Pemerintah
tengah berusaha keras mewujudkan kemandirian pangan dan meningkatkan
kesejahteraan peternak sapi perah. Salah satu upaya dilakukan dengan
menerbitkan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran
Susu.
“Permentan
Nomor 26 ini mengatur pemenuhan kebutuhan protein hewani, mewujudkan
kemandirian pangan, meningkatkan produksi susu nasional dan meningkatkan
kesejahteraan peternak,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan,
Fini Murfiani pada acara Sosialisasi Pedoman Teknis Pelaksanaan Permentan No.
26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu, Senin (19/2/2018) di
Auditorium Gedung D, Kementerian Pertanian.
Fini
menegaskan, untuk mewujudkannya, maka kontribusi pemanfaatan Susu Segar Dalam
Negeri (SSDN) harus ditingkatkan,” ujarnya kepada peserta yang hadir.
Sebanyak
150 orang peserta yang hadir berasal dari Kementerian Koperasi dan UMKM,
Kementerian Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian,
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Pertanian, Industri Pengolahan
Susu (IPS), Importir Susu dan Produk Susu, Asosiasi Industri Pengolahan Susu
(AIPS), Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Asosiasi atau Yayasan yang
bergerak dibidang peternakan ataupun perlindungan konsumen, Tim Nilai Tambah
dan Daya Saing Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, dan
beberapa Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan.
Menurut
Fini, dunia persusuan nasional pernah mengalami masa kejayaan sehingga pada
tahun 1990-an SSDN dapat berkontribusi sebesar 41% atas kebutuhan susu
nasional. Ia sebutkan, seiring diberlakukannya INPRES No 4/1998 kontribusi SSDN
menurun tahun demi tahun, hingga pada tahun 2017 produksi SSDN hanya mampu
memasok sebesar 20,74% (BPS) atau 922,97 ribu ton dari total kebutuhan nasional
sebesar 4.448,67 ribu ton setara susu segar.
“Untuk
mememenuhi kebutuhan tersebut, kekurangannya sebesar 3.525,70 ribu ton (79,26
%) harus dipenuhi melalui importasi,” imbuhnya.
Sejak
penerbitan INPRES Nomor 4 tahun 1998, pemerintah seolah-olah tidak hadir dalam
dunia persusuan nasional. Peternak bergelut sendiri memecahkan permasalahan
mereka hingga pada titik dimana beternak sapi perah bukan lagi usaha yang
menjanjikan secara ekonomi.
Peternak
perlahan meninggalkannya untuk usaha bidang lain, ternak mulai dijual atau
dijadikan ternak potong atau dikawinkan dengan sapi jenis lain agar dapat lebih
bernilai ekonomi. Keadaan itu menyebabkan penurunan jumlah peternak, penurunan
populasi sapi perah yang berdampak pada penurunan produksi SSDN.
Produktivitas
dan kualitas susu menurun karena kurangnya pembinaan dan bimbingan teknis
sehingga posisi tawar peternak sapi perah melemah, harga susu tidak dapat
menutup biaya produksi. Sementara itu harga susu internasional lebih rendah,
sehingga Industri Pengolahan Susu (IPS) lebih mengutamakan penggunaan susu
impor untuk bahan baku produksinya.
“Keadaan
ini harus diperbaiki dengan tools yang
paling memungkinkan adalah melalui program Kemitraan yang dituangkan dalam
Permentan Nomor 26 tahun 2017,” kata Fini.
Dijelaskan,
sebagai implementasinya telah diterbitkan Pedoman Teknis Penyediaan dan
Peredaran Susu yang menjadi acuan dalam: 1). pelaksanaan kemitraan; 2).
pelaksanaan penghitungan supply demand susu; dan 3) pelaksanaan, pembinaan dan
pengawasan implementasi Permentan dimaksud.
Kemitraan
diatur secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan peternak/gapoknak/koperasi,
pembobotan sesuai kesepakatan, penilaian tergantung target dan realisasi.
“Penilaian
kemitraan dilakukan oleh Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu dengan
memperhatikan kelayakan dari kemitraan tersebut,” tambahnya.
Pada
dasarnya IPS dan importir bahan baku susu dan produk susu mendukung program
kemitraan sebagai salah satu kontribusi mereka dalam memajukan bidang persusuan
di Indonesia.
“Beberapa
IPS telah menjalankan kemitraan selama puluhan tahun dengan kelompok
peternak/gapoknak/koperasi, sehingga dengan adanya pedoman teknis ini kemitraan
yang telah dilaksanakan dapat lebih terarah dan terukur dalam pengembangan
persusuan nasional, terutama untuk mencapai kesejahteraan peternak,” urainya.
Namun
demikan, Fini mengungkapkan bahwa bagi importir, kemitraan merupakan hal baru sehingga perlu panduan dan sinergi dari semua pihak agar kemitraan dapat
dijalankan dengan efektif dan efisien.
Fini
menyebutkan, Dinas Provinsi yang membidangi fungsi peternakan juga siap
melaksanakan kegiatan kemitraan antara pelaku usaha dan kelompok
peternak/gapoknak/koperasi dalam hal pembinaan dan pengawasan, serta pelaporan.
Selain
itu, di katakan pula bahwa Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia juga siap
membantu program kemitraan dalam berkoordinasi dengan pelaku usaha dan kelompok
peternak/gapoknak/koperasi agar kemitraan berjalan sesuai kebutuhan dan
terarah.
Penerimaan
proposal rencana kemitraan dari pelaku usaha diterima paling lambat pada akhir Februari 2018 dan akan dievaluasi
oleh Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Susu pada Bulan Maret 2018 untuk
diimplementasikan mulai Maret 2018.
“Kemitraan
yang memiliki prinsip saling ketergantungan, saling menguntungkan dan saling
membutuhkan dalam konteks penyediaan dan peredaran susu adalah kemitraan yang
output kegiatannya akan meningkatkan produksi SSDN yang berefek pada
peningkatan kesejahteraan peternak baik melalui peningkatan produktivitas
ternak, peningkatan kualitas susu, kemudahan akses permodalan, dan kemudahan
pengembangan usaha,” pungkasnya. (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan)
0 Comments:
Posting Komentar