-->

POTRET PENYAKIT UNGGAS KINI DAN NANTI

Ternak ayam broiler. (Foto: Istimewa)

Selama 2023, banyak informasi dari para dokter hewan lapangan PT Romindo (Veterinary Representative) di seluruh Indonesia, yang melaporkan bahwa kasus penyakit ND (newcastle disease), IBD (infectious bursal disease), SHS (swollen head syndrome), CRD, NE, coryza, NE, kolera, dan kolibasilosis kejadiannya selalu tinggi setiap bulan. Selain itu, penyakit yang dipicu oleh mikotoksikosis dan kondisi heat stress juga dilaporkan tinggi dan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Sebelum lebih jauh membahas penyakit-penyakit di atas, akan dijelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan imunosupresi pada ayam, karena faktor tersebut sangat erat kaitannya dengan terjadinya penyakit-penyakit pada ayam.

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari beberapa penyakit primer dan sekunder yang menyebabkan penyakit komplikasi/kompleks. Penyakit primer yang dimaksud di sini adalah penyakit yang disebabkan karena jumlah tantangan agen penyakit yang tidak dapat diatasi oleh sistem pertahanan tubuh ayam, sedangkan penyakit sekunder yang dimaksudkan di sini adalah penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam (imunosupresi), sehingga memudahkan terjadinya infeksi agen penyakit lain.

Imunosupresi merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen-agen penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan produksi. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh ayam antara lain rusaknya organ limfoid primer ataupun sekunder karena infeksi virus dan mikotoksin, rusaknya organ limfoid sekunder karena infeksi bakterial, stres yang memengaruhi fungsi organ limfoid primer, serta efek nutrisi dan manajemen yang dapat memengaruhi organ limfoid primer maupun sekunder. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan sistem pertahanan tubuh, organ limfoid penghasil sistem kekebalan tubuh harus dijaga.

Terjadinya kondisi imunosupresi disebabkan kerusakan dan terjadinya gangguan fungsi organ limfoid, baik organ limfoid primer maupun sekunder. Penyakit yang merusak struktur dan fungsi organ limfoid primer di antaranya mikotoksikosis, gumboro, mareks, infeksi reovirus, infeksi chicken anemia, dan infeksi ALVJ. Sedangkan penyakit yang dapat merusak struktur dan fungsi organ limfoid sekunder adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2023.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
JL. DR SAHARJO NO. 264, JAKARTA
Tlp: 021-8300300

OPTIMALISASI SBM SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN

Optimalsasi SBM untuk pakan ternak. (Sumber: neighborwebsj.com)

Pakan merupakan komponen penting dengan cost tertinggi dalam usaha budi daya peternakan termasuk unggas. Hampir 70% komposisi biaya dalam beternak berasal dari pakan, oleh karena itu sangat penting untuk menekan cost pakan agar budi daya lebih efisien.

Namun begitu tidak mudah rasanya mengefisienkan harga pakan. Terlebih banyak keluhan dari para produsen pakan terkait kenaikan harga beberapa jenis bahan baku pakan misalnya Soybean Meal (SBM) yang umum digunakan dalam formulasi pakan di Indonesia. Belakangan diketahui bahwa harga SBM di lapangan mengalami kenaikan.

Memaksimalkan Utilisasi Protein
Prof Komang G. Wiryawan, staf pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB University, mengingatkan akan pentingnya efisiensi dalam suatu formulasi ransum. Menurutnya, pemilihan bahan baku yang digunakan dalam ransum harus mengandung nutrisi yang seimbang dengan nilai energi metabolisme yang cukup untuk ternak pada tiap fasenya. Energi ini dihasilkan oleh berbagai macam komponen, mulai dari protein, karbohidrat, lemak, dan lain sebagainya.

Pada ransum unggas yang lazim digunakan sebagai sumber energi biasanya jagung, sedangkan fungsi SBM yakni sebagai sumber protein (asam amino). Namun begitu, protein yang terkandung dalam SBM jika tidak termanfaatkan dengan baik oleh ternak, akan menghasilkan gas yang berbahaya, karena SBM banyak mengandung Non-Starch Polisacharide (NSP) yang tersisa, senyawa itu akan dicerna bakteri, jika bakterinya bersifat patogen maka akan mengancam kesehatan saluran pencernaan ternak.

“Jadi kuncinya bagaimana kita memaksimalkan utilisasi protein yang ada dari bahan baku. Tepung ikan, SBM, itu sumber protein, memang pemakaiannya tidak sebesar jagung, tapi jika tidak tepat penggunaannya bisa menyebabkan masalah juga. Terlalu banyak tidak baik, begitupun jika terlalu sedikit,” tutur Komang.

Biasanya lanjut dia, di dalam suatu bahan baku pakan ada hal yang menghambat utilisasi zat dari bahan baku tersebut. Seperti yang disebutkan di atas, NSP merupakan gugusan karbohidrat yang membuat utilisasi protein dalam SBM kurang maksimal. NSP tidak dapat dicerna secara maksimal oleh unggas, oleh karenanya dibutuhkan alat bantu yang dapat memecahnya agar sumber nutrisi dari NSP dapat dicerna.

“Kita tahu bahwa biasanya digunakan enzim untuk memecah struktur kimia yang rumit. Kita sudah tentu mengenal atau minimal mendengar nama-nama enzim seperti xylanase, protease, beta-mannanase, dan lainnya. Nah, fungsinya diantaranya yaitu memecah struktur yang tidak tercerna menjadi bermanfaat bagi ternak,” jelasnya.

Penggunaan Enzim untuk Maksimalkan Nutrisi Pakan
Campur tangan teknologi sudah bukan barang baru dalam dunia formulasi pakan, terutama dalam mengefisienkan suatu ransum. Seperti yang tadi dijelaskan, salah satu hal yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan nilai nutrisi dari bahan baku adalah penggunaan enzim. Dalam pakan ternak, penggunaan enzim sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

Enzim merupakan senyawa yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia. Katalisator adalah suatu zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah keseimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.

Hal inilah yang digadang-gadang bahwa enzim bisa menjadi salah satu bahan alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pakan ternak, sehingga manusia yang mengonsumsi hasil ternak, maupun lingkungan aman.

Meskipun di dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri (endogenous) sesuai kebutuhan, penambahan enzim dalam formulasi pakan kini sudah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan para produsen pakan. Enzim di dalam formulasi pakan memiliki beberapa fungsi, menurut Bedford dan Partridge (2011) di antaranya:

• Memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat dalam campuran pakan. Kebanyakan dari senyawa tersebut tidak mudah dicerna oleh enzim endogenous, sehingga dapat mengganggu pencernaan ternak, contoh tanin, saponin dan lain-lain.

• Meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga ternak tidak mampu mencerna.

• Merombak ikatan kimia khusus dalam bahan baku pakan yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan ternak itu sendiri.

• Sebagai suplemen tambahan dari enzim yang diproduksi oleh ternak muda, dimana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogenous kemungkinan belum mencukupi.

Utilisasi SBM dengan Enzim
Hal tersebut juga diamini oleh Technical Director dari Industrial Tecnica Pecuaria, S.A (ITPSA) Spanyol, Dr Josep Mascarell. Menurutnya, berdasarkan hasil riset oleh para ahli, asam amino yang terkandung dalam SBM lebih seimbang dan beberapa di antaranya tidak dapat ditemukan dalam tanaman lain.

Selain itu, Josep menilai bahwa utilisasi dari SBM dalam sebuah formulasi pakan belum termaksimalkan dengan baik. Terlebih lagi di masa sekarang ini, dimana efisiensi adalah sebuah keharusan dan peternak dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dalam budi daya.

“Tantangan di masa kini semakin kompleks, produsen pakan harus berlomba-lomba dalam menciptakan pakan yang murah, efisien, tetapi juga berkualitas. Oleh karena itu, dibutuhkan kustomisasi yang tepat dalam formulasi untuk melakukannya,” tutur Josep.

Di kawasan Asia mayoritas formulasi pakan ternak didominasi oleh jagung, tepung gandum, dan SBM sebagai bahan baku utama. Dalam SBM ternyata terdapat kandungan zat anti-nutrisi berupa α-galaktosidase (αGOS). Zat tersebut dapat menyebabkan timbunan gas dalam perut, penurunan absorpsi nutrien, peradangan pada usus dan rasa tidak nyaman pada ternak.

Hal ini tentunya akan membuat ternak stres dan menyebabkan turunnya sistem imun. Energi dari pakan yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk performa dan pertumbuhan justru terbuang untuk menyusun sistem imun yang menurun. Oleh karenanya, dibutuhkan substrat yang dapat menguraikan α-galaktosidase untuk memaksimalkan utilisasi energi dari SBM.

Menurut Josep, di masa kini penggunaan enzim dalam formulasi pakan adalah sebuah keniscayaan. Penambahan enzim eksogen dapat membantu meningkatkan kualitas pakan, meningkatkan kecernaan nutrien (NSP, protein dan lemak), memaksimalkan utilisasi energi pakan dan yang pasti mengurangi biaya alias efisiensi formulasi.

ITPSA telah melakukan riset selama 20 tahun lebih dalam hal ini. Setelah melalui serangkaian riset dihasilkanlah produk enzim serbaguna yang dapat membantu memaksimalkan formulasi pakan terutama yang berbasis jagung, tepung gandum dan SBM.

Berdasarkan hasil trial, formulasi ransum dengan komposisi utama jagung, SBM dan tepung gandum akan lebih termaksimalkan utilisasi proteinnya dengan menambahkan kombinasi enzim α-galaktosidase dan xylanase. Hasilnya pada ternak terlihat pada tabel berikut:

Kenaikan Kecernaan (Broiler) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Kenaikan Kecernaan (Babi) dengan Penggunaan Enzim α-galaktosidase dan Xylanase

Josep juga mengatakan bahwa enzim yang diberikan harus aman untuk ternak dan manusia, serta harus dapat digunakan dan dikombinasikan dengan berbagai jenis feed additive lainnya.

Dengan menambahkan enzim α-galaktosidase dan xylanase dalam formulasi pakan, tentunya akan dihasilkan performa ternak yang baik, meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan tentunya akan lebih menguntungkan dan efisien dalam penggunaan bahan baku. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

SUDAH SIAPKAH KITA HADAPI MUSIM PENGHUJAN?

Kandang panggung, aman dari banjir pada musim penghujan. (Foto: Istimewa)

Tanpa terasa waktu berlalu kembali bersua dengan pergantian musim. Perubahan musim kemarau ke musim hujan maupun sebaliknya memang masih menjadi momok bagi para peternak unggas. Lalu bagaimana menyiapkan agar performa ayam tetap ciamik di musim penghujan?

Musim penghujan biasanya mencapai puncaknya di antara Desember-Maret. Ada beberapa hal yang dapat menjadi rintangan dalam usaha budi daya ayam broiler maupun layer di musim penghujan dengan curah hujan tinggi.

Ancaman di Musim Penghujan
Mantan Ketua Umum ADHPI, Drh Dedy Kusmanagandi, mengatakan bahwa di musim penghujan ada beberapa hal yang dapat menjadi ancaman bagi keberlangsungan usaha peternakan ayam.

Ancaman pertama menurutnya yakni ketika musim penghujan tiba adalah kelembapan yang tinggi. Kelembapan udara yang tinggi (lebih dari 85%) berdampak kurang baik terhadap pertumbuhan ayam. Saluran pernapasan ayam akan terganggu sebagai akibat tingginya kadar air di udara.

Selain itu, lingkungan yang lembap merupakan kondisi ideal untuk pertumbuhan bakteri, virus, parasit, maupun jamur, sehingga ayam menjadi rentan terhadap serangan penyakit.

Kelembapan udara yang tinggi juga bisa menyebabkan kondisi sekam pada kandang postal menjadi cepat lembap, basah dan menggumpal, sehingga kandungan gas amonia di kandang naik. Ditambah dengan kondisi sekam basah yang bisa menjadi media pertumbuhan bibit penyakit.

“Peternak yang menganut 'mazhab' kandang terbuka akan lebih terpengaruh oleh kelembapan udara tinggi dibanding ayam yang dipelihara dengan kandang tertutup. Hal ini jelas karena pada kandang tertutup terjadi pergerakan udara yang stabil dan tingkat kelembapan udara di dalam kandang bisa diatur sesuai kebutuhan ayam,” tutur Dedy.

Ancaman berikutnya adalah faktor kecepatan angin yang bertambah secara ekstrem. Di beberapa tempat sering kali pada musim pancaroba kecepatan angin berubah drastis, sehingga menyebabkan ayam terkena stres dingin ekstrem, bahkan ada beberapa kandang yang rusak dan roboh. Kerusakan tersebut akan mengakibatkan kerugian besar bagi peternak dan otomatis mengganggu kelancaran usaha.

Selain itu, ancaman juga datang dari tercemarnya air minum. Peningkatan curah hujan akan menambah volume air tanah. Meski jumlahnya bertambah, hal ini justru sering memicu masalah baru, yaitu penurunan kualitas air. Hal ini umumnya terjadi secara fisik, kimia, maupun biologi (jumlah mikroba patogen). Secara fisik air menjadi keruh, berbau dan bercampur partikel organik atau material lumpur.

Ahli nutrisi Fapet IPB, yang juga Ketua Center for Tropical Animal Studies (CENTRAS), Prof Nahrowi, menyatakan bahwa di musim penghujan biasanya air akan bermasalah pada segi kualitas kandungan bahan kimia. Problem yang muncul ialah kadar logam berat (umumnya zat besi) menjadi lebih tinggi, serta pH air cenderung asam. Air dengan kondisi seperti ini tidak baik diberikan pada ayam dan tidak baik untuk melarutkan obat maupun vaksin.

Sedangkan dari segi kualitas mikrobiologi, pada musim penghujan sumber air di peternakan ayam yang berasal dari sumur, kolam penampungan, danau, atau sungai akan tercemar mikroba patogen, terutama bakteri E. coli (penyebab kolibasilosis) dan Salmonella sp. (penyebab salmonelosis). Bakteri ini terbawa bersama feses ayam atau sampah di lingkungan peternakan.

“Ini sebenarnya adalah titik kritis, kalau tidak mempersiapkan diri dengan kondisi ini, dijamin performa ayam akan anjlok. Kematian juga mungkin tak terhindarkan, makanya jangan sampai luput pada titik ini,” kata Nahrowi.

Masalah pada Pakan
Musim penghujan juga kerap kali menyebabkan masalah pada pakan ayam, baik dalam bidang kualitas maupun kuantitas. Hal ini diungkapkan oleh CEO Nutricell Pacific Indonesia, Suaedi Sunanto.

Pakan merupakan zat yang kaya nutrisi dan mudah lembap. Tingginya kelembapan udara pada musim hujan menyebabkan penyimpanan pakan dalam gudang, baik di gudang induk farm ataupun gudang kandang tidak tahan lama. Keadaan ini disebabkan tingginya kelembapan udara di sekitar kandang yang secara langsung memengaruhi kandungan air di dalam pakan. Kandungan air >14% akan mempercepat pertumbuhan jamur dan penurunan kualitas pakan.

Selain penurunan mutu pakan secara kualitas (penurunan kadar nutrisi) maupun kuantitas (penggumpalan dan kerusakan pakan), pakan juga akan rentan terkontaminasi jamur yang berisiko meningkatnya kadar mikotoksin di dalamnya.

“Keberadaan mikotoksin meningkat mengikuti pertumbuhan koloni jamur. Bagi ayam, mikotoksin menyebabkan kondisi imunosupresi, sehingga ayam mudah terinfeksi bibit penyakit. Meski begitu, ancaman kematian ayam secara serentak bisa juga terjadi,” kata Suaedi.

Selain itu lanjut dia, peternak yang menggunakan pakan hasil formulasi sendiri (self-mixing), pada musim penghujan biasanya akan mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku pakan. Di musim hujan, bahan baku seperti jagung dan dedak berkualitas baik menjadi terbatas jumlahnya karena lebih banyak yang berkualitas rendah dengan kadar air >14%. Namun di sentra-sentra jagung seperti wilayah Lampung yang sudah mempunyai banyak fasilitas pengering jagung (corn dryer), ketersediaan bahan baku masih mudah diperoleh.

Cekaman Suhu
Pada musim penghujan, suhu lingkungan di sekitar lokasi peternakan ayam komersial sangat berbeda dengan musim kemarau. Di musim penghujan, suhu lingkungan relatif lebih rendah (udara lebih dingin). Jika masa brooding dilakukan pada musim penghujan, biasanya hampir sepanjang hari diperlukan pemanas dan biasanya masa brooding akan berlangsung lebih lama (>14 hari). Keadaan ini sangat berbeda ketika musim kemarau. Saat kemarau, pada siang hari (DOC umur tiga hari) pemanas bisa dimatikan karena suhu lingkungan sudah memenuhi suhu yang dibutuhkan.

Tentunya ini akan menambah tambahan biaya untuk pemanas. Namun, penerapan sistem pemanasan sepanjang hari (pemanas menyala siang dan malam) akan lebih baik. Jika tidak dilakukan pemanasan ekstra pada siang hari, DOC tidak mendapatkan suhu yang ideal untuk pertumbuhannya dan akan kedinginan. Dampak lebih lanjut, pertumbuhan DOC tidak akan merata dan banyak yang berukuran kecil sehingga performanya menjadi tidak baik.

Terjadinya hujan juga akan menyebabkan turunnya suhu lingkungan, baik itu suhu di luar maupun di dalam kandang. Untuk ayam umur 1-14 hari (periode brooding) perubahan suhu malam akan sangat berpengaruh terhadap performa ayam di umur berikutnya.

Apa yang Harus Dilakukan?
Tentunya dengan mengetahui risiko dan ancaman yang akan datang di musim penghujan, peternak sudah harus mulai mempersiapkan diri sebelumnya. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah:

1. Persiapan sarana dan prasarana
Sangat jelas peternak harus menyiapkan kandang dan fasilitas lainnya sebaik mungkin. Segera reparasi tiap bagian kandang yang rusak, jangan biarkan ada kebocoran pada atap dan genteng. Bila perlu atap diperlebar agar tampiasan air jatuh di tempat yang agak jauh dari kandang.

Peternak perlu mengatur sistem buka-tutup tirai kandang dengan sigap. Jika terjadi hujan disertai angin kencang, bagian sisi tirai yang arah anginnya menuju ke dalam kandang harus segera ditutup agar air hujan tidak tampias. Bahkan jika perlu tirai di setiap sisi kandang ditutup sebagian. Meski begitu, tetap sediakan celah ventilasi pada dinding kandang bagian atas dengan lebar 15-20 cm untuk pertukaran udara. Ketika masa brooding, peternak juga bisa memasang tirai dua lapis (tirai luar dan dalam), agar DOC tidak mengalami kedinginan ekstrem akibat angin.

Lakukan pengerukan feses di kolong kandang tiap tiga hari sekali. Namun jika aktivitas ini sulit dilakukan karena terkendala hujan deras, peternak perlu mengantisipasi terbentuknya akumulasi amonia dalam feses dengan memberikan bahan pengendali amonia.

Setelah feses dikeruk, tanah di bawah kandang dibuat cembung. Kemudian dibuat parit/selokan kecil di sekitar kandang untuk menampung air dari tumpukan feses, kemudian disalurkan ke tempat pembuangan limbah. Sistem ini akan mencegah terbentuknya genangan air di bawah kandang, meminimalisir bau dan membantu mempercepat keringnya feses. Pastikan drainase parit lancar.

Sekam yang lembap dan basah harus segera diganti atau ditambah dengan sekam baru. Namun sebelum ditambah, sekam yang basah sebaiknya ditaburi kapur tohor terlebih dahulu untuk membunuh mikroba di dalamnya.

Tambahkan jumlah pemanas atau naikkan suhu pemanas pada periode brooding, sehingga suhu kandang sesuai dengan kebutuhan DOC. Ketika suhu kandang terlalu dingin, DOC akan terlihat bergerombol di bawah pemanas, diam, meringkuk, dan malas bergerak untuk makan maupun minum.

2. Treatment air minum
Cara treatment yang paling mudah dan sering digunakan yakni dengan pemberian antiseptik pada air minum, yakni kaporit (12-20 gram tiap 1.000 liter air). Sebagai usaha pengendalian kontaminasi mikroba patogen dan agar mikroba baik di usus ayam tidak terganggu, program sanitasi air bisa dilakukan dengan sistem 3-2-3. Artinya 3 hari pemberian antiseptik, 2 hari air minum biasa, dan 3 hari pemberian antiseptik lagi, demikian seterusnya berselang-seling.

Sanitasi air ini sebaiknya dilakukan sesudah penyaringan/pengendapan agar antiseptik bekerja lebih efektif karena senyawa dalam antiseptik mudah terpengaruh oleh partikel organik. Khusus air minum yang dicampur dengan kaporit, setelah diendapkan minimal delapan jam baru bisa digunakan untuk melarutkan obat/vitamin. Selain itu, jangan berikan air yang mengandung antiseptik selama 48 jam sebelum dan 24 jam sesudah vaksinasi, karena virus vaksin akan rusak atau mati apabila kontak dengan antiseptik.

Bila memiliki biaya lebih, lakukan filtrasi (penyaringan). Sederhananya dilakukan menggunakan alat filter yang telah dirancang khusus untuk menyaring partikel organik/material lumpur dan logam (zat besi dan lain-lain) dalam air. Alat filtrasi ini bisa dipasang pada sumber air sebelum masuk ke penampungan, atau dipasang ketika air keluar dari penampungan sebelum disalurkan ke kandang.

3. Menjaga kualitas pakan
Memastikan kadar air dalam pakan tidak lebih dari 14% sebenarnya bukan tugas peternak, melainkan pabrikan atau supplier. Namun, jika terpaksa menerima bahan baku dengan kadar air >14%, maka segera keringkan dengan alat pengering khusus (oven) atau lakukan pengaturan stok agar bahan baku pakan bisa digunakan sesegera mungkin. Jika perlu tambahkan mold inhibitor, seperti asam propionat untuk menghambat pertumbuhan jamur.

Peternak juga harus memastikan tidak ada karung pakan yang sobek atau rusak guna mencegah kontak antara pakan dengan udara atau percikkan air. Terapkan sistem first in first out (FIFO) atau first expired first out (FEFO). Jadi, prioritaskan bahan baku pakan berusia lebih lama untuk digunakan terlebih dahulu. Tetapi jika ada bahan baku berkualitas kurang baik dan tidak memungkinkan disimpan lebih lama, dapat digunakan terlebih dahulu meskipun baru datang. Gudang pakan juga harus memiliki cukup ventilasi, hal ini agar ruangan gudang mendapatkan sinar matahari langsung, tidak lembap, posisi lantai lebih tinggi dari permukaan tanah, dan terhindar dari debu.

Selalu gunakan palet kayu di bawah tumpukan pakan. Pilih kayu yang tidak mudah lapuk dan sulit basah seperti kayu jati atau meranti. Usahakan pakan tidak menempel pada dinding gudang. Berikan jarak minimal 50 cm dari dinding gudang.

Selain jamur, perhatikan pula keberadaan vektor seperti kutu, tikus, dan serangga. Hewan tersebut bisa memakan dan merusak pakan sehingga kadar nutrisinya menurun dan berpotensi menyebarkan penyakit.

4. Meningkatkan imunitas ayam
Selain faktor eksternal, faktor internal yakni memperkuat imunitas ayam yang dipelihara juga penting. Dengan meningkatkan imunitas, ayam jadi tidak mudah sakit dan tetap memiliki performa yang baik.

Memberikan multivitamin pada air minum, melakukan program vaksinasi dan deworming sesuai jadwal, serta bila perlu lakukan treatment cleaning program menjadi hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi musim penghujan. Intinya imunitas yang baik akan memberikan performa yang baik. Jangan lupa pula jalankan program biosekuriti yang baik di farm. ***

Ditulis oleh
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

MEMAKSIMALKAN FUNGSI SEDIAAN PROBIOTIK

Probiotik dan prebiotik biasanya diberikan pada ternak melalui pakan dan air minum alias peroral. (Sumber: poultryworld.net)

Kini probiotik dan prebiotik bisa dibilang menjamur dan sudah banyak digunakan oleh peternak Indonesia. Rata-rata dari mereka mengharap “tuah” dari sediaan yang mereka gunakan, lalu bagaimanakah agar utilisasinya maksimal?

Probiotik dan prebiotik kini bukan barang asing bagi peternak Indonesia. Kini hampir di seluruh toko ternak, poultry shop, bahkan secara daring, sediaan tersebut dapat diakses oleh masyarakat tanpa terkecuali. Produsen sediaan tersebut pun dari dalam maupun luar negeri mulai menginvasi pasar Indonesia.

Kenali Cara Penggunaan
Probiotik dan prebiotik biasanya diberikan pada ternak melalui pakan dan air minum alias peroral. Pastinya perbedaan rute pemberian juga akan berbeda pula trik penanganannya. Misalnya saja pada pakan, selama ini dalam dunia peternakan terutama ayam, pakan diberikan dalam bentuk mash, crumble, maupun pellet. Artinya probiotik dan prebiotik ini harus ada di dalam pakan, akan sedikit merepotkan apabila pakan melewati proses pelleting dengan suhu tinggi, tentunya ini akan menjadi tidak efektif. Sebagaimana diketahui bersama bahwa proses pelleting pakan menggunakan suhu yang tinggi, meskipun waktunya singkat.

Suhu tinggi tentu merupakan ancaman bagi bakteri, karena beberapa jenis bakteri rata-rata akan mati pada suhu tinggi. Jika harus melewati proses pelleting (suhu 80-90° C), setidaknya harus ada perlakuan khusus pada probiotik maupun prebiotik yang nantinya akan digunakan di dalam formulasi pakan tersebut.

Drh Agustin Indrawati, peneliti sekaligus staf pengajar mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB University, mengatakan bahwasanya hal ini pasti perlu diperhitungkan. Berdasarkan beberapa literatur yang ia baca, beberapa jenis bakteri asam laktat sangat peka dengan suhu tinggi.

“Betul harus dipertimbangkan, jangan sampai menggunakan probiotik tetapi malah kehilangan bahan aktifnya, ya si bakteri baik itu. Soalnya suhu tinggi itu bakteri kurang suka, saya beri contoh misalnya kalau buat yoghurt, susu yang digunakan setelah dipanaskan itu harus ditunggu dulu sampai suhunya pas, kalau enggak bakteri starter si yoghurt itu juga mati kepanasan,” tutur Agustin.

Ia menyarankan apabila dirasa sulit menggunakan pakan dan harus melewati suhu pelleting, maka sediaan probiotik dan prebiotik harus dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat melewati suhu pelleting tanpa banyak merusak bahan aktifnya.

Sementara, Prof Lenny Van Erp dari HAS University Belanda, mengatakan bahwa para produsen di Eropa rata-rata sudah memiliki teknologi untuk mengatasi masalah tersebut. Menurutnya, adalah betul bahwa bakteri probiotik rentan terhadap suhu tinggi, namun dengan adanya perkembangan teknologi, semua hal bisa dilakukan.

“Ada beberapa produsen yang sudah melakukan kapsulasi pada bakteri probiotiknya, jadi bakteri akan dilapisi dengan pelindung (enkapsulasi) dari zat yang tahan suhu tinggi, sehingga bakteri di dalamnya dapat melewati suhu pelleting tanpa harus mati, sehingga khasiat bahan aktif masih ada. Begitupun dengan prebiotik, beberapa sediaan prebiotik banyak yang sudah dilakukan proses enkapsulasi," jelas Lenny.

Contoh lain yang Lenny utarakan yakni dengan menggunakan bakteri biakan yang sudah dibiasakan berada dalam kondisi suhu yang ekstrem. Layaknya mahluk hidup lain, materi inti (DNA) bakteri juga memiliki gen yang dapat menyesuaikan diri dengan tempat dia hidup. Sehingga bakteri probiotik yang dikembangkan dalam suhu tinggi, juga akan lebih resisten terhadap suhu tinggi.

Hal yang lebih sederhana diutarakan oleh Carlim, seorang yang bekerja di bidang peternakan unggas. Dirinya tidak menampik bahwa telah ada teknologi yang dapat membuat probiotik lebih tahan lama, tetapi biasanya harganya lebih mahal. Dirinya lebih memilih rute lain yakni dengan memberikan sediaan probiotik melalui air minum.

“Kalau pakan pabrikan betul itu pelleting harus lihai, kalau saya sih yang simpel aja, pakai dari air minum. Dulu waktu masih pegang broiler komersil, saya pakainya dari air minum, tinggal tuang, begitu saja. Yang penting sesuai dosis pemakaian,” kata Carlim.

Lalu apakah dengan memberikan probiotik melalui air minum sudah pasti manjur dan berkhasiat? Tentu tergantung. Yang perlu diperhatikan adalah kualitas air minum. Ingat kualitas air minum layaknya kualitas pakan, wajib hukumnya untuk dijaga. Misalkan air minum berada dalam kondisi yang kotor atau mengandung cemaran mikroba patogen yang ternyata lebih banyak jumlahnya daripada probiotik, tentu akan tidak bermanfaat.

Kemudian apabila menggunakan terlalu banyak klorin di dalam air minum, ini juga akan bermasalah. Tujuan penggunaan klorin pada dasarnya adalah untuk mendisinfeksi air minum agar meminimalisir cemaran mikroba patogen. Layaknya mikroba pada umumnya, probiotik juga peka terhadap aktivitas klorin di dalam air. Jadi alih-alih berkhasiat, yang terjadi malah sebaliknya, tidak menghasilkan efek yang diharapkan. Oleh karena itu, penting sekali menyesuaikan program pemberian obat, vaksin, dan lainnya dengan pemberian probiotik.

Probiotik Bukan Obat
Banyak stakeholder yang juga berkecimpung di dunia peternakan kembali ingin mengingatkan bahwasanya probiotik dan prebiotik bukanlah obat. Jadi, peternak jangan “mendewakan” sediaan tersebut sebagai obat. Jadikan penggunaan ini sebagai terapi supportif untuk mendorong performa ternak ke arah yang lebih baik.

Selain itu, gunakanlah probiotik dan prebiotik yang sudah teregistrasi di Kementerian Pertanian dan sudah terbukti secara empiris memiliki khasiat. Pasalnya, banyak oknum yang tidak bertanggung jawab memproduksi, menjual, dan mendistribusikan produk dengan embel-embel probiotik dan pengganti AGP, namun setelah diuji produk tersebut tidak mengandung probiotik sama sekali. Bahkan alih-alih probiotik, beberapa produk malah mengandung antibiotik dengan konsentrasi cukup tinggi, sehingga berpotensi meninggalkan residu pada produk hasil ternak. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

EMPAT PILAR PENTING MANAJEMEN BROILER MODERN

Kandang ayam broiler dengan sistem closed house. (Foto: Istimewa)

Ayam broiler terus berkembang genetiknya dari masa ke masa. Broiler sekarang ini berbeda dengan broiler beberapa dekade lalu. Karenanya penanganan peternakannya pun juga berubah.

Regional Technical Manager Cobb Asia Pacific, Amin Suyono, dalam sebuah webinar mempresentasikan empat pilar penting dalam manajemen broiler modern.

Pre-Heating
Lakukan pre-heating setidaknya 48 jam sebelum ayam datang, dengan tujuan 24 jam sebelum ayam datang target suhu sudah tercapai dan stabil. Pre-heating dilakukan dengan menyalakan pemanas atau heater lebih awal sebagai upaya untuk mencapai suhu kandang yang sesuai dengan kebutuhan ayam dan stabil sebelum ayam datang di kandang.

• Suhu lantai harus di pre-heated minimal 28° C.
• Ukur suhu litter, targetnya jika menggunakan furnace/force heaters suhu harus 32° C, jika menggunakan radiant heater suhu di bawah pemanas harus 40,5° C.
Ambient temperature sekitar 33° C.

Target suhu litter sangat penting karena anak ayam akan terpapar langsung dengan litter melalui telapak kakinya. Jika suhu udara sudah tercapai tapi suhu litter belum, anak ayam akan tetap merasa kedinginan.

Akibatnya anak ayam diam dan tidak aktif, mengurangi intake pakan dan air sehingga mengurangi pertumbuhan. Alas kandang yang masih dingin menyebabkan telapak kaki dingin sehingga menurunkan suhu tubuh internal.

Suhu internal anak ayam bisa diukur dengan menggunakan termometer yang dimasukkan dengan lembut ke kloaka. Cek minimal 15 ekor anak ayam per kandang. Suhu internal anak ayam harus dipertahankan pada 40-40,6° C.

Early Feed Intake
Maksimalkan intake pakan awal, caranya tambah feeder space dengan menggunakan kertas. Tutup 50% area brooding dengan kertas berkualitas bagus (bisa tahan lima hari), tempatkan kertas di kiri dan kanan tempat minum. Tempatkan pakan 75 gram/ekor di atas kertas dan tempat pakan lainnya sebelum ayam datang.

Setelah anak ayam datang taruh langsung di atas pakan sehingga early intake yang diharapkan bisa terjadi. Ayam bisa langsung mengenali dan mengonsumsi pakan jadi mereka tidak perlu mencari tempat pakan. Tempat minum dan air minum juga harus sudah tersedia.

Cara mengevaluasi early feed intake yaitu ambil sampel anak ayam 100 ekor merata di kandang dan diraba temboloknya (crop fill check). Targetnya 95% anak ayam temboloknya harus sudah terisi pakan dan air keesokan hari setelah penempatan. Target konsumsi pakan adalah 25% dari berat DOC pada 24 jam pertama.

Early feed intake penting karena ketika anak ayam makan lebih awal sistem pencernaannya mulai bekerja, vili usus tumbuh bagus, permukaan usus makin luas, sehingga pertumbuhan bisa lebih cepat. Metabolisme juga mulai berjalan, produksi panas tubuh dimulai, risiko kedinginan menghilang, dan kontrol suhu tubuh (termoregulator) akan bekerja lebih awal.

Jika anak ayam terlambat makan maka tidak ada produksi panas, suhu tubuh lebih rendah, lebih banyak ayam culling, kemampuan termoregulator tertunda.

Sebagai evaluasi apakah brooding yang dilakukan sudah benar, cek target tujuh hari meliputi berat badan 4,6 x berat DOC atau lebih dari 200 gram, deplesi di bawah 1% atau 1,25-1,5% bagi yang menjalankan program antibiotic free, keseragaman flock CV 8-10.

Ventilasi yang Optimal
Ventilasi berfungsi untuk memastikan sirkulasi udara di dalam kandang berjalan dengan baik, memenuhi kebutuhan udara yang berkualitas dengan suhu yang tepat sesuai kebutuhan ayam. Kemudian membuang panas yang berlebih dari dalam kandang. Membuang kelebihan kelembapan, gas beracun, serta mensuplai oksigen untuk kebutuhan ayam.

Kriteria kualitas udara yang baik meliputi oksigen minimum 19,6%, karbon dioksida maksimum 3.000 ppm, RH% (kelembapan) maksimum 70%, karbon monoksida maksimum 10 ppm, amonia maksimum 10 ppm, debu terhirup maksimum 3,4mg/m3 udara.

Jawaban untuk broiler modern adalah ventilasi aktif untuk closed house. Maintenance kandang juga harus bagus agar tidak terjadi kebocoran di kapasitas ventilasi. Dengan closed house selain bisa memanajemen kecepatan angin, ventilasi, juga bisa memanipulasi lighting, meningkatkan density hingga 40kg/m, serta bisa menjalankan sanitasi dan biosekuriti dengan lebih baik.

Pada sistem open house sulit untuk mendapatkan performa yang optimal karena ventilasinya pasif hanya tergantung pada aliran udara alami. Solusinya adalah instal stirring fan untuk membantu aliran udara di kandang. Atau lebih baik lagi berinvestasi upgrade ke closed house untuk strategi jangka panjang.

Manajemen Air Minum
Air merupakan nutrisi penting dalam produksi ternak. Sebanyak 70% berat badan ayam adalah air. Air berperan besar dalam regulasi suhu tubuh, juga untuk mengalirkan gas-gas, oksigen, dan karbon dioksida di dalam tubuh. Mentransport nutrisi, glukosa, asam amino, vitamin, mineral, dan membawa produk-produk limbah sisa metabolisme ke hati dan ginjal untuk dieliminasi.

Seekor broiler sampai dengan 35 hari (2,25 kg) mengonsumsi setidaknya total 6 liter air. Pada 24 jam pertama konsumsi air minum idealnya 1 ml/ekor/jam (1 hari 24 ml, kira-kira 50% berat DOC). Konsumsi air akan menstimulasi konsumsi pakan.

Untuk mengetahui dengan pasti kualitas air memang harus dilakukan tes laboratorium. Namun gampangnya jika air tidak bagus untuk manusia maka juga tidak bagus untuk ayam.
Higienitas dan sanitasi air minum harus dijaga. Sanitasi pipa yang buruk bisa meningkatkan pertumbuhan biofilm, yaitu lapisan mikroorganisme yang membentuk kerak/lendir di dalam pipa air. Merupakan tempat berkembangnya bakteri patogen termasuk E. coli.

Pencegahannya adalah dengan flushing pipa air minum secara rutin saat brooding tiga kali sehari, setelah itu sekali seminggu. Untuk sanitasi bisa klorinasi dengan level 3-4 ppm, menggunakan filter air dan penyinaran UV.

Broiler modern tumbuh lebih pesat, mengonversi pakan lebih baik, dan menghasilkan panas tubuh lebih banyak. Aplikasikan tips manajemen yang penting untuk mencapai performa optimal yaitu pre-heating, intake pakan seawal mungkin, ventilasi kandang yang memadai, serta air minum yang selalu tersedia dan higienis. ***

Ditulis oleh:
Nunung Dwi Verawati
Koordinator Peliputan & Redaksi Majalah Infovet

SEDIAAN HERBAL UNTUK MENJAGA KESEHATAN HEWAN

Kunyit, salah satu jenis tanaman obat yang banyak dimanfaatkan sebagai obat hewan. (Foto: Istimewa)

Di masa kini tren penggunaan sediaan herbal kian menjamur. Bukan hanya pada manusia, dunia medis veteriner pun juga sejak lama menggunakan sediaan herbal untuk menjaga kesehatan dan performa hewan, bagaimana lika-likunya?

Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi pun ikut berkembang termasuk dalam dunia medis veteriner. Berbagai obat-obatan, serta peralatan dan teknologi lain yang mendukung sektor medis veteriner pun ikut berkembang. Namun begitu, isu-isu yang dihadapi juga berbanding lurus dengan perkembangan yang ada.

Sebut saja isu resistensi antimikroba dan larangan penggunaan AGP di peternakan. hingga kini isu resistentsi antimikroba masih menjadi momok menakutkan di dunia medis manusia maupun hewan. Selain itu larangan penggunaan AGP membuat produsen obat hewan berlomba-lomba mencari alternatif untuk menggantikan antibiotik sebagai growth promoter.

Warisan Nenek Moyang
Sejak dulu manusia telah banyak memanfaatkan berbagai jenis tanaman yang terbukti memiliki khasiat untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit. Sebut saja temulawak, sambiloto, jahe, beras kencur, tentunya masyarakat sudah familiar dengan beberapa jenis tumbuhan tersebut karena khasiatnya.

Nyatanya sebagai Negara Mega Biodiversity, Indonesia memiliki ratusan jenis tanaman obat yang berpotensi digunakan dalam dunia medis manusia maupun hewan. Hal ini dikemukakan oleh Drh Slamet Raharjo, praktisi dokter hewan sekaligus peneliti dan staf pengajar dari FKH UGM.

“Ada ratusan bahkan ribuan jenis tanaman obat yang tersedia di negara ini dan banyak belum termanfaatkan dengan maksimal dalam hal ini pada sektor medis veteriner," tutur Slamet kepada Infovet.

Pria kelahiran Kebumen tersebut kemudian menjelaskan beberapa penelitian sederhananya. Misalnya ketika ia meneliti potensi daun sambiloto pada luka dibeberapa jenis hewan seperti domba dan anjing.

“Ini berawal dari pengalaman pribadi saya, ketika mengalami kecelakaan, saya mencoba pada diri saya. Lalu berpikir bahwa seharusnya pada hewan juga memiliki efek yang sama dan saya mencobanya, ternyata bisa,” tutur dia.

Selain daun binahong, Slamet juga menyebut beberapa jenis tumbuhan obat lain yang telah banyak digunakan sebagai obat pada hewan. Misalnya kunyit dan meniran yang dikombinasikan sebagai imunomodulator pada ayam petelur yang telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan tubuh ayam terhadap AI.

Salah satu peternak yang rajin menmberikan sediaan herbal kepada ayamnya adalah Kusnadi, peternak broiler kemitraan asal Bogor. Kusnadi rutin memberikan jejamuan kepada ayamnya agar tetap prima. “Kalau chick-in biasanya orang pada memberikan air gula, kalau saya air gula itu saya campur lagi sama kunyit dan beras kencur,” ujar Kusnadi.

Kepada Infovet ia mengaku telah melakukan praktik tersebut sebelum AGP dilarang. Bukan hanya sejak chick-in, Kusnadi juga mengatakan rutin memberikan jamu kepada ayam pasca vaksinasi gumboro atau ketika terjadi pergantian musim, bahkan saat cuaca ekstrem. Menariknya setiap fase pemeliharaan ia memberikan racikan yang berbeda.

“Kalau pas cuaca ekstrem, musim hujan, biasanya saya kasih jahe sama temulawak. Biar mereka juga fit dan enggak kedinginan,” pungkasnya. Namun sayang, ketika ditanya mengenai dosis pemberian ia mengakui hanya mengira-ngira berdasarkan pengalaman. Beruntung tidak pernah terjadi efek negatif pada ayamnya.

“Alhamdulillah enggak ada yang aneh-aneh, saya cuma manfaatin yang ada saja, kearifan lokal. Kalau kebanyakan kimia saya takut,” tutup Kusnadi.

Penelitian terkait penggunaan herbal untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap AI telah dilakukan oleh Prof Bambang Pontjo, salah satu staf pengajar FKH IPB. Salah satu penelitian yang beliau lakukan adalah dampak pemberian jamu untuk menangkal serangan AI pada broiler.

Dalam penelitian tersebut, Prof Bambang menggunakan empat jenis tanaman obat yang sudah familiar, di antaranya temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa). Keempat tanaman diekstrak sedemikian rupa lalu diberikan kepada ayam broiler yang diberi perlakuan menjadi empat, perlakukannya adalah sebagai berikut:


Uji tantang dilakukan selama 10 hari, sementara parameter yang digunakan pada penelitian adalah persen proteksi, yaitu persentase ayam yang hidup setelah uji tantang dilakukan. Hasil penelitian dari uji tantang didapatkan jumlah sisa ayam hidup yang berbeda-beda setiap harinya, seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:


Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diamati bahwa ayam broiler yang dapat bertahan sampai hari terakhir adalah ayam pada kelompok perlakuan formula 3 (F3) dan formula 1 (F1), dimana masing-masing kelompok terdapat sisa satu ekor ayam.

Tingkat kematian ayam yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan menandakan adanya aktivitas yang terjadi akibat pemberian formula yang berasal dari temulawak dan temuireng. Menurut Prof Bambang, temulawak dan temuireng merupakan tanaman obat yang memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid sebagai hasil metabolit sekunder.

“Kurkuminoid atau kurkumin ini memiliki aktivitas farmakologi berupa anti-inflamasi, anti-imunodefisiensi, antivirus (termasuk virus AI), antibakteri, antijamur, antioksidan, anti-karsinogenik, dan antiinfeksi, kalau dari literatur yang saya baca begitu,” tukasnya.

Dirinya juga menegaskan bahwasanya menggunakan sediaan herbal selain meminimalisir efek samping yang negatif, juga merupakan salah satu bentuk pengejawantahan dari melestarikan warisan nenek moyang.

Perlu Perhatian
Apakah pengunaan sediaan herbal selalu memberikan feedback positif dan memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi? Belum tentu, setidaknya dalam memberikan sediaan herbal untuk terapi medis veteriner, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan.

Menurut Drh Slamet Rahardjo, yang pertama kali harus diperhatikan adalah spesies atau jenis hewan yang hendak diobati. Ia memberi contoh, hewan karnivora misalnya kucing, secara fisiologis memiliki kemampuan lebih rendah dalam mencerna sediaan herbal ketimbang hewan omnivora seperti anjing dan unggas. Oleh karena itu, pemberian sediaan peroral untuk karnivora sebaiknya tidak dilakukan. Namun begitu, sediaan-sediaan herbal yang pengunaannya topikal masih dapat digunakan.

Selain itu Slamet juga menambahkan bahwa dokter hewan juga harus dapat mengidentifikasi jenis herbal yang harus digunakan sampai ke bagian-bagiannya. Misalnya saja kunyit, bagian dari kunyit yang dipakai untuk terapi yakni bagian rimpang atau umbinya.

“Di bagian tertentu suatu tanaman tentunya ada zat aktif yang dapat dimanfaatkan. Nah bagian-bagian itulah yang kita manfaatkan, salah menggunakan bagian nanti malah enggak ada efeknya, atau malah jadi racun, jadi harus hati-hati,” ungkap Slamet.

Ia menambahkan bahwa setiap zat aktif yang ada pada tanaman obat diperlukan volume tertentu (dosis) yang terukur agar menunjukkan khasiatnya. Oleh karena itu, sebaiknya para dokter hewan yang hendak memberikan sediaan herbal harus mengetahui dosis efektif dari sediaan tersebut. Akan lebih baik lagi apabila menggunakan sediaan herbal yang sudah teruji dan terbukti secara de facto dan de jure memiliki khasiat obat.

“Jadi hewan juga jangan dijadikan objek percobaan. Misalnya kita ketemu tanaman A, terus belum ada penelitian apa-apa langsung kita pakai di pakan ayam, niatnya biar ngurangi nyekrek misalnya, itu salah. Kenapa enggak pakai yang sudah ada literatur dan sudah terbukti saja, kan enak. Jadi yang pasti aja, jangan coba-coba,” ucapnya.

Slamet juga mengingatkan agar sediaan herbal digunakan sesuai rute penggunaan obat. Dokter hewan harus memahami rute pemberian obat herbal yang terbaik, jangan sampai salah rute dan tidak ada efek medis yang dihasilkan. Kombinasi antara sediaan herbal dan konvensional menurut Slamet sebaiknya digunakan.

“Jadi pasien tetap kita kasih obat konvensional, tetapi kita support dengan herbal agar mempercepat kesembuhannya, sekarang banyak yang seperti itu,” pungkasnya. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

INTELLIOPT : SOLUSI SUPLEMENTASI TRACE MINERAL YANG PRESISI

Grand Launching Intelliopt® secara daring

Dalam suatu formulasi ransum, mineral mungkin digunakan dalam jumlah yang sedikit, namun begitu kita juga tidak dapat memandang sebelah mata akan pentingnya fungsi dari mineral. Hal tersebut diungkapkan oleh Prof Budi Tangendjaja dalam sebuah webinar sekaligus Grand Launching Intelliopt® yang diselenggarakan oleh PT Trouw Nutrition Indonesia pada Selasa (19/4) melalui daring Zoom Meeting. 

Sebagai narasumber dalam webinar tersebut Prof Budi menjabarkan akan pentingnya peran dari mineral yang kerap kali dipandang sebelah mata. Ia mengatakan bahwa beberapa jenis mineral berfungsi dalam membantu metabolisme mulai dari sistem pembekuan darah, keseimbangan osmotik, katalisator enzim, kualitas kerabang telur, dan bahkan perkembangan sistem muskuloskeletal pada ayam.

"Saya sering bilang ke peternak layer, kalau you mau punya ayam bertelurnya bagus, besar, kualitas telurnya juga bagus, otomatis tulangnya juga harus besar. Nah, salah satu yang mempengaruhi perkembangan tulang alias skelet, ya mineral juga, makanya ini jangan sembarangan," tutur Prof Budi.

Ia juga mengatakan bahwa pemberian trace mineral haruslah berada dalam jumlah yang tepat. Ini menjadi penting karena jika pemberiannya kurang, ternak akan mengalami defisiensi dan performanya terganggu. Sedangkan dalam jumlah yang terlalu banyak akan berdampak pada keracunan.

"Satu contoh misalnya selenium, di Amerika dulu selenium itu  menyebabkan kasus keracunan pada ternak. Tapi dari situ juga kita tahu bahwa ternak butuh asupan selenium dalam jumlah yang tepat tentunya. Mineral juga dapat mencemari lingkungan karena ia ikut keluar bersama feses, makanya kalau berlebihan ini akan bahaya," tukas Prof Budi.

Oleh karenanya Prof Budi menyarankan agar dalam memberikan suplementasi mineral pada ternak sebaiknya memang harus dalam jumlah yang tepat agar dapat terutilisasi secara maksimal oleh ternak.

Intelliopt® : Memenuhi Kebutuhan Mineral Dalam Jumlah Yang Presisi

Dalam kesempatan yang sama Kinasih Sekarlangit selaku Product Specialist PT Trouw Nutrition Indonesia mengatakan bahwa ada beberapa tantangan dalam menyuplai kebutuhan trace mineral pada ternak, diantaranya optimasi dari suplementasi, variasi dan reaktivitas mineral di dalam pakan, serta akurasi jumlah pemberiannya.

"Untuk itu kami memberikan solusi kepada para nutrisionis dalam hal ini dengan menggunakan Intelliopt®. Produk ini merupakan kombisasi dari teknologi kami yakni Intellibond dan Optimin yang memaksimalkan suplementasi mineral untuk ternak," tutur dia.

Intelliopt® merupakan produk feed supplement berupa mineral blend dimana sumber mineral yang digunakan yakni berupa mineral organik dan mineral yang memiliki gugusan hidroksi, bukan sulfat.

Kinasih juga menjabarkan beberapa keunggulan dari Intelliopt®, misalnya sumber mineral yang digunakan adalah mineral organik stabil dan lebih maksimal diserap tubuh. Selain itu Intelliopt® juga memiliki teknologi OptiSize sehingga densitasnya lebih seragam. Nutirisionis pun tidak perlu khawatir karena mineral jumlah mineral yang disuplementasi lebih presisi dan tidak akan bersifat reaktif pada zat nutrien lain di dalam pakan.

Dalam beberapa trial yang dilakukan terbukti bahwa pemberian Intellibond® dapat memperbaiki FCR, meningkatkan performa, bahkan mempengaruhi kualitas kerabang telur dan karkas. Hal ini tentu akan meningkatkan keuntungan dari peternak.

Wully Wahyuni selaku President Director PT Trouw Nutrition Indonesia dalam sambutannya mengatakan bahwa dengan diluncurkannya Intelliopt® ini, ia berharap agar produk tersebut dapat senantiasa menjadi solusi dalam menyuplai kebutuhan mineral pada ternak.

"Kami ingin memberi solusi dan menjadi partner dari bapak / ibu sekalian dengan segala teknologi yang kami miliki, oleh karena itu semoga Intelliopt® ini benar - benar menjadi solusi yang presisi dalam menyuplai kebutuhan mineral ternak anda," pungkasnya. (CR)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer