Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Peternak Rakyat | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

AUDIENSI BERSAMA PETERNAK, AMRAN TEGASKAN: NEGARA DIBANGUN UNTUK MEMBANTU RAKYATNYA

Foto bersama saat audiensi antara Mentan Amran dengan para peternak unggas rakyat. (Foto: Istimewa)

Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman, melakukan audiensi dengan para peternak unggas rakyat di kantornya pada Kamis (28/12/2023). Pada audiensi tersebut, Amran menegaskan keberpihakan pemerintah kepada para peternak rakyat.

“Negara dibangun untuk membantu rakyatnya,” tegas Amran dalam keterangan tertulisnya. Ia pun meminta jajarannya untuk merumuskan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang tata kelola ternak unggas. Diharapkan dengan peraturan terbaru tersebut nantinya akan lebih mudah bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan pasokan unggas nasional.

”Pendekatan dalam membenahi tata kelola peternakan unggas ini memang harus dilakukan secara holistik, tidak bisa parsial,” terang dia.

Pada kegiatan audiensi turut hadir sejumlah asosiasi peternak rakyat, antara lain Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), dan Forum Peternak Layer Nasional.

Salah satu peternak asal Blitar, Nafisa, turut memberikan apresiasi salah satunya terkait respon cepat pemerintah dalam mengatasi permasalah pakan. ”Saya seorang ibu peternak. Ketika Pak Amran diangkat sebagai Menteri Pertanian, kami tidak percaya Bapak waktu itu. Kami ini sudah pasti mati lambat laun. Tapi setelah saya melihat sendiri kebijakannya, saya sangat apresiasi, saya sangat berterima kasih,” ungkap Nafisa.

Ia menyebut bahwa pemerintah bergerak cepat dalam mengatasi kendala pakan yang dialami para peternak unggas. Secara langsung, Kementerian Pertanian meminta Perum Bulog untuk menyalurkan jagung pakan khusus bagi para peternak rakyat.

”Ketika jagung belum ada, kami ini sampai menangis. Teman-teman kami bisa mati. Kapanpun bisa mati. Alhamdulillah Bapak Menteri Pertanian berusaha meng-cover kami,” ucapnya.

Lebih lanjut disampaikan, penyaluran stok jagung pakan telah berhasil membangkitkan usaha ternak miliknya maupun rekan-rekan peternak lainnya yang sempat kesulitan akibat kekurangan pakan.

”Memang peraturannya ketat (penyaluran stok pakan) dilakukan by name dan by address. Tapi kami ikuti semuanya. Alhamdulillah akhirnya kami punya jagung,” tukasnya. (INF)

TINGKATKAN LABA, PANGKAS RANTAI PEMASARAN DAN BANGUN RPHU MANDIRI

Semakin panjang rantai distribusi atau pemasaran, semakin besar disparitas harga di tingkat peternak dengan harga di konsumen. (Foto: Dok. Infovet)

Lima tahun mengalami kerugian, para peternak mandiri dan peternak rakyat yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Perunggasan Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (13/3).

Demikian dilansir dari nasional.kontan.co.id. Lebih lanjut disebutkan bahwa Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Jawa Tengah, Parjuni, menuturkan selama lima tahun ini, perlindungan pemerintah terhadap peternak UMKN tidak ada.

“Sudah lima tahun dari 2017 sampai hari ini. Peternak kecil makin hari makin habis. Ini adalah sisa kekuatan. Kami mengadu di Komnas HAM. Semoga Komnas HAM bisa memberi jalan keluar agar kami bisa bertahan hidup di negeri sendiri. Jangan sampai jadi kacung di negeri sendiri,” kata Parjuni dalam Aksi Damai Peternak Rakyat di Komnas HAM tersebut.

Salah satu langkah mendongkrak harga di tingkat peternak dikeluarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 5/2022 pada 5 Oktober 2022. Dalam peraturan tersebut tercantum harga acuan daging ayam ras untuk konsumen sebesar Rp 36.750/kg karkas. Sementara harga acuan ayam hidup (live bird) di tingkat peternak untuk batas atas Rp 24.000/kg dan batas bawah Rp22.000/kg. Demikian informasi dari cnbcindonesia.com, Senin (13/3).

Namun, harga ayam ras pedaging per 13 Maret 2023, masih di bawah harga acuan batas bawah, yaitu Rp 20.470/kg. Hal ini menunjukkan bahwa peternak tidak memiliki posisi kuat dalam penetapan harga. Meskipun berada dalam posisi kurang diuntungkan, tak ada pilihan lain bagi peternak kecuali harus menjual ayamnya. Bahkan dalam beberapa kasus, ayam tetap harus dijual meskipun di bawah harga pokok produksi (HPP) alias jual rugi.

Oleh karena bersifat livestock, menahan ayam bukan menjadi sebuah solusi. Semakin lama dipelihara, biaya operasional pemeliharaan akan bertambah, misalnya dari penambahan biaya pakan dan perawatan.

Memahami Sistem Agribisnis Ayam Pedaging
Berbicara soal keuntungan usaha dalam sistem agribisnis ayam pedaging memang tidak bisa berdiri sendiri. Hal ini disebabkan sistem agribisnis perunggasan terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait. Dalam prosiding Seminar Nasional Teknik Industri UGM, 2016 silam, dengan judul Analisis Rantai Pasok dan Distribusi Ayam Pedaging, Ratna Purwaningsih dkk. mengutip pendapat Saragih dan Tanjung yang mengatakan bahwa sistem agribisnis peternakan dapat dipetakan menjadi beberapa subsistem. Selain itu, terdapat pula beberapa kelompok mata rantai pasok di dalamnya.

Setidaknya, terdapat lima subsistem dalam sistem agribisnis ayam pedaging, yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem budi daya, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem jasa penunjang.

Subsistem agribisnis hulu (upstream off-farm) adalah bisnis pendukung usaha budi daya yang menjadi input untuk usaha produksi peternakan. Beberapa pelaku usaha dalam subsistem yaitu perusahaan penyuplai bibit (DOC), penyuplai pakan ternak, penyuplai vaksin dan obat, serta penyuplai peralatan peternakan.

Pada subsistem peternakan (on farm), terdapat tiga pelaku usaha produksi. Ketiganya yaitu perusahaan peternakan besar (company farm), peternak kemitraan atau plasma dan peternak mandiri.

Adapun yang termasuk dalam subsistem pengolahan dalam rantai pasok ayam pedaging adalah rumah pemotongan hewan unggas (RPHU). Sementara subsistem pemasaran mencakup kegiatan distribusi oleh pengepul dan penjualan pada rumah makan, pedagang pengecer dan supermarket. Pada subsistem pemasaran inilah harga ayam pada tingkat konsumen terbentuk.

Subsistem jasa penunjang sendiri terdiri dari beragam fungsi seperti fungsi regulasi oleh dinas terkait, fungsi penelitian oleh Litbang Pertanian dan Perguruan Tinggi, fungsi penyuluhan oleh penyuluh dinas maupun swasta, fungsi informasi oleh media dan komunikasi personal, fungsi pengadaan modal usaha, fungsi pasar dan beragam fungsi lainnya.

Semakin Panjang Rantai Pemasaran, Semakin Besar Disparitas Harga
Menurut Ratna Purwaningsih, pedagang perantara dalam pemasaran ayam antara lain adalah broker, bakul dan lapak. Broker merupakan bakul besar dengan omset tertentu yang mendistribusikan penjualannya pada bakul lain berdasarkan delivery order. Dengan kata lain, broker tidak menjual ayamnya dengan menggunakan transportasi sendiri. Broker menyediakan modal besar untuk membeli ayam dari peternak. Modal tersebut akan kembali setelah bakul melakukan pembayaran order pada broker dari hasil penjualan ayamnya pada lapak.

Adapun bakul adalah pedagang perantara yang mengunakan modal transportasi sendiri untuk mengambil ayam hidup dari peternak (dari kandang atau farm) atau dari broker dalam jumlah yang besar. Sementara lapak adalah pedagang akhir di pasar yang menjual ayam pedaging dalam bentuk karkas pada konsumen. Karkas merupakan bagian bagian daging ayam beserta tulangnya, tanpa darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam.

Berdasarkan observasi yang dilakukan Ratna, ada tiga skema pemasaran daging ayam. Namun, skema yang akan dibahas dalam artikel ini adalah skema yang pertama, terdiri dari lima pelaku usaha, yaitu peternak, broker, bakul, lapak (pemotong) dan konsumen. Pada skema ini, peternak menjual ayam hidup pada broker. Kemudian, broker mendistribusikan ayam hidup pada bakul. Selanjutnya, bakul akan menjual kembali ayam hidupnya ke lapak. Di lapak atau pedagang akhir di pasar, ayam akan melewati proses pemotongan dan pembersihan dari darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam. Hasil akhir berupa karkas dijual pada konsumen akhir.

Adapun pembentukan harga yang terjadi yaitu ayam dengan bobot hidup 1,9 kg di tingkat peternak dibeli broker dengan harga Rp 15.000/kg. Selanjutnya, broker menjual ayam tersebut kepada bakul dengan mengambil laba sebesar Rp 200/kg. Dengan begitu, bakul mendapat harga Rp 15.200/kg dari broker. Kemudian bakul menjual ayam ke lapak pemotong dengan harga Rp 16.600/kg. Terdapat selisih harga sebesar Rp 1.400/kg, dengan rincian Rp 300/kg untuk biaya kendaraan dan Rp 1.100/kg untuk laba bakul.

Di lapak pemotongan, ayam dijual kembali dalam bentuk karkas dengan harga Rp 30.000/kg. Rincian penentuan harga tersebut sebagai berikut. Pertama, penentuan harga karkas. Dengan asumsi karkas 72%, harga karkas diperoleh dari membagi harga pembelian ayam dengan persentase karkas, yaitu Rp 16.600 : 0,72. Dengan begitu, diperoleh harga karkas Rp 23.000/kg. Selanjutnya, penentuan harga akhir karkas dengan menambahkan ongkos potong sebesar Rp 1.000/kg, biaya operasional Rp 5.000/kg dan laba untuk lapak pemotongan sebesar Rp 2.000/kg. Jadi, total harga karkas ayam yang dilepas ke pembeli selanjutnya adalah Rp 30.000/kg.

Bisa dibayangkan, bagaimana jika rantai pemasarannya lebih panjang lagi? Tentu saja, harga ke konsumen akan menjadi lebih mahal. Lantas, bagaimana jika harga konsumen dibatasi dengan harga batas atas atau tertinggi? Jawabannya sangat mudah. Jika selisih harga tidak bisa menekan ke atas, ia akan menekan ke bawah. Artinya, harga di tingkat peternak akan mendapat tekanan sampai tingkat paling rendah yang bisa diperoleh pedagang.

Pangkas Rantai Pemasaran, Perbanyak RPHU
Melihat subsistem budi daya yang berada diantara input produksi dan pemasaran memang serba sulit. Di satu sisi, peternak dihadapkan dengan biaya input produksi yang bisa naik setiap saat. Sementara di sisi lain, peternak menghadapi fluktuasi harga yang terkadang membawa untung dan terkadang membuat buntung. Namun, bukan berarti masalah yang ada tanpa solusi.

Dalam presentasinya berjudul Kinerja Bisnis Pembibitan Unggas 2022 dan Prospek Bisnis 2023 di Jawa Timur, Surabaya, Rabu (14/12), Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, mengatakan bahwa solusi mengatasi persoalan harga yaitu memperpendek rantai distribusi.

Pola utama distribusi ayam ras pedaging di Jawa Timur, yaitu dari produsen ke distributor, kemudian dari distributor ke pedagang eceran dan berakhir di konsumen. Dari produsen dan distributor, ayam masih dalam keadaan hidup (live bird). Sementara pemotongan dilakukan oleh pedagang eceran dan sampai ke konsumen dalam bentuk karkas.

Terdapat juga pola lain yang lebih panjang. Pada pola ini, produsen menjual ayam hidup kepada distributor, lalu distributor ke subdistributor. Kemudian dari subdistributor ke agen, dari agen ke pedagang eceran dan berakhir di konsumen. “Harus sedekat mungkin. Kalau yang paling ideal itu dari farm menuju RPA (rumah pemotongan ayam), lalu ke konsumen,” kata Dawami.

Semakin panjang rantai distribusi atau pemasaran, semakin besar disparitas atau kesenjangan antara harga di tingkat peternak dengan harga di tingkat konsumen. Dengan memperpendek rantai pemasaran, harga di tingkat peternak pun bisa diharapkan lebih menguntungkan.

Jika kondisi ideal dapat dicapai, ada selisih harga yang bisa dinikmati para peternak. Jika awalnya harga ditingkat peternak Rp 15.000/kg, peternak bisa mendapatkan harga Rp 16.600/kg dengan laba Rp 1.100/kg. Lantas, bagaimana jika peternak membangun sendiri usaha RPHU untuk peternakannya? Ada tambahan laba lagi sebesar Rp 2.000/kg.

No Pain, No Gain
Untuk mendapatkan tambahan laba atau keuntungan tentu membutuhkan usaha yang lebih dibanding pasrah pada nasib. Artinya, peternak perlu menyadari kondisi saat ini dan segera beradaptasi dengan kompetisi yang terjadi.

Memperpendek rantai pemasaran bisa mendatangkan laba tambahan bagi peternak. Namun, keterbatasan unit RPHU dapat menjadi kendala. Kecepatan potong RPHU tentu akan berpengaruh pada jadwal panen.

Dalam presentasinya, Achmad Dawami menampilkan data hasil survei yang menunjukkan bahwa secara nasional terdapat RPHU sebanyak 316 unit. Jumlah RPHU yang beroperasi sebanyak 268 unit dan unit yang memiliki NKV sebanyak 139 unit. Berdasarkan data dari 19 RPHU, yang terdiri dari 12 perusahaan pembibit dan tujuh perusahaan lainnya diperoleh informasi kapasitas potong sebanyak 183.188 ekor/jam. Sementara kapasitas cold storage sebanyak 42.352 ton.

Untuk mengatasi kendala keterbatasan RPHU yang ada, peternak dapat mengadakan RPHU sendiri untuk usaha peternakannya. Di setiap skala usaha peternakan, tempat pemotongan ayam memungkinkan untuk dibuat. Tentu saja, dengan skala teknologi yang sesuai dengan kapasitas produksi ayam. Untuk peternakan kecil skala UKM, pemotongan dapat dilakukan manual dengan tenaga manusia. Namun, semakin besar kapasitas produksi, semakin besar pula kebutuhan alat dan teknologi yang dibutuhkan.

Apakah dengan menambah RPHU sudah cukup? Ternyata tidak. Dibutuhkan usaha lain, yaitu kegiatan pemasaran. Wajar, karena untuk mendapatkan laba lebih, peternak harus mengambil alih pekerjaan dari bakul dan lapak pemotongan.

Membangun pasar konsumen yang selama ini dilakukan lapak pemotongan atau RPHU lain, kini harus diambil alih. Peternak perlu menambah modal untuk pengadaan alat dan SDM, sekaligus menambah wawasan tentang kualitas karkas ayam yang dihasikan terkait dengan ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

Di samping itu, peternak juga perlu memahami model pemasaran konvensional dan digital. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya serap pasar. Semakin pendek rantai pemasaran dan distribusi, semakin besar potensi laba yang bisa diperoleh.

Every problem has a solution. You just have to be creative enough to find it,” papar Dawami menyitir perkataan dari Travis Kalanick. Setiap masalah memiliki solusi, hanya perlu cukup kreatif untuk menemukannya. Di akhir presentasinya, Dawami juga menyitir sebuah ayat dalam Al Quran, yaitu Surat Al Insyirah 5 dan 6, yang berbunyi, “Karena sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (RA)

SEMPAT KECEWA, PETERNAK AKHIRNYA BISA CURHAT KE DIRJEN PKH

Peternak "menggerebek" Dirjen PKH (Foto : Jefri)

Sekitar dua puluh orang perwakilan peternak ayam yang melakukan demonstrasi di Kementerian Pertanian Rabu (11/12) diterima oleh Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Drh Makmun M.Sc. Pertemuan tersebut dalam rangka mendengarkan keluhan peternak agar ditindaklanjuti oleh pemerintah. Dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung C Kementan tersebut, Makmun meminta maaf sebesar - besarnya kepada para perwakilan peternak.

"Saya sebagai tuan rumah memohon maaf kepada bapak - bapak sekalian apabila penyambutan dari kami kurang berkenan. Saya juga meminta maaf karena Pak Dirjen tidak dapat menemui bapak sekalian karena sedang ada pekerjaan lain," tukas Makmun.

Mendadak tensi berubah ketika perwakilan peternak mendengar pernyataan Makmun tadi. Kekecewaan pun juga terlihat jelas dari semua perwakilan peternak. Salah satu perwakilan peternak yang bersuara mengungkapkan kekecewaannya yakni peternak asal Bogor, Kadma Wijaya.

"Saya sangat kecewa hari ini, Pak Dirjen tidak ada di sini, padahal kami sudah sebanyak ini. Mohon maaf, bukan bermaksud mengecilkan, kalau Pak Makmun saja yang menerima, kami kan bisa bertemu dengan Pak Makmun kapan saja, kalau ketemu sama Pak Dirjen kan jarang - jarang," ungkap Kadma.

Selain Kadma, seorang perwakilan peternak dari Magelang juga mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya, penerimaan yang dilakukan oleh Kementan hari itu sangat tidak manusiawi. Mulai dari ketika tidak dibolehkannya peternak memasuki kawasan Kementan, hingga ketidakhadiran Dirjen dalam pertemuan tersebut.

Dengan semakin memanasnya tensi dan untuk mencegah hal - hal yang tidak diinginkan Sugeng Wahyudi yang juga salah satu koordinator aksi mengambil inisiatif agar peternak segera angkat kaki dari kawasan Kementan. Mereka pun memutuskan untuk memberikan rapor merah sekaligus tuntutan mereka kepada Makmun dan hendak melipir ke gedung A untuk menemui perwakilan Menteri Pertanian dan melakukan hal yang sama.

Dalam perjalanan menuju gedung A, seorang peternak mendapatkan info bahwa Dirjen PKH sedang berada di gedung Pusat Informasi Agribisnis Kementan. Syahdan mereka pun langsung menggerebek tempat tersebut dan bertemu dengan Dirjen PKH I Ketut Diarmita beserta Pejabat sekelas Direktur lainnya.

Dalam pertemuan yang berlangsung alot, beberapa kesepakatan dihasilkan oleh mereka. Salah satunya mengenai akan dilibatkannya perwakilan peternak untuk mengetuai tim ahli yang dibuat oleh Ditjen PKH dalam menghitung supply - demand DOC.

Ketika dikonfirmasi oleh Infovet, Dirjen PKH hanya menjawab secara normatif dan terkesan adem ayem atas hal tersebut. "Ya biasalah peternak, wajar kalau mereka cari saya, pokoknya nanti ini akan kita godok kembali, yang jelas ini butuh waktu dan butuh koordinasi lebih lanjut secara hukum, terima kasih," tutur Ketut. (CR)


DEMO PETERNAK: RAPOR MERAH INDUSTRI PERUNGGASAN

Aksi damai di depan kantor Kementerian Pertanian, Rabu (11/12). (Foto: Infovet/Ridwan)

Rabu (11/12), peternak yang tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) kembali menggelar aksi damai di depan kantor Kementerian Pertanian (Kementan).

Dari pantauan Infovet, ratusan peternak yang mengenakan ikat kepala berwarna merah menuntut perbaikan industri perunggasan yang terus bergejolak secara berulang-ulang.

"Kami akan terus menyampaikan tuntutan kami sampai semua diperbaiki," kata salah satu peternak dalam orasinya.

Tuntutan peternak diantaranya meminta perbaikan harga ayam di tingkat peternak, perbaikan harga DOC dan pakan, ketegasan peraturan, pengendalian keseimbangan supply-demand, keadilan pasar, pembubaran tim ahli perunggasan Kementan, hingga pencopotan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan.

"Sudah 10 bulan belakangan kami terus merugi hingga triliunan rupiah. Ini merupakan rapor merah perunggasan nasional. Pemerintah enggak becus mengurus industri ini," timpal peternak lain yang juga melakukan orasi.

Sampai berita ini diturunkan, aksi damai peternak rakyat di depan kantor Kementan masih berlangsung. (RBS)

PERJUANGAN PETERNAK RAKYAT & PETERNAK MANDIRI (PRPM) DIRESMIKAN

Gedung Joang 45 Senin (8/4) yang lalu menjadi saksi atas diresmikannya Perjuangan Peternak Rakyat & Peternak Mandiri (PRPM). Acara tersebut juga dihadiri oleh semua stakeholder yang berkecimpung dalam industri perunggasan nasional. Latar belakang dari dideklarasikannya Perjuangan PRPM yakni anjloknya harga livebird pada beberapa bulan terakhir. Selain itu, keadaan diperparah dengan naiknya harga input produksi yakni DOC (Day Old Chick) dan pakan. Keadaan seperti ini kerap kali terjadi dan menimbulkan keresahan di kalangan peternak rakyat & peternak mandiri karena dapat mematikan usaha mereka secara perlahan. 

Presidium PRPM, Sugeng Wahyudi mengatakan bahwa menurut data yang dirilis Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), hingga kini harga DOC dan pakan menyentuh angka minimal Rp. 6.700 (DOC) dan Rp. 7.400 (pakan). Sementra harga ayam hidup terus anjlok, harga terendah yang tercatat yakni Rp. 11.500 (ayam ukuran 1,6 kg keatas) di wilayah Jawa Tengah. “Jika merujuk pada hukum ekonomi, seharusnya harga DOC turun karena keadaan yang terjadi di lapangan adalah over supply DOC, namun begitu kenyataannya harga DOC tetap tinggi. Hal yang sangat aneh, ketika harga ayam hidup turun drastis, tetapi harga DOC tetap bahkan cenderung naik,” ucap Sugeng.

Padahal, terdapat dua instrumen regulasi yang bisa menjadi “bodyguard” dari kondisi ini. Pertama yakni Permentan 32 Tahun 2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras pedaging dan petelur konsumsi. Instrumen kedua yakni Permendag 96 Tahun 2018 tentang harga acuan pembelian ditingkat petani dan harga acuan penjualan ditingkat konsumen. Namun kedua instrumen regulasi ini tidak berjalan, sehingga permasalahan yang selalu terjadi diperunggasan selalu berulang.

PRPM Resmi Dideklarasikan di Gedung Joang 45

Sementara itu Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Ketut Diarmita dalam sambutannya mengatakan bahwa pemerintah selalu membuka diri dan mendengarkan masukan serta keluh kesah peternak. “Pak Mentan sudah menekankan kepada saya, agar masalah ini segera selesai, makanya mari sama – sama kita cari solusi agar cepat selesai. Biar nanti kita enggak bicara dan berebut pasar becek lagi, jadi orientasinya ekspor begitu,” tutur Ketut. Ia juga merasa bosan dan enggan terus berlarut dalam masalah ini (harga ayam, DOC, pakan, dan telur), oleh karenanya ia sangat ingin masalah ini cepat selesai dan tidak berulang kembali.

Stakeholder lain yang juga hadir dalam acara tersebut adalah GPPU. Ketua umum GPPU Achmad Dawami menyatakan bahwa secara pribadi dan organisasi tidak menginginkan kejadian ini terus terjadi. “Saya juga sudah terus mikirin ini, makanya saya kemarin pas rapat umum GPPU menghimbau kepada para anggota GPPU ayo kita perpanjang cutting DOC sampai minggu ke-3 puasa, supaya peternak menikmati juga harga yang menguntungkan. Kami juga mengerti kok penderitaan mereka,” tukas Dawami.

Terkait hal kuota impor GPS dimana pemerintah juga akan memberikannya pada peternak, Dawami enggan berkomentar dan menaggapi. Pemerintah dalam hal ini Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Sugiono juga enggan banyak berkomentar mengenai masalah tersebut. “Masih kita kaji dan kita pelajari lagi, kita juga masih harus berdiskusi tentang masalah ini bersama tim ahli juga, kita lihat nanti ya,” kata Sugiono sembari kepada Infovet. (CR)





HARGA AYAM ANJLOK, PETERNAK DIBERI JATAH IMPOR GPS?

Anjloknya harga ayam broiler beberapa bulan belakangan ini makin meresahkan peternak. Setelah sepekan mediasi awal antara Perjuangan Peternak Rakyat & Peternakan Mandiri (PRPM) dengan pemerintah (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dam Ditjen Perdagangan Dalam Negeri) belum membuahkan hasil, kembali peternak yang diwakili PRPM bermediasi dengan Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan di Gedung C Kementan 2 April yang lalu.

Dalam pertemuan tersebut peternak mengeluhkan masih rendahnya harga ayam kepada Dirjen. Tri Hardiyanto Ketua Dewan Pembina GOPAN mengatakan bahwa harga saat ini masih jauh dibawah HPP yang diinginkan peternak dan sangat merugikan. “Kita kemari masih terus memperjuangkan nasib rekan – rekan kami dimana harga kini sangat rendah, selain itu kita juga ingin mengadukan pada Dirjen bahwa harga DOC dan pakan masih belum turun,” kata Tri ketika ditemui Infovet.

Tri juga mengatakan bahwa saat ini target PRPM dalam jangka pendek adalah agar para integrator menurunkan harga DOC dan harga pakan, sembari membenahi harga yang anjlok di tingkat peternak. “Belum ada pengumuman akan penurunan harga pakan dan DOC, sudah ada sih integrator yang siap menjual pakannya Rp. 6.500 dengan kode tertentu, namun terkait kualitas silakan dicoba sendiri. Kami juga ingin harga ayam agar naik sesuai dengan Permendag 96/2018,” pungkasnya.

Peternak Bermediasi Dengan Dirjen Peternakan & Keswan (Foto : CR)


Menanggapi hal tersebut, Dirjen peternakan dan kesehatan hewan I Ketut Diarmita berkata bahwa dirinya telah melakukan mediasi juga dengan perushaan integrator perunggasan. “Seharusnya harga DOC dan pakan sudah ada yang turun itu, kalau belum dan masih tinggi silakan bapak – bapak sekalian lapor ke saya, sekalian sebutkan perusahaan mana saja itu,” tutur Ketut. Ia juga meminta kepada peternak agar menambah stok kesabaran, karena permasalahan ini tidak dapat selesai dalam sekejap mata. 

Terkait harga, menurut Mukhlis Wahyudi salah satu perwakilan peternak asal Bandung, harga ayam di Jawa Barat terutama Bandung, Tasikmalaya, Kuningan, Garut dan sekitarnya masih rendah yakni sekitar Rp. 13.000 – Rp. 14.000 / kg, memang naik ketimbang minggu lalu namun belum signifikan hanya berkisar Rp. 1.000 saja. Selain itu, harga di daerah Jawa Tengah terutama di Ring 3, masih dalam keadaan mengkahawatirkan diangka Rp. 12.000 – Rp. 13.000. Oleh karenanya ia menghimbau agar segera diambil langkah agar tidak semakin hancur. “Saya juga sudah menyarankan kepada peternak di sana, agar ayam – ayam di Jateng jangan digelontorkan ke Jabodetabek dan Jabar, kalau tidak situasi harga yang mulai membaik ini akan hancur lagi,” tutur Mukhlis.

Dalam pertemuan tersebut PRPM juga menyauarakan aspirasi mengenai revisi Permentan 32 / 2017 terkait penghapusan kuota GPS. Sigit Prabowo mantan ketua umum PPUN menjabarkan mengapa ada perbedaan terkait data produksi FS yang berbeda. PRPM juga meyarankan agar pemerintah melakukan aborsi telur tetas (HE) yang bobotnya dibawah 55 gram. “Telur yang bobotnya 55 gram ke bawah sebaiknya diaborsi saja, selain dapat mengurangi potensi over supply, kita juga melakukan seleksi indukan, nanti telur – telur yang diaborsi bisa diberikan gratis kepada masyarakat, “tukas Sigit. Ia juga menyarankan agar pemerintah meyiapkan perpres yang pro kepada peternak yang senafas dengan Kepres 22 /1990, misalnya.

Saran dari PRPM mengenai impor GPS ditanggapi positif oleh Ketut. Ia berencana akan memberikan kuota impor GPS pada peternak. “Nanti saya akan lakukan itu, tetapi bapak – napak sekalian dikaji kembali hitungannya, jangan nanti ketika saya sudah kasih kuota bapak salah hitung, terus saya disalahkan lagi. Intinya tetap nanti bapak – bapak sekalian akan tetap diaudit, apakah layak punya GPS, sesuai dengan aturan kita juga yang harus dipenuhi,” tutur Ketut. Perwakilan peternak pun menyambut kalimat Ketut tadi dengan tepuk tangan dan sumringah, karena dengan dibolehkannya impor GPS oleh peternak setidaknya ada harapan peternak dapat megurangi ketergantungan kebutuhan DOC dari integrator. Apa iya?, faktanya memelihara GPS dibutuhkan fasilitas khusus dan persyaratan khusus yang jika peternak tidak dapat memenuhinya dan dinilai tidak layak oleh Kementan, maka kuota impor GPS tidak akan diberikan. Semoga saja hal ini bukan sekedar wacana.(CR)

Memerdekakan Peternak Rakyat

Prof Muladno.
Pada 19 September 2012 silam di salah satu hotel daerah Banda Aceh, keinginan untuk “mensarjanakan” peternak skala kecil (peternak rakyat) saya sampaikan dalam suatu pertemuan nasional yang dihadiri kepala dinas urusan peternakan dari 34 provinsi di Indonesia.

Keinginan itu dipicu oleh keprihatinan pribadi saya setelah berinteraksi dengan peternak rakyat di seluruh Indonesia sejak tahun 2001 dan menemukan fakta bahwa kondisi mayoritas peternak rakyat tidak berubah sejak saya menjadi mahasiswa fakultas peternakan di awal tahun 1980-an hingga kini.

Saya yakin, kondisi peternakan rakyat seperti itu bahkan sejak Indonesia merdeka. Jika ada perubahan yang terjadi saat ini, perubahan itu biasanya adalah jumlah peternak berkurang dan makin banyak kandang tak ada ternaknya. 

Dalam pertemuan nasional tersebut, ternyata hanya ada satu orang Kepala Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Ir Azril Azis, yang tertarik dengan konsep mensarjanakan peternak rakyat. Beliau meminta saya menerapkannya di Provinsi Sumsel mulai awal 2013.

Tiga kabupaten padat populasi ternak sapi dipilih sebagai uji coba untuk menerapkan konsep tersebut, yaitu Kabupaten Banyuasin Kecamatan Betung, Kabupaten Musi Banyuasin Kecamatan Sungai Lilin dan Kabupaten Ogan Komering Ilir Kecamatan Mesuji Raya.

Dalam perjalanan mempersiapkan penerapan kegiatan tersebut, Dr Sofyan Sjaf, pakar sosiologi pedesaan IPB, mengusulkan nama Sekolah Peternakan Rakyat daripada Mensarjanakan Peternak Rakyat. Jadilah konsep pemikiran yang saya prensentasikan di Banda Aceh bernama Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) hingga kini.

Nama Sekolah Peternakan Rakyat disempurnakan lagi menjadi SPR-1111 yang bermakna bahwa di setiap SPR minimal sudah terdapat 1.000 ekor indukan dan maksimal 100 ekor pemacek milik peternak, minimal 10 strategi untuk mencapai 1 visi “peternak mandiri dan berdaulat”.

Deklarasi berdirinya SPR-1111 pertama kali di Indonesia diadakan di salah satu kantor desa di Kecamatan Betung, Kabupaten Banyuasin. Atas komitmen Bupati Banyuasin, di kecamatan tersebut telah didirikan pula gedung pertemuan Sekolah Peternakan Rakyat dengan prasasti yang tertempel di salah satu dindingnya. Para petinggi yaitu Presiden RI, Gubernur Sumatera Selatan dan Bupati Banyuasin telah hadir dan berdialog dengan peternak SPR di dekat kandang milik peternak pada 6 Desember 2014 lalu. 

Hingga kini SPR-1111 terus berjalan dan ada 31 SPR yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia tercatat sebagai binaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB. Tidak semua SPR berjalan dan beraktivitas secara mulus dalam proses pembelajaran dan pendampingannya. Fakta di lapangan sampai saat ini menunjukkan bahwa komitmen bupati sebagai pemegang otoritas di kabupaten sangat menentukan berhasil-tidaknya proses pendampingan dan pembelajaran partisipatif peternak rakyat bersama akademisi kampus.

Sentra Peternakan Rakyat
Pada 1 Juni 2015, saya diangkat menjadi Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian, berdasarkan Keputusan Presiden No. 75/2015. Karena konsep SPR-1111 terbukti berjalan dan mendapat respons baik dari komunitas peternak rakyat, konsep ini disetujui dijadikan program nasional tetapi dengan nama Sentra Peternakan Rakyat (SPR).

Filosofi yang terkandung dalam konsep SPR-1111 dan SPR sebenarnya sama.  Perbedaannya adalah bahwa SPR ini dibiayai dengan anggaran pemerintah pusat (APBN) dan bersifat kompetitif untuk mendapatkannya sedangkan SPR-1111 dibentuk atas inisiatif pemerintah kabupaten dengan anggaran APBD sendiri. Pada saat itu, saya usulkan dibentuk 500 SPR namun yang disetujui adalah 49 SPR yang tersebar di 47 kabupaten/kota. Sebagian besar anggaran APBN saat itu dialihkan untuk pembelian ternak sapi indukan.

Dengan kegiatan SPR, semangat peternak tumbuh dimana-mana karena mereka merasa mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Berbagai aktivitas untuk penguatan kelembagaan peternak dilaksanakan. Namun demikian program SPR terhenti di tengah jalan karena saya tidak bertahan lama di kursi kekuasaan sebagai Dirjen PKH. Pada 12 Juli 2016, saya diberhentikan dengan hormat sebagai dirjen dan diangkat sebagai staf ahli Menteri Pertanian RI. Karena berbagai pertimbangan, saya tidak bersedia menjadi staf ahli dan memilih kembali ke kampus IPB mengurus lagi peternak rakyat di bawah bendera SPR-1111 LPPM IPB.

Sebagaimana tradisi yang berjalan selama ini “ganti pejabat-ganti program”, maka program SPR diganti dengan program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) di bawah kendali dirjen baru. SPR dibiarkan dan tidak dianggarkan lagi. Namun sebagian SPR masih bertahan dengan caranya masing-masing dan sebagian lagi layu atau mungkin mati.

Saat ini beberapa bupati yang wilayahnya terdapat SPR bekerjasama dengan rektor IPB untuk menggiatkan lagi SPR yang tidak diurusi pemerintah pusat. Melalui kerjasama rektor dan bupati, telah diselenggarakan kegiatan SPR-1111 di Sentra Peternakan Rakyat. SPR-1111 lebih berorientasi pada pendidikan peternak, sedangkan SPR lebih berorientasi pada penyediaan sarana-prasarana dan fasilitas bagi peternak. Dari waktu ke waktu, jumlah SPR-1111 binaan IPB terus bertambah seiring dengan makin dipahaminya konsep SPR-1111 secara lebih baik. Kabupaten dan perguruan tinggi makin bersinergi dalam membangun peternakan rakyat. 

Dalam waktu maksimum empat tahun, SPR-1111 dapat dinyatakan berstatus mandiri dan berdaulat setelah dilakukan penilaian oleh tim. Pada 18 Oktober 2017, dilaksanakan upacara wisuda SPR-1111 bersamaan dengan acara pembukaan expo internasional ILDEX di Kemayoran Jakarta. Enam ketua GPPT dan enam manajer dari enam SPR binaan IPB (terdiri dari Bojonegoro (tiga), sisanya dari Banyuasin, Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir) dilantik secara simbolis oleh Kepala LPPM IPB, Dr Prastowo.

Makna dari kelulusan ini secara substantif adalah bahwa SPR-1111 ini telah terbukti mampu mandiri dan berdaulat tanpa atau dengan bantuan pemerintah. Secara administratif, kerjasama antara pemerintah kabupaten dan IPB dalam rangka pendampingan dan pembelajaran partisipatif telah selesai, sehingga tak ada kewajiban bagi kedua instansi tersebut melakukan pembinaan lagi kepada peternak.

Atas keberhasilannya menerapkan konsep SPR-1111, dua Ketua Gugus Perwakilan Pemilik Ternak (GPPT) SPR Temayang Bojonegoro dan SPR Sungai Lilin Musi Banyuasin diundang oleh Duta Besar Indonesia untuk Austria, Djumala Darmansyah, dalam sebuah konferensi internasional yang berlangsung pada 19 September 2018 kemarin di Vienna, Austria. Mereka berdua menyampaikan kesaksiannya menerapkan konsep SPR-1111 dalam mewujudkan bisnis berjamaah di wilayah masing-masing.

Peternakan sapi skala rakyat. (Foto: Infovet/Ridwan)

Serikat Peternakan Rakyat Indonesia (SPRI)
Pada 10 November 2018, ketua GPPT dan enam manajer SPR-1111 yang telah dinyatakan lulus berkumpul di Jakarta. Selain mereka, hadir pula akademisi, pemitra, birokrat, pengusaha, perusahaan jasa asuransi dan tokoh peternak dari SPR-1111 yang masih aktif (belum lulus). Mereka bersepakat membentuk perkumpulan alumni SPR-1111, sehingga visi dan semangat kemandirian untuk berdaulat dapat dipertahankan dan ditingkatkan sepanjang waktu. 

Jadilah 10 November 2018 dinyatakan sebagai lahirnya Serikat Peternakan Rakyat Indonesia (SPRI) yang dideklarasikan di Gedung Perpustakaan Nasional lantai 17, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Pada saat bersamaan juga diadakan konsolidasi persiapan kerjasama antara Infrabanx, IPB dan SPRI dalam rangka kemitraan bisnis penggemukan dan pembiakkan sapi di Indonesia, serta penyebaran konsep SPR-1111 ke seluruh Indonesia.

Melalui kerjasama tersebut, rata-rata 750 ekor sapi bakalan per SPR dipelihara untuk penggemukan selama 3-4 bulan yang hasilnya dibagi secara proporsional antara infrabanx dan SPR. Selain itu, melalui kerjasama ini juga dilakukan konsolidasi perguruan tinggi untuk secara bersinergi melakukan pembelajaran partisipatif kepada para peternak di wilayah masing-masing, sehingga tidak hanya IPB saja yang bergerak “mendidik” para peternak untuk mencapai kemandirian dan kedaulatannya.

Ini merupakan kerjasama massif yang memerlukan dana besar dan melibatkan empat pilar utama, yaitu akademisi sebagai pengembang dan penyebar iptek, aparat pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, pelaku bisnis sebagai penyedia finansial maupun pemitra dan peternak sebagai pelaku utama dalam pembangunan peternakan di Indonesia. Ini pula yang saya inginkan ketika saya diberi amanah sebagai Dirjen PKH. 

Menjadi ironis karena justru Infrabanx of Canada yang memberi kesempatan luas untuk penerapan konsep SPR-1111 secara meluas di seluruh Indonesia. Dengan menyediakan dana lebih dari Rp 3 triliun, diharapkan 500 SPR-1111 terbentuk untuk menghasilkan komunitas peternak yang handal untuk pembangunan peternakan secara nasional di Indonesia. Saat ini proses untuk mencairkan dana dari Canada ke Indonesia sedang dilakukan.

Program Infrabanx tersebut berorientasi pada bisnis profesional. Seleksi terhadap peternak yang ingin ikut bermitra dalam program Infrabanx ini sangat ketat dengan harapan ternak dapat terus berkembang melalui penyediaan sapi indukan, sedangkan penyediaan daging dari dalam negeri makin tercukupi melalui pengadaan sapi bakalan. Peternak harus mampu menunjukkan kemauan dan kemampuan untuk merawat ternak, menyediakan pakan dan berbisnis secara berjamaah.

Proses panjang untuk menjadikan peternak mandiri dan berdaulat yang dimulai 19 September 2012 masih terus berjalan dan tidak boleh berhenti. Kaderisasi akademisi yang peduli kepada pemberdayaan peternak harus dilakukan. Kaderisasi peternak berjiwa pemimpin perubahan juga harus dipersiapkan agar semangat kemandirian menuju kedaulatan terus menggelora di hati sabubari peternak. 

Perjalanan mengubah pola pikir melalui SPR-1111 ini juga memberi pelajaran penting bagi pemerintah. Program apapun yang digulirkan kepada peternak harus dimulai dengan mempersiapkan mental, pikiran dan sumberdaya yang dimiliki peternak. Berbisnis berjamaah dalam jumlah besar yang dikendalikan melalui manajemen yang baik merupakan syarat mutlak agar semua program dapat berjalan dengan baik dan sukses. ***

Muladno
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB,
Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer