-->

BANGUN PERTAHANAN AYAM SEJAK DINI: CEGAH IMUNOSUPRESI

Perhatikan kualitas DOC. (Foto: Istimewa)

Pernah mendengar ungkapan “mencegah lebih baik daripada mengobati?”. Dalam budi daya unggas pepatah ini berlaku sangat mutlak terutama saat berbicara soal imunosupresi.

Ketika sistem kekebalan tubuh ayam melemah, bukan hanya risiko penyakit yang meningkat, tapi juga performa produksi bisa anjlok. Tak pelak, kerugian ekonomi pun mengintai di balik kandang. Maka dari itu, mencegah imunosupresi bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan strategis untuk menjamin keberhasilan budi daya.

Kunci Pertama: Fase Brooding yang Optimal
Segala pencapaian dalam peternakan modern bermula dari satu fase krusial, brooding. Masa awal kehidupan ayam, baik broiler maupun layer merupakan periode emas, dimana organ kekebalan tubuh terbentuk dan berkembang.

Bila fase tersebut terganggu, maka pertahanan alami ayam akan lemah sejak awal. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM), Prof Michael Haryadi Wibowo, menekankan pentingnya menjaga brooding tetap optimal.

“Peternak harus mampu mengendalikan faktor-faktor penekan imunitas seperti penyakit infeksi, parasit, dan mikotoksin,” jelasnya. Tidak kalah penting adalah menghindari stres akibat manajemen ventilasi yang buruk, pakan yang terlambat, atau suhu kandang yang tak sesuai.

Selain itu menurut Michael, langkah strategis yang biasanya dieksekusi adalah early feeding. Pemberian pakan sesegera mungkin usai menetas, akan menstimulasi perkembangan organ pencernaan dan meningkatkan imun lokal di saluran cerna.

“Jangan lupakan juga kenyamanan suhu. Brooder harus dijaga di atas 30°C agar feed intake optimal dan imun tubuh terbentuk dengan maksimal,” lanjutnya.

Biosekuriti dan Vaksinasi Tepat, Kekebalan Lebih Kuat
Biosekuriti dan vaksinasi adalah senjata utama mencegah penyakit. Tapi di era modern, keduanya bukan sekadar rutinitas, melainkan strategi cerdas. Apalagi dengan teknologi vaksin terkini yang menghadirkan beberapa jenis inovasi. Mulai dari jenis vaksin (immune-complex, vektor vaksin), sampai cara vaksinasi (hatchery vaccination, in ovo vaccination). Kesemuanya diklaim dapat memberikan perlindungan lebih efisien dan tahan lama.

Menurut Drh Fauzi Iskandar dari PT Ceva Animal Health Indonesia, ragam teknologi vaksin kekinian memungkinkan vaksinasi dilakukan sejak dini di hatchery, bahkan sejak dalam telur, in ovo vaccination.

“DOC yang divaksin di hatchery cenderung lebih siap menghadapi tantangan lapangan karena sudah memiliki sistem imun yang tergertak sejak dini,” kata Fauzi.

Pilihan metode pun makin beragam. Ada yang disuntikkan ke kantung amnion saat inkubasi, ada pula yang dilakukan saat DOC baru menetas. Metodenya bisa subkutan atau semprot, semua disesuaikan dengan kondisi farm dan tujuan vaksinasi.

Fauzi melanjutkan, teknologi vaksin sekarang akan bersinergi positif dengan diterapkannya biosekuriti yang baik. Ia meyakinkan kepada seluruh peternak di Indonesia bahwa mengaplikasikan biosekuriti sampai hal sedetail apapun akan menurunkan risiko ayam dari imunosupresi, bahkan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. (CR)

TELAAH LAPANGAN: GERAK-GERIK IMUNOSUPRESI

Problem infeksi jamur (mikosis) pada jaringan kulit (epidermis) atau jaringan selaput lendir (mukosa) dengan prevalensi yang tinggi dapat menjadi indikasi (petunjuk awal) adanya problem imunosupresi subkronis sampai kronis pada suatu populasi ayam di lapangan.

Oleh: Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant - Jakarta)

Drama gangguan respons imunitas alias imunosupresi pada ayam modern ibarat kinerja hembusan angin yang semilir, secara kasat mata tidak tampak namun efeknya dapat dirasakan secara signifikan.

Seiring dengan peningkatan performa ayam akibat perbaikan genetik yang cukup progresif dan kondisi iklim yang terus gonjang-ganjing, perjalanan kasus imunosupresi di lapangan seolah mendapatkan karpet merah.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran sepintas bagi para kolega praktisi lapang terkait faktor penyebab dan dinamika kasus imunosupresi pada ayam modern, termasuk bagaimana mendeteksinya di lapangan secara sistematik serta strategi taktis mereduksi dampak yang ditimbulkannya.

Sekilas Respons Imunitas Ayam
Hampir sama seperti pada mamalia, sistem imunitas ayam modern terdiri dari dua komponen dasar yang saling berinteraksi satu sama lain, yaitu sistem pertahanan non-spesifik (innate immune system) dan sistem kekebalan (adaptive immune system).

Sistem pertahanan non-spesifik ini secara mendasar merupakan gugus pertahanan terdepan (first line of defense) dalam sistem imunitas yang bertujuan untuk melawan pelbagai bentuk patogen (virus, bakteri, jamur, atau parasit) dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menginisiasi reaksi spesifik pada sistem kekebalan.

Sistem imunitas dapatan (adaptive immune system) yang diaktivasi pada tahap lanjut dan didasarkan atas pengenalan molekul asing yang spesifik berasal dari patogen dengan terminologi antigen (PAMPs/Pathogen-Associated Molecular Patterns). Responsnya umumnya berlangsung 3-4 minggu setelah adanya aktivasi awal oleh kombinasi antara sinyal dari respons innate immunity dan pengenalan antigen yang dimediasi oleh sel-sel limfost. Ini berarti, pada induksi primer sistem adaptive immunity sangat tergantung dengan respons innate immunity dalam rangka bereaksi terhadap keberadaan patogen (Kasper et al., 2022).

Sinyal dari respons innate immunity akan mendorong ekspansi secara selektif dan aktivasi populasi sel-sel limfosit T dan B dengan spesifisitas sesuai dengan jenis tantangan patogen yang sedang berlangsung. Mekanisme efektor utama dalam sistem adaptive immunity adalah dengan memproduksi sejumlah antibodi oleh sel limfosit B, menghancurkan sel induk semang yang sudah terinfeksi oleh cytotoxic T-cells, dan pelbagai mekanisme mengeliminasi patogen yang terkait dengan rentetan aktivitas lanjut helper T-cells (Sproul et al., 2000; Radoja et al., 2006).

Yang juga perlu diingat bahwa aktivasi sistem adaptive immunity akan menghasilkan sejumlah sel-sel memori, baik sel B ataupun sel T. Adaptive immunity juga akan memberikan proteksi yang relatif lama dan spesifik untuk menghadang laju invasi patogen yang sama di kemudian hari (Cheeseman, 2007; Schat et al., 2014; Kasper et al., 2022).

Deskripsi Imunosupresi
Kemungkinan adanya kondisi yang bersifat imunosupresif di lapangan sebenarnya... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025. (toe)

MENGHINDARI DAMPAK IMUNOSUPRESI, KUNCI MENUJU AYAM SEHAT DAN PRODUKTIF

Heat stress pada ayam petelur. (Sumber: layinghens.hendrix-genetics)

Industri peternakan ayam memiliki peran penting dalam menyediakan protein hewani bagi masyarakat. Keberhasilan budi daya ayam sangat ditentukan oleh kondisi kesehatan dan sistem imun ayam. Salah satu tantangan utama yang sering dihadapi peternak adalah imunosupresi, yaitu kondisi menurunnya sistem kekebalan tubuh ayam sehingga rentan terhadap berbagai penyakit.

Penyebab Imunosupresi pada Unggas
Heat Stress
Heat stress merupakan tantangan yang signifikan dalam industri unggas, memberikan dampak besar terhadap kesehatan dan kinerja reproduksi unggas. Heat stress didefinisikan sebagai ketidakmampuan ayam untuk mempertahankan keseimbangan termal di tengah-tengah beban panas lingkungan.

Stres panas muncul dari interaksi yang kompleks dari berbagai faktor termasuk suhu lingkungan, kelembapan, radiasi panas, dan kecepatan udara, dengan suhu lingkungan yang tinggi memainkan peran penting.

Ayam menunjukkan pertumbuhan optimal dalam kisaran suhu termoneutral 18-21°C, dengan suhu lingkungan yang melebihi 25°C dapat menyebabkan stres panas. Selain mengganggu fungsi kekebalan tubuh, stres panas juga mengganggu berbagai proses fisiologis, bermanifestasi dalam peningkatan asupan pakan yang dibarengi dengan penurunan tingkat pertumbuhan dan produksi telur.

Selain itu, stres panas memicu aktivasi aksis hipofisis-adrenal simpatis, yang mengakibatkan peningkatan kadar kortikosteron plasma melalui aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA).

Penekanan kekebalan tubuh akibat tekanan panas terutama bermanifestasi sebagai regresi pada organ-organ kekebalan tubuh seperti limpa, timus, dan jaringan limfatik. Penurunan ini terlihat dari berkurangnya jumlah sel darah putih/white blood cell (WBC) dan tingkat antibodi, serta peningkatan rasio heterofil terhadap limfosit (H/L) pada unggas yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (Bakker & Garza, 2024).

Stres panas memberikan berbagai efek pada hewan dan sumbu neuroendokrin-hipotalamus-hipofisis-adrenal, sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid, hipotalamus-hipofisis-gonad, dan sumsum tulang simpatis-adrenal, memiliki peran regulasi yang penting dalam mediasi efek ini. Penemuan utama mengenai neuroendokrinologi unggas yang mengalami stres panas dalam beberapa tahun terakhir diuraikan dalam gambar (Huang et al., 2024).

• Mikotoksikosis
Mikotoksikosis merupakan faktor penting dalam menyebabkan imunosupresi. Mikotoksikosis terjadi akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Agustus 2025.

Ditulis oleh:
Drh Dzaki Muh. Iffanda & Drh Bayu Sulistya
Technical Support, PT Mensana Aneka Satwa

MEMBUAT PENCERNAAN BEKERJA OPTIMAL

Hindari ayam dari kondisi stres. (Sumber: Poultryworld.net)

Agar nutrisi yang terkandung di dalam pakan dapat diserap sempurna, dibutuhkan sistem pencernaan yang bekerja optimal. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilaip pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi.

Dalam aspek pemeliharaan ayam banyak sekali tantangan yang dihadapi peternak di masa kini. Masalah pada saluran pencernaan kerap terjadi, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius, atau bahkan kombinasi keduanya.

Seperti yang pernah dialami oleh Supendi Agustiyanto, peternak broiler kemitraan asal Rumpin Kabupaten Bogor. Ketika kebijakan pakan non-AGP mulai diberlakukan dirinya merasa performa ayam di kandangnya menurun cukup drastis. Hal ini semakin rumit karena juga diperparah dengan cuaca ekstrem, sangat panas di siang hari dan dingin di malam hari.

“Awalnya ayam cuma diare, terus saya kasih obat antidiare, namun bukannya sembuh malah diare berdarah gitu. Kemudian saya langsung telepon TS obat untuk konsultasi dan ternyata ayam saya kena koksi,” tutur Supendi.

Saat itu ayamnya sudah berusia 25-an hari, walaupun bobot badan masih di bawah standar, Supendi langsung melakukan panen dini ketimbang merugi lebih dalam dan melakukan pembenahan, utamanya dalam manajemen pemeliharaan.

Membenahi Manajemen
Disampaikan oleh Nutrisionis CV Kawa Jaya Sakti, William Widjaya, bahwa pemikiran peternak harus diubah di zaman sekarang, utamanya soal pakan. Dengan kondisi seperti saat ini, banyak perusahaan pakan mencari alternatif pengganti AGP untuk membantu peternak dalam menjaga performa ayam di kandang.

“Mereka masih menganggap pakan merek A, B, dan lain sebagainya sudah enggak sebagus dulu. Padahal tiap formula berbeda, tinggal bagaimana peternaknya,” kata dia.

Lebih lanjut disampaikan, saat ini AGP sudah dilarang penggunannya, berarti peternak harus mengupayakan peningkatan dari segi pemeliharaan, misal dengan menggunakan kandang sistem semi tertutup atau full tertutup (closed house).

Hal senada juga disampailan oleh Drh Agustin Polana, seorang praktisi perunggasan. “Pemerintah sudah mengesahkan bahwa AGP tidak boleh, sekarang ayo kita benahi yang lain. Pakan bukan satu-satunya yang memengaruhi performa saluran pencernaan, masih ada yang lainnya. Intinya, kita percayakan nutrisi pada yang ahli.”

Banyak Penyebabnya
Selain pakan, ada beberapa faktor lain yang wajib diperhatikan agar saluran pencernaan sehat dan bekerja secara optimal. Pertama, akibat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

URGENSI MENYEIMBANGKAN SALURAN PENCERNAAN

Ancaman umum penyakit infeksius pada saluran pencernaan ayam. (Sumber: Istimewa)

Saluran pencernaan adalah suatu sistem organ yang mendukung suatu kehidupan mahluk hidup, termasuk unggas. Selain fungsinya yang vital untuk menunjang kehidupan, saluran pencernaan bisa menjadi malapetaka bagi ternak bila kesehatannya tidak terjaga dengan baik.

Kegiatan makan dan minum tentu dilakukan oleh mahluk hidup termasuk ayam dalam rangka memperoleh nutrisi untuk menunjang keberlangsungan hidup. Selain menunjang kehidupan, saluran pencernaan juga berkaitan dengan performa dan produksi ayam.

Oleh karenanya, kondisi saluran pencernaan yang sehat dibutuhkan untuk dapat mencerna nutrisi yang ada dalam pakan. Jika saluran pencernaan ayam mengalami gangguan, maka hal ini akan berisiko pada kesehatan dan performa tubuh ayam. Perlu diketahui manajemen yang tepat dan solusi untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan demi mencapai performa optimal.

Fungsi Penting Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan merupakan organ yang berperan dalam menerima, mencerna, dan menyerap nutrisi dari pakan, serta mengeluarkan sisa ransum yang tidak terserap. Kesehatan saluran pencernaan yang baik akan memberikan dampak signifikan pada pemanfaatan nutrisi dalam pakan bagi tubuh ayam. Hal tersebut dijabarkan oleh Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University, Prof Nahrowi.

Ia menjelaskan, saluran pencernaan memiliki vili usus yang panjang dan berbentuk menyerupai jari-jari di seluruh bagian usus, yang berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan (nutrisi) yang menjulur dari dasar usus ke arah lumen usus tempat makanan akan dicerna dan diserap. Vili yang semakin panjang atau lebar akan meningkatkan area penyerapan nutrisi pada usus sehingga penyerapan nutrisi lebih optimal.

Saluran pencernaan ayam dimulai dari paruh dan terakhir di kloaka. Organ pada sistem pencernaan yaitu paruh, esofagus, tembolok, proventrikulus, ampela (gizzard), usus halus, usus buntu, usus besar, dan kloaka. Saluran pencernaan juga dilengkapi dengan beberapa organ aksesori seperti  hati, getah empedu, dan pankreas.

Selain itu, pada saluran pencernaan terdapat jaringan GALT (gut associated lymphoid tissue). GALT merupakan bagian dari jaringan limfoid yang berfungsi sebagai tempat respons kekebalan mukosa untuk menghasilkan antibodi dan menerima rangsangan respons imun mukosal. Jaringan limfoid tersebut tersebar dalam epitel, lamina propia, lempeng peyer’s patches, dan caeca tonsil.

Di dalam saluran usus hiduplah mikroflora, keseimbangan dari populasinya sangat penting untuk menjaga fungsi normal dari usus. Kesehatan usus bergantung pada keseimbangan antara kondisi ayam, mikroflora usus, lingkungan usus, dan komponen pakan. Jika ada gangguan, maka proses pencernaan dan penyerapan nutrisi tidak akan optimal dan terjadi malabsorpsi sehingga akan digunakan untuk pertumbuhan berlebih bagi populasi bakteri.

“Inilah mengapa salah satu aspek penting dalam menjaga kesehatan usus yakni... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025. (CR)

MENJAGA KESEIMBANGAN SALURAN CERNA

Berbagai faktor terkait pakan dan agen penyakit dapat berdampak negatif pada keseimbangan mikroflora usus serta memengaruhi kesehatan dan produksi unggas. (Foto: Cobb)

Saluran pencernaan ayam memiliki saluran permukaan yang paling terbuka dan terus-menerus terpapar berbagai macam zat yang berpotensi membahayakan kesehatan saluran cerna. Saluran pencernaan bertindak sebagai penghalang selektif antara jaringan unggas dan lingkungan luminalnya. Penghalang ini terdiri dari komponen fisik, kimia, imunologi, dan mikrobiologi.

Berbagai faktor yang terkait dengan pakan dan agen penyakit menular dapat berdampak negatif pada keseimbangan mikroflora usus serta memengaruhi status kesehatan dan produksi unggas. Adanya aturan yang melarang penggunaan antibiotic growth promotor (AGP) kemungkinan akan mengubah profil mikroba lingkungan saluran pencernaan pada unggas komersial.

Mikroflora di dalam saluran pencernaan merupakan campuran bakteri, jamur, dan protozoa, namun bakteri merupakan mikroorganisme yang dominan (Gabriel et al., 2006). Mikroflora saluran cerna secara umum dapat dibagi menjadi kelompok yang berpotensi patogen atau non-patogen (menguntungkan). Beberapa organisme non-patogen mempunyai efek menguntungkan seperti produksi vitamin, stimulasi sistem kekebalan tubuh melalui mekanisme non-patogenik, dan penghambatan pertumbuhan kelompok mikroba berbahaya (Jeurissen et al., 2002).

Sementara itu, mikroba yang patogen membuat kerugian antara lain terlibat persaingan dengan mikroba non-patogen untuk mendapatkan nutrisi, stimulasi pergantian sel epitel secara cepat, sekresi senyawa beracun, dan induksi respons inflamasi yang berlangsung di saluran pencernaan karena spesies bakteri yang berbeda mempunyai preferensi substrat dan kebutuhan pertumbuhan yang berbeda. Komposisi kimia dari pencernaan sebagian besar menentukan komposisi komunitas mikroba dalam saluran pencernaan (Apajalahti et al., 2004).

Bahan baku pakan ayam yang mengandung berbagai jenis bahan baku seperti jagung, sorgum, barley, oat, atau rye mempunyai berbagai dampak terhadap perkembangan bakteri. Bahan baku berbahan dasar jagung dan sorgum meningkatkan jumlah Enterococcus, sedangkan pakan berbahan dasar barley meningkatkan jumlah Lactobacillus, kemudian untuk pakan berbahan dasar oat meningkatkan pertumbuhan Escherichia dan Lactococcus, serta bahan pakan berbahan dasar gandum meningkatkan jumlah Streptococcus pada ayam. (Apajalahti, 2004).

Seperti disebutkan di atas bahwa profil mikroba usus dapat dipengaruhi bentuk pakan dan perubahan komposisi bahan baku yang dapat mengubah komunitas mikroba. Komposisi bahan baku dan mikroflora serta interaksinya dapat memengaruhi perkembangan usus, permukaan mukosa, dan jumlah lendir usus.

Bahan pakan yang dimakan ayam dapat mengandung unsur hara, non-unsur hara, serta organisme bermanfaat dan berpotensi membahayakan. Saluran pencernaan harus secara selektif membiarkan nutrisi melewati dinding usus ke dalam tubuh sekaligus mencegah komponen makanan yang merusak melewati penghalang usus (Korver, 2006).

Meskipun terdapat berbagai macam senyawa antinutrisi yang terdapat dalam berbagai bahan pakan termasuk sereal, kelompok utamanya adalah polisakarida non-pati (NSP). Semua sereal yang digunakan dalam pakan unggas mengandung berbagai tingkat NSP seperti β-glucan dan arabinoxylans (Iji, 1999). Sifat umum dari berbagai NSP adalah tidak bisa tercerna enzim endogen dan kecenderungannya untuk menciptakan lingkungan kental di dalam lumen usus, yang mengakibatkan ekskresi kotoran yang lengket (Choct dan Annison, 1992a,b).

Viskositas usus yang tinggi terbukti menyebabkan… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2025.

Ditulis oleh:
Drh Damar
Technical Departement Manager
PT Romindo Primavetcom

MUSUH DALAM SELIMUT: MENGAPA CACINGAN BISA MENJADI ANCAMAN SERIUS?

Problem infeksi cacing berdampak terhadap penurunan pertumbuhan dan produksi telur. (Foto: Unsplash)

Problem cacing pada ayam bisa berdampak besar pada kesehatan dan produktivitas, terutama dalam sistem pemeliharaan cage free atau free range, dimana paparan terhadap telur dan larva cacing lebih tinggi.

Menurut S. Steenfeldt, S. Knorr and M. Hammershoj dari Aarhus University, Denmark, pada jurnal berjudul "Nutrition and Feeding Strategies in Extended Egg Production in Different Production System" mengatakan bahwa ayam petelur yang memiliki akses keluar ruangan dengan sistem pemeliharaan cage free atau free range memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi karena adanya tantangan penyakit di lapangan, peningkatan aktivitas fisik, dan variasi suhu. Studi ini menyoroti potensi untuk mengoptimalkan strategi pemberian pakan guna meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan hewan dalam produksi telur.

Beberapa jenis cacing yang sering menginfeksi ayam di antaranya Ascaridia galli atau cacing gilig yang menginfeksi melalui pakan atau lingkungan yang terkontaminasi telur cacing, kemudian Heterakis gallinarum atau cacing gilig di sekum dan Capillaria spp. atau cacing rambut yang menginfeksi melalui telur dan inang perantara seperti cacing tanah yang termakan oleh ayam, serta Raillitetina spp. atau cacing pita yang menginfeksi melalui inang perantara seperti semut dan serangga kecil.

Dampak Kesehatan dan Ekonomi
Problem infeksi cacing pada ayam kerap menyerang pada ayam petelur komersial dan ayam breeder. Problem infeksi cacing jarang dijumpai pada ayam broiler, hal ini dikarenakan siklus hidup broiler yang singkat antara 35-40 hari, sementara proses pendewasaan beberapa strain cacing seperti Ascaridia galli memerlukan waktu 28-30 hari hingga dapat menimbulkan efek pendarahan pada usus ayam.

Problem infeksi cacing berdampak terhadap... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2025.

Ditulis oleh:
Drh Henri E. Prasetyo MVet
Praktisi perunggasan, Nutritionist PT DMC

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer