-->

BETERNAK KELINCI PEDAGING, PASARNYA DARI RESTORAN HINGGA KAMPUS

Beternak kelinci merupakan salah satu usaha ternak yang jarang ditekuni orang, namun memiliki potensi besar. (Foto: Istimewa)

Tak semua orang suka memelihara kelinci pedaging. Beragam alasannya, ada yang tak tega melihat kelinci dipotong, ada pula yang enggan mencium bau kandangnya. Namun tak sedikit orang yang senang beternak hewan yang tergolong pengerat ini. Selain mudah, keuntungan usahanya lumayan.

Salah satunya adalah Wusono, peternak kelinci pedaging dan kelinci hias dari Bantul, Yogyakarta. Berkat ketekunannya, pria yang memeiliki pengalaman sebagai pekerja migran Indonesia ini berhasil meraup keuntungan dari beternak kelinci.

Beternak kelinci merupakan salah satu usaha ternak yang jarang ditekuni orang. Lazimnya beternak hewan berkaki empat lainnya, beternak kelinci juga butuh minat tersendiri. “Sejak dulu saya memang suka sekali dengan kelinci. Saya juga termasuk orang yang suka makan daging kelinci,” tuturnya kepada Infovet.

Wusono merintis usaha ini sejak 2008, dan sekarang tergolong sukses. Di Bantul, nama Wosono cukup dikenal, apalagi sudah beberapa kali diliput media. Bahkan, pria yang tinggal di daerah Trimulyo, Kecamatan Jetis tersebut kini juga menjadi motor penggerak kelinci di Bantul dan sekitarnya.

Dalam beternak, Wusono mengaku tak menyiapkan lahan khusus untuk kelinci-kelincinya. Ia hanya memanfaatkan sisa lahan di sebelah rumahnya. Kandang kelinci tak membutuhkan lahan luas seperti kandang kambing atau sapi. Untuk urusan pakan, menurutnya, tidak terlalu sulit. “Hampir semua jenis sayuran kelinci suka,” katanya.

Saat ditanya berapa omzet usahanya dalam sebulan, ia enggan menyebutkan angka pastinya. Ia beralasan tak mau pamer penghasilan, karena khawatir akan menyinggung perasaan para peternak lainnya. Ia hanya menyebutkan, dalam sebulan Wusono mampu menjual 300-500 ekor kelinci tergantung pemesanan pembeli.

“Jadi kalau ditanya berapa omzetnya, sangat tergantung pemesanan. Tidak bisa dipatok seperti ternak ayam atau lainnya,” kata Wusono.

Menurut dia, target pasar hasil ternaknya yang dibidik selama ini adalah rumah makan yang menyediakan menu daging kelinci. Selain itu, kampus-kampus terkenal juga menjadi target pasarnya.

Kampus yang memiliki fakultas kedokteran atau jurusan biologi, memiliki laboratorium untuk praktik para mahasiswanya. Kelinci merupakan salah satu hewan yang kerap dijadikan percobaan. Karena itu ada istilah “Kelinci Percobaan”.

Tak Mulus di Awal
Perjalanan usaha ternak kelinci Wusono bermula dari “purnanya” pria ini sebagai pekerja migran Indonesia pada 2008. Sepulang dari Malaysia, ia bingung mau membuka usaha. Saat itu tak ada keterampilan khusus yang ia miliki.

Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk mencoba beternak kelinci, karena memang Wusono penghobi kelinci. Wusono kemudian memperdalam lagi ilmu teknik beternak kelinci dari beberapa temannya yang sudah lebih dulu menjalani.

“Saya sempat bingung mau usaha apa. Di situ saya punya keinginan untuk usaha kelinci setelah mengingat masa kecil saya dulu yang sering membuat orang tua kesal. Saya ingin membuat orang tua yang dulu kesal menjadi bangga dengan anaknya,” ungkap Wusono.

Sejak saat itu, Wusono mulai belajar mengenai breeding dan membesarkan kelinci. Tetapi di awal usahanya, ia justru menemui kegagalan. “Saya pun belajar bagaimana breeding, mulai dari tidak bisa menjadi bisa. Awalnya saya mengawali dengan kegagalan 100%. Kemudian di fase kedua, saya mengalami kegagalan 50%,” ucapnya.

Namun Wusono tak pernah berhenti belajar. Ia berusaha mengenalkan kelinci ke masyarakat. Caranya dengan memasarkan kelinci ke pasar-pasar tradisional. Selain itu, ia juga terus belajar mengenal kelinci lebih jauh, termasuk bagaimana memelihara hingga merawat kelinci.

Karena di pasar banyak kelinci jantan, Wusono memutar otak. Ia pun mulai menyediakan daging kelinci yang dipotong. “Biasanya yang kita potong adalah kelinci jantan atau kelinci betina yang sudah afkir. Jadi, daging-daging tersebut langsung disetorkan ke para penjual sate kelinci yang sudah menjadi langganan saya. Setiap hari saya bisa menyetor 5-10 kilogram daging kelinci,” terang dia.

Perlahan tapi pasti, usaha jual beli kelinci Wusono yang diberi nama Terminal Kelinci semakin berkembang. Pelanggan datang dari berbagai wilayah di DIY. “Saya terus berusaha mengenalkan kelinci di Kawasan Bantul dan sekitarnya. Dalam sebulan saya bisa menjual 300-500 ekor kelinci. Pengunjung yang datang ke sini setiap hari juga bisa mencapai 10-15 orang,” tukasnya.

Terminal Kelinci menawarkan berbagai jenis kelinci, diantaranya NZ, Anggora, Rex, Netherland Dwarf, Dutch, Mini Lop dan sebagainya. Wusono menjual kelinci-kelinci tersebut dengan harga variatif, mulai Rp 50 ribu hingga ratusan ribu.

Selain menjual kelinci, Wusono juga menyediakan berbagai macam kandang kelinci dan obat-obatan. Selain itu, ia juga melayani konsultasi dan edukasi, termasuk perawatan kelinci. Artinya, dengan satu core business, muncul ide-ide usaha lainnya yang dijalani Wusono.

Kebutuhan Daging dan Tips Beternak
Hingga saat ini memang tidak ada data pasti berapa kebutuhan daging kelinci secara nasional. Bisa jadi lantaran daging kelinci bukan sumber protein yang digemari banyak orang seperti daging ayam dan sapi, maka belum ada pendataan khusus.

Namun demikian, di tiap kota ada juga pemerintah daerah yang melakukan pendataan kebutuhan daging kelinci. Salah satunya adalah di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dari situs pemda setempat, tahun lalu berdasarkan data Asosoiasi Peternak Kelinci Kebumen (APKK) di bawah naungan BPP Pertanian Alian dan Dinas Distapang Kebumen, menyebutkan kebutuhan daging yang cukup banyak. Dalam daftar kebutuhannya mencapai 2.000 kg/bulannya. Dan saat itu baru bisa mencukupi 20% saja dari kebutuhan pokok yang ada.

Dengan demikian, ini bisa menjadi peluang berternak dan menambah penghasilan serta penambahan gizi tinggi. Tahun lalu harga tarikan dari asosiasi daging kelinci tersebut adalah Rp 35.000/kg kelinci hidup, Rp 60.000/kg dalam bentuk karkas dan dalam bentuk filet Rp 110.000/kg.

Secara nasional, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan), baru sebatas mengungkapkan bahwa kelinci dapat menjadi hewan ternak yang berpotensi sebagai penghasil protein hewani yang mudah diternakkan masyarakat. Kandungan protein pada daging kelinci disebut lebih tinggi dari protein hewan ternak lainnya.

Kelinci bisa menjadi alternatif sumber protein unggulan di perkotaan. Karena itu, Kementan tidak hanya fokus membangun peningkatan populasi ternak untuk memenuhi kecukupan stok daging sapi dan ayam. Namun, juga membangun dan mendorong sumber pangan dari produk hewani, salah satunya kelinci.

Nah, jika berminat untuk merebut peluang pasar kelinci, berikut adalah beberapa tips menarik yang perlu dicoba.

Pertama, pilihlah indukan kelinci yang belum pernah beranak. Terdapat beberapa jenis kelinci pedaging seperti Rex, New Zealand, ataupun Hycole. Asalnya pun ada yang impor dan lokal. Jenis Rex termasuk unggul karena bisa dijual sebagai pedaging dan juga untuk kelinci hias.

Kedua, pastikan kandang kelinci selalu bersih dari kotoran setiap paginya. Kelinci pedaging dibuatkan satu kandang untuk satu ekor. Anak kelinci di bawah tiga bulan bisa dikumpulkan 5-10 ekor di satu kandang.

Ketiga, harus rutin cek kondisi kesehatannya. Waspada dari penyakit utamanya, yaitu jamur atau gatal. Selain itu juga awasi penyakit kelinci lainnya seperti diare, flu dan kotoran berlendir. Sumber penyakit umumnya dari pakan dan kandang yang kotor. Mengobati gatal bisa dengan mengoleskan campuran bawang merah, garam, minyak dan sedikit wormectin.

Keempat, perkawinan kelinci dilakukan hanya 10-15 menit di satu kandang. Taruh kelinci betina ke kandang jantan dan bukan sebaliknya. Kemudian dalam dua minggu kehamilan sudah bisa diprediksi dengan cara meraba perutnya atau palpasi. Berilah makanan berupa pakan khusus kelinci. Jangan diberi sayuran karena berisiko kembung bahkan mencret.

Kelima, kelinci umur dua bulan sudah bisa dijual per ekor sebagai bibit. Sementara pedaging jantan akan dijual per kilo. Semoga menginspirasi. (AK)

SISWA SMK CIMAHI KEMBANGKAN SISTEM PERKANDANGAN CANGGIH

Tim Altissimo Sibuk Melakukan Coding

Terinspirasi dari peternak ayam yang masih beroperasi secara tradisional, tim Altissimo dari SMK Negeri 1 Cimahi, Jawa Barat, merancang solusi kandang canggih berteknologi Internet of Things (IoT).

Tim Altissimo yang terdiri dari Mega Arzula Akbar (Software developer), Fajar Nugraha (IoT Engineer), Niswa Fadila (Data Analyst), dan Sekar Sari Ramadhanti (UI Designer), adalah pemenang kedua dari Samsung Innovation Campus (SIC) Batch 3 2021/2022 dengan proyek mereka yang disebut Farm Operating System (FARMOPS)

Naswa Fadila mengatakan dari data dan wawancara dengan peternak, permasalahan yang sering mereka hadapi adalah keterlambatan memberikan pakan dan minum secara manual. Tingkat mortalitas ternak ayam yang tinggi, suhu kandang yang tidak selalu stabil atau normal, mobilitas peternak ayam yang terhambat, dan tidak adanya sumber listrik cadangan pada kandang ayam.

“Oleh sebab itu, tujuan FARMOPS ini adalah untuk memaksimalkan mobilitas para peternak tanpa melalaikan pekerjaan utama mereka,” jelasnya.

FARMOPS terdiri dari tiga sistem utama, yaitu:

(1) Sistem monitoring dan controlling kondisi lingkungan kandang yang dilengkapi dengan sensor pendeteksi suhu dan kelembapan DHT-11. Suhu dapat dikontrol sesuai input yang dimasukkan melalui website FARMOPS;

(2) Sistem pemberian pakan dan minum otomatis, yang bekerja sesuai jadwal yang di-input ke dalam website. Tersedia sensor ultrasonik untuk mengukur ketersediaan pakan dan air. Jika pakan habis, sistem akan otomatis mengirim pesan kepada supplier;

(3) Sistem pembangkit listrik tenaga surya untuk memastikan FARMOPS bisa terus beroperasi meskipun listrik dari PLN tiba-tiba padam. Saat sensor arus tidak menemukan aliran listrik pada sumber utama, maka secara otomatis sumber listrik berpindah ke baterai disertai pengiriman notifikasi kepada peternak bahwa terjadi pemadaman listrik.

Ke depannya, tim Altissimo berharap FARMOPS ini dapat diimplementasikan dengan dukungan dari berbagai pihak, seperti Dinas Peternakan untuk menyebarluaskan penggunaan FARMOPS, lembaga pendidikan untuk menjadikan FARMOPS sebagai bahan ajar inovasi teknologi dalam bidang IoT di sekolah.

Mereka berencana mengembangkan FARMOPS agar bisa digunakan tidak hanya pada peternakan ayam, mampu mendeteksi tingkat amoniaK di kandang, dapat memberikan campuran vitamin dan obat pada air secara otomatis.

Selain itu FARMOPS akan dikembangkan hingga dapat mengetahui kondisi kesehatan ayam sebelum dipasarkan, mengembangkan website menjadi aplikasi mobile, menambahkan fitur blog untuk mengedukasi para peternak, serta menambahkan fitur ‘Buy and sell’ yang terhubung dengan platform belanja online.

Pada proses kreasinya, tantangan bermunculan. Dalam penyusunan project ini, terjadi beberapa kendala, pertama coding error, dan yang kedua nilai sensor yang tidak terdeteksi.

“Hal-hal tersebut sudah bisa kami atasi, melalui SIC bootcamp yang kami ikuti di mana kami seringkali bertanya ketika kelas berlangsung, dari materi yang kami dapatkan, serta mentoring dari pementor yang hebat,” kata Niswa Fadila. (INF)

JAPFA AJAK AWAK MEDIA ADU MEKANIK DI ARENA BOWLING

Berfoto Bersama di Arena Bowling

Kamis (22/12) yang lalu bertempat di Central Park Mall Jakarta Barat, sejumlah wartaan dari berbagai media bertemu dengan perwakilan Corporate Communication PT Japfa Comfeed Indonesia. Kegiatan tersebut merupakan agenda baru Japfa yang bertajuk Year End Gathering Bowling Competition.

Dalam sambungan online melalui video call Direktur Coorporate Affairs PT Japfa Comfeed Rachmat Indrajaya mengucapkan terima kasih kepada sleuruh awak media yang hadir. Kegiatan tersebut merupakan pertama kalinya digelar oleh Japfa sebagai bentuk apresiasinya kepada awak media.

Ia juga meminta maaf kepada seluruh partisipan yang hadir karena tidak dapat menghadiri kegiatan tersebut secara langsung. Ia juga sedikit menjelaskan mengenai pencapaian dan rencana Japfa kedepan dalam mengarungi tahun 2023 yang diprediksi penuh dengan disrupsi.

Rachmat juga berharap agar nantinya setelah kegiatan ini dapat terjalin hubungan baik antara korporasi dan awak media, juga antara sesama awak media. 

"Semoga ini dapat menjadi ajang silaturahmi antara kami dan para awak media, selain itu juga menjadi ajang silaturahmi sesama awak media. Mudah - mudahan tahun depan kegiatan ini dapat dilakukan secara kontinu," tuturnya.

Dalam kegiatan tersebut Japfa mengadakan kompetisi bowling, dimana dalam olahraga tersebut peserta diharuskan menjatuhkan pin sebanyak mungkin agar dapat menjadi juara. Nantinya peserta yang menjadi juara akan mendapatkan hadiah yang menarik. (CR)

MENJAGA KESEHATAN TETAP KONDUSIF SETIAP TAHUN

Salah satu penerapan biosekuriti. (Foto: Istimewa)

Menghadapi masa-masa ke depan dalam beternak sepertinya tidak sesederhana dulu. Sudah jadi kewajiban bagi pelaku budi daya perunggasan lebih aware, serta dapat mengantisipasi penyakit dan tantangan yang akan datang menghadang.

Jika memprediksi masalah penyakit di tahun depan, tentunya tidak akan 100% akurat. Banyak faktor yang bakal menentukan kejadian penyakit di kandang. Namun tidak ada salahnya memperkirakan dan sedikit “meramal” apa yang akan terjadi di tahun depan, sambil mengambil ancang-ancang agar lebih siap, pasalnya beternak merupakan suatu “seni” yang terus berkembang dari zaman ke zaman.

Menganggap Remeh Penyakit Lama = Bahaya
Menurut konsultan perunggasan, Tony Unandar, yang juga anggota dewan pakar ASOHI, selama ini penyakit unggas yang terjadi di lapangan masih cenderung itu-itu saja, akan tetapi tidak pasti kapan penyakit akan menyerang. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya.

“Bisa dibilang kita masih akan terus berkutat dengan penyakit lama yang beredar di lapangan, seperti CRD, ND dan lain sebagainya, monoton begitu-begitu saja dan faktor yang sangat urgen untuk diperbaiki adalah manajemen pemeliharaan dari peternak-peternak kita,” tutur Tony.

Seakan tidak ada upaya perbaikan dalam hal tersebut, bukan hanya kasus penyakit yang akan terus berulang, tapi juga tingkat keparahannya maupun jenis penyakit baru akan bertambah di masa depan.

“Saya beri contoh sederhana... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (CR)

PETERNAKAN UNGGAS DI GEORGIA DI AMBANG KEPUNAHAN

Kecuali jika pihak berwenang ikut campur, industri unggas mungkin tidak ada lagi di Georgia.

“Sebentar lagi, Georgia tidak akan memiliki peternakan unggas lokal,” kata Mamuka Nozadze, kepala produsen unggas lokal Nozadze Poultry. “Biaya produksi yang meroket mendorong produsen unggas untuk merevisi kebijakan harga mereka, tetapi kenaikan harga di tingkat peternakan tidak membantu petani untuk berhenti menderita kerugian.”

“Kami mungkin harus membatasi operasi. Negara tidak mengambil langkah apa pun untuk mendukung,” kata Nozadze.

Selama beberapa tahun terakhir, perusahaan daging broiler dan telur Georgia telah berulang kali meminta pihak berwenang untuk menyesuaikan perpajakan di industri tersebut dengan kebijakan pemerintah di pasar makanan.

“Pertanian dibebaskan dari PPN, tetapi untuk beberapa alasan, ini tidak berlaku untuk peternakan unggas,” kata Nozadze.

Pada tahun-tahun sebelumnya, bantuan negara akan berguna bagi industri perunggasan untuk memperluas kapasitas dan meningkatkan produksi. Saat ini, peternak unggas mengatakan mereka membutuhkannya untuk tetap bertahan.

“Semua komponen yang dibutuhkan untuk produksi mengalami kenaikan harga, misalnya produksi daging ayam yang bergantung pada jagung impor. Produsen membayar pajak tinggi, sementara tarif gas dan listrik naik ke tingkat yang tidak realistis,” Nozadze menambahkan.

Dia memperkirakan harga beberapa bahan baku naik dua kali lipat sejak awal tahun. Harga jagung di pasar Georgia melonjak 60%. Nozadze memperingatkan bahwa meskipun inflasi pangan yang kuat di negara itu, para peternak Georgia tidak dapat menaikkan harga pada tingkat yang sama.

“Kami telah mengadakan pertemuan dengan perwakilan industri, dan sebagian besar dari mereka membahas kemungkinan untuk menangguhkan operasi,” katanya. “Kalau harga dinaikkan seperti seharusnya, harga ayam akan lebih mahal dari daging sapi, dan tidak ada yang mau beli. Oleh karena itu, kami harus membatasi kenaikan harga, dan akibatnya, kami mengalami kerugian. Akibatnya, pada akhir tahun diperkirakan akan terjadi kekurangan produksi lokal, dan seiring berjalannya waktu, negara akan beralih ke impor. Kami tidak lagi memiliki produksi lokal.”

Pada Mei 2022, pemerintah Georgia memperkirakan bahwa negara tersebut memiliki 10,2 juta ekor unggas, 9,2% lebih sedikit dibandingkan Mei 2021. (via Poultryworld)

REVIEW PENYAKIT UNGGAS 2022 DAN PREDIKSINYA DI 2023

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari keduanya. (Sumber: thehumaneleague)

Memasuki akhir 2022, merupakan momen yang tepat bagi seluruh elemen masyarakat untuk merefleksikan apa saja yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang, serta menyusun rencana ke depan agar lebih baik. Tidak terkecuali para peternak ayam yang sebaiknya juga melakukan evaluasi program pemeliharaan satu tahun ini dan menyusun rencana target pemeliharaan tahun depan yang diharapkan lebih baik.

Dalam membangun bisnis peternakan unggas, diperlukan kerja keras dan meminimalkan kesalahan. Untuk itu diperlukan suatu evaluasi. Tujuan evaluasi untuk meninjau ulang semua kegiatan yang telah dilakukan dan hasil yang telah dicapai. Dalam menjalankan usaha, evaluasi merupakan proses pengukuran efektivitas strategi yang digunakan sebagai alat menganalisis situasi program berikutnya.

Selama tahun ini, banyak laporan dari para dokter hewan lapangan PT Romindo di seluruh Indonesia, bahwa kasus ND (Newcastle Disease), IBD (Infectious Bursal Disease), SHS (Swollen Head Syndrome), CRD, NE, Coryza dan Kolibasilosis, kejadiannya selalu tinggi setiap bulannya. Selain itu, Mikotoksikosis juga dilaporkan terjadi di hampir seluruh wilayah.

Namun sebelum lebih jauh membahas penyakit-penyakit di atas, akan lebih baik jika mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan imunosupresi pada ayam, karena faktor ini sangat erat kaitannya dengan kejadian penyakit pada ayam.

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari keduanya yang menyebabkan komplikasi/kompleks. Penyakit primer yang dimaksud adalah penyakit yang disebabkan karena jumlah tantangan agen penyakit yang tidak dapat diatasi sistem pertahanan tubuh ayam. Sedangkan penyakit sekunder yang dimaksudkan adalah penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam, sehingga memudahkan terjadinya infeksi agen penyakit lain atau imunosupresi.

Imunosupresi merupakan kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen-agen penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh, sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan produksi.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

RESISTENSI ANTIMIKROBA: SANG PANDEMI SENYAP

Yang ditakutkan adalah apabila resistensi antimikroba benar-benar sudah terjadi pada semua jenis antimikroba, sehingga tidak ada sediaan yang efektif dalam mengendalikan mikroba patogen. (Foto: Dok. Infovet)

Selain penyakit-penyakit yang telah disebutkan, nyatanya ancaman juga datang dari resistensi antimikroba (AMR). Bukan hanya sektor peternakan yang terancam, tetapi juga kesehatan manusia dan lingkungan.

Resistensi antimikroba kini sudah menjadi isu yang mendunia, bahkan dalam KTT G20 yang berlangsung di Bali, hal itu dibahas para pemimpin dunia yang hadir. Tentunya ini harus menjadi perhatian lebih dari para stakeholder, baik di bidang kesehatan manusia maupun hewan.

Isu Global Ditakuti di Seluruh Dunia
Team Leader FAO ECTAD Indonesia, Dr Luuk Schoonman, mengatakan bahwa sektor peternakan berkontribusi dalam masalah AMR. Berdasarkan data yang ia dan timnya kumpulkan, pada 2017 saja sekitar 93.000 ton antimikroba diberikan kepada hewan, dimana 73%-nya merupakan hewan yang didayagunakan sebagai pangan (ternak).

“Selain itu 76% antimikroba yang digunakan pada hewan ternak juga digunakan pada manusia. Ini tentu mengkhawatirkan, oleh karenanya resistensi antimikroba ini juga tanggung jawab bagi para stakeholder di dunia kesehatan hewan,” kata Luuk.

Yang ditakutkan menurut Luuk adalah apabila resistensi antimikroba benar-benar sudah terjadi pada semua jenis antimikroba, sehingga tidak ada sediaan yang efektif dalam mengendalikan mikroba patogen yang mungkin dapat menyebabkan kematian pada hewan dan manusia.

Beradasarkan data WHO yang dijabarkan oleh Luuk, sekitar 700.000 orang meninggal akibat resistensi antimikroba di 2014. Ia juga membuka data dari The Lancet pada Januari 2022, dimana pada 2019 sekitar... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (CR)

KONSUMEN DI PARIS MEMILIH ANTARA FOIE GRAS ATAU FAUX GRAS

Di Paris, Prancis, alternatif vegan dan ramah hewan untuk foie gras yang populer mulai muncul di menu restoran. Ini terjadi pada saat flu burung telah menyebabkan kerusakan parah pada kawanan bebek dan merusak persediaan makanan Natal tradisional tersebut.

Foie gras sering dikritik dan diprotes oleh aktivis hewan. Foie gras dibuat dari hati angsa atau bebek yang digemukkan dengan biji-bijian, biasanya dengan cara dicekok paksa. Meskipun Prancis adalah produsen dan konsumen foie gras terbesar, produk tersebut ilegal dibuat di berbagai negara karena masalah kesejahteraan hewan.

Koki Prancis, Fabien Borgel, yang mengelola restoran vegan di Paris bernama 42 Degres menciptakan apa yang disebutnya faux gras sebagai pengganti foie gras yang secara tradisional dibuat dari hati bebek dan angsa yang digemukkan. Faux gras terbuat dari kacang mete, bunga matahari, dan minyak kelapa, dan dikatakan terlihat seperti foie gras tradisional tetapi lebih lembut.

Produksi foie gras Prancis diperkirakan akan turun selama 3 tahun berturut-turut setelah wabah flu burung menyebabkan jutaan unggas dimusnahkan di Prancis barat daya awal tahun 2022. Harga foie gras akan naik sekitar 20% tahun ini karena penurunan pasokan dikombinasikan dengan melonjaknya biaya. (via Poultryworld)

LEADERSHIP CLASS FAPET UNSOED

Dr. Yanin Opatpatanakit memberikan kuliah kepada mahasiswa


Proses pembelajaran ditujukan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas dan diterima pasar industrI. Salah satu kompetensi lulusan yang dibutuhkan industri adalah kepemimpinan. Hal ini memberikan sinyal bahwa lulusan Fakultas Peternakan (Fapet) Unsoed dituntut memiliki kompetensi kepemimpinan yang luar biasa. Kerjasama global antara Fapet Unsoed dengan Maejo University, Thailand dilakukan salah satunya untuk meningkatkan proses pembelajaran dan penguatan kapasitas alumni.

Leadership Class yang diinisiasi Fapet Unsoed dilaksanakan pada Senin (12/12) bekerjasama dengan Maejo University, Thailand. Lulusan Fakultas Peternakan diarahkan memasuki industri global sehingga harus mampu menyiapkan diri dengan kompetensi kepemimpinan dalam perspektif internasional. Pada Leadership Class yang pertama tersebut dihadirkan pembicara/fasilitator Dr. Yanin Opatpatanakit (Vice President Maejo University).

Leadership class dilakukan sehari yang meliput teori, praktek, dan evaluasi. Peserta Leadership Class meliputi para pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fapet Unsoed, mahasiswa program magister peternakan, dan mahasiswa program S1 peternakan Fapet Unsoed.

Dekan Fakultas Peternakan Unsoed, Prof.Dr. Triana Setyawardani mengucapkan apresiasi atas kehadiran Dr. Yanin dan berharap kerjasama yang lebih ekstensif antara Fapet Unsoed dengan Maejo University. Pada milestone 2023-2026 Fapet Unsoed akan fokus meningkatkan peran dan kontribusi di Asia Tenggara agar diakui sebagai Pusat Pengembangan Sumberdaya Peternakan dan Kearifan Lokal.

Selanjutnya Prof Triana Setyawardani juga mengatakan bahwa Leadership Class untuk mempersiapkan lulusan yang memiliki kapasitas kepemimpinan global agar terus dilaksanakan untuk menjadi branding institusi Fakultas Peternakan Unsoed.

Dr. Yanin Opatpatanakit (Vice President Maejo University) dengan pengalamannya sebagai manajerial di Lembaga pendidikan dan kapasitas kepemimpinannya yang excellent mendorong para mahasiswa untuk memiliki kemampuan teknis yang dilengkapi dengan kemampuan mempengaruhi, mengarahkan, dan menginspirasi bawahannya.

Menurutnya kepemimpinan harus dilatih melalui pengalaman organisasi di masyarakat maupun di kampus. “Pemimpin juga harus memiliki kemampuan akademik yang mumpuni sehingga mampu memberikan perubahan yang signifikan di masyarakat. Kemampuan komunikasi baik regional maupun global sangat dibutuhkan untuk membangun network karena pemimpin ke depan dihadapkan pada tantangan globalisasi”, ungkap Dr. Yanin.

Leadership class diakhiri dengan serah terima cinderamata antara Prof.Dr. Triana Setyawardani (Dekan Fakultas Peternakan Unsoed) dengan Dr. Yanin Opatpatanakit (Vice President Maejo University). Kerjasama antara kedua institusi ini diharapkan dapat diperluas pada aspek inovasi teknologi peternakan danbentuk bentuk lain pengabdian kepada masyarakat. Diharapkan Leadership Class ini akan terus berlanjut dan mendukung para lulusan Fapet Unsoed untuk memiliki kompetensi kepemimpinan yang lebih  mumpuni. (INF)

PTPN XII GELONTORKAN 9,6 MILIAR RUPIAH UNTUK DUKUNG USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG

Asisten Kepala Kebun Silosanen, Imam Supardi menjelaskan kriteria bakalan sapi yang baik untuk diternak kepada Kepala Sub Bagian Komunikasi Perusahaan dan PKBL, Adhi Priyo Utomo saat acara penyaluran dana PUMK di Kebun Silosanen, Jember, Senin (19/12).


PT Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII) tahun ini mengalokasikan dana sebesar Rp 9,6 milyar untuk program Pendanaan Usaha Mikro & Usaha Kecil (PUMK) sektor peternakan. 

Program PUMK tersebut dikucurkan pada tahap pertama, yakni sebesar Rp5,2 miliar kepada 363 orang mitra peternak penggemukan sapi potong yang berasal dari 17 unit kebun PTPN XII di wilayah Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Jember, Malang, dan Kediri, di Kebun Silosanen, Jember. 

Asisten Kepala (Askep) Kebun Silosanen PTPN XII, Imam Supardi mengatakan program kemitraan ini merupakan salah satu bentuk kehadiran BUMN untuk Indonesia melalui PTPN XII kepada masyarakat di sekitar kebun. Hal itu untuk meningkatkan kesejahteraan mereka dengan melakukan peternakan sapi.

“Dana ini merupakan dana pinjaman bergulir dari perusahaan yang selama ini sudah disalurkan secara berkesinambungan guna membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan UMKM di sekitar kebun,” kata Imam Supardi.

PTPN XII mengucurkan dana program kemitraan kepada masyarakat di lingkungan kebun sejak 2001, dan hingga Desember 2022 ini total dana yang yang disalurkan mencapai Rp96 miliar. Para petani peternak binaan yang diberikan dana kemitraan tersebut tergabung dalam 83 kelompok mitra peternak.

Kepala Sub Bagian Komunikasi Perusahaan dan PKBL PTPN XII, Adhi Priyo Utomo menambahkan bahwa program Kemitraan PTPN XII yang disalurkan kepada mitra ini berupa pinjaman usaha pada sektor peternakan, hingga akhir November 2022 mencapai 121% dari Rencana Kerja Anggaran (RKA) tahun 2022.

“Jika tahun lalu masing-masing peternak diberikan dana modal pembelian sapi bakalan sebesar Rp12 juta per peternak, tahun ini naik jadi Rp14 juta per peternak. Pengembalian dana kepada PTPN XII selama 20 bulan,” tuturnya.

Menurut Adhi, berternak sapi di sekitar kebun menjadi keuntungan kedua belah pihak, baik bagi peternak sapi maupun bagi kebun. 

Peternak bisa memperoleh pakan untuk ternaknya dan kebun dari rumput liar/ gulma yang tumbuh sehingga pihak kebun terbantu dalam pemberantasan gulma tersebut. Sedangkan kebun memanfaatkan kotoran sapi untuk pupuk tanaman. 

Untuk melindungi kerugian usaha ternak yang berasal dari kehilangan hingga kematian hewan ternak, PTPN XII bekerja sama dengan Jasa Tania  untuk melindungi seluruh hewan ternak peternak. 

"Ini salah satu bentuk inisiasi kami, karena setiap tahunnya ada laporan hewan mati atau hilang, sehingga para peternak merugi," ungkap Adhi.

Sementara itu, salah satu Mitra Peternak dari Kabupaten Jember Johan Wahyudi mengakui program kemitraan PTPN XII sangat membantu perekonomian masyarakat sekitar kebun. Untuk itu ia berharap program ini akan terus digelar secara berkesinambungan.


“Di masa pandemi banyak orang kehilangan pekerjaan. PTPN XII memberikan pinjaman untuk modal kepada para mitra untuk membeli bakalan sapi potong usia 5-7 bulan yang dipelihara sampai dewasa dan gemuk, kemudian jika sudah cukup umur lalu dijual. Rerata para mitra mendapat untung dari program ini, kami berharap dapat terus menerus dilaksanakan”, terang Johan Wahyudi yang sehari - hari juga bekerja sebagai Mandor di Kebun Silosanen.

Kepala Bagian Sekretaris Perusahaan PTPN XII Winarto mengatakan kerja sama kemitraan PTPN XII dengan peternak sapi ini sudah dilakukan dalam beberapa tahapan, dan selama ini pengembalian dana cukup lancar. 

Sehingga dapat disalurkan kembali kepada mitra lain yang membutuhkan. Upaya ini dilakukan sekaligus mendukung program pemerintah untuk swasembada daging nasional.

Hubungan yang terjalin baik dan harmonis antara petani peternak dengan kebun akan menciptakan keadaan yang kondusif di lingkungan perkebunan yang merupakan aset besar negara Indonesia. 

Selain disalurkan pada sektor peternakan, PTPN XII juga menyalurkan dana kemitraan pada beberapa sektor lain, diantaranya sektor industri mikro kecil, perdagangan, jasa, dan koperasi.

“Kami juga memberikan apresiasi berupa uang tunai kepada para mitra binaan yang tertib dalam pengembalian dana kemitraan,” ucap Winarto.

Terkait perlindungan atas kerugian usaha ternak, Kepala Asuransi Jasa Taini Cabang Jember, Eti Agus Wulandari mengungkapkan, selama tahun 2021 hingga 2022 pihaknya telah mengeluarkan dana klaim 2 eko sapi dari jumlah 4 ekor di klaim dari peternak sapi potong binaan PTPN XII. 

"Baru 2 ekor saja yang terbayar oleh klam yakni sebasar Rp 7,2 juta per ekor. Sementara sisanya kami harus menunggu data yang lengkap untuk mengkla asuransi ini," ungkapnya.

Keterlambatan klaim untuk asuransi ternak khusus hewan sapi potong, kata Eti, dikarenakan adanya keterlambatan penyerahan data dan kurangnya data pelengkap oleh peternak. Sehingga proses untuk klaimnya juga terlambat. 

"Kami berharap kedepan, guna mempercepat proses klaim ini peternak harus lengkap datanya. Sehingga kami bisa cepat memprosesnya," pungkas Eti. (INF)

EVALUASI PENYAKIT UNGGAS, LEUKOSITOZOONOSIS YANG ON-OFF

Insekta, khususnya nyamuk Culicoides sp. merupakan vektor biologis dari parasit leukositozoon. Oleh sebab itu, tanpa memberantas vektornya secara tuntas kasus leukositozoonosis akan terus berulang.

Oleh: Tony Unandar (Anggota Dewan Pakar ASOHI)

Fenomena mencegah ledakan kasus infeksius Leukositozoonosis pada peternakan ayam modern ibarat memadamkan nyala api dalam sekam, tidak pernah tuntas. Ledakan kasus sering berulang dan mendadak, tapi secara epidemiologis prevalensinya sporadik. Dalam evaluasi penyakit setiap tahun penyakit malaria ayam selalu hadir, tetapi tidak dalam urutan atas. Tulisan singkat ini mencoba menelaahnya dari kisi-kisi ilmiah yang dilengkapi dengan pengalaman lapang seorang praktisi.

Di alam kasus leukositozoonosis hanya terjadi pada bangsa burung, khususnya pada ordo Anseriformes (unggas air seperti angsa dan itik) dan Galliformes (ayam dan kalkun). Mirip seperti pada kasus berak darah ayam (koksidiosis), agen penyebab termasuk mikroorganisme sel tunggal yang komplit (protozoa) dan mempunyai spesifisitas yang tinggi terhadap induk semang, oleh sebab itu kasus leukositozoonosis umumnya terjadi secara sporadik dan bukan merupakan suatu isu penting bagi kesehatan masyarakat (tidak bersifat zoonosis). Sebagai contoh, Leucocytozoon simondi dan L. anseris menyerang angsa dan itik, sedangkan L. caulleryi dan L. sabrezi menyerang ayam.

Agen penyebab dapat menyerang sel-sel darah, baik sel darah merah (eritrosit) ataupun sel darah putih (leukosit) dan jaringan tubuh lain induk semang, terutama jaringan tubuh yang kaya akan kapiler darah seperti hati, ginjal, paru-paru, limpa, usus dan jaringan otak. Oleh sebab itu, kelainan patologik umumnya sangat mudah dijumpai pada jaringan-jaringan tersebut.

Tabel 1: Taksonomi Agen Penyebab Leukositozoonosis pada Ayam

Filum

Apicomplexa

Kelas

Sporozoa

Ordo

Eucoccidiida

Sub-ordo

Haemospororina

Famili

Plasmodiidae

Sub-famili

Leucocytozoidae

Genus

Leucocytozoon

Spesies

L. caulleryi


L. sabrezi


Siklus hidup agen penyebab tergolong rumit dan terdiri dari tiga fase yang dapat berlangsung selama 3-4 minggu, yaitu:... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (toe)

MENCERMATI RAGAM PENYAKIT TAHUN INI DAN BAGAIMANA PREDIKSINYA

Vaksinasi memastikan ayam tetap sehat. (Foto: Istimewa)

Penyakit merupakan salah satu hambatan dalam industri peternakan unggas khususnya sektor budi daya. Penyakit yang sifatnya infeksius maupun non-infeksius semuanya bisa jadi sebab kerugian bagi peternak. Menarik untuk dicermati ragam penyakit yang menghampiri di tahun ini dan bagaimana prediksinya ke depan.

Perunggasan, sebagai industri terbesar di sektor peternakan Indonesia tentu yang paling menjadi sorotan. Perlu dicatat bahwa Indonesia merupakan produsen telur terbesar sedunia dan produsen broiler nomor 11 di dunia, selain itu diperkirakan lebih dari empat juta orang bekerja di sektor perunggasan (Dirkeswan, 2021).

Oleh karena itu, segala macam hambatan termasuk penyakit harus bisa dikendalikan agar dapat memaksimalkan produksi. Tiap tahunnya, kejadian penyakit selalu terjadi dan jenisnya pun beragam, baik infeksius maupun non-infeksius.

Maklum saja, sebagai Negara tropis Indonesia memang menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai jenis mikroorganisme patogen. Tentu para stakeholder yang berkecimpung mau tidak mau, suka tidak suka, harus berusaha untuk bisa survive dari hambatan ini.

Yang perlu digarisbawahi adalah penyakit akan berhubungan dengan performa dan produktivitas, kemudian kedua aspek itu akan langsung terkait pada nilai keuntungan yang didapat. Jadi, siapa saja yang dapat mencegah terjadi penyakit di suatu peternakan, apapun peternakannya, sudah pasti mendapat keuntungan lebih baik. Penyakit memiliki benang merah dengan manajemen beternak yang diaplikasikan, serta aspek biosekuriti.

AI Cetak Rekor di Negara Barat
Diam-diam virus Avian influenza (AI) kembali menyeruak di dunia, bahkan kali ini AI meluluh-lantakan perunggasan negeri Paman Sam. Berdasarkan catatan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), sekitar… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022. (CR)

PASOKAN DAGING GLOBAL AKAN MENINGKAT

Pasokan daging global akan meningkat untuk memenuhi permintaan yang diperkirakan meningkat, mencapai 377 Mt pada tahun 2031. China diproyeksikan bertanggung jawab atas sebagian besar peningkatan produksi daging, diikuti oleh Amerika Serikat, Brasil, dan India. Sebaliknya, produksi daging di Uni Eropa diperkirakan turun selama periode tersebut karena meningkatnya biaya domestik dan lingkungan serta berkurangnya peluang ekspor.

Peningkatan produksi daging dunia ini akan dipengaruhi terutama oleh pertumbuhan sektor perunggasan, dengan jumlah unggas meningkat menjadi 31 miliar ekor. Akibatnya, emisi gas rumah kaca oleh sektor daging diproyeksikan meningkat sebesar 9% pada tahun 2031. Pengecualian penting adalah Afrika di mana emisi akan meningkat sebesar 24%, sebagian besar sejalan dengan peningkatan produksinya. (via Poultryworld)

UNGGAS DIPERKIRAKAN MENGAMBIL HAMPIR SETENGAH DARI PASAR DAGING GLOBAL PADA TAHUN 2031

Unggas akan terus menjadi daging dengan pertumbuhan tercepat selama dekade berikutnya dan pada tahun 2031 akan menguasai 47% pasar, menurut OECD/FAO Agricultural Outlook terbaru.

Pergeseran jangka panjang ke unggas akan terus menguat, sebagian karena preferensi daging putih di antara negara-negara berpenghasilan tinggi. Ini karena unggas dianggap mudah dimasak, lebih sehat, dan dianggap sebagai pilihan yang lebih baik. Di negara berpenghasilan menengah dan rendah, unggas dipandang sebagai alternatif yang lebih murah dibandingkan daging lainnya. Akibatnya, Outlook memperkirakan ketersediaan protein dari unggas akan meningkat sebesar 16% pada tahun 2031 dan pada saat itu akan menjadi 47% protein yang dikonsumsi dari sumber daging, diikuti oleh daging babi, domba, dan sapi.

Konsumsi daging unggas telah meningkat di hampir semua negara dan wilayah dengan konsumen yang tertarik dengan harga yang lebih rendah, konsistensi dan kemampuan beradaptasi produk, serta kandungan protein/rendah lemak yang lebih tinggi. Konsumsi daging unggas diperkirakan akan meningkat secara global menjadi 154 mt selama periode yang diproyeksikan, yang mencerminkan peran penting yang dimainkannya dalam makanan nasional beberapa negara berkembang berpenduduk padat, seperti Cina, Indonesia, India, Malaysia, Pakistan, Peru, dll.

Akan tetapi, di negara-negara berpenghasilan tinggi, di mana konsumsi per kapita sudah tinggi, permintaan diperkirakan akan menurun atau cenderung menurun. Di negara-negara berpendapatan rendah, pertumbuhan populasi dan pendapatan akan memacu konsumsi secara keseluruhan, meskipun dari tingkat dasar per kapita yang jauh lebih rendah. (via Poultryworld)

PENYAKIT VIRAL PADA UNGGAS DULU, KINI DAN PREDIKSINYA

Penyakit merupakan salah satu hambatan yang menjadi penyebab kerugian dalam industri perunggasan. (Foto: Poultry world)

Perjalanan industri perunggasan dari tahun ke tahun memiliki tantangan tersendiri di setiap tahunnya. Pada 2022, dapat dikatakan perjalanan industri perunggasan tidak mudah dengan segala hiruk pikuknya, mulai dari ketersediaan bahan baku, harga, supply dan demand, serta tantangan lingkungan dan wabah penyakit.

Penyakit merupakan salah satu hambatan yang menjadi penyebab kerugian dalam industri perunggasan. Apalagi perunggasan menjadi salah satu industri terbesar di sektor peternakan, sehingga selalu menjadi sorotan. Kejadian penyakit pada unggas tentu menjadi tantangan yang selalu menarik untuk dicerna karena selalu muncul setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi juga oleh kondisi Indonesia sebagai negara tropis yang rentan terhadap perubahan iklim, sehingga berdampak terhadap tingkat penyakit pada unggas.

Menurut Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS, 2010) bahwa perubahan cuaca dan iklim (temperatur, curah hujan, angin, banjir besar atau kekeringan dan kenaikan permukaan air laut) dapat memengaruhi penyakit pada ternak yang ditularkan melalui vektor.

Meski terdapat tantangan penyakit pada unggas, tidak menjadi alasan industri ini untuk surut. Penyakit pada unggas akan selalu mengintai, sehingga untuk dapat tetap hidup berdampingan dengan tantangan penyakit, pelaku industri perlu mempelajari perjalanan penyakit dan prediksinya. Hal ini sangat bermanfaat supaya peternak dapat mengambil langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit di tahun yang akan datang.

Penyakit pada unggas khususnya pada layer dan broiler yang mendominasi dari tahun ke tahun kurang lebih trennya sama, yaitu seputar penyakit pernapasan dan pencernaan. Diantara banyak penyakit yang sering ditemukan pada unggas, penyakit viral adalah salah satu bagian yang menjadi penting untuk diurai. Penyakit viral masuk dalam golongan penyakit infeksius yang sangat mengganggu performa dan produktivitas, tentunya ini berdampak kerugian bagi peternak.

Sepanjang 2022, fenomena penyakit viral paling banyak ditemukan pada ayam layer dan broiler yang notabene paling mendominasi populasi perunggasan di Tanah Air. Berbagai upaya telah dilakukan stakeholder untuk memberantas penyakit viral, namun hingga saat ini masih tetap eksis. Virus sebagai makhluk hidup, melakukan evolusi untuk tetap lestari salah satunya dengan merubah materi genetiknya agar tetap dapat merespon setiap hal yang mengancam kehidupannya. Salah satu contohnya… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022.

Ditulis oleh:
Ir Syamsidar SPt MSi IPM
Marketing Support PT Sanbio Laboratories

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer