Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini DOC | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

UPAYA TEKNIS MANAJEMEN STRES PADA BROILER MODERN DALAM PERSPEKTIF KONSEP MILEU

Pada saat lingkungan di sekitar ayam mengalami perubahan yang ekstrem, tidak jarang ayam akan terganggu kenyamanannya. (Sumber: Istimewa)

Secara sadar atau tidak, ayam yang dipelihara mau tidak mau, suka tidak suka, harus selalu berinteraksi dengan berbagai macam mikroorganisme di sekelilingnya (bahkan di dalam tubuhnya sendiri) dan berada dalam suatu lingkungan tertentu pada waktu yang sama. dengan kata lain, ayam dan mikroorganisme tersebut hidup dalam lingkungan yang sama, dimana ketika ada perubahan yang terjadi pada lingkungan tertentu maka akan berpengaruh pula terhadap keduanya.

Pada saat lingkungan di sekitar ayam mengalami perubahan yang ekstrem, tidak jarang ayam akan terganggu kenyamanannya (stres dengan berbagai derajad variasi keparahan). Di sisi lain mikroorganisme pada kondisi itu mempunyai peluang yang lebih besar untuk melakukan invasi dan menyebabkan gejala sakit.

Dengan kondisi tersebut, sebagai praktisi lapangan dituntut memahami bagaimana interaksi yang terlibat di dalamnya. Melalui konsep mileu, tahapan analisa dalam melacak faktor pemicu utama sekaligus menghubungkan dengan faktor ikutan terkait dengan tata laksana manajemen akan lebih terarah, lebih menyeluruh (holistik) dan lebih sistimatik. Sehingga upaya untuk meminimalisir dampak negatif yang akan muncul bisa lebih tepat sasaran.

Konsep Mileu
Mileu adalah suatu situasi, kondisi dan realita yang terjadi di sekeliling lingkungan ayam yang bersifat dinamis (berubah dari waktu ke waktu). Situasi, kondisi dan realita tersebut tidak hanya dalam satu pen (sekatan) dalam satu kandang saja, namun juga bisa dalam skala yang lebih besar berupa flock tertentu, farm tertentu bahkan area atau daerah tertentu. Dalam skala tertentu bisa sama-sama dipahami bahwa satu sekatan mempunyai mileu yang berbeda dengan sekatan lain, begitu pula mileu antar kandang, kemudian mileu di sekitar pegunungan/dataran tinggi berbeda dengan yang ada di sekitar pantai, bahkan dalam cakupan yang lebih luas bahwa mileu ayam di negara tropis bisa berbeda dengan mileu ayam di negara sub tropis.

Komponen Mileu
Untuk memahami lebih jauh tentang konsep mileu, ada beberapa hal yang harus ditelaah lebih rinci, yaitu komponen mileu. Secara garis besar ada tiga komponen yaitu: 

1. Komponen fisik. Komponen ini terdiri dari semua faktor yang ada di sekitar lingkungan ayam yang secara fisik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kenyamanan ayam, diantaranya suhu/temperatur lingkungan, kelembapan lingkungan, kecepatan angin, static pressure pada kandang sistem tertutup, konsentrasi debu, perlakuan-perlakuan fisik tertentu seperti penerimaan DOC, penyebaran DOC di area brooding, pelaksanaan vaksinasi dan lain sebagainya.

2. Komponen kimia. Semua hal terkait dengan unsur kimiawi yang ada di sekitar lingkungan ayam sangat berdampak terhadap kenyamanan ayam, diantaranya konsentrasi NH3 (amonia), CO2 (karbon dioksida), O2 (oksigen), CH4 (gas metan), CO (karbon monoksida), Formalin dan lain-lain. Termasuk di dalamnya adalah pestisida di sekitar kandang yang ada di area persawahan.

3. Komponen biologis. Komponen ini terdiri dari... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2020)

Eko Prasetio, DVM
Private Broiler Commercial Farm Consultant

KUNCI KURANGI KEMATIAN AYAM SAAT TRANSPORTASI

Transportasi unggas yang baik juga menjadi kunci penting untuk mengurangi kematian. (Sumber: Istimewa)

Dalam usaha peternakan ayam broiler, layer, maupun breeder, peternak pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk  memperoleh keuntungan (profit). Kendati demikian, ada saja hal-hal yang bisa memangkas pendapatan peternak selain masalah penyakit, manajemen pemeliharaan dan lain sebagainya, salah satu adalah kematian ayam saat transportasi dari kandang menuju tempat pemasaran, atau pemindahan ke Rumah Pemotongan Ayam (RPA). Semakin jauh jarak yang ditempuh dan semakin banyak muatan yang dibawa, maka semakin besar resiko kematian ayam terjadi.

Hal ini terutama disebabkan ayam mudah terkena stres panas karena ayam adalah ternak yang tidak memiliki kelenjar keringat untuk mengatur stabilitas suhu tubuhnya. Ayam menstabilkan suhu tubuhnya melalui sistem termoregulasi, yaitu meningkatkan detak jantung, meningkatkan pernapasan, membuka sayap dan konsumsi air minum. Oleh karena itu, peternak sebagai pemilik dan pelaku transportasi ayam perlu peka terhadap masalah tersebut bila ingin meminimalisir angka kematian saat pengangkutan.

Transportasi DOC
Anak ayam umur sehari (day old chick/DOC) adalah makhluk yang sangat rentan, dimana secara alamiah memerlukan perlindungan dan kehangatan sang induk dan terbebas dari suhu panas yang mencekam maupun suhu dingin yang berlebihan, disamping resiko gangguan jenis hewan lainnya. Maka peternak perlu mencari solusi mengatasi ketiga permasalahan tersebut selama dalam pengelolaannya termasuk saat transportasi, yaitu:

1. Penyediaan boks DOC khusus yang terbuat dari bahan kardus, memiliki lubang ventilasi cukup di kiri-kanan, depan-belakang dan penutup boks dan memberi alas berupa potongan kertas sebagai saat terjadi guncangan atau terjadi kemiringan. Juga dinding boks dibuat agak miring agar pada saat ditempatkan berdampingan dengan yang lain tidak saling menutupi lubang ventilasi.

2. Kapasitas pengisian DOC, harus mengikuti standar internasional yang ditentukan, yaitu 100-102 ekor/boks.

3. Mengatur peletakan sementara boks DOC sebelum transportasi, yaitu boks disusun berkelompok dengan jumlah dan tinggi tertentu di ruang yang sejuk (ruang berkipas angin/AC), sehingga memudahkan penghitungan jumlah boks dan memberi kenyamanan pada DOC.

4. Fasilitas kendaraan pengangkut DOC, ada dua macam kendaraan pengangkutan DOC, yaitu kendaraan boks tertutup rapat tetapi dilengkapi kipas angin/AC untuk transportasi jarak jauh (luar kota) dan kendaraan yang baknya memiliki atap tetapi disamping kiri, kanan, depan dan belakang sebagian berdinding kawat dilengkapi tirai/terpal untuk mencegah percikan hujan pada transportasi jarak dekat.

5. Sanitasi kendaraan, kebersihan kendaraaan pengangangkut DOC sangat penting diperhatikan dengan cara pencucian, sanitasi atau fumigasi sebalum kendaraan dioperasikan, mengingat rawan kontaminasi kuman/bibit penyakit karena kendaraan sering berhubungan dengan dunia luar farm/peternakan.

6. Kehati-hatian saat pengangkutan, dalam arti kendaraan diusahakan seminimal mungkin berhenti selama melakukan perjalanan (kendaraan harus langsung menuju tempat tujuan) terutama bagi kendaraan yang tidak dilengkapi kipas angin/AC.

7. Jangan memberikan pakan/minum sebelum transportasi, hal ini karena DOC selama 2x24 jam tahan tidak makan/minum karena memiliki egg yolk sebagian cadangan makanan/minum. Oleh karena itu diusahakan DOC sampai di tempat tujuan dalam tenggang waktu 2x24 jam dan bila melebihi harus diberi pakan/minum di perjalanan. Bila DOC selanjutnya diangkut menggunakan pesawat terbang atau kapal laut, tetap kondisi penyimpanan baik di bandara, bagasi pesawat, maupun pelabuhan, diusahakan berada di ruang khusus berkipas angin/AC (suhu berkisar 20 °C).

8. Kehati-hatian saat bongkar-muat, dimana selama berlangsungnya bongkar muat jangan sampai boks DOC tertindih dan rusak, juga jangan diperlakukan secara kasar (dilempar).

Transportasi Ayam Remaja/Dewasa
Caranya sedikit berbeda dengan transportasi DOC, namun beberapa hal perlakuannya sama. Pengangkutan ayam remaja/dewasa perlu memenuhi beberapa faktor agar dapat menekan tingkat kematian, diantaranya:

1. Pilihan waktu transportasi, sebaiknya dipilih pada menjelang pagi (subuh) atau malam hari dengan pertimbangan bahwa pada kedua waktu itu udara sejuk/dingin dan jalan masih lengang (terhindar dari kemacetan), karena ayam besar sangat rentan terhadap stres panas. Namun bila terpaksa harus diangkut siang hari sebaiknya dengan kendaraan berkipas angin/AC atau truk bak terbuka.

2. Gunakan keranjang ayam plastik/bambu ukuran besar (kapasitas 15-20 ekor) atau kecil (kapasitas 12-15 ekor) dengan asumsi berat ayam 1,0-1,2 kg/ekor). Pengisian ayam jangan melebihi standar masing-masing keranjang tersebut agar terhindar dari hal buruk.

3. Jangan memberikan pakan penuh selama 8-12 jam sebelum transportasi, agar tidak banyak pakan mubazir terbuang, disamping agar dalam perjalanan tidak banyak feses yang keluar, tetapi boleh memberikan air minum bervitamin anti-stres.

4. Jangan berikan antibiotik minimal 2-10 hari sebelum transportasi, agar organ tubuh tidak terpacu menjadi berat hingga ayam tidak tahan terhadap stres fisik selama perjalanan.

5. Atur keranjang ayam pada truk pengangkut sedemikian rupa, agar ventilasi udara tetap mencukupi, dan bila diangkut siang hari berikan ranting berdaun di keranjang paling atas untuk memberikan keteduhan dan kesejukan bagi ayam.

6. Keranjang dan kendaraan transportasi harus bersih dan steril, dalam arti sebelum dan sesudah digunakan harus dicuci, disanitasi atau difumigasi untuk memotong siklus kuman penyakit yang kemungkinan terbawa dari peternakan ayam lain atau terkontamunasi selama transportasi.

7. Kendaraan tidak berhenti/istirahat di tengah jalan agar ayam tidak banyak mati. Kemudian proses bongkar muat ayam dilakukan tidak kasar, agar ayam tidak cacat (patah kaki/patah sayap) atau stres dan kemudian mati.

8. Catatan jumlah ayam di surat jalan dan di keranjang harus sesuai, ini untuk menjaga kepercayaan pemberi tugas transportasi ayam (pemilik peternakan) kepada pengendara dan petugas pengawalan ayam yang diangkut. Bila terjadi kehilangan ayam dalam jumlah tertentu harus ada sanksi.

Demikianlah mengenai kunci mengurangi resiko kematian ayam saat transportasi, semoga bermanfaat bagi semua pelaku yang terlibat. ***

Ir Sjamsirul Alam
Praktisi perunggasan, alumni Fapet Unpad

BROODING MANAGEMENT, SUHU DAN KELEMBAPAN

Dengan brooding yang benar anak ayam akan merasa nyaman dan ini akan mendorong anak ayam untuk mengonsumsi pakan awal yang optimal untuk pertumbuhan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Secara sederhana periode brooding didefinisikan sebagai masa pemeliharaan anak ayam ketika indukan buatan diperlukan untuk menjaga kenyamanan anak ayam. Periode brooding adalah periode transisi anak ayam dari sifat “cold blooded” (berdarah dingin) menjadi “warm blooded” (berdarah panas).

Anak ayam pada saat awal hidupnya mulai saat inkubasi telur di hatchery sampai umur sekitar 7-8 hari setelah menetas memiliki sifat “poikiloterm” dimana suhu tubuhnya akan mengikuti suhu lingkungan. Saat inkubasi di mesin setter dan hatcher di tempat penetasan modern, suhu dan kelembapan dapat dikontrol dengan presisi untuk menjaga suhu embrio tetap pada 100-100,5°F (37.7-38.0°C). Saat anak ayam menetas dan ditempatkan di kandang, pemanas atau indukan buatan (brooder) mutlak diperlukan untuk menghindari anak ayam terpapar suhu lingkungan dan kedinginan.


Mengapa Periode Brooding Sangat Penting?
Dengan brooding yang benar, anak ayam akan merasa nyaman dan ini akan mendorong anak ayam untuk mengonsumsi pakan awal (early intake) yang optimal untuk pertumbuhan. Begitu anak ayam mulai mengonsumsi pakan (dan juga air), vili-vili usus akan berkembang dengan sempurna sehingga luas permukaan usus untuk menyerap nutrien pakan meningkat. Dengan brooding yang baik, perkembangan skeletal dan cardiovascular akan tercapai dengan baik. Selain itu, masa awal pemeliharaan ini juga penting untuk perkembangan kekebalan (immunity) dan ketahanan (robustness) anak ayam terhadap cekaman lingkungan.

Periode brooding adalah saat yang paling efisien dalam pertumbuhan anak ayam, dalam waktu 72 jam pertama, berat anak ayam akan naik 100%. Pada ayam broiler dengan berat panen 2 kg, tujuh hari pertama sudah mencakup 21-22% dari keseluruhan hidup ayam. Proporsi tersebut meningkat setiap tahun selaras dengan perkembangan dan seleksi genetik yang terus dilakukan “breeder principal”. Anak ayam yang tumbuh cepat sejak awal (early growth) akan menghasilkan performance berat badan dan FCR yang lebih baik. Sebaliknya jika pertumbuhan awal tidak optimal, performance flock akan terganggu dan tidak bisa diperbaiki setelahnya.

Pemanasan Kandang Sebelum Ayam Datang (Pre-heating
Pre-heating adalah bagian dari prosedur brooding yang sangat penting namun sering diabaikan peternak. Efisiensi biaya pemanas sering dijadikan alasan untuk melewatkan atau mengurangi waktu pre-heating. Pre-heating merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan brooding sehingga harus dilakukan dengan benar. Pre-heating yang dilakukan dengan benar akan menghasilkan kondisi kandang dengan tingkat suhu yang telah tercapai dan stabil. Suhu disini bukan hanya suhu ruangan, tetapi yang paling penting adalah suhu litter yang hangat dan stabil, karena litter akan kontak langsung dengan telapak kaki ayam. Umumnya pre-heating dimulai 48 jam sebelum kedatangan anak ayam. Jika pre-heating dilakukan tergesa-gesa, suhu ruang mungkin sudah tercapai tetapi litter masih dingin, litter yang dingin akan dirasakan anak ayam melalui telapak kakinya dan menyebabkan suhu tubuh ayam menjadi dingin. Ayam yang kedinginan tidak akan… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2020)

Amin Suyono SPt,
Regional Technical Manager
Cobb Vantress Asia Pacific

EROSI GIZZARD PADA DOC, ANTARA JEJAK MASA LALU DAN MASA DEPAN

Lapisan koilin gizzard DOC mengalami erosi (Dok. Giambrone)

Gut health telah menjadi pedoman bagi para ilmuwan dan kalangan industri peternakan untuk menentukan status kesehatan hewan ternak. Komponen gut health mencakup digesti dan absorbsi nutrisi yang efisien, populasi mikroba usus stabil, barrier usus berfungsi optimal, serta sistem imun berjalan efektif (Kogut et al., 2012). Peran saluran pencernaan sangat penting sebagai media tranformasi pakan sekaligus komponen sistim pertahanan.

Gizzard erosion (GE) adalah suatu bentuk abnormalitas organ saluran pencernaan yang ditandai oleh erosi atau ulser mukosa gizzard yang disebut koilin. Pada sistem pencernaan ayam, gizzard bertindak sebagai muscular stomach dengan peran utama penghancur makanan secara mekanis. Oleh beberapa ahli, erosi dan ulser dibedakan berdasarkan ada tidaknya perdarahan, karena ulser mampu menimbulkan kerusakan hingga jaringan yang lebih dalam. Erosi pada gizzard pertama kali diamati oleh Holst dan Halbrook tahun 1933 silam pada ayam umur lima minggu. Dalam perkembangannya, erosi gizzard juga dilaporkan terjadi pada DOC (day old chick), bahkan teramati di masa embrional umur 18 hari inkubasi (Hill, 2004).

Sampai saat ini belum ada data pasti terkait jumlah kasus erosi gizzard pada DOC di Indonesia. Sulitnya mendapatkan informasi karena DOC dengan erosi gizzard tidak menunjukkan gejala patognomonis sehingga sulit diidentifikasi. Pembuktian adanya erosi gizzard harus dilakukan dengan cara membunuh DOC, tentunya sangat merugikan bagi perusahaan pembibitan apalagi peternak. Meskipun tanda patognomonis sulit dikenali, tetapi penelitian Gohda dan Yoshimura (1980), menyebutkan jika erosi gizzard banyak terjadi pada DOC dengan bobot kecil dibandingkan bobot normal. Berbagai studi telah melaporkan tentang penyebab munculnya erosi gizzard pada DOC, antara lain dipicu oleh pakan induk (Mushett dan Ott, 1949), kondisi lambung (Good et al., 1968; Scott et al., 1985), mikotoksin (Giambrone et al., 2005), atau stres (Hayashi et al., 2013).

Penulis berpendapat, dengan gejala yang tersembunyi, erosi gizzard merupakan bentuk gangguan pencernaan bersifat sub-klinis. Sulitnya mengenali DOC berstatus erosi gizzard membuat penanganan menjadi susah ditentukan. Penelusuran penulis, jumlah riset kasus erosi gizzard pada DOC relatif tidak sebanyak pada ayam besar. Keterbatasan informasi dan referensi berdampak pada minimnya rumusan tindakan pencegahan. Lebih jauh dari itu, erosi gizzard pada DOC hanyalah... (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2020)

Drh Rohan Firdaus MSc 
Praktisi Kesehatan Hewan

POTENSI GENETIK DOC DIPENGARUHI FAKTOR LINGKUNGAN YANG BAIK

Kualitas DOC dilihat dari dua aspek yakni genetik dan fisik. (Foto: Hubbard)

Kualitas bibit Day Old Chick (DOC) dilihat dari dua aspek, yaitu genetik dan fisik. Genetik yang baik akan menghasilkan performa baik dengan memerhatikan manajemen. Meliputi manajemen pakan dan perkandangan, serta lingkungan berupa suhu, kelembaban dan pencahayaan yang baik.

DOC merupakan salah satu hal pokok yang sangat penting yang untuk diperhatikan. Kualitas DOC menjadi kunci efisiensi di bisnis unggas. Demikian penjelasan Country Manager Hubbard Indonesia, Ir Suryo Suryanta.

Perihal kualitas DOC yang sejak awal kondisinya kurang baik, akan menyebabkan tingginya biaya medikasi (biaya pengobatan terhadap ayam yang sakit dan vaksinasi), inefisiensi pakan, keterlambatan pertumbuhan dan berpengaruh pada performa ayam secara keseluruhan.

Sementara itu, kondisi lingkungan memengaruhi kualitas fisik DOC. Pengaruh suhu lingkungan tinggi pada ayam lebih banyak diperhatikan. Suhu lingkungan tinggi dapat memberikan dampak negatif terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam.

Lebih lanjut dijelaskan, produktivitas ayam yang optimum dapat dicapai pada kondisi thermoneutral zone, yaitu suhu lingkungan yang nyaman. 

Lingkungan yang nyaman bagi ayam diperkirakan berada pada kisaran suhu 18°-24° C dan kelembaban 60-70%. Ayam pada suhu lingkungan yang tinggi di atas 28° C sudah mengarah ke heat stress dan dapat menunjukkan penurunan produktivitas.

Salah satu gejala ketidaknyamanan ayam ketika heat stress adalah panting, bernapas melalui mulut. Situasi suhu lingkungan yang tinggi merupakan salah satu faktor penghambat produksi ayam, karena secara langsung hal ini mengakibatkan turunnya konsumsi pakan, sehingga terjadi defisiensi zat-zat pakan.

Senada dengan Suryo, Technical Support West Jaya, Otte Wartaman, mengatakan potensi genetik dari suatu bibit DOC akan menghasilkan performa bagus jika didukung faktor lingkungan yang baik. 

Pencapaian performa broiler 100% memengaruhi biaya produksi yang rendah. Genetik 30% menunjang breed atau jenis bibit, FCR (konversi pakan), ADG (rata-rata PBB), livability (daya hidup), dan vigor (daya tahan).

Lingkungan, 70% memengaruhi seperti kondisi ventilasi, air, pakan, temperatur, kelembapan, penyinaran, kandang, kepadatan, vaksin, kesehatan, tenaga kerja dan transportasi DOC.

Kualitas DOC broiler yang bagus diantaranya berasal dari induk yang sehat, ukuran berat DOC minimal 37 gram, matanya cerah dan bercahaya tampak segar, lincah dan aktif, kaki kuning dan kokoh, tidak cacat fisik (kaki bengkok, mata buta, paruh silang), bulunya halus dan kering (tidak lengket), pusar tertutup dan halus dan tidak ada lekatan kotoran pada duburnya.

Faktor yang memengaruhi kualitas DOC lainnya adalah penanganan DOC dan tatalaksana brooding di farm, kemudian lingkungan kandang di farm, status kesehatan dan nutrisi induk (breeder), transportasi DOC, tatalaksana di penetasan (hatchery), kualitas telur tetas, penanganan dan penyimpanan.

DOC harus segera ditebar atau diturunkan ke dalam kandang dan tidak boleh disimpan di rumah atau toko, karena bisa menimbulkan kelemahan atau mengurangi kualitas DOC tersebut.

Hal yang harus diperhatikan saat DOC datang diantaranya, cek kondisi mobil pengangkut DOC yang meliputi segel, kondisi kipas, surat jalan dan cek sampel DOC 10%. Cek sampel meliputi jumlah DOC, jumlah DOC yang mati (selama perjalanan), serta kondisi umum (lincah, diam atau cacat).

Apabila dijumpai masalah-masalah tersebut, harus segera ditulis dengan surat jalan. Setelah DOC dicek harus segera disebar ke brooder masing-masing yang telah disiapkan.
Penerimaan DOC, harus ada komunikasi yang baik antara hatchery, marketing DOC dan farm (poultry shop/peternak).

Masalah yang dijumpai di farm biasanya antara lain Omphalitis (infeksi pusar), pertumbuhan lambat (slow growth), dehidrasi, kematian tinggi pada minggu pertama, gasping, kaki pincang dan reaksi vaksin yang berlebihan.

Acuan Kualitas Fisik
Pada Peraturan Menteri Pertanian No. 42/Permentan/OT/140/3/2014 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Benih dan Bibit Ternak tertulis:

• Telur tetas bibit induk untuk tipe pedaging harus mempunyai bobot minimal 55 gram.
• Telur tetas bibit tetua tipe pedaging harus memiliki bobot minimal 50 gram untuk galur jantan dan 53 gram untuk galur betina.
• Pasal 22, tentang sanksi administratif

Permendag No. 58/2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen yang menyebutkan, "Bahwa harga broiler di farm Rp17.000-19.000 dengan harga jual ke konsumen Rp 32.000." ***

(Tulisan diolah kembali berdasarkan materi dari Hubbard dan West Jaya)

HARGA JUAL ANJLOK, PETERNAK SAMBANGI KEMENTAN DAN KEMENDAG

Mediasi peternak rakyat dan integrator yang dilakukan di Kementerian Pertanian, Selasa (26/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dalam kurun waktu tujuh bulan terakhir (Agustus 2018-Maret 2019), industri perunggasan nasional mengalami kemerosotan harga live bird (LB) broiler di tingkat peternak yang mencapai Rp 12.000/kg. Hal ini diperparah lagi dengan tingginya harga DOC dan pakan, yang membuat peternak bertepuk jidat. Padahal HPP peternak yang ditetapkan pemerintah mencapai Rp 19.000/kg

Awal Maret 2019, para peternak sempat melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara, menuntut kenaikan harga jual dan penurunan harga DOC serta pakan, namun tuntutan tak kunjung terpenuhi, bahkan jelang minggu terakhir di bulan yang sama.

Para peternak terus memperjuangkan nasibnya. Tuntutan pun kembali mereka sampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, Selasa (26/3). Dirjen PKH melakukan mediasi para peternak yang mengajukan Tuntutan Perjuangan Peternak Rakyat dan Peternakan Mandiri (Perjuangan PRPM) dengan integrator (peternak besar).

Sugeng Wahyudi, selaku koordinator peternak sekaligus tim mediasi mengatakan, penyebab hancurnya harga LB disebabkan karena tingginya biaya sarana produksi (DOC dan pakan), diikuti berlebihnya produksi broiler dan lemahnya permintaan.

Ia menyebut, berbagai upaya memang sudah dilakukan pemerintah, namun sampai hari ini belum nampak perubahan signifikan dan cenderung semakin menekan harga LB ke titik terendah. “Apa yang menjadi harapan kita terkait tuntutan peternak semoga bisa mendapatkan solusinya,” kata Sugeng saat mediasi dihadapan integrator.

Adapun lembar tuntutan yang disampaikan peternak diantaranya, tuntutan jangka pendek yakni harga LB Rp 20.000/kg sesuai Permendag No. 96/2019 yang berlaku paling lambat 1 April 2019. Kemudian peternak meminta harga DOC Rp 5.500/ekor dengan kualitas grade I dan harga pakan grade premium turun Rp 500/kg yang berlaku mulai 28 Maret 2019. PRPM juga menuntut kepastian mendapatkan supply DOC sesuai kebutuhan rutin dan meminta penghapusan bundling pakan dan DOC. 

Untuk jangka menengah, mereka meminta adanya Perpres yang melindungi peternak rakyat, melakukan revisi Permentan 32/2017, diantaranya penghapusan kuota GPS dengan melakukan pengaturan di level PS dan impor GPS tetap diawasi serta tidak boleh diperdagangkan. Lalu, integrator wajib menjual LB ke pasar modern (hotel, restoran, kafe) dan meminta pasar becek (tradisional) dikembalikan kepada peternak rakyat, serta meminta ketegasan soal pembanguna CHS diintegrator.

Dalam jangka panjang, tuntutan PRPM meminta mengganti UU Peternakan No. 18/2009 jo UU No. 41/2014 dengan peraturan yang lebih berpihak kepada peternak rakyat dan peternak mandiri.

Beberapa tuntutan tersebut dibacakan dihadapan integrator yang hadir pada mediasi, diantaranya perwakilan Japfa, Charoen Pokphand Indonesia dan Cheil Jedang. Hingga mediasi usai, tuntutan pun masih memerlukan evaluasi bersama.

Hal serupa juga terjadi kala tuntutan PRPM dibawa ke Direktorat Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Rabu (27/3). Menurut salah satu koordinator peternak kepada Infovet, tuntutan yang diajukan masih belum menemui gambaran kebijakannya.

Dari haril pertemuan tersebut, mereka akan mencoba meminta bantuan ARPHUIN (Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia) untuk menyerap ayam milik peternak. Namun, jika harga ayam di tingkat peternak tak kunjung naik dalam dua hari ke depan, tuntutan akan dievaluasi dengan menghadap kembali ke Kementan dan Kemendag 1 April mendatang. (RBS)

LANGKAH KEMENTAN PERBAIKI HARGA DAGING AYAM

Dirjen PKH bersama tim saat pertemuan dengan wartawan membahas persoalan industri perunggasan, Rabu (6/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Dipicu harga daging ayam di sejumlah pasar tradisional di beberapa daerah mengalami penurunan, membuat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, mengambil langkah-langkah perbaikan.

Diantaranya, memastikan kondisi kapasitas tampung cold storage dan memaksimalkannya untuk pelaku usaha, menginstruksikan penundaan setting telur ayam tetas selama 1-2 minggu untuk semua perusahaan parent stock, mengimbau para pelaku usaha pembibit untuk meningkatkan kualitas DOC (day old chick) dengan menerapkan sertifikat SNI, kemudian para pelaku usaha (integrator) ikut mempromosikan konsumsi produk unggas agar mendongkrak konsumsi.

“Dengan meningkatnya konsumsi protein hewani maka akan berdampak terhadap peningkatan permintaan produk hewan, termasuk daging unggas, sehingga dapat meningkatkan serapan pasokan unggas dalam negeri,” kata Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, Rabu (6/3).

Upaya berikutnya yakni, mengimbau Pemerintah Daerah melakukan pengaturan dan pengawasan budidaya ayam ras dengan pendataan peternak dan populasi ayam, mengimbau pelaku usaha agar di tahun berikutnya mengukur jumlah chick-in demi menjaga keseimbangan produksi dan permintaan, mewajibkan integrator menyampaikan laporan produksi DOC tiap bulan melalui online termasuk pendistribusiannya.

“Dengan upaya ini nantinya kita akan mengetahui berapa produksi DOC untuk budidaya internal integrator (on farm dan integrasi/plasma) dan yang didistribusikan ke peternak mandiri,” jelas Ketut.

Lebih lanjut, langkah berikutnya yang harus diambil adalah meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan Permentan No. 32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras, mengoptimalkan tim analisa dan tim asistensi serta tim pengawasan dalam mendukung pelaksanaan permentan tersebut dan menghimbau perusahaan integrator untuk meningkatkan ekspor.

“JIka hal ini dilaksanakan dengan baik, maka harga di peternak (farm gate) maupun harga di konsumen dapat segera kembali normal,” terang dia.

“Saya juga meminta Satgas Pangan untuk mengawasi perilaku para broker dan bakul agar harga secepatnya stabil. Saya berharap mulai minggu depan tidak ada lagi harga ayam hidup di bawah harga acuan Kemendag.”

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, Trioso Purnawarman, menyampaikan, analisis supply-demand selalu dilaksanakan secara periodik dan tidak ada oversupply terhadap DOC final stock saat ini.

“Ini kemungkinan ada kendala pada manajemen supply-chain di pemasaran, yang dikhawatirkan ada keterlibatan permainan broker,” katanya. (RBS)

HARGA PAKAN TINGGI SAAT HARGA JAGUNG RENDAH, PETERNAK AYAM CURIGA

Ilustrasi peternakan ayam (Foto: Google Image)

Tingginya harga ransum ayam ditengah turunnya harga jagung, memunculkan kecurigaan adanya praktik penimbunan. Saat ini harga ransum bertahan pada kisaran Rp 7.400 per kilogram, sedangkan jagung hanya Rp 3.500 per kilogram.

“Kami tidak habis pikir, saat harga jagung turun, ransum atau pakan ayam tetap bergeming tinggi. Memang ada yang turun, akan tetapi tidak signifikan hanya Rp 100 per kilogram, mestinya turun Rp 1.000,” tutur Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Heri Dermawan, Selasa, 5 Maret 2019 di Ciamis.

Dia memperkirakan, pabrik pakan tetap memertahankan harga tinggi dengan alasan karena jagung yang digiling merupakan stok lama. Apabila hal itu yang menjadi alasan, maka bertolak belakang dengan kondisi Bulan November – Desember yang menyatakan stok jagung hanya cukup untuk 20 hari.

“Apabila mereka sampai saat ini tetap menggiling, artinya yang digiling jagung stok lama. Dengan demikian patut dicurigai jika ada penimbunan, karena pada saat itu stok jagung hanya untuk 20 hari,” ujarnya Heri Dermawan.

Lebih lanjut dia mengatakan jagung merupakan komponen utama pembuatan ransum atau pakan ayam petelur maupun pedaging. Dengan demikian fluktuasi harga jagung sangat berpengaruh terhadap harga ransum. 

“Masih menjadi ganjalan, jagung petani tidak diterima pabrik dengan alasan tingginya kadar air dan berbagai alasan lain. Hal itu sebenarnya tidak menjadi alasan, karena untuk menurunkan kadar air tidak membutuhkan teknologi rumit,”  katanya.

Pada bagian lain Heri mengatakan persoalan tingginya harga pakan, menjadi salah satu topik demo kalangan peternak ayam yang berlangsung di depan Istana Negara, Selasa, 5 Maret 2019. Selain harga pakan, juga berkenaan tingginya harga DOC, serta tidak berimbangnya antara antara jumlah dengan kebutuhan.

“Setahun belakangan ini harga DOC relatif tidak pernah turun, kisaran Rp 6.000 – Rp 6.500. Dengan cost yang besar, sejak tiga minggu lalu hingga saat ini harga ayam di kadang hanya Rp 13.000. Artinya ada persoalan yang harus segera dituntaskan, sehingga keberlangsungan peternakan ayam rakyat dapat tetap terjamin,” tutur Heri.

Hal lain yang saat ini dirasakan oleh kalangan peternak ayam, lanjutnya, berkenaan dengan sikap pemerintah yang mewajibkan peternak mengikuti harga acuan yang diatur dalam Permendag Nomor 58 tahun 2018. Dalam aturan tersebut harga acuan di tingkat peternak  dengan batas bawah Rp 17.000 per kilogram dan batas atas Rp 19.000.

“Ketika harga tinggi akibat ransum dan DOC tinggi, kami diminta agar harga diturunkan sesuai aturan. Yang menjadi persoalan, ketika harga dibawah aturan, pemerintah dimana? Kami berharap persoalan ini juga dapat diselesaikan bersama,” katanya. (Sumber: www.pikiran-rakyat.com)

PETERNAK MENUNTUT HARGA PAKAN DAN DOC TURUN

Demonstrasi peternak unggas rakyat yang tergabung dalam PPRPN di depan Istana Negara, Selasa (5/3). (Foto: Infovet/Ridwan)

Ribuan peternak ayam broiler yang tergabung dalam Sekber Penyelamatan Peternak Rakyat dan Perunggasan Nasional (PPRPN) menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Selasa (5/3).

Sebagian tuntutan dari peternak yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia ini meminta harga DOC dan pakan turun, agar biaya produksi tak membengkak.

"Harapan kita hari ini pemerintah mendengar apa yang menjadi keinginan peternak rakyat, yakni harga ayam harus naik di tingkat peternak. Sebab DOC dan pakan, serta sapronak lain yang kita beli di perusahaan tinggi harganya, ini memicu peternak rakyat bangkrut. Padahal kita hanya ingin menikmati hasil dari budidya kita," ujar Sugeng Wahyudi, salah satu koordinator aksi saat ditemui Infovet.

Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa perwakilan peternak rakyat dari daerah, diantaranya Lampung, Jawa Timur, Kalimantan, Bandung, Medan, yang meminta harga bibit serta pakan ternak turun dan harga jual ayam tidak ambruk di bawah hpp (Harga Pokok Produksi).

"Turunkan harga bibit dan pakan, jika tidak kita bakar saja. Pemerintah itu kalo kita jual (ayam) di atas hpp, pemerintah bertindak, tapi kalo harga jual turun di bawah hpp pemerintah diam saja," ujar perwakilan peternak Kalimantan saat menyampaikan aspirasinya.

Harga pokok produksi yang sudah diatur saat ini mencapai Rp 19-20 ribu/kg (live bird). Namun beberapa tahun terakhir harga jual ayam selalu berada di bawah hpp. Sementara adapun kenaikan harga DOC yang mencapai Rp 1.595/ekor dan pakan sebesar Rp 850/kg. Kenaikan terjadi sebanyak enam kali sepanjang 2018. Melonjaknya harga pakan disebabkan kenaikan harga jagung dalam negeri dan penguatan dollar. Sedangkan kenaikan harga DOC dipicu kenaikan harga pakan dan kenaikan biaya depresiasi akibat kosongnya kandang induk pasca pemangkasan produksi.


Aksi demonstrasi peternak rakyat yang meminta perlindungan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Selain itu, ditambahkan perwakilan peternak daerah Lampung, yang meminta budidaya dikembalikan seutuhnya kepada peternak mandiri. "Budidaya itu milik rakyat, kita juga ingin besar. Tolong perhatikan nasib kami (peternak). Ini kita akan perjuangkan sampai titik darah penghabisan."

Ini tentunya menjadi indikasi lemahnya pemerintah mengawasi industri perunggasan. Hal itu juga yang disampaikan Haris Azhar dari Lokataru.

"Pemerintah tidak mau mendengar peternak yang tiap hari gulung tikar dan merugi, mereka lebih peduli terhadap perusahaan besar, kita tidak bisa biarkan ini. Kita harus tuntut produksi peternakan milik peternak rakyat," katanya dihadapan para peternak. (RBS)

Saatnya Menata Industri Perunggasan

Sektor perunggasan butuh regulasi yang tepat agar usaha budidaya yang dilakukan oleh peternak mandiri dan korporasi tidak berbenturan. (Foto: Infovet/Ridwan)

Lima tahun terakhir, problem utama industri perunggasan Nasional adalah over supply bibit (DOC) broiler. Dampak dari problem tersebut sudah nyata dan mudah dibuktikan, dari hancurnya harga broiler hidup (LB) dan telur ayam ras karena imbas masuknya telur breeding, hutang para peternak yang menumpuk, hingga peternak broiler yang “gulung tikar”. Itu dalam skala usaha UMKM dan UKM. Dalam skala perusahaan besar dan profesional juga terjadi, dari akuisisi aset-aset perusahaan peternakan, hingga kolapsnya perusahaan-perusahaan obat hewan di industri hilir perunggasan Nasional.

Kini, problem over supply bibit sudah mulai terlewati, terlihat dari anjlok dan meroketnya harga broiler dan telur yang sifatnya sangat temporal dan lebih cenderung dipengaruhi faktor permintaan atau konsumsi masyarakat terhadap produk unggas. Saat musim libur dan bulan “baik” permintaan tinggi dan harga terkerek jauh di atas harapan stakeholder. Saat momen akhir bulan, bulan Suro dan Sapar, permintaan ayam dan telur sepi, sehingga harga turun. Jika menelaah historikal data penurunan harga ayam dan telur juga terlihat tidak drastis, cenderung moderat.

Pada 2019 mendatang, problem di industri ini adalah soal in-efesiensi sebagai dampak kenaikan nilai tukar rupiah dan harga jagung dalam negeri yang berkibar di level tinggi, yakni Rp 5.600 per kg. Bagaimana bisa sektor budidaya melakukan efesiensi untuk mengurangi biaya produksi, sementara faktor biaya pakan terus meningkat? Padahal variabel pakan berkontribusi yakni sebesar 70 persen dari biaya produksi. Perlu dipahami, dalam skala tertentu, khususnya ketika harga jual ayam dan telur jatuh, peternak sebagai pembudidaya pasti akan berteriak keras. Seperti terjadi beberapa waktu lalu, yang dilakukan oleh peternak layer di Blitar dan kota-kota lain. Protes terhadap tingginya harga jagung, mereka salurkan dengan berdemonstrasi di daerah masing-masing dan mengancam demo besar-besaran di Istana Negara. Meskipun dalam waktu tidak terlalu lama, tuntutan petenak layer dipenuhi oleh pemerintah dengan penyediaan jagung seharga Rp 4.000 per kg, akan tetapi sampai kapan hal-hal seperti ini terus dilakukan? Karena pada dasarnya jagung tersebut adalah hasil ”pinjaman” dari feedmill-feedmill besar.

Maka, pekerjaan rumah pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan jagung dalam negeri khususnya untuk industri perunggasan harus bisa diselesaikan secepatnya saat memasuki awal 2019 nanti. Pelarangan impor jagung dalam jangka panjang malah merugikan industri penyedia protein hewani asal unggas ini. Bahkan beberapa penelusuran telah menyimpulkan bahwa pelarangan ini menimbulkan in-efesiensi devisa negara sebesar Rp 37 triliun per tahun. Artinya, pelarangan impor jagung menjadi salah satu kontributor terhadap defisit perdagangan Indonesia yang sudah beberapa bulan terjadi. Pasalnya, penyetopan impor jagung telah menyebabkan melonjaknya impor tepung gandum untuk pakan oleh feedmill yang harganya lebih mahal daripada jagung. Belum lagi kerugian yang diderita peternak, akibat kualitas pakan yang menurun. Karena pada dasarnya, sebagai bahan baku pakan ayam, kualitas jagung masih lebih baik daripada tepung gandum.

Solusi problem harga jagung yang ditunggu adalah dibukanya keran impor jagung yang harganya di pasar internasional jauh lebih murah dibanding dengan harga jagung lokal. Meskipun dalam catatan tertentu, mungkin dibuka dengan sistem kuota, yang jumlahnya disesuaikan, agar harga jagung di dalam negeri tidak sampai jatuh dan merugikan petani jagung. Jika ini bisa segera dilakukan dalam jangka menengah, problem tingginya harga jagung dan pakan bisa diredam.

Lebih lanjut, masalah serius yang jauh lebih “penting dan genting” adalah bagaimana menata kembali struktur industri perunggasan Nasional. Wacana restrukturisasi industri perunggasan beberapa tahun lalu perlu digaungkan kembali. Tidak dipungkiri, visi industri perunggasan saat ini jauh dari upaya pemerataan distribusi pendapatan dan keadilan ekonomi. Saat ini kita menyaksikan, betapa struktur industri perunggasan sangat tidak sehat bahkan mengancam keberadaan peternak mandiri/rakyat. Persaingan di sektor budidaya antara peternak UMKM/UKM dengan korporasi multinasional nyata-nyata menghancurkan peternak UMKM/UKM. Jadi visi perunggasaan saat ini lebih mendorong jargon “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”.

Tahun 90-an, sektor budidaya masih didominasi oleh peternak mandiri/rakyat, tetapi saat ini malah sebaliknya, penguasaan oleh korporasi yang memiliki perangkat produksi dari hulu hingga hilir semakin kuat dan tanpa dibatasi oleh regulasi. Perusahaan besar yang menguasai industri hilir masuk di sektor budidaya dan dibiarkan menjual ayam hasil panennya ke pasar tradisional yang seharusnya menjadi lahan peternak mandiri/rakyat. Maka khusus di industri perunggasan, negara ini sudah membiarkan dan mempraktekan “mahzdab” ekonomi liberal. Jauh dari semangat Pancasila yang menyuarakan Keadilan Sosial dan Ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan secara kemanusiaan sudah mengusik “nalar kita” sebagai anak bangsa.

Pemerintah sebagai pengemban amanat Negara cq Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, seharusnya mulai merubah haluan pengelolaan sektor budidaya unggas. Apa yang dilakukan oleh “Orde Baru”, dengan Kepres No. 22/1990, yang mengatur sektor budidaya dan memisahkan bagian untuk peternak mandiri/rakyat dan korporasi saat itu sangat tepat. Dan sesungguhnya, pada saat ini semangatnya masih sangat relevan untuk dimunculkan kembali. Dengan begitu industri perunggasan berjalan tidak hanya berorientasi pada perusahaan integrasi saja yang bias menikmati untung besar, tetapi bagaimana lingkungan industri ini nyaman bagi peternak mandiri/rakyat untuk berusaha dan mengembangkan usahanya.

Menata kembali industri perunggasan perlu segera dilakukan agar visi pembangunan industri ini bisa menciptakan keadilan dan mengatasi ketimpangan ekonomi yang saat ini menjadi problem besar pembangunan ekonomi Indonesia. Tidak membiarkan perilaku korporasi yang tidak pernah puas menggali keuntungan besar dari pasar rakyat Indonesia yang sangat besar. Namun, harus memberi kesempatan rakyat Indonesia dalam mengelola potensi ekonominya. Khususnya bagi peternak mandiri/rakyat, usaha peternakannya bisa hidup dan menghidupi sebagai produsen dan juga bisa mencukupi kebutuhan ayam dan telur bagi masyarakat dengan harga terjangkau.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah perlunya menerbitkan regulasi di bawah UU No. 18/2009  tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur pembagian atau pembatasan dari sektor budidaya. Harapannya adalah agar pembudidaya integrator diberi batas yang jelas dengan peternak mandiri/rakyat sebagai pembudidaya berkelas UMKM dan UKM. Argumentasi bahwa saat ini terminologi peternak rakyat telah hilang dalam UU tersebut tidak memungkinkan di keluarkannya regulasi pengganti Kepres No. 22/1990, penulis kira masih bisa diatasi. Bagaimana formatnya, hal ini tentu segera dikerjakan bersama antar asosiasi peternak. Tanpa ada upaya awal, maka tidak mungkin ada hasil yang ingin dicapai dan menjadi wujud cita-cita bersama. (Hadi)

Kinerja Japfa Comfeed Tumbuh Signifikan di Kuartal III 2018


PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (Foto: Google)

Pasokan ayam di industri unggas terjaga, kinerja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) tumbuh signifikan. Berdasarkan laporan keuangan hingga kuartal III 2018, JPFA mencatatkan pertumbuhan laba bersih signifikan yakni naik 108% secara tahunan menjadi Rp 1,67 triliun.

Pertumbuhan margin laba operasional di mayoritas segmen JPFA, menjadi pendukung laba perusahaan ini bisa tumbuh signifikan. Mimi Halimin, analis PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia mengatakan, margin laba operasional pakan ternak hingga kuartal III 2018 naik 11,6% dibanding tahun lalu yang hanya tumbuh 10,4%. Segmen pakan ternak mendapat sentimen positif dari 
membaiknya pasokan jagung lokal.

Margin laba operasional segmen peternakan dan produk konsumen juga tumbuh 9,2% hingga kuartal III 2018. Sebagai perbandingan, tahun lalu segmen tersebut hanya tumbuh 2,1%.

Kenaikan margin laba operasional JPDA dan di luar perkiraan para analis terjadi pada segmen ayam umur sehari atau day old chicken (DOC). Hingga kuartal III 2018, segmen ini menggandakan keuntungan sebesar 22% berbanding pertumbuhan di tahun lalu yang hanya 13,6%.

"Pertumbuhan keuntungan DOC didukung dari kurangnya pasokan DOC di pasar," kata Mimi dalam riset 2 November 2018. Berkurangnya pasokan tak lepas karena kebijakan Kementerian Pertanian yang membatasi produksi ayam dengan menetapkan kuota impor bibit indukan ayam atau grand parent stock (GPS).

Marlene Tanumihardja, analis Samuel Sekuritas Indonesia menambahkan, laba bersih JPFA bisa naik di atas estimasi karena beban pokok penjualan turun sejak awal hingga pertengahan tahun. "Panen raya jagung cukup berhasil di beberapa wilayah Indonesia sejak akhir kuartal I dan awal kuartal II 2018, sehingga secara tahunan harga jagung masih relatif lebih rendah jika dibandingkan periode sama tahun lalu," kata Marlene dalam riset 31 Oktober 2018.

Pendapatan JPFA hingga kuartal III 2018 mampu tumbuh 16,8% secara tahunan menjadi Rp 25 triliun. Marlene menilai, perolehan pendapatan tersebut sesuai dengan ekspektasinya. Ia mencatat, pertumbuhan pendapatan didorong lebih tingginya harga penjualan rata-rata atau average selling product (ASP) pada segmen unggas.

Marlene melihat, harga DOC dan broiler naik karena terpengaruh campur tangan pemerintah dalam menyeimbangkan suplai dan permintaan di pasar. Selain itu kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan antibiotic growth promoter (AGP) sejak awal 2018 turut menyebabkan tertekannya suplai ayam di pasar.

Selain itu, Marlene juga melihat ada perbaikan operasional bisnis breeding dengan kondisi pertenakan dan kualitas DOC yang lebih baik.

Sementara, kuartalan pendapatan JPFA turun karena faktor jelang Lebaran dan datangnya bulan Suro di kuartal III yang membuat harga ayam cenderung lemah.

Michael W Setjoadi Analis PT RHB Sekuritas Indonesia, Selasa (6/11/2018) menyatakan secara historis kinerja kuartal IV sektor unggas akan lebih baik dibanding kuartal III. Penyebabkan, di kuartal III ada hari besar Idul Adha yang menyebabkan konsumsi protein diisi dengan daging kambing atau sapi.

Hingga akhir tahun, Michael juga optimistis kinerja JPFA bisa kembali meningkat karena di tengah perang dagang AS dan China membuat harga kedelai turun dan menjadi sentimen positif bagi kinerja sektor unggas ke depannya.

Secara valuasi, Michael mengatakan, harga JPFA cukup murah dengan PE 9 kali. Valuasi tersebut lebih murah dibanding PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) yang memiliki valuasi PE 18 kali.

Mimi memproyeksikan pendapatan JPFA di akhir tahun bisa mencapai Rp 34 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 2,15 triliun.

Melihat kinerja hingga kuartal III 2018 yang baik, Michael merekomendasikan buy saham JPFA di target harga Rp 3.000 per saham. Marlene juga merekomendasikan buy JPFA di target harga Rp 2.750 per saham. Kompak, Mimi pun menyarankan buy di target harga Rp 2.370 per saham. (Sumber: kontan.co.id)

Hasil Audit GPS, Produksi Karkas Broiler 2018 Surplus

(Dari kiri): Ketua Tim Audit Trioso, Dirkeswan Fadjar Sumping, Dirjen PKH Ketut Diarmita dan Dirbit Sugiono, saat menyampaikan hasil audit GPS broiler di kantor Kementan,
Kamis (30/8). (Foto: Infovet/Ridwan)

Jakarta (30/08), Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, menyampaikan kondisi produksi daging (karkas) ayam ras broiler tahun 2018 aman bahkan surplus.

Ia menjelaskan, berdasarkan realisasi produksi DOC FS broiler Januari-Juni 2018 dan potensi produksi Juli-Desember 2018 (dari impor GPS broiler tahun 2016, 2017 dan 2018) adalah sebanyak 3.156.732.462 ekor dengan rataan perbulan sebanyak 263.061.042 ekor (62.633.581 ekor/minggu). Potensi produksi karkas tahun 2018 berdasarkan realisasi produksi DOC (Januari-Juni 2018) dan potensi (Juli-Desember 2018) sebanyak 3.382.311 ton dengan rataan perbulan sebanyak 27.586 ton.

Lebih lanjut, proyeksi kebutuhan karkas tahun 2018 sebanyak 3.051.276 ton, dengan rataan kebutuhan per bulan sebanyak 254.273 ton. Sehingga berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan tersebut, Ketut menyebut, kondisi daging ayam nasional masih mengalami surplus pada 2018, dengan potensi kelebihan produksi sebanyak 331.035 ton (rataan per bulan sebanyak 27.586 ton).

Menurutnya, data produksi tersebut diperkuat dengan hasil audit GPS broiler yang dilakukan oleh Tim Audit Populasi Ayam Ras yang telah dilaksanakan pada 18 Mei-20 Juli 2018. Dari hasil verifikasi terhadap SAR (Self Assesment Report) telah diperoleh data populasi GPS D-line (799.158 ekor) dari 14 perusahaan pembibitan. Sedangkan jumlah total C-line ayam ras GPS (111.984 ekor), D-line umur 1-24 minggu (316.217 ekor),  D-line umur 25 minggu-afkir (482.941 ekor), C-line umur 1-24 minggu (55.792 ekor) dan C-line umur 25 minggu-afkir (56.192 ekor).

Berdasarkan validasi akhir pada 7 Agustus 2018 (setelah mengeluarkan ayam GPS afkir, memasukkan realisasi impor DOC GPS dan deplesi ayam GPS berkisar antara 0,01-0,03% per minggu berdasarkan strain), maka total populasi GPS ayam ras broiler sebagai berikut, jumlah total D-line ayam ras GPS (763.075 ekor), C-line ayam ras GPS (123.180 ekor), D-line umur 1-24 minggu (214.335 ekor), D-line umur 25 minggu-afkir (548.740 ekor), C-line umur 1-24 minggu (54.438 ekor) dan C-line umur 25 minggu-afkir (68.742 ekor).
“Hasil audit dilaksanakan oleh tim independen yang beranggotakan akademisi dan praktisi,” kata Ketut.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Audit Populasi GPS Broiler, Dr Drh Trioso Purnawarman, memaparkan, audit dilaksanakan pada seluruh perusahaan pembibitan GPS broiler sebanyak 14 perusahaan, diantaranya PT Charoen Pokphand Jaya Farm, PT Japfa Comfeed Indonesia, PT Bibit Indonesia, Cheil Jedang-Patriot Intan Abadi (CJ-PIA), PT Wonokoyo Jaya Corporindo, PT Taat Indah Bersinar, PT Hybro Indonesia, PT Expravet Nasuba, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV Missouri, PT Reza Perkasa, PT Karya Indah Pertiwi, PT Satwa Borneo Jaya dan PT Berdikari (Persero), dengan jumlah farm GPS sebanyak 37 unit dengan kandang yang terisi sebanyak 237 unit dari total kandang sebanyak 289 unit (82%).

Sebaran farm GPS broiler berada di tujuh provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Kalimantan Barat, dengan strain GPS broiler yang terdiri dari Cobb, Ross, Indian River dan Hubbard.

Trioso menyebutkan, mekanisme pelaksanaan audit dibagi atas dua tahap, yakni pertama Desk Review dengan mengisi form/borang SAR dan kedua Outside Review dengan melakukan verifikasi dan observasi di lapangan terhadap populasi GPS broiler, manajemen pemeliharaan, penetasan, kesehatan dan biosekuriti. Kemudian Tim melakukan evaluasi, valuasi dan rekomendasi hasil audit secara kompehensif.

“Verifikasi dan observasi jumlah populasi GPS broiler berdasarkan laporan harian kandang (LHK) dan laporan mingguan (weekly report), kemudian jumlah peralatan feeder dan drinker space, nest box dan lampu, serta jumlah GPS broiler pada saat vaksinasi terakhir (dihitung satu per satu sesuai dengan dosis vaksin),” ujar Trioso.

Selain itu, tim juga melakukan verifikasi dan observasi manajemen pemeliharaan, penetasan dan kesehatan meliputi ventilasi udara, kualitas air minum dan pakan, deplesi (kematian dan afkir) jantan dan betina, program vaksinasi dan titer antibodi, bobot badan dan keseragaman jantan dan betina, kepadatan per meter persegi, manajemen litter, rasio jantan dengan betina, lighting program, produksi (egg mass) dan hatching egg, fertility, hatchebility (setting dan hatching report), DOC per hen house (HH) dan serta distribusi DOC PS.

“Juga dilakukan verifikasi dan observasi biosekuriti program berupa penerapan higiene karyawan dan tamu, sanitasi dan desinfeksi, isolasi dan karantina, serta lalu lintas (orang, pakan, ayam dan peralatan),” tukasnya. (INF)

Menghindari Serangan IBH (Inclusion Body Hepatitis) di Farm Broiler

Pemeliharaan broiler prosesnya sangat cepat. Untuk mencapai finish dengan normal
diperlukan kondisi fit sejak kedatangan DOC di farm, yang tidak hanya berpedoman pada
kondisi fisik secara kasat mata, melainkan kualitas DOC secara internal quality.
(Foto: Ridwan)

Oleh: Suryo Suryanta
Konsultan Manajemen Ayam

Lagi-lagi kasus gangguan kesehatan menyeruak di lapangan yang mengakibatkan kerugian yang signifikan karena kematian ayam dengan kisaran 5-65%, sehingga konversi pakan menjadi membengkak. Kasus IBH menjadi pelik karena gejala infeksinya agak sulit dibedakan dengan kasus Gumboro (IBD), meskipun disebutkan bahwa kontaminasi IBH dapat terdeteksi sejak dini saat penerimaan DOC bila terjadi kontaminasi di breeder ataupun di hatchery, ditulis Drh Eko Prasetio, Infovet edisi Februari 2018.

Kejadian infeksi IBH muncul setelah ayam sudah mulai besar (800 gr) atau di umur sekitar 18 hari dengan meningkat kematiannya. Yang paling repot kejadian tidak terdeteksi, namun kematian tinggi saat pelaksanaan panen, baik kematian saat penangkapan hingga saat  ayam sudah di kendaraan. Berikut tanda-tanda IBH yang terjadi di lapangan dari (kontributor Dokter Hewan yang aktif di lapangan):

Gambar: Dok. Pribadi
Contoh kasus di lapangan, pada flok yang terdiri dari tiga kandang, hanya satu kadang yang mengalami serangan IBH tersebut yang diikuti dengan gejala ND dan colli, sehingga kematian menjadi meningkat tajam hingga 20%. Meskipun yang terkena hanya satu kandang, namun memberikan kerugian secara total menyeret kandang lain yang performance-nya normal. Tentunya kondisi ini merugikan bagi peternak broiler, meskipun harga livebird tinggi tetap tidak memberi keuntungan, hanya mampu mengurangi tingkat kerugian yang dialami peternak.

Meskipun tingkat morbiditas kasus IBH ini tidak meluas atau dapat disebutkan hanya spot-spot, namun kejadian ini seolah menjadi trauma bagi peternak atau “down mental”, karena mereka ragu-ragu untuk melakukan chick-in lagi, karena khawatir akan terserang kasus IBH kembali. Mereka sadar masih belum dapat mengatasi secara preventif apalagi mengatasi setelah terjadi wabah. Oleh karena itu, perlu dituntaskan mengenai kasus IBH ini untuk menghindarkan dari farm, sehingga mendorong semangat para peternak untuk kembali berusaha.

Budidaya Broiler seperti Lomba Lari Sprint
Pemeliharaan broiler hanya sampai 30-35 hari dengan bobot panen mencapai 1,6-2,2 kg, bahkan tidak sedikit yang dipanen pada umur 22-25 hari dengan bobot 0,9-1,2 kg. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan broiler adalah proses yang sangat cepat ibarat lomba lari sprint. Untuk mencapai finish dengan kecepatan normal diperlukan kondisi yang fit sejak kedatangan DOC di farm. Kondisi yang fit sampai sekarang masih berpedoman hanya pada kondisi fisik yang kasat mata, seperti tidak cacat, berat DOC, kekeringan, warna bulu dan kelincahan. Tentu sudah perlu diarahkan pada pedoman kualitas DOC secara internal quality, yaitu dari aspek kecukupan nutrisi penyusunnya, serta memastikan bebas kontaminasi dari induk, baik bebas salmonella, bebas jamur atau fungus, bebas bakterisidal, seperti colli dan pseudomonas dan bebas kontaminasi yang bersifat virusidal.

Mengapa DOC harus full nutrisi, karena jumlah sel dasar dan kekebalan tubuh terstruktur oleh nutrisi yang akan menjadi pondasi dasar untuk pertumbuhan dan pembentukan organ kekebalan. Dengan pertumbuhan broiler yang cepat, maka harus diimbangi dengan perkembangan organ kekebalan yang cepat pula, sehingga jumlah sel dasar penyusunnya harus dalam jumlah yang ideal.

Sebagai ilustrasi sederhana ayam breeder 32 minggu dengan standar berat HE 60 gram, sehingga akan memiliki variasi berat DOC 35-47 gram, selanjutnya pada umur 40 minggu akan memiliki standar berat HE sudah 65 gram, sehingga berat DOC akan bervariasi dari 40-52 gram, artinya pada umur 40 minggu harus sudah tak lagi ditemukan berat DOC di bawah 40 gram. Namun kondisi yang dihadapi di lapangan belum tentu bisa terwujud dengan baik, sehingga masih dijumpai berat DOC di bawah 40 gram meskipun umur induk sudah di atas 40 minggu.

Apakah yang Mengganggu Nutrisi Telur Tetas (HE)
Ada anomali gangguan yang sangat riskan pada breeder broiler, yaitu jatuhnya telur ke perut ayam, disebut anomali karena kejadian yang tidak mudah dideteksi secara dini, namun hanya bisa diketahui dari akibatnya. Kejadian ini pun bisa diketemukan karena ada faktor lain yang involve yaitu bila ada kontaminasi bakteri, sehingga muncul yang disebut Egg Peritonitis dengan kejadian mortalitas yang tinggi. Lebih lanjut disebut anomali karena kejadian telur jatuh atau bisa disebut internal laying disebakan oleh yang disebut Erratic Oviposition And Defective Egg Syndrome (EODES), yaitu terjadi ketika ayam memiliki terlalu banya folikel ovarium yang besar, sehingga akan banyak kejadian double yolk dan prolapsus. Kejadian EODES karena terjadi stimulasi cahaya dini pada ayam ayam yang underweight atau yang juga overweight, sehingga cara preventif mengatasi EODES hanya dengan menunda stimulasi cahaya pada ayam pullet yang underweight, serta menghindari ayam yang overweight.

Gambar: Dok. Pribadi
Kejadian telur jatuh ke perut juga akan aman karena akan diserap kembali ke tubuh ayam sejauh bila tidak ada kontaminasi bakteri. Namun bila muncul gangguan Toksikasi, yaitu adanya toksin yang masuk meracuni atau  terjadi akumulasi toksin di dalam tubuh ayam. Toksikasi menyebabakan daya tahan tubuh menurun (imunosupresi), maka salmonella ataupun colli di dalam tubuh akan mengalami replikasi dan mampu mengintervensi tubuh ayam. Proses replikasi menjadi berkepanjangan bila ada kuning telur ada di perut ayam karena menjadi tempat tinggal dan berkembangbiak.

Kondisi ini akan menjadi problem yang berkepanjangan karena tidak akan mudah diatasi dengan perkembangbiakkan bakteri di perut ayam. Kondisi inilah yang menjadi “biang bertunas” ke telur tetas yang dihasilkan ayam tersebut, sehingga menjadi HE yang terkontaminasi bakteri colli dan salmonella. Meskipun secara jumlah telur yang tertunas tidak banyak namun seperti menyimpan “bom waktu” yang sewaktu-waktu bisa meledak saat proses inkubasi, sehingga menjadi spreading atau penyebaran yang meluas pada telur yang embrionya sudah berkembang, serta waktu yang krusial di hatcher pada saat telur piping atau ayam sudah siap menetas dengan mulai paru DOC keluar dari cagkang, maka DOC akan menghirup kontaminan colli maupun salmonella ke saluran pernapasan dan pencernakan DOC tersebut.

Resiko Berganda dan Solusi
Dengan adanya telur jatuh ke perut dan terkontaminasi bakteri maka menjadi simpanan kontaminan yang siap bertunas di telur yang diproduksi pada ayam tersebut. Meskipun semua ini menjadi potensial yang aman bila tidak ada “si pemantik api” yaitu toksin. Dengan adanya toksin menyebabkan gizzard errotion dan usus juga terjadi enteritis maka penyerapan nutrisi menjadi menurun, akibatnya nutrisi penyusun dalam telur menjadi tidak optimal.

Dapat disimpulkan bahwa akibat Toksikasi di breeder akan menyebabkan kematian tinggi, menyebabkan kontaminasi telur tetas, sehingga hatchability turun dengan kualitas DOC juga menurun. Selanjutnya DOC yang dihasilkan juga memiliki nutrisi yang kurang, serta memungkinkan tertunas atau terkontaminasi bakteri colli dan salmonella sehingga culling juga tinggi.

Dengan DOC yang seperti ini tentu pertumbuhan juga kurang optimal, serta pertumbuhan organ kekebalan juga tidak maksimal yang akan mudah terserang oleh bakteri maupun virus. Kondisi broiler farm yang terwabah IBH muncul tanda gizzard errotion, artinya juga terjadi munculnya IBH oleh adanya Toksikasi. Dengan adanya Toksikasi maka penyerapan nutrisi menjadi kurang maksimal, serta terjadi penurunan daya tahan tubuh yang akan memunculkan outbreak IBH.

Perlu digaris-bawahi bahwa kronologis munculnya kasus IBH di farm broiler bukan IBH-nya diturunkan dari induk breeder, namun diawali dengan kontaminasi bakteri dan salmonella pada DOC, serta komposisi nutrisi penyusunnya yang kurang sempurna, sehingga daya tahan tubuh DOC menjadi rendah. Selanjutnya DOC yang lemah ini menjadi rentan untuk masuknya outbreak IBH. Jadi dapat disimpulkan bahwa secara kronologis munculnya IBH dipicu oleh pengaruh toksin yang melanda di induk breeder, serta di farm broiler-nya. Oleh karena itu, hanya satu solusi yang harus dilakukan secara simultan di farm breeder dan farm broiler dengan menjinakkan toksin melalui Detoksikasi.

Detoksikasi
Mengambil istilah dari proses perawatan kesehatan untuk manusia, Detoksikasi merupakan proses menurunkan toksisitas pada tubuh ayam, sehingga mampu menetralisir efek toksisitas dari toksin yang mampu mengondisikan gizzard menjadi lebih baik, vili-vili usus sempurna, serta organ hati memiliki tingkat kekenyalan yang normal.

Dengan kondisi organ dalam yang sempurna ini mampu mendorong pertumbuhan sel-sel telur atau ovum dan ovarium juga sempurna. Hasil dari penerapan Detoksikasi yang sudah konsisten mampu memberikan pengaruh yang baik pada performance produksi, sehingga HD di breeder akan dimudahkan mencapai produksi HD 88-90%, serta berkelanjutan pada broiler yang dimulai dari kualitas DOC yang baik hingga bisa disebut zero komplen, serta memiliki performa broiler yang terbebas dari kasus IBH. ***

Gambar: Dok. Pribadi

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer