-->

PELATIHAN PJTOH ANGKATAN XXVII, DIGELAR SECARA HYBRID

Simbolis pemukulan gong membuka kegiatan pelatihan PJTOH angkatan XXVII oleh Arief Wicaksono. (Foto-foto: Dok. Infovet)

Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali melaksanakan kegiatan rutin tahunan yakni Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) Angkatan XXVII yang berlangsung mulai 15-17 April 2025 secara hybrid, di Bogor, Jawa Barat.

“Pelatihan ini sudah yang ke-27 kalinya kita laksanakan. Pada pelatihan PJTOH kali ini sangat padat acaranya dengan kita menghadirkan 15 narasumber,” ujar Ketua Panitia Pelatihan PJTOH, Drh Forlin Tinora dalam sambutannya, Selasa (15/4/2025).

Mengingat pentingnya peran PJTOH, lanjut Forlin, pada pelatihan kali ini dibagi menjadi tiga kategori, di antaranya materi tentang peraturan dan perundang-undangan obat hewan, pembahasan teknis mengenai sediaan biologic, feed additive, dan feed supplement, serta pembahasan mengenai pentingnya pemahaman organisasi. “Kami harapkan para calon PJTOH benar-benar mengikuti pelatihan dengan baik,” ucapnya.

Peserta pelatihan PJTOH yang hadir secara luring.

Tugas dan peran dokter hewan maupun apoteker sebagai PJTOH di perusahaan obat hewan ataupun pakan ternak menjadi kunci penting. Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, menguraikan beberapa tugas dan tanggung jawab PJTOH di antaranya memberikan informasi tentang peraturan perundangan di bidang obat hewan kepada pimpinan perusahaan, juga memberikan saran dan pertimbangan teknis mengenai jenis sediaan obat hewan yang akan diproduksi/diimpor.

“PJTOH juga menjadi posisi kunci dalam peranannya menolak produksi, penyediaan, bahkan peredaran obat hewan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Kemudian menolak produksi obat hewan yang belum memperoleh nomor registrasi atau registrasinya sudah mencapai masa kadaluarsa. Ini PJTOH harus memastikan di perusahaan tempatnya bekerja,” jelas Ira.

Lebih lanjut disampaikan, begitu juga ketika PJTOH di pabrik pakan memiliki tugas yang tidak jauh berbeda, yakni menolak penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dilarang dicampur dalam pakan ternak, kemudian menyetujui penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dicampur dalam pakan ternak yang memenuhi syarat mutu atau menolaknya apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang obat hewan.

“Mengingat tugas dan tanggung jawab PJTOH sehingga pelatihan ini menjadi sangat penting dan diharapkan para calon PJTOH mendapatkan pemahaman dan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya,” ucapnya.

Sambutan oleh Ketua ASOHI, Irawati Fari, secara luring.

Harapan senada juga disampaikan oleh Koordinator Substansi Pengawasan Obat Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan, Drh Arief Wicaksono, yang mewakili Direktur Kesehatan Hewan, bahwa pentingnya peranan PJTOH sehingga diharapkan para calon PJTOH memiliki kompetensi yang baik di bidangnya.

“Di sini kita bisa saling sharing informasi dan menjadi wahana yang baik untuk menyampaikan banyak hal. Diharapkan ke depannya PJTOH benar-benar memiliki kompetensi dan mampu mengawasi produksi obat hewan sehingga terjaga keamanannya,” tukasnya.

Pada hari pertama pelatihan menghadirkan pembicara di antaranya Prof Budi Tangendjaja (bahasan teknis sediaan feed additive, feed supplement, dan alternatif feed additive pengganti AGP), Drh Arief Wicaksono (sistem kesehatan hewan dan peraturan obat hewan), dan Ketua Komisi Obat Hewan Prof Widya Asmara (bahasan teknis farmasetik, biologik, obat alami, dan herbal).

Foto bersama panitia dan peserta PJTOH.

Pada hari kedua pelatihan PJTOH, peserta kembali mendapat materi dari DIrektur Pakan Ternak Drh Nur Saptahidhayat (peraturan/kebijakan terkait pakan), Tim CPOHB Drh Ketut Karuni N. Natih (bahasan cara pembuatan obat hewan yang baik/CPOHB dan pembuangan limbah obat hewan), Tim BBPMSOH Apt M. Zahid (rantai dingin/cold chain), kemudian terkait badan karantina hewan, peran PPNS dalam penanganan obat hewn ilegal, serta peranan organisasi dalam pembinaan anggota dari ASOHI dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).

Pada hari terakhir, peserta pelatihan yang ikut secara luring diajak berkunjung ke Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) untuk melihat bagaimana tata cara pengiriman obat hewan yang baik dan pengiriman sampel, hingga visit lab milik BBPMSOH. (INF)

ANNUAL MEETING PT GALLUS: OPTIMALISASI SUMBER DAYA DAN SUKSES DI ERA DIGITAL

Foto bersama Annual Meeting PT Gallus Indonesia Utama. (Foto-foto: Infovet/Ridwan)

Bertempat di Gedung Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Selasa (21/1), Annual Meeting PT Gallus Indonesia Utama diselenggarakan dengan mengambil tema “Optimalisasi Sumber Daya Menuju Sukses di Era Digital”.

Direktur Utama PT Gallus, Ir Bambang Suharno, mengawali acara dengan membahas situasi bisnis di 2024, dimana kondisi ekonomi peternakan yang belum membaik dan cenderung stagnan menjadi tantangan bagi perusahaan dalam menapaki bisnis.

“Namun alhamdulillah kita masih bisa mendapat beberapa partner baru dan mencapai hasil yang baik. Kita bersyukur dan berterima kasih kepada rekan-rekan yang sudah berusaha dengan maksimal, semoga ke depannya bisa menjadi lebih baik dan lebih sukses di era digital ini, kita persiapkan diri,” ujar Bambang.

Oleh karena itu, beberapa strategi pun dipersiapkan untuk menghadapi 2025 yang juga memiliki beragam tantangan dan peluang, di antaranya optimalisasi sumber daya/asset digital, pengembangan sumber daya berbasis digital, hingga mengoptimlisasi integrasi pemasaran dan multi layanan.

Suasana Annual Meeting PT Gallus Indonesia Utama.

Pada kesempatan yang sama, Komisaris PT Gallus, Gani Hariyanto, turut menekankan perusahaan untuk bisa mempertahankan dan meningkatkan apa yang telah diraih. “Kita harus pertahankan kunci keberhasilan kita di tahun kemarin untuk keberhasilan di tahun depan,” katanya.

Lebih lanjut disampaikan, tema yang diangkat tahun ini juga menurutnya sangat relevan dengan kondisi saat ini. “Apa yang kita punya harus kita optimalisasi dan berfokus pada era digital, kita harus masuk ke sana sehingga kita bisa memiliki lebih banyak ide dan inovasi,” ungkapnya.

Pengarahan dari Komisaris PT Gallus, Gani Hariyanto.

Ia pun mengimbau untuk bisa menetapkan sasaran yang tepat melalui usaha, inovasi, dan sinergi dalam menghadapi situasi apapun. “Dengan beragam situasi dan kondisi tantangan di 2025, diharapkan Gallus akan tetap melaju. Kita tinggalkan era kerugian dan melanjutkan dengan era yang selalu meningkat. Kita optimalkan sumber daya yang kita miliki, kita sesuaikan untuk menuju sukses di era digital ini,” harapnya.

Sementara Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, yang turut hadir juga memberikan pandangan yang sama. “Ke depan memang banyak tantangan, kita harus berusaha melawatinya dengan penuh strategi dan taktik untuk menghadapinya. Lakukan inovasi dan efisiensi dengan output yang tetap efektif melalui ide, kerja keras, serta kreativitas dalam memanfaatkan digitalisasi,” tukasnya.

Katua Umum ASOHI, Irawati Fari, saat memberi arahannya.

Annual Meeting yang dimulai sejak pagi hari turut menampilkan pemaparan ASSA oleh Manajer Unit Penerbitan, Ir Darmanung Siswantoro, yang menyampaikan kinerja per unit usaha di antaranya Infovet, GitaPustaka, Gita EO, Gita Consultant, Info Akuakultur, dan Cat&Dog. Kemudian dilanjutkan dengan paparan dari Manajer Divisi EO, Consultant, dan Cat&Dog, Maryam Safitri. Acara juga dilengkapi dengan training karyawan yang disampaikan oleh Bambang Suharno, serta Direktur HRD dan Keuangan PT Gallus Drh Rakhmat Nuriyanto. (RBS)

PMK KEMBALI MEWABAH, ASOHI GALANG BANTUAN OBAT HEWAN

Ilustrasi PMK. (Foto: ANTARA)

Sehubungan dengan adanya informasi meningkatnya kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang kembali mewabah awal Desember 2024, Kementerian Pertanian melakukan koordinasi dengan Asosasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) dalam rangka penyediaan obat hewan melalui skema Corporate Social Responsibility (CSR).

Dalam surat keterangan resminya, ASOHI menyampaikan permohonan bantuan obat-obatan terkait keperluan darurat untuk menunjang sarana dan prasarana biosekuriti yang ketat agar wabah PMK tidak menyebar luas di daerah yang terdampak, meliputi Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.

Untuk itu ASOHI mengajak kepada para anggotanya untuk berpartisipasi dalam penggalangan bantuan berupa disinfektan, vitamin injeksi, obat luka, antibiotika injeksi, analgesik, antipiretik, antiinflamasi, dan antihistamin, serta obat-obatan lainnya untuk hewan besar yang dapat digunakan untuk pencegahan maupun pengobatan PMK.

“Obat-obatan yang disumbangkan harus sudah memiliki nomor registrasi dari Kementerian Pertanian dengan spesifikasi obat hewan yang dibutuhkan,” sebut ASOHI dalam surat resminya.

Adapun spesifikasi obat hewan dalam rangka kedaruratan PMK, di antaranya:
1. Desinfektan Cair
• Komposisi minimal mengandung zat aktif glutaraldehyde/formaldehide/sodium hypocloride/didecyl dimethyl ammonium chloride/alkyl dimethyl benzil ammonium chloride/hypochloride acid/sodium hydroxide/sodium carbonate/sodium dicloroisocianurate/potasium peroksi monosulfate/pentopotassium bis (peroksomonosulfat) bis (sulfat)/sodium chloride/hypochlorous acid/HOCl/iodine;
• Memiliki nomor pendaftaran obat hewan yang masih berlaku; dan
• Terdapat leaflet tentang petunjuk penggunaan disinfektan.

2. Disinfektan padat
• Komposisi minimal mengandung zat aktif glutaraldehyde/formaldehide/sodium hypocloride/didecyl dimethyl ammonium chloride/ alkyl dimethyl benzil ammonium chloride/hypochloride acid/sodium hydroxide/sodium carbonate/sodium dicloroisocianurate/potasium peroksi monosulfate/pentopotassium bis (peroksomonosulfat) bis (sulfat)/sodium chloride/hypochlorous acid/HOCl/iodine;
• Memiliki nomor pendaftaran obat hewan yang masih berlaku; dan
• Terdapat leaflet tentang petunjuk penggunaan disinfektan.

3. Vitamin B komplek
• Bentuk sediaan cairan injeksi;
• Komposisi minimal paling kurang mengandung zat aktif vitamin B1, B2, B5, B12, nicotinamide, dan d-pathenol;
• Memiliki nomor Pendaftaran Obat Hewan yang masih berlaku; dan
• Terdapat leaflet tentang petunjuk penggunaan vitamin B komplek.

4. Multivitamin
• Bentuk sediaan cairan injeksi;
• Komposisi minimal paling kurang mengandung zat aktif vitamin A, D3, dan E;
• Memiliki nomor Pendaftaran Obat Hewan yang masih berlaku; dan
• Terdapat leaflet tentang petunjuk penggunaan multivitamin.

5. Antibiotic long acting broad spectrum
• Bentuk sediaan cairan injeksi;
• Komposisi obat mengandung antibiotik yang memiliki indikasi mengatasi infeksi sekunder yang ditimbulkan akibat PMK, seperti antibiotik golongan tetracyclin (antara lain oxytetracycline minimal 200 mg/mL dan lain-lain), golongan quinolon (antara lain enrofloxasin minimal 100mg/ml, dan lain-lain), golongan betalaktam (antara lain amoxicilin minimal 100mg/ml, cepalosporin minimal 100mg/ml dan lain- lain), dan lain-lain;
• Memiliki nomor Pendaftaran Obat Hewan yang masih berlaku; dan
• Terdapat leaflet tentang petunjuk penggunaan antibiotic long acting broad spectrum.

6. Analgesik, antipiretik, antiinflamasi, dan antihistamin
• Bentuk sediaan cairan injeksi;
• Obat hewan yang memiliki indikasi analgesik/antipiretik/antiinflamasi/antihistamin dan/atau lebih dari satu indikasi tersebut, seperti dipyron, diphenhydramine, meloxicam, flunixin, dan lain-lain;
• Memiliki nomor Pendaftaran Obat Hewan yang masih berlaku; dan
• Terdapat leaflet tentang petunjuk penggunaan analgesik, antipiretik, antiinflamasi, dan antihistamin.

7. Penguat otot (ATP)
• Bentuk sediaan cairan injeksi;
• Komposisi mempunyai indikasi penguat otot, seperti bio ATP (bio ATP dan kombinasinya), biophosphan, atau senyawa sejenis yang terdaftar di obat hewan;
• Memiliki nomor pendaftaran obat hewan yang masih berlaku; dan
• Terdapat leaflet tentang petunjuk penggunaan penguat otot (ATP).

Bantuan tersebut dikumpulkan mulai 27 Desember 2024 melalui ASOHI Daerah terkait dan untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi ASOHI Pusat: Koordinator ASOHI Pusat, Rezki Eko Nugroho (+62 812-9776-5559). (INF)

ASOHI SELENGGARAKAN SEMINAR AMR

Seminar AMR yang digelar ASOHI di Menara 165. (Foto: Dok. Infovet)

"Rencana Kebijakan Pemerintah Terkait Penggunaan Antimikroba di Industri Peternakan" menjadi tema dalam seminar antimicrobial resistance (AMR) yang diselenggarakan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) di Menara 165, Jakarta, Selasa (22/10/2024).

"Hari ini kita dapat berkumpul mengikut seminar Rencana Kebijakan Pemerintah Terkait Penggunaan Antimikroba di Industri Peternakan. Kita lihat obat hewan terutama antimikroba cukup banyak digunakan di peternakan terkait hasil produksi ternak untuk konsumsi, dengan harapan pelaku obat hewan bisa menyediakan produk antimikroba yang aman digunakan dan mengikuti aturan yang berlaku sehingga saat produk peternakan dikonsumsi manusia itu aman," ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari.

Penggunaan antimikroba yang berlebihan dan tanpa pengawasan dinilai telah memicu risiko munculnya AMR. Resistansi antimikroba pun sudah menjadi isu global dan dibicarakan di berbagai belahan dunia, karena dampak yang ditimbulkannya sangat besar.

"Banyak kasus yang terjadi, salah satunya ketika pasien sudah minum antibiotik berkali-kali lipat atau dengan mengonsumsi obat keras namun masih tidak sembuh, bahkan berakhir kematian," jelasnya.

Begitupun di industri peternakan, dahulu sebelum Indonesia menerapkan pelarangan penggunaan antibiotik sebagai growth promoter (AGP) masih bebas digunakan dan cenderung berlebihan dalam penggunaannya, bahkan tanpa resep. Hal tersebut menjadi perhatian pemerintah agar penggunaan antibiotik tidak lagi digunakan secara bebas di peternakan, namun harus dengan resep dokter hewan.

"Kalau dahulu antibiotik masih bebas digunakan sebagai AGP atau pemacu pertumbuhan. Namun dengan dijalankannya program pengendalian AMR ini pemerintah mulai mengkaji pelarangan penggunaan antibiotik sebagai AGP pada 2018, obat hewan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dilarang digunakan di peternakan yang produknya dikonsumsi oleh manusia," ungkap Irawati.

Walau dalam pelaksanaanya belum berjalan dengan baik, ASOHI bersama para stakeholder dan asosiasi terkait pun menginisiasi pertemuan dengan pemerintah agar implementasi dari aturan AMR berjalan sesuai yang diharapkan. Hingga pada akhirnya terbit keputusan pemerintah tentang petunjuk penggunaan obat hewan dalam pakan dan peternakan melalui resep dokter hewan untuk kebutuhan terapi.

"Alhamdulillah sampai sekarang walau masih perlu perbaikan kita sudah berupaya menjalankan sesuai aturan yang berlaku. Semoga dari seminar ini kita dapat menambah wawasan untuk menghasilkan produk ternak yang aman dan sehat dikonsumsi manusia sehingga terhindar dari AMR," pungkasnya.

Pada kesempatan tersebut, turut menghadirkan pembicara di antaranya Guru Besar Mikrobiologi dan Bioteknologi Farmasi Fakultas Farmasi UI Prof Amarila Malik, Senior Director of Government Engagement Fleming Fund Country Grant to Indonesia Dr Emil Agustiono, dan Ketua Tim Kerja Pengawasan Peredaran Obat Hewan Kelompok Substansi Pengawasan Obat Hewan Ditkeswan Drh Mario Lintang Pratama mewakili Direktur Kesehatan Hewan.

Adanya pelarangan beberapa penggunaan antimikroba sudah melalui beberapa tinjauan. Dijelaskan Mario Lintang bahwa tinjauan dari WHO salah satunya untuk golongan flouroquinolon diimbau untuk tidak digunakan karena berpotensi meningkatkan AMR.

"Tinjauan dari WHO ada beberapa kriteria sampai akhirnya diputuskan imbauan untuk tidak menggunakan golongan flouroquinolon, sebenarnya  sebagai bentuk peringatan. Mengikuti kesuksesan pelarangan colistin, pelarangan ini menjadi tinjauan yang sangat penting," katanya.

Kendati demikian, ada beberapa produk alternatif yang bisa digunakan. Seperti saat AGP dilarang, ada beberapa produk seperti accidifier, probiotik, dan lain sebagainya yang bisa digunakan.

"Walau belum sama seperti saat AGP digunakan, penggunaan alternatif dan perbaikan dalam pemeliharaan salah satunya dengan biosekuriti mampu memberikan hasil yang baik," tukasnya. (RBS)

KEMENTAN DAN SWASTA MENYATUKAN KOMITMEN PERANGI AMR

Lokakarya Kementan Dengan Swasta, Membahas AMR
(Foto : Istimewa)


Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor kesehatan hewan dalam mencapai kesehatan masyarakat dengan tetap memastikan produktivitas perunggasan yang berkelanjutan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) serta dukungan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), menginisiasi lokakarya penting tentang pendekatan Keterlibatan Sektor Swasta/Private Sector Engagement (PSE) dalam pengendalian resistensi antimikroba.

Kegiatan tersebut berlangsung di Hotel Trembesi BSD, Tangerang Selatan (19/08). Dalam lokakarya tersebut dipertemukanlah pemangku kepentingan utama dari sektor pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha perunggasan untuk membahas penyusunan indikator pengendalian AMR di sektor kesehatan hewan melalui penggunaan antibiotik yang bijak dan bertanggung jawab dalam peternakan unggas.

Acara ini juga sebagai ajang inisiatif untuk mensinergikan arah kebijakan nasional jelang pemerintahan baru dan dalam rangka menyiapkan rencana aksi nasional Rencana Aksi Nasional (RAN) pengendalian AMR periode 2025-2029, dengan fokus pada pengurangan penggunaan antibiotik di peternakan unggas yang akan berdampak pada kesehatan masyarakat.

Lokakarya ini memberikan ruang bagi sektor swasta untuk berkontribusi pada pengembangan regulasi dan kebijakan, yang kemudian menghasilkan komitmen signifikan dari sektor swasta yaitu menyetujui penyelarasan indikator target untuk RAN AMR 2025-2029 serta bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan strategi bersama guna menangani ancaman global "pandemi senyap" yang mendesak akibat AMR.

Komitmen tersebut meliputi dukungan terhadap larangan bertahap penggunaan antibiotik sebagai langkah pencegahan dalam peternakan unggas untuk mengatasi AMR dan mempromosikan praktik peternakan yang berkelanjutan. Selain itu, pertemuan ini juga membahas potensi implikasi dalam menyikapi dinamika perubahan arah kebijakan, memastikan pemerintah dan sektor swasta dapat selalu bersinergi membangun peternakan unggas yang lebih baik dan menjadikan Indonesia teladan bagi negara lain dalam pengendalian AMR bersama.

Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Imron Suandy, menyoroti pentingnya kesehatan hewan dalam kerangka kesehatan untuk semua, sehingga secara nyata berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih sehat.

“Program Penatagunaan Antimikroba yang sukses memerlukan kepemimpinan dan dedikasi yang kuat dari pemerintah dan sektor swasta. Di Indonesia, keterlibatan sektor swasta dalam industri unggas sangat besar, dengan banyak perusahaan aktif di berbagai tahapan rantai nilai unggas. Hari ini menandai awal upaya kolaboratif kami untuk bertindak bersama membangun bangsa, dan kita selalu dijadikan inspirasi bagi negara lain dalam pengendalian AMR di tingkat regional, langkah peran serta sektor usaha bersama dengan pemerintah ini tentu akan menjadi pendekatan yang akan kita bagun bersama ke depannya” kata Imron.

Sejak 2017, Indonesia telah menerapkan Rencana Aksi Nasional untuk Pengendalian Resistensi Antimikroba, yang disahkan melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan No. 7/2021. Rencana ini menekankan pentingnya melibatkan semua pemangku kepentingan utama untuk mencapai target pengendalian AMR, dengan PSE memainkan peran penting dalam mendorong kolaborasi efektif untuk mencapai tujuan kesehatan penting ini.

Country Team Leader FAO ECTAD, Luuk Schoonman, menekankan pentingnya kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan sektor swasta unggas untuk inisiatif ini. 

“Integrasi komitmen ini ke dalam Rencana Aksi Nasional menunjukkan dedikasi kita untuk meningkatkan praktik baik peternakan dan melindungi kesehatan masyarakat. Dukungan penuh FAO akan terus berlanjut sampai kita mencapai perbaikan yang substansial dan berkelanjutan,” kata Schoonman.

Team poultry health JAPFA Breeding Division, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, Dalmi Triyono mengatakan bahwa dirinya mendukung strategi pemerintah untuk pengendalian AMR dengan mempromosikan penggunaan antibiotik yang tepat dan bertanggung jawab, dengan mengurangi penggunaan antibiotik untuk pencegahan pada peternakan unggas. 

"Komitmen kami lebih dari sekedar kepatuhan, memastikan praktik kesehatan unggas kami memenuhi standar tinggi dan keberlanjutan. Dengan menerapkan biosekuriti dan manajemen pemeliharaan yang tepat dan berkelanjutan, kami memastikan ternak sehat, produktif dan aman dikonsumsi," tuturnya.

Surveillance Analyst Assistant Manager, PT Medion Farma Jaya, Gian Pertela juga mengutarakan hal serupa dimana Medion juga mendukung setiap rencana pemerintah terkait penggunaan antibiotik yang tepat dan rasional untuk kesehatan hewan. 

"Komitmen kami terhadap inisiatif ini mencerminkan dukungan terhadap kebijakan kesehatan yang bertanggung jawab dan dedikasi kami untuk berkontribusi pada upaya global melawan resistensi antimikroba, menjaga kesehatan hewan dan manusia, serta memastikan keberlanjutan industri peternakan di masa depan," kata dia.

Setelah lokakarya, sektor swasta, bekerja sama dengan pemerintah, akan menyusun indikator outcome dan output sebagai target untuk program intervensi. Program-program ini akan fokus pada peningkatan deteksi AMR melalui perbaikan sistem monitoring, pengujian laboratorium, dan data sharing, serta meningkatkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan Penatagunaan Antimikroba (PGA) melalui pembangunan kapasitas, meningkatkan kesadaran, dan memperkuat komitmen di kedua sektor. Acara ini melanjutkan pertemuan sebelumnya yang diadakan pada 15 Agustus 2024, yang memperkenalkan pentingnya Keterlibatan Sektor Swasta (PSE) dalam pengendalian AMR dan menetapkan indikator target untuk RAN AMR 2025-2029. (CR)

GEBRAKAN AFFAVETI: SINERGISME DOKTER HEWAN DAN APOTEKER DI BIDANG OBAT HEWAN

Seminar sinergisme dokter hewan dan apoteker di bidang obat hewan. (Foto: Dok. Infovet)

Diawali pelantikan pengurus AFFAVETI periode 2024-2029, seminar Gebrakan AFFAVETI "Sinergisme Dokter Hewan dan Apoteker di Bidang Obat Hewan" digelar di Gedung Start Up Center IPB Taman Kencana, Sabtu (24/8/2024).

Sesuai tema yang diangkat, Ketua AFFAVETI, Drh Ni Made Ria Isriyanthi, mengatakan bahwa sinergisme ini menjadi suatu ajang ilmiah untuk bisa berbagi pengetahuan terkait farmasi veteriner ke depan.

"Ini menjadi suatu ajang ilmiah bagaimana kita bisa sharing ke depannya antara dokter hewan dan apoteker," katanya.

Seminar yang dipandu oleh Wakil Ketua I AFFAVETI, Dr Drh Andriyanto MSi, menghadirkan pembicara di antaranya Dr Apt Nunung Yuniarti SF MSi (Fakultas Farmasi, Apotek Veteriner UGM), Drh M. Munawaroh (Ketua PDHI), dan Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa PhD.

"Dengan beragam isu yang ada seperti AMR, medicated feed, kemudian adanya cara pembuatan obat hewan yang baik, dan cara distribusi obat hewan yang baik, sehingga memunculkan peran sinergisme antara apoteker dan dokter hewan," ujar Nunung Yuniarti.

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa apotek veteriner memiliki peran utama, yakni menjamin ketersediaan obat hewan, menjamin penggunaan obat hewan yang benar dan aman, menjamin distribusi obat hewan yang benar dan aman, serta menyediakan kebutuhan terapi veteriner meliputi pelayanan resep veteriner, alat kesehatan, dan sarana penunjang lainnya.

Pada kegiatan tersebut juga ditampilkan pleno pembukaan Prodi Farmasi Veteriner SKHB IPB yang disampaikan oleh Dekan Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, Dr Drh Amrozi, yang mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak di antaranya pemerintah, asosiasi, perusahaan, dan lain sebagainya. (RBS)

SUGUHAN TERBAIK DARI MENSANA DAN SANBIO DI INDO LIVESTOCK 2024

Mensana dan Sanbio, Tampil Maksimal di Indo Livestock 2024
(Foto : RBS)


Ajang Indo Livestock 2024 yang berlangsung pada 17-19 Juli lalu di Jakarta Convention Center juga menjadi ajang unjuk gigi bagi produsen obat hewan lokal yakni PT Mensana Aneka Satwa dan PT Sanbio Laboratories. Dengan bangga mereka membuktikan eksistensinya di industri obat-obatan dan vaksin  dengan berpartisipasi dan menampilkan berbagai produknya di pameran Indo Livestock 2024.

Konsep yang mereka usung yakni meningkatkan pelayanan para customer di seluruh Indonesia, tidak hanya di bidang perunggasan, tetapi juga semua jenis ternak. Dengan semangat tersebut , Mensana  dan Sanbio  menyambut hangat customer dan pengunjung yang hadir dalam perhelatan Indo Livestock 2024. 

Penetrasi Produk Baru

Ragam Produk Unggulan Mensana 
(Foto : CR)

Selain memamerkan produk - produk andalannya yang berupa obat hewan, imbuhan pakan, premix, dan vaksin, Mensana juga sedang melakukan penetrasi produk baru. Hal tersebut dikemukakan oleh  Drh Sri Murwati selaku Head Regesitration Officer Mensana ketika ditemui di Boothnya. 

"Saat ini Kami semakin variatif dan inovatif dalam hal produk baru. Kini seiring bangkitnya sektor peternakan setelah Covid, kami juga harus mengikuti ritmenya. Misalnya saja kini kami mulai banyak produk - produk injeksi untuk hewan kesayangan dan berbagai jenis hewan ternak besar," tutur dia. 

Ia melanjutkan, Mensana dan Sanbio juga turut melakukan "jemput bola" yakni meminta feedback dari customer akan produk yang mereka butuhkan, spesifikasinya yang seperti apa, dan digunakan untuk hewan apa. 

"Langkah ini tentu saja sangat berimbas positif, kami jadi dapat menyesuaikan kebutuhan customer kami, dan tentu saja spesifikasi yang kami berikan untuk produk kami tanpa mengurangi kwalitasnya," papar Murwati.

Selain itu, Mensana dan Sanbio dalam Indo Livestock 2024 juga mengaku sudah didatangi oleh calon distributor dari Mesir dan Vietnam. Mereka menunjukkan ketertarikan yang besar pada produk - produk Mensana dan Sanbio agar dapat masuk ke negaranya.

"Yang dari Mesir sudah tertarik dengan vaksin terutama gumboro, untuk pasar Asia seperti Vietnam, dan negara ASEAN lain mereka sangat tertarik dengan produk - produk injeksi kita, tentunya ini menjadi peluang yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin," tegas Murwati.

Seminar Teknis Nan Edukatif

Suasana Booth Mensana dan Sanbio, Ramai Dikunjugi
(Foto : CR)

Tidak lupa juga dalam Indo Livestock 2024 Mensana dan Sanbio menggelar dua seminar teknis. Satu diantaranya yakni mengenai penyakit gumboro dimana penyakit tersebut masih menjadi momok bagi peternak di Indonesia bahkan di seluruh dunia. 

Dalam seminar tersebut Prof I Nyoman Mantik Astawa selaku narasumber memaparkan seluk beluk dari A sampai Z mengenai penyakit Gumboro serta kerugian yang diderita. Menurutnya satu - satunya jalan adalah melakukan pencegahan dengan vaksinasi.

Vaksin milik Sanbio sendiri yakni Sanavac Gumbovar telah teruji dan terbukti dapat mencegah Gumboro. Berdasarkan data, Sanavac Gumbovar memberikan perlindungan maksimal terhadap Gumboro, mencegah efek imunosuprsesif, serta menunjukkan titer antibodi dengan proteksi yang tinggi. Selain itu, tidak ada efek negatif berupa penurunan bobot badan atau efek lainnya yang merugikan pada ayam. 

Seminar kedua yakni mengenai Coryza, yang bertindak sebagai narasumber adalah Prof Michael Haryadi Wibowo. Sebagaimana diketahui bersama, Coryza juga masih menjadi langganan penyakit yang kerap mampir di peternakan, oleh karenanya dibutuhkan trik khusus dalam mengendalikannya. 

Prof Michael selain menjelaskan secara seksama mengenai penyakit Coryza juga membeberkan beberapa tips untuk mencegahnya. Selain menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik serta biosekuriti yang ketat, vaksinasi juga menjadi kunci menekan penyebaran Coryza. 

Salah Satu Booth Terbaik di Indo Livestock 2024

Dalam keikutsertaannya di Indo Livestock 2024 kali ini, Mensana dan Sanbio mendapatkan penghargaan dari penyelenggaran berupa 2nd Best Stand performance. Pencapaian itu merupakan salah satu prestisi tersendiri Bagi Mensana dan Sanbio. 

Steffi Ong selaku Chief Executive Officer Sanbio Laboratories menyatakan rasa bangga dan senangnya atas pencapaian tersebut. Ia menilai bahwa apa yang telah dilakukan oleh segenap timnya merupakan cerminan dari etos kerja dan pelayanan yang juga diberikan kepada customer

"Terima kasih sudah memberikan award ini kepada kami, yang terpenting adalah di dalam maupun di luar pameran, Mensana dan Sanbio akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk customer. Mulai dari produk, kualitas, serta pelayanan, kami akan selalu berusaha maksimal," tutur dia.

Ketika ditanya mengenai prospek bisnis obat hewan Steffi sendiri menyatakan optimismenya bahwa kedepannya bisnis obat hewan akan bangkit seiring dengan bangkitnya industri peternakan pasca Covid-19. 

"Kami optimis bukan tanpa dasar, banyak yang bertanya mengenai produk kami dan bahkan order dari dalam maupun luar negeri, bahkan sudah ada yang jelas - jelas menunjukkan ketertarikannya. Oleh karenanya kami akan tetap berada di jalur kami, memberikan yang terbaik untuk semuanya," Ucap Steffi (CR)




PELATIHAN PJTOH ANGKATAN XXVI DIGELAR HYBRID DI SURABAYA

Pelatihan PJTOH angkatan XXVI hari pertama dan kedua yang berlangsung di Surabaya. (Foto-foto: Dok. Infovet)

Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PPJTOH) kembali digelar Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) untuk angkatan XXVI, dilaksanakan pada 21-22 Mei 2024, di Surabaya secara hybrid diikuti sekitar 90-an peserta.

“Mengingat pentingnya tugas dan tanggung jawab PJTOH, maka ASOHI hampir setiap tahun mengadakan pelatihan ini. Sejak berlakunya pelarangan penggunaan AGP sejak 2018, kesadaran para dokter hewan dan apoteker terhadap pentingnya pelatihan ini semakin meningkat. Semoga dengan kesadaran ini implementasi peraturan bidang obat hewan semakin baik,” ujar Ketua ASOHI, Drh Irawati Fari.

Pada hari pertama pelatihan menampilkan pembicara Koordinator Substansi Pengawasan Obat Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), Drh Ni Made Ria Isriyanthi yang membahas mengenai regulasi obat hewan, izin usaha, pedoman CPOHB, registrasi, penyediaan, peredaran, dan pengawasan obat hewan, serta tugas dan tanggung jawab PJTOH.

Dijelaskan oleh Ria, tugas dan tanggung jawab PJTOH yakni untuk menjaga mutu, khasiat, dan keamanan obat hewan wajib menempatkan dokter hewan dan/atau apoteker sebagai penanggung jawab teknis pada perusahaan obat hewan.

Di antaranya dengan memberikan informasi peraturan perundangan obat hewan kepada direktur perusahaan; memberikan saran dan pertimbangan teknis obat yang berhubungan dengan farmakodinamik, farmokinetik, farmakoterapi, toksikologi, serta imunologi; mempersiapkan kelengkapan dokumen izin usaha dan dokumen pendaftaran; menyetujui penyediaan dan peredaran obat hewan sesuai undang-undang atau menolak apabila tidak sesuai peraturan perundangan obat hewan.

“PJTOH harus menolak penyediaan dan peredaran obat hewan ilegal; bertanggung jawab memberikan pertimbangan teknis; laporan tertulis tentang penyediaan dan peredaran obat hewan kepada Ditjen PKH cq Ditkeswan sesuai ketentuan yang berlaku; serta evaluasi terhadap khasiat, keamanan, dan efek samping obat hewan yang telah dipasarkan di lapangan,” jelas Ria.

“Seorang PJTOH bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan produksi, importir/eksportir, apabila ada obat hewan ilegal dan pemalsuan adalah tanggung jawab seorang PJTOH.”

Selain itu, pemaparan dilanjutkan dengan materi dari narasumber Prof Budi Tangendjaja yang mengupas soal feed additive dan feed supplement, kemudian oleh Badan Karantina mengenai kebijakan karantina hewan, dan oleh Drh Widiarto mengenai peran PPNS dalam penanganan obat hewan ilegal.

Peserta PJTOH yang ikut secara daring. 

Sementara pada hari kedua menampilkan Direktur Pakan Ternak, Drh Nur Saptahidhayat yang membahas mengenai isu resistansi antimikroba (AMR), keamanan pakan, pakan terapi (medicated feed), dan PJTOH pakan.

Dijelaskan bahwa pentingnya PJTOH pakan di antaranya mengendalikan obat dalam pakan, sebab pakan merupakan hal krusial dalam budi daya ternak. “Penggunaan antimikroba harus sesuai dosis, sesuai lama pemberian, mengendalikan penjualan pakan terapi, dan mencegah penggunaan antimikroba sebagai growth promoter,” ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskan, PJTOH pakan juga ikut mengawasi penyimpangan penggunaan obat hewan, mengawasi distribusi pakan terapi di lapangan, serta menjaga pabrik sesuai standar cara pembuatan pakan yang baik (CPPB). Hal tersebut menurutnya agar penanggung jawab teknis di suatu perusahaan ikut menjamin pakan yang tersebar aman. Adapun pembahasan lain mengenai regulasi pakan terapi, nomor pendaftaran pakan (NPP).

Pembahasan kemudian dilanjutkan oleh Ketua Komisi Obat Hewan, Prof Widya Asmara, tentang obat hewan biologik, farmasetik, dan obat alami. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Ketua Tim Kerja Pelayanan Pengujian Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH), M. Syaefurrosad, mengenai rantan dingin (cold chain), tata cara pengiriman obat hewan yang baik dan prosedur pengiriman sampel ke BBPMSOH.

Bahasan semakin lengkap dengan hadirnya narasumber dari tim CPOHB, Drh Ketut Karuni, yang membawakan materi CPOHB dan tata cara pembuangan limbah obat, dan Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Drh M. Munawaroh, mengenai tata cara pengurusan SIPT, kemudian Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Noffendri Roestam, soal tata cara pengurusan SIPA, serta Ketua ASOHI, Drh Irawati Fari, tentang peran ASOHI dalam pembinaan anggota dan Sekretaris sekaligus anggota Dewan Kode Etik ASOHI, Peter Yan, soal kode etik AOSHI. (RBS)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer