Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Ternak Sapi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEWASPADAI MASUKNYA PESTE DES PETITS RUMINANTS

Klinis infeksi PPRV pada kambing (kiri), koinfeksi dengan ENTV (tengah dan kanan). Koinfeksi yang klinis mirip penyakit Orf dan PMK. (Foto: Istimewa)

Indonesia memiliki populasi ternak kambing dan domba di berbagai provinsi sangat diperlukan, baik sebagai alternatif protein hewani, untuk prosesi keagamaan, bahkan kuliner.

Indonesia pun telah mengekspor kambing ke negara tetangga, Malaysia. Populasi total kambing dan domba masing-masing tercatat sebanyak 19.229.067 ekor dan 17.528.689 ekor  (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2021). Jawa Tengah dengan populasi kambing sebanyak 3.785.913 ekor dan Jawa Timur sebanyak 3.763.061 ekor, menjadikan dua provinsi tersebut memiliki populasi kambing terbanyak dibanding yang lainnya. Sementara populasi domba terbanyak dipegang Jawa Barat dengan 12.246.608 ekor, disusul Jawa Tengah sebanyak 2.325.820 ekor.

Kambing dan domba merupakan komoditas dunia yang tersebar pada berbagai negara. Dagingnya yang lezat dengan aroma yang khas dan tekstur daging yang lembut banyak disukai berbagai komunitas dan strata masyarakat.

Namun begitu, kambing dan domba merupakan ternak yang rentan pada berbagai penyakit menular yang melintas antar negara dan benua, salah satunya penyakit yang disebabkan virus, yakni Peste des Petits Ruminants (PPR). Penyakit ini disebabkan Morbilivirus (Paramyxovirividae). Penyebaran terjadi secara cepat antar negara. Menyebabkan kerugian ekonomi akibat kematian yang cepat dan mortalitas tinggi. Kambing dan domba merupakan dua jenis ruminansia yang peka, demikian juga onta dan satwa ruminansia. Pada sapi dan kerbau Afrika bisa terinfeksi tetapi asimptomatis, tidak menimbulkan gejala klinis (Albina et al., 2012).

Seragan penyakit begitu cepat memuncak dan menurun karena populasi ternak tinggal yang tidak tertular dan karier laten, yang sembuh dari penyakit. Kambing dan domba yang sembuh berpotensi sebagai karier pembawa virus.

Penyakit PPR secara resmi mulai diketahui pada 2016. Virus penyebab penyakit dinamai Small Ruminant Morbillivirus (SRM), namun lebih familiar dengan sebutan PPRV (OIE, 2020). Sejak 2007, penyakit ini menjadi masalah serius dan mematikan pada ternak kambing dan domba di Afrika dan Asia. Penyakit menular ini menyerang saluran pernapasan, bersifat akut-perakut. Untuk Indonesia selama ini belum ada dilaporkan keberadaan kasusnya. Namun penyakit yang berasal dari Benua Afrika ini telah menyebar ke Asia, menyebar hingga kawasan negeri China, Thailand, Vietnam, Myanmar yang berbatasan langsung dengan China. Sebanyak 65 negara tertular PPR, 20 negara berbatasan langsung dengan negara tertular dan 48 negara officiallly free terhadap PPR (WAHID OIE, 2014).

Evolusi Genetik dan Koinfeksi
Virus penyebab PPR telah mengalami... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2023.

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Balai Veteriner Banjarbaru

ADA APA DI BALIK KENIKMATAN KULIT SAPI?

Di rumah makan Padang, gulai kikil sapi atau yang disebut tunjang, biasanya jadi rebutan pembeli. (Sumber: Detikfood)

Olahan kulit sapi dipercaya memiliki sejumlah manfaat kesehatan. Kulit sapi bisa diolah menjadi ragam menu makanan yang menggoda selera, seperti tunjang, oseng kikil, kerupuk kulit dan lainnya. Namun hati-hati, di balik nikmatnya itu tetap ada kolesterol yang mengintai.

Pada Maret lalu musim hujan masih mengguyur di sebagian wilayah dari pagi hingga siang, bahkan kadang hingga menjelang sore. Saat hujan turun, paling nikmat jika saat makan siang dihidangkan menu berkuah panas. Olahan kulit sapi dengan kuah santan yang masih mengepul terasa nikmat jika disantap dengan nasi putih hangat.

Di rumah makan Padang, gulai kikil sapi atau yang disebut tunjang, biasanya jadi rebutan pembeli. Bagi para penikmatnya, olahan yang satu ini menjadi menu favorit. Meski hanya kulit tebal yang membalut tulang kaki sapi, namun harga seporsi tunjang setara dengan daging rendang.

Ada sebagian orang yang enggan makan olahan kulit sapi. Alasannya, kepikiran saat melihat kaki sapi yang belum diolah, geli. Ada juga yang memercayai kandungan kolesterol yang tinggi, apalagi diolah dengan kuah santan. Dan masih banyak lagi alasan lain yang membuat orang enggan menyantapnya.

Kadang, di balik nikmatinya hidangan olahan kulit sapi, memang masih tersisip anggapan masyarakat yang kurang tepat. Masih banyak orang yang menganggap bahwa kikil mengandung kolesterol tinggi. Sehingga tak sedikit orang yang mengurangi atau menghindari konsumsi menu ini.

Dietisien di Rumah Sakit Umum Pemerintah Fatmawati (RSUP Fatmawati), Akromah SGz RD, menyebutkan kulit sapi merupakan sumber protein hewani yang cukup tinggi kandungannya. Dalam 100 gram kulit sapi, memiliki kandungan protein 10 gram. Sementara kandungan lemaknya tak terlalu tinggi.

Menurut ahli gizi ini, kandungan kolesterol pada kulit sapi juga tidak terlalu tinggi. Masih aman untuk dikonsumsi dalam porsi yang wajar. “Tapi prinsipnya, sumber pangan hewani itu mengandung kolesterol. Namun pada kulit sapi tidak terlalu tinggi,” ujarnya kepada Infovet.

Akromah menyebut wajar apabila ada orang yang takut mengonsumsi olahan kikil, karena ketidaktahuan mereka akan kandungan gizinya. Yang terbayang hanya kandungan kolesterol yang menghantui. “Selama porsinya wajar, tidak berlebihan, tidak masalah. Baik-baik saja konsumsi olahan kulit sapi,” tambahnya.

Ada dua jenis kolesterol yang ada dalam tubuh manusia, yakni LDL (Low Density Lipoprotein) atau yang biasa disebut sebagai kolesterol nakal (jahat) dan HDL (High Density Lipoprotein) atau yang biasa disebut kolesterol baik. Kondisi tubuh akan tidak bagus jika prosentase koleterol LDL lebih banyak di dalam tubuh dibanding kolesterol HDL.

Menurut Akromah, kedua jenis koleterol tersebut (HDL dan LDL) sama-sama dibutuhkan tubuh. Namun kondisi tubuh akan baik jika perbandingan antara keduanya sesuai dengan kebutuhan di dalam tubuh. “Kalau kosumsi sumber lemak hewani terlalu banyak, maka jumlah kolesterol jahatnya pun akan banyak juga,” ujarnya.

Mitos yang Mengganggu
Ketakutan sebagian orang mengonsumsi olahan kulit sapi menjadi wajar, karena belum paham tentang kandungan gizi di dalamnya. Yang terbayang bahwa makanan ini mengandung kolesterol tinggi. Bahkan ada pula yang takut terserang asam urat dan penyakit menyeramkan lainnya.

Menurut dokter spesialis gizi, Dr med dr Maya Surdjaja MS SpGK, hal tersebut ialah mitos. Menurutnya, di masyarakat masih banyak yang keliru dengan kikil. “Jadi kikil itu dari sapi, dari kaki. Karena dia tidak sama dengan jeroan lainnya. Ini bukan jeroan, ini lokasinya di kaki ada uratnya, dia mengandung kolesterol tapi tidak seram,” kata Maya seperti yang disampaikan dalam Program Sehat yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta nasional.

Banyak literatur yang menyebut bahwa olahan kulit sapi, baik dibuat menjadi kerupuk, gulai, maupun sop, memiliki kandungan protein hewani. Kerupuk kulit meskipun sudah kering dan digoreng, di dalamnya masih terkandung protein. Protein tersebut merupakan protein hewani karena kerupuk diolah dari kulit hewan sapi atau kerbau.

Protein hewani ini merupakan kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Beberapa manfaat dari protein hewani diantaranya untuk pertumbuhan dan regenerasi sel-sel tubuh, meningkatkan pembentukan energi tubuh, meningkatkan ketahanan tubuh dan meningkatkan massa otot.

Sebuah laman Fastsecret Indonesia yang mengulas seputar gizi menyebutkan dalam 100 gram olahan kulit sapi terdapat 100 kalori, dengan rincian 40% lemak, 16% karbohidrat dan 43% protein.

Nutrisi dan Manfaatnya
Dalam banyak literatur, ada beberapa manfaat mengonsumsi olahan kulit sapi. Pertama, manfaat untuk elastisitas kulit. Kikil sapi punya kandungan protein berbentuk kolagen. Kolagen berguna untuk melindungi organ dalam tubuh dan membantu elastisitas kulit. Karena itu, jika ingin mempertahankan elastisitas kulit, bisa secara rutin mengonsumsi kikil. Tetapi jangan berlebihan alias sesuai porsinya. Tidak harus setiap hari, mungkin bisa sekali dalam seminggu, agar manfaat yang didapat juga maksimal.

Kedua, manfaat antioksidan. Dalam kikil sapi ini juga mengandung mineral selenium yang diperlukan tubuh untuk membuat enzim selenoprotein, diantaranya enzim glutathione peroksidas yang berfungsi sebagai antioksidan alami dalam membantu mencegah risiko terjadinya penyakit degeneratif yang muncul seiring bertambahnya usia.

Ketiga, manfaat membantu regenerasi sel dalam tubuh. Selain kolagen, kandungan kalsium dari kikil sapi ini juga cukup besar. Nah, dengan mengonsumsi kikil sapi secara baik dan benar, maka asupan mineral seperti kalsium kalogen untuk tubuh akan tercukupi. Sehingga membuat tulang dan gigi kuat, tidak mudah kropos karena asupan kalsiumnya seimbang. Kalsium dan fosfor sangat bagus untuk perkembangan tulang. Nutrisi ini lebih tepat untuk remaja yang sedang dalam masa tumbuh kembang.

Keempat, manfaat membantu jaga stamina. Dengan penambahan rempah seperti jahe merah pada olahan kikil sapi, dipercaya bisa membantu meningkatkan stamina. Tentunya selain jahe, ada sejumlah rempah lainnya yang bisa dikreasikan seperti cabai jawa atau cabai puyang.

Ragam Olahan Nikmat 
Banyak jenis olahan berbahan kulit sapi yang lazim di tengah masyarakat. Pertama, sayur krecek. Sayur krecek adalah masakan dari kulit sapi yang banyak dijumpai. Umumnya, sayur krecek dinikmati dengan makanan gudeg, bersama bumbunya yaitu sambal goreng.

Kikil merupakan bagian kulit pada kaki sapi atau kerbau. Kikil memiliki tekstur kenyal dan berwarna putih dan kekuningan. Sup kikil adalah makanan khas Jawa Timur. Sup kikil menjadi lebih lezat karena adanya cita rasa kulit kikil yang bercampur dengan hangatnya kaldu sapi.

Kedua, gulai kikil. Gulai kikil adalah kuliner bersantan dan bisa dicicipi di daerah Sumatra Barat. Di daerah ini lazim disebut tunjang. Selain memiliki rasa gurih, gulai kikil juga memiliki rasa yang agak sedikit pedas, yang dapat menambah selera makan. Bahan untuk membuat gulai kikil terdiri dari banyak rempah-rempah. Mengolahnya bisa mencampur santan dengan bawang merah dan putih, kemiri, lengkuas, ketumbar dan daun salam, ditambah daun serai dan daun jeruk. Gulai kikil akan lebih lezat disantap dengan nasi hangat, bersama sayur daun singkong rebus serta sambel hijau.

Ketiga, kerupuk kulit. Ini mungkin merupakan olahan yang sangat mudah ditemui dan banyak dikonsumsi masyarakat dari ragam daerah. Kerupuk kulit punya nama lain yaitu kerupuk rambak atau jange. Kerupuk kulit terbuat dari kulit sapi atau kerbau, dengan cita rasa gurih dan renyah, karena telah diolah dan diberi bumbu rempah dan penambah rasa. Makan kerupuk kulit paling nikmat jika mengonsumsinya sebagai cemilan dengan sambal petis atau sambal kecap. Sensasi pedas manisnya menambah rasa kerupuk ini.

Nah, mulai sekarang jangan takut konsumsi olahan berbahan kulit sapi. Selain nikmat, juga terdapat kandungan gizi di dalamnya, namun dengan konsumsi yang tidak berlebihan. (AK)

SELEKSI SAPI PEJANTAN UNGGUL BERBASIS PROTEOMIK

Selain betina, selektif dalam memilih sapi pejantan unggul agar kualitas anakan baik dan stabil. (Foto: Dok. Infovet)

Peningkatan produktivitas dan mutu genetik ternak tidak hanya ditentukan fertilitas ternak betina, namun juga fertilitas pejantan. Selain memiliki betina yang produktif, amatlah penting agar lebih selektif lagi memiliki pejantan yang unggul agar kualitas anakan baik dan stabil.

Memahami Pentingnya Fertilitas Pejantan
Fertilitas pejantan adalah kemampuan spermatozoa untuk dapat membuahi dan mengaktivasi sel telur dan mendukung perkembangan embrio. Faktor tersebut penting dalam memengaruhi proses reproduksi dan efisiensi produksi ternak, serta fertilitas pada jantan dan betina dapat dinilai berdasarkan angka kelahiran.

Fertilitas pejantan dapat dinilai sejak perkawinan (IB) sampai lahirnya pedet. Parameter penilaian efisiensi reproduksi antara lain non-return rate (NRR), conception rate (CR), service per conception (S/C) dan calving rate. Penilaian efisiensi reproduksi di Indonesia terutama adalah CR dan S/C. Nilai NRR sering bias dan calving rate membutuhkan waktu lama.

Metode penilaian fertilitas pejantan yang sering digunakan selama ini adalah breeding soundness examination (BSE). Penilaian pejantan dengan metode BSE meliputi pemeriksaan biometrik non-reproduksi (panjang badan, tinggi gumba, lebar kepala, panjang kepala, serta lingkar pelvis dan reproduksi) dan Biometrik organ reproduksi (volume testis dan lingkar skrotum). Penilaian BSE juga dilakukan terhadap libido dan evaluasi kualitas semen segar. Evaluasi kualitas semen, khususnya penilaian motilitas, konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa. Kondisi di lapang ditemukan pejantan dengan libido tinggi namun memiliki kualitas semen segar yang buruk, libido rendah memiliki kualitas semen baik, namun dapat juga ditemukan libido dan kualitas semen yang rendah.

Penilaian fertilitas pejantan berdasarkan libido pejantan maupun motilitas spermatozoa, oleh karena itu belum cukup untuk menggambarkan kemampuan fertilitas pejantan yang sebenarnya. Penelitian yang dilakukan Abdullah, dkk. (2021), mendapatkan bahwa parameter kualitas semen dan libido dapat dinilai dengan pengujian konsentrasi hormon testosteron, akan tetapi dalam aplikasinya pengujian ini masih perlu dikombinasikan dengan penilaian kualitas semen dan karakteristik fisik pejantan untuk menggambarkan fertilitas pejantan.

Fisiologi spermatozoa dan kemampuan fertilisasi normal bukan saja ditentukan faktor intrinsik spermatozoa, tetapi juga dimodulasi faktor ekstrinsik yang berasal dari plasma semen yang dapat memengaruhi kualitasnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peran spermatozoa berhubungan dengan pewarisan meteri genetik yang dapat memediasi perkembangan embrio. Disamping itu, ketika spermatozoa diejakulasikan akan bercampur dengan plasma semen yang dapat memelihara dan menjamin kualitas semen di dalam saluran reproduksi betina ataupun ketika diproses menjadi semen beku. Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh: 
Dr Abdullah Baharun, dkk.

PETERNAK DI JAWA: LUMPHY SKIN DISEASE BEBAN BARU SETELAH PMK

Sapi perah dengan gejala LSD berat. (Foto: Infovet/Joko)

Belum setahun berlalu wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) melulu-lantahkan peternakan Indonesia. Hingga saat ini, PMK masih meninggalkan PR cukup banyak terkait rendahnya produktivitas dan perfoma reproduksi.

Belum selesai itu, saat ini peternak harus menerima musibah yang tidak kalah berat, yaitu penyakit Lumphy Skin Disease (LSD). Penyakit yang disebabkan oleh virus pox ini awalnya masuk ke Indonesia terdeteksi di wilayah Sumatra bagian tengah, sebelum PMK masuk ke Indonesia. Selama terjadinya wabah PMK di Indonesia, lalu lintas ternak diatur begitu ketat oleh tim Satgas Nasional PMK melalui zonasi (hijau-kuning-merah). Hal ini mendukung fakta yaitu seharusnya tidak ada lalu lintas ternak dari Sumatra bagian tengah ke Jawa. Faktanya beberapa bulan lalu, LSD terdeteksi di beberapa daerah di Jawa Tengah dan saat ini hampir merata di seluruh daerah di Jawa.

Gejala klinis umum LSD meliputi demam tinggi, hipersalivasi, keluarnya leleran hidung, penurunan nafsu makan. Gejala menciri biasanya diawali dengan munculnya alergi kulit sebesar kancing baju di beberapa bagian tubuh, tumbuh membesar sebagai bentol-bentol ukuran 1-2,5 cm yang merupakan fase viremia (beredarnya virus keseluruh tubuh).

Bentol disertai keradangan, membesar seperti bisul disertai demam. Bisul tersebut akan berkembang menjadi abses berbagai ukuran dan menimbulkan jejas-jejas di kulit, tembus hingga bisa sampai ke daging. Penampilan luar sapi yang terkena LSD sangat buruk, sehingga apabila dijual harganya pun sangat rendah. Bisul akan pecah dengan tampilan kulit terlihat berlubang, terkadang basah dan berakhir menghitam.

Pada sapi perah, gejala klinis tersebut diikuti penurunan produksi susu. Demam tinggi, alergi di seluruh tubuh termasuk di ambing dan puting, penurunan nafsu makan menjadi faktor menurunya produksi susu.

Penanganan yang terlambat menjadi penyebab... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Koresponden Infovet Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PMK SERENTAK DI 29 PROVINSI

Mentan SYL mengatakan kick off pengendalian dan penanggulan PMK merupakan kegiatan yang harus dilakukan bersama untuk menguatkan tekad dan kerja melanjutkan program penanggulangan PMK di Indonesia. (Foto: Istimewa)

Kementerian Pertanian (Kementan) menyelenggarakan Kick Off Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Nasional 2023, melalui kegiatan vaksinasi, penyerahan bantuan vaksin, obat-obatan, disinfektan dan penandaan ternak yang dilakukan secara serentak di 29 Provinsi.

Kick off PMK yang dipusatkan di Kabupaten Barru diluncurkan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), guna mempercepat Indonesia bebas PMK sekaligus melakukan pendataan akurat.

Dalam keterangan resminya, Mentan Syahrul mengatakan kick off pengendalian dan penanggulan PMK merupakan kegiatan yang harus dilakukan bersama untuk menguatkan tekad dan kerja melanjutkan program penanggulangan PMK di Indonesia. Juga merupakan konsolidasi emosional guna menyatukan dinamika pelaksanaan vaksinasi PMK dan penandaan ternak yang dihadapi petugas lapang.

“Indonesia memiliki pengalaman keberhasilan memberantas PMK mencapai 99,9 persen. Kita mampu turunkan dalam waktu setahun, sementara negara lain membutuhkan waktu lama, puluhan tahun. Oleh karena itu, kick off yang kita lakukan adalah bentuk bela negara. Kita harus hadapi tantangan ke depan. Kondisi saat ini, kita memiliki petugas-petugas yang sudah terlatih dan ketersediaan akses vaksin PMK," ujar Mentan dalam peluncuran Kick Off Pengendalian dan Penanggulang PMK Nasional 2023, di Kabupaten Barru, Sabtu (28/1).

Ia tegaskan, keberhasilan memberantas PMK menjadi modal besar untuk segera membebaskan Indonesia dari wabah. Sebagai gambaran kasus PMK mulai turun dari puncak kasus Juni 2022, sampai saat ini.

“Oleh karena itu, kita hadir pada hari ini tidak semata sebagai acara seremonial belaka. Tidak hanya menjadi kegiatan rutinitas semata. Saya berharap adanya kick off kegiatan vaksinasi dan penandaan ternak ini agar kita tidak boleh berhenti memberantas PMK hingga Indonesia benar-benar zero kasus,” tegasnya.

Sementara Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah, menambahkan sejak terjadinya wabah PMK di Indonesia pada Mei 2022, Kementan telah mengupayakan berbagai pengendalian, diantaranya melakukan surveilans klinis, biosekuriti, pembatasan lalu lintas ternak dan vaksinasi secara masif dan massal. Pengadaan vaksin di 2022, telah terealisasi vaksinasi 9,3 juta dosis pada seluruh jenis hewan rentan PMK.

“Dampak vaksinasi pada ternak rentan PMK pada 2022, telah memberikan gambaran penurunan kasus PMK yang cukup signifikan sampai dengan 99,9 persen pada Desember 2022, dibandingkan pada puncak kasus pada Mei,” kata Nasrullah.

“Demikian juga dengan jumlah ternak sakit PMK yang terus menurun sejak puncak kasus pada Juni 2022 dan pada Desember turun sebesar 99,98 persen dari puncak kasus. Disamping itu dilaporkan 11 provinsi yang sudah tidak diketemukan kasus PMK baru selama minimal 14 hari sejak kasus terakhir dilaporkan atau zero reported case.”

Dijelaskan, untuk dapat memberikan kekebalan kelompok ternak, cakupan vaksinasi minimal 80% populasi hewan rentan PMK. Tentu ini menjadi perhatian bersama untuk terus meningkatkan cakupan vaksinasi agar ternak selamat dari PMK mencapai 100%.

“Tahun ini kita alokasikan vaksin PMK sebanyak 35.841.638 dosis untuk ternak sapi dan kerbau dengan target vaksinasi 80 persen atau sebanyak 32.957.208 dosis yang digunakan untuk tiga kali vaksin (vaksinasi 1 dan 2 dan vaksin booster) dan akan didistribusikan secara bertahap ke 29 Provinsi,” ucapnya.

“Kementan juga mengalokasikan biaya operasional vaksinasi dan tugas perbantuan. Untuk itu diharapkan daerah dapat memanfaatkan vaksin ini sebaik mungkin dan mengupayakan cakupan vaksinasi minimal 80 persen.” (INF)

POTENSI VIRTUAL HERDING DAN VIRTUAL FENCE UNTUK TERNAK SAPI

Peternakan sapi yang digembalakan. (Foto: Istimewa)

Sejumlah penelitian dilakukan di Australia untuk mengetahui sejauh mana potensi penerapan virtual herding (penggembalaan secara virtual) terhadap ternak sapi. Salah satunya dilakukan oleh Dana Campbell dan timnya dari CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation).

Cara Kerja Virtual Herding
Untuk menerapkan virtual herding, Dana dan timnya memasang kalung GPS pada sapi-sapi yang ditempatkan di kandang paddock. Pada area kandang diatur garis pagar virtual (virtual fence) yang menciptakan zona inklusi di mana sapi dikehendaki berada dan zona eksklusi di mana sapi tidak boleh memasukinya.

Ketika sapi berada di zona inklusi mereka tidak menerima sinyal atau isyarat apapun dari perangkat. Ketika sapi mendekati garis pagar virtual, perangkat akan mengeluarkan nada peringatan audio yang diikuti oleh kejutan elektrik jika sapi terus bergerak maju.

Jika sapi terus menyeberang ke zona eksklusi, mereka masih akan menerima audio dan kejutan elektrik juga saat mereka terus bergerak lebih jauh ke dalam zona eksklusi. Namun, jika sapi berbalik untuk bergerak kembali ke arah zona inklusi, mereka tidak lagi menerima peringatan apapun.

Sistem tersebut melatih sapi untuk menanggapi peringatan audio sehingga mereka dapat menghindari menerima kejutan elektrik jika berhenti segera setelah mendengar peringatan audio tersebut.

“Kami melakukan serangkaian penelitian untuk memeriksa respons hewan terhadap pelanggaran pagar virtual dan melihat penerapan teknologi ini untuk dapat menggembalakan ternak,” kata Dana.

“Kami kemudian melakukan studi skala yang lebih besar untuk melihat respons kesejahteraan hewan jika kami memaparkannya ke pagar listrik standar versus pagar virtual. Kemudian menjajaki penerapan teknologi untuk membatasi hewan dari area yang sensitif atau terlarang untuk mereka.”

Respons Sapi Terhadap Pagar Virtual
Penelitian pertama dirancang untuk melihat bagaimana sapi merespons jika pagar virtual dipindahkan. Hal itu dengan pemahaman bahwa produsen atau peternak mungkin ingin membuat pagar sementara untuk sapinya.

Paddock dipasang dan sapi diberi akses penuh ke seluruh paddock pada awalnya sehingga mereka dapat terbiasa dengan area tersebut. Kemudian satu garis pagar virtual dibuat yang memungkinkan sapi hanya memilik akses ke 40% area paddock. Sapi-sapi tersebut dilatih untuk mengenali sinyal peringatan pagar virtual selama sekitar satu minggu.

Kemudian garis pagar digeser sehingga sapi memiliki akses ke 60% area dan digeser lagi sehingga sapi bisa mengakses 80% area paddock. Selanjutnya garis pagar sedikit diubah menjadi memanjang di sepanjang paddock untuk melihat seberapa baik sapi benar-benar merespons sinyal peringatan.

Hasilnya sapi tetap berada di zona inklusi. Tapi ketika pagar virtual digeser sehingga zona inklusi lebih luas, mereka hanya dalam waktu empat jam untuk mengetahuinya dan bergerak ke zona yang semula eksklusi.

Virtual Herding
Dana menuturkan, “Studi berikutnya yang kami lakukan adalah melihat penerapan teknologi ini untuk dapat menggembalakan sapi dalam jarak dekat. Kami menggunakan gadget untuk berkomunikasi dengan perangkat yang terpasang pada sapi dan paddock serta untuk mengatur pagar virtual.”

Beberapa jenis desain pagar dicoba pada beberapa kelompok sapi dengan protokol yang sama. Pada hari pertama sapi ditempatkan di paddock. Hanya GPS yang diaktifkan dan pagar virtual tidak dipasang.

Kemudian setelah sapi terbiasa dengan paddock pada hari ketiga pagar virtual diaktifkan. Di hari keenam sapi digiring ke salah satu sisi paddock dan pada hari ketujuh digiring ke arah yang berlawanan.

“Kami menemukan bahwa jenis pagar virtual yang paling berhasil adalah back fence. Jadi saat hewan bergerak kami mengaktifkan pagar di belakang mereka dan kami menggesernya saat hewan terus bergerak,” jelas Dana.

Back fence didesain agar sapi tidak bisa berputar balik. Tidak ada peringatan yang diberikan selama sapi bergerak ke arah yang diinginkan. Tapi jika mereka berbalik dan mencoba bergerak kembali maka mereka akan menabrak garis pagar virtual dan mendapatkan peringatan.

Dengan back fence sapi bisa digiring sepanjang 300 m dalam waktu kurang dari 20 menit. Hal ini relatif, tergantung dari kecepatan sapi dalam bergerak. Saat digiring sapi sebagian besar tetap bersatu sebagai satu kelompok dan tidak ditemukan adanya sinyal stres pada mereka.

Dampak Terhadap Animal Welfare
Penelitian ketiga dilakukan bertujuan untuk benar-benar memahami apakah teknologi pagar virtual memiliki dampak terhadap animal welfare dan bagaimana perbandingannya dengan pagar listrik yang sudah digunakan secara luas.

Sapi yang digunakan dalam penelitian selain dipasangi kalung GPS juga dipasangi alat IceQube untuk merekam profil perilaku sapi. Kemudian sapi dicatat berat badan awalnya. Setelah diberikan waktu seminggu untuk menyesuaikan diri dengan paddock, sapi diambil sampel tinjanya untuk memeriksa metabolit hormon stresnya.

Kemudian pada kelompok yang berbeda pagar virtual dan pagar listrik diaktifkan. Zona inklusi yang diberikan seluas enam hektare. Selama masa penelitian dilakukan pengukuran berat badan dan pengambilan sampel tinja mingguan. Tidak ada perbedaan besar antara sapi yang diberi pagar listrik dengan pagar virtual.

 “Kami menemukan sapi yang terpapar pagar virtual menunjukkan waktu berbaring yang sedikit lebih rendah setara dengan kurang dari 20 menit per hari. Kami tidak yakin apakah itu mungkin memiliki implikasi lain dalam jangka panjang atau apakah 20 menit itu relevan secara biologis untuk sapi atau tidak,” kata Dana.

Disimpulkan bahwa perilaku dan fisiologis animal welfare menunjukkan perbedaan minimal antara pagar listrik dan pagar virtual.

Mencegah Sapi Memasuki Area Terlarang
Penelitian terakhir yang dilakukan adalah melihat penerapan teknologi virtual herding untuk mencegah sapi memasuki area sensitif atau terlarang. Ini berguna jika peternak memiliki area yang tidak mudah dipagari atau area yang mungkin diinginkan memasang pagar sementara.

Uji coba pertama adalah zona riparian komersial dilakukan di peternakan komersial di New South Wales. Pagar virtual dibuat selama sekitar 10 hari. Ada satu titik dimana empat ekor sapi menyeberang ke zona eksklusi selama sekitar 30 menit sebelum teknologi virtual herding membalikkan dan menggiring mereka ke kawanannya.

Ketika pagar virtual dinonaktifkan, sapi-sapi mengakses lebih banyak area daripada sebelumnya. Terjadi sangat cepat yaitu hanya beberapa jam setelah pagar virtual dinonaktifkan.

Teknologi virtual herding juga bisa menjauhkan sapi dari area pohon atau tanaman muda yang sedang beregenerasi. Uji coba yang dilakukan di Australia Selatan menunjukkan sapi tetap berada di dalam zona inklusi untuk sebagian besar waktu.

“Teknologi virtual herding bekerja di banyak situasi yang berbeda, tetapi tentu saja ada lebih banyak aplikasi yang dapat kami coba untuk benar-benar memahami dimana teknologi dapat diterapkan. Kami belum menemukan dampak kesejahteraan hewan yang besar saat ini berdasarkan langkah-langkah yang telah kami gunakan,” tukasnya. (NDV)

VENTILASI KANDANG UNTUK SAPI PERAH DEWASA

Dalam mendesain ventilasi kandang sapi ada beberapa prioritas yang harus diperhatikan. (Foto: Istimewa)

Sapi perah dewasa menghasilkan banyak panas. Terutama yang berproduksi tinggi sangat sensitif terhadap heat stress.

“Kandang berventilasi alami berkinerja cukup baik ketika sapi berproduksi rendah,” kata Nigel B. Cook, MRCVS, University of Wisconsin-Madison dalam webinar yang diselenggarakan oleh Artex Barn Solutions.

“Tapi ketika sapi menghasilkan lebih banyak susu mereka akan menghasilkan banyak panas di kandang dan ventilasi alami sistem lama menjadi tidak memadai.”

Heat stress sendiri dapat berpengaruh pada fungsi rumen, sitem pencernaan dan imunitas. Juga meningkatkan risiko acidosis, mengurangi kesuburan, menimbulkan masalah kesehatan seperti kepincangan dan pneumonia, meningkatkan risiko mastitis, serta menurunnya produksi susu.

Selain itu heat stress juga mengurangi waktu berbaring sapi sekitar tiga jam per hari. Karena ketika temperatur naik sapi mengakumulasi panas ketika berbaring, sehingga harus berdiri untuk menghilangkan panas.

Sapi juga akan cenderung berkumpul di tempat gelap yang lebih dingin. Atau di tengah kandang menjauh dari dinding kandang. Ventilasi kandang penting untuk heat control dan memanajemen heat stress. Dalam mendesain ventilasi ada beberapa prioritas yang harus diperhatikan.

Target kecepatan udara di resting area sapi. Pertukaran udara yang cukup untuk menghilangkan panas, gas berbahaya, kelembapan dan patogen dari kandang. Sistem harus bekerja dengan baik di semua musim. Hemat biaya instalasi dan operasional. Juga mempertimbangkan iklim, layout kandang, siap merawat dan membersihkan kipas-kipas.

Terakhir adalah preferensi konsumen atau kontrak dengan perusahaan, apakah mereka tidak keberatan sapi di kandang terus, atau menghendaki sapi sesekali di keluarkan dari kandang.

Ventilasi Alami dengan Kipas di Atas Stall
Ventilasi alami masih menjadi pilihan di banyak situasi dan terhitung ekonomis untuk berbagai kondisi iklim. Dalam kandang dipasang deretan kipas di setiap baris stall. Kipas umumnya terpisah sekitar 6-7 meter, sudutnya miring tajam di atas sapi. Jika lokasinya tepat akan dapat membangun kandang berventilasi alami yang dapat beroperasi dengan baik di iklim yang bervariasi.

Ventilasi alami cocok untuk iklim bervariasi sepanjang tahun, namun tidak terlalu panas dan terlalu lembap. Kandang hanya ada satu, atau ada beberapa kandang dengan jarak antar kandang yang optimal minimal 30 meter. Cocok untuk kandang yang lebarnya sempit dengan maksimal enam baris stall.

Lokasi yang ideal adalah yang mendapatkan angin dengan baik, perlu dipertimbangkan juga arah angin agar kandang mendapatkan aliran udara yang memadai.

Ventilasi alami cocok untuk daerah yang biaya listriknya tinggi. Nigel mengatakan, “Ada banyak bagian Eropa dimana biaya listriknya tinggi dan ini adalah jenis ventilasi yang dominan di sana.” Ventilasi alami bisa dipilih jika pasar lebih menyukai sapi yang rutin di keluarkan dari kandang.

Ventilasi Positive Pressure Tube
Sistem ventilasi ini menggunakan tabung vinil untuk membawa udara segar yang bergerak cepat ke dalam kandang. Beroperasi dengan baik dalam jarak yang relatif pendek.

Cocok untuk iklim bervariasi, tapi tidak terlalu panas dan lembap. Kandang kecil dengan kapasitas 100 ekor atau kurang, dengan dinding samping yang tertutup dan langit-langit rendah.

Bisa diterapkan untuk daerah dengan biaya listrik tinggi dan dimana pasar menyukai sapi rutin di keluarkan dari kandang. Letak pintu kandang fleksibel dengan ventilasi model ini. Karena udara dipaksa masuk ke dalam kandang menggunakan tabung vinil.

Ventilasi Positive Pressure Hybrid
Kipas dipasang tidak di atas stall, tapi di sepanjang kedua dinding samping kandang untuk mendorong udara dari samping ke arah sapi-sapi. Pada musim panas tirai ditutup dan kipas dinyalakan. Pada musim dingin tirai dibuka sehingga pada dasarnya menggunakan ventilasi alami.

Sistem ini cocok untuk daerah dengan iklim bervariasi yang tidak terlalu panas dan lembap. Untuk kandang sempit panjang dengan tata letak empat baris head to head dan feed lane ada di tengah.

Wilayah yang biaya listriknya tinggi bisa menerapkan ventilasi ini, karena tipe ini cukup rendah listrik meskipun membutuhkan banyak kipas. Namun biaya instalasi kipas bisa tinggi. Cocok untuk pasar yang menghendaki sapi mempunyai akses keluar kandang.

Ventilasi Low Roof Tunnel
Ventilasi low roof tunnel dengan dinding samping polycarbonate cocok untuk iklim panas, namun tidak bagus untuk wilayah yang mempunyai musim dingin.

Jadi sistem ini cocok untuk daerah dengan iklim panas sepanjang tahun. Kandang yang ideal yaitu dengan tiga feed lane dan delapan baris stall, sebaiknya panjangnya kurang dari 150 meter.

Karena membutuhkan listrik cukup tinggi maka ideal untuk daerah dimana biaya listriknya rendah. Juga jika pasar tidak masalah jika sapi di kandang terus-menerus, karena kandang dengan ventilasi seperti ini harus tertutup terus.

Ventilasi Hybrid Tunnel
Vetilasi tipe ini menggunakan kipas-kipas kubah untuk menarik udara dari dinding samping, lalu di keluarkan melalui tengah-tengah atap. Kipas ditaruh di bagian tengah atap untuk membantu aliran udara agar udara terjaga dekat dengan sapi.

Tidak cocok untuk daerah yang panas sepanjang tahun. Cocok untuk daerah dimana musim panasnya lebih panas dan lebih dingin di musim dingin. Tunnel digunakan saat musim panas dan ventilasi alami digunakan di musim dingin.

Kandang yang ideal adalah dengan tiga feed lane dan delapan baris stall dan panjangnya kurang dari 150 meter. Membutuhkan banyak kipas sehingga bagus untuk daerah yang biaya listriknya murah. Pada ventilasi tipe ini sapi bisa rutin sesekali di keluarkan dari kandang ke padang rumput.

Ventilasi Cross dengan Penyekat
Penyekat digunakan untuk menciptakan kecepatan udara dan mengarahkan udara yang diperlukan di resting area sapi. Penyekat harus dapat ditarik atau dibuka di musim dingin. Harus hati-hati karena penumpukan suhu dan akumulasi panas di dalam kandang adalah masalah dengan desain ventilasi ini. Sebaiknya menggunakan evaporative cooling.

Cocok untuk daerah dengan iklim bervariasi. Kandang lebar dengan beberapa feed lane dan hingga 10 baris stall. Hemat listrik, sapi di kandang terus-menerus.

Ventilasi Croos Tanpa Penyekat
Ventilasi tipe ini menggunakan kipas untuk menciptakan kecepatan udara di stall. Kipas dipasang menyilang di atas stall, sehingga didapat udara yang bergerak cepat di tempat sapi beristirahat. Pendinginnya menggunakan evaporative cooling.

Biaya instalasi dan pengoperasian lebih mahal dibanding yang memakai penyekat karena lebih banyak kipas yang dipasang. Cocok untuk daerah yang iklimnya bervariasi. Kandang lebar dengan beberapa feed lane dan stall lebih dari 10 baris. Ideal ketika biaya listrik di daerah tersebut rendah dan pasar tidak masalah jika sapi di kandang terus-menerus.

Ventilasi Cross ‘Big Box’ dengan Langit-langit Rendah
Pada tingkat maksimum mampu menciptakan kecepatan udara yang memadai di tempat sapi beristirahat. Kandang mempunyai langit-langit rendah sekitar 5-5,5 m tingginya. Kotak udara ditaruh di langit-langit untuk mengarahkan udara ke sapi dan sekitarnya. Kipas masih digunakan tapi hanya sedikit, menggunakan evaporative cooling.

Cocok untuk daerah dengan iklim panas sepanjang tahun dan kandang lebar dengan beberapa feed lane dan kurang dari 10 baris stall. Membutuhkan banyak listrik dan sapi di kandang terus-menerus. (NDV)

BAHAYA PENYAKIT JEMBRANA PADA SAPI BALI

Sapi Bali bisa mati dalam kondisi gemuk tanpa gejala klinis (kiri) atau mati dengan blood sweating/keringat darah yang tampak muncul dari kulit (kanan).

Sapi Bali (Bos sundaicus) merupakan plasma nutfah asli Indonesia. Mudah dipelihara, tak memilih jenis pakan atau rerumputan. Sapi Bali telah berkembang biak dengan baik di luar Pulau Bali, seperti di NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, Sumatra dan Kalimantan.

Namun demikian, bahaya masih mengintai dalam pemeliharaan sapi Bali, salah satunya penyakit Jembrana yang disebabkan oleh Lentivirus yang spesifik hanya menyerang sapi Bali. Penyakit yang pertama kali ditemukan pada sapi Bali di Kabupaten Jembrana, Bali, ini telah menyebar ke berbagai pulau yang menjadi penyebaran sapi Bali. Pertama kali wabah terjadi di Lampung, dikenal dengan penyakit Rama Dewa. Kemudian penyakit menyebar ke wilayah Sumatra lainnya seiring dengan penyebaran sapi Bali di wilayah tersebut.

Keberadaan penyakit Jembrana juga ada di Kalimantan, mencakup  Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur serta Kalimantan Tengah. Adapun masuknya penyakit Jembrana di juga terjadi di Sulawesi, yakni Sulawesi Barat yang bisa berimbas menyebarnya penyakit ke Sulawesi Selatan melalui perdagangan sapi antar provinsi. Sulawesi Selatan merupakan Provinsi sumber ternak sapi Bali.

Gejala Klinis
Gejala klnis hanya ditemukan pada sapi Bali, meliputi demam tinggi, cermin hidung tampak mengering, sapi mengalami diare bau menyengat, tinja berwarna kehitaman bercampur darah, terlihat jelas adanya pembengkakan pada limfoglandula prefemoralis dan prescapularis. Sapi terduduk lesu dan pada tahap akhir tampak adanya perdarahan pada kulit/keringat darah atau blood sweating. Munculnya blood sweating merupakan manifestasi penurunan drastis jumlah keping pembeku darah, trombosit. Sapi mengalami kondisi tromositopenia. Adanya gigitan lalat pengisap darah pada kulit yang tidak terjangkau oleh kibasan ekor menyebabkan keluarnya darah dari bekas gigitan pada kulit sapi dan darah tidak mampu membeku.

Namun tidak semua kasus penyakit Jembrana disertai gejala klinis blood sweating karena kasus terjadi akut-perakut. Sapi Bali ditemukan mati medadak dalam kondisi... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Balai Veteriner Banjarbaru

MEWASPADAI KEBERADAAN LALAT

Lalat Tabanus rubidus, salah satu vektor penyakit surra pada hewan besar. (Foto: Istimewa)

Keberadaan lalat dinilai sebagai indikator buruknya aspek kebersihan suatu lingkungan. Bukan hanya di kawasan pemukiman, keberadaan lalat di peternakan juga dinilai meresahkan.

Hewan dari filum arthropoda ini memang sudah seperti menjadi bagian sehari-hari dalam kehidupan. Hampir di tiap tempat bakal mudah menemukan keberadaan lalat. Serangga yang bisa terbang ini dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif.

Begitu pula dalam dunia peternakan, lalat merupakan musuh yang harus dibasmi. Ledakan populasi lalat di suatu peternakan dapat menambah daftar panjang masalah yang harus diselesaikan.

Berbagai Jenis, Beragam Ancaman
Menurut Prof Rosichon Ubaidillah, seorang peneliti entomologi dari BRIN, ada sekitar 240.000 spesies diptera (serangga dua sayap) dan secara umum dikenal sebagai lalat/fly termasuk simulium. Berdasarkan penemuannya, lalat sudah hidup sekitar 225 juta tahun lalu.

“Keberadaan lalat ini sudah lama ada, coba bayangkan sejak zaman dinosaurus mereka sudah ada. Beberapa jenis lalat secara langsung dan tidak juga memengaruhi kehidupan kita, baik secara ekologi, medis, bahkan sampai ekonomis,” tuturnya.

Rosichon juga mengatakan bahwa  beberapa spesies lalat bersifat parasit dan merugikan manusia termasuk di dunia peternakan. Oleh karenanya, perlu diwaspadai keberadaan lalat di suatu peternakan. Hal ini dikarenakan tiap spesies alat memiliki inang yang berbeda-beda.

Hal tersebut diamini oleh Guru Besar dan staf pengajar parasitologi SKHB IPB University, Prof Upik Kesumawati. Di dunia peternakan, baik hewan besar maupun kecil lalat adalah masalah yang harus dikendalikan. Ia memberi contoh pada hewan besar misalnya, lalat spesies Tabanus, Stomoxys, Haematopota dan Chrysops.

“Mereka itu lalat yang biasa ditemukan pada… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi September 2022. (CR)

LUKA MUKOSA AKIBAT PMK BISA PULIH KEMBALI

Lesi awal infeksi, tampak mulai terbentuk vesikel pada mukosa lidah. (Foto: Istimewa)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) telah menyebar ke berbagai pulau dan provinsi di Indonesia. Penyebaran penyakit terjadi secara cepat dari provinsi ke berbagai kabupaten. Perbedaan harga, pedagang yang hanya mengejar keuntungan yang besar di tengah ketidakpahaman para peternak tentang PMK menyebabkan sapi tertular, sapi subklinis PMK yang baru saja tertular atau baru fase penyembuhan luka di mukosa mulutnya dibeli murah pedagang untuk dijual lagi dalam kondisi hidup atau disimpan untuk dipotong.

Dalam kenyataan di lapang di area pemeliharaan sapi, sapi Bali jantan muda yang di pasaran dalam kondisi sehat laku Rp 15.000.000, harga dibeli oleh pedagang seharga Rp 7.000.000 lantaran terkena PMK. Sapi Limosin jantan dewasa besar normal sehat seharga Rp 45.000.000, dalam kondisi terserang PMK harga dibeli pedagang Rp 20.000.000. Pedagang menyetok sapi, memberi pengobatan, dalam fase menuju sembuh, menjual ke lokasi lain dengan harga sapi normal. Dalam 1-2 minggu keuntungan pedagang berlipat ganda.

Stay at home, tinggal di dalam kandang untuk sapi sakit karena PMK adalah penting, sapi diberikan pengobatan suportif, multivitamin dan antibiotika. Pemberian antibiotika bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder bakterial yang terjadi pada mukosa hidung, mukosa mulut dan pada celah kuku, corona kuku atau pada kuku. Tinggal dalam kandang menekan penyebaran PMK antar kandang atau antar area.

Kepanikan peternak biasa terjadi saat pertama terjadi infeksi PMK, kemarahan pedagang dan reaksi lainnya timbul saat petugas datang untuk memeriksa sapi-sapinya. Saat diberikan penjelasan, pengobatan beberapa kali dan disinfeksi, barulah peternak bisa mengerti. Pada awalnya sapi tidak nafsu makan, demam dan bobot badan menurun. Beberapa hari luka-luka di mulut dan lidah mulai membaik, sapi mulai mau makan, beberapa sapi mulai bisa berdiri dan berjalan normal tidak pincang lagi.

Sapi-sapi besar dewasa jantan Simental atau Limosin ada beberapa diantaranya yang kesulitan berdiri akibat luka di kukunya dan menahan bobot badan yang besar. Sapi bisa menjadi cepat kurus karena tidak bisa menjangkau tempat pakan dan minum.

Berbeda dengan ras sapi Bali atau sapi Madura, sapi jenis ini relatif tidak menunjukkan gejala hipersalivasi (berliuran berlebih) dibandingkan ras Simental atau Limosin. Luka di celah kuku, corona kuku tidak terlihat mencolok. Bahkan beberapa sapi ras Bali dan sapi Madura tampak sehat secara fisik jarak jauh dengan lesio pada mukosa mulut yang tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan virologis dengan RT-PCR positif terdeteksi adanya matriks virus PMK.

Virus PMK di Indonesia
Indonesia memilih laboratorium referensi untuk pengujian PMK yaitu Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) di Surabaya. Pengujian PMK secara serologi dan virologi sudah bisa dilakukan di Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner yang berada di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi.

Sampel swab mukosa lesi mukosa dalam transpor media virus (VTM), darah dan organ sapi yang tertular PMK atau kawanan sekandangnya di Indonesia telah diuji secara virologis dengan RT-PCR, skuensing dan filogenik analisis telah dilakukan guna mengetahui virus PMK yang bersirkulasi dan menyerang ternak berkuku belah di Indonesia. Virus PMK Indonesia… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2022.

Ditulis oleh: 
Drh Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Balai Veteriner Banjarbaru

KERJA SAMA KEMENTAN DAN NESTLE DALAM PENGEMBANGAN SAPI PERAH

Penandatanganan nota kesepahaman antara Kementan dan Nestle. (Foto: Istimewa)

Dalam rangka meningkatkan produksi susu di Indonesia, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), menggandeng PT Nestle Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Dirjen PKH, Nasrullah, Kamis (17/8/2022) melalui siaran persnya saat penandatanganan nota kesepahaman. “Kerja sama ini sangat penting, terutama dalam situasi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) beberapa peternak sapi perah di Indonesia mengalami kerugian,” ujar Nasrullah.

Ia menambahkan, ternak sapi perah memang lebih rentan terhadap PMK. Hal ini karena menurutnya, yang paling banyak berinteraksi langsung dengan manusia, terutama saat diperah manusia dapat menjadi media penular penyakit.

“Hal ini tentunya tidak bisa kita biarkan, oleh karena itu kita menggandeng mitra kerja kita PT Nestle Indonesia untuk bekerja sama mendorong peningkatan produksi susu dalam negeri,” katanya.

Lebih lanjut dijelaskan, ruang lingkup nota kesepahaman yang telah ditandatangani kedua belah pihak pada 14 Agustus 2022, di Kantor Pusat Kementan meliputi dukungan pembibitan dan budi daya, pakan, kesehatan hewan, pemanfaatan sumber daya, serta peningkatan akses pemasaran dan pengolahan susu.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Neslte Indonesia, Ganesan Ampalavanar, menyampaikan bahwa PMK yang menyerang ternak sapi merupakan masa terberat bagi para mitra peternak mereka dan memengaruhi suplai susu untuk produksi di perusahannya. Oleh karena itu, dalam rangka percepatan penanganan PMK pada sapi perah, perusahaannya sepakat melakukan kerja sama dengan Kementan.

Ia tambahkan juga, dalam rangka meningkatkan promosi susu dalam negeri, pihaknya telah berpartisipasi dalam kegiatan bazar yang beberapa kali diselenggarakan Kementan.

“Kegiatan tersebut tentu dimaksudkan untuk mendorong konsumsi susu dalam negeri. Dan dengan adanya kerja sama ini diharapkan percepatan penanganan PMK dapat terlaksana dengan baik, serta membawa manfaat bagi para mitra peternak sapi perah kami,” tukasnya. (INF)

MANAJEMEN PETERNAKAN DALAM MENGHADAPI PMK

Medik Veteriner Muda, Balai Veteriner Lampung, Drh Joko Susilo, saat memaparkan presentasinya dipandu oleh Septiyan Noer Erya sebagai moderator. (Foto: Dok. Infovet)

Pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang ideal saat ini adalah dengan populasi tervaksin, karena sekarang sangat sulit untuk menemukan zona hijau atau daerah yang tidak tertular, selain dengan tidak memasukkan sapi dari daerah tertular PMK dan menerapkan disinfeksi dan sanitasi yang baik di kandang.

Hal itu seperti disampaikan oleh Medik Veteriner Muda, Balai Veteriner Lampung, Drh Joko Susilo, yang menjadi narasumber tunggal dalam Webinar Nasional “Manajemen Peternakan Hadapi Wabah PMK”, Kamis (11/8/2022).

Dijelaskan Joko, dalam budi daya ternak sapi penting untuk memperhatikan kesejahteraan hewan untuk menghindari sapi dari segala macam bentuk ancaman penyakit dengan memenuhi beberapa hal, diantaranya bebas rasa haus dan lapar.

“Berikan pakan hijauan terbaik dan pakan alternatif yang dapat memacu produktivitas, serta pemberian air bersih secara adlibitum,” ujar Joko mengawali presentasinya.

Lebih lanjut dijelaskan, pemeliharaan sapi juga harus bebas dari ketidaknyamanan. Dengan menjaga lingkungan tetap bersih, kering dan nyaman, serta terlindung dari panas dan hujan, kebutuhan kandang cukup, serta lantai kandang tidak licin ataupun terlalu kasar.

“Karena jika lingkungan kandang tidak nyaman bisa menyebabkan permasalahan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ternak, sehingga penyakit mudah menyerang dan bisa memperparah kondisi sapi yang terserang penyakit. Berikan kandang yang senyaman mungkin bagi ternak,” jelasnya.

Dengan begitu, pemeliharaan sapi juga akan terbebas dari rasa sakit dan penyakit. “Terkait sapi yang terserang PMK, itu akan terjadi penurunan nafsu makan. Oleh karena itu, dalam penanganannya kita harus menganggapnya seperti keluarga sendiri, membantunya makan dengan cara disuapi,” ucap Joko.

Dengan menjaga kebersihan kandang dan lingkungan sekitar, tidak melalulintaskan hewan dari daerah tertular, pemberian pakan hijauan dan air minum yang cukup, vaksinasi, disinfeksi dan sanitasi untuk menetralisir virus, diharapkan dapat menjadi pegangan peternak dalam menjaga sapi-sapinya tetap sehat.

Hal itu juga yang diungkapkan Mantan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan periode 1999-2004, Dr Drh Sofjan Sudardjat MS, yang turut hadir dalam webinar. “Pentingnya sanitasi untuk mencegah penyebaran PMK. Sebab, tikus yang memakan kotoran sapi bisa menjadi penyebar PMK kemana-mana,” kata Sofjan.

Upaya lain yang juga dapat dilakukan untuk memutus penyebaran PMK, dijelaskan Sofjan, adalah dengan melakukan pemusnahan atau stamping out. Walau berpotensi kehilangan biaya besar, hal itu menjadi upaya yang sangat baik dalam menangani wabah PMK agar tidak menimbulkan kerugian yang semakin meluas. (RBS)

PENANGANAN DAGING SEGAR DARI PASAR SAAT WABAH PMK

Cegah penyebaran dan pengendalian PMK di Indonesia dengan mengikuti tips penanganan daging segar secara benar. (Foto: Pinterest)

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) juga dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) kini tengah mewabah di Indonesia. PMK adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi.

PMK sebenarnya bukan penyakit baru di Indonesia. Wabah PMK di Indonesia pernah terjadi sejak 1887 silam. Kala itu wabah PMK disebut muncul melalui sapi yang diimpor dari Belanda. Sejak saat itu, Indonesia beberapa kali menghadapi wabah PMK. Program vaksinasi massal untuk memberantas PMK di Indonesia dilakukan sejak 1978-1986. Vaksin yang digunakan adalah vaksin PMK produksi Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) dengan menggunakan isolat virus PMK lokal.

Sejak dilakukan vaksinasi besar-besaran tersebut, kasus PMK dapat dikendalikan. Wabah PMK terakhir yang dihadapi Indonesia terjadi pada 1983 di daerah Blora, Jawa Tengah dan berhasil diberantas melalui program vaksinasi. Pada 1986, Indonesia benar-benar dinyatakan sebagai negara bebas PMK. Status ini kemudian diakui secara internasional oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE) pada 1990.

Namun kini kasus PMK kembali muncul setelah Indonesia dinyatakan bebas PMK lebih dari tiga dekade lalu. Kasus pertama kali ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022 dan telah mengalami peningkatan kasus sampai saat ini. Meningkatnya kasus PMK menyebabkan banyak masyarakat mempertanyakan amankah mengonsumsi daging sapi, kambing dan domba pada saat wabah PMK?

Penyakit ini memang tidak menyerang manusia, tetapi menyerang ribuan hewan ternak di sejumlah wilayah Indonesia dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Kementerian Pertanian mengungkapkan bahwa PMK tidak membahayakan kesehatan manusia, sehingga daging dan susu tetap aman dikonsumsi selama dimasak dengan benar.

Melansir dari akun Instagram Kementerian Pertanian yang mengunggah mengenai pedoman cara aman mengonsumsi daging segar dan jeroan, guna mencegah penyebaran virus PMK adalah sebagai berikut:

• Daging tidak dicuci sebelum diolah, rebus dahulu selama 30 menit di air mendidih.
Daging yang dibeli dari pasar tradisional atau pasar swalayan yang masih mentah jangan langsung dicuci, karena apabila dicuci maka dikhawatirkan bila daging tersebut mengandung virus PMK, maka virus dalam air cucian akan mencemari lingkungan. Air yang tercemar virus PMK apabila masuk ke tubuh ternak dikhawatirkan ternak tersebut akan tertular PMK. Untuk membunuh virus, daging harus direbus terlebih dahulu. Virus PMK akan mati bila dipanaskan di atas 70° C.

• Jika daging tidak langsung dimasak, maka daging bersama kemasan disimpan pada suhu dingin, minimal 24 jam baru dimasukkan ke freezer.
Pendinginan 2-8° C dilakukan jika daging akan diolah dalam waktu dekat, sedangkan pembekuan 0-20° C jika daging akan disimpan dalam waktu lama. Daging merah mentah  dapat disimpan di kulkas selama 3-4 hari. Jika disimpan di freezer, daging merah mentah bisa bertahan 4-6 bulan. Daging sebaiknya dimasukkan ke dalam plastik transparan yang tergolong food grade dan hindari menyimpan daging dalam kantong plastik berwarna-warni.
Daging dimasukkan ke dalam mesin pendingin secara bertahap, yaitu diletakkan di  kulkas bagian chiller terlebih dahulu selama 24 jam, kemudian daging dipindahkan ke dalam freezer. Hal ini untuk menghindari temperature shock yang dapat menyebabkan daging alot dan nutrisinya rusak.
Ketika mengeluarkan daging dari kulkas, juga disarankan untuk dilakukan secara bertahap. Pertama, daging dipindahkan dari freezer ke bagian chiller kulkas dan biarkan sampai mencair. Setelah itu daging dikeluarkan dari kulkas dan daging dapat dimasak. Tidak dianjurkan untuk memasukkan kembali ke dalam kulkas daging beku yang sudah dicairkan. Dalam kondisi itu mikrobia semakin banyak dan akan mempercepat proses pembusukan. Saat mengeluarkan dari lemari pendingin perlu dilakukan pengecekan kondisi daging apabila berubah warna kecokelatan dan terlihat tidak segar lagi, daging sebaiknya dibuang dan tidak diolah.
Untuk jeroan sebaiknya dibeli dalam keadaan sudah direbus. Apabila jeroan dibeli dalam keadaan mentah, maka harus direbus dalam air mendidih selama 30 menit terlebih dahulu sebelum disimpan ataupun diolah. Daging dan jeroan harus disimpan terpisah, karena jeroan lebih cepat rusak dibanding daging.

• Rendam bekas kemasan daging dengan detergen/pemutih pakaian/cuka dapur untuk mencegah pencemaran virus ke lingkungan.
Plastik kemasan daging atau jeroan yang dibeli dari pasar ataupun supermarket hendaknya tidak langsung dibuang ke tempat sampah, tetapi harus direndam dulu dalam larutan detergen/pemutih pakaian/cuka dapur dengan tujuan mematikan virus PMK, karena virus PMK akan mati dalam larutan disinfektan dan suasana pH di bawah 6. Apabila kemasan daging yang kemungkinan tercemar virus PMK langsung dibuang, dikhawatirkan akan mencemari lingkungan.

Demikian ulasan mengenai tips penanganan daging segar agar tetap aman dalam mengonsumsi daging sehat di masa wabah PMK. Mari ikut berpartisipasi dalam pencegahan penyebaran dan pengendalian wabah PMK di Indonesia dengan mengikuti tips penanganan daging segar secara benar. ***

Ditulis oleh:
Drh Wriningati MKes
Kepala Bidang Pelayanan Produksi Pusat Veteriner Farma

WEBINAR ASOHI: PEMBEBASAN DAN PENGENDALIAN PMK

Webinar ASOHI soal pembebasan dan pengendalian PMK dipenuhi audience. (Foto: Dok. Infovet)

Setelah sekian lama Indonesia diakui Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) sebagai negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), namun kini Indonesia harus berubah status menjadi negara tertular. Celakanya, wabah PMK menyebar menjelang hari raya Idul Adha.

Oleh karena itu dibutuhkan pengendalian dan bagaimana bisa kembali bebas dari PMK seperti dibahas dalam webinar Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Rabu (29/6/2022).

“PMK masih menjadi hot issue di Indonesia. Dalam diskusi ini ASOHI ingin memberikan informasi apa yang seharusnya kita lakukan dalam menghadapi PMK dan diharapkan bisa menjadi referensi bagi kita semua dalam pengedalian PMK,” ujar Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari dalam sambutannya.

Mantan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (1999-2004), Drh Drh Sofjan Sudardjat MS, yang juga Badan Pengawas ASOHI, menjadi narasumber yang menyampaikan sejarah masuknya PMK, pengendalian hingga pembebasan PMK yang dicapai Indonesia.

“Menurut sejarah masuknya PMK di Indonesia terjadi pada zaman pemerintahan Hindia-Belanda (1887) dari impor sapi Eropa dulu untuk keperluan susu,” ujar Sofjan.

Pemerintahan saat itu berupaya mengatasi, salah satunya menerbitkan undang-undang campur tangan penerintah dalam pemberantasan penyakit hewan, serta melakukan beragam vaksinasi dalam pengendaliannya hingga akhirnya Indonesia bisa bebas PMK dan mendapat pengakuan oleh dunia (1990).

PMK menjadi penyakit yang sangat ditakuti yang menyerang hewan berkuku belah, seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi dan beberapa hewan liar seperti rusa. Bahanyanya pada sapi yang terinfeksi dan sembuh masih bisa menularkan penyakit hingga waktu 2-2,5 tahun. Selain itu kerugian yang diderita akibat mewabahnya PMK juga tidak sedikit.

Dijelaskan Sofjan, ternak sapi perah bisa terinfeksi 30% dari populasi, sementara ternak sapi potong 10% dari populasi. Untuk waktu sekarang kerugian yang diderita bisa mencapai triliunan rupiah. “Oleh karena itu jangan menganggap enteng kejadian PMK ini,” ucapnya.

Sementara GM of Prolab and GM of Animal Health Control PT Sreeyasewu Indonesia, Drh Hasbullah MSc PhD, yang juga menjadi narasumber turut mengemukakan, PMK memiliki tingkat penyebaran dan morbiditas yang tinggi. Dikatakan 95% pada populasi hewan rentan bisa terinfeksi.

Oleh karenanya diperlukan tindakan biosekuriti untuk mencegah masuk dan keluarnya penyakit, serta melakukan treatment dengan pemberian disinfektan, obat-obatan, maupun pemberian vaksinasi bisa dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan. (RBS)

VAKSINASI PMK DI KALIMANTAN DIMULAI

Vaksinasi pada kerbu rawa, bentuk pengendalian PMK di Kalimantan. (Foto: Dok. Sulaxono)

Dalam rangka pengendalian dan pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kalimantan, Kementerian Pertanian, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, melalui Balai Veteriner Banjarbaru telah menyerahkan vaksin PMK ke Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Penyerahan vaksin tahap pertama yang diserahkan ke dinas provinsi ini dilakukan langsung oleh Kepala Balai Veteriner Banjarbaru. Penyerahan dilakukan dalam rangka pengebalan aktif pada ternak sehat di daerah terdampak serangan PMK atau zona merah dan daerah yang belum terdampak PMK.

Sebagaimana diketahui, PMK masuk ke Kalimantan sebagai akibat masuknya ternak sapi dari Jawa Timur, sebelum Jawa Timur dinyatakan sebagai zona tertular PMK. Sapi dan kambing masuk ke Kalimantan Tengah melalui Pelabuhan Kumai di Kabupaten Kotawaringin Barat pada akhir Mei 2022. Pada awal Juni 2022, PMK terkonfirmasi di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan yang terkonfirmasi dengan hasil pengujian serologi dengan metode Elisa serta virologi dengan metode RT-PCR.

Penyerahan vaksin PMK untuk Kalimantan diikuti dengan pelaksanaan vaksinasi di berbagai Kabupaten di Kalimantan Selatan serta Kallimantan Tengah. Sebanyak 2.442 ekor berbagai jenis ternak telah divaksin PMK pada 24-25 Juni 2022 dari total target 4.200 dosis vaksin teralokasi untuk Kalimantan Selatan.

Vaksinasi PMK juga dilakukan di BPTU-HPT Pelaihari untuk pencegahan ternak sapi Madura dan kambing PE. Vaksinasi PMK perdana untuk Kalimantan Tengah dimulai dari Kota Palangkaraya. Sebanyak 202 ekor sapi telah divaksin pada pelaksanaan pertama. Alokasi Vaksin PMK pertama untuk Kalimantan Tengah sebanyak 2.700 dosis. Alokasi vaksinasi PMK untuk Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 3.900 dosis.

Pelaksanaa vaksinasi PMK di Kalimantan dilaksanakan pada ternak sapi, kambing serta kerbau rawa. Kerbau rawa merupakan salah satu komoditas ternak yang ada di beberapa kabupaten di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kendati demikian, belum ada laporan atau konfirmasi diagnosis PMK pada kerbau rawa di Kalimantan.

Vaksinasi PMK di Kalimantan secara serempak dilakukan oleh tenaga medik, paramedik Balai Veteriner Banjarbaru bekerja sama dengan Satgas pengendalian PMK provinsi yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur. Pelaksanaan vaksinasi juga dilaksanakan bersama dinas kabupaten yang melaksanakan fungsi pembangunan peternakan. (SH)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer