem manajemen reproduksi pada UPSUS SIWAB dilakukan melalui pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi, pelayanan IB dan kawin alam, pemenuhan semen beku dan N2 cair, pengendalian betina produktif dan pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat. Upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi adalah melalui implementasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016 Tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar Ke Dalam Wilayah Negara Republik.

Kementerian Pertanian juga bekerjasama dengan TNI dalam pengawalan sapi indukan impor yang saat ini dipelihara oleh kelompok peternak di Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Aceh). Selain itu juga bekerjasama dengan Polri untuk pengendalian pemotongan betina produktif.

Pemerintah saat ini juga sedang melakukan perbaikan sistem logistik dan supply chain untuk komoditas sapi dan daging sapi melalui langkah-langkah antara lain:  a) Pengadaan dan operasionalisasi kapal ternak yang didesain memenuhi standar animal welfare.  mengubah struktur pasar, meningkatkan harga di peternak dan harga yang lebih rendah di tingkat konsumen.  Saat ini dialokasikan subsidi sebesar 80%  pada tarif muat ternak pada kapal ternak. Hal ini diharapkan akan terus mendorong perluasan produksi peternakan dan mencapai swasembada produksi pangan hewani. Pemberian subsidi yang tepat guna kepada suatu program rintisan pemerintah merupakan satu instrumen yang perlu diterapkan guna tercapainya program tersebut. Saat ini sedang disiapkan tambahan kapal sebanyak 5 unit, dan diharapkan dapat beroperasi tahun 2018; b) Pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) modern di sentra-sentra produksi; dan c) Perbaikan tata laksana dan pengawasan impor yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat.

Menurut I Ketut Diarmita, pengawasan dan pemantauan proses sistem logistik dan supply chain tersebut perlu lebih dioptimalkan melalui Penguatan Data dan Informasi peternakan dan kesehatan hewan yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan melalui pengembangan  sistem  jaringan informasi di daerah sentra produksi dan wilayah konsumsi untuk memantau perkembangan populasi, produksi, ketersediaan dan distribusi ternak serta produk ternak secara aktual dan akurat dan terintegrasi antar pemangku kepentingan.  Dengan demikian kebijakan pengendalian distribusi dan ketersediaan daging nasional dalam rangka ketahanan pangan nasional.dapat dipenuhi.

Lala M. Kolopaking, Ph.D Staf Ahli Menteri Sosial Ekonomi Budaya Kominfo menyampaikan, upaya swasembada ternak dan peningkatan budidaya ternak yang berorientasi pada kesejahteraan peternak sangat penting. Kepastian pasar dengan memperoleh daya tawar pada skala usaha yang lebih rasional akan memotivasi para peternak berpartisipasi aktif dalam meningkatkan produktivitas usaha peternakan yang dimiliki.

Lala menekankan bahwa pemanfaatan Teknologi Informatika merupakan enabler dalam mencapai kesejahteraan peternak melalui aspek pengembangan ekonomi (digital economic) dan aspek transformasi sosial (digital culture). Teknologi Informasi  diyakini dapat  menyederhanakan rantai distribusi produk yang dipasarkan melalui  Aplikasi Pengelolaan Peternakan Berbasis Komunitas Peternak sebagai portal informatika. Dengan konektivitas rantai pasok online melalui jasa ekspedisi atau agen Logistik maupun delivery service pelaku usaha Peternak skala UMKM pun dapat memasarkan produknya secara online langsung ke konsumen, berapapun volumenya. Sedangkan proses transaksi online dapat difasilitasi oleh pihak perbankan. Melalui portal informatika tersebut komunitas peternak dapat berbagi informasi, melakukan promosi dan transaksi elektronik, Knowledge Management serta  dokumentasi.

Lala juga menyinggung perihal optimalisasi kelembagaan melalui koperasi usaha peternakan yang fokus pada akses pembiayaan, fokus kepada koperasi sektor riil yang berorientasi ekspor, padat karya dan digital ekonomi (eCommerce).

Hasil pembahasan dari seminar dan Lokakarya ini nantinya akan dirangkum oleh Wantannas dalam bentuk draft naskah kebijakan. Draft tersebut akan segera disampaikan kepada Presiden RI untuk mendapatkan persetujuan Presiden menjadi produk kebijakan yang berupa rekomendasi bagi Kementerian Lembaga terkait guna memperbaiki pembangunan peternakan nasional dalam rangka memenuhi ketahanan nasional. (WK)

LAHIRNYA “GATOT KACA” SAPI BELGIAN BLUE DI INDONESIA


Jakarta, Rabu 15 Februari 2017. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) melalui salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawahnya, yaitu Balai Embrio Transfer (BET) Cipelang telah berhasil memproduksi sapi Belgian Blue dari hasil pengembangan teknologi TE (Transfer Embryo).
“Kita harapkan dengan lahirnya sapi Belgian Bue ini, maka akan dapat membantu upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi daging sapi di Indonesia melalui peningkatan mutu genetik ternak,” ungkap Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen PKH, Dr. Ir. Surachman Suwardi.
Lebih lanjut Surachman Suwardi menyampaikan, penggunaan semen beku Belgian Blue dan TE (Transfer Embryo) sudah dilakukan sejak tahun 2016.  “Saat ini telah lahir 7 ekor sapi Belgian Blue di BET Cipelang, baik hasil persilangan antara semen beku Belgian Blue maupun hasil TE,” ungkapnya.
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Dr. Ir. Surachman Suwardi
berfoto dengan Gatot Kaca. 
Lebih lanjut disampaikan bahwa persilangan dilakukan antara semen beku Belgian Blue dengan sapi Frisian Holstein  (FH) dan sapi Simmental. Sapi-sapi yang lahir dari hasil persilangan sapi Belgian Blue dengan sapi FH maupun sapi Simmental mampu lahir secara normal dengan berat lahir berkisar antara 43-55 kg, dengan rata-rata berat lahir 46 kg.
Kepala BET Cipelang Drh. Oloan Parlindungan, MP menyampaikan, sapi Belgian Blue merupakan hasil TE pertama di BET Cipelang berjenis kelamin jantan lahir pada tanggal 30 Januari 2017, dengan berat lahir 62,5 kg dan warna bulu hitam (pie-noire).  Ukuran pedet yang besar merupakan alasan sapi ini lahir dengan bantuan Caesar. Secio Caesaria merupakan langkah terakhir yang dilakukan untuk membantu kelahiran pedet yang mungkin disebabkan oleh besarnya ukuran pedet maupun ukuran tulang pelvis induk yang sempit.
Oloan menjelaskan, sapi Belgian Blue ini merupakan keturunan dari Induk Fripoulle De Cras Avernas (BE 6-26472629) dan Pejantan Adajio De Bray (BE 2-55530745). Fripoulle De Cras Avernas (BE 6-26472629) merupakan sapi BB betina dengan berat badan mencapai 1.023 kg, tinggi 139cm (Withblauw,2015), dengan warna bulu hitam (pie-noire).  Sedangkan Adajio De Bray (BE 2-55530745) adalah pejantan dengan berat badan mencapai 1.130 kg dan tinggi 145 cm (http://www.netbbg.com/netbbg.site/index.php/bull/adajio-de-bray/).  Adajio De Bray (BE 2-55530745) dinyatakan bebas dari 7 kelainan genetik/genetic defect diantaranya adalah congenital muscular dystonia 1, congenital muscular dystonia 2, crooked tail syndrome, dwarfism, prolonged gestation, gingival hamartoma and osteoporosis serta arthrogryposis and cleft palate.
Drh. Oloan Parlindungan, MP bersama
pedet hasil persilangan BB dan Simmental.
Pada kelahiran pertama sapi Belgian Blue hasil TE ini, Dr. Surachman Suwardi langsung memberikan nama yaitu Gatot Kaca.  “Gatot Kaca merupakan simbol pewayangan sebagai tokoh yang sakti mandraguna sehingga dijuluki dengan ‘otot kawat tulang besi’ karena kesaktiannya,” ungkapnya menjelaskan.
“Diharapkan sapi Belgian Blue sang Gatot Kaca akan mampu menghasilkan keturunan dengan mutu genetik unggul dan memberikan andil yang besar bagi pemenuhan kebutuhan daging nasional,” tambahnya.
Drh. Oloan Parlindungan, MP menyampaikan, Gatot Kaca merupakan kebanggaan dan persembahan BET Cipelang untuk Balai Inseminasi Buatan (BIB) Nasional Indonesia dalam upaya pemenuhan bibit unggul dan peningkatan mutu genetik ternak dalam rangka untuk mewujudkan swasembada daging. “Untuk kedepannya, semen sapi Belgian Blue akan diproduksi oleh BIB Nasional dan semennya akan didistribusikan secara terbatas sesuai dengan rekomendasi dari Ditjen PKH Kementan” tutupnya. (wan)

14 Tahun Vakum, Charoen Pokphand Ekspor Perdana Ayam Olahan ke Papua Nugini

Serang, Banten – Senin, 13 Maret 2017. Setelah 14 tahun vakum ekspor, Indonesia melalui PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. kembali melakukan ekspor perdana produk ayam olahan ke Papua Nugini (PNG) sebanyak satu kontainer dengan berat bersih 6 ton senilai US$ 40.000. Pelepasan ekspor ini dilakukan di pabrik PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) yang berlokasi di Kawasan Industri Modern Cikande, Provinsi Banten.
Presiden Komisaris PT CPI, T Hadi Gunawan mengatakan, aksi korporasi mengekspor ini baru dilakukan lagi sejak 14 tahun lalu, tepatnya tahun 2003, dikarenakan adanya larangan ekspor produk unggas sejak merebaknya flu burung di Indonesia.
"Saat ini kami kembali bisa mengekspor ayam olahan setelah melalui berbagai persyaratan ketat yang ditetapkan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian. Ekspor kami mulai sedikit dulu ke Papua Nugini. Tidak menutup kemungkinan ekspor juga akan dilakukan ke negara-negara di Asia lainnya dan Timur Tengah, serta Eropa," ungkap Hadi di sela acara pelepasan ekspor perdana.
Hadi mengaku lega karena sejak maraknya flu burung di Indonesia pada tahun 2003 yang lalu, Indonesia mengalami kesulitan dalam melakukan langkah ekspor olahan ayam. "Kita menunggu sangat lama sekitar 14 tahun dan sekarang baru ada kesempatan langkah ekspor kembali. Kami yakin akan bisa merambah pasar internasional," imbuhnya.
Sambutan Presiden Komisaris PT CPI T. Hadi Gunawan. 
Dia menambahkan Pemerintah Jepang juga telah memberikan sinyal kepada usaha pengolahan daging ayam di Indonesia untuk merealisasikan ekspor daging ayam olahan ke negeri Sakura. "Kendati demikian, ada sejumlah persyaratan yang harus dilalui mengingat Indonesia masih belum bebas penyakit AI (Avian Influenza) atau flu burung," kata Hadi.
Dirkeswan Fadjar Sumping Tjaturasa saat memberikan
Sertifikat Veteriner kepada perwakilan dari CPI.  
Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Fadjar Sumping Tjaturasa menambahkan, Charoen Pokphand telah memperoleh Sertifikasi NKV (Nomor Kontrol Veteriner) sebagai bentuk penjaminan pemerintah terhadap keamanan produk hewan. Sertifikasi NKV ini menjadi suatu keharusan bagi setiap unit usaha yang akan mengekspor produk hewan.
Sementara itu Staf Ahli Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional Menteri Pertanian, Mat Syukur mewakili Menteri Pertanian mengatakan, ketersediaan ayam pedaging di Indonesia selalu surplus, sehingga bisa memenuhi berapapun jumlah permintaan pasar.
"Potensi kita sangat besar. Karena itu, salah satu caranya adalah mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor ke luar negeri. Tak hanya dijual dalam keadaan segar, tapi juga diolah seperti produk yang diekspor PT CPI ini," ujarnya.
Mat Syukur melanjutkan, “Kita terus dorong pelaku usaha perunggasan untuk dapat berdaya saing dan meningkatkan ekspornya. Hal ini tentunya selain untuk meningkatkan GDP (Gross Domestic Product) Indonesia, juga sekaligus dapat menyelesaikan kendala yang dihadapi oleh masyarakat perunggasan di Indonesia saat ini yaitu harga ayam hidup dan daging ayam yang sangat berfluktuasi. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengendalikan harga ini adalah dengan membuka pasar di luar negeri. Kita harapkan para pelaku industri perunggasan dapat menjual produk daging ayamnya ke pasar di luar negeri, sehingga pasar dalam negeri dapat diisi oleh peternakan unggas rakyat,”ungkapnya.
Dr Mat Syukur secara simbolis melepas keberangkatan
truk kontainer yang membawa produk olahan PT CPI. 
Lebih lanjut, kata Mat Syukur, “Sertifikasi NKV merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan persyaratan kelayakan dasar dalam sistem jaminan keamanan pangan, baik dalam aspek higiene-sanitasi pada unit usaha produk asal hewan. Sertifikat Veteriner diterbitkan dalam bentuk Veterinary Certificate, Sanitary Certificate, dan Health Certificate yang diterbitkan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Cq Kesehatan Masyarakat Veteriner."
Ia menambahkan, ayam yang akan dipotong dan diolah Charoen Pokphand berasal dari peternakan ayam yang telah menerapkan prinsip-prinsip animal welfare dan sistem kompartemen bebas AI, sehingga Kementan melalui Ditjen PKH telah mengeluarkan sertifikat kompartemen bebas AI.
"Untuk daging ayam olahan, kita juga sedang mengupayakan dan mendorong agar beberapa unit usaha pengolahan daging ayam yang memperoleh persetujuan dari pemerintah Jepang agar segera merealisasikan," imbuhnya.
Adapun unit usaha ayam olahan yang sudah mendapat sinyal dari Jepang antara lain PT Malindo Food Delight Plant Bekasi, PT So Good Food Plant Cikupa, PT Charoen Pokphand Plant Serang, dan PT Bellfood Plant Gunung Putri.
"Untuk daging ayam olahan kita sedang mengupayakan agar beberapa unit usaha dapat kembali memperoleh persetujuan dari Pemerintah Jepang dan segera merealisasikan ekspor daging ayam olahan ke Jepang. Sedangkan untuk susu cair, Indonesia saat ini sudah siap untuk mengekspor ke Myanmar," katanya.
Tim auditor dari Kementerian Pertanian Jepang telah datang ke Indonesia pada 5 Februari kemarin untuk melakukan audit surveilans terhadap keempat unit usaha yang telah disetujui tersebut. Ekspor akan dilakukan dalam bentuk daging ayam olahan yang telah melalui proses pemanasan dengan suhu lebih dari 70 derajat Celcius, selama lebih dari satu menit.
Sebagai informasi, sesuai protokol kesehatan hewan antara Kementerian Pertanian Indonesia dan Kementerian Pertanian Jepang, setiap unit usaha yang telah disetujui oleh Pemerintah Jepang harus dilakukan audit ulang (surveilans) setiap dua tahun sekali. Surveilans bertujuan untuk memastikan standar keamanan pangan yang dipersyaratkan oleh pemerintah Jepang dapat terus terpenuhi. (wan)

UPSUS SIWAB Jadi Prioritas Pembangunan Peternakan 2017

Salah satu kegiatan penting pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2017 adalah Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) yang berorientasi pada pencapaian swasembada protein hewani .
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Drh. I Ketut Diarmita, MP pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian tahun 2017 yang diselenggarakan Rabu, (4/1/2017) di Hotel Bidakara Jakarta.
Dirjen PKH juga menjelaskan realisasi serapan anggaran tahun 2016 sebesar 89,95%, dengan rincian per kegiatan utama: 1). Peningkatan produksi ternak 89,89%; 2). Pengendalian Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Zoonosis 89,90%; 3). Peningkatan kualitas dan kuantitas benih dan bibit 88,10%; 4). Penjaminan produk hewan yang ASUH dan berdaya saing 91%; 5). Pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil ternak  93,27%; dan 6). Dukungan manajemen 89,31%.
Sementara itu, lanjut Dirjen, kinerja produksi daging tahun 2016 vs 2015 menunjukkan adanya peningkatan produksi di beberapa provinsi diantaranya Provinsi Bali, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Dirjen PKH menghimbau agar provinsi yang mengalami penurunan produksi daging seperti Provinsi Banten, Jawa Barat, Kepulauan Bangka Belitung, D.I. Yogyakarta dan Sulawesi Selatan agar meningkatkan produksinya pada tahun ini.
Dalam rakernas ini Dirjen PKH juga menyampaikan catatan penting kegiatan Ditjen PKH Tahun 2017 diantaranya: 1) Melanjutkan pembangunan PKH sesuai Renstra 2015-2019 yang difokuskan pada UPSUS SIWAB dengan target 4 juta akseptor; 2). Mensinergikan kegiatan setiap fungsi PKH untuk menghasilkan target outcome 3 juta kebuntingan; 3). Memprioritaskan komoditas sapi dan kerbau, komoditas lain difasilitasi dengan porsi terbatas; 4). Melakukan upaya terobosan untuk meningkatkan sumber daya di luar APBN; 5). Menjabarkan strategi pengembangan kawasan untuk meningkatkan nilai ekonomi usaha agribisnis peternakan; 6). Kegiatan pokok lain seperti perbaikan mutu bibit lokal, pembebasan penyakit tertentu, penanaman  hijauan pakan ternak di kawasan integrasi ternak-tanaman tetap dilanjutkan, disinergikan dengan Upsus Siwab.
Terdapat 3 (tiga) claster dalam pelaksanaan Upsus Siwab 2017 yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif. “Selain terus meningkatkan populasi sapi di tingkat peternak, kinerja UPT perbibitan juga harus terus ditingkatkan untuk dapat menghasilkan lebih banyak bibit-bibit sapi unggul. Seperti halnya Meksiko yang saat ini telah berkembang menjadi negara pengekspor sapi, dari sebelumnya importir; melalui penguatan UPT perbibitan di negaranya,” ungkap Dirjen PKH.
“Kedepan bagaimana peternak kita bisa mendapatkan bibit yang bersertifikat dengan harga yang terjangkau, itu yang kita harapkan,” imbuhnya lagi.
 Untuk pengembangan sapi perah, I Ketut Diarmita menekankan perlunya perusahaan integrator ikut membina kelompok-kelompok peternak di desa-desa binaan, melakukan transfer teknologi dan mengembangkan kerjasama kemitraan yang berorientasi pada peningkatan  populasi dan produksi sapi perah.

Dibuka dan Diresmikan oleh Presiden 
Rakernas Pembangunan Pertanian 2017 ini dijadwalkan dibuka oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (5/1/2017). Rapat kerja ini sendiri akan dibuka pada pukul 09.00 WIB dan dilakukan selama satu hari penuh dan akan dihadiri oleh sejumlah Menteri Kabinet Kerja. Selain Jokowi, dijadwalkan juga turut hadir Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Pertanian Amran Sulaiman hingga Menteri BUMN Rini Soemarno.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyambangi Istana Kepresidenan di Jakarta untuk mengundang Presiden Joko Widodo menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pertanian. Amran pun telah menyiapkan sejumlah resolusi untuk pertanian pada tahun 2017. Di antaranya adalah pada area kering tadah hujan akan yang dibangun long storage, DAM, sumur dangkal, hingga sumur dalam, Kementerian Pertanian (Kementan) juga akan siapkan 4 juta ha areal kering tadah hujan pada 2017. Hal ini untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman pada 2017. (wan)

Hari ini Drh. Ketut Diarmita Menjadi Dirjen PKH

Ketut dan Istri
Akhirnya terjawablah teka teki tentang siapa Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) pengganti Muladno yang diberhentikan bulan Juli lalu. Hari ini, Senin, 10 Oktober 2016, Menteri Pertanian Amran Sulaiman melantik Drh I Ketut Diarmita MP sebagai Dirjen PKH.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer