Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini PDHI | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PB PDHI ADAKAN SEMINAR MITIGASI WABAH LSD

Ketum PDHI bersama para pembicara seminar

Lumpy Skin Disease (LSD) merupakan penyakit yang baru - baru ini mewabah di Indonesia khususnya di Provinsi Riau. Atas kekhawatiran mewabahnya LSD PB PDHI menggelar seminar nasional terkait mitigasi wabah penyakit LSD secara luring di Hotel Grand Whiz Simatupang maupun daring mellaui aplikasi Zoom Meeting pada Jum'at (1/4) yang lalu. 

Ketua Umum PDHI Drh Muhammad Munawaroh menyatakan keprihatinannya atas datangnya kembali penyakit baru ke Indonesia. melalui webinar ini diharapkan nantinya PDHI dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait mitigasi wabah LSD. 

"Sebagai partner pemerintah kami ingin berbuat lebih, memberikan rekomendasi bagaimana sebaiknya wabah ini ditangani. Sapi dan daging sapi sudah menjadi bagian penting negara ini, dengan adanya LSD ini juga akan berpotensi mengganggu supply dan demand daging sapi. Nah makanya hal ini harus sgera ditangani supaya tidak seperti ASF kemarin," kata Munawaroh dalam sambutannya.

Hadir sebagai narasumber yakni Drh Arif Wicaksono (Kasubdit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan), Drh Tri Satya Putri Naipospos (Ketua Umum CIVAS), Prof Widya Asmara (Guru Besar FKH UGM), dan Didiek Purwanto (Ketua Umum GAPUSPINDO). 

Drh Arif Wicaksono yang menjadi narasumber pertama mengatakan bahwa hingga kini LSD yang mewabah di Riau telah menginfeksi 381 ekor sapi secara keseluruhan dan sapi yang mati akibat LSD tercatat sebanyak 3 ekor, dan yang dipotong secara terpaksa sebanyak 14 ekor. 

"Kabupaten Indragiri Hulu merupakan kabupaten yang terbanyak terinfeksi LSD, kami masih melakukan mitigasi, dan sudah melakukan vaksinasi kepada sapi - sapi yang masih belum terinfeksi. Pemerintah sendiri sudah menggelontorkan 450.000 dosis vaksin untuk melakukan vaksinasi di sana," tutur Arif.

Sementara itu Drh Tri Satya Putri Naiposos secara mendalam menjelaskan epidemiologi penyakit ini. Ia bialng bahwa LSD menyebar dari benua Afrika yang juga banyak menyerang ruminansia di sana. Penyebarannya paling banyak dikarenakan oleh kontak langsung dan juga melalui vektor serangga seperti nyamuk, lalat pengisap darah, dan caplak.

"Yang juga perlu kita cermati penyakit ini memang tidak begitu mematikan, namun tetap harus dicegah. Terlebih lagi ini merupakan penyakit eksostik di sini, makanya kita harus banyak belajar dari beberapa negara Afrika. Jangan lupakan satwa liar juga, karena satwa liar di sana (Afrika) secara serologis terdeteksi LSD, makanya kalau perlu satwa liar kita dilakukan itu uji serologis biar kita tahu juga keadaanya," tutur wanita yang akrab disapa Ibu Tata tersebut.

Sementara itu Prof Widya asmara menyatakan bahwa LSD bukanlah penyakit yang zoonotik. Ini juga sekaligus mengonfirmasi berita - berita hoax terkait LSD yang beredar di media sosial dan beberapa portal berita.

"Jadi enggak usah takut makan daging atau olahan daging, ini bukan penyakit yang zoonotik. Jadi jangan sampai masyarakat menerima berita - berita hoax mengenai LSD. Daging hewan yang terinfeksi LSD masih boleh dikonsumsi, hanya masalah etika saja," tutur Prof Widya.

Kesiapan pelaku usaha terkait wabah LSD juga dipaparkan oleh Didiek Purwanto. Menurutnya, pelaku usaha terutama feedlot sudah pasti siap dengan hal ini, namun ia menyatakan keraguannya bahwa akan kesiapan peternak mandiri.

"Saya kemarin ke Jawa Timur nanya ke peternak, mereka nggak tahu itu LSD. Di Riau sendiri bahkan saya tanya kalau peternak malah enggak takut LSD, soalnya enggak bikin sapi mati sekaligus banyak kaya penyakit Jembrana, nah ini harus dibenahi," tutur Didiek. (CR)


MENGAKALI BIAYA PAKAN AGAR LEBIH EFISIEN

Webinar interaktif dan menambah wawasan

Naiknya harga berbagai macam bahan baku pakan membuat formulator dan peternak harus memutar otak dalam formulasi pakan agar harganya tetap terjangkau. Atas dasar keresahan tersebut PDHI bersama Samyou International menggelar webinar bertajuk “Energi Mahal, Peranan Lipozyme Memaksimalkan Energi dalam Pakan” pada Jumat (7/1). Webinar terrsebut juga digelar dalam menyambut Hari Ulang Tahun PDHI yang ke-69 yang jatuh pada 9 Januari 2022.

Drh Muhammad Munawaroh selaku Ketua Umum PB PDHI mengatakan bahwa tingginya harga pakan menjadi concern tersendiri bagi PDHI. Hal ini tentunya akan menjadi beban bagi peternak karena pakan merupakan komponen tersbesar dalam suatu usaha budidaya ternak.

“Untuk itu dengan digelarnya acara ini peternak dan para formulator di produsen pakan diharapkan dapat lebih efisien dalam formulasi pakan dan outputnya dapat mengurangi harga pakan agar lebih terjangakau,” tutur Munawaroh.

Prof Budi Tangendjaja yang menjadi pembicara dalam webinar tersebut memaparkan bahwa mindset peternak masih saja salah terkait pakan. Menurut beliau, masih banyak peternak Indonesia menganggap bahwa pakan yang baik adalah pakan dengan kadar protein yang tinggi.

“Ini salah, padahal yang terpenting adalah nilai energinya dan terpenuhinya unsur – unsur makro dan mikro yang ada di dalam pakan. Makanya ini harus diluruskan, nah untuk energi ini kan mahal, jadi bagaimana caranya supaya energi di dala pakan ini cukup dan harganya murah,” tutur Budi.

Dalam suatu formulasi ransum pada pakan ternak Budi mengatakan bahwa ada lebih dari 30 jenis nutrient yang dibutuhkan dan nutrient – nutrient tersebut berasal dari beragam bahan baku. Oleh karenanya kecakapan formulator tidak hanya dinilai dari terpenuhinya suatu nilai gizi pada suatu formulasi pakan, tetapi juga dari segi ekonomis pakan.

“Singkatnya pakan itu harus bergizi, murah, dan aman bagi yang memakan (ternak). Formulator yang jago harus bisa menggunakan keahliannya dalam meracik pakan,” kata Budi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa energi dalam pakan diperoleh dari jagung, namun karena ketersediaan dan kualitasnya, para formulator harus mencari substituent dari jagung. Sebut saja minyak, Indonesia merupakan salah satu penghasil CPO terbesar di dunia dimana CPO ini dapat dijadikan substituent jagung sebagai sumber energi.

Namun kata Budi, tidak semua ternak dapat mencerna minyak dengan baik, terutama pada ternak yang berusia muda dimana aktivitas enzim pankreasnya belum bekerja secara maksimal. Oleh karenanya dibutuhkan suplementasi enzim lipase secara eksogen dalam mempermudah ternak muda terutama ayam dalam mencerna minyak, dalam hal ini lemak.

“Anak ayam sampai umur 8 hari enzim pankreatiknya belum bekerja, bahkan bisa dibilang dia tidak punya enzim lipase yang bekerja di dalam ususnya, nah makanya ada penelitian yang menyebutkan bahwa penambahan enzim lipase dalam pakan membantu kecernaan lemak dan energi pada anak ayam,” tutur Budi.

Sementara itu Dr Zhang Yang selaku Direktur Teknik dan Aplikasi Nutrisi Hewan Mianyang Habio Engineering menyebutkan bahwa lemak merupakan unsur yang mengandung lebih banyak nutrisi daripada karbohidrat. Bahkan nilainya sampai 2,25x dari karbohidrat.

“Oleh karena itu sayang apabila ini tidak dimanfaatkan, apalagi Indonesia merupakan penghasil CPO terbesar yang merupakan sumber lemak pada ransum ternak,” tutur Dr Zhang.

Lebih lanjut, Zhang mengatakan bahwa lemak juga merupakan bahan pakan yang paling mahal di antara semua bahan saat ini. Namun, karena lemak kasar dalam bahan pakan umumnya tidak banyak dimanfaatkan, hal itu menyebabkan pemborosan biaya pakan yang besar. Beberapa alasan mengapa lipase digunakan antara lain lipase yang ada dalam tubuh tidak mencukupi, terutama ketika ternak berada di bawah pengaruh kepadatan yang tinggi, stres, dan adanya penyakit sub klinis.

“Solusinya adalah dengan memilih enzim lipase spesifik yang sesuai dengan karakteristik saluran pencernaan ternak serta memilih enzim lipase yang memiliki efisiensi enzimolisis tinggi untuk lemak kasar yang ada dalam beberapa bahan pakan,” pungkasnya. (CR)

 

MUKERNAS PDHI : FOKUSKAN UU KEDOKTERAN HEWAN

MUKERNAS PDHI : Menuju Organisasi Yang Lebih Profesional


Sabtu (4/12) yang lalu bertempat di Grand Whiz Hotel Poins Square Jakarta Selatan, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) melangsungkan Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) dengan tema  “Menuju Organisasi dengan Manajemen Profesional”. Selain digelar secara luring, acara tersebut juga digelar secara daring melalui aplikasi Zoom meeting.

Ketua Umum PB PDHI Drh Muhammad Munawaroh dalam sambutannya berterima kasih dan mengapresiasi para sponsor dan PDHI cabang yang telah menyuskeskan keberlangsungan acara tersebut. Menurutnya, kini PDHI semakin profesional dan semakin dipercaya oleh para stakeholder oleh karena itu meskipun bukan beroirentasi pada profit PDHI harus semakin solid dan profesional.

"Laporan keuangan kita surplus dan MUKERNAS kali ini kita akan membahas AD/ART agar lembaga ini semakin profesional kedepannya. Ini penting, karena dengan adanya AD/ART yang disusun rapi, kedepannya siapapun yang meneruskan tongkat estafer kepemimpinan organisasi ini punya pegangan akan dibawa kemana organisasi ini," tutur Munawaroh.

Selain itu disampaikan juga olehnya, bahwa MUKERNAS kali ini juga akan membahas dan memfokuskan pada UU Kedokteran hewan dan mendengarkan visi dan misi dari berbagai PDHI cabang. 

Munawaroh mengatakan bahwa nantinya UU kedokteran hewan akan memfokuskan pada perlindungan pada profesi dokter hewan dan juga akan banyak membahas terkait hewan piara alias pet and companion animal.

"Selama ini UU Peternakan yang kita miliki sudah cukup baik, namun masih hanya berfokus pada dokter hewan yang ada di Kementan, nah disitu juga banyak fokus pada hewan ternak. Sementara dalam UU Kedokteran Hewan yang baru ini, kita bukan hanya banyak membahas itu, kita juga akan membahas hewan dalam arti keseluruhan hewan dan dokter hewan yang juga bekerja di luar Kementan," tuturnya.

Ia juga menyampaikan bahwa saat ini perkembangan terakhir dari draft UU tersebut sudah sampai ke telinga DPR dan sudah ditanggapi. Ia sendiri menargetkan minimal pada tahun 2025 nanti UU Kedokteran tersebut sudah dapat diterbitkan.

"Kita punya wakil di salah satu komisi di DPR yang juga dokter hewan, mudah - mudahan ini bisa cepat rampung. Bila perlu nantinya harus banyak juga dokter hewan menghuni gedung DPR untuk memperjuangkan aspirasi dokter hewan Indonesia," tutupnya. (CR)


GURU BESAR FKH UGM MERAIH PENGHARGAAN BESTARI AWARD



Prof. Michael (tengah) bersama perwakilan PDHI dan Tim Qilu Pharmaceutical 

Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof. Dr. Drh Michael Haryadi Wibowo M.P. dinobatkan sebagai peraih penghargaan Bestari Award oleh PDHI bersama Qilu Pharmaceutical pada Sabtu (27/11) yang lalu.

Kepada Infovet ketika ditemui di Grha Dokter Hewan Indonesia yang berlokasi di jalan JOE Jakarta Selatan, Prof. Michael mengutarakan rasa syukur dan terima kasihnya atas penghargaan tersebut.

"Ini merupakan suatu hal yang istimewa dan luar biasa bagi saya, terima kasih untuk berbagai pihak yang telah memberikan support, terutama PDHI dan Qilu Pharmaceutical atas kepercayaannya kepada saya. Mudah - mudahan ini menjadi penambah motivasi saya dalam berkarya dan terus memajukan negeri ini dari sektor kesehatan hewan," tuturnya.

Prof. Michael dinilai layak mendapatkan penghargaan tersebut atas prestasi, inovasi, kreasi, dan kontribusinya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang peternakan. Hal tersebut diutarakan oleh Dr. Heriyanti O. Utoro MA, Corporate Public Relation Qilu Pharmaceutical dalam kesempatan yang sama.

"Kami Qilu Pharmaceutical peduli akan perkembangan sains dan teknologi di bidang kesehatan dan nutrisi hewan, penghargaan ini tentunya merupakan pengejawantahan hal tersebut. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Michael atas kontribusinya di bidang kesehatan hewan," kata wanita yang akrab disapa Ibu Oyen tersebut.

Ia melanjutkan bahwa Bestari Award juga memiliki filosofi tersendiri dimana makna dari kata Bestari yakni merujuk pada seseorang yang memiliki pengetahuan luas, berpendidikan baik, memilki budi pekerti yang luhur serta memiliki prakarsa, gagasan orisinal, inovatif, dan tentunya profesional. 

"Biasanya ungkapan bestari disandingkan dengan kalimat bijak bestari, yang memiliki makna cerdas dan bijaksana. Bestari ini bagi kita juga merupakan akronim yakni belajar, beramal seperti semangat matahari, dan kata Bestari pun sudah dibakukan dalam KBBI," tuturnya. 

Heryati juga menuturkan bahwasanya Bestari award nanti juga akan dianugerahkan kepada orang dari bidang lain seperti agribisnis, nutrisi ternak, bahkan bidang kebudayaan yang dinilai memiliki kriteria seperti di atas. 

Ketua Umum PB PDHI Dr. Drh Muhammad Munawaroh MM. memberikan sedikit testimonialnya terkait terpilihnya Prof. Michael sebagai peraih Bestari Award.

"Beliau merupakan salah satu orang yang berkontribusi dalam mitigasi wabah AI di Indonesia pada tahun 2003, yang sekarang sudah banyak lahir vaksin AI dari hasil mitigasi beliau. Selain itu beliau juga yang proaktif dalam meneliti bahkan menemukan beberapa penyakit unggas lainnya di tanah air seperti IB Varian, IBH, dan lainnya. Jangan juga dilupakan peran beliau dalam membantu peternak dan kontribusi beliau di dunia pendidikan, tentunya ini merupakan suatu hal yang luar biasa dan layak diapresiasi," kata Munawaroh.

Webinar Koksidiosis

Koksidiosis merupakan salah satu momok bagi peternak lantaran dapat menyebabkan hambatan dalam pencapaian performa ayam maksimal. Hingga kini koksidiosis menjadi momok menakutkan bagi peternak ayam baik broiler, layer, bahkan untuk level indukan (PS dan GPS).

Atas dasar tersebut Qilu Pharmaceutical bersama PDHI menyelenggarakan webinar dengan tema "Strategi Pengendalian Koksidiosis dan Efektivitas Antikoksidia" di hari yang sama melalui daring zoom meeting. Tercatat lebih dari 800 orang menghadiri webinar tersebut.

Bertindak sebagai keynote speaker dalam webinar tersebut yakni Dr Drh Muhammad Munawaroh MM. Pembicara yang dihadirkan pun merupakan konsultan dan juga guru besar FKH UGM yankni Prof. Charles Rangga Tabbu dan Prof. Gao Xing dari pihak Qilu Pharmaceutical Group. Webinar berdurasi lebih dari dua jam tersebut dimoderatori oleh praktisi perunggasan Drh Eko Prasetyo.

Prof. Charles memaparkan presentasinya sebanyak dua kali, dimana pada presentasi pertama beliau menjelaskan mengenai strategi pengendalian koksidiosis dan dalam presentasi kedua beliau memaparkan mengenai efektivitas sediaan antikoksidia dan aplikasinya. Sementara Prof. Gao Xing dalam presentasinya membawakan presentasi terkait pendekatan praktis dalam mengendalikan koksidia di peternakan broiler. 

Prof. Charles Rangga Tabbu memberikan materi webinar

Qilu Pharmaceutical merupakan perwakilan Qilu Pharmaceutical group di Indonesia yang merupakan salah satu produsen berbagai jenis produk Animal Health & Agricultural Solution terbesar di dunia. Dengan teknologi yang canggih dan muktahir, Qilu Pharmaceutical menghasilkan produk-produk yang berkualitas yang menguasai 50% market share Pharmaceutical dunia untuk produk Salinomycin, Monensin, Maduramicin, Ceftiofur, Apramycin, Tylosin, Tilmicosin, Neomycin dan lain-lain.

Selain itu, untuk produk Biopestisidanya juga menguasai 60% market share dunia seperti Abamectin dan Spinosad.

Dengan hadirnya Qilu Pharmaceutical di Indonesia, diharapkan dapat turut menyumbang peran dalam membangun dunia peternakan dan agrikultural Indonesia yang lebih baik. (CR)



SOSIALISASI PENINGKATAN KESADARAN PENATAGUNAAN ANTIMIKROBA

Dirkeswan Nuryani Zainuddin saat memaparkan presentasinya dalam Sosialisasi Peningkatan Kesadaran Penatagunaan Antimikroba untuk Dokter Hewan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Antimikroba merupakan penemuan besar yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan lingkungan. Kendati demikian, antimikroba bagai pedang bermata dua, penggunaannya yang tinggi dan tidak bijak memacu meningkatnya resistansi mikroba atau antimicrobial resistance (AMR).

Data WHO 2014, menunjukkan kejadian AMR sudah merenggut 700 ribu jiwa dan diperkirakan meningkat 10 juta jiwa pada 2050 apabila tidak dikendalikan. Sementara survei AMU 2020, menunjukkan antibiotik enrofloxacine, amoxicillin, colistin, sulfadiazine, trimethoprim, ciprofloxacin dan tylosin masih cukup tinggi digunakan di enam provinsi di Indonesia.

Dari latar belakang tersebut, dilaksanakan Sosialisasi Peningkatan Kesadaran Penatagunaan Antimikroba untuk Dokter Hewan, Selasa (5/10/2021), atas kerja sama Kementerian Pertanian, FAO, USAID dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).

Dalam kegiatan tersebut dijelaskan, salah satu dampak residu antibiotik yang tertinggal di bahan pangan asal hewan sangat berbahaya bagi manusia. Hal tersebut bisa mengakibatkan reaksi alergi, toksisitas, memengaruhi flora usus, pengaruh buruk pada respon imun dan resistensi pada mikroorganisme.

“Selain berbahaya bagi kesehatan, residu antibiotik juga berpengaruh terhadap lingkungan dan ekonomi,” papar Prof Ida Tjahajati dari Universitas Gadjah Mada yang menjadi narasumber.

Ida menjelaskan, faktor pendorong terjadinya resistensi antimikroba pada sektor peternakan akibat dari penggunannya yang berlebihan, tidak sesuai dosis dan waktu henti, penerapan sanitasi dan higiene yang buruk, minimnya kesadaran, serta lemahnya kepatuhan dan kontrol penggunaan antimikroba.

Oleh karena itu, kesadaran masyarakat di sektor peternakan dan kesehatan hewan menjadi sangat penting dalam menegakkan penatagunaan antimikroba. Hal itu ditegaskan Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan), Nuryani Zainuddin.

Ia menjelaskan, tujuan penatagunaan antimikroba adalah untuk mengurangi kerusakan berkelanjutan akibat AMR pada hewan, manusia dan lingkungan, serta mengurangi konsumsi dan biaya antimikroba tanpa meningkatkan mortalitas. “Juga mengoptimalkan biaya perawatan kesehatan pada manusia maupun hewan,” katanya.

Lebih lanjut, adapun strategi penatagunaan antimikroba di bidang peternakan dan kesehatan hewan bisa dilakukan dengan menerapkan good farming practices, biosekuriti, biosafety, vaksinasi dan praktik kedokteran hewan yang baik. Dengan begitu, lanjut dia, bisa dipastikan penggunaan antimikroba dan risiko perpindahan mikroorganisme akan menurun.

“Penting juga untuk melakukan diagnosis tepat terhadap suatu kasus penyakit dan peresepan yang bertanggung jawab dari dokter hewan. Hal ini menjadi pendorong penggunaan antimikroba secara bijak dan bertanggung jawab,” pungkasnya. (RBS)

PRODUK NUTRICELL RAMBAH NEGERI GINSENG

Pelepasan Ekspor Produk Obat Hewan Milik Nutricell Menuju Korea Selatan

Senin (13/9) PT Nutricell Pacific kembali melakukan ekspor produknya, tidak tanggung - tanggung kali ini Korea Selatan yang jadi tujuan ekspor Nutricell. Acara seremonial ekspor tersebut dilangsungkan di Kantor Nutricell yang berlokasi di Komplek Pergudangan Taman Tekno, Tangerang Selatan.

Sebanyak 28 ton sediaan imbuhan pakan dengan nilai lebih dari USD 254 ribu (sekitar Rp 3,6 Milyar) dikirimkan ke Korea Selatan pada hari itu. Dalam sambutannya CEO PT Nutricell Pacific Suaedi Sunanto  tak hentinya menyatakan rasa syukur atas raihan yang telah dicapai perusahaannya.

"Ini sudah yang ke-3 kalinya untuk kami, dan ini merupakan salah satu pencapaian yang apik bagi kami. Apalagi ini terasa sangat spesial karena perusahaan kami baru saja merayakan perayaan ulang tahun yang ke-6. Saya rasa ini adalah suatu karya yang dapat kami persembahkan untuk negeri ini, oleh karena itu semua saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah sudi membantu kami dalam mewujudkan hal ini," tutur Suaedi.

Ia juga mengatakan bahwa Nutricell memiliki komitmen untuk menghadirkan produk yang memenuhi standar kualitas global mulai dari kualitas produk, keamanan, ketelusuran (traceability),  dan tentu saja standar keberlangsungan (sustainability).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah juga mengapresiasi pencapaian Nutricell. Menurutnya Nutricell merupakan salah satu perusahaan yang dapat dijadikan contoh sukses dalam membantu pemerintah menjalankan program GRATIEKS Pertanian (Gerakan Tiga Kali Ekspor Pertanian).

"Seperti apa yang diamanatkan oleh Pak Menteri, kami selalu mendukung siapa saja yang ingin ekspor, akan kami gelar karpet merah bagi siapa saja yang ingin ekspor. Tentunya kami juga tidak akan mempersulit, malah akan kami bantu semaksimal mungkin, kalau untuk ekspor, Ditjen PKH Sabtu - Minggu tidak libur!," kata Nasrullah sembari berkelakar.

Sebagai informasi Nasrullah juga menyampaikan bahwa ekspor komoditas peternakan pada tahun 2021 periode bulan Januari-Juli tercatat mencapai 192.034 ton dengan nilai USD 807.587.385 atau setara Rp 11,7 triliun.

Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020 (YoY), volume ekspor mencapai 175.022 ton dengan nilai sebesar USD 466.838.460, nilai ini meningkat sebesar 9,72% dan nilai ekspor meningkat sebesar 72,9%. Oleh karenanya dirinya akan terus menghimbau dan membantu perusahaan mana saja yang bergerak di bidang peternakan dalam melakukan ekspor, karena ekspor menunjukkan bahwa Indonesia tetap bisa bersaing dengan luar negeri.

Produk Unggulan, Kearifan Lokal

Direktur Technical Nutricell, Wira Wisnu Wardhana mengatakan bahwa sejatinya Indonesia memiliki potensi dalam hal sumber bahan baku. Banyak hal yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia karena kekayaan sumber daya alamnya.

"Bahan baku kita lakukan penelitian mendalam kandungannya, khasiatnya, keunggulan dan kekurangannya, lalu kita berikan nilai tambah agar dapat dimanfaatkan oleh ternak. Dengan begitu akan ada value yang didapat sehingga bermanfaat," tutur Wira.

Ia menuturkan Nutricell selalu berkomitmen dalam mengembangkan produk-produk feed additive dan feed supplement berbasis sumberdaya lokal, melalui riset, dan investasi dalam kemampuan analisa dan manajemen. (CR)





PDHI LAMPUNG SELENGGARAKAN WEBINAR COVID-19 PADA HEWAN DAN PRODUKNYA

Webinar PDHI Lampung 


Jum'at 13 Agustus 2021 PDHI Lampung mengadakan webinar via daring zoom meeting bertajuk "Covid-19 Pada Hewan dan Produk Hewan, Perlukah Dikhawatirkan?". Webinar tersebut dihadiri lebih dari 400 peserta dari Sabang sampai Merauke. 

Ketua Umum PDHI Lampung Drh Nanang Purus Subendro mengatakan bahwasanya isu tentang Covid-19 kian merebak luas bahkan beberapa waktu belakangan beberapa jenis hewan diduga terinfeksi Covid-19 seperti harimau di Kebun Binatang Ragunan yang menyita perhatian publik. Oleh karena itu Nanang mengingatkan betapa pentingnya isu ini untuk dibahas oleh dokter hewan agar dapat mengedukasi masyarakat lebih jauh.

Narasumber pertama yang menyajikan materi yakni Drh Harimurti Nuradji peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Dalam presentasinya beliau banyak memaparkan tentang seluk beluk Coronavirus baik pada hewan dan manusia. Dirinya juga banyak menjelaskan mengenai kemungkinan Covid-19 dapat menginfeksi hewan dari manusia karena kesamaan reseptor virus Covid-19 dengan beberapa hewan domestik dan hewan liar.

"Sebagaimana kita ketahui bahwa reseptor Covid-19 adalah ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme 2) yang dimiliki oleh beberapa jenis hewan seperto kucing, mink , dan beberapa hewan lainnya. Oleh karena itu jika ada kemiripan mungkin hal tersebut terjadi," tukas Harimurti.

Ia juga memaparkan bahwasanya institusinya (BBALITVET Bogor) telah melakukan screening dan surveilans Covid-19 pada hewan peliharaan seperti kucing dan anjing, terutama yang pemiliknya merupakan penyintas Covid-19. Dari hasil pemeriksaan tersebut belum ditemukan adanya kucing dan anjing yang terinfeksi oleh Covid-19. Terakhir ia berpesan kepada pemilik hewan dan dokter hewan di seluruh Indonesia agar masyarakat jangan sampai takut memelihara hewan karena belum ada bukti secara ilmiah Covid-19 dapat menular dari hewan ke manusia.

Tak kalah penting, narasumber kedua Drh Dyah Ayu Widiasih Kepala Departemen Kesmavet FKH UGM. Ia banyak memaparkan mengenai cemaran Covid-19 pada produk hewan seperti daging sapi, ikan, dan bahkan produk olahan.

"Sudah beberapa kali ekspor ikan RI ditolak oleh Tiongkok karena tercemar oleh Covid-19, tentunya ini merugikan negara. Tiongkok juga pernah menolak impor daging ayam dari Brasil karena juga tercemar oleh Covid-19. Makanya ini penting agar devisa suatu negara tidak berkurang," tutur Dyah.

Dyah mengutarakan bahwa kemungkinan tercemarnya produk - produk tadi disebabkan oleh pekerja dalam rantai produksi yang kemungkinan positif Covid-19 baik bergejala maupun tidak. Oleh karenanya sangat penting menerapkan SOP kesehatan pekerja yang baik dikala pandemi sedang berlangsung.

Namun begitu, Dyah juga menyatakan bahwa menurut hasil investigasi WHO, FAO, dan OIE belum ada kasus Covid-19 yang diakibatkan karena mengonsumsi produk yang tercermar oleh Covid-19, jadi masyarakat dihimbau untuk tidak takut mengonsumsi produk asal hewan, terlebih lagi sumber protein hewani sangat penting dalam membentuk sistem imun yang baik.(CR)

FGD FORMAT : RAMBU - RAMBU PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI PERUNGGASAN

FGD FORMAT, membahas penggunaan antibiotik di perunggaan lebih mendalam

Beberapa waktu yang lalu harian Kompas mengangkat tema terkait Antimicrobial Resisstance (AMR) pada laman utamanya. Lalu kemudian digelar pula acara konferensi pers antara YLKI bekerjasama dengan beberapa LSM terkait temuan bakteri yang resisten antimikroba pada produk perunggasan (karkas).

Sebagai upaya klarifikasi atas isu tersebut, Forum Media Peternakan (FORMAT) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai penggunaan antibiotik di sektor perunggasan melalui daring Zoom Meeting pada Kamis (5/8). FGD ini sengaja dibatasi pesertanya hanya pengurus Format dan para wartawan media anggota Format, sedangkan narasumber yang diundang adalah para pimpinan asosiasi terkait dengan isu ini yaitu Pinsar Indonesia, GOPAN, Pinsar Petelur Nasional, GPMT, GPPU, ASOHI, PDHI serta perwakilan pemerintah yaitu Ditkeswan. FGD  dibuka oleh Ketua Format Suhadi Purnomo dan dipandu oleh sekretaris Format Yopi Safari

Pada kesempatan pertama Drh Rakhmat Nuryanto Ketua Bidang Kesmavet PINSAR Indonesia mengatakan bahwa isu bakteri kebal antibiotik terutama E.Coli sebenarnya adalah isu yang sudah lama terjadi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Ia mengutip beberapa laporan dan hasil penelitian terkait isu tersebut.

"Permasalahannya, yang duluan mengangkat isu tersebut adalah media mainstream, sehingga masyarakat menjadi geger. Itu tidak bisa dihindari dan memang dampak sosio-ekonominya cukup besar," tutur Rakhmat. 

Rakhmat sendiri menyayangkan hal tersebut, padahal menurutnya bakteri sekebal apapun terhadap antimikroba akan tetap mati dengan cara dimasak . Jadi untuk meredam isu tersebut ia menyarankan pada stakeholder untuk meng-counternya dengan menyarankan pada masyarakat agar tidak takut makan ayam dan telur.

Selain itu menurut Rakhmat, sektor peternakan bukanlah satu - satunya sektor yang harus disalahkan dari terjadinya AMR. Kesalahan pola konsumsi antibiotik pada manusia juga memegang peranan yang besar atas terjadinya AMR.

Senada dengan Rakhmat, Ketua Umum PB PDHI Dr. Drh Muhammad Munawaroh juga menyayangkan hal tersebut. Menurutnya hal tersebut hanya menyebabkan kepanikan belaka di masyarakat sehingga masyarakat menjadi takut untuk mengonsumsi daging dan telur ayam.

Peternak Bicara

Dalam forum tersebut juga hadir perwakilan PINSAR Petelur Nasional (PPN) yakni Yudianto Yosgiarso. Menurutnya di lapangan sebisa mungkin peternak tidak menggunakan antibiotik maupun obat, karena hal tersebut juga merupakan cost tambahan produksi. 

Ia juga mendukung upaya pemerintah dalam menggalakkan program sertifikasi NKV di Indonesia. Menurutnya dengan adanya program tersebut, peternak dapat lebih meningkatkan sisi manajemen pemeliharaan dimana dengan manajemen yang baik, tidak dibutuhkan penggunaan obat - obatan termasuk antibiotik dalam jumlah yang banyak.

"Saya sangat mendukung itu dan sudah melihat sendiri bahwa dengan memperbaiki cara beternak, obat - obatan termasuk antibiotik dapat dikurangi. Makanya saya dukung program pemerintah ini dan kalau bisa semua peternak ayam petelur juga meneruskan langkah baik ini," tuturnya.

Pendapat Yosgiarso juga didukung oleh Herry Dermawan, Ketua Umum GOPAN. Ia memaparkan bahwasanya penggunaan antibiotik dapat ditekan dengan cara menerapkan biosekuriti yang baik sehingga ayam tetap sehat dan performanya baik.

"Di Priangan Timur sana, kami (termasuk saya), memanen ayam di umur 23-24 harian, karena kami sadar nanti kalau dipanen di umur 28 hari keatas banyak tantangan penyakit. Dengan  dipanen 24 hari, peternak sudah mulai menerapkan cara pemeliharaan yang sangat minim menggunakan obat. Jadi faktanya peternak sendiri sudah melakukan upaya mengurangi penggunaan obat-obatan termasuk antibiotik," kata Herry.

Namun begitu kata Herry, isu yang ditimbulkan oleh pemberitaan negatif terkait ayam membuat peternak cukup terpukul. Terlebih lagi ketika peternak menghadapi anjloknya harga ayam terkait masalah supply dan demand. Oleh karenanya Herry mengatakan bahwa isu ini harus bisa segera diredam untuk mencegah dampak sosio - ekonomi yang lebih hebat lagi.

Memperkuat Pengawasan dan Komunikasi

Pemerintah pun sebenarnya tidak tinggal diam dalam menghadapi masalah ini. berbagai peraturan telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengurangi penggunaan antibiotik yang serampangan. Mewakili Direktur Kesehatan Hewan Drh Ni Made Ria Isriyanthi, PhD pun menjabarkan berbagai regulasi terkait penggunaan antibiotik pada ternak.

Menurut Ria, berbagai upaya kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementan bersama stakeholder di luar sektor peternakan. Ia menjelaskan bahwa pihaknya terus meningkatkan pengawasan peredaran obat hewan bersama stakeholder . 

"Kami sedang menggodok aturan bagaimana caranya agar sediaan obat hewan ilegal tidak dijual di marketplace . Ini masih butuh waktu dan kami diskusikan juga dengan ASOHI," tutur Ria.

Sementara itu Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari dalam forum ini mengutarakan, bahwa sebagai mitra pemerintah pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam menjalankan kebijakan pengendalian AMR.

"Kami juga mengerti kalau permasalahan ini tidak bisa kami selesaikan sendiri. ASOHI pun telah mewanti - wanti anggotanya agar selalu menaati peraturan yang berlaku, dan kami membuktikan itu. Berbagai kolaborasi dengan pihak lain juga telah kami jalankan agar bisa mereduksi dampak dari AMR, karena kami paham isu ini sifatnya global dan dampak sosio - ekonominya pun besar," tutur Irawati.

Dalam kesempatan yang serupa, Drh Desianto Budi Utomo Ketua Umum GPMT ikut menyatakan pendapat. Ia menjabarkan bahwa semua pabrik pakan anggota GPMT dipastikan sudah mematuhi semua peraturan terkait antibiotik baik AGP maupun medikasi.

"Kami ikuti sesuai peraturannya dan setiap anggota kami wajib memiliki dokter hewan yang menjadi PJTOH (Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan) di pabrik masing - masing, jika nanti terjadi praktik yang tidak sesuai tentunya akan mudah dilacak," kata Desianto.

Sementara itu, Ketua Umum GPPU Ahmad Dawami mengatakan bahwa memang isu perunggasan yang diangkat Kompas beberapa waktu belakangan efeknya cukup mencengangkan. Meskipun ia mengetahui pasti bahwa orang - orang di sektor perunggasan akan menanggapinya dengan santai, tetapi di luar sektor perunggasan pasti dampaknya akan berbeda.

"Kita santai karena kita ngerti, yang lain kan enggak ngerti. Makanya ini kita harus bisa mengubah mindset orang - orang ini agar enggak takut makan ayam dan telur," tutur Dawami.

Ia menyoroti pola komunikasi yang ada di masyarakat dimana sebenarnya banyak beredar isu tak sedap mengenai perunggasan, mulai dari hormon, telur palsu, antibiotik, dan lain sebagainya. 

Selain itu Dawami juga menyoroti ketegasan pemerintah dalam melakukan sanksi pada pihak yang dinilai menyalahi aturan.Menurutnya, pemerintah harus lebih tegas dalam memberikan sanksi, jangan hanya memberikan sanksi administratif, bila perlu penutupan izin usaha.

Drh Munawaroh juga sangat menyoroti sisi komunikasi dari isu ini. Menurutnya, sektor peternakan kurang aktif dalam mengampanyekan sisi baiknya kepada masyarakat luas. Sehingga berita - berita hoaks jadi semakin susah ditangkis.

"Selama ini saya enggak pernah lihat di TV, koran, ada kampanye "Ayo makan daging dan telur Ayam!" padahal ini penting. Makanya kalau dibutuhkan ayo kita bikin kampanye yang masif, PDHI siap membantu mengedukasi masyarakat juga kok. Kalau komunikasinya berjalan dengan baik pasti bisa kita naikkan konsumsi protein hewani kita," tutur Munawaroh.

Ia juga meminta agar FORMAT senantiasa melakukan upaya terbaik dalam meng-counter pemberitaan di media mainsteam. Karena menurutnya FORMAT sebagai media yang berfokus di sektor peternakan lebih paham dan mengerti terkait seluk - beluk peternakan ketimbang media mainstream (CR).



ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer