Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Konsumen | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KULIT AYAM, DITAKUTI TAPI TETAP GURIH DAN MENYEHATKAN

Meskipun memiliki sejumlah khasiat positif, mengonsumsi kulit ayam harus tetap bijak. (Foto: Shutterstock)

Salah satu tips agar tak terpicu banyak penyakit akibat konsumsi olahan kulit ayam yang gurih, makanlah dalam batas yang moderat dan jangan sering. Apapun yang berlebihan, pasti berisiko.

Kalau melihat kulit ayam yang masih mentah, rasanya ogah untuk menyentuhnya. Tetapi jika sudah digoreng krispi berbalut tepung, lidah ogah berhenti mengunyah. Mungkin Anda pernah mengalaminya. Kulit ayam goreng krispi bukan cuma disukai anak-anak, orang dewasapun banyak yang menggemarinya.

Olahan yang satu ini hingga sekarang masih pro dan kontra di masyarakat. Ada yang beranggapan olahan kulit ayam sangat berbahaya bagi kesehatan karena mengandung kolesterol tinggi dan tidak layak untuk dikonsumsi orang dewasa. Tetapi ada juga yang berpendapat olahan kulit ayam krispi aman-aman saja dikonsumi selama tubuh dalam kondisi sehat.

Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa kulit ayam tidak baik dikonsumsi bahkan dianjurkan untuk dibuang saja. Salah satu artikel yang ditulis Portal Gizi FK UNDIP, menyebutkan hal ini dikarenakan tingginya kandungan lemak pada kulit ayam, yakni antara 20-30%. Angka ini termasuk cukup besar dibandingkan kandungan proteinnya yang hanya sebesar 12,5% saja.

Kulit ayam memang mengandung banyak lemak. Namun, dalam penelitian selanjutnya disebutkan bahwa lemak dalam kulit ayam lebih banyak terkandung dalam jenis lemak baik (lemak tak jenuh) dibandingkan lemak jahat (lemak jenuh).

Dikutip laman PH Labs, salah satu alasan mengapa kulit ayam tidak disukai adalah kandungan lemaknya (memiliki 40 gram lemak total dalam porsi 3,5 ons). Namun sebagian besar lemak ini adalah lemak tak jenuh, yang sebenarnya dapat mendukung kesehatan jantung karena dikaitkan dengan penurunan kolesterol dan tekanan darah.

Lemak ayam juga mengandung asam oleat yang sehat dan lemak jenuhnya mendukung sistem kekebalan tubuh dan produksi hormon. Selain lemak sehat, dalam 3,5 ons kulit ayam juga mengandung 20 gram protein bersama dengan sedikit zat besi, potasium, dan kalsium. Sebagai bonus, kulit ayam juga tidak mengandung karbohidrat atau gula.

Dietisien di Rumah Sakit Umum Pemerintah Fatmawati (RSUP Fatmawati), Akromah SGz RD, mengatakan bahwa hampir semua olahan kulit hewani memiliki kandungan lemak, termasuk kulit ayam dan kulit sapi. Dietsien ini menyebutkan sebagai contoh kulit sapi merupakan sumber protein hewani yang cukup tinggi kandungannya. Dalam 100 gram kulit sapi, memiliki kandungan protein 10 gr. Sementara kandungan lemaknya tak terlalu tinggi.

“Masih aman-aman saja untuk dikonsumsi dalam porsi yang wajar. Prinsipnya sumber pangan hewani itu mengandung kolesterol. Termasuk kulit sapi dan kulit ayam,” ujarnya kepada Infovet.

Ahli gizi ini menyebut wajar saja jika ada orang yang takut mengonsumsi olahan kulit, karena ketidaktahuan mereka akan kandungan gizinya. Yang terbayang hanya kandungan kolesterol yang menghantui. “Sekali lagi, selama porsinya wajar, tidak berlebihan, tidak masalah,” ujarnya mengingatkan.

Penuh Nutrisi
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ada dua jenis kolesterol di dalam tubuh manusia, yakni LDL (Low Density Lipoprotein) atau yang biasa disebut sebagai kolesterol jahat dan HDL (High Density Lipoprotein) atau yang biasa disebut kolesterol baik. Nah, kondisi tubuh akan tidak bagus jika prosentase koleterol LDL lebih banyak di dalam tubuh dibandingan kolesterol HDL.

Menurut ahli nutrisi ini, kedua jenis koleterol tersebut (HDL dan LDL) sama-sama dibutuhkan oleh tubuh. Namun kondisi tubuh akan baik jika perbandingan antara keduanya sesuai kebutuhan di dalam tubuh. Namun demikian, kalau kosumsi sumber lemak hewani terlalu banyak, maka jumlah kolesterol jahatnya pun akan banyak juga.

Dalam salah satu artikel situs Science Direct menyebutkan, kulit ayam memiliki sejumlah kandungan yang kompleks, di antaranya air: 44.9 gr (g), kalori 440 kkal, protein 9,58 gr, lemak total 44,2 gr, karbohidrat 0,79 gr, kalsium 6 miligram (mg), besi 0,37 mg, magnesium 8 mg, fosfor 95 mg, kalium 119 mg, natrium 51 mg, seng 0,65 mg, tembaga 0,038 mg, mangan 0,014 mg, tiamin 0,04 mg, riboflavin 0,032 mg, niasin 2,56 mg, asam pantotenat 0,61 mg, vitamin b-6 0,116 mg, kolin 28,3 mg, betain 8,3 mg, dan vitamin e (alfa-tokoferol) 0,27 mg.

Selain itu, kulit ayam diyakini mengandung sejumlah kecil vitamin A yang berperan penting untuk kesehatan mata, pertumbuhan sel, dan sistem imun. Situs Science Direct juga mengulas sejumlah manfaat dari mengonsumsi kulit ayam.

Pertama, menyuplai lemak sehat. Berat 1 ons kulit ayam mengandung 8 gram lemak tak jenuh dan 3 gram lemak jenuh. Oleh karena itu, konsumsi kulit ayam dengan cara dan porsi yang tepat sesungguhnya memberikan manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh.

Kedua, tidak mengganggu program diet. Total kalori seporsi ayam dengan kulitnya hanya di angka 50 kkal. Sedangkan, lemak jenuhnya ada di takaran 2,5 gram. Oleh sebab itu, mengonsumsi seporsi ayam beserta kulitnya dengan kuantitas yang tepat tidak akan mengganggu program diet. Anda tetap bisa menikmati kulit ayam tanpa rasa khawatir.

Ketiga, menurunkan risiko kanker dan penyakit jantung. Kandungan lemak tak jenuhnya dianggap sebagai salah satu manfaat kulit ayam untuk mencegah munculnya kanker dan penyakit jantung. Kandungan lemak tak jenuh tersebut terbukti baik untuk bagian kardio dan metabolisme tubuh. Namun, disarankan untuk melakukan pengolahan tanpa minyak, agar lemak tak jenuhnya tetap terjaga.

Keempat, melengkapi cita rasa makanan. Kaldu ayam yang diproses dengan bagian kulit akan terasa jauh lebih gurih dibandingkan dengan masakan yang dibuat hanya dengan dagingnya saja. Bukan hanya itu, gorengan ayam ternyata lebih juicy saat dipadukan dengan bagian kulitnya.

Ingat, Jangan Berlebihan!
Meskipun memiliki sejumlah khasiat positif, mengonsumsi kulit ayam harus tetap bijak. Tidak boleh terlalu banyak dan sering. Sebab, tubuh juga membutuhkan asupan gizi dari makanan lainnya. Dalam banyak literatur kesehatan sering dijelaskan ada sejumlah risiko jika terlalu banyak mengonsumsi olahan kulit ayam.

Pertama, menyebabkan peningkatan kadar kolesterol. Terlalu banyak atau sering mengonsumsi kulit ayam dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam darah. Jika kadar kolesterol LDL meningkat, maka risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke dapat meningkat.

Kedua,meningkatkan risiko obesitas. Konsumsi kulit ayam dalam jumlah banyak dapat menyebabkan penumpukan lemak pada tubuh. Hal ini dapat berdampak pada naiknya berat badan.

Ketiga,menyebabkan tekanan darah tinggi. Konsumsi kulit ayam secara berlebihan dapat menyebabkan tekanan darah meningkat dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke.

Keempat, dapat memicu risiko kanker. Konsumsi kulit ayam yang mengandung lemak jenuh dikhawatirkan akan meningkatkan risiko terjadinya kanker, terutama kanker payudara, usus besar, dan prostat.

Oleh karena itu, disarankan untuk mengonsumsi kulit ayam dalam jumlah yang moderat dan tidak terlalu sering. Sekali-kali boleh saja. Tetapi akan lebih baik memilih bagian ayam yang lebih sehat, seperti daging ayam tanpa kulit atau telur ayam, agar mendapatkan manfaat nutrisi tanpa menimbulkan dampak buruk kesehatan. “Intinya, jangan berlebihan dalam mengonsumsi,” kata Akromah.

Daging dan telur ayam merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan gizi yang baik untuk tubuh. Beberapa manfaat dari protein hewani di antaranya untuk pertumbuhan dan regenerasi sel-sel tubuh, meningkatkan pembentukan energi tubuh, meningkatkan ketahanan tubuh, dan meningkatkan massa otot. ***

Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

MENYIASATI TRAUMA KONSUMSI DAGING AYAM

Daging ayam bukan hanya murah, tetapi banyak kandungan gizinya yang menyehatkan, salah satunya bisa dibuat menjadi sup. (Foto: Shutterstock)

Ibu rumah tangga yang pintar masak, bisa jadi “terapis” andal untuk menghilangkan trauma konsumsi daging ayam pada keluarga. Bagaimana caranya?

Tak semua orang suka mengonsumsi daging ayam karena alasan tertentu. Ada yang lebih memilih makanan yang bersumber dari tumbuhan dengan asumsi lebih rendah lemak atau karena vegetarian. Namun ada juga yang sudah tidak mau sama sekali mengonsumsi daging ayam lantaran “trauma”.

Untuk alasan trauma rasanya perlu dicari tahu penyebabnya. Umumnya, bukan karena tersedak tulang ayam di tenggorokan, namun karena adanya kejadian tak mengenakkan yang dilihatnya sendiri saat akan mengonsumsinya.

Akibat kejadian tersebut bisa menimbulkan seseorang tak mau lagi mengonsumsi daging ayam. Bisa hanya sementara waktu, bahkan bisa juga ada yang selamanya. Inilah yang disebut trauma dalam tulisan ini.

Hal tersebut seperti dialami oleh Isfahani, warga Perumahan Bumi Sawangan Indah, Kota Depok, Jawa Barat, yang sudah hampir lima tahun lebih tidak mau makan daging ayam. Apapun jenis olahannya, ia akan menolak saat disuguhi. “Pokoknya walaupun kata orang lain olahan ayam di restoran enak banget, saya tetap enggak mau makan,” tuturnya kepada Infovet.

Pensiunan ASN di Kementerian Perhubungan ini mengaku, setiap kali istrinya memasak olahan daging ayam, ia tak pernah menyentuh sama sekali. Sang istri pun memahami kondisi suaminya, maka itu sajiannya hanya untuk anak-anaknya saja. Pun di saat mengikuti acara jamuan makan-makan di manapun, ia menghindari menu makanan yang sebenarnya sangat sehat dan lezat ini.

Apa gerangan yang terjadi sampai-sampai pria berumur 59 tahun ini antipati dengan olahan daging ayam? Apakah karena sedang menjalani ritual tertentu dan berpantangan makan daging ayam?

Ternyata ada kejadian kurang mengenakkan yang pernah ia lihat sendiri, terkait proses pemotongan ayam di pasar tradisonal tempat istrinya biasa berbelanja. Isfahani menuturkan, waktu itu ayam-ayam pedaging hidup yang baru saja diturunkan dari mobil boks, tak semua dalam kondisi hidup. Ada juga yang sudah mati dan bau menyengat. Ayam-ayam yang sudah mati itu dijadikan satu di tempat pemotongan di pasar itu. Rupanya, ayam yang sudah mati dan banyak mengundang lalat pun dipotong juga oleh juru sembelih di rumah pemotongan ayam tersebut.

“Aduh, saya lihat sendiri kok begini mereka jualannya. Ayam yang sudah mati juga dipotong dan dicampur dengan ayam-ayam yang tadinya masih hidup,” ujarnya.

Gara-gara kejadian tersebut, Isfahani langsung mengajak istrinya pergi dan tidak jadi membeli ayam di tempat itu dan memutuskan membeli bahan makanan lain. Sejak saat itu, dia benar-benar trauma mengonsumsi daging ayam. Padahal, sebelumnya orang ini gemar makan ayam goreng.

Tapi itu kejadian setahun lalu. Dalam beberapa bulan, Isfahani perlahan sudah mulai mau mengonsumsi daging ayam. Hanya saja bukan daging ayam yang disajikan secara utuh, seperti ayam goreng atau olahan gulai.

“Saya mau makan kalau sudah dalam bentuk olahan campuran dengan bahan lain, misalnya jadi risoles atau makanan bentuk lainnya. Pokoknya asal jangan masih bentuk utuh paha ayam atau bagian dada,” tukasnya.

Ngibuli Suami untuk Asupan Gizi
Apa yang menjadi penyebab Isfahani akhirnya mau “come back” konsumsi daging ayam? Ternyata semua itu berkat kelihaian sang istri, Mintarsih, dalam memasak. Setelah hampir lima tahun tak pernah menyuguhkan masakan daging ayam untuk suaminya, ia mulai mencari cara agar Isfahani mau kembali mengonsumsi daging ayam.

Dengan berbagai cara sang istri mencampurkan daging ayam yang sudah digiling halus ke dalam olahan lauk seperti bakwan, nasi goreng, tahu atau tempe goreng yang dibalut dengan tempung.

“Kadang juga saya bikin kue yang bisa dicampur pakai daging ayam giling. Ternyata suami saya suka karena ternyata jadi lebih gurih. Awalnya tanya ke saya, ini tumben bikin lauknya enak? Nah, setelah selesai makan baru saya jawab, itu dicampur daging ayam,” tutur Mintarsih sembari tertawa.

Ngibuli suami tapi untuk asupan gizi yang baik, begitu Mintarsih mengibaratkan. Upaya ibu rumah tangga yang satu ini tergolong smart dan bijak dalam menjaga asupan gizi keluarganya. Ternyata mengonsumsi daging ayam tak selalu dengan sajian ayam utuh, tetapi bisa diolah menjadi beragam menu makanan yang menggoda selera.

“Buat saya daging ayam atau telur itu lauk yang harganya cukup terjangkau, tapi kandungan gizinya sangat baik untuk keluarga. Enggak perlu setiap hari, biar enggak bosan,” ucapnya.

Nalar Kesehatan
Contoh lain kasus trauma terhadap olahan daging ayam juga terjadi pada Hadi Rahman, seorang jurnalis sebuah media online di Jakarta. Hanya saja tidak separah Isfahani. Hadi, hanya enggan menyantap daging ayam yang diolah menjadi sup ayam kuah bening.

Tampilan daging ayam yang masih tampak putih, mirip dengan daging ayam mentah membuat ia langsung menggeser mangkuk supnya yang tersaji di meja makan. Hadi hanya mau memakan ayam yang sudah digoreng agak kering atau daging ayam yang berbalut tepung krispi.

“Dulu gara-garanya waktu makan di warung dekat stasiun kereta di Jakarta, waktu pesan sup ayam begitu digigit ternyata daging ayamnya masih ada darahnya. Saya enggak jadi makan. Selera makan jadi hilang, geli banget,” tuturnya kepada Infovet.

Sejak itu, baik di rumah atau kemana pun tugas kerja, ia menghindari menu sup ayam. Kendati demikian, Hadi tetap mengonsumsinya jika dalam bentuk ayam goreng atau menu lainnya. Menurutnya, daging ayam bukan hanya murah, tetapi banyak kandungan gizinya yang menyehatkan orang yang mengonsumsinya.

Apa yang dialami oleh Isfahani dan Hadi hanyalah sebagian kecil persoalan konsumsi daging ayam. Masih banyak hal lain yang menjadi penyebab orang enggan mengonsumsi daging ayam. Bukan karena persoalan daya beli masyarakat yang rendah. Tetapi bisa juga dipengaruhi nalar kesehatan sebagian masyarakat yang masih rendah.

Sebagai contoh, ada orang yang pengeluarannya di luar urusan makan mencapai Rp 300 ribu per bulan hanya untuk membeli rokok. Per hari para perokok bisa menghabiskan uang Rp 10 ribu untuk urusan bakar-bakar keretek. Gaya hidup merokok sangat sulit untuk dihentikan, karena sudah candu.

Andai saja pengeluaran uang tersebut dibelanjakan dengan nalar yang sehat, bisa untuk membeli 10 ekor daging ayam dalam sebulan. Artinya, dalam tiga hari sekali satu keluarga bisa makan olahan daging ayam. Sementara jika dibelikan rokok, hanya dinikmati seorang diri.

Ibu Terapis Jitu
Kembali ke topik awal, tentang menghapus trauma konsumsi daging ayam. Memang bukan hal mudah untuk dipraktikkan menghilangkan trauma terhadap konsumsi daging. Apalagi jika penyebab trauma adalah kejadian menjijikan yang dilihatnya sendiri. Sungguh akan menyayat jiwa dan butuh waktu untuk memulihkan dan mau “bersahabat” lagi dengan daging ayam.

Terapis yang paling pas untuk mengatasi trauma ini adalah istri (jika yang trauma adalah suami) dan ibu (jika yang trauma adalah anak-anak). Ibu rumah tangga yang pintar memasak akan menjadi “dokter” keluarga dalam urusan makanan.

Sajian daging ayam panggang yang menggugah selera. (Foto: Food Network)

Dia harus pintar membuat olahan apapun untuk keluarganya, dengan bahan daging ayam yang tersembunyi. Artinya, daging ayam tak harus dimasak dalam bentuk sajian daging utuh. Namun bisa diolah dengan berbagai bentuk yang menggugah selera.

Selain itu, ada hal lain yang perlu diperhatikan, yakni bagaimana mengolah daging ayam secara baik dan sehat. Sebab, daging ayam yang dibeli di pasar atau bakul sayur, tetap harus dicermati kebersihannya. Cegah potensi bahaya. Setelah mengetahui ada potensi tersebut, tak perlu panik apalagi sampai menghindari makan ayam pedaging.

Yang harus dilakukan hanya memastikan ayam tersebut diolah dengan baik, agar kandungan bakteri dan zat berbahaya lainnya yang ada di dalamnya hilang atau berkurang ke level aman bagi kesehatan manusia.

Simpanlah daging ayam yang belum dimasak dalam wadah tertutup dan masukkan ke dalam kulkas. Masak daging ayam hingga benar-benar matang. Salah satu tanda kematangan adalah tidak ada lagi darah yang merembes maupun tersisa pada daging.

Masaklah ayam dengan cara merebusnya, sebagai cara terbaik untuk mengurangi risiko yang menyangkut kesehatan. Jangan letakkan ayam matang ke wadah yang sama dengan wadah bekas ayam mentah. Selain itu, hindari penggunaan talenan serta pisau bekas memotong ayam mentah untuk mengiris daging ayam yang sudah dimasak.

Pastikan pula mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan setelah mengolah daging ayam. Dan dengan memasak hingga matang seluruhnya sebelum menyantapnya, bisa meminimalisir rasa khawatir dalam mengonsumsi daging ayam. ***


Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet daerah Depok,
Konsultan media dan penulis buku,
Writing Coach Griya Menulis (Bimbingan Menulis Buku & Jurnalistik),
Juara I Lomba Jurnalistik Tingkat Nasional (Unsoed, 2021) & Juara I Kompetisi Menulis Artikel Tingkat Nasional dalam rangka HATN, 2022

OBAT ASAL TUMBUHAN BANTU ATASI KECACINGAN

Salah dua dari obat asal tumbuhan untuk membantu mengobati kecacingan. (Foto: Istimewa)

Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit cacing yang bisa menyerang manusia maupun hewan yang dapat bersifat zoonosis. Lokasi penyerangan bisa di saluran pencernaan, jantung, ginjal, mata, otak, dan lain-lain.

Pada manusia, cacing yang sering ditemukan di antaranya cacing tambang (Ancylostomum sp.), cacing gelang (Ascaris sp.), cacing pita (Taenia sp.). Penularan biasanya disebabkan oleh tertelannya telur cacing yang kemudian menetas dan cacing pun tumbuh dewasa seiring berjalannya waktu.

Gejala dari kasus kecacingan adalah sakit perut hingga diare, mual, muntah, badan terasa lemas, rasa gatal pada anus, berat badan menurun drastis, gangguan pencernaan, terkadang buang air besar berdarah, perut buncit, dan diikuti nafsu makan menurun.

Dewasa ini jika ada kasus kecacingan, sering diberikan obat kimiawi dan jarang menggunakan obat berasal dari tumbuhan atau bahan nabati. Bahkan di pakan ternak pun belum banyak menggunakan bahan nabati.

Kali ini akan disampaikan pemakaian obat cacing yang berasal dari bahan nabati yang dapat digunakan sebagai terapi atau pencegahan untuk manusia maupun hewan/ternak:

• Bawang putih mengandung asam amino yang memiliki sifat anti-parasit, juga dapat membunuh mikroba di dalam tubuh secara cepat.

• Buah mangga merupakan buah favorit banyak orang, karena rasanya yang manis dan menyegarkan. Di sisi lain, kulit mangga yang awalnya dibuang sebagai limbah ternyata dapat digunakan sebagai obat cacing karena mengandung AHA (Alpha Hydroxy Acid) yang bersifat antel mintik dan mampu membunuh bakteri dalam tubuh, yaitu pada kelompok asam alaminya. Jika diberikan untuk manusia, cukup merebus kulit mangga yang sudah dicuci bersih, lalu minum air rebusannya setiap hari sampai cacing keluar dari tubuh. Sedangkan untuk ternak, kulit mangga diolah bersama bahan pakan lainnya.

• Biji labu terdapat asam amino, senyawa berberin, asam lemak, palatine, cucuritine, cucurbitacin yang dapat melumpuhkan cacing di dalam perut dengan melepaskannya dari dinding usus dan mengeluarkannya melalui feses. Menurut International Journal of Molecular Sciences pada 2016, biji labu dapat membunuh parasit yang bersarang di dalam usus. Biji labu dikeringkan lalu dibuat serbuk menjadi kapsul atau diseduh dengan air hangat, sedangkan untuk ternak bisa dicampurkan dalam pakan.

• Biji pepaya yang sudah matang mengandung hentriacontane, carpaine, benzyl isothiocyanate, caricin, dan benzyl thiourea yang berperan sebagai senyawa pembunuh parasit. Mampu menurunkan risiko peradangan di dalam usus yang disebabkan oleh telur cacing dan cacing dewasa. Pada hewan ternak, biji papaya kering dapat dicampurkan pada bahan baku pakan.

• Daun pepaya juga mampu mengatasi penyakit kecacingan. Untuk terapi manusia, cuci selembar daun pepaya dan 15 gram akar pohon bunga melati sampai bersih, lalu rebus bersama 600 ml air. Didihkan air sampai terjadi perubahan warna dan berkurang hingga 50%. Air rebusan tersebut diminum dua kali sehari untuk hasil optimal. Selain membantu mengatasi kecacingan, air rebusan daun pepaya juga mampu mengobati penyakit pencernaan lainnya seperti diare, perut kembung, sembelit, peradangan usus, sakit ulu hati dan mual yang diakibatkan infeksi bakteri. Untuk ternak, campurkan daun papaya kering pada bahan baku pakan dalam jumlah secukupnya. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan komposisinya.

• Wortel kaya akan vitamin A yang bagus untuk kesehatan mata juga bisa membantu mengatasi penyakit kecacingan. Untuk manusia, lima buah wortel diiris dan dihaluskan sampai sarinya keluar. Diminum setiap pagi saat perut masih kosong. Untuk ternak, wortel bisa ditambahkan saat pembuatan pakan.

• Jahe telah dijadikan obat alami untuk berbagai penyakit. Senyawa yang disebut dengan gingerol dapat meningkatkan kesehatan pencernaan dan membantu menghilangkan cacing dalam usus.

• Cengkeh mengandung senyawa eugenol yang merupakan agen antibakteri yang kuat. Cengkeh berperan sebagai zat germicidal dan antelmintik dapat memicu penghancuran parasit usus, termasuk larva maupun telurnya. Konsumsi larutan ini secara teratur dapat membantu menghancurkan cacing usus, larva, dan telurnya. Hanya diperlukan 2-3 siung cengkeh ke dalam secangkir air yang dididihkan selama lima menit dan disaring.

• Minyak jarak organik atau biji jarak dapat digunakan sebagai obat kecacingan, karena memiliki sifat laksatif yang kuat. Minyak ini dapat meningkatkan sekresi dari lendir usus apabila diminum bersama air hangat, yang dapat memaksa keluar racun dan parasit yang ada di dalam pencernaan.

• Kunyit mengandung zat curcumin memberikan banyak manfaat, termasuk kemampuan menyingkirkan cacing usus. Curcumin memiliki sifat antelmintik dan antimikrobial.

• Cabai bubuk mengandung zat capsaicin yang membantu membunuh parasit di dalam saluran pencernaan. Cabai juga dapat meningkatkan kerja pencernaan yang membuat proses penyingkiran cacing usus lebih mudah.

• Daun mimba membantu membunuh dan menghilangkan parasit dari dinding usus. Hal ini karena terdapat kandungan sifat anti-parasitik.

• Kayu manis dapat meningkatkan suhu di dalam usus, sehingga parasit sulit untuk bertahan. Hal ini juga dapat meningkatkan aktivitas pencernaan dan membuat ekskresi parasit lebih mudah.

• Lidah buaya adalah salah satu solusi terbaik untuk mengobati cacing usus, mempunyai efek pencahar yang membantu membersihkan semua racun serta parasit dari perut.

• Biji anggur mengandung oligomeric proanthocyanidin complexes (OPCs) yang memberikan sifat antimikrobial yang dapat membantu menyingkirkan cacing usus.

• Biji lemon dapat menghilangkan parasit dari perut dengan cara menghambat aktivitas cacing karena adanya kandungan vitamin C.

Obat anti-parasit nabati yang telah dipaparkan di atas dapat mempercepat proses pembersihan usus, sehingga sangat membantu mengeluarkan cacing dari dalam pencernaan.

Kendati demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut sebagai bahan campuran pakan ternak guna pengganti antelmintik berasal dari bahan kimiawi. Mungkin peternak bisa mencoba sendiri agar pengeluaran cost untuk obat-obatan bisa ditekan.

Sebagai langkah pencegahan cacingan pada manusia, dapat memperhatikan hal di antaranya, mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, maupun dari toilet, hindari mengonsumsi ikan dan daging mentah/setengah matang, cuci dan kupas buah dan sayuran sebelum dimasak, sterilkan peralatan yang mungkin berhubungan dengan daging, hindari kontak langsung dengan tanah, dan selalu membawa pembersih tangan. ***


MELAWAN TRADISI “NGASREP” DENGAN TELUR

Telur ayam merupakan sumber gizi yang sangat baik dan dibutuhkan bagi kaum ibu yang baru melahirkan atau sedang masa menyusui. (Foto: Istimewa)

Ngasrep atau hanya makan nasi putih masih menjadi tradisi sebagian orang di desa-desa. Meski edukasi tentang nutrisi digencarkan, namun tak mudah menghilangkan lelakon yang sudah jadi tradisi.

Dina Nuraini merasa khawatir dengan kondisi bayinya yang baru berumur tiga bulan. Maklum sejak lahir, berat badan anaknya hanya bertambah 1 ons. Air susu ibu (ASI) yang diberikan tak terlalu banyak. Meski secara fisik terlihat sehat dan ia termasuk ibu muda, namun produksi ASI-nya tergolong kurang.

Usut punya usut, ternyata warga Kampung Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, ini sedang menjalani tradisi ngasrep. Tradisi yang hanya mengonsumsi nasi putih tanpa lauk sama sekali. Kalaupun ditambah lauk, porsinya sangat sedikit.

Kepada Infovet Dina menceritakan sudah tiga bulan lebih dirinya hanya makan nasi putih dan jarang sekali mengonsumsi lauk, baik ikan, daging, ataupun sayur-sayuran. Lelakon ngasrep ini ternyata bukan kemauan Dina sendiri. “Ini yang suruh ibu saya, masih ngikutin kebiasaan orang zaman dulu di kampung sini. Katanya sudah tradisi orang-orang di sini sejak dulu,” tuturnya.

Lantaran tak tahan tiap hari ngasrep, Dina mensiasati agar tetap bisa menikmati menu lainnya. Perempuan berusia 29 tahun ini mengaku sering “kucing-kucingan” dengan ibunya soal urusan makanan. Contohnya saat sang ibu tak ada di rumah, Dina kerap mengambil lauk dan memakannya.

Sebab ia mengaku sering lemas dan produksi ASI-nya tak sebanyak ibu-ibu lain yang juga baru melahirkan. Agar bayinya tak menangis karena haus, Dina memberikan susu formula sebagai tambahan. Ini pun juga atas saran dari sang ibu.

Penasaran dengan tradisi ngasrep, Infovet mencoba mengorek informasi dari warga lainnya di kampung tempat tinggal Dina. Ada seorang tukang pijat bayi, Sumiyati (70), yang menceritakan bahwa ngasrep sudah menjadi tradisi di lingkungannya untuk perempuan yang baru melahirkan. “Tapi enggak semua orang mau jalani tradisi ini. Ada juga yang makan bebas, enggak ada pantangan,” ujarnya.

Menurut perempuan yang sudah menekuni profesi tukang pijat bayi selama 10 tahun lebih ini, ngasrep tidak selalu hanya makan nasi putih saja. Tetapi bisa juga diganti dengan singkong atau ubi. Yang pasti tidak memakan lauk. “Orang zaman dulu nyebutnya mutih, makan makanan yang warna putih,” ungkapnya.

Sumiyati mengaku tidak tahu persis sejak kapan tradisi ngasrep berlaku di kampungnya. Ia hanya menyebut sudah turun-temurun. Meski demikian, seiring perkembangan zaman, tradisi ngasrep perlahan makin sedikit yang menjalaninya. Hanya orang-orang yang masih percaya saja yang melakoninya. “Sekarang zamannya beda, orang sekarang pada pinter soal urusan makanan. Tapi masih tetap ada yang jalani tradisi ini,” ucapnya.

Jika ditelisik asal mula tradisi ngasrep yang juga masih terjadi di beberapa daerah, ternyata ini ada kaitannya dengan masa penjajahan Belanda di Indonesia. Banyak literatur yang menuliskan riwayat tradisi ngasrep.

Seperti diketahui, penjajah Belanda dikenal licik dalam mengelabuhi rakyat Indonesia. Konon, tradisi ngasrep merupakan taktik penjajah yang diterapkan kepada rakyat Indonesia. Setiap wanita yang baru melahirkan hanya disuruh makan nasi, singkong, atau ubi saja. Tidak diperbolehkan mengonsumsi sayuran atau makanan lainnya yang bergizi.

Tujuannya jelas, dengan ngasrep maka asupan gizi anak-anak pada masa itu sangat sedikit. Pertumbuhan anak hingga dewasa menjadi kurang dan tubuh menjadi lemah. Dengan begitu, generasi muda Indonesia pada masa itu mudah dikalahkan pasukan penjajah Belanda.

Sayangnya, taktik tersebut malah menjadi tradisi oleh sebagian masyarakat hingga sekarang. Mungkin saja ini ada kaitannya dengan orang-orang Indonesia zaman dulu yang sedang lelakon untuk ilmu yang berkaitan dengan supranatural. Untuk mencapai puncak kekuatan fisiknya (bisa dibilang sakti) salah satu syaratnya adalah puasa dan berbuka hanya dengan ngasrep. Puasa ngasrep, begitu orang zaman dulu menyebutnya.

Mitos Ngasrep
Yang pasti tradisi ngasrep ini sungguh miris. Di era yang sudah maju dan informasi seputar gizi mudah didapat, mengonsumsi makanan minim gizi masih berlaku bagi sebagian masyarakat. Semestinya masyarakat yang masih bersikeras menjalankan tradisi ini mulai sadar bahwa kebutuhan gizi tidak bisa dianggap sepele.

Apalagi bagi kaum ibu yang baru saja melahirkan, ini akan berbahaya bagi pertumbuhan sang anak yang membutuhkan asupan gizi cukup. Tradisi ngasrep ini tak cuma mengganggu pertumbuhan, namun bisa menimbulkan efek kesehatan bagi anak dan ibunya.

Anak bisa mengalami masalah stunting atau kekerdilan pertumbuhan. Daya tahan atau imun juga akan rendah karena terbatasnya asupan gizi. Sementara ibunya juga akan sedikit produksi ASI-nya.

Ada mitos kuat yang masih berlaku di kampung ini, tentang seorang ibu menjalani tradisi ngasrep. Sumiyati juga sempat menyebutkan dengan ngasrep maka bayinya akan keliatan putih bersih kulitnya.

Selain itu, jika sang ibu mengonsumsi telur dikhawatirkan anak akan bisulan. Begitu juga kalau makan lauk lainnya, seperti daging ayam, daging sapi, ikan, atau lauk lainya, akan berdampak buruk bagi bayinya. Ini benar-benar pemahaman yang sungguh keliru.

Telur dan daging ayam merupakan sumber gizi yang sangat baik dan dibutuhkan bagi kaum ibu yang baru melahirkan atau sedang masa menyusui. Fakta membuktikan, konsumsi telur ayam bagi wanita yang baru melahirkan membuat produksi ASI melimpah.

Konsumsi telur ayam juga sangat diperlukan, khususnya untuk wanita yang baru saja melahirkan melalui bedah sesar. Fungsinya untuk mempercepat penyembuhan bekas luka jahit dan lainnya.

Harga telur ayam masih di bawah harga makanan lainnya yang kandungan gizinya sangat minim. (Foto: Dok. Infovet)

Mitos Bisul
Mitos tentang konsumsi telur bisa mengakibatkan bisul pada anak-anak juga terkadang diperparah oleh pendapat segelintir dokter anak yang “mengiyakan” mitos tersebut. Dokter anak yang masih menganut pemahaman keliru macam ini sudah selayaknya segera diluruskan.

Menurut dokter spesialis anak, dr Triza Arif Santosa, kekhawatiran munculnya bisul pada anak bukan semata-mata karena mengonsumi telur. Diakui, memang ada beberapa anak yang alergi terhadap telur. “Tapi bukan semata-mata karena konsumsi telur, lalu keluar bisul,” ujarnya dalam Diskusi secara online tentang “Pentingnya Nutrisi dan Pertumbuhan Anak”.

Ahli gizi ini menjelaskan, pemberian telur satu butir setiap hari pada bayi usia 6-9 bulan dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan stunting. Penelitian dari Washington University, bayi-bayi dengan rentang usia tersebut yang diberikan satu butir telur setiap hari, kadar kolin dan DHA-nya lebih tinggi dibandingkan pada bayi-bayi yang tidak diberikan telur.

Konsumsi telur untuk ibu menyusui juga berkhasiat untuk menjaga daya tahan tubuh. Vitamin A, B12, dan selenium di dalam telur penting untuk sistem pertahanan tubuh. Nutrisi ini penting agar ibu menyusui tidak mudah sakit meski harus sering begadang mengurus bayi.

Di zaman yang sudah maju sekarang ini sudah seharusnya para orang tua tak lagi memercayai mitos-mitos yang tak jelas sumbernya. Sekali lagi, telur merupakan sumber nutrisi penting yang dibutuhkan oleh anak balita dengan harga terjangkau.

Jika dihitung, harga telur ayam masih di bawah harga makanan lainnya yang kandungan gizinya sangat minim. Edukasi tentang pentingnya mengonsumsi telur dan daging ayam kepada masyarakat tampaknya masih harus terus digalakkan. Maraknya bergam jenis kuliner berbahan daging ayam dan telur mestinya menjadi media edukasi yang efektif. ***

Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet, tinggal di Depok

STUNTING VS KONSUMSI TELUR DAN DAGING AYAM

Ilustrasi telur. Foto: Getty Images/iStockphoto/fcafotodigital)

Langit Kota Surakarta, Jawa Tengah, pagi hari pertengahan September lalu tampak cerah. Ribuan ibu-ibu berduyun-duyun mendatangi Gedung Graha Sabha Buana yang berada di Jl. Letjen Suprapto. Mereka terdiri dari ibu-ibu hamil, ibu menyusui, para calon pengantin, bidan, kader, hingga penyuluh KB di lima kecamatan di Surakarta.

Mereka datang ke tempat ini bukan untuk unjuk rasa, kedatangan mereka ingin mendapat pencerahan tentang pencegahan stunting 1.000 hari pertama kehidupan anak. Masalah stunting saat ini memang sedang menjadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah.
Stunting adalah masalah kesehatan serius yang terjadi ketika pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak terhambat karena gizi buruk dan perawatan yang tidak memadai. Stunting memiliki dampak jangka panjang, termasuk gangguan perkembangan mental dan fisik yang dapat berlangsung sepanjang hidup.

Indonesia, sebagai salah satu negara dengan tingkat stunting yang tinggi, telah berkomitmen untuk mengatasi masalah ini dengan serius. Salah satu upaya terpenting dalam hal ini adalah edukasi dan membangun kesadaran masyarakat.

Acara ini merupakan kerja sama antara Pemerintah Kota Surakarta melalui BKKBN Provinsi Jawa Tengah dan Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) adalah salah satu langkah strategis dalam upaya pencegahan stunting di Indonesia.

“Stunting kini menjadi masalah serius bagi pemerintah, mengingat bisa mengganggu pertumbuhan anak. Mereka punya masa depan yang panjang, makanya yang perlu diedukasi lebih dulu adalah orang tuanya, terutama ibu-ibunya,” ujar dr RR. Ratih Dewanti Sari, saat menyampaikan materi edukasi di acara ini.

Penyebab terjadinya stunting pada anak, umumnya disebabkan oleh dua persoalan. Pertama, pemahaman orang tua tentang gizi di masa kehamilan. Kedua, pemenuhan gizi pada anak setelah kelahiran. Masih banyak kaum ibu yang kurang memperhatikan pentingnya asupan gizi saat masa kehamilan.

Masih banyak kaum ibu terutama di daerah-daerah, yang menganggap gizi yang baik untuk pertumbuhan janin harus dengan makanan yang mahal. Semisal harus konsumsi daging sapi, ikan seperti salmon, susu kemasan untuk kehamilan, dan lainnya.

Pemahaman ini tentu keliru, karena untuk mendapatkan gizi yang baik tak harus dengan mengonsumsi makanan mahal. “Ini disebabkan karena kurangnya edukasi yang baik kepada mereka, sehingga yang dianggap makanan bergizi adalah makanan yang mahal,” sebut Ratih.

Pilihlah Telur dan Daging Ayam
Dalam acara yang juga diselingi pemberian donasi berupa paket makanan bergizi bagi para ibu-ibu yang hadir, pembicara mengulas tentang pentingnya memahami jenis makanan bergizi namun dengan harga terjangkau.

Telur dan daging ayam, serta ikan menjadi imbauan Ratih untuk bisa dikonsumsi kaum ibu hamil dan menyusui. Selain murah, kandungan gizi dalam sebutir telur sangat bermanfaat bagi pertumbuhan janin di dalam kandungan maupun anak balita demi mencegah stunting.

Inilah salah satu alasan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai konsumsi makanan yang menjadi sumber protein hewani, seperti telur dan daging ayam. Edukasi soal konsumsi kedua protein hewani tersebut sangat perlu dilakukan dan kampanyenya juga harus terus digaungkan.

Terkait dengan kandungan gizi telur, Jurnal American Heart Asociation menyebutkan manfaat telur rebus untuk ibu hamil adalah dapat meningkatkan kualitas ASI. Wanita hamil membutuhkan minimal 450 mg kolin. Sementara wanita yang sedang menyusui membutuhkan sekitar 550 mg kolin. Selain untuk ASI, telur juga meningkatkan kecerdasan otak bayi sejak kandungan.

Telur ayam merupakan sumber protein dan nutrisi lainnya yang tergolong murah. Dibandingkan daging sapi, dengan takaran yang sama, harga telur jauh lebih murah namun memiliki kandungan gizi luar biasa. Perbedaan konsumsi daging dan telur hanya pada “gengsi” saja.

Kandungan asam amino yang ada di dalam telur juga cukup bagus untuk kesehatan tubuh. Asam amino berperan penting karena membantu pembentukan protein sebagai bahan dasar pembentuk sel, otot, serta sistem kekebalan tubuh.

Sebab itu, menjadikan telur dan daging ayam sebagai makanan pendamping air susu ibu sangat baik dan bisa dimulai sejak awal ibu menyusui bayinya hingga anaknya mengonsumsi makanan padat.

Daging ayam mengandung protein, zat besi, magnesium, vitamin, dan fosfor. Kandungan ini sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang “si kecil”. Tak hanya itu, kandungan kolin dan vitamin C-nya dapat meningkatkan perkembangan otak anak.

Peran Swasta 
Acara edukasi ini merupakan rangkaian dari kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) GPFI yang digelar di Kota Solo, Jawa Tengah, pada 7-9 September 2023. Dalam Rakernas ini banyak yang dibahas berkaitan dengan perkembangan industri farmasi Indonesia, termasuk produk-produk kesehatan untuk pencegahan stunting bagi anak Indonesia.

Kerja sama edukasi stunting ini mencakup berbagai kegiatan, salah satunya program edukasi yang dirancang untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya gizi, perawatan, dan stimulasi yang baik selama 1.000 hari pertama kehidupan anak.

Selanjutnya, Donasi Gerakan Bersama Bebas Stunting diserahkan secara simbolis oleh GPFI yang diwakili Sekjen GPFI Andreas Bayu Aji, kepada Kaper BKKBN Jawa Tengah Eka Sulistia, yang kemudian diserahkan secara simbolis kepada warga perwakilan lima kecamatan di Surakarta.

Kerja sama antara Pemerintah Kota Surakarta melalui BKKBN Provinsi Jawa Tengah dan GPFI adalah contoh nyata dari bagaimana sektor swasta dapat berkontribusi pada upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Melalui edukasi dan kesadaran diharapkan dapat mencegah stunting dan membantu anak-anak Indonesia tumbuh menjadi individu yang sehat dan berkembang. Anak-anak Indonesia adalah generasi harapan masa depan Bangsa Indonesia.

Persoalan stunting ini berkait erat dengan kondisi kemiskinan masyarakat. Apalagi saat ini muncul istilah “Kemiskinan Ekstrem” yang berarti mereka tidak memiliki penghasilan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari.

Dalam sebulan terakhir, media-media nasional memberitakan bahwa pemerintah saat ini sedang memprioritaskan dua hal, yakni penurunan angka stunting dan penghapusan kemiskin ekstrem yang ditargetkan tidak ada lagi atau nol persen, serta stunting-nya harus dicapai 14% pada 2024 mendatang.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting di Provinsi Jawa Tengah masih di angka 20,8%. Angka itu tidak jauh dari rata-rata nasional 2022 sebesar 21,6%. Ini bukan angka yang kecil untuk wilayah Jawa Tengah yang kini berjumlah lebih dari 37 juta jiwa.

Bahaya Stunting 
Pada kegiatan edukasi tersebut, juga dipaparkan tentang bahaya stunting. Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.

Stunting dapat memiliki dampak luas yang mencakup berbagai faktor. Bahkan stunting memengaruhi anak-anak dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Dalam jangka pendek, akan terlihat pengaruhnya terhadap tinggi badan dan perkembangan anak.

Pertama, gangguan kognitif. Anak dengan stunting memiliki kemampuan kognitif yang lebih buruk. Stunting sering dikaitkan dengan penurunan IQ pada usia sekolah. Hal ini membuktikan bahwa stunting juga dapat memengaruhi perkembangan otak anak selain perkembangan fisiknya.

Kedua, anak mengalami kesulitan belajar. Tingkat fokus anak juga dapat terpengaruh karena mengidap stunting. Pasalnya, anak-anak yang stunting akan mengalami kesulitan berkonsentrasi yang membuat mereka kesulitan belajar.

Ketiga, anak rentan mengalami penyakit tidak menular. Salah satu dampak stunting terhadap kesehatan anak adalah membuat anak lebih rentan terhadap penyakit tidak menular saat dewasa nanti. Penyakit tidak menular tersebut antara lain obesitas, penyakit jantung, dan hipertensi. Kendati demikian, para ahli masih meneliti hubungan stunting dengan penyakit tidak menular ini.

Keempat, imunitas anak stunting lebih rendah. Kekebalan yang menurun terkait dengan malnutrisi yang terjadi pada stunting. Asupan gizi yang kurang dapat menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan tubuh secara keseluruhan, sehingga membuat anak lebih rentan terhadap mengidap penyakit berulang yang sama.

Kelima, anak stunting mengalami hilangnya produktivitas. Saat anak beranjak dewasa, stunting juga dapat memengaruhi produktivitas dan kinerja di tempat kerja. Orang dewasa dengan riwayat stunting terbukti kurang produktif, yang pada akhirnya memengaruhi pendapatan mereka.

Untuk itulah kegiatan edukasi pencegahan stunting lebih awal untuk 1.000 hari pertama kehidupan menjadi penting. Selain itu, bantuan pemenuhan gizi bagi masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan juga perlu dilakukan, agar anak-anak bisa tumbuh sehat dan tidak terperangkap stunting. ***

Ditulis oleh:
Abdul Kholis
Koresponden Infovet, tinggal di Depok

DI BALIK RASA NIKMAT HATI AYAM

Kendati memiliki purin yang tinggi, namun hati ayam tetap memiliki kandungan nutrisi, maka itu konsumsi sewajarnya saja. (Foto: Shutterstock)

Hati ayam termasuk jeroan yang banyak disukai. Namun di balik rasanya yang nikmat, olahan organ ayam ini menjadi pemicu penyakit yang membuat persendian “nyeri tiada tara”.

Pagi itu udara masih terasa dingin. Jarum jam masih menunjuk angka 5 lewat 30 menit. Rukiyat berjalan tertatih-tatih sepulang dari masjid tak jauh dari rumahnya. Sesekali langkahnya terhenti, ia membungkuk sambil memijit sendi di pergelangan kaki. Lelaki 50 tahun itu meringis, menahan sakit.

“Berasa bener sakitnya di persendian. Mungkin asam urat saya kambuh lagi,” ujar Rukiyat kepada Zainal tetangganya yang juga jamaah di masjid yang sama di Komplek Bumi Sawangan Indah, Depok.

Sekitar jam 9, Rukiyat segera ke tempat praktik dokter tak jauh dari rumahnya. Hasil diagnosis ternyata benar, asam urat lelaki paruh baya ini sedang kambuh. Hasil pemeriksaan dokter, asam uratnya mencapai angka 9. Ia baru teringat sehari sebelumnya makan hati dan ampela ayam bumbu balado.

Olahan hati ayam dan ampela memang nikmat. Apalagi disantap bersama nasi hangat. Namun, jika porsi makannya berlebih, maka asam urat pun bisa kumat. Maka itu, makanlah dengan porsi yang bijak, agar tetap sehat.

Apa yang dialami Rukiyat bisa jadi dialami juga oleh banyak orang. Meski tiap orang memiliki ketahanan tak sama terhadap asam urat, namun makanan yang menjadi sumber penyakit ini sebaiknya dihindari. Sekali terserang, rasa nyeri di persendian tak berkesudahan.

“Sebenarnya saya sudah pernah dengar kalau hati ayam itu punya kandungan purin yang tinggi, bisa bikin asam urat,” tutur Rukiyat kepada Infovet. Namun, rasa nikmat olahan hati ayam sambal balado terkadang tak mempedulikan kandungan purinnya.

Dalam sebuah tulisan dr Alvin Nursalim, ahli nutrisi di Jakarta, menyebutkan hati ayam termasuk kelompok jeroan. Jeroan hati ayam dalam 100 gram mengandung 116 kkal kalori, 345 mg kolesterol, serta 4,83 gram lemak. Jeroan dapat menjadi penyebab utama terjadinya peradangan pada sendi.

Orang yang mengalami radang sendi disarankan tidak mengonsumsi jeroan karena dapat memperparah keluhan. Kandungan purin yang tinggi dalam jeroan juga dapat menyebabkan gejala asam urat.

Di sisi lain, jeroan memang kaya akan vitamin B, seperti vitamin B12 dan folat. Makanan ini juga tinggi mineral, termasuk zat besi, magnesium, dan selenium, serta vitamin-vitamin penting yang larut dalam lemak, seperti vitamin A, D, E, dan K.

Akan tetapi jeroan berupa hati ayam juga mengandung kolesterol, lemak, dan kalori yang cukup tinggi. Jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih, tentu dapat menimbulkan masalah kesehatan.

Selain hati ayam, sumber purin penyebab asam urat ada pada hasil laut. Beberapa jenis makanan laut, seperti kerang udang dan teri diyakini menjadi pemicu asam urat karena memiliki kadar purin yang juga tinggi. Demikian juga ikan sarden dan makarel. Dari semua jenis tersebut, ikan teri kering mengandung purin paling tinggi, mencapai 1.108,6 mg per 100 gram, sedangkan ikan sarden segar mengandung 210,4 mg purin.

Nutrisi Menyehatkan Juga
Ahli nutrisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Budi Setiawan, juga membenarkan bahwa hati ayam memiliki kandungan purin tinggi. Menurutnya, hati ayam per 100 gram mengandung 312,2 mg purin dan dikategorikan sebagai makanan dengan kadar purin yang sangat tinggi.

Dosen dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB ini, menyebut hati ayam termasuk dalam bahan makanan paling sering dikonsumsi masyarakat Indonesia. Hati ayam juga bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan yang memiliki rasa nikmat.

Hanya saja, mengingat hati ayam juga berfungsi sebagai penyaring berbagai racun tubuh, banyak orang yang menyebut hati ayam termasuk dalam bahan makanan tidak sehat.

Namun demikian, hati ayam tetap memiliki kandungan nutrisi baik. Dalam hati ayam terdapat beberapa nutrisi yang menyehatkan seperti vitamin B12, vitamin A, D, E, dan K. Sayangnya, sebagaimana yang dikhawatirkan banyak orang, mengonsumsi hati ayam sebaiknya tidak dilakukan terlalu sering karena kurang baik bagi kesehatan.

Di dalam hati ayam ternyata ada kandungan lemak dan kolesterol cukup tinggi. Hal ini bisa membuat kadar asam urat di dalam darah meningkat. Hal ini tentu akan membuat risiko terkena penyakit asam urat atau gout ikut meningkat mengingat zat purin semakin menumpuk di persendian. Karena alasan ini pulalah penderita asam urat tidak boleh mengonsumsi hati ayam.

Tak hanya bisa menyebabkan asam urat jika dikonsumsi berlebihan, hati ayam juga bisa meningkatkan risiko terkena masalah tekanan darah tinggi. Hal ini disebabkan kadar kolesterol di dalam hati yang bisa meningkatkan kadar kolesterol jahat di dalam darah.

“Ini tentu akan memicu penumpukan plak pada pembuluh darah dan bisa menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Yang menjadi masalah adalah hipertensi bisa berimbas pada meningkatnya masalah penyakit jantung yang mematikan. Melihat adanya fakta ini, ada baiknya kita tidak sering-sering mengonsumsi hati ayam,” ujar Budi.

Dalam Batas Wajar
Jika membandingkan secara langsung antara daging dan hati, tentu saja akan ada perbedaannya. Dari sisi kandungan gizi, hati sebagai jeroan memiliki kandungan kolesterol dan lemak lebih tinggi ketimbang daging. Tetapi daging juga memiliki kandungan lemak, ada yang tinggi, ada pula yang sedikit. Selain kolesterol dan lemak, jeroan memiliki purin yang tinggi atau yang lebih dikenal dengan asam urat.

“Tapi lagi-lagi, kalau kita hanya mengonsumsi dalam batas wajar, misal hanya makan satu porsi, maka tidak perlu terlalu khawatir. Intinya, untuk makan apapun, baik daging maupun jeroan, tidak boleh berlebihan karena akan berdampak kepada kesehatan,” ucap Budi. 

Bagaimana dengan olahan hati ayam yang juga disertai bahan pengawet? Menurutnya, penggunaan bahan pengawet memiliki aturan sesuai kebijakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jika penggunaannya sesuai aturan, maka takarannya juga akan sesuai sehingga tidak terlalu bahaya.

Yang membuat khawatir adalah jika dalam proses pembuatan olahannya melebihi standar karena ingin lebih awet, artinya produsen akan menambahkan bahan pengawet melebihi batas ketentuan, ini berbahaya bagi kesehatan yang mengonsumsinya.

Artinya selama penggunaan bahan pengawet masih sesuai aturan BPOM, masyarakat tidak perlu fobia terhadap makanan yang dibeli. Hanya saja apapun yang berlebihan dalam penggunaan bahan pengawet maupun mengonsumsi makanan secara berlebihan sangat berisiko bagi kesehatan.

Karena itu, harus sewajarnya saja. Termasuk dalam kebutuhan seperti vitamin dan mineral harus dengan ukuran yang pas. Maka itu, ada istilah angka kecukupan gizi yang harus dipatuhi. Angka kecukupan gizi merupakan batasan wajar yang perlu dikonsumsi untuk ukuran orang dewasa, anak-anak, dan ibu hamil.

“Bagi masyarakat umum, angka kecukupan gizi ini tidak mudah untuk diterapkan karena ada kebiasaan bahwa yang namanya makan harus kenyang,” ungkap Budi.

Selain hati ayam dan jeroan, masih banyak jenis makanan yang sebaiknya dikurangi jumlah konsumsinya jika sedang menderita asam urat. Sumber makanan berupa daging merah (sapi, kambing, domba), serta daging putih tertentu (daging entok, kalkun, angsa, burung puyuh, dan kelinci) dapat menjadi penyebab asam urat. Jenis makanan ini tergolong memiliki kandungan purin sedang atau berada di atas 100 mg per 100 gram daging mentah.

Budi pun memberi tips agar tetap sehat dan aman mengonsumsi jeroan termasuk hati ayam. Pertama, jangan berlebihan. Yang menjadi masalah sering kali jeroan dimasak dengan menggunakan santan, ini yang mengundang risiko karena semakin bertambahnya kandungan lemak dan kolesterol di dalamnya, termasuk kandungan purin yang tinggi.

Kedua, cara mengolah jeroan, termasuk hati ayam adalah dengan direbus. Hati ayam dan jeroan lainnya yang diolah dengan cara digoreng akan berbahaya karena minyaknya juga sudah mengandung lemak. Demikian sedikit tips yang bisa dijadikan pegangan dalam mengonsumsi olahan jeroan. (AK)

SOSIS ISI JEROAN? WASPADALAH, MESKIPUN NIKMAT!

Konsumsi sosis jangan berlebihan. (Foto: iStock)

Dua kemasan sosis dengan ukuran dan bentuk yang sama, tapi beda merek, selisih harga keduanya bisa jauh. Benarkah sosis yang murah itu hanya berisi jeroan?

Terlihat dahi Sutrinah mengernyit saat memilih sosis yang berada di freezer sebuah minimarket tak jauh dari rumahnya. Ia memperhatikan dengan seksama dua kemasan sosis dengan merek berbeda, namun ukurannya sama. Tetapi selisih harganya lumayan jauh. Sosis yang pertama seharga Rp 55.000 isi 10 pcs, sedangkan harga sosis kedua hanya Rp 27.500 dengan isi yang sama.

Sekilas tak terlihat bedanya antara kedua kemasan sosis tersebut. Berwarna kecokelatan dan dikemas plastik secara vakum. “Kenapa bisa beda jauh begini harganya? Jangan-jangan...,” Sutrinah menebak-nebak.

Karena ragu, ia pun tak jadi membeli sosis. Ia beralih membeli daging ayam segar ke warung sebelah minimarket tersebut. Dengan uang Rp 50.000, ia sudah mendapat satu karkas daging ayam dan uang kembalian.

Apa yang dialami Sutrinah bisa juga pernah dialami banyak orang. Untuk konsumen yang jeli, ia akan benar-benar teliti sebelum akhirnya ambil keputusan untuk membeli sosis. Perbedaaan harga pada merek yang berbeda bisa memunculkan kecurigaan konsumen terhadap isi sosis.

Sudah menjadi rahasia umum, perbedaan harga sosis kemasan yang kelewat “jomplang” menunjukkan akan kualitas isi dari sosis. Sudah lama beredar di tengah masyarakat, bahwa sosis kemasan yang murah bukan berisi daging walaupun di kemasan tertulis “sosis daging”. Melainkan berisi olahan jeroan dari sapi maupun ayam. Paling tidak bahan campuran antara jeroan dan daging.

Karena sudah diolah melalui proses giling, maka sulit membedakan mana sosis berbahan daging asli dan yang berbahan jeroan. Jika isi sosis hanya berisi jeroan yang diolah dengan bahan campuran lainnya, tetapi dalam kemasan tertulis sosis daging, maka jelas ini adalah penipuan terhadap konsumen.

“Itu makanya saya suka hati-hati kalau beli sosis. Lihat-lihat harga dan saya bandingkan antara merek yang satu dengan merek yang lain,” ujar Sutrinah.

Sementara Pakar gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Budi Setiawan, mengungkapkan adanya produk sosis yang dijual di pasaran tidak menggunakan bahan baku daging yang berkualitas karena ingin murah, bahkan bahan jeroan mungkin digunakan oleh para produsennya.

Menurutnya, konsumen tidak akan tahu apakah daging yang digunakan adalah daging berkualitas atau tidak. Bahkan konsumen juga tidak akan tahu jika ternyata sosis dibeli hanya berisi jeroan dan campuran bahan lainnya. Sebab, bahan baku yang digunakan sudah dihaluskan dan tertutup.

Sosis yang menggunakan bahan baku jeroan jelas sangat tidak sehat untuk dikonsumsi, karena mengandung kolesterol cukup tinggi. Jeroan memiliki banyak macamnya, mulai dari babat, usus, jantung, hati, dan lainnya. Bagian jeroan juga memiliki kandungan lemak lebih tinggi. Tetapi jeroan juga memiliki kandungan mineral yang dibutuhkan tubuh.

“Yang menjadi masalah kadang-kadang jeroan babat dan usus terdapat kotoran yang masih melekat di bagian dalamnya. Ini yang harus penuh kehati-hatian saat mengolahnya. Karena kalau tidak bersih, kotoran tersebut masih ada dalam proses memasak. Mikroba di dalam usus dan babat kemungkinan akan terbawa dalam bentuk makanan jadi,” ujar ahli gizi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB ini.

Proses pembuatan sosis memerlukan filler atau bahan pengisi seperti halnya bakso. Bakso juga terdapat beberapa pilihan, ada yang dagingnya banyak dan sedikit. Ada juga yang berani menamakan bakso, padahal hanya berbahan tepung tanpa menggunakan daging.

“Ini yang akhirnya menyulitkan para ahli gizi untuk melakukan penamaan. Masalahnya di produsen kita resepnya tidak standar. Terbukti meski sama-sama sosis, namun kandungan nutrisinya berbeda,” ungkap Budi.

Hal itu disebabkan karena untuk membuat sosis bisa menggunakan daging dalam jumlah banyak ataupun sedikit. Jika sosis dengan daging sedikit, konsekuensinya adalah tambahan tepung harus lebih banyak. Sebaliknya, jika dagingnya banyak maka tepungnya lebih sedikit.

Ada Positifnya
Apakah sosis berisi jeroan selalu buruk? Tentu saja tidak. Menurut Budi, jeroan sebagai isi sosis juga ada sisi positifnya. Karena jeroan itu alot, maka dengan proses giling menjadi sosis, konsumen hanya tinggal mengonsumsi tanpa bersusah payah mengunyahnya.

Budi menyakinkan, jika sosis dikonsumsi dalam jumlah wajar sebetulnya tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. “Jangankan mengonsumsi sosis yang berkualitas rendah, kita konsumsi sosis berkualitas tinggi kalau berlebihan juga akan tetap berbahaya bagi kesehatan,” jelasnya.

Jika membandingkan secara langsung antara daging dan jeroan, tentu saja akan ada perbedaannya.  Dari sisi kandungan gizi, jeroan memiliki kandungan kolesterol dan lemak lebih tinggi ketimbang daging. Tetapi, daging juga ada yang memiliki kandungan lemak tinggi dan ada pula yang sedikit. Selain kolesterol dan lemak, jeroan juga memiliki purin yang cukup tinggi atau yang lebih dikenal dengan asam urat.

“Tapi lagi-lagi, kalau kita hanya mengonsumsi dalam batas wajar, hanya makan satu atau dua potong sosis, maka tidak perlu khawatir. Intinya, untuk makan apapun, baik daging maupun jeroan, tidak boleh berlebihan karena bisa berdampak kepada kesehatan,” kata Budi.

Lebih lanjut dikatakan, sosis yang menggunakan bahan baku daging berkualitas tak baik pula apabila dikonsumsi secara berlebihan. Sebab, proses pembuatan sosis menggunakan bahan pengawet yang jika dikonsumsi dalam jumlah banyak akan berbahaya bagi tubuh. 

Proses pembuatan sosis memang bertujuan untuk mengawetkan daging segar dan untuk bisa menghasilkan daging yang awet diperlukan bahan pengawet berupa nitrit atau nitrat.

Lantas, seberapa perlu khawatir masyarakat mengonsumsi sosis? Dijelaskan Budi, penggunaan bahan pengawet memiliki aturan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jika penggunaannya sesuai dengan aturan BPOM, maka tidak terlalu bahaya.

Yang membuat khawatir adalah jika dalam proses pembuatan sosis yang melebihi standar karena ingin lebih awet. Artinya, produsen akan menambahkan bahan pengawet melebihi batas ketentuan, sehingga berbahaya bagi kesehatan yang mengonsumsinya.

Dengan demikian, selama penggunaan bahan pengawet masih sesuai aturan BPOM, konsumen tak perlu fobia terhadap makanan yang dibeli. “Yang penting makan dalam jumlah yang wajar, jangan berlebihan. Bagi yang suka makan olahan jeroan, akan lebih baik jika direbus, pepes, atau ditumis, bukan digoreng,” imbuh Budi.

Proses Produksi Sosis
Ada informasi menarik tentang sosis. Dikutip dari tulisan Prof DR Made Astawan dari Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB, seputar kandungan nutrisi dalam sosis, menyebutkan bahwa sosis dibagi menjadi enam kelas. Tulisan ini pernah dirilis di Kompas.com pada 2008.

Dijelaskan, sosis terbagi menjadi enam kategori berdasarkan metode pembuatan yang digunakan oleh pabrik, yaitu sosis segar, sosis asap-tidak dimasak, sosis asap-dimasak, sosis masak, sosis fermentasi, dan daging giling masak.

Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu.

Kemudian sosis segar-tidak dimasak. Biasanya juga tak diasapi, sehingga sebelum dikonsumsi sosis harus dimasak. Sedangkan sosis masak dibuat dari daging yang telah dikuring sebelum digiling. Sosis jenis ini dimasak dan biasanya diasapi. Daya simpannya lebih lama daripada sosis segar.

Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk permukaan aktif, mencegah pengerutan protein, mengatur konsistensi produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein.

Untuk mensubtitusi daging, pada pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis. Tapi untuk sosis yang beredar di pasaran dan djual dengan harga murah, kemungkinan besar bukan daging sebagai bahan utamanya. Produsen ada yang mencampurkan dengan jeroan untuk menekan biaya produksi.

Memang banyak jika mengurai detail pembuatan sosis yang kini makin bervariasi dan murah harganya. Namun sebagai konsumen yang cerdas, kehati-hatian dalam memilih bahan makanan wajib dilakukan. Kesehatan keluarga menjadi taruhan jika sembarangan dalam memilih makanan berbahan daging olahan.

Agar kesehatan keluarga terjaga, lebih aman beralih ke karkas daging ayam atau telur. Selain lebih murah, telur dan daging ayam sudah jelas kandungan nutrisinya. Tak ada rasa was-was dan tetap nikmat. (AK)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer