Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TANTANGAN PENYEDIAAN PAKAN BERKUALITAS UNTUK PETERNAKAN SAPI RAKYAT

Kondisi ideal peternakan sapi rakyat akan dapat dicapai apabila faktor utamanya, yakni aspek pakan dapat dikelola dengan baik. (Foto: Istimewa)

((Era industri 4.0 saat ini menuntut upaya efisiensi optimal budi daya peternakan sapi pedaging, termasuk di peternakan rakyat. Pakan sebagai salah satu faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha sapi pedaging dituntut untuk melakukan hal yang sama dalam mendukung upaya efisiensi tersebut.))

Era disrupsi yang ditandai dengan adanya revolusi industri 4.0 melanda berbagai bidang, termasuk bidang pemenuhan pakan. Di era ini, perubahan yang terjadi adalah adanya upaya melakukan peningkatan efisiensi yang setinggi-tingginya di tiap tahapan proses rantai nilai suatu proses industri. Langkah efisiensi tersebut salah satunya dilakukan dengan menerapkan sistem digital baik pada proses produksi, penyimpanan, distribusi bahan pakan, hingga kontrol digital pada saat pemberian pakannya.

Pada industri pakan ternak sapi pedaging, memasuki industri 4.0 ini, telah memiliki bekal teknologi berupa kendali penuh terhadap sumber bahan baku penyusun pakan, serta dosis aditif dan suplemen dari setiap formulasi pakan yang digunakan. Dengan kombinasi aplikasi digital, maka seluruh tahapan proses produksi pakan semakin terkontrol dan terautomasi.

Ahli nutrisi dan teknologi pakan dari Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Bambang Whep, dalam sebuah kesempatan menyatakan, kontribusi peralatan canggih di industri ruminansia sudah banyak dilakukan, seperti sistem kontrol Radio Frequency Identification (RFID), sistem perangkat lunak untuk penimbangan dan lain sebagainya.

Namun kemajuan industri pakan tersebut belum diimbangi oleh kondisi umum peternakan sapi rakyat, yang memiliki karakteristik seperti calving interval yang panjang lebih dari 14 bulan, pemilihan bakalan sapi yang tidak selektif, pemberian pakan yang belum memadai dalam hal mutu, jumlah maupun penyediaannya secara rutin.

Ciri lain peternakan sapi rakyat yakni kenaikan berat badannya yang rendah, kurang dari 0,8 kg/hari, posisi tawar peternak rakyat yang juga rendah, karena sapi dijual melalui blantik atau pengepul, serta sapi seringkali dijual atau disembelih sebelum waktunya.

Demi kemajuan peternakan sapi rakyat, maka kondisi ideal yang diharapkan untuk dapat diraih adalah seperti hasil kajian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak), yakni dari segi sistem pembibitan diharapkan angka service per conception (S/C) kurang dari 1,55, calving interval kurang dari 14 bulan, angka kelahiran pedet dari populasi induk lebih dari 70%, kematian pedet pra sapih kurang 3% dan penambahan berat badan harian (average daily gain/ADG) pedet pra sapih pada sapi Bali atau Madura lebih dari 0,3 kg, sapi Peranakan Onggole (PO) lebih dari 0,4 kg dan sapi silangan lebih dari 0,8 kg.

Kondisi berikutnya yang diharapkan dari peternakan sapi rakyat yakni pemilihan bibit atau bakalan sapi dilakukan secara selektif dan ditimbang berat hidupnya, pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan idealnya, baik mutu, jumlah dan keberlangsungan pasokannya. Kemudian kenaikan berat badan harian minimal kurang lebih 1,3 kg/hari, sapi dijual atau disembelih pada kondisi yang tepat, antara lain pada berat badan telah mencapai sekitar 500kg dan sapi dijual langsung ke pembeli atau ke rumah potong hewan tanpa melalui perantara, serta penjualan sapi dilakukan dengan berdasar timbang berat hidup dan persentase karkas bisa lebih dari 50%.

Kondisi ideal peternakan sapi rakyat tersebut akan dapat dicapai apabila faktor utamanya, yakni aspek pakan dapat dikelola dengan baik. Apalagi kalau melihat komposisi usaha peternakan sapi, maka pakan menempati porsi 57,67% (BPS, 2017).

Dalam tata kelola penyediaan sapi pedaging, maka setidaknya ada empat aspek utama yang harus diperhatikan, yakni penaksiran nilai nutrisi bahan baku pakan, kebutuhan nutrisi ternak, formulasi pakan, serta identifikasi, perkiraan dan penanggulangan kekurangan nutirisi dan metabolisme.

Namun di lapangan, terdapat tantangan pakan ruminansia ini, yakni bahan baku pakan sumber protein yang mahal dan sulit didapat, kandungan protein dalam formula pakan belum memenuhi standar, karena biaya tinggi dan seringkali bahan baku pakan yang dipakai adalah produk samping industri pertanian dan perkebunan seperti jerami padi, dedak atau onggok, sehingga terjadi permasalahan defisiensi protein.

Khusus tentang permasalahan kekurangan protein yang kerap terjadi di tingkat peternak, maka saat ini telah dikembangkan model pemberian nutrisi protein untuk sapi yang relatif baru. Jika sebelumnya pemberian protein pakan sapi menganut sistem crude protein (CP sistem) atau berbasis serat kasar, maka kini para ahli telah mengembangkan lebih lanjut ke sistem yang lebih komplek, yakni mengacu pada metabolism protein (MP sistem).

Pada prinsipnya, MP sistem ini berbasis pada tiga hal utama, yakni degradabilitas protein rumen (rumen degradable protein/RDP), protein tidak terdegradasi di rumen (rumen undegradable protein/RUP) dan RUP yang tercerna di usus halus. Keunggulan pendekatan dengan sistem ini adalah dirancang untuk memenuhi kebutuhan protein bagi mikrobial rumen, serta pemberian protein yang lolos degradasi rumen, tetapi tercerna dalam usus.

Untuk menjaga performa sapi pedaging yang dipelihara, maka paling tidak pakan yang diberikan harus memiliki empat syarat penting, yakni dapat dicerna dan disukai ternak, bernilai ekonomis, mampu memenuhi kebutuhan ternak dan mikrobia rumen yakni berupa hijauan dan bahan baku konsentrat, serta dapat menghasilkan produk ternak yang berkualitas sekaligus aman dikonsumsi manusia.

Khusus untuk hijauan pakan yang berkualitas baik, adalah hijauan yang berciri kadar lignin rendah, kadar Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF)  yang tidak terlalu tinggi, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan ADF dan NDF sapi, serta kadar protein dan total digestible nutrient (TDN) yakni ernergi/kalori yang tinggi.

Untuk mengatasi masalah rendahnya protein dalam pakan sapi pedaging akibat kualitas pakan yang diberikan kurang, maka disamping hijauan berkualitas baik, perlu juga tambahan pakan dalam bentuk suplementasi protein terpadu untuk memenuhi kekurangan nutrien lainnya.

Menurut Bambang Whep, program ini sangat strategis karena disamping efisien dalam hal waktu dan mampu mengurangi beban tenaga kerja, dosis pemberian yang sedikit, mampu memperbaiki metabolisme dan kemampuan mikrobial rumen, bahan baku suplemen protein yang dapat diusahakan secara lokal, serta mampu mengatasi defisiensi protein, terutama pada sapi pedaging yang memiki potensi genetika tinggi, seperti sapi Brahman Cross.

Suplementasi protein terpadu juga mengandung nutrien penting lain, yakni mineral dan vitamin, termasuk vitamin A yang sangat vital peranannya dalam sistem pencernaan sapi pedaging, apalagi kondisi di peternakan rakyat yang seringkali hijauan pakannya berkualitas rendah, bahkan hijauannya terbatas, atau kadar karoten pada konsentrat yang diberikan rendah.

Hal yang tak kalah pentingnya dalam pemenuhan nutrisi bagi ternak sapi pedaging adalah air minum. Pemberian air minum bagi sapi pedaging sebaiknya disediakan secara ad libitum (tak terbatas), karena air sangat penting dalam upaya meningkatkan konsumsi pakan, membantu proses pencernaan, medium untuk aktivitas metabolik, sebagai pelumas pertautan tulang dan bantalan pada sistem syaraf sapi. ***

Bahan Baku Pakan Lokal untuk Konsentrat Sapi

Jenis Bahan Baku

Sumber

Sumber serat

Rumput gajah, pucuk tebu, bagasse, jerami padi, jerami jagung, tongkol jagung, tumpi jagung, kulit kopi, kulit kacang, kulit cokelat, kulit ketela dan lain-lain

Sumber protein

Ampas tahu, bungkil sawit, solid sawit, bungkil kelapa, bulu ayam, bungkil kapuk, tepung ikan, tepung daun lamtoro dan lain sebagainya

Sumber energi

Tetes, onggok, dedak bekatul, polard, gaplek, dedak jagung dan lain-lain

Sumber: Bambang Whep, 2019.

Syarat Teknis Pakan Konsentrat Sapi Pedaging (Penggemukan)

Nutrisi

Kandungan

Kadar air

Maksimal 14%

TDN

Minimal 70%

Protein kasar (PK)

Minimal 13%

UDP 40% PK

Minimal 5,2%

NDF

Maksimal 35%

Lemak

Maksimal 7%

Abu

Maksimal 12%

Kalsium

0,8-1,0%

Fosfor

0,6-0,8%

Aflatoksin

Maksimal 200 ppb

Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) Konsentrat Sapi Potong (Penggemukan).

Ditulis oleh: Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

10 JENIS KELINCI PEDAGING POPULER

Berikut 10 jenis kelinci pedaging yang populer di tingkat internasional.

1 New Zealand White

Jenis kelinci pedaging ini termasuk yang paling populer. Beratnya mencapai empat sampai lima kilogram.

2 American Chinchilla

Kelinci ini termasuk favorit para koki mungkin karena rasanya yang lezat.

3 California

Merupakan hasil persilangan New Zealand White dan American Chinchilla. Bertubuh gempal dengan berat tiga sampai lima kilo.

4 Flemish Giant

Jenis kelinci ini nafsu makannya besar, tapi sepadan dengan berat badannya yang sembilan kilogram.

5 Blanc de Hotot

Keinci yang dikembangkan di Perancis pada 1900an ini adalah salah satu ras dengan ukuran badan terbesar. Biasanya beratnya mencapai sekitar sebelas kilo.

6 Rex

Selain dagingnya, kelinci Rex juga diambil bulunya yang tebal untuk bahan pembuat pakaian.

7 Palomino

Mempunyai berat antara tiga sampai empat kilo dan cukup populer di pasaran.

8 Silver Fox

Kelinci ini telah lama menjadi favorit para peternak rumahan. Biasanya tumbuh dengan berat antara empat sampai lima kilo.

9 Champagne d’Argent

Jenis kelinci yang cukup gemuk ini telah diternakkan untuk produksi daging sejak awal tahun 1600an. Biasanya memiliki berat sekitar empat kilo ketika cukup dewasa untuk disembelih.

10 Cinnamon

Kelinci jenis ini biasanya memiliki berat sekitar empat kilogram. Ras ini dikembangkan secara tidak sengaja pada awal 1970an.

MELIHAT POTRET DAN PROSPEK AGRIBISNIS INDONESIA

Webinar Agrina Agribisnis Outlook “Prospek Agribisnis Indonesia 2021”. (Foto: Dok. Infovet)

Rabu, 10 Maret 2021. Agrina Agribisnis Outlook “Prospek Agribisnis Indonesia 2021” diselenggarakan secara daring. Webinar yang dihadiri 90-an orang ini fokus membahas bagaimana potret dan pengembangan sektor agribisnis Indonesia yang tengah dilanda pandemi COVID-19.

“Untuk menatap prospek agribisnis ke depan, kita harus melihat kejadian-kejadian dari tahun sebelumnya, bahkan melihat juga ke depan bagaimana menyiapkan strategi jangka menengah maupun jangka panjangnya,” ujar Ketua Dewan Redaksi Majalah Agrina, Prof Bungaran Saragih dalam sambutannya.

Sebab adanya kondisi pandemi, lanjut dia, berpengruh besar secara global terutama dari segi kesehatan yang berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.

“Tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi kita negatif. Namun walau pertumbuhannya rendah, produk domestik bruto (PDB) agribisnis khususnya on farm walaupun ikut berdampak turun, tapi masih tetap positif,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdhalifah Mahmud, yang menjadi pembicara pada sesi I. Ia menjelaskan, pada 2020 sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mampu tumbuh positif.

“Pertumbuhan ini banyak terstimulus dari stimulus fiskal berupa bantuan sosial-ekonomi serta mulai membaiknya kondisi ekonomi sejak triwulan III. Begitu juga pada sub sektor tanaman pangan dan tanaman hortikultura yang memperlihatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari sekitarnya,” kata Musdhalifah. PDB pertanian 2020 untuk tanaman pangan (3,54%), tanaman hortikultura (4,17%), tanaman perkebunan (1,33%), peternakan (0,33%), serta jasa pertanian dan perburuan (1,60%).

Lebih lanjut dijelaskan, untuk PDB pertanian 2021 diproyeksikan tumbuh di atas 3%. Guna mencapai hal itu, lanjut dia, dibutuhkan dorongan dari sisi produksi disertai dukungan sisi permintaan.

“Perbaikan harga komoditas tanaman perkebunan dan perbaikan sisi permintaan konsumsi produk hewani diharapkan memperbaiki pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan dan subsektor peternakan,” jelas dia.

Ia juga menyebut, adapun tantangan yang harus diperhatikan pemerintah pada tahun ini diantaranya anomali iklim, penerapan teknologi, regenerasi sumber daya manusia, diversifikasi pangan, akses pangan maupun kerawanan pangan. Kemudian kelembagaan, akses pembiayaan, integrasi data dan logistik yang juga menjadi challenge, selain alih fungsi dan kepemilikan lahan.

Sementara memasuki webinar sesi II, dihadirkan pembicara Koordinator Evaluasi dan Layanan Rekomendasi, Sekretariat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Batara Siagian. Dalam paparannya, ia menjelaskan beragam upaya yang telah dan akan dilakukan dalam memenuhi ketersediaan jagung untuk pakan ternak.

“Upaya pada 2020 kita sudah lakukan bantuan benih jagung bersertifikat (1,4 juta ha), kerja sama pengembangan budi daya jagung (3.000 ha), pengembangan petani benih jagung (2.600 ha), food estate jagung Sumba Tengah (2.000 ha) dan budi daya jagung hibrida (21.500 ha),” ujar Batara.

Sementara untuk tahun ini, lanjut dia, pihaknya sudah menyiapkan beberapa strategi dalam memenuhi ketersediaan jagung dalam negeri. Diantaranya bantuan benih jagung bersertifikat 988.000 ha, budi daya jagung pangan 3.000 ha, pengembangan jagung wilayah khusus 9.000 ha, pengembangan petani benih jagung 1.250 ha dan food estate jagung Sumba Tengah 4.380 ha.

“Untuk target produksi jagung pada 2021 sebanyak 23 juta ton pipilan kering, dengan terus melakukan perbaikan mutu jagung dalam negeri melalui perbaikan standar jagung (SNI 8926: 2020 jagung) dan pendampingan uji mutu bagi pelaku jagung nasional,” katanya.

Sedangkan dari sisi perunggasan, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Sugiono, mengemukakan dinamika ketidakstabilan harga unggas hidup secara nasional melalui pengendalian produksi DOC FS dengan cutting HE fertil dan afkir dini PS.

“Terdapat korelasi positif upaya pengendalian produksi DOC FS (akhir Agustus-November 2020) dengan perkembangan harga live bird (LB). Kenaikan LB ini turut berpengaruh pada naiknya permintaan dan harga DOC FS dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000/ekor,” kata Sugiono.

Untuk mengatasi persoalan itu, ia menjelaskan, “Setiap perusahaan pembibit harus memprioritaskan distribusi DOC FS untuk eksternal farm (peternak rakyat) sebanyak 50% dari produksinya dengan harga sesuai acuan Permendag Rp 5.500-6.000/ekor.”

Sebelumnya harga LB di tingkat peternak, DOC dan pakan di Pulau Jawa pada Januari-Februari 2021, disampaikan Sugiono dari data PIP untuk LB berada dikisaran Rp 17.600-19.500/ekor, DOC antara Rp 6.750- 7.700/ekor dan pakan berkisar antara Rp 7.400-7.800/kg.

Untuk itu adapun beberapa poin upaya permanen stabilisasi perunggasan yang dijelaskan Sugiono, diantaranya pengaturan supply-demand, pembibit GPS wajib menyediakan DOC FS (20%) dari produksi kepada pembibit PS eksternal.

“Kemudian 50% DOC FS untuk ekternal farm, menyerap dan memotong LB di RPHU oleh pembibit GPS sebesar produksi FS secara bertahap selama lima tahun, memotong LB bagi pelaku usaha menengah-besar, kewajiban penguasaan RPHU dan rantai dingin oleh pembibit GPS secara bertahan selama lima tahun dan peningkatan konsumsi pangan asal unggas melalui kampanye sadar gizi secara massif,” pungkasnya.

Kegiatan yang berlangsung mulai pukul 10:00-16:00 WIB juga turut menghadirkan pembicara lain, diantaranya Bhima Yudhistira Adinegara (peneliti INDEF), Togar Sitanggang (Wakil Ketua III GAPKI) dan Tinggal Hermawan (Kementerian Kelautan dan Perikanan). (RBS)

MORRISONS MERENCANAKAN TELUR NOL KARBON PADA TAHUN 2022

Morrisons, jaringan supermarket di UK, bertekad untuk menjadi supermarket pertama yang sepenuhnya dipasok oleh pertanian dan peternakan nol karbon pada tahun 2030. Telur akan menjadi produk pertama yang mencapai nol karbon pada tahun 2022.

Agrikutur UK saat ini menyumbang 10% dari seluruh emisi gas rumah kaca Inggris. National Farmer Union telah meminta anggotanya mencapai target nol karbon 2040, dan supermarket mencapai nol karbon pada 2035.

Morrisons Maret ini akan mulai bekerja untuk menciptakan model farming nol karbon. Bersama dengan para petani dan peternak mereka akan melihat gambaran emisi melalui seluruh siklus hidup hasil pertanian, dari perkecambahan hingga mencapai rak di Morrisons. Setelah cetak biru yang dapat diterapkan dibuat, model tersebut kemudian akan dibagikan dengan semua petani dan peternak Morrisons, sehingga semua makanan dapat diproduksi dengan cara bersih tanpa karbon.

Pengurangan karbon akan dicapai melalui membesarkan berbagai jenis hewan, menggunakan pakan rendah jarak tempuh, menggunakan energi terbarukan dan kandang rendah emisi, mengurangi penggunaan bahan bakar dan pupuk. Mereka juga akan berupaya mengimbangi emisi karbon melalui menanam padang rumput, memulihkan lahan gambut, meningkatkan kesehatan tanah, dan menanam pohon. (via poltrynews.co.uk)

IRAN MEMUSNAHKAN LEBIH DARI SATU JUTA LAYER KARENA AI

Otoritas veteriner Iran telah memusnahkan 1,4 juta ayam layer setelah terjadi wabah flu burung H5N8 di 50 peternakan di Iran.

Pejabat veteriner Iran berjanji bahwa tidak akan ada intervensi lebih lanjut karena penyebaran virus tampaknya terkendali. Sementara Homeland Poultry Farmers Union mengatakan bahwa flu burung (AI) menyebabkan terganggunya pasokan telur.

Khususnya di provinsi Khorasan selatan, di mana virus menyerang dengan parah, harga telur naik tajam. Ali Safar Maknali, kepala Organisasi Kedokteran Hewan Iran, menepis laporan tentang kemungkinan kekurangan telur di pasar domestik. “Saat ini kami memiliki lebih dari 75 juta ayam petelur di dalam negeri, dan kemarin produksi telur mencapai 3.067 ton, 667 ton lebih banyak dari realisasi kebutuhan dalam negeri,” ujarnya.

Ada 4 jenis AI yang berbeda di Iran, dan pihak berwenang menggunakan sistem diagnostik molekuler canggih untuk mendeteksi wabah, menurut Ali Safar Maknali. Seperti di banyak negara lain, penyakit ini diyakini berasal dari burung yang bermigrasi. “Flu burung yang sangat patogen telah dilaporkan di Uni Eropa, Kazakhstan, Jepang, Arab Saudi, Irak, dan Rusia. Sekarang semua negara di jalur burung yang terbang bebas terkena gelombang penyakit,” katanya. (via poultryworld)

MENYIAPKAN KONSENTRAT BERKUALITAS UNTUK SAPI PERAH

Ternak sapi perah memerlukan asupan pakan yang baik, berkualitas dan tersedia sepanjang tahun. (Foto: Dok. Fapet UGM)

Untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, pakan konsentrat sapi perah harus memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang baik, serta berasal dari bahan baku pakan yang tepat, sehingga tidak hanya terjaga performa ternaknya, peternak pun dapat meraih margin keuntungan yang nyata dari budi daya sapi perah.

Pakan adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan, baik yang sudah lengkap maupun yang masih akan dilengkapi, yang disusun secara khusus dan mengandung zat gizi yang mencukupi kebutuhan ternak untuk dapat dipergunakan sesuai dengan jenis ternaknya. Adapun konsentrat, merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan/atau sumber energi, serta dapat mengandung pelengkap pakan dan/atau imbuhan pakan.

Dalam memilih bahan baku pakan dalam penyusunan konsentrat harus memperhatikan beberapa persyaratan, seperti memiliki kandungan nutrien yang baik, tersedia dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh, harga relatif murah, serta tidak mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan penyusun konsentrat untuk sapi perah berasal dari bahan pakan sumber energi, yakni berasal dari pakan butiran (serealia), ubi-ubian, hasil samping industri-agro, serta bahan pakan sumber protein yang berasal dari kacang-kacangan dan hasil samping industri-agro.

Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Bahan Baku Pakan Sumber Energi

Bahan Baku

Kelebihan

Kekurangan

Jagung kuning

Energi tinggi (TDN 80,8%), provitamin A tinggi, asam lemak linoleat tinggi

Metionin, lisin dan Triptopan, Ca dan P rendah, rentan tumbuh jamur

Dedak padi

Protein lebih tinggi dari jagung, kandungan thiamine, niasin, asam lemak dan fosfor tinggi

Kualitas bervariasi, mudah tengik, asam amino isoleusin dan treonin rendah, sering dipalsukan (ditambah dengan sekam)

Polar

Protein lebih tinggi dari dedak padi, memiliki thiamin dan niasin

Riboflavin rendah, vitamin A dan D tidak ada

Sorgum

Nutrien hampir sama dengan jagung

Mengandung tannin 0,2-2 %, menurunkan kecernaan ransum

Onggok

Energi siap pakai tinggi

Basah, amba, mudah berjamur, harus diperhatikan kualitasnya karena kadangkala terdapat pasir

Gaplek

Energi siap pakai tinggi

Mengandung HCN, jumlah banyak keracunan

Tetes

Energi siap pakai tinggi

Kadar K tinggi, jumlah banyak menyebabkan mencret, perhatikan kualitasnya karena kadangkala  dicampur dengan air

Sumber: Hernaman (2021).


Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Bahan Baku Pakan Sumber Protein

Bahan Baku

Kelebihan

Kekurangan

Bungkil kedelai

Sumber protein nabati terbaik, protein 45%, kandungan Ca dan P tinggi

Terdapat antitrypsin, pada kacang mentah mengandung haemaglutinin

Bungkil kacang tanah

Kualitas protein baik

Tumbuh jamur aflatoksin, lisin rendah

Bungkil kelapa

Kualitas protein baik, kandungan minyak 2,5-6,5%

Mudah tengik; serat kasar 12%; lisin dan histidin rendah

Bungkil Sawit

Kualitas protein sedang

Serat kasar tinggi, harus selalu diperiksa kualitasnya karena sering tercampur dengan serpihan cangkangnya

Ampas bir

Kualitas protein sedang

 Bentuk basah, mudah busuk

Ampas kecap

Kualitas protein sedang

 Bentuk basah, NaCl tinggi

Ampas tahu

Kualitas protein sedang

Bentuk basah, mudah busuk, perdagingan pucat

Bungkil biji kapuk

Kualitas protein sedang

Terdapat asam siklopropenoid, menurunkan fertilitas

Sumber: Hernaman (2021).


Maksimum Penggunaan Berbagai Bahan Baku dalam Konsentrat

Bahan Baku

Maksimum Penggunaan

Jagung

20%

Gandum

20%

Polar

25%

Dedak padi

10%

Gaplek

10%

Onggok

30%

Tetes/molases

10%

Tepung ikan

3%

Bungkil kacang kedelai

10%

Bungkil kelapa

15%

Bungkil sawit

10%

Bungkil biji kapuk (klentheng)

10%

Kulit biji coklat

5%

Ampas kecap

5

Ampas bir

5

Garam dapur

0,25

Sodium bicarbonate

0,35

Tepung tulang

2

Dicalcium fosfat

1

Kapur

2

premiks

0,2


Sumber: Hernaman (2021).

Dalam sebuah pendampingan manajemen pakan untuk peternak sapi perah belum lama ini, Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI), Dr Iman Hernaman IPU, menjelaskan tentang penggunaan bahan baku pakan untuk ternak sapi perah yang tidak boleh berasal dari hewan, seperti meat bone meal (MBM) atau tepung tulang dan daging.

Hal itu mengacu pada regulasi yang ada, yakni Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/4/2009 tentang syarat dan tata cara pendaftaran pakan. Pada Pasal 8 Ayat 4 dalam Permentan disebutkan, untuk pakan konsentrat ternak ruminansia tidak diperbolehkan menggunakan bahan baku pakan asal hewan ruminansia seperti tepung daging dan tulang.

Di samping itu, penggunaan bahan baku pakan juga harus memperhatikan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan baku digunakan, karena agar dapat mengoptimalkan manfaat nutrisi yang terkandung di dalamnya, hal itu juga untuk mengantisipasi adanya zat antinutrisi yang ada. Zat antinutrisi adalah senyawa yang terdapat dalam pakan, yang sistem kerjanya adalah mengganggu metabolisme nutrien. Oleh karena itu, para ahli telah merekomendasikan penggunaan maksimum berbagai bahan baku pakan dalam penyusunan ransum.

Pembuatan konsentrat pada sapi perah dibedakan atas umur dan statusnya, hal itu untuk menyesuaikan kebutuhan nutrisinya, sehingga pemberian pakan dapat berjalan optimal dan ekonomis. Jenis-jenis konsentrat itu yakni:

• Konsentrat dara, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari enam bulan sampai dengan umur 12 bulan dan/atau sudah dikawinkan.

• Konsentrat laktasi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan.

• Konsentrat produksi tinggi, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah setelah beranak sampai sapi bunting lagi dengan umur kebuntingan tujuh bulan, dengan produksi susu rata-rata lebih dari 15 liter/hari.

• Konsentrat kering bunting, yakni pakan konsentrat untuk periode sapi perah dua bulan sebelum beranak kedua dan seterusnya setelah periode laktasi selama 10 bulan.

• Konsentrat pemula-1, yakni pakan konsentrat untuk pedet yang baru lahir sampai dengan umur tiga minggu.

• Konsentrat pemula-2, yakni pakan konsentrat untuk sapi perah umur lebih dari tiga minggu sampai dengan enam bulan.

• Konsentrat pejantan, yakni pakan konsentrat yang diperuntukkan untuk sapi pejantan.

Cara Pemberian Konsentrat
Untuk metode pemberian konsentrat pada sapi perah, Iman Hernaman menyarankan pemberiannya berkisar pada 1-2% dari bobot sapi, dengan waktu dua kali sehari yakni pagi dan sore. Adapun perbandingan komposisi jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum sapi perah atas dasar bahan kering, yang disarankan adalah 60% hijauan dan 40% konsentrat, serta komposisi tersebut tergantung kualitas hijauan. Sebaiknya pemberian pakan konsentrat sebelum pakan hijauan dan diberikannya ada jeda. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrat juga sebaiknya diberikan dalam bentuk kering, dengan penyediaan air tidak dibatasi.

Hal lain yang harus diperhatikan yakni pemberian konsentrat harus diberikan secara bertahap selama enam minggu pertama laktasi dan konsentrat dapat diberikan pada sapi perah laktasi sebanyak 50% dari tampilan produksi susunya, atau dengan perbandingan 1:2.

Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter. Selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

Adapun metode tahapan pemberian konsentrat untuk hasil terbaik, maka sebaiknya mengacu pada Permentan No. 100/Permentan/OT.140/7/2014 tentang pedoman pemberian pakan sapi perah, yang diklasifikasikan dalam tujuh periode, yakni:

• Periode kolostrum (sejak lahir sampai tujuh hari). Diberikan kolostrum selama 5-7 hari sejak lahir, maksimum dua jam setelah lahir diberikan kolostrum sebanyak dua liter, selanjutnya dalam jangka waktu delapan jam setelah pemberian pertama diberikan sebanyak dua liter dan pada hari kedua sampai hari ketujuh diberikan kolostrum 2-4 kali sehari sebanyak minimum empat liter. Apabila kurang dari empat liter dan/atau mutu kolostrum kurang dari yang dipersyaratkan, dapat menggunakan kolostrum dari induk lainnya dalam bentuk segar atau kolostrum beku yang sudah dicairkan. Pencairan kolostrum dilakukan dengan cara merendam dalam air dengan suhu 60° C hingga kolostrum mencair sampai suhu 40° C.

• Periode pedet prasapih (umur 8 hari-3 bulan). Diberikan susu atau susu pengganti sebanyak 4-8 liter/hari dengan pengaturan berkurang secara bertahap sampai dengan tidak diberikan susu pada umur tiga bulan, pada umur satu bulan mulai diberikan serat berkualitas secukupnya, seperti rumput star grass atau rumput lapangan, diberikan pakan padat dalam bentuk calf starter (konsentrat pedet) berkualitas dengan kandungan protein kasar (PK) 18-19% dan total digesti nutrien (TDN) 80-85% dengan jumlah pemberian mulai 100 gram dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 1,5 kg/ekor/hari; serta diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum).

• Periode pedet lepas sapih (umur di atas 3-12 bulan). Diberikan pakan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN 75% sebanyak 1,5 kg/ekor/hari dan meningkat sampai mampu mengonsumsi 2 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan, diberikan hijauan pakan berkualitas sebanyak 7 kg/ekor/hari dan ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi 25 kg/ekor/hari pada umur 12 bulan (atau 10% dari berat badan) dan diberikan air minum tidak terbatas.

• Periode dara siap kawin (umur 12-15 bulan). Diberikan hijauan pakan sebanyak 25-35 kg/ekor/hari, diberikan konsentrat berkualitas minimum PK 15% dan TDN 75% dengan jumlah 2-3 kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat di bawah PK 15%, diberikan penambahan sumber pakan lain sebagai protein seperti ampas tahu dan bungkil kedelai, serta diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode dara bunting (setelah umur 15 bulan sampai beranak pertama 24 bulan). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan dan konsentrat berkualitas PK 16% dan TDN75% sebanyak 2-3 kg/hari dan diberikan air minum secara adlibitum.

• Periode laktasi (setelah beranak sampai dengan kering kandang). Diberikan hijauan pakan minimum 10% dari berat badan sebelum sapi diberi konsentrat untuk menghindari asidosis, diberikan konsentrat sesuai periode laktasi (produksi susu) dengan PK 16-18% dan TDN 70-75% sebanyak 1,5-3% dari berat badan dan pemberian air minum tidak terbatas.

• Periode bunting kering/kering kandang (setelah tidak diperah sampai beranak). Diberikan hijauan pakan berkualitas dalam jumlah adlibitum, diberikan konsentrat minimum PK 14% dan TDN 65% sebanyak 2 kg/ekor/hari sampai dengan dua minggu sebelum beranak dan mulai ditingkatkan secara bertahap sampai mampu mengonsumsi konsentrat sesuai estimasi produksi sapi laktasi awal dan diberikan air minum tidak terbatas (adlibitum). ***

Ditulis oleh:
Andang S. Indartono
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI)

PENGHARGAAN WISUDAWAN PROGRAM DOKTOR TERBAIK DIRAIH KETUA UMUM PB PDHI

 

Dr Munawaroh bersama Prof Mirni Lamid (kiri) dan istri Drh Med Vet Istiani MM (kanan)

Rasa syukur dan bahagia menyelimuti hati Ketua Umum PB PDHI, Dr drh Muhammad Munawaroh MM. Pada Minggu (7/3/2021), pria kelahiran Yogyakarta 17 Mei 1965 ini memperoleh penghargaan sebagai wisudawan terbaik Program Doktor Sains Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair)

Acara wisuda dan pemberian penghargaan ini diselenggarakan di Ruang Garuda Mukti, Gedung Kantor Manajemen Unair.

Megantongi IPK sempurna 4.0, Munawaroh mendapat penghargaan dan ucapan selamat dari Rektor beserta jajaran pimpinan Unair.

Ujian Tahap Akhir atau Ujian Tahap II (Terbuka) Munawaroh telah dilaksanakan secara online pada Kamis, 21 Januari 2021 lalu. Sebagai ketua sidang adalah Prof Dr drh Mirni Lamid MP yang menjabat Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Unair.

Munawaroh menyelesaikan pendidikan S3 di Fakultas Kedokteran Hewan Unair dengan desertasinya berjudul “Karakterisasi Fragmen Gen VP1 Pada Feline Panleukopenia Virus (FPV)” dibawah bimbingan promotor Prof Dr drh Fedik Abdul Rantam dan Ko-Promotor Prof Dr drh Aulianni’am DES. (INF)

BAGAIMANA AGAR AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN?

Menjaga gudang tidak lembap agar jamur tidak tumbuh. (Foto: Istimewa)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas dapat menyebabkan kerugian sangat besar.

Ancaman Serius
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, sebut saja jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan sampai dengan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan jika keduanya terkontaminasi mikotoksin.

Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin 2017, menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut konsultan perunggasan sekaligus anggota Dewan Pakar ASOHI, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan di lapangan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata. Kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujar Tony.

Dirinya menyarankan agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel, baik berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan dan lain sebagainya.

“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek itu ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” tegasnya.

Meminimalisir Risiko
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Technical Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Agus Prastowo, mikotoksin dapat merusak… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Februari 2021. (CR)

ROXELL MENGAKUISISI HOLLAND HEATER

Roxell, perusahaan farm equipment internasional, melalui perusahaan induknya CTB Legacy Holding BV, telah mengakuisisi Holland Heater.

Didirikan pada tahun 1976, Holland Heater adalah perancang dan produsen terkemuka pemanas dan kipas untuk peternakan dan rumah kaca. Perusahaan ini berbasis di De Lier, Belanda dan bekerja melalui jaringan distributor global.

Roxell adalah market leader dalam sistem pemberian makan, minum, nesting, pemanas dan ventilasi otomatis untuk industri unggas dan babi. Produk inti Holland Heater mencakup pemanas pembakaran terbuka atau tertutup, berbahan bakar gas atau minyak, dan kipas sirkulasi untuk peternakan dan rumah kaca, serta pemanas air hangat. (via poultrynews.co.uk)

UNTUK KE-8 KALINYA REMBUK NASIONAL PERUNGGASAN DIGELAR


Kampanye gizi makan daging & telur ayam disela acara rembuk perunggasan nasional

Setelah beberapa kali harus tertunda akibat pandemi Covid-19, Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR Indonesia) akhirnya sukses menyelenggarakan Rembuk Perunggasan Nasional di Grand Ballroom Trans Luxury Hotel, Bandung, Jawa Barat 2 Maret 2021 yang lalu.

Acara tersebut merupakan acara rembuk yang kedelapan kalinya. Tema yang diusung pada acara tersebut yakni "Perkuat Sinergitas Kolaborasi Antar Peternak dalam Mewujudkan Iklim Usaha Ayam Broiler Nasional yang Berdaulat, Adil dan Sejahtera Bagi Semua".

Tujuannya selain untuk menjaga kestabilan harga ayam hidup di tingkat peternak agar tetap menguntungkan, rembuk perunggasan nasional ini diharapkan dapat menjadi ajang bertukar ide dari semua stakeholder yang berkecimpung dalam perunggasan dalam membantu pemerintah menyusun kebijakan yang pas di sektor perunggasan, agar tidak menimbulkan masalah lain di kemudian hari. 

Hadir dalam acara tersebut para pimpinan organisasi perunggasan, perwakilan integrator, peternak unggas mandiri, dan perwakilan pemerintah (Kementan, Kemendag, satgas pangan, dina terkai). Juga hadir dalam kesempatan tersebut  yakni PT Berdikari selaku BUMN yang bergerak di bidang peternakan. 

Dalam sambutannya, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyatakan rasa kagetnya terkait konsumsi produk unggas Indonesia yang masih rendah angkanya ketimbang negara tetangga. 

Jerry juga berujar akan banyaknya keluhan pada Kemendag terkait disparitas harga ayam di tingkat peternak dan pasar. Oleh karena itu Jerry menyebut momen ini patut dimanfaatkan sebaik mungkin bagi dirinya selaku pemangku kebijakan untuk bertukar ide dengan pelaku usaha (peternak dan stakeholder lainnya).

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PINSAR yang juga anggota Komisi IX DPR-RI Singgih Januratmoko menyatakan bahwa peternak tidak akan bosan - bosan memberikan masukan, ide, kritik, dan saran terkait perunggasan agar lebih tertata dengan baik.

"Kami di sini sudah ke-8 kalinya, oleh karena itu kalau masih belum menghasilkan keputusan dan hasil yang baik, siap - siap saja kita lakukan rembuk yang ke-9 kalinya. Pokoknya kami tidak akan bosan," tutur Singgih.

Acara rembuk berjalan sejak pagi hingga sore hari, diskusi dan tanya jawab berlangsung apik dan berisi. Meskipun hingga berita ini diturunkan belum dihasilkan keputusan dan kesimpulan yang valid. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer