Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini babi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BABI ANGELN SADDLEBACK

Berasal dari Jerman dikembangkan pada tahun 1937 dengan menyilangkan Landrace dengan Wessex Saddleback. Ini adalah jenis yang langka.

Jenis babi besar berwarna hitam dengan kaki dan dada berpita putih. Babi jantan biasanya memiliki berat sekitar 350 kg, dan betina 300 kg. Menghasilkan daging yang cukup berlemak.

Sumber gambar: wikipedia

BABI AMERICAN YORKSHIRE

Juga dikenal sebagai Yorkshire atau Large White, adalah breed paling populer di Amerikat Serikat. Ini adalah varietas Amerika dari English Large White yaitu Yorkshire White. Jenis Yorkshire pertama kali diimpor ke Amerika pada tahun 1930an.

American Yorkshire adalah jenis besar dengan tubuh berotot dan punggung yang panjang dan lurus. Wajahnya panjang, dan telinganya biasanya kecil dan tegak.

Kulitnya berwarna merah muda dengan bulu putih dan, biasanya, bebas noda. Babi jantan memiliki berat sekitar 250 hingga 350 kg, sedangkan babi betina memiliki berat sekitar 200 hingga 295 kg. Yorkshire Amerika adalah jinak di alam dan ibu yang sangat baik.

Mereka menghasilkan rata-rata tiga belas anak babi per induk dan menghasilkan susu dalam jumlah besar. Mereka adalah jenis yang kuat yang dapat mengatasi iklim yang berbeda.

Dianggap sebagai jenis yang baik untuk daging karena lemak punggungnya rendah dan persentase daging tanpa lemak yang tinggi. Mereka juga digunakan untuk persilangan untuk meningkatkan keturunan jenis lainnya.

Sumber gambar: wikipedia

BABI AMERICAN RED WATTLE

Juga dikenal sebagai Red Wattle, jenis ini dibawa ke Amerika Serikat (mungkin oleh pemukim Prancis dari Kaledonia Baru) dan beradaptasi dengan baik, menjadikannya jenis yang populer di Amerika. Jumlahnya menurun dengan cepat karena mereka telah dikawin silangkan untuk meningkatkan produksi daging.

Seperti namanya, jenis ini biasanya berwarna merah dan memiliki dua pial (jumbai seperti kambing) yang tergantung di dagu. Warnanya dapat bervariasi dari sepenuhnya merah hingga merah dengan bintik hitam, hingga sebagian besar hitam.

Mereka terkenal karena tahan banting dan kemampuan mencari makan, membuat mereka beradaptasi dengan berbagai kondisi iklim dan ideal untuk perkebunan kecil di luar ruangan atau di padang rumput. Induk babi menjadi ibu yang sangat baik, menghasilkan 9-10 anak babi dan jumlah susu yang baik. Mereka memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat baik. Red Wattle memiliki sifat jinak dan mudah dijinakkan, menjadikannya jenis yang bagus untuk pemelihara babi pemula.

Red Wattle menghasilkan daging dengan kualitas yang sangat baik. Ramping, lembut dan juicy dengan rasa seperti daging sapi.

Sumber gambar: wikipedia

BABI AKSAI BLACK PIED

Aksai Black Pied adalah ras babi Rusia. Dikembangkan pada tahun 1952 di peternakan eksperimental di Kazakhstan untuk mengoptimalkan produksi daging. Babi lokal disilangkan dengan Large Whites dan Berkshires, dan keturunannya kemudian disilangkan dengan Large Whites dan Estonian Bacon untuk memaksimalkan produksi daging dan bacon. Populasi telah menurun sejak tahun 1980.

Bertubuh sedang hingga besar yang dicirikan oleh warna bulu putih krem dengan bintik-bintik tidak rata abu-abu tua hingga hitam. Berat rata-rata babi betina adalah 245 kg, dan babi jantan adalah 317 kg. Tubuh dan kaki kekar, moncong besar, telinga panjang dan tegak. Betina memiliki sekitar 9 atau 10 anak babi sekali melahirkan.

Babi Aksai Black Pied biasanya dibiakkan secara komersial untuk produksi daging. Induk juga disilangkan secara komersial dengan ras Landrace dan Kaukasia Utara.

Sumber gambar: breedslist.com

SELKO INTELLIBOND® C : MEMAKSIMALKAN PERFORMA DAN PRODUKSI TERNAK MONOGASTRIK

Selko Intellibond® C : Memaksimalkan produksi ternak monogastrik

Tembaga, atau dalam bahasa inggris disebut dengan copper, yang dalam bahasa latin disebut dengan cuprum (Cu) merupakan salah satu unsur kimia yang namanya sering kita dengar. Nyatanya copper memiliki efek bakterisidal dan fungisidal dalam konsentrasi tertentu sehingga dapat dimanfaatkan sebagai substituen antibiotik pemacu pertumbuhan (AGP) terutama pada ternak monogastrik seperti babi dan unggas.

Hal tersebut dibahas secara mendalam oleh Prof. Hans Stein, peneliti dari Illinois University dan Alice Hibbert Global Program Manager - Trace Mineral Trouw Nutrition dalam sebuah webinar bertajuk "Effect of hydroxy copper chloride on growth performance of monogastric animals" Rabu (28/7) lalu yang diadakan oleh PT Trouw Nutrition Indonesia

Menggali Manfaat Copper Pada Ternak Monogastrik

Prof. Hans Stein

Prof. Hans Stein lebih dulu menjabarkan secara detil efek pemberian hidroksi copper klorida sebagai imbuhan pakan pada babi. Dari kacamata nutrisi ternak, copper memiliki beberapa fungsi seperti antibakteri, sebagai mikronutrien, membantu dalam beberapa reaksi metabolisme, dan sebagai komponen dari metaloenzim (enzim yang berkaitan dengan logam). 

Lebih lanjut dalam presentasinya Prof. Stein menjabarkan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh timnya pada babi. Dimana copper dalam bentuk sediaan hidroksi copper klorida teruji dan terbukti dapat meningkatkan performa pertumbuhan, meningkatkan kecernaan nutrisi, meningkatkan performa bakteri baik pada saluran cerna, dan berfungsi dalam metabolisme lemak. 

Gambar 1. Penambahan Copper (Cu) pada ransum babi, mereduksi kasus diare (Espinosa et al, 2017)

"Intinya copper ini memiliki potensi yang jika diberikan dalam ransum babi dalam jumlah yang tepat, dapat membantu dalam meningkatkan kesehatan saluran cerna dan meningkatkan performa sistem imun babi," tukas Prof Stein.

Gambar 2. Efek Penambahan Copper pada kenaikan bobot badan babi (Espinosa et. al, 2017)


Selko Intellibond® C: Substituen AGP Kaya Manfaat

Alice Hibbert

Senada dengan Prof Stein, Alice Hibbert juga menjabarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh timnya di berbagai negara terkait efek copper sebagai imbuhan pakan pada ayam. Ia mengatakan bahwa ayam merupakan sumber protein hewani terbanyak yang dikonsumsi oleh manusia di dunia. Namun sayangnya, penggunaan antibiotik pada ayam di seluruh dunia merupakan yang kedua terbesar setelah babi, yakni 150 mg/1 kg ternak.

Selain itu Alice juga menyinggung mengenai isu Antimicrobial Resistance yang sudah mendunia dimana kita tahu bahwa salah satu penyebabnya adalah penggunaan antibiotik yang kurang terkontrol di sektor peternakan, terutama ayam.

“Kami dan tim berusaha mencari solusi dari sini dan memaksimalkan potensi copper agar dapat digunakan untuk mensubtitusi AGP. Kami juga telah banyak melakukan trial pada ayam, hasilnya pun bisa dibilang sangat baik dengan produk yang kami miliki yakni Selko Intellibond® C,” tutur Alice.

Selko Intellibond® C merupakan produk imbuhan pakan berbasis Copper Chlorida yang diproduksi dengan teknologi canggih agar dapat diserap dalam jumlah yang cukup oleh ternak. Produk ini telah melalui pengembangan selama lebih dari 20 tahun dan telah terbukti di seluruh dunia dapat meningkatkan performa ternak monogastrik seperti babi dan unggas.

Selko Intellibond® C memastikan kesehatan hewan dan produktivitasnya dengan bekerja secara langsung mendukung integritas jaringan, proses enzimatik, meningkatkan pertumbuhan bobot badan dan produktivitas, serta meningkatkan fungsi sistem imun.

Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh tim Trouw Nutrition menjabarkan manfaat yang didapat ketika menambahkan Selko Intellibond® C pada pakan ayam. Salah satunya terlihat pada Tabel 1 di bawah ini, dimana Selko Intellibond® C dapat menekan pertumbuhan bakteri E.coli dan C. perfringens (penyebab nekrotik enteritis).

Tabel 1. Efek penggunaan Selko Intellibond® C pada pakan ayam




Tidak hanya itu, dalam kondisi adanya Nekrotik Enteritis pun, penggunaan Selko Intellibond® C juga terbukti bahwa ayam tetap dapat memberikan performa terbaik. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 2. di bawah ini. 

Tabel 2. Penggunaan Selko Intellibond® C pada ayam yang terinfeksi NE

Bahkan, dalam trial lainnya, Alice juga membuktikan bahwa Selko Intellibond® C juga bekerja lebih baik ketimbang AGP yakni BMD dan sediaan sejenis yang berupa Copper Sulfat. Dengan demikian Alice mengatakan bahwa Selko Intellibond® C dapat menjadi bahan alternatif dalam mengurangi penggunaan antibiotik baik sebagai growth promoter maupun terapi suportif medikasi.

"Copper sulfat mungkin harganya lebih murah, tetapi sifatnya sangat reaktif ketimbang produk kami. BMD juga merupakan AGP yang sudah lama digunakan dalam pakan, namun karena isu keamanan pangan (food safety) penggunaannya mulai ditinggalkan, Selko Intellibond® C menawarkan sesuatu yang lebih baik dengan harga yang lebih terjangkau, jadi, mengapa harus ragu untuk beralih ke Selko Intellibond® C,” tutup Alice. (adv).




MENGGALI LEBIH DALAM POTENSI COPPER HIDROKLORIDA SEBAGAI IMBUHAN PAKAN




Tembaga, atau dalam bahasa inggris disebut dengan copper, yang dalam bahasa latin disebut dengan cuprum (Cu) merupakan salah satu unsur kimia yang namanya sering kita dengar. Nyatanya copper memiliki efek bakterisidal dan fungisidal dalam konsentrasi tertentu sehingga dapat dimanfaatkan sebagai substituen antibiotik pemacu pertumbuhan (AGP) terutama pada ternak monogastrik seperti babi dan unggas.

Hal tersebut dibahas secara mendalam oleh Prof. Hans Stein, peneliti dari Illinois University dan Alice Hibbert Global Program Manager - Trace Mineral Trouw Nutrition dalam sebuah webinar bertajuk "Effect of hydroxy copper chloride on growth performance of monogastric animals" Rabu (28/7) lalu.

Prof. Hans Stein lebih dulu menjabarkan secara detil efek pemberian hidroksi copper klorida sebagai imbuhan pakan pada babi. Dari kacamata nutrisi ternak, copper memiliki beberapa fungsi seperti anitbakteri, sebagai mikronutrien, membantu dalam beberapa reaksi metabolisme, dan sebagai komponen dari metaloenzim (enzim yang berkaitan dengan logam). 

Lebih lanjut dalam presentasinya Prof. Stein menjabarkan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh timnya pada babi. Dimana copper dalam bentuk sediaan hidroksi copper klorida teruji dan terbukti dapat meningkatkan performa pertumbuhan, meningkatkan kecernaan nutrisi, meningkatkan performa bakteri baik pada saluran cerna, dan berfungsi dalam metabolisme lemak. 

"Intinya copper ini memiliki potensi yang jika diberikan dalam ransum babi dalam jumlah yang tepat, main goal -nya adalah copper dapat membantu dalam meningkatkan kesehatan saluran cerna dan meningkatkan performa sistem imun babi," tukas Prof Stein.

Senada dengan Prof Stei, Alice Hibbert juga menjbarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh timnya di berbagai negara terkait efek copper sebagai imbuhan pakan pada ayam. Ia mengatakan bahwa ayam merupakan sumber protein hewani terbanyak yang dikonsumsi oleh manusia di dunia.

Selain itu Alice juga menyinggung mengenai isu Antimicrobial Resisstance yang sudah mendunia dimana kita tahu bahwa salah satu penyebabnya adalah penggunaan antibiotik yang kurang terkontrol di sektor peternakan, terutama ayam.

Oleh karenanya Alice mengatakan bahwa copper dapat menjadi bahan alternatif dalam mengurangi penggunaan antibiotik baik sebagai growth promoter maupun medikasi. Hal ini bukan tanpa alasan, karena dalam beberapa hasil penelitian yang dijabarkan oleh Alice, copper dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada unggas seperti C. perfringens, S. enteritidis, dan S. gallinarum.

"Kami juga sudah membandingkan penggunaan copper vs AGP (BMD) pada ayam, dan hasilnya penggunaan hidroksi copper klorida bisa berefek sama bahkan lebih baik dari BMD, selain itu cost yang dikeluarkan lebih rendah, dan yang terpenting performa juga tetap terjaga," tutur Alice. (CR)


PULUHAN BABI MATI DI TIONGKOK, ASF KEMBALI MEREBAK?

Puluhan babi mati mengambang di Sungai Kuning, kota Ordos, Mongolia Dalam, China, pada Senin (22/3/2021).  Penyebabnya tak diketahui.


Puluhan babi mati secara misterius, mereka ditemukan mengambang di tepi sungai di Tiongkok Utara, menurut laporan media pemerintah pada Senin (22/3/2021). Penyelidikan pun dilakukan pihak berwenang, dan di media sosial setempat muncul beragam spekulasi tentang penyebabnya. Belum diketahui pasti apa yang menyebabkan 26 bangkai babi ditemukan di sepanjang Sungai Kuning pekan lalu, di dekat kota Ordos, Mongolia Dalam.

Beberapa masih mengambang, dan warga desa setempat tidak tahu dari mana asalnya, kata laporan di situs web Banyuetan. Banyak netizen di Weibo (sejenis Twitter di Tiongkok) yang menuntut hukuman keras bagi pelaku. Warganet lainnya berspekulasi, babi-babi itu mungkin sakit, atau digelonggong dengan bahan kimia terlarang. Namun, pemerintah setempat pada Minggu (21/3/2021) menyampaikan, babi-babi yang mati sudah dibuang dengan aman. Departemen Pengendalian Penyakit Peternakan pun telah mengumpulkan sampel untuk menyelidiki kasus in

Kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi di Tiongkok pada 2013, ketika 16.000 babi mati ditarik keluar dari sungai Shanghai. Kantor berita AFP mewartakan, insiden itu menguak praktik kotor industri makanan di "Negeri Panda", dan memicu ketakutan masyarakat tentang keamanan pangan dan polusi. Babi-babi yang diyakini sakit itu dibuang ke sungai oleh para peternak

Tiongkok juga sempat memusnahkan 100 juta babi saat dilanda wabah demam babi Afrika, yang menyebabkan populasi hewan itu turun hampir setengahnya. Secara perlahan, populasi babi di sana kini kembali normal. Seorang peternak babi mengatakan kepada AFP pada puncak wabah, beberapa peternak yang terkena dampak diam-diam menjual atau membuang bangkai babi, alih-alih melaporkannya ke pemerintah. (INF)

SELFMIX PAKAN TERNAK BABI

Berikut ringkasan tema yang dibawakan oleh Rudi, peternak babi dari Solo, Jawa Tengah. Pada webinar Campus Online AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia) "Training Formulasi Ransum Babi Batch 1", yang diadakan via Zoom pada Selasa, 16 Maret 2021. Webinar ini didukung oleh USSEC, Boehringer Ingelheim, PT Gallus Indonesia Utama, Gita Organizer, dan Majalah Infovet.

Self mixing adalah metode pencampuran pakan yang dilakukan sendiri. Keuntungannya lebih efisien dan menghemat biaya pakan, mengetahui kualitas pakan hasil buatan sendiri, formulasi ransum dapat dibuat sesuai keinginan sendiri.

Belajar teknologi pakan menolong kita menghadapai hal-hal tak terduga seperti bagaimana menghadapi cuaca musim dingin. Bagaimana ketika gunung Merapi meletus, hasil panen berantakan, harga jagung naik 2 kali lipat. Bagaimana ketika pada terkena hama, dan ketika bahan baku naik dan sulit.

Bahan baku dan pakan alternatif meliputi bungkil kelapa, DDGS (dried distillers grain with soluble), CGF (corn gluten feed), polar, ampok, aking, dll. Penting untuk berdiskusi dengan ahli nutrisi, karena setiap alternatif pakan masing-masing ada kelemahan dan kelebihan.

Dengan selfmix kita dapat menjaga kestabilan ternak ketika terjadi kelangkaan pakan.

Materi selengkapnya bisa diunduh disini.

PENYUSUNAN RANSUM PRESTARTER & STARTER TERNAK BABI

Berikut ringkasan tema yang dibawakan oleh Dr Ir Sangley Randa, MSc. Pada webinar Campus Online AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia) "Training Formulasi Ransum Babi Batch 1", yang diadakan via Zoom pada Selasa, 16 Maret 2021. Webinar ini didukung oleh USSEC, Boehringer Ingelheim, PT Gallus Indonesia Utama, Gita Organizer, dan Majalah Infovet.

Periode/fase pertumbuhan ternak babi:

  • Prestarter: 5-10 kg.
  • Starter: 10-20 kg.
  • Grower: 20-35 kg.
  • Finisher: 60-100 kg.

Ternak babi prestarter adalah kelompok atau kategori ternak babi yang berada dalam masa menyusui, atau disebut juga pra-sapih (persiapan untuk disapih). Umur 2-6 minggu (30-50 hari).

Ternak babi starter adalah kelompok atau kategori anak babi yang sudah disapih (weaned piglet). Umur 8-100 minggu.

Pertumbuhan maksimal adalah tujuan utama bagi pemeliharaan anak babi (piglets). Seringkali dalam usaha komersil, pertumbuhan maksimal merupakan hal yang paling sulit dicapai, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu terbatasnya ketersediaan susu bagi anak-anak babi yang baru lahir. Lalu penyapihan dini seringkali memicu adanya stress pada ternak, kapasitas usus membatasi penyerapan nutrisi pada anak-anak babi lepas sapih, dan faktor-faktor lain yang menimbulkan kondisi “stress” yang berdampak pada laju potensi pertumbuhan.

Dalam penyediaan makanan/penyusunan ransum (anak babi), dipengaruhi oleh setidak-tidaknya 3 faktor utama. Pertama fisiologis pencernaan, menentukan sifat dan bentuk bahan makanan. Kedua, kebutuhan zat-zat makanan, menentukan jenis dan jumlah bahan makanan. Ketiga, status/umur pertumbuhan, menentukan bentuk dan jumlah ransum yang diberikan.

Sejalan dengan bertambahnya umur ternak, aktivitas enzim semakin meningkat untuk mencerna pati (karbohidrat), lemak dan protein. Ini yang membuat pentingnya perhatian bagi penyediaan pakan untuk anak-anak babi.

Kebutuhan Nutrisi Ternak babi pre-starter

Berdasarkan SNI 01-3911-2006, persyaratan mutu pakan bagi ketersediaan nutrisi bagi ternak babi prestarter sbb:

Kebutuhan Nutrisi Ternak babi starter

Berdasarkan SNI 01-3912-2006, persyaratan mutu pakan bagi ketersediaan nutrisi bagi ternak babi starter (sapihan) sbb:

Materi selengkapnya bisa diunduh disini.


KEBUTUHAN GIZI BABI INDUK DAN PENGGEMUKAN

Berikut ringkasan tema yang dibawakan oleh Prof Ir Budi Tangendjaja, PhD, Technical Consultant USSEC/USGC. Pada webinar Campus Online AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia) "Training Formulasi Ransum Babi Batch 1", yang diadakan via Zoom pada Selasa, 16 Maret 2021. Webinar ini didukung oleh USSEC, Boehringer Ingelheim, PT Gallus Indonesia Utama, Gita Organizer, dan Majalah Infovet.

Penentuan kebutuhan gizi ternak:

  • Ahli Gizi menentukan kebutuhan ternak dengan percobaan empiris untuk masing-masing zat gizi.
  • Penelitian dilakukan untuk menentukan kebutuhan minimal zat gizi dalam kondisi terkontrol
  • Ahli gizi juga menentukan berapa “faktor cadangan” (safety margin) yang di gunakan untuk menyusun ransum
  • Kandungan energi mempengaruhi jumlah pembentukan daging dan lemak tubuh

Rekomendasi untuk babi pertumbuhan:

Konsumsi pakan menentukan jumlah gizi:

  • Kandungan gizi dan pemakaian dalam % adalah untuk orang, bukan untuk babi.
  • Babi membutuhkan julah gizi absolut (g/hari, IU/hari, dll), bukan %.
  • % adalah didasarkan atas konsumsi pakan yang diharapkan (dugaan - berbeda untuk setiap peternakan).
  • Satu ekor babi yang makan 2 kg pakan mengandung lisin 1.00% akan mengonsumsi 20 g lisi per harinya. (2000 * .01 = 20)
  • Jika konsumsi ransum turun menjadi 1.8 kg/h, babi akan mengonsumsi hanya 18 g lisin/h. (1800 * .01)
  • Untuk dapat mengonsumsi 20 g lisin/h dengan makan 1.8 kg, maka kandungan lisin dalam ransum harus 1.11%. (20/1800 * 100)

Jumlah pakan menurut tahapan:

Tujuan pemberian pakan babi bunting:

  • Untuk perkembangan janin secara optimal.
  • Mempersiapkan induk untuk menyusui.
  • Mencapai target berat badan sehingga semua induk mendapatkan ketebalan lemak punggung sebesar 18-20 mm saat melahirkan.
  • Konsumsi pakan semasa bunting berpengaruh sebaliknya pada saat menyusui.

Tujuan pemberian pakan babi menyusui:

  • Memaksimalkan produksi susu untuk memaksimumkan pertumbuhan anaknya.
  • Mengurangi kehilangan berat badan induk agar penampilan reproduksi optimal setelah penyapihan.
  • Mempertahankan biaya dan pakan tercecer agar tetap rendah.
  • Target minimum: 1.8 kg per induk ditambah .55 kg untuk setiap anak babi.

VIETNAM SIAP MENJADI NEGARA PERTAMA PRODUSEN VAKSIN ASF

Vaksin ASF asal negeri Paman Ho, siap diproduksi masal


Vietnam telah menyelesaikan studi dan program percontohan vaksin untuk Demam Babi Afrika (ASF) dan diharapkan mulai produksi komersial mulai kuartal kedua tahun ini. Setelah produk vaksin ini resmi diluncurkan, Vietnam akan menjadi negara pertama di dunia yang memproduksi vaksin untuk ASF.

Navetco National Veterinary JSC (Navetco) di bawah Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam mengklaim telah menyelesaikan ujicoba vaksin percontohan pada 72 ekor babi dalam kondisi normal dengan rasio keberhasilan 100 persen!. Menurut Navetco, vaksin ASF buatannya membutuhkan waktu 14 hari untuk menunjukkan hasil dan memberikan perlindungan pada babi.

Phung Duc Tieng, Wakil Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan menyatakan bahwa vaksin yang dihasilkan oleh Navetco ini terbukti efektif karena tidak ada babi yang dinyatakan positif ASF setelah divaksin.

Vaksin dikembangkan berdasarkan gen I177L dari Amerika Serikat. Amerika Serikat sendiri telah mempelajari virus ini selama 10 tahun. Pada Februari tahun lalu, Vietnam meminta Amerika Serikat untuk mentransfer sampel virus ASF yang diubah secara genetik dan telah dikembangkannya untuk memfasilitasi produksi vaksin di negeri Paman Ho. Vietnam pun kemudian berencana untuk memproduksi empat batch vaksin dengan masing-masing 10.000 dosis.

Universitas Pertanian Nasional Vietnam mulai meneliti vaksin sejak Maret lalu. Sejauh ini, telah dikembangkan empat jenis vaksin, dari keempatnya salah satu jenis vaksin telah menunjukkan hasil yang menggembirakan pada 13 dari 14 ekor babi yang diuji.

Tim peneliti Akademi Ilmu Pertanian Vietnam juga telah membuat vaksin baru yang diujicobakan di tiga peternakan babi di provinsi utara Hung Yen, Ha Nam, dan Thai Binh. Dari total hewan yang divaksinasi, 16 dari 18 ekor induk babi dinyatakan dalam keadaan yang sehat setelah dua bulan, dengan beberapa induk melahirkan anak babi yang sehat. (INF/CR)

KOLABORASI AMI, USSEC, DAN GITA ORGANIZER GELAR WEBINAR ASF VIA DARING

Kupas tuntas masalah ASF bersama para ahli dalam webinar
 

Rabu 12 Agustus 2020 Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), United State Soybean Export Council (USSEC) bekerkolaborasi dengan GITA organizer melaksanakan seminar mengenai penyakit African Swine Fever (ASF) via daring.

Sebanyak lebih dari 150 orang peserta hadir dalam pertemuan tersebut. Selain seminar juga diadakan Musyawarah Nasional AMI.

Membuka sambutan perwakilan USSEC Ibnu Eddy Wiyono mengatakan bahwa ada 3 hal yang difokuskan oleh USSEC di Indonesia yakni utilisasi soybean pada sektor peternakan, manusia dan akuatik. Ia juga meminta maaf jika USSEC jarang terlibat dalam peternakan babi di Indonesia, hal ini karena memang di Indonesia populasi babinya tidak sebanyak Vietnam dan Negara lainnya di Asia Tenggara.  Tetapi bukan berarti USSEC tidak peduli dengan sektor peternakan babi di Indonesia.

Di waktu yang sama Ketua Umum AMI Sauland Sinaga dalam sambutannya merasa senang dapat mengadakan acara ini. Menurut dia, sektor peternakan babi Indonesia harus bisa mengcover ASF dan mencegah penularannya lebih jauh lagi.

“Oleh karena restocking dan mencegah ASF lebih jauh itu penting, maka harus segera diupayakan,” tuturnya. Ia juga menyoroti kecukupan protein Indonesia yang masih rendah, dan babi bagi konsumennya tentu dapat menjadi solusi permasalahan stunting akibat rendahnya konsumsi protein hewani di Indonesia.

Presentasi pertama yakni dari Dr Angel Manabat yang berasal dari Filipina yang juga merupakan ahli babi. Dalam presentasinya Dr Angel memaparkan mengenai tips dan trik dalam mencegah ASF melalui biosekuriti. Beliau juga menganjurkan agar setiap peternakan yang terjangkit ASF agar melakukan istirahat kandang yang cukup dan mengaplikasikan biosekuriti yang sangat ketat, karena ASF ini sangat cepat menyebar dan mematikan. Selain itu Angel juga banyak menjabarkan mengenai cara – cara restocking yang tepat apabila hendak memulai kembali beternak.

Presentasi kedua yakni dari Drh Paulus Mbolo Maranata dari PT Indotirta Suaka tentang penerapan biosekuriti yang baik dan benar di peternakan babi dalam mencegah ASF. Ia berbagi pengalamannya dalam mencegah penyakit – penyakit pada babi seperti Hog Cholera.

“Penyakit babi seperti Hog cholera saja misalnya ini sangat mematikan, jika tidak segera dilakukan pencegahan bisa tutup Pulau Bulan itu. Oleh karenanya biosekrutii dan vaksinasi diiringi manajemen pemeliharaan harus baik,” tutur Paulus.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa timing dan ketepatan vaksinasi sangat berguna dalam program kesehatan. Dan menurutnya data keberadaan penyakit harus tepat, ini tentunya dibutuhkan kerjasama yang kompak dengan dinas dinas terkait dan stakeholder lain.

Paulus juga menerangkan masalah swell feeding, menurutnya swell feeding ini juga menjadi kunci masuknya penyakit ke dalam peternakan utamanya peternakan rakyat. Selain itu biosekuriti di peternakan rakyat juga harus dapat membatasi mobilisasi manusia, terutama pembeli babi dimana mereka biasanya masuk dan berpindah dari kandang satu ke kandang lain, dari peternakan satu ke peternakan lain, tentunya mereka berisiko tinggi dalam penyebaran penyakit pada babi.

“memberi makanan sisa ini bahaya, makanya harus diperhatikan. Kalau tidak bisa berhenti swell feeding minimal harus treatment makanan sisanya ini, entah direbus, atau diapakan. Orang – orang juga harus bisa mengontrol diri agar tidak keluar masuk sembarangan. Bahkan dokter hewannya aja bisa lho membawa penyakit ke peternakan babi,” tutur Paulus.

Sesi diskusi dan tanya jawab juga berlangsung sangat interaktif, selain dapat bertanya langsung para peserta seminar juga dapat bertanya melalui gawai secara tertulis yang nantinya dibacakan oleh moderator. Bertindak sebagai moderator dalam acara tersebut yakni Prof Budi Tangendjaja. Setelah seminar berakhir, sesi dilanjutkan dengan diskusi internal oleh para anggota AMI. (CR)

WASPADA PANDEMI BARU, DKPP BINTAN BERGERAK CEPAT PERIKSA BABI


Petugas DKPP Bintan, mengecek status kesehatan babi di wilayahnya

Merebaknya pemberitaan mengenai virus Flu Babi G4 menjadi perhatian Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( DKPP ) Bintan. Selain harus mengawai kesehatan hewan kurban jelang Idul Adha 1441 Hijriah, kini perhatian mereka harus terbagi untuk mengantisipasi gejala penyakit flu babi baru dengan nama G4 EA H1N1. Sebagaimana diketahui, penyakit asal Tiongkok ini disebut-sebut bakal menjadi pandemi baru selain Covid-19.

Begitu juga terkait merebaknya kasus penyakit demam babi afrika atau African Swine Fever yang telah mengakibatkan kematian cukup tinggi di berbagai peternakan babi di Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur ( NTT ) dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( DKPP ) Bintan, Khairul menuturkan, populasi ternak Babi di Kabupaten Bintan hingga saat ini tercatat lebih dari 1.024 ekor yang tersebar di 4 kecamatan di Wilayah Bintan. Empat kecamatan itu meliputi Kecamatan Bintan Timur, Toapaya, Gunung Kijang dan Kecamatan Teluk Sebong.

"Dengan banyaknya populasi ternak babi di Bintan ini, kami punya peran untuk menjaga kesehatannya," ucapnya, Senin (6/7/2020).

Kepala Seksi Kesehatan Hewan DKPP Bintan, drh Iwan Berri Prima menyampaikan, bahwa DKPP Kabupaten Bintan melalui tim kesehatan hewan memiliki tanggung jawab dan Tupoksi dalam melakukan pengawasan kesehatan hewan diwilayah Bintan, termasuk diantaranya kesehatan ternak babi. Apalagi ini berkenaan dengan zoonosis atau penyakit pada hewan yg dapat menular ke manusia atau sebaliknya. Penyakit flu babi termasuk kategori zoonosis.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang telah kami lakukan, hingga saat ini kami tidak menemukan kasus penyakit berbahaya pada ternak babi. Sehingga dapat kami sampaikan, kondisi ternak babi di Bintan dalam kondisi sehat dan aman," ungkapnya.

Drh Iwan Berri juga berharap kepada masyarakat, khususnya peternak babi agar senantiasa terus berkomunikasi dengan tim kesehatan hewan Bintan. Sehingga jika ditemukan kasus penyakit pada ternak babi dapat dengan cepat di lakukan penanganan. (INF)

INDONESIA TINGKATKAN KEWASPADAAN TERKAIT VIRUS FLU BABI G4

Babi, kembali menjadi sorotan karena penularan virus flu babi G4

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pertanian,meningkatkan pengawasan terhadap hewan-hewan serta produk hewan yang masuk Indonesia yang berpotensi membawa penyakit.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, menjelaskan bahwa para petugas karantina meningkatkan pengawasan sebagai bentuk antisipasi terhadap temuan sebuah galur (strain) virus flu baru yang berpotensi menjadi pandemi.

Galur virus yang disebut G4 EA H1N1 itu dibawa oleh babi, namun dapat menjangkiti manusia.

"Pengawasan sistematis terhadap virus influenza pada babi adalah kunci sebagai peringatan kemungkinan munculnya pandemi influenza berikutnya. Kita akan siapkan rencana kontingensinya juga," kata Ketut di Jakarta, Kamis (02/07).

Ketut menjelaskan bahwa pihaknya juga akan terus memperkuat kapasitas deteksi laboratorium kesehatan hewan di Indonesia, serta meminta jejaring laboratorium tersebut untuk melakukan surveilans untuk deteksi dini penyakit dimaksud.

Sebelumnya, kepada BBC, Prof Kin-Chow Chang, yang bekerja di Universitas Nottingham, Inggris, mengatakan dia dan para koleganya menemukan galur virus flu baru yang dibawa oleh babi.

Mereka khawatir virus yang disebut G4 EA H1N1 itu bisa bermutasi lebih jauh sehingga bisa menular dengan mudah dari satu orang ke orang lain dan memicu wabah penyakit sedunia.

Baru-baru ini para ilmuwan menemukan bukti penularan pada manusia yang bekerja di penjagalan dan industri peternakan babi di China.

Sejauh ini virus tersebut belum menimbulkan ancaman besar, namun menurut Prof Kin-Chow Chang dan kolega-koleganya yang tengah menelitinya, virus itu patut diawasi. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, temuan virus flu babi ini sempat membuat masyarakat bingung, karena menganggap flu babi sama dengan demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).

Ketut menegaskan bahwa flu babi dan demam babi Afrika adalah dua penyakit yang berbeda.

"Kasus penyakit pada babi yang ada di Indonesia pada saat ini adalah ASF dan bukan flu babi," kata dia.

Sejak akhir 2019, kasus ASF dilaporkan di Indonesia tepatnya di Sumatera Utara.

Kementan pun terus memantau perkembangan kasusnya, dan berdasarkan data yang ada, tidak pernah ada laporan kejadian ASF menular pada manusia.

Ketut memastikan bahwa sejak ASF mulai dilaporkan di China pada 2018, Kementan secara konsisten terus melakukan pengendalian dan menyosialisasikan tentang ASF ke provinsi/kabupaten/kota melalui edaran dan juga sosialisasi secara langsung, pelatihan, dan simulasi.

Ketut menerangkan bahwa pada saat ini, kasus flu babi khususnya galur baru seperti pada pemberitaan, belum pernah dilaporkan di Indonesia.

"Jadi masyarakat tidak perlu khawatir terkait flu babi ini. Pemerintah akan terus memantau dan berupaya agar penyakit ini tidak terjadi di Indonesia," kata dia kepada

BELASAN BABI MATI MENDADAK DI KABUPATEN GIANYAR

Babi, salah satu komoditi peternakan andalan Pulau Dewata

Kejadian babi mati mendadak terjadi kembali, kali ini giliran Kabupaten Gianyar yang harus menerima kenyataan tersebut. Berdasarkan laporan dari Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Gianyar, tercatat 19 eokr babi mati mendadak. Babi yang mati mendadak tersebar di 4 lokasi. Untuk memastikan penyebab kematian, Distan Gianyar sedang meneliti sampel bangkai babi yang telah dikubur.
Menurut Kabid Kesehatan Hewan dan Kesmavet Distan Gianyar Drh Made Santi Arka Wijaya, sebaran babi mati terbanyak di Kecamatan Payangan. "Di Payangan ada 3 titik. Di Desa Klusa, Bukian,dan Ponggang Puhu. Satu titik lainnya di (Kecamatan) Sukawati di Banjar Abasan, Desa Singapadu Tengah," ujarnya.
Mengenai babi yang mati mendadak, pihaknya langsung terjun ke lokasi kandang. "Setelah dilakukan tindakan desinfeksi, kasus kematian mendadak tidak berlanjut, kami juga mengambil sampel untuk diperiksa di lab," jelas Santi. Kini sampel bangkai babi dibawa ke BBVet Denpasar. "Kami belum dapat kabar (hasil lab). Tapi kami sudah berkoordinasi dengan BBVet Denpasar untuk terkait sampel yang kami berikan kesana," bebernya.
Pihak Distan memperkirakan, wabah Babi mati ini tidak berkaitan dengan virus Afrian Swine Fever (ASF) alias demam babi Afrika. "Kalau dilihat dari angka kematian relatif rendah, kemungkinan bukan terserang ASF, tetapi nanti kita lihat saja hasil uji lab," tegasnya. Selain melakukan desinfeksi, pihaknya juga melakukan upaya memperketat biosekuriti.
"Kami akan lakukan sosialisasi pada daerah yang banyak mengalami kasus kematian mendadak dan yang masih aman, untuk sama-sama kita perketat lalu-lintas babi," kata Santi. Disamping itu, perlu pengawasan bersama terkait jual-beli babi. "Orang-orang yang berpotensi pembawa virus juga disosialisasikan," imbuhnya.
Santi menjelaskan, para pembeli atau tengkulak babi juga berpotensi membawa virus dari satu kandang ke kandang lain. "Kita sepakat di seluruh Bali untuk memperketat keluarnya babi dari daerah kasus. Sebab tukang juk (tukang tangkap) babi, tumpung atau bangsung dan lain-lain peralatannya itu berpotensi sekali sebagai penyebar," terangnya.
Diakui, Gianyar tumbuh berjamuran usaha kuliner babi guling. Maka dia berharap para pedagang maupun tukang juk ini memperhatikan kebersihan babi. "Peralatannya seperti tumpung, mobil angkut, tukang juk dan lainnya harus bersih," pungkasnya. (CR)


GERAKAN #SAVEBABI MEREBAK DI SUMATERA UTARA

Suasana Aksi #SaveBabi di Medan (Dokumentasi Kompas.com)

Babi bisa dibilang tidak dapat terpisahkan dari adat suku Batak. Berbagai acara adat semisal upacara pernikahan kurang nampol rasanya tanpa kehadiran si ekor melingkar tersebut. Terlebih lagi Sumatera Utara, beberapa waktu yang lalu sempat dihebohkan dengan kematian ribuan ekor babi akibat ASF dan Hog Cholera. Tentunya kekhawatiran akan kekurangan suplai daging babi terus menghantui masyarakat di sana.

Atas dasar kekhawatiran tersebut ratusan warga di Sumatera Utara yang terdiri dari kalangan peternak babi, pengusaha rumah makan, penjual daging, penjual pakan ternak, dan penikmat daging babi melakukan aksi protes. Mereka memulai aksi damai tersebut dengan nama #SaveBabi. Aksi tersebut dilakukan pada Selasa (21/1) di Wisma Mahena, Medan.

Dalam aksi tersebut, ketua gerakan #SaveBabi Boassa Simanjutak mengungkapkan kekecewaan masyarakat terhadap langkah yang akan diambil oleh Pemprov Sumatera Utara terkait pemusnahan babi secara massal setelah merebaknya ASF. Ia juga menilai bahwa pemerintah telah lalai dalam menjalankan tugasnya terkait penetapan status ASF.

"Pemerintah lalai, selalu menganggap sepele tidak melakukan penelitian yang mendalam sehingga masyarakat bingung. Padahal babi itu komoditas penting bagi orang Batak," tutur dia.

Dalam pertemuan tersebut, kalangan peternak babi juga mengeluhkan kerugian ekonomi yang diderita akibat kematian massal ternak babinya. Mereka juga menolak pemusnahan massal yang hendak dilakukan Pemprov, karena hanya akan menambah kerugian.

Sekretaris panitia, Hasudungan Siahaan mengatakan bahwa aksi ini hanya awal. Nantinya ia menyebut bahwa aksi serupa akan digelar pada tanggal 3 Maret mendatang di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara. 

"Selain aksi, kami juga akan membentuk tim pengacara yang akan menjalankan upaya hukum melalui class action. Jalur hukum ditempuh untuk meminta ganti rugi kepada pemerintah terkait babi yang mati," tutur Hasudungan.

Sementara itu Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara, Azhar Harahap menegaskan bahwa tidak akan ada pemusnahan babi massal terkait penyakit Hog Cholera dan ASF. 

"Ada yang menebar isu bahwasanya Pak Gubernur hendak memusnahkan ternak babi secara massal. Padahal statement itu tidak pernah ada, selama saya dampingi ternak babi di Sumatera Utara tidak akan dimusnahkan," Kata Azhar. (CR)

RESMI: PEMERINTAH UMUMKAN WABAH ASF DI INDONESIA


Memperketat biosekuriti, salah satu upaya mencegah penularan virus ASF. (Sumber: Istimewa)

Pemerintah Indonesia resmi melaporkan wabah demam babi afrika di 16 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Laporan wabah demam babi afrika tersebut dimuat dalam situs web Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), 17 Desember 2019. Informasi laporan wabah tersebut disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) Drh Muhammad Munawaroh, di Jakarta, Rabu (18/12/2019).

”Menurut situs web OIE, Indonesia telah melaporkan ASF (African Swine Fever/demam babi afrika) tanggal 17 Desember 2019 dan telah diumumkan OIE pada tanggal yang sama,” tutur Munawaroh. Menurut dia, Indonesia sudah menjadi anggota OIE sehingga wajib melaporkan kejadian penyakit baru jika ditemukan di negara Indonesia.

Munawaroh juga menerima salinan Surat Keputusan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang pernyataan wabah demam babi afrika di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara. Surat keputusan tersebut ditandatangani 12 Desember 2019. Sebelumnya beberapa grup WhatssApp juga telah dihebohkan dengan beredarnya surat tersebut, namun begitu kini resmi sudah surat tersebut diakui oleh pihak Kementan.

Dalam surat itu disebutkan 16 kabupaten/kota yang terjadi wabah ASF. Ke-16 kabupaten/kota itu adalah Kabupaten Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Kota Tebing Tinggi, Kota Pematang Siantar, dan Kota Medan.

Laporan Indonesia kepada OIE dapat dilihat di link ini. Pada situs OIE juga tertulis bahwa laporan Indonesia disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Drh I Ketut Diarmita tanggal 17 Desember 2019.

Dalam laporannya disebutkan ada 392 wabah di peternakan rakyat di 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara (Sumut). Dalam laporan itu disebutkan ada 34 kabupaten/kota di Sumut. Yang benar terdapat 33 kabupaten/kota di Sumut.

Wabah pertama terjadi pada 4 September 2019 di Kabupaten Dairi dan dengan cepat menyebar ke 16 kabupaten lainnya. Konfirmasi ASF dilakukan pada 27 November 2019. Diagnosis penyakit ASF dilakukan Balai Veteriner Medan dengan uji PCR dan nekropsi atau bedah mayat. Penyebabnya adalah virus ASF. Sumber penularan disebutkan ”tidak dikenal dan tidak meyakinkan”.

Dalam kolom komentar epidemiologis, tertulis bahwa sumber infeksi tidak dapat disimpulkan, tetapi penilaian risiko yang cepat menunjukkan bahwa pengangkutan babi hidup dari daerah lain serta terkontaminasinya pakan babi oleh muntahan dari penanganan hewan, kendaraan, dan pakan ternak berperan dalam mewabahnya ASF. Selain itu juga disebutkan bahwa Pembuangan babi mati yang mati secara serampangan menjadi sumber penularan lainnya. Tidak lupa disebutkan pula bahwa tindakan pembersihan, dan desinfeksi sedang dilaksanakan. 

Dalam upaya mengontrol ASF agar tidak cepat menyebar, dalam laporannya Pemerintah Indonesia juga menuliskan bahwa kini pemerintah sedang melakukan tindakan berupa kontrol di dalam negeri, surveilans, karantina, pembuangan resmi karkas, produk sampingan, dan limbah, zonasi, desinfeksi, vaksinasi jika ada vaksin, dan tidak ada perawatan hewan yang terkena dampak ASF. (CR)

FAO KONFIRMASI KEBERADAAN ASF DI INDONESIA

Peternak babi dihimbau untuk lebih baik menerapkan biosekuriti untuk mencegah ASF


Organisasi Pangan Dunia (FAO) melaporkan bahwa wabah demam babi Afrika atau 
African swine fever (ASF) telah dikonfirmasi menjangkiti ternak babi di Indonesia. Dalam laporan rutin di situs resminya, FAO menyebutkan bahwa Kementerian Pertanian mengumumkan secara resmi terjadinya wabah tersebut di Provinsi Sumatra Utara pada Kamis pekan lalu (12/12/2019). Laporan awal menyebutkan bahwa Hog Cholera ditengarai sebagai penyebab kematian, dengan virus ASF masih dalam tahap indikasi.
Kini, dalam upaya penanggulangan ASF, FAO menyebutkan pihaknya tengah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktur Kesehatan Hewan pun disebut telah meminta rekomendasi FAO dalam hal pengendalian ASF. "Tim FAO saat ini tengah menyusun draf rekomendasi pengendalian ASF yang sesuai dengan kondisi Indonesia," tulis FAO dalam laporannya yang dikutip Bisnis, Rabu (18/12/2019).
Sementara itu, di beberapa WhatssApp Grup (WAG) juga telah beredar Keputusan Menteri Pertanian terkait mewabahnya ASF. Dalam Kepmentan yang diberi nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tersebut tertera tandatangan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, namun tidak tertera cap basah stempel Kementerian Pertanian.
Dalam usaha mengkonfirmasi Kepmentan tersebut, Infovet telah menghubungi Direktur Jenderal kesehatan Hewan I Ketut Diarmita. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dan komentar dari yang bersangkutan. (CR)



MENTAN AKAN ISOLASI DAERAH TERJANGKIT VIRUS HOG CHOLERA



Syahrul Yasin Limpo (Foto: Dok. Kementan)

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo akan mengisolasi jalur distribusi daerah yang terjangkit virus kolera babi (hog cholera) pada ternak babi.

"Nanti akan kita isolasi, baik distribusi terutama untuk ekspor-impornya. Karena ini juga bukan hanya dari Kementerian Pertanian, perlu koordinasi dengan pihak lain," kata Mentan di Jakarta, Senin (18/11/2019), seperti dihimpun Antara.

Saat akan mengikuti rapat kerja di Komisi IV DPR RI, Mentan sempat menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi dengan pihak pemerintah daerah untuk melakukan isolasi sementara.

Mentan menjelaskan tujuan dari isolasi tersebut adalah agar virus tidak menyebar pada ternak-ternak yang lainnya. Selain itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan atas terjangkitnya virus hog cholera tersebut.

Sebelumnya, jumlah kematian babi akibat virus hog cholera di Provinsi Sumatera Utara terus bertambah hingga menjadi 5.800 ekor. Untuk mengantisipasi penyebaran virus tersebut, Kementan dalam hal ini Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan akan berpartisipasi dalam penanganan dan pengawasan babi. (Sumber: elshinta.com)


PEMPROV SUMATERA UTARA SIAPKAN “HADIAH” BAGI PEMBUANG BANGKAI BABI DI SUNGAI


Bangkai babi di sungai, dikhawatirkan menyebabkan pencemaran sumber air (Sumber : Merdeka.com)

Warga atau kelompok masyarakat yang kedapatan sengaja membuang bangkai babi ke sungai akan dikenakan sanksi pidana. Penegasan ini disampaikan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, mengingat kian massifnya pembuangan bangkai hewan kaki empat tersebut ke sungai.

“Kita akan menerapkan sanksi kepada masyarakat yang ketahuan membuang bangkai babi. Sanksinya pidana,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut bersama instansi terkait lain sudah melakukan upaya dan langkah-langkah menyikapi insiden pembuangan babi ke sungai. Baik yang terjadi di Sungai Bederah, Kelurahan Terjun, Medan, kawasan Danau Siombak dan Sungai Bedagai, Kecamatan Tanjung Beringin, Serdangbedagai.

Azhar mengutarakan, atas insiden ini Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sudah mengeluarkan surat edaran ke seluruh bupati dan wali kota supaya melarang kelompok masyarakat yang melakukan pembuangan bangkai babi ke sungai. “Beberapa kabupaten sudah melaksanakan itu, namun tetap saja namanya masyarakat tidak terkendali. Makanya kita putuskan memberi sanksi pidana,” tutur Azhar.

Upaya dan langkah-langkah strategis itu dikoordinasikan pihaknya bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Kesehatan, Dinas Sumber Daya Air Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Lingkungan Hidup dan OPD terkait lain.“Besok (hari ini) kita akan mengambil langkah-langkah terhadap ternak yang di kawasan Danau Siombak dengan Kota Medan dengan melakukan penguburan, sehingga tidak mengganggu kelancaran aktivitas masyarakat,” imbuh Azhar.

Sebelumnya diketahui bahwa 5.800 ekor ternak babi mati akibat hog cholera di Provinsi Sumatera Utara, akibat banyaknya babi yang mati masyarakat membuang bangkai babi ke sungai. Belum selesai penanganan wabah, kini Pemprov Sumatera Utara kembali harus menghadapi masalah baru yakni kemungkinan tercemarnya sungai dan danau. (CR)



ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer