Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Jagung | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KESIAGAAN HADAPI MIKOTOKSIN DI MUSIM PENGHUJAN


Saat ini mikotoksin semakin mendapat perhatian serius dan harus diwaspadai karena mikotoksin hampir selalu ditemukan di setiap bahan baku pakan. Mikotoksin meski dalam jumlah rendah namun terus-menerus ada dalam bahan baku pakan, akan menyebabkan penurunan efisiensi produksi dan meningkatkan kepekaan ayam terhadap berbagai jenis infeksi penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh.

Mikotoksikosis merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh mikotoksin dan penyakit tersebut timbul jika unggas mengonsumsi pakan atau bahan yang mengandung mikotoksin. Berdasarkan tempat proses tumbuhnya jamur yang memproduksi toksin dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:

1. Field Fungi. Jamur yang tumbuh pada masa tanam di ladang/lahan pertanian (contoh: Fusarium).

2. Storage Fungi. Jamur yang tumbuh pada masa penyimpanan di gudang (contoh: Aspergillus sp. dan Penicillium sp.). Pada masa tanam tanaman jagung, kandungan jamur semakin meningkat seiring pertumbuhan tanaman tersebut. Toksin yang dihasilkan jamur semakin meningkat. Pada masa penyimpanan, kandungan jamur meningkat seiring masa penyimpanan dan kondisi yang ideal bagi pertumbuhannya.

Gejala klinis mikotoksikosis biasanya tergantung dari jenis dan kadar mikotoksin. Variasi gejala klinis tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, gangguan produksi telur, gangguan daya tetas telur, gangguan pencernaan, perdarahan pada kulit, kerusakan jaringan pada paruh, rongga mulut dan gangguan akibat efek imunosupresi.

Mikotoksin akan menyebabkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022.

Ditulis oleh: Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, Jakarta
Telp: 021-8300300

SEKILAS TENTANG MIKOTOKSIN

Mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti jagung untuk pakan ternak. (Foto: Thinkstock)

Mikotoksin adalah metabolit sekunder produk dari kapang berfilamen, dimana dalam beberapa situasi dapat berkembang pada makanan yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Fusarium sp, Aspergillus sp dan Penicillium sp merupakan jenis kapang paling umum menghasilkan racun mikotoksin dan sering mencemari pakan ternak. Kapang tersebut tumbuh pada bahan pangan atau pakan, baik sebelum dan selama panen atau saat penyimpanan yang tidak tepat (Binder 2007; Zinedine & Manes 2009).

Kata mikotoksin berasal dari dua kata, mukes yang berarti kapang (Yunani) dan toxicum yang mengacu pada racun (Latin). Mikotoksin tidak terlihat, tidak berbau dan tidak dapat dideteksi oleh penciuman atau rasa, tetapi dapat mengurangi kinerja produksi ternak secara signifikan (Binder 2007).

Sebagai produk metabolisme jamur atau kapang, mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti kacang tanah, jagung dan sebagainya. Beberapa toksin/racun jamur ini diproduksi pada kelembapan lebih dari 75% dan temperatur di atas 20° C, dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%.

Beberapa jamur/fungi yang diketahui dapat menghasilkan mikotoksin yang sangat berbahaya di peternakan adalah Aspergillus flavus (Aflatoksin B1) dan A. Ochraceus (Okratoksin), Fusarium (Zearalenone/F2, Fumonisin, DON/Dioksinivalenol/Vomitoksin, T2/Trichothecenes dan Penicillium viridicatum atau P. palitans (Okratoksin).

Beberapa jenis kapang dapat memproduksi lebih dari satu jenis mikotoksin dan beberapa mikotoksin diproduksi oleh lebih dari satu spesies kapang (Zain, 2011).  Kapang merupakan bagian normal dari mikroflora.

Ternak dapat terpapar mikotoksin setelah... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2022. (AHD-MAS)

SAMBANGI CPI DI ANCOL, PETERNAK CURHAT

Peternak layer sambangi PT Charoen Pokphand Indonesia. (Foto: Istimewa)

Sebanyak sekitar 200 orang peternak layer yang bergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN), berkunjung ke kantor pusat PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) di daerah Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Senin (11/10/2021). Dalam kunjungan tersebut para peternak yang berasal dari Jawa Timur (Jatim) mengeluh atas harga telur yang tak kunjung membaik.

Disambut baik oleh jajaran Direksi dan Manajemen PT Charoen Pokphand Indonesia, pertemuan tersebut merupakan rangkaian dari diterimanya para peternak layer oleh Presiden di Istana Negara, Rabu (15/9/2021) kemarin. Dimana peternak layer mengeluhkan tingginya harga jagung dan rendahnya harga telur di tingkat peternak.

Seperti diketahui bersama tingginya harga jagung di pasaran membuat peternak layer, yang sebagian besar peternak self-mixing membutuhkan jagung sebagai bahan campuran pakan lebih besar dibanding peternak ayam pedaging, sehingga dengan kenaikan harga jagung membuat biaya produksi meroket.

Sebenarnya PT Charoen Pokphand Indonesia sendiri sebagai salah satu perusahaan di industri perunggasan turut merasakan dampak tingginya harga jagung, dimana jagung merupakan 50% bahan baku utama dari pakan, kenaikan ini turut menyebabkan harga pakan melambung.

Suryono salah satu peternak layer dalam aksi tersebut meminta agar budi daya layer bisa sepenuhnya diserahkan peternak rakyat. “Kami berharap budi daya layer ini 100% bisa diserahkan kepada kami para peternak rakyat. Para perusahaan besar tidak perlu ikut berbudidaya,” kata Suryono melalui keterangan tertulis PPRN.

Sejalan dengan hal tersebut, Sugeng, peternak layer lain juga meminta bahwa telur HE (Hatching Egg) tidak beredar dijual ke pasar. “Kami meminta jangan sampai telur HE ini dijual ke pasar, karena bisa merusak harga pasar dan menyebabkan harga telur merosot. Dan ini membuat mental kami semakin jatuh,” kata Sugeng. 

Selain itu, keinginan peternak lainnya juga disampaikan Kholil, peternak asal Blitar. Ia meminta bahwa jangan sampai harga telur terus menurun yang tentu menambah kerugian peternak.

“Diharapkan harga telur ini bisa terus stabil dalam kondisi yang baik, bukan hanya naik satu atau dua minggu saja dan setelahnya turun lagi. Peternak berharap dapat solusi dari permasalahan ini,” sebut Kholil.

Kejadian serupapun pernah terjadi pada 2017, dimana peternak layer merasakan jatuhnya harga telur di pasaran hingga Rp 13.800/kg. Pada saat itu Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) mencoba memediasi pertemuan antara peternak ayam layer, produsen pakan ternak, pemerintah dan universitas di Yogyakarta. Dalam kesempatan tersebut PT CPI memberikan solusi menurunkan harga pakan komplit dan konsentrat, serta membeli sebanyak 20 ton telur dari peternak Blitar dengan harga Rp 1.700/kg lebih tinggi dari pasaran dan pembelian telur sampai saat ini masih berlanjut.

Dalam diskusi dengan Manajemen PT CPI yang diwakili General Manager Marketing PT CPI, Agoes Haryoko, menyampaikan beberapa solusi, antara lain membeli telur langsung dari peternak di Jawa Timur dan Jawa Tengah Rp 2.000/kg di atas harga pasar di kandang peternak dan akan melanjutkan pemberian subsidi pakan sebesar Rp 100/kg, seperti yang dilakukan sebelumnya.

“PT CPI berharap solusi yang diberikan dapat memberikan dampak nyata kepada peternak, walaupun tidak sebanyak yang diharapkan. Namun dengan begitu bisa terjalin hubungan yang baik dengan para peternak yang merupakan mitra kerja PT CPI untuk melewati masa krisis ini bersama-sama,” katanya. (INF)

MEMPERTANYAKAN VALIDITAS DATA KETERSEDIAAN JAGUNG

Jagung, bahan baku esensial dalam pakan ternak

Jakarta (30/9/21). Pemerintah mengklaim produksi jagung surplus 2.7 juta ton secara nasional. Kemudian tersedia 120 ribu ton dengan Kadar Air 15 % - 17% di Kabupaten Grobogan, Semarang Jawa Tengah dan 15 ribu ton katanya ada di gudang perusahan di Provinsi Gorontalo.

Jikalau memang ada seharusnya pemerintah c.q Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menugaskan Perum Bulog untuk serap jagung lokal di petani dan pabrikan. Sehingga Bulog segera melakukan operasi pasar di sentra peternak layer (ayam petelur) mandiri di Blitar Jawa Timur, Kendal Jawa Tengah dan Provinsi Lampung. “Masalahnya apakah jagung itu ada, ini masih diragukan oleh banyak pihak,” kata Ali Usman, Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA).

Dalam pernyataan sikap tersebut, Ali menyampaikan, dalam rakortas (rapat koordinasi terbatas) pada (22/9/2021) pemerintah sudah memutuskan tidak ada impor jagung, tetapi memaksimalkan serap jagung lokal. Hal ini dilakukan karena Kementan mengklaim stok jagung dalam negeri melimpah seperti di Grobogan dan Gorontalo. Kalau memang melimpah seharusnya pihak Kementan menugaskan Bulog untuk menyerap jagung disana. Sehingga stok jagung yang katanya ada itu dijadikan buffer stock nasional oleh Bulog.

Untuk operasi pasar, Bulog sebenarnya siap menyerap jagung lokal tetapi harga jagung masih tinggi di kisaran Rp 5.500 – 6.200 per kg sehingga Bulog sulit menjual jagung Rp 4.500 per kilogram ke peternak. Masalahnya, jika operasi pasar bersubsidi oleh Bulog melalui pendanaan komersial maka sangat membosankan Bulog, karena skema pinjaman Bulog masih menggunakan bunga komersial sebesar 8%.

“Walaupun ada pendanaan subsidi dari pemerintah melalui Kementerian Perdagangan. Maka mekanisme penugasan Bulog seperti juklak (petunjuk pelaksana) dan juknis (petunjuk teknis) seperti apa dan saya kira ini belum jelas. Karena itu, penting Kementan melakukan koordinasi dengan Kemendag untuk serap stok jagung oleh Bulog di Grobogan atau Gorontalo,” papar Ali dalam webinar PATAKA dengan tajuk “Tersandung Data Jagung” melalui zoom meeting Kamis (30/9/2021).

Validasi Data Jagung

Polemik harga jagung tidak lepas dari sengkarut data jagung yang disajikan oleh Kementan. Sebab data jagung tahun 2018 – 2021 stok akhir (ending stock) untuk tahun sebelumnya dan stok awal (beginning stok) tahun berikutnya selalu tidak sama. Bahkan beginning stok di awal tahun selalu tidak sama. Karena itu, perlunya validasi data prognosa jagung. Karena data prognosa jagung yang kurang valid dapat menyebabkan kebijakan pemerintah yang keliru.

Kemudian, kata dia, perlunya perbaikan data jagung juga terkait dengan perubahan luas lahan untuk tanam jagung selalu tidak sama dari tahun ketahun. Padahal tingkat keberhasilan panen sangat tergantung pada musim dan pupuk yang tersedia. Sedangkan perubahan data jagung harus dikonfirmasi ketika bencana alam menimpa seperti di NTB (Nusa Tenggara Barat) dan NTT (Nusa Tenggara Timur).

Selama ini sentra jagung berada di luar Jawa sedangkan kebutuhan jagung mayoritas ada di pulau Jawa. Seperti industri ayam broiler 11.8 juta ton pertahun, layer 3 juta ton pertahun, konsentrat layer 1.7 juta ton pertahun, breeder 2 juta ton per tahun dan lain-lain 1.1 juta ton dengan total kebutuhan 19 juta ton pertahun. Sedangkan prognosis jagung mencapai 22 juta ton di tahun 2021. Artinya Kementan mengklaim surplus 3 juta ton. “Kalau memang surplus seharusnya harga jagung stabil,” ungkapannya.

Solusi jangka pendek ini untuk menyelamatkan peternak. PATAKA menyarankan Kementan untuk menyerahkan data mentah jagung kepada BPS (Badan Pusat Statistik), hal ini sesuai instruksi Presiden Joko Widodo sehingga diharapkan satu data bidang Pertanian. Sehingga BPS bersama pihak Kementan untuk menghitung luas lahan potensi melalui Kerangka Sampel Area (KSA) seperti beras yang juga telah direvisi. Juga BPS dapat menghitung faktor produksi melalui pendekatan kualitas bantuan bibit, bantuan pupuk hingga potensi produksi jagung berdasarkan cuaca dan iklim. Sehingga produksi atau supply jagung lokal dapat ditentukan dalam negeri berapa. “Jika memang produksi melimpah data BPS yang bicara, kalau memang jagung kurang ya silahkan mau tingkatkan produksi dalam negeri atau impor,” ujarnya.

Karena itu, BPS harus segera mengambil langkah untuk menghitung data jagung sementara karena menunggu Sensus Tani 2023 masih lama. BPS dapat menganalisa jagung melalui angka produksi tahun 2010 – 2015. Pasalnya BPS tidak merilis data jagung sejak Kementan menyatakan produksi jagung meningkat sejak 2015. Kementan mengklaim produksi jagung dalam negeri meningkat 19,61 juta ton (2015), 23,58 juta ton (2016) dan 28,92 juta ton (2017) hingga tembus 30 juta ton (2018). Padahal menurut BPS, impor gandum melonjak 6,77 juta ton (2015) dan impor gandum melonjak tajam 9,77 juta ton di tahun berikutnya (2016).

Untuk solusi jangka panjang. PATAKA menyarankan pemerintah segera menerbitkan regulasi “Stabilisasi Harga Industri Perunggasan”. Gejolak industri perunggasan tidak hanya dirasakan peternak layer tetapi peternak mandiri broiler (ayam pedaging) juga mengalami yang sama. Harga pakan tinggi karena harga jagung selalu melonjak di atas Permendag Rp 4.500 per kilogram. Pemerintah dapat menghitung ulang HPP jagung di petani, HPP pakan untuk ternak broiler dan layer. Sehingga Kementan dan Kemendag dapat bersinergi untuk melahirkan regulasi stabilitas harga jagung, telur dan ayam.

“Yang penting petani peternak dapat menikmati keuntungan dalam berusaha, mereka saling ketergantungan. Jangan sampai saling menekan harga. Jika harga jagung melambung karena broker, silahkan pemerintah bertindak untuk menghapus rantai distribusi yang sangat panjang. Sehingga merugikan petani dan petani yang selama ini dilindungi oleh Undang-undang No.19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” tukas Ali. (INF)

PATAKA NYATAKAN SIKAP TERKAIT DATA JAGUNG

Jagung, komoditi penting di sektor peternakan


Jakarta. (21/9/21). Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA), Ali Usman mengatakan, Desas-desus data jagung yang dinyatakan surplus sebesar 2,37 juta ton oleh Kementan tidak mendasar ditengah melambungnya harga jagung mencapai Rp 6.200 per kg.

Menurutnya padahal sudah jelas peternak Layer, Suroto berteriak terkait mahalnya harga jagung, sampai akhirnya terdengar ke telinga Presiden. Singkat cerita Presiden memerintahkan Kementan agar menurunkan harga jagung paling tinggi di angka Rp 4.500/kg khusus ke peternak layer.

Kenyataannya Per-tanggal 21/09/21 realisasi bantuan harga jagung wajar tersebut tersalurkan hanya 1.000 ton dari 30.000 ton yang dijanjikan Presiden. Rincian distribusi jagung Koperasi Blitar 350 ton, Koperasi Kendal 300 ton, Koperasi Lampung 200 ton dan Koperasi PPN 150 ton.

“Sedangkan Kementan masih bersikukuh bahwa jagung surplus, tetapi harga jagung masih tinggi di berbagai daerah terutama di Sumatera, Jawa, NTB, Kalimantan dan Jawa. Diluar harga bantuan Presiden kepada Peternak Blitar Jawa Timur. Kalau memang surplus seharusnya harga jagung lebih murah bukan sebaliknya. Lalu mau sampai kapan Desas-desus Jagung Surplus ini berlanjut,” tegas Ali.

Pasalnya, kata Ali, Presiden Joko Widodo baru mengetahui masalah jagung dari aksi nekat Suroto membentangkan poster di Blitar sehingga di undang ke Istana Merdeka. Dia kira harga jagung baik-baik saja karena Kementan surplus. Ali menyampaikan, munculnya fenomena Suroto adalah momentum menyadarkan pemerintah c.q Kementerian Pertanian bahwa Desas-desus Surplus Jagung harus segera di akhiri.

Sudah saatnya DPR RI mengambil langkah strategis untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, KemenKo Ekonimi dan Kementerian Badan Pusat Statistik (BPS). Guna menghitung supply-demand dan neraca jagung nasional. Sehingga persoalan segera diakhir dan mencapai kesepatakan bahwa data Jagung kedepan harus dikelola oleh BPS tidak lagi dklaim sepihak oleh Kementan.

Karena itu, ego sektroral lembaga harus dibuang jauh-jauh, seharusnya Kementan koordinasikan ketika ada masalah sehingga terjadi harmonisasi petani-peternak. Petani-peternak bagian penggerak ekonomi negara, kedunya saling membutuhkan dan jangan saling menekan harga. Dan inilah momentum harmonisasi stakeholder perunggasan layer baik petani, peternak, pelaku usaha jagung, distributor jagung dan industri pakan.

SITUASI PENGEMBANGAN JAGUNG INDONESIA SAAT INI

Muhammad Saifullah, Asisten Deputi Pangan Kemenko Bidang Perkenomian, dalam webinar FGD Pataka bertema "Harga Jagung Melambung", Selasa (20/4) menjelaskan situasi pengembangan jagung Indonesia saat ini.

Ada beberapa hal disoroti Saifullah, pertama adalah penanaman jagung masih tergantung pada musim dan penanaman terbanyak terjadi ketika musim hujan. Menurutnya petani mempunyai feel dan insting alami yang baik kapan menanam, kapan memanen, dsb. Sehingga pemerintah, akademisi, peneliti, dll harus lebih banyak mendengarkan mereka. Kehadiran pemerintah dan pihak-pihak terkait adalah untuk meningkatkan hal-hal baik yang sudah dimiliki petani, dan memperbaiki apa yang belum baik.

Untuk rantai pasar jagung yang masih panjang, dimana harga pasar lebih banyak ditentukan peran pedagang pengumpul, Saifullah mempunyai solusi tersendiri. Yaitu meregistrasi para middleman, merangkul mereka menjadi bagian dari logistik yang bisa di-trace dengan baik. Sehingga jika terjadi bottle neck pemerintah sebagai stake holder utama bisa langsung tahu. Karena, menurut Saifullah, bottle neck adalah salah satu pemicu kenaikan harga dan ada permainan di sana.

Kenaikan harga jagung internasional yang terjadi pada Oktober 2020 sampai April 2021 yaitu sekitar 36%. Hal ini sempat memukul para pelaku industri peternakan.

Di sisi lain kebutuhan jagung per bulan relatif sama. Sehingga harga akan turun ketika pasokan berlebih dan harga naik ketika pasokan berkurang, sehingga perlu dirumuskan mekanisme pengelolaan stok. Saifullah menyampaikan akan berdiskusi dengan Bulog bagaimana Bulog bisa lebih berperan terhadap mekanisme lalu lintas perjagungan. Sehingga tidak hanya beras yang ada KPSH-nya (Ketersediaan Pasokan dan Stabilitas Harga), kalau bisa jagung juga mendapatkan kanal seperti itu, sehingga pemerintah bisa lebih banyak mengendalikan harganya.

Terakhir, belum ada mekanisme cadangan jagung pemerintah. Sehingga rawan permasalahan muncul di tingkat petani ketika harga jatuh dan di tingkat pengguna terutama peternak layer ketika harga jagung naik.

“Kami harap Bulog mempunyai peran utama dalam konteks mekanisme cadangan jagung pemerintah,” kata Saifullah. (NDV)

PENTINGNYA KENDALIKAN MIKOTOKSIN PADA JAGUNG PAKAN

Webinar pentingnya pengendalian mikotoksin pada jagung pakan. (Foto: Dok. Infovet)

“Pentingnya Pengendalian Mikotoksin pada Jagung Pakan” menjadi bahasan dalam Webinar Suara Agrina yang dilaksanakan pada Rabu (31/3/2021).

Ahli Nutrisi Ternak dan Pakan, Prof Budi Tangendjaja, yang bertindak sebagai narasumber mengemukakan bahwa pemakaian jagung merupakan hal yang utama dalam pembuatan ransum pakan ternak, sehingga kuantitas dan kualitasnya harus sangat diperhatikan.

“Komposisi jagung dan penggantinya dalam ransum pakan ayam maupun babi sebanyak 40-60%. Kualitas jagung harus diperhatikan dari kadar air, berat jenisnya, hingga kandungan aflatoksin di dalamnya. Rusaknya jagung akan berpengaruh pada pakan ternak maupun pangan manusia, karena jagung yang jamuran akan turun nilai gizinya akibat digunakan untuk pertumbuhan jamur,” ujar Budi dalam paparannya.

Ia menjelaskan, ada beberapa tanda-tanda bahwa jagung terserang jamur. Diantaranya bau tidak enak, timbul panas karena metabolisme, jagung menjadi hitam/hijau, peningkatan kadar air selama penyimpanan dan jagung menggumpal.

“Perkembangan jamur bisa terjadi sejak penanaman jagung. Jangan harap jagung yang terkena jamur itu kadar airnya kecil, justru tinggi. Akibat jamur jadi berpengaruh terhadap nutrisi, diantaranya menurunkan kandungan vitamin, asam amino, energi, hingga munculnya mikotoksin,” jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskan, mikotoksin sendiri merupakan senyawa sekunder yang dihasilkan oleh jamur dan beracun bagi ternak. Munculnya mikotoksin tergantung dari stres jagung dan dipengaruhi oleh oksigen dan CO2, suhu, kadar air dan kandungan gizi/substrat.

Adapun beberapa mikotoksin yang banyak diteliti pada pakan ternak yakni aflatoksin, zaeralenone, fumonisin, T2 toksin, vomitoksin, DON, fusarochromanone dan okratoksin.

“Contohnya alfatoksin ini ketika racun tersebut termakan oleh ternak ayam, itu organ hati akan rusak dan mengakibatkan penurunan kekebalan tubuh, sehingga ayam jadi mudah terserang penyakit. Begitu juga terjadi kerusakan pada organ-organ lainnya,” terang dia.

Oleh karena itu, pengedalian jamur pada jagung menjadi hal utama dan harus dilakukan secara komprehensif mulai dari memilih bibit jagung dan sistem penanaman, panen, hingga pasca panen (penyimpanan, mitigasi mikotoksin, seleksi).

Good Agriculture Practice (GAP) mutlak dilakukan di Indonesia. Kemudian penggunaan teknologi pada saat panen, dryer jagung khususnya di musim hujan, penyimpanan gudang dengan pengapuran dinding untuk mengurangi jamur, maupun penyimpanan menggunakan karung (pakai pallet),” paparnya. Juga mitigasi ketika ada mikotoksin melalui cara fisik dengan pencucian, pengupasan kulit dan pemolesan jagung, kemudian pemisahan jagung, perlakuan heat treatment (autoclaving, roasting, microwave heating) dan lain sebagainya.

“Saya menyarankan setelah jagung dikeringkan langsung masukin silo biar awet dan lakukan pembersihan jagung ketika akan dibuat ransum. Kemudian untuk pengeringan jagung kalau mau lebih lama, kadar airnya harus di bawah 14%, itu kira-kira bisa sampai tiga bulan masa simpannya,” pungkasnya.

Webinar yang dihadiri sebanyak 100 orang peserta juga menghadirkan narasumber lain dari US Grains Council SEA & Oceania Region, Celeb Wurth, yang membahas mengenai produksi, teknologi, panen, pasca panen, penyimpanan, ekspor, program keamanan pakan di Amerika Serikat, hingga jagung sampai ke tangan konsumen. (RBS)

MELIHAT POTRET DAN PROSPEK AGRIBISNIS INDONESIA

Webinar Agrina Agribisnis Outlook “Prospek Agribisnis Indonesia 2021”. (Foto: Dok. Infovet)

Rabu, 10 Maret 2021. Agrina Agribisnis Outlook “Prospek Agribisnis Indonesia 2021” diselenggarakan secara daring. Webinar yang dihadiri 90-an orang ini fokus membahas bagaimana potret dan pengembangan sektor agribisnis Indonesia yang tengah dilanda pandemi COVID-19.

“Untuk menatap prospek agribisnis ke depan, kita harus melihat kejadian-kejadian dari tahun sebelumnya, bahkan melihat juga ke depan bagaimana menyiapkan strategi jangka menengah maupun jangka panjangnya,” ujar Ketua Dewan Redaksi Majalah Agrina, Prof Bungaran Saragih dalam sambutannya.

Sebab adanya kondisi pandemi, lanjut dia, berpengruh besar secara global terutama dari segi kesehatan yang berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.

“Tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi kita negatif. Namun walau pertumbuhannya rendah, produk domestik bruto (PDB) agribisnis khususnya on farm walaupun ikut berdampak turun, tapi masih tetap positif,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Mahmud, yang menjadi pembicara pada sesi I. Ia menjelaskan, pada 2020 sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mampu tumbuh positif.

“Pertumbuhan ini banyak terstimulus dari stimulus fiskal berupa bantuan sosial-ekonomi serta mulai membaiknya kondisi ekonomi sejak triwulan III. Begitu juga pada sub sektor tanaman pangan dan tanaman hortikultura yang memperlihatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari sekitarnya,” kata Musdhalifah. PDB pertanian 2020 untuk tanaman pangan (3,54%), tanaman hortikultura (4,17%), tanaman perkebunan (1,33%), peternakan (0,33%), serta jasa pertanian dan perburuan (1,60%).

Lebih lanjut dijelaskan, untuk PDB pertanian 2021 diproyeksikan tumbuh di atas 3%. Guna mencapai hal itu, lanjut dia, dibutuhkan dorongan dari sisi produksi disertai dukungan sisi permintaan.

“Perbaikan harga komoditas tanaman perkebunan dan perbaikan sisi permintaan konsumsi produk hewani diharapkan memperbaiki pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan dan subsektor peternakan,” jelas dia.

Ia juga menyebut, adapun tantangan yang harus diperhatikan pemerintah pada tahun ini diantaranya anomali iklim, penerapan teknologi, regenerasi sumber daya manusia, diversifikasi pangan, akses pangan maupun kerawanan pangan. Kemudian kelembagaan, akses pembiayaan, integrasi data dan logistik yang juga menjadi challenge, selain alih fungsi dan kepemilikan lahan.

Sementara memasuki webinar sesi II, dihadirkan pembicara Koordinator Evaluasi dan Layanan Rekomendasi, Sekretariat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Batara Siagian. Dalam paparannya, ia menjelaskan beragam upaya yang telah dan akan dilakukan dalam memenuhi ketersediaan jagung untuk pakan ternak.

“Upaya pada 2020 kita sudah lakukan bantuan benih jagung bersertifikat (1,4 juta ha), kerja sama pengembangan budi daya jagung (3.000 ha), pengembangan petani benih jagung (2.600 ha), food estate jagung Sumba Tengah (2.000 ha) dan budi daya jagung hibrida (21.500 ha),” ujar Batara.

Sementara untuk tahun ini, lanjut dia, pihaknya sudah menyiapkan beberapa strategi dalam memenuhi ketersediaan jagung dalam negeri. Diantaranya bantuan benih jagung bersertifikat 988.000 ha, budi daya jagung pangan 3.000 ha, pengembangan jagung wilayah khusus 9.000 ha, pengembangan petani benih jagung 1.250 ha dan food estate jagung Sumba Tengah 4.380 ha.

“Untuk target produksi jagung pada 2021 sebanyak 23 juta ton pipilan kering, dengan terus melakukan perbaikan mutu jagung dalam negeri melalui perbaikan standar jagung (SNI 8926: 2020 jagung) dan pendampingan uji mutu bagi pelaku jagung nasional,” katanya.

Sedangkan dari sisi perunggasan, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Sugiono, mengemukakan dinamika ketidakstabilan harga unggas hidup secara nasional melalui pengendalian produksi DOC FS dengan cutting HE fertil dan afkir dini PS.

“Terdapat korelasi positif upaya pengendalian produksi DOC FS (akhir Agustus-November 2020) dengan perkembangan harga live bird (LB). Kenaikan LB ini turut berpengaruh pada naiknya permintaan dan harga DOC FS dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000/ekor,” kata Sugiono.

Untuk mengatasi persoalan itu, ia menjelaskan, “Setiap perusahaan pembibit harus memprioritaskan distribusi DOC FS untuk eksternal farm (peternak rakyat) sebanyak 50% dari produksinya dengan harga sesuai acuan Permendag Rp 5.500-6.000/ekor.”

Sebelumnya harga LB di tingkat peternak, DOC dan pakan di Pulau Jawa pada Januari-Februari 2021, disampaikan Sugiono dari data PIP untuk LB berada dikisaran Rp 17.600-19.500/ekor, DOC antara Rp 6.750- 7.700/ekor dan pakan berkisar antara Rp 7.400-7.800/kg.

Untuk itu adapun beberapa poin upaya permanen stabilisasi perunggasan yang dijelaskan Sugiono, diantaranya pengaturan supply-demand, pembibit GPS wajib menyediakan DOC FS (20%) dari produksi kepada pembibit PS eksternal.

“Kemudian 50% DOC FS untuk ekternal farm, menyerap dan memotong LB di RPHU oleh pembibit GPS sebesar produksi FS secara bertahap selama lima tahun, memotong LB bagi pelaku usaha menengah-besar, kewajiban penguasaan RPHU dan rantai dingin oleh pembibit GPS secara bertahan selama lima tahun dan peningkatan konsumsi pangan asal unggas melalui kampanye sadar gizi secara massif,” pungkasnya.

Kegiatan yang berlangsung mulai pukul 10:00-16:00 WIB juga turut menghadirkan pembicara lain, diantaranya Bhima Yudhistira Adinegara (peneliti INDEF), Togar Sitanggang (Wakil Ketua III GAPKI) dan Tinggal Hermawan (Kementerian Kelautan dan Perikanan). (RBS)

BAGAIMANA AGAR AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN?

Menjaga gudang tidak lembap agar jamur tidak tumbuh. (Foto: Istimewa)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas dapat menyebabkan kerugian sangat besar.

Ancaman Serius
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, sebut saja jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan sampai dengan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan jika keduanya terkontaminasi mikotoksin.

Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin 2017, menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut konsultan perunggasan sekaligus anggota Dewan Pakar ASOHI, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan di lapangan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata. Kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujar Tony.

Dirinya menyarankan agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel, baik berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan dan lain sebagainya.

“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek itu ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” tegasnya.

Meminimalisir Risiko
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Technical Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Agus Prastowo, mikotoksin dapat merusak… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021. (CR)

STRATEGI TERBAIK PENGENDALIAN TOKSIN PADA PAKAN UNGGAS

Mikotoksin adalah komponen yang diproduksi oleh jamur yang telah terbukti bersifat toksik dan karsinogenik terhadap manusia dan hewan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Tahun 2020 ditutup dengan kondisi curah hujan tinggi terutama di wilayah Jawa dan Sumatra. Dari pantaun BMKG, untuk Januari dan Februari 2021, akan masih didominasi curah hujan menengah dan tinggi.

Kondisi tersebut berpengaruh terhadap kejadian penyakit lebih tinggi yang bukan hanya didominasi oleh penyakit viral saja, tetapi kejadian Mikotoksikosis juga mengalami tren kenaikan karena kondisi lingkungan yang lebih lembap.

Dari data yang dihimpun tim Ceva, prediksi penyakit di Januari dan Februari 2021menunjukan bahwa mikotoksikosis menduduki peringkat ketiga setelah kejadian penyakit ND dan IBD, seperti diagram di bawah ini:

Prediksi penyakit pada ternak unggas. (Sumber: Ceva)

Fenomena ancaman terhadap bahaya mikotoksin masih menjadi momok menakutkan seiring kondisi lingkungan di atas yang menunjang untuk pertumbuhan jamur yang memproduksi toksin tersebut. Imunitas atau kekebalan ayam adalah hal yang paling fundamental terkait pengendalian tantangan mikotoksin dan patogen lainnya.

Mikotoksin merupakan kontaminan alami yang memiliki dampak negatif tehadap keamanan pangan dan pakan secara global. Mikotoksin adalah komponen yang diproduksi oleh jamur yang telah terbukti bersifat toksik dan karsinogenik terhadap manusia dan hewan. Kondisi lingkungan seperti temperatur dan kelembapan yang tinggi, infestasi serangga, proses produksi, panen dan penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan tingginya konsentrasi mikotoksin pada bahan baku pangan/pakan yang dapat menyebabkan timbulnya wabah penyakit.

Hati yang terpapar mikotoksin. (Sumber: Istimewa)

Melihat fenomena di atas, mikotoksin perlu menjadi perhatian peternak unggas karena faktor sebagai berikut:… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021.

Ditulis oleh: 
Drh Sumarno, Senior Manager AHS PT Sreeya Sewu Indonesia
Han, Praktisi Peternak Layer

MANAJEMEN DAN PENGENDALIAN TOKSIN PADA PAKAN

Kemampuan mengetahui keberadaan mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak ayam menjadi hal yang sangat penting saat ini. (Foto: Dok. Infovet)

Toksin merupakan hasil metabolit sekunder jamur, disintesis dan dikeluarkan selama pertumbuhan jamur tertentu, pada saat di ladang (field toxin) maupun pada saat penyimpanan di gudang (storage toxin). Ketika pertumbuhan jamur berhenti, saat itu juga produksi mikotoksin berhenti, tetapi mikotoksin yang sudah terbentuk dan tersimpan tetap ada dan tidak hilang, karena merupakan bahan kimia yang stabil, tahan terhadap temperatur tinggi dan dalam proses pembuatan pakan. Bersifat residif, tertimbun dan terakumulasi, terutama pada hati, ginjal, otot dan telur terutama yolk. Pada dosis rendah dapat menyebabkan terjadinya imunosupresi (gangguan pembentukan kekebalan tubuh) dan bersifat antimikrobial sehingga menimbulkan terjadinya feed passage (bentuk feses masih menyerupai bentuk pakan utuh).



Jamur yang memproduksi toksin dapat dikategorikan menjadi dua berdasarkan tempat proses tumbuhnya, yaitu Field Fungi (contoh fusarium) dan Storage Fungi (contoh Aspergillus sp. dan Penicillium sp.).

Pada masa tanam, kandungan jamur semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman jagung. Mikotoksin yang dihasilkan jamur pun semakin meningkat, hal ini didukung oleh kondisi iklim, manifestasi serangga, variasi kualitas bibit, maupun tingkat kepadatan tanaman.

Pada proses panen, pembentukan mikotoksin antara lain karena tingkat kematangan tanaman, kadar air biji tanaman dan praktik manajemen pertanian. Kemudian pada saat penyimpanan pembentukan mikotoksin dipengaruhi oleh kandungan air, serangga dan penambahan bahan pengawet. Selain itu, distribusi bahan baku pakan juga berpengaruh terhadap pembentukan mikotoksin, seperti kondisi proses saat pengapalan.



Kemampuan mengetahui keberadaan mikotoksin dalam bahan baku pakan menjadi hal yang sangat penting saat ini. Kemampuan ini wajib dimiliki semua pihak yang terlibat dalam industri perunggasan, terutama para QC (quality control) pabrik pakan dan penanggung jawab kesehatan di farm.

Analisis mikotoksin dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) biasa digunakan untuk memeriksa bahan baku pakan asal biji-bijian. Kemampuan diagnosis mikotoksikosis berdasarkan gejala klinis pada saat bedah bangkai juga harus dimiliki oleh setiap petugas lapangan. Kedua macam pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai “pisau analisa” permasalahan yang terjadi di lapangan dan dapat digunakan sebagai dasar-dasar tindakan pencegahan.

Strategi Pengendalian Toksin
• Pastikan bahan baku pakan mempunyai kualitas terbaik. Misalnya jagung dengan… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021)

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021 8300300

MEMINIMALISIR ANCAMAN TOKSIN PADA PAKAN TERNAK

Produksi telur dapat menurun akibat mikotoksin. (Foto: Istimewa)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas apapun itu, dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar.

Ancaman Tak Terlihat
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan bagi mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya berkembang pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, yakni jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan ketika keduanya terkontaminasi oleh mikotoksin, tentunya akan berbahaya.

Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin pada 2017 menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka-angka tersebut sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan baik produsen pakan maupun peternak.

Menurut salah seorang konsultan perunggasan, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Melainkan kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain, misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata, kemudian kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” kata Tony.

Dirinya menyarankan agar apabila ada kejadian penyakit di lapangan sebaiknya... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2020) (CR)

REMBUK ONLINE SOAL JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK DAN SOLUSINYA

Jagung untuk pakan ternak. (Foto: Infovet/Ridwan)

Sebanyak 250 orang peserta dari berbagai kalangan sebidang ilmu menghadiri rembuk online terkait Permasalahan Jagung untuk Pakan Ternak dan Strategi Solusinya. Acara yang digelar melalui daring ini diselenggarakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Rabu (22/7/2020).

Rembuk kali ini menghadirkan pembicara Direktur Pakan Makmun Junaiddin, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo, Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen INTP IPB Prof Dr Ir Nahrowi dan dimoderatori Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan Dr Anuraga Jayanegara.

Ketua Departemen INTP, Dr Sri Suharti, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas keikutsertaan peserta. “Ini rembuk online yang keempat ini membahas jagung sebagai pakan ternak, dibahas tentan gstrategi dan solusinya atas permasalahan yang terus ada dari waktu ke waktu,” kata Sri.

Permasalahan jagung sebagai bahan pakan ternak terbilang klasik namun terus mengusik para peternak. Hal mendasar terkait ketersediaannya yang kerap langka atau sulit didapatkan di pasaran hingga berdampak pada melonjaknya harga pakan di tingkat peternak.

Berdasarkan kondisi tersebut perlu diskusi bersama dengan pengambil kebijakan, pebisnis dan akademisi terkait strategi dan solusi ke depannya dalam pemanfaatan jagung sebagai pakan ternak.

“Sampai saat ini jagung untuk bahan pakan ternak masih menjadi komponen terbesar yang dibutuhkan pabrik pakan skala besar, peternak ayam mandiri (self-mixing) dan pabrik pakan skala menengah hingga kecil,” kata Makmun Junaiddin.

Ia menyebut peningkatan permintaan jagung nasional sejalan dengan peningkatan populasi unggas, bahkan pemanfaatannya juga untuk ternak besar dan kecil. Diperlukan strategi untuk mengurangi importasi jagung, baik sebagai pangan maupun pakan ternak.

Terkait strategi dan solusi jagung sebagai pakan ternak, ditambahkan Prof Dr Ir Nahrowi, mengajukan dua alternatif bahan pakan pengganti jagung yang merupakan produk sampingan dari industri pabrik kelapa sawit, yakni bungkil inti sawit dan turunannya, serta produk samping industri pengolahan ubi kayu.

“Dua-duanya berpotensi sebagai pengganti jagung jika sudah diolah sedemikian rupa, meminimalkan faktor pembatasnya serta direkayasa sedemikian rupa, baik dengan menggunakan enzim atau produk lainnya yang aman bagi ternak,” kata Nahrowi yang juga Ketua Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI).

Dia mengungkapkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika ditekuni dengan baik. Hal ini telah dibuktikan dengan mengaplikasikan kedua jenis bahan pakan tadi pada broiler dan layer, keduanya sama-sama memberikan hasil terbaik dalam skala penelitian.

Kendati demikian, disambung Desianto Budi Utomo, bahwa tetap akan terjadi kenaikan terhadap kebutuhan jagung nasional, baik untuk pangan maupun pakan ternak.

“Kita memprediksikan misalnya produksi pakan pada 2017 sebesar 18,5 juta ton, maka jagung yang dibutuhkan hanya untuk pakan ternak saja sekira 9,25 juta ton, sedangkan kebutuhan jagung peternak self-mixing masih sekitar 3,60 juta (rata-rata 300 ribu ton/bulan). Sehingga dapat dikatakan bahwa kita masih membutuhkan jagung sebagai bahan pakan ternak sepanjang 2017 sekira 12,9juta ton dengan rata-rata sekitar 1,10 juta ton/bulan,” kata Desianto.

Ia juga menyebut pertahunnya terus terjadi kenaikan kebutuhan jagung nasional karena selain untuk pakan ternak, di beberapa daerah juga masih memanfaatkan jagung sebagai pangan pokok pengganti beras.

Untuk itu solusi yang dapat diambil dan dikaji lebih lanjut adalah mencari alternatif pengganti yang kandungan protein dan energinya sama dengan jagung, harga murah dan aman bagi ternak. Kemudian pemanfaatan lahan untuk jagung varietas unggul dan tahan terhadap hama penyakit. (Sadarman)

MENGAMANKAN PAKAN DARI ANCAMAN TOKSIN

Bahan baku pakan harus diperhatikan kualitasnya. (Foto: Ist)

Apa yang terpikirkan di dalam benak jika mendengar kata toksin? Tentu sesuatu yang tidak menyenangkan bukan? Di dunia pertanian dan peternakan, toksin atau dalam hal ini mikotoksin merupakan persoalan yang mengancam, baik di sektor hulu maupun hilir.

Toksin dapat diartikan sebagai senyawa beracun yang diproduksi di dalam sel atau organisme hidup. Dalam dunia veteriner disepakati terminologi biotoksin dalam menyebut mikotoksin maupun toksin lainnya, karena toksin diproduksi secara biologis oleh makhluk hidup memalui metabolisme bukan artificial (buatan). 

Dalam industri pakan ternak seringkali didengar istilah mikotoksin (racun yang dihasilkan oleh kapang/jamur). Sampai saat ini cemaran dan kontaminasi mikotoksin dalam pakan ternak masih membayangi tiap unit usaha peternakan, tidak hanya di Indonesia melainkan juga di seluruh dunia.

Banyak Macamnya Sama Berbahayanya
Dalam dunia peternakan, setidaknya ada tujuh jenis mikotoksin yang menjadi tokoh “protagonis”, ketujuhnya seringkali mengontaminasi pakan dan menyebabkan masalah pada ternak. Terkadang dalam satu kasus, tidak hanya satu mikotoksin yang terdapat dalam sebuah sampel. Peternak pun dibuat kerepotan oleh ulah mereka. Jenis toksin yang penting untuk diketahui dijabarkan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Ragam Jenis Mikotoksin
Jenis Toksin
Organisme Penghasil Toksin
Efek Terhadap Ternak dan Manusia
Aflatoksin
Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus
Penurunan produksi, imunosupresi, bersifat karsinogen, hepatotoksik.
Ochratoksin
Aspergillus ochraceus
Penurunan produksi, kerusakan saraf dan hati.
Fumonisin
Fusarium spp.
Penurunan produksi, kerusakan ginjal dan hati, gangguan pernapasan.
Zearalenon
Fusarium graminearum, Fusarium tricinctum, Fusarium moniliforme
Mengikat reseptor estrogen (feminisasi), menurunkan fertilitas.
Ergot Alkaloid
Claviseps purpurea
Penurunan produksi pertumbuhan, penurunan produksi susu, penurunan fertilitas.
Deoxynivalenol (DON)/Vomitoksin
Fusarium spp.
Penurunan produksi, kerusakan kulit.
T-2 Toksin
Fusarium spp.
Penurunan produksi, gastroenteritis hebat.

Sumber: Mulyana, 2013.

Menurut Managing Director Biomin Indonesia, Drh Rochmiyati Setiarsih, masalah mikotoksin merupakan masalah klasik yang terus berulang dan sangat sulit diberantas.

“Banyak faktor yang mempengaruhi kenapa mikotoksin sangat sulit diberantas, misalnya saja dari cara pengolahan jagung yang salah,” tutur wanita yang akrab disapa Yati tersebut.

Maksudnya adalah, di Indonesia kebanyakan petani jagung hanya mengandalkan iklim dalam mengeringkan jagungnya dengan bantuan sinar matahari/manual. Mungkin ketika musim panas hasil pengeringan akan baik, namun pada musim basah (penghujan), sinar matahari tentu tidak bisa diandalkan.

“Jika pengeringan tidak sempurna, kadar air dalam jagung akan tinggi, sehingga disukai oleh kapang. Lalu kapang akan berkembang di situ dan menghasilkan toksin,” tuturnya.

Masih masalah iklim menurut Yati, Indonesia yang beriklim tropis merupakan wadah alamiah bagi mikroba termasuk kapang dalam berkembang biak.

“Penyimpanan juga harus diperhatikan, salah dalam menyimpan jagung artinya membiarkan kapang berkembang dan meracuni bahan baku kita,” ucapnya.

Menurut data FAO 2017, sekitar 25% tanaman biji-bijan di seluruh dunia tercemar oleh mikotoksin setiap tahunnya. Kerugian ekonomi yang disebabkan... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2020) (CR)

STRATEGI INDUSTRI PAKAN TINGKATKAN EFISIENSI OPERASIONAL DI TENGAH PANDEMI

Jagung sebagai sumber bahan pakan ternak unggas. (Foto: Istimewa)

Menghadapi situasi pandemi COVID-19, industri pakan harus bisa menyesuaikan diri akibat adanya gangguan sistem rantai pasok bahan baku pakan, sementara di sisi lain telah terjadi penurunan permintaan pakan dari peternak sebanyak 30% dibandingkan pada kondisi normal. 

Menurut General Manager PT Charoen Pokphand Indonesia, Istiadi SPt MM, dalam sebuah acara pelatihan tentang sistem logistik pakan pada 4-5 Juni 2020, mengatakan bahwa di tengah situasi pandemi COVID-19, sangat diperlukan strategi operasional yang efisien, antara lain dengan melakukan langkah awal berupa menganalisis kembali jenis-jenis pakan yang terganggu penjualannya, apakah pakan broiler, layer, ayam bibit, babi dan sebagainya.

“Kemudian juga dilakukan analisis pada sistem logistik pengiriman produk pakan ke peternak jika terjadi gangguan dalam perjalanannya. Dan yang tidak kalah penting adalah penjagaan kualitas produk pakan yang dihasilkan. Hal ini perlu penekanan khusus demi menjaga kepuasan pelanggan,” ujar Istiadi.

Dalam kaitannya dengan logistik pakan ini, Istiadi menegaskan lima prinsip utama yang harus diperhatikan, yakni kualitas pakan tetap terjaga, jumlah barang tidak berkurang, tepat waktu pengiriman, kemasan tidak rusak, serta ongkos kirim yang kompetitif.

Selain itu, lanjut dia, efektivitas logistik pakan juga harus dikedepankan, misalnya dengan melakukan efisiensi pengurangan penggunaan bahan pakan tambahan untuk perlindungan pakan dari jamur, bakteri dan lain sebagainya.

“Misalnya formulasi tanpa harus menambahkan antimold, antibakteria dan sebagainya. Ini biasa dilakukan jika jangka waktu sebelum pemakaian relatif singkat dan risiko kontaminan rendah,” jelasnya. 

“Untuk bisa mengurangi jangka waktu biasanya forecast dan aktual pengiriman harus sesuai. Efisiensi logistik pakan lain yang bisa dilakukan yakni dari pemilihan kemasan yang dipakai. Biaya kemasan seiring dengan harga biji plastik, terlebih jika kemasan plastik nanti akan dikenai cukai plastik.”

Langkah efisiensi strategis ini perlu dilakukan, terlebih sumber bahan pakan di Indonesia berasal dari dua sumber, yakni dari impor dan lokal. Kecenderungan yang terjadi saat ini memang terdapat peningkatan pemakaian bahan baku lokal dari tahun ke tahun. Namun dengan adanya pandemi, maka terjadi berbagai kendala sistem rantai pasok, sehingga berbagai langkah antisipasi para pelaku industri harus dilakukan demi keberlangsungan industri pakan yang efisien. (IN)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer