Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Ayam Pedaging | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MEMAKSIMALKAN FUNGSI SEDIAAN PROBIOTIK

Probiotik dan prebiotik biasanya diberikan pada ternak melalui pakan dan air minum alias peroral. (Sumber: poultryworld.net)

Kini probiotik dan prebiotik bisa dibilang menjamur dan sudah banyak digunakan oleh peternak Indonesia. Rata-rata dari mereka mengharap “tuah” dari sediaan yang mereka gunakan, lalu bagaimanakah agar utilisasinya maksimal?

Probiotik dan prebiotik kini bukan barang asing bagi peternak Indonesia. Kini hampir di seluruh toko ternak, poultry shop, bahkan secara daring, sediaan tersebut dapat diakses oleh masyarakat tanpa terkecuali. Produsen sediaan tersebut pun dari dalam maupun luar negeri mulai menginvasi pasar Indonesia.

Kenali Cara Penggunaan
Probiotik dan prebiotik biasanya diberikan pada ternak melalui pakan dan air minum alias peroral. Pastinya perbedaan rute pemberian juga akan berbeda pula trik penanganannya. Misalnya saja pada pakan, selama ini dalam dunia peternakan terutama ayam, pakan diberikan dalam bentuk mash, crumble, maupun pellet. Artinya probiotik dan prebiotik ini harus ada di dalam pakan, akan sedikit merepotkan apabila pakan melewati proses pelleting dengan suhu tinggi, tentunya ini akan menjadi tidak efektif. Sebagaimana diketahui bersama bahwa proses pelleting pakan menggunakan suhu yang tinggi, meskipun waktunya singkat.

Suhu tinggi tentu merupakan ancaman bagi bakteri, karena beberapa jenis bakteri rata-rata akan mati pada suhu tinggi. Jika harus melewati proses pelleting (suhu 80-90° C), setidaknya harus ada perlakuan khusus pada probiotik maupun prebiotik yang nantinya akan digunakan di dalam formulasi pakan tersebut.

Drh Agustin Indrawati, peneliti sekaligus staf pengajar mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB University, mengatakan bahwasanya hal ini pasti perlu diperhitungkan. Berdasarkan beberapa literatur yang ia baca, beberapa jenis bakteri asam laktat sangat peka dengan suhu tinggi.

“Betul harus dipertimbangkan, jangan sampai menggunakan probiotik tetapi malah kehilangan bahan aktifnya, ya si bakteri baik itu. Soalnya suhu tinggi itu bakteri kurang suka, saya beri contoh misalnya kalau buat yoghurt, susu yang digunakan setelah dipanaskan itu harus ditunggu dulu sampai suhunya pas, kalau enggak bakteri starter si yoghurt itu juga mati kepanasan,” tutur Agustin.

Ia menyarankan apabila dirasa sulit menggunakan pakan dan harus melewati suhu pelleting, maka sediaan probiotik dan prebiotik harus dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat melewati suhu pelleting tanpa banyak merusak bahan aktifnya.

Sementara, Prof Lenny Van Erp dari HAS University Belanda, mengatakan bahwa para produsen di Eropa rata-rata sudah memiliki teknologi untuk mengatasi masalah tersebut. Menurutnya, adalah betul bahwa bakteri probiotik rentan terhadap suhu tinggi, namun dengan adanya perkembangan teknologi, semua hal bisa dilakukan.

“Ada beberapa produsen yang sudah melakukan kapsulasi pada bakteri probiotiknya, jadi bakteri akan dilapisi dengan pelindung (enkapsulasi) dari zat yang tahan suhu tinggi, sehingga bakteri di dalamnya dapat melewati suhu pelleting tanpa harus mati, sehingga khasiat bahan aktif masih ada. Begitupun dengan prebiotik, beberapa sediaan prebiotik banyak yang sudah dilakukan proses enkapsulasi," jelas Lenny.

Contoh lain yang Lenny utarakan yakni dengan menggunakan bakteri biakan yang sudah dibiasakan berada dalam kondisi suhu yang ekstrem. Layaknya mahluk hidup lain, materi inti (DNA) bakteri juga memiliki gen yang dapat menyesuaikan diri dengan tempat dia hidup. Sehingga bakteri probiotik yang dikembangkan dalam suhu tinggi, juga akan lebih resisten terhadap suhu tinggi.

Hal yang lebih sederhana diutarakan oleh Carlim, seorang yang bekerja di bidang peternakan unggas. Dirinya tidak menampik bahwa telah ada teknologi yang dapat membuat probiotik lebih tahan lama, tetapi biasanya harganya lebih mahal. Dirinya lebih memilih rute lain yakni dengan memberikan sediaan probiotik melalui air minum.

“Kalau pakan pabrikan betul itu pelleting harus lihai, kalau saya sih yang simpel aja, pakai dari air minum. Dulu waktu masih pegang broiler komersil, saya pakainya dari air minum, tinggal tuang, begitu saja. Yang penting sesuai dosis pemakaian,” kata Carlim.

Lalu apakah dengan memberikan probiotik melalui air minum sudah pasti manjur dan berkhasiat? Tentu tergantung. Yang perlu diperhatikan adalah kualitas air minum. Ingat kualitas air minum layaknya kualitas pakan, wajib hukumnya untuk dijaga. Misalkan air minum berada dalam kondisi yang kotor atau mengandung cemaran mikroba patogen yang ternyata lebih banyak jumlahnya daripada probiotik, tentu akan tidak bermanfaat.

Kemudian apabila menggunakan terlalu banyak klorin di dalam air minum, ini juga akan bermasalah. Tujuan penggunaan klorin pada dasarnya adalah untuk mendisinfeksi air minum agar meminimalisir cemaran mikroba patogen. Layaknya mikroba pada umumnya, probiotik juga peka terhadap aktivitas klorin di dalam air. Jadi alih-alih berkhasiat, yang terjadi malah sebaliknya, tidak menghasilkan efek yang diharapkan. Oleh karena itu, penting sekali menyesuaikan program pemberian obat, vaksin, dan lainnya dengan pemberian probiotik.

Probiotik Bukan Obat
Banyak stakeholder yang juga berkecimpung di dunia peternakan kembali ingin mengingatkan bahwasanya probiotik dan prebiotik bukanlah obat. Jadi, peternak jangan “mendewakan” sediaan tersebut sebagai obat. Jadikan penggunaan ini sebagai terapi supportif untuk mendorong performa ternak ke arah yang lebih baik.

Selain itu, gunakanlah probiotik dan prebiotik yang sudah teregistrasi di Kementerian Pertanian dan sudah terbukti secara empiris memiliki khasiat. Pasalnya, banyak oknum yang tidak bertanggung jawab memproduksi, menjual, dan mendistribusikan produk dengan embel-embel probiotik dan pengganti AGP, namun setelah diuji produk tersebut tidak mengandung probiotik sama sekali. Bahkan alih-alih probiotik, beberapa produk malah mengandung antibiotik dengan konsentrasi cukup tinggi, sehingga berpotensi meninggalkan residu pada produk hasil ternak. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

BEGINI AGAR AMAN DARI ANCAMAN TOKSIN

kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan salah satunya jagung. (Foto: Dok. Infovet)

Mikotoksin sangat berbahaya bagi kelangsungan performa di peternakan unggas. Kontaminasi mikotoksin pada unit usaha unggas dapat menyebabkan kerugian sangat besar.

Ancaman Serius
Jamur, cendawan, atau kapang tumbuh dimana saja dan kapan saja, terutama ketika kondisi lingkungan menguntungkan mereka. Yang lebih berbahaya lagi, kebanyakan jamur biasanya tumbuh pada tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pakan, sebut saja jagung dan kacang kedelai.

Kedua jenis tanaman tersebut merupakan unsur penting dalam formulasi ransum. Jagung digunakan sebagai sumber energi utama dalam ransum, sedangkan kedelai sebagai sumber protein. Persentase penggunaan jagung dan kacang kedelai dalam suatu formulasi ransum unggas di Indonesia pun sangat tinggi. Jagung dapat digunakan sampai dengan 50-60%, sedangkan kedelai bisa 20%. Bayangkan jika keduanya terkontaminasi mikotoksin.

Sayangnya, kontaminasi mikotoksin dalam bahan baku pakan ternak bisa dibilang tinggi. Data dari Biomin 2017, menununjukkan bahwa 74% sampel jagung dari Amerika Serikat terkontaminasi Deoksinivalenol/DON (Vomitoksin) pada tingkat rata-rata (untuk sampel positif) sebesar 893 ppb. Sedangkan 65% dari sampel jagung yang sama terkontaminasi dengan FUM pada tingkat rata-rata 2.563 ppb. Selain itu, ditemukan 83% sampel kacang kedelai dari Amerika Selatan terkontaminasi dengan DON pada tingkat rata-rata 1.258 ppb. Kesemua angka tersebut di atas sudah melewati ambang batas pada standar yang telah ditentukan.

Jika sudah mengontaminasi bahan baku pakan, apalagi pakan jadi, tentunya akan sangat merugikan produsen pakan maupun peternak. Menurut konsultan perunggasan sekaligus anggota Dewan Pakar ASOHI, Tony Unandar, mikotoksikosis klinis bukanlah kejadian umum di lapangan. Kasus mikotoksikosis subklinis yang justru sering ditemukan di lapangan. Gejalanya klinisnya sama dengan penyakit lain misalnya imunosupresi yang mengarah pada penurunan efikasi vaksin, hati berlemak, gangguan usus akibat kerusakan fisik pada epitel usus, produksi bulu yang buruk dan pertumbuhan yang tidak merata. Kesuburan dan daya tetas telur yang menurun.

“Kita harus berpikir begitu dalam dunia perunggasan, soalnya memang kadang gejalanya mirip-mirip dan kadang kita enggak kepikiran begitu,” ujar Tony.

Dirinya menyarankan agar jika bisa setiap ada kejadian penyakit di lapangan, sebaiknya diambil sampel, baik berupa jaringan dari hewan yang mati, sampel pakan dan lain sebagainya.

“Ancaman penyakit unggas kebanyakan tak terlihat alias kasat mata, dokternya juga harus lebih cerdas, periksakan sampel, cek itu ada apa di dalam jaringan, di dalam pakan, bisa saja penyakit bermulai dari situ, makanya kita harus waspada,” tegasnya.

Meminimalisir Risiko
Beragam alasan mendasari mengapa mikotoksin harus dan wajib diwaspadai. Menurut Technical Manager PT Elanco Animal Health Indonesia, Drh Agus Prastowo, mikotoksin dapat merusak performa secara diam-diam. Hal ini tentu saja karena mikotoksin selalu ditemukan dalam pakan (dengan kadar berbeda), tidak memiliki simtom spesifik dan semakin panjang periode pmeliharaannya akan semakin berbahaya.

“Membunuh diam-diam dan tanpa gejala itu lebih berbahaya, mungkin untuk kematian mikotoksin ini kurang, tetapi kalau sudah kena jadinya imunosupresif. Pas kita yakin ayam sehat ternyata imunnya enggak bagus, pas ada masuk penyakit, kena, matinya banyak, pasti rugi. Makanya ini bahaya banget,” tutur Agus.

Lebih lanjut dikatakan, sangat sulit mendeteksi keberadaan mikotoksin pada bahan baku pakan karena tidak terlihat, tidak berbau dan tidak berasa. Ia juga memberi contoh misalnya toksin dari jenis zearalenone yang dapat berikatan dengan komponen nutrisi yang berbeda-beda. Jika zearalenone berikatan, misalnya dengan glikosida, (ikatan zearalenone-glikosida), maka toksin zearalenone ini akan sulit terdeteksi dengan metode konvensional.

“Itu namanya masked mikotoksin, kalau ikatan itu sampai terurai setelah tercampur dengan empedu di duodenum, maka sifat toksik zearalenone itu akan keluar dan membahayakan yang memakannya. Selain zearaleone, beberapa toksin seperti fumonisin dan okratoksin juga bisa membentuk ikatan tadi,” ungkap Agus.

Jadi apa yang harus dilakukan dalam menghadapi toksin? Sebagian besar orang pasti akan terpikirkan tentang toxin binder ketika dihadapkan dengan mikotoksin. Toxin binder memang sudah lama digunakan utamanya dalam industri pakan ternak. Berbagai macam toxin binder dengan beragam kandungan zat aktif beredar dan saling klaim menjadi yang terbaik.

Padahal tidak semua mikotoksin dapat diikat dengan jenis toxin binder yang sama. Misalnya saja mikotoksin Fusarium sp. yang strukturnya tidak bisa diikat dengan toxin binder biasa. Butuh trik lain dalam menghadapinya. Daripada repot menggunakan banyak produk, akan lebih baik jika dilakukan upaya pencegahan.

Menurut Direktur PT Farma Sevaka Nusantara, Drh I Wayan Wiryawan, permasalahan mikotoksin memang bisa dibilang kompleks dan menyeluruh. Maksudnya, penanganan mikotoksin tidak hanya harus dicegah di hilir dalam produk jadi (pakan), tetapi juga harus dicegah di hulu (tanaman bahan baku pakan).

“Sekarang begini, kalau kita hanya fokus di satu sektor, hilir saja misalnya, apa yang bisa kita lakukan selain pemberian toxin binder atau mould inhibitor saja kan? Karena sifatnya toksin ini juga tahan panas, jadi sulit untuk diurai. Makanya ini harus diminimalisir juga di sektor hulunya,” kata Wayan.

Ia mencontohkan bahwa petani jagung atau bahan baku pakan lainnya juga harus diedukasi, mau tidak mau harus dilakukan karena menurut dia jagung lokal banyak yang memiliki kadar air di bawah standar yang ditentukan pabrik pakan. Sehingga keadaan ini membuat jagung menjadi rentan terkontaminasi mikotoksin pada saat penyimpanan.

“Saya bukannya bilang kita harus impor jagung karena jagung lokal banyak toksinnya ya, maksud saya, petani kita harus dibantu. Selama ini banyak yang mengandalkan matahari saja untuk menjemur jagungnya, coba diberi corn dryer, dibantu dan disubsidi juga begitu. Saya yakin mereka bisa menghasilkan jagung yang memenuhi standar pabrik pakan,” ungkapnya.

Beberapa upaya pencegahan yang secara aktif dapat dilakukan bagi produsen pakan maupun peternak self-mixing di antaranya: 

• Rutin memeriksakan kualitas bahan baku, terutama saat kedatangan bahan baku atau ransum. Jangan segan-segan untuk melakukan reject kalau ditemukan bahan baku ransum yang terkontaminasi jamur, mengingat fenomena jamur ini seperti fenomena gunung es. Selain itu, pastikan kadar airnya tidak terlalu tinggi, >14% sehingga bisa menekan pertumbuhan jamur.

• Pengaturan manajemen penyimpanan bahan baku ransum. Setidaknya berikan alas (palet) pada bahan baku yang ditumpuk dan diatur posisi penyimpanannya sesuai dengan waktu kedatangannya (first in first out/FIFO). Suhu dan kelembapan tempat penyimpanan harus diperhatikan. Hindari penggunaan karung tempat ransum secara berulang dan lakukan pembersihan gudang secara rutin. Saat ditemukan serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur.

• Saat kondisi cuaca tidak baik, apalagi musim penghujan, tambahkan mold inhibitors (penghambat pertumbuhan jamur), seperti asam organik atau garam dari asam organik tersebut. Salah satu bahan aktif mold inhibitor yang umum ditemui yakni Asam propionat.

Apabila kondisi memburuk dan ternyata memang ditemukan ada kontaminan mikotoksin dalam jumlah di atas standar, upaya yang dapat dilakukan yakni:

• Membuang pakan yang terkontaminasi jamur dengan konsentrasi tinggi, mengingat mikotoksin bersifat sangat stabil.

• Jika yang terkontaminasi sedikit, bisa dilakukan pencampuran dengan bahan baku atau ransum yang belum terkontaminasi. Tujuannya tidak lain untuk menurunkan konsentrasi mikotoksin. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahan baku ini hendaknya segera diberikan ke ayam agar konsentrasi mikotoksin tidak meningkat.

• Penambahan toxin binder (pengikat mikotoksin), seperti zeolit, bentonit, hydrate sodium calcium aluminosilicate (HSCAS) atau ekstrak dinding sel jamur. Antioksidan, seperti butyrated hidroxy toluene (BHT), vitamin E dan selenium juga bisa ditambahkan untuk mengurangi efek mikotoksin, terutama aflatoksin, DON dan T-2 toksin. Meskipun tidak 100% dapat mengikat, tetapi risiko harus tetap dipertimbangkan.

• Suplementasi vitamin, terutama vitamin larut lemak (A, D, E, K), asam amino (methionin dan penilalanin) maupun meningkatkan kadar protein dan lemak dalam ransum juga mampu menekan kerugian akibat mikotoksin. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

EMPAT PILAR PENTING MANAJEMEN BROILER MODERN

Kandang ayam broiler dengan sistem closed house. (Foto: Istimewa)

Ayam broiler terus berkembang genetiknya dari masa ke masa. Broiler sekarang ini berbeda dengan broiler beberapa dekade lalu. Karenanya penanganan peternakannya pun juga berubah.

Regional Technical Manager Cobb Asia Pacific, Amin Suyono, dalam sebuah webinar mempresentasikan empat pilar penting dalam manajemen broiler modern.

Pre-Heating
Lakukan pre-heating setidaknya 48 jam sebelum ayam datang, dengan tujuan 24 jam sebelum ayam datang target suhu sudah tercapai dan stabil. Pre-heating dilakukan dengan menyalakan pemanas atau heater lebih awal sebagai upaya untuk mencapai suhu kandang yang sesuai dengan kebutuhan ayam dan stabil sebelum ayam datang di kandang.

• Suhu lantai harus di pre-heated minimal 28° C.
• Ukur suhu litter, targetnya jika menggunakan furnace/force heaters suhu harus 32° C, jika menggunakan radiant heater suhu di bawah pemanas harus 40,5° C.
Ambient temperature sekitar 33° C.

Target suhu litter sangat penting karena anak ayam akan terpapar langsung dengan litter melalui telapak kakinya. Jika suhu udara sudah tercapai tapi suhu litter belum, anak ayam akan tetap merasa kedinginan.

Akibatnya anak ayam diam dan tidak aktif, mengurangi intake pakan dan air sehingga mengurangi pertumbuhan. Alas kandang yang masih dingin menyebabkan telapak kaki dingin sehingga menurunkan suhu tubuh internal.

Suhu internal anak ayam bisa diukur dengan menggunakan termometer yang dimasukkan dengan lembut ke kloaka. Cek minimal 15 ekor anak ayam per kandang. Suhu internal anak ayam harus dipertahankan pada 40-40,6° C.

Early Feed Intake
Maksimalkan intake pakan awal, caranya tambah feeder space dengan menggunakan kertas. Tutup 50% area brooding dengan kertas berkualitas bagus (bisa tahan lima hari), tempatkan kertas di kiri dan kanan tempat minum. Tempatkan pakan 75 gram/ekor di atas kertas dan tempat pakan lainnya sebelum ayam datang.

Setelah anak ayam datang taruh langsung di atas pakan sehingga early intake yang diharapkan bisa terjadi. Ayam bisa langsung mengenali dan mengonsumsi pakan jadi mereka tidak perlu mencari tempat pakan. Tempat minum dan air minum juga harus sudah tersedia.

Cara mengevaluasi early feed intake yaitu ambil sampel anak ayam 100 ekor merata di kandang dan diraba temboloknya (crop fill check). Targetnya 95% anak ayam temboloknya harus sudah terisi pakan dan air keesokan hari setelah penempatan. Target konsumsi pakan adalah 25% dari berat DOC pada 24 jam pertama.

Early feed intake penting karena ketika anak ayam makan lebih awal sistem pencernaannya mulai bekerja, vili usus tumbuh bagus, permukaan usus makin luas, sehingga pertumbuhan bisa lebih cepat. Metabolisme juga mulai berjalan, produksi panas tubuh dimulai, risiko kedinginan menghilang, dan kontrol suhu tubuh (termoregulator) akan bekerja lebih awal.

Jika anak ayam terlambat makan maka tidak ada produksi panas, suhu tubuh lebih rendah, lebih banyak ayam culling, kemampuan termoregulator tertunda.

Sebagai evaluasi apakah brooding yang dilakukan sudah benar, cek target tujuh hari meliputi berat badan 4,6 x berat DOC atau lebih dari 200 gram, deplesi di bawah 1% atau 1,25-1,5% bagi yang menjalankan program antibiotic free, keseragaman flock CV 8-10.

Ventilasi yang Optimal
Ventilasi berfungsi untuk memastikan sirkulasi udara di dalam kandang berjalan dengan baik, memenuhi kebutuhan udara yang berkualitas dengan suhu yang tepat sesuai kebutuhan ayam. Kemudian membuang panas yang berlebih dari dalam kandang. Membuang kelebihan kelembapan, gas beracun, serta mensuplai oksigen untuk kebutuhan ayam.

Kriteria kualitas udara yang baik meliputi oksigen minimum 19,6%, karbon dioksida maksimum 3.000 ppm, RH% (kelembapan) maksimum 70%, karbon monoksida maksimum 10 ppm, amonia maksimum 10 ppm, debu terhirup maksimum 3,4mg/m3 udara.

Jawaban untuk broiler modern adalah ventilasi aktif untuk closed house. Maintenance kandang juga harus bagus agar tidak terjadi kebocoran di kapasitas ventilasi. Dengan closed house selain bisa memanajemen kecepatan angin, ventilasi, juga bisa memanipulasi lighting, meningkatkan density hingga 40kg/m, serta bisa menjalankan sanitasi dan biosekuriti dengan lebih baik.

Pada sistem open house sulit untuk mendapatkan performa yang optimal karena ventilasinya pasif hanya tergantung pada aliran udara alami. Solusinya adalah instal stirring fan untuk membantu aliran udara di kandang. Atau lebih baik lagi berinvestasi upgrade ke closed house untuk strategi jangka panjang.

Manajemen Air Minum
Air merupakan nutrisi penting dalam produksi ternak. Sebanyak 70% berat badan ayam adalah air. Air berperan besar dalam regulasi suhu tubuh, juga untuk mengalirkan gas-gas, oksigen, dan karbon dioksida di dalam tubuh. Mentransport nutrisi, glukosa, asam amino, vitamin, mineral, dan membawa produk-produk limbah sisa metabolisme ke hati dan ginjal untuk dieliminasi.

Seekor broiler sampai dengan 35 hari (2,25 kg) mengonsumsi setidaknya total 6 liter air. Pada 24 jam pertama konsumsi air minum idealnya 1 ml/ekor/jam (1 hari 24 ml, kira-kira 50% berat DOC). Konsumsi air akan menstimulasi konsumsi pakan.

Untuk mengetahui dengan pasti kualitas air memang harus dilakukan tes laboratorium. Namun gampangnya jika air tidak bagus untuk manusia maka juga tidak bagus untuk ayam.
Higienitas dan sanitasi air minum harus dijaga. Sanitasi pipa yang buruk bisa meningkatkan pertumbuhan biofilm, yaitu lapisan mikroorganisme yang membentuk kerak/lendir di dalam pipa air. Merupakan tempat berkembangnya bakteri patogen termasuk E. coli.

Pencegahannya adalah dengan flushing pipa air minum secara rutin saat brooding tiga kali sehari, setelah itu sekali seminggu. Untuk sanitasi bisa klorinasi dengan level 3-4 ppm, menggunakan filter air dan penyinaran UV.

Broiler modern tumbuh lebih pesat, mengonversi pakan lebih baik, dan menghasilkan panas tubuh lebih banyak. Aplikasikan tips manajemen yang penting untuk mencapai performa optimal yaitu pre-heating, intake pakan seawal mungkin, ventilasi kandang yang memadai, serta air minum yang selalu tersedia dan higienis. ***

Ditulis oleh:
Nunung Dwi Verawati
Koordinator Peliputan & Redaksi Majalah Infovet

SEDIAAN HERBAL UNTUK MENJAGA KESEHATAN HEWAN

Kunyit, salah satu jenis tanaman obat yang banyak dimanfaatkan sebagai obat hewan. (Foto: Istimewa)

Di masa kini tren penggunaan sediaan herbal kian menjamur. Bukan hanya pada manusia, dunia medis veteriner pun juga sejak lama menggunakan sediaan herbal untuk menjaga kesehatan dan performa hewan, bagaimana lika-likunya?

Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi pun ikut berkembang termasuk dalam dunia medis veteriner. Berbagai obat-obatan, serta peralatan dan teknologi lain yang mendukung sektor medis veteriner pun ikut berkembang. Namun begitu, isu-isu yang dihadapi juga berbanding lurus dengan perkembangan yang ada.

Sebut saja isu resistensi antimikroba dan larangan penggunaan AGP di peternakan. hingga kini isu resistentsi antimikroba masih menjadi momok menakutkan di dunia medis manusia maupun hewan. Selain itu larangan penggunaan AGP membuat produsen obat hewan berlomba-lomba mencari alternatif untuk menggantikan antibiotik sebagai growth promoter.

Warisan Nenek Moyang
Sejak dulu manusia telah banyak memanfaatkan berbagai jenis tanaman yang terbukti memiliki khasiat untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit. Sebut saja temulawak, sambiloto, jahe, beras kencur, tentunya masyarakat sudah familiar dengan beberapa jenis tumbuhan tersebut karena khasiatnya.

Nyatanya sebagai Negara Mega Biodiversity, Indonesia memiliki ratusan jenis tanaman obat yang berpotensi digunakan dalam dunia medis manusia maupun hewan. Hal ini dikemukakan oleh Drh Slamet Raharjo, praktisi dokter hewan sekaligus peneliti dan staf pengajar dari FKH UGM.

“Ada ratusan bahkan ribuan jenis tanaman obat yang tersedia di negara ini dan banyak belum termanfaatkan dengan maksimal dalam hal ini pada sektor medis veteriner," tutur Slamet kepada Infovet.

Pria kelahiran Kebumen tersebut kemudian menjelaskan beberapa penelitian sederhananya. Misalnya ketika ia meneliti potensi daun sambiloto pada luka dibeberapa jenis hewan seperti domba dan anjing.

“Ini berawal dari pengalaman pribadi saya, ketika mengalami kecelakaan, saya mencoba pada diri saya. Lalu berpikir bahwa seharusnya pada hewan juga memiliki efek yang sama dan saya mencobanya, ternyata bisa,” tutur dia.

Selain daun binahong, Slamet juga menyebut beberapa jenis tumbuhan obat lain yang telah banyak digunakan sebagai obat pada hewan. Misalnya kunyit dan meniran yang dikombinasikan sebagai imunomodulator pada ayam petelur yang telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan tubuh ayam terhadap AI.

Salah satu peternak yang rajin menmberikan sediaan herbal kepada ayamnya adalah Kusnadi, peternak broiler kemitraan asal Bogor. Kusnadi rutin memberikan jejamuan kepada ayamnya agar tetap prima. “Kalau chick-in biasanya orang pada memberikan air gula, kalau saya air gula itu saya campur lagi sama kunyit dan beras kencur,” ujar Kusnadi.

Kepada Infovet ia mengaku telah melakukan praktik tersebut sebelum AGP dilarang. Bukan hanya sejak chick-in, Kusnadi juga mengatakan rutin memberikan jamu kepada ayam pasca vaksinasi gumboro atau ketika terjadi pergantian musim, bahkan saat cuaca ekstrem. Menariknya setiap fase pemeliharaan ia memberikan racikan yang berbeda.

“Kalau pas cuaca ekstrem, musim hujan, biasanya saya kasih jahe sama temulawak. Biar mereka juga fit dan enggak kedinginan,” pungkasnya. Namun sayang, ketika ditanya mengenai dosis pemberian ia mengakui hanya mengira-ngira berdasarkan pengalaman. Beruntung tidak pernah terjadi efek negatif pada ayamnya.

“Alhamdulillah enggak ada yang aneh-aneh, saya cuma manfaatin yang ada saja, kearifan lokal. Kalau kebanyakan kimia saya takut,” tutup Kusnadi.

Penelitian terkait penggunaan herbal untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap AI telah dilakukan oleh Prof Bambang Pontjo, salah satu staf pengajar FKH IPB. Salah satu penelitian yang beliau lakukan adalah dampak pemberian jamu untuk menangkal serangan AI pada broiler.

Dalam penelitian tersebut, Prof Bambang menggunakan empat jenis tanaman obat yang sudah familiar, di antaranya temulawak (Curcuma xanthorrhiza), meniran (Phyllanthus niruri L), sambiloto (Andrographis paniculata), dan temuireng (Curcuma aeruginosa). Keempat tanaman diekstrak sedemikian rupa lalu diberikan kepada ayam broiler yang diberi perlakuan menjadi empat, perlakukannya adalah sebagai berikut:


Uji tantang dilakukan selama 10 hari, sementara parameter yang digunakan pada penelitian adalah persen proteksi, yaitu persentase ayam yang hidup setelah uji tantang dilakukan. Hasil penelitian dari uji tantang didapatkan jumlah sisa ayam hidup yang berbeda-beda setiap harinya, seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:


Berdasarkan data hasil penelitian di atas dapat diamati bahwa ayam broiler yang dapat bertahan sampai hari terakhir adalah ayam pada kelompok perlakuan formula 3 (F3) dan formula 1 (F1), dimana masing-masing kelompok terdapat sisa satu ekor ayam.

Tingkat kematian ayam yang berbeda-beda pada tiap kelompok perlakuan menandakan adanya aktivitas yang terjadi akibat pemberian formula yang berasal dari temulawak dan temuireng. Menurut Prof Bambang, temulawak dan temuireng merupakan tanaman obat yang memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid sebagai hasil metabolit sekunder.

“Kurkuminoid atau kurkumin ini memiliki aktivitas farmakologi berupa anti-inflamasi, anti-imunodefisiensi, antivirus (termasuk virus AI), antibakteri, antijamur, antioksidan, anti-karsinogenik, dan antiinfeksi, kalau dari literatur yang saya baca begitu,” tukasnya.

Dirinya juga menegaskan bahwasanya menggunakan sediaan herbal selain meminimalisir efek samping yang negatif, juga merupakan salah satu bentuk pengejawantahan dari melestarikan warisan nenek moyang.

Perlu Perhatian
Apakah pengunaan sediaan herbal selalu memberikan feedback positif dan memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi? Belum tentu, setidaknya dalam memberikan sediaan herbal untuk terapi medis veteriner, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan.

Menurut Drh Slamet Rahardjo, yang pertama kali harus diperhatikan adalah spesies atau jenis hewan yang hendak diobati. Ia memberi contoh, hewan karnivora misalnya kucing, secara fisiologis memiliki kemampuan lebih rendah dalam mencerna sediaan herbal ketimbang hewan omnivora seperti anjing dan unggas. Oleh karena itu, pemberian sediaan peroral untuk karnivora sebaiknya tidak dilakukan. Namun begitu, sediaan-sediaan herbal yang pengunaannya topikal masih dapat digunakan.

Selain itu Slamet juga menambahkan bahwa dokter hewan juga harus dapat mengidentifikasi jenis herbal yang harus digunakan sampai ke bagian-bagiannya. Misalnya saja kunyit, bagian dari kunyit yang dipakai untuk terapi yakni bagian rimpang atau umbinya.

“Di bagian tertentu suatu tanaman tentunya ada zat aktif yang dapat dimanfaatkan. Nah bagian-bagian itulah yang kita manfaatkan, salah menggunakan bagian nanti malah enggak ada efeknya, atau malah jadi racun, jadi harus hati-hati,” ungkap Slamet.

Ia menambahkan bahwa setiap zat aktif yang ada pada tanaman obat diperlukan volume tertentu (dosis) yang terukur agar menunjukkan khasiatnya. Oleh karena itu, sebaiknya para dokter hewan yang hendak memberikan sediaan herbal harus mengetahui dosis efektif dari sediaan tersebut. Akan lebih baik lagi apabila menggunakan sediaan herbal yang sudah teruji dan terbukti secara de facto dan de jure memiliki khasiat obat.

“Jadi hewan juga jangan dijadikan objek percobaan. Misalnya kita ketemu tanaman A, terus belum ada penelitian apa-apa langsung kita pakai di pakan ayam, niatnya biar ngurangi nyekrek misalnya, itu salah. Kenapa enggak pakai yang sudah ada literatur dan sudah terbukti saja, kan enak. Jadi yang pasti aja, jangan coba-coba,” ucapnya.

Slamet juga mengingatkan agar sediaan herbal digunakan sesuai rute penggunaan obat. Dokter hewan harus memahami rute pemberian obat herbal yang terbaik, jangan sampai salah rute dan tidak ada efek medis yang dihasilkan. Kombinasi antara sediaan herbal dan konvensional menurut Slamet sebaiknya digunakan.

“Jadi pasien tetap kita kasih obat konvensional, tetapi kita support dengan herbal agar mempercepat kesembuhannya, sekarang banyak yang seperti itu,” pungkasnya. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

UPAYA MENGATASI KASUS KERDIL PADA UNGGAS

Penanganan DOC yang kurang optimal pada periode awal akan memengaruhi pertumbuhan bobot ayam pada periode berikutnya. Foto: (ANTARA/HO-WAP)

Ada beberapa upaya yang harus lebih diperhatikan agar ayam tidak mengalami kekerdilan dan tumbuh dengan normal. Beberapa di antaranya tentu saja faktor manajemen dan upaya kontrol yang lebih ketat.

Perlu diingat bahwa dampak yang muncul dari kekerdilan dapat menimbulkan kerugian ekonomi sehubungan dengan gangguan pertumbuhan dan pencapaian bobot panen yang rendah, peningkatan konversi ransum, serta peningkatan jumlah ayam afkir. Hasil penelitian Hidayat (2014), menyebutkan bahwa sindrom ini dibagi menjadi beberapa kategori:
• Jika terjadi sebanyak 5-10% dari populasi, termasuk kategori ringan.
• Jika kejadian mencapai > 10-30% dari populasi, termasuk kategori buruk.
• Jika kejadian mencapai > 30% dari populasi, termasuk dalam kategori bencana besar.

Kasus ayam kerdil sendiri di lapangan sering kali terbagi menjadi dua kategori, yaitu jika dalam waktu lima minggu bobot ayam kurang dari 200 gram setiap ekornya maka dikategorikan sebagai kasus “runting”. Namun jika kekurangan bobotnya antara 200 gram sampai 1 kg maka dikategorikan sebagai kasus “stunting”.

Perhatikan Manajemen Brooding
Menurut salah seorang konsultan perunggasan, Carlim, kejadian pada broiler kebanyakan 50% adalah stunting. “Kalau dulu waktu saya masih pegang broiler itu kalau brooding enggak benar, sehabis diangkat itu brooder pasti langsung kelihatan, keciri pokoknya. Makanya saya bilang ‘ritual’ brooding itu sangat sakral, kalau enggak bisa lewati itu dengan baik pasti hancur,” kata Carlim.

Pasalnya lanjut dia, pada masa ini sering disebut dengan masa kritis karena terjadi pertumbuhan yang pesat, dimana terjadi pembelahan (hiperplasia) dan pembesaran (hipertropi) sel-sel tubuh ayam. Perkembangan organ yang terjadi meliputi sistem kekebalan, pencernaan, pernapasan, maupun termoregulasi.

Ketersediaan ransum saat chick-in dan tercapainya feed intake berpengaruh terhadap besar dan panjangnya usus, pengaturan suhu tubuh anak ayam, dan tingkat kepadatan. Penanganan DOC yang kurang optimal pada periode ini akan memengaruhi pertumbuhan bobot ayam pada periode berikutnya.

Kualitas Pakan Harus Jempolan
Pertumbuhan ayam sangat cepat tentu dipengaruhi kecukupan dan kandungan nutrisi ransum. Hal yang kadang terlewat dari pantauan adalah mengontrol keberadaan jamur atau toksinnya. Kualitas ransum dapat berkurang akibat adanya jamur dan mikotoksin.

Jika terdapat jamur di dalam kandungan ransum, nilai nutrisi yang berada di dalam ransum akan turun, sehingga nilai nutrisi yang diberikan kepada ayam tidak optimal. Selain itu, jangan lupa bahwa jamur juga akan menghasilkan metabolit sekunder yakni mikotoksin yang akan mengiritasi saluran pencernaan, sehingga penyerapan nutrisi terganggu. Lama penyimpanan ransum juga berpengaruh pada kandungan nutrisi. Vitamin dalam ransum akan menurun seiring masa penyimpanan.

Selain kualitas ransum, kuantitas/kecukupan asupan ransum dan minum juga berpengaruh pada pertumbuhan ayam. Kekurangan ransum dan air minum akan menyebabkan kompetisi antar ayam. Dampaknya, jumlah ransum yang masuk ke tubuh ayam kurang dan membuat pertumbuhan bobot badannya tidak seragam.

Masalah ransum inilah yang paling sensitif dan kerap kali disalahkan para peternak, pabrik pakan pun sering menjadi sasaran. Menjawab hal tersebut Nutrisionis dan Formulator PT Agrosari Nusantara, Intan Mustika Herfiana, mengatakan bahwa hal tersebut adalah suatu yang klise.

“Saya mengerti sekali masalah ini, tapi sebagaimana kita ketahui kalau semua pabrik pakan pasti sudah menguji kualitas pakan yang diproduksi, enggak mungkin kalau jelek akan dijual. Kalau masalah nutrisinya kurang, karena pakan juga ada grade-nya, kalau pakannya yang paling rendah grade-nya masa mau bagus? Ada faktor lain yang harus diusut dan ditelusuri,” tuturnya kepada Infovet.

Oleh karenanya, Ika-sapaannya, mengimbau peternak agar tidak buru-buru menyalahkan pakan yang digunakan apabila terjadi sindroma kekerdilan. Sebaiknya peternak menguji ulang pakan yang digunakan, baik dari segi nutrisi dan kualitasnya.

“Ini sulit diubah, mindset peternak sudah terbiasa begitu, kalau sudah begitu terus mau pakai pakan merek apapun kalau tiba-tiba drop performanya sama saja bohong,” ucapnya.

Meminimalisir Stres dan Imunosupresi
Stres adalah kondisi yang harus dihindari. Namun, hewan tidak bisa begitu saja terhindar dari stres, hal ini berkaitan dengan proses pemeliharaan. Dalam kondisi stres ayam akan memproduksi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dalam jumlah berlebihan, sehingga akan menghambat proses metabolisme tubuh dan penurunan penyerapan nutrisi ransum.

Dalam hal ini ayam akan tetap banyak makan tetapi tidak diikuti dengan peningkatan bobot badan yang optimal. Stres juga membuat ayam mengalami imunosupresi, sudah penyerapan nutrisi berkurang, konsumsi pakan menurun ditambah imunosupresi, ayam akan semakin rentan tidak hanya terhadap kekerdilan, tetapi juga penyakit infeksius.

Dalam suatu webinar, Drh Jumintarto dari PT Kertamulya Saripakan, pernah menyampaikan bahwa untuk mengecek kondisi ayam di kandang dalam keadaan stres atau tidak, yang paling terlihat adalah pada bulu bagian sayap.

“Ayam yang berada dalam kondisi yang baik, pertumbuhan bulu di sayapnya akan terlihat rapih, teratur, konformasinya jelas dan enak dilihat. Tetapi kalau dia stres, bulu akan terlihat kusut, tidak teratur, sedikit mengalami penjarangan (kebotakan), dan batangnya mudah patah,” tuturnya.

Dia menjelaskan bahwa apabila gejala seperti itu terlihat, maka seorang dokter hewan harus dapat mengidentifikasi kesalahan dalam manajemen pemeliharaan. Segera setelah ditemukan, dilakukan perbaikan secara menyeluruh untuk menyelamatkan flock tersebut dari stres.

Selain beberapa faktor di atas, kualitas DOC juga memegang peranan penting. Layaknya pakan, DOC juga memiliki grade tertentu. Biasanya grade terbawah memiliki kualitas kurang baik ketimbang grade di atasnya.

Jauhkan Ayam dari Infeksi
Seperti yang sudah disebutkan, beberapa agen infeksius turut berperan penting dalam kasus kekerdilan, antara lain reovirus, entero-like virus, dan picornavirus. Sementara agen bakterial yang terlibat dalam kasus ini umumnya yang menginfeksi saluran pencernaan, seperti E. coli (colibacillosis) maupun clostridium perfringens (necrotic enteritis).

Keberagaman dan kompleksitas agen penyebab sindrom kekerdilan ini menyebabkan kesulitan dalam melakukan diagnosis secara pasti, ditambah dengan gejala klinis yang diperparah oleh faktor eksternal, misalnya stres akibat brooding yang kurang optimal.

Oleh karena itu, dalam menjauhkan ayam dari penyakit infeksius diperlukan pengaplikasian biosekuriti yang baik di peternakan. Praktik biosekuriti yang wajib dilakukan yakni mengendalikan lalu lintas kendaraan dan sarana peternakan yang keluar/masuk kandang. Kemudian pengaturan kunjungan operator maupun manajer kandang, contohnya kunjungan dilakukan dari ayam sehat kemudian ke ayam yang sakit. Intinya terapkan biosekuriti secara baik dan benar, agar ayam dan manusia terhindar dari berbagai jenis penyakit infeksius yang membahayakan. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

KUNCI SUKSES AGAR AYAM TETAP SEHAT DAN LEBIH PRODUKTIF


Kegiatan budi daya memaksa ayam tinggal pada lingkungan buatan di dalam kandang, dengan sirkulasi udara terbatas, aktivitas makan dan minum tergantung pemberian manusia, tidur dan buang kotoran dilakukan di tempat yang sama, akibatnya lingkungan tercemar oleh kotorannya sendiri, udara di dalam ruangan kandang menjadi lembap, pengap, dan bau amoia yang semakin parah di setiap harinya.

Animal welfare (kesejahteraan hewan) bagi ayam yang dibudidayakan meliputi kebutuhan:

• Pakan yang berkualitas dalam jumlah mencukupi
• Air minum bersih yang selalu siap tersedia
• Udara kaya oksigen, segar tanpa bau amonia
• Terlindung dari panas atau hujan
• Aman dari ancaman serangan predator
• Terjaga dari prilaku kanibalisme
• Leluasa beraktivitas tanpa ada kompetisi
• Terbebas dari stres berlebihan akibat perlakuan kasar
• Terhindar dari berbagai macam sumber penyakit

Karena ayam yang dibudidayakan seluruh hidupnya didedikasikan untuk kesejahteraan manusia, maka terpenuhinya animal welfare (kesejahteraan hewan) pada ayam budi daya sepenuhnya menjadi tanggung jawab manusia yang memeliharanya.

Terpenuhinya kesejahteraan bagi ayam ras layer, broiler, dan kampung menjadi kunci agar... Simak cerita selengkapnya di kanal YouTube Majalah Infovet:


Agar tidak ketinggalan info konten terbaru, silahkan kunjungi:
Jangan lupa Subscribe, Like, dan Share. Anda juga bisa memberi komentar dan usulan konten lainnya di kolom komentar.

SUPAYA BROODING TIDAK PONTANG-PANTING

Memaksimalkan fase brooding agar hasilnya memuaskan. (Foto: Dok. Infovet)

Hal tersebut tentu dilakukan agar meminimalisir terjadinya stres pada ayam. Ayam yang stres ketika dimasukkan ke area brooding akan cenderung lebih banyak diam, tidak aktif makan dan minum. Imbasnya, masa-masa awal pertumbuhan yang optimal bisa hilang.

Untuk menghindari hal itu dan bisa memenuhi semua kebutuhan anak ayam, peternak perlu melakukan beberapa persiapan, berikut di antaranya:

Kandang Harus Siap
Pada saat chick-in dan ayam masuk ke brooder, peternak harus memastikan kandang telah siap secara “lahir dan batin”. Maksudnya adalah secara kualitas dan kuantitas infrastruktur harus memadai, kesiapan alat pemanas, pembatas, tempat pakan dan minum. Selain itu, perlu juga memastikan semua peralatan yang dipakai sudah terdisinfeksi dengan istirahat kandang yang cukup.

Seperti yang kerap dilakukan Dadang, peternak asal Cikembar, Sukabumi. Ia memaparkan hal-hal yang dia lakukan dalam membersihkan kandangnya. Dadang menguras habis semua kotoran sisa periode sebelumnya sampai tak tersisa, setelah itu ia melakukan pembersihan dengan menggunakan campuran air dan detergen yang dimasukkan ke dalam pompa bertekanan tinggi, serta mencuci dan menyikat seluruh bagian kandangnya.

Setelah dibilas dan kering, ia menyemprotkan disinfektan ke kandangnya. Disinfektan yang digunakan yakni pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10 bagian. “Diajarinnya begitu, menurut saya sampai saat ini efektif. Saya enggak pernah pakai obat mahal karena enggak sanggup. Yang penting seluruh bagian ter-cover, sikat yang bersih, dan kalau perlu istirahat kandang dilebihkan beberapa hari,” kata Dadang.

Sebelum DOC datang kira-kira 2-3 hari, Dadang kembali menyemprotkan disinfektan ke litter. Tujuannya untuk mengurangi mikroba terutama patogen. Tak lupa pula ia siapkan seluruh peralatan seperti pemanas, tempat pakan dan air minum yang jumlahnya sesuai dengan jumlah ayam. Bila perlu tambahkan kertas koran di atas sekam untuk memudahkan DOC beraktivitas.

Jika menggunakan baby feeder, beberapa praktisi menganjurkan perbandingan ideal sebesar 1 : 45-50 ekor. Sementara jika menggunakan nampan, satu nampan ideal untuk 40-45 ekor ayam. Sedangkan untuk tempat minum, tergantung ukuran dan jenis. Biasanya ukuran satu galon ideal untuk 60 ekor ayam,  sedangkan ukuran dua galon minum otomatis bisa digunakan untuk 90 ekor ayam per unit. Untuk pemanas disarankan yang menggunakan gas. Satu pemanas biasanya mencukupi kebutuhan 500-700 ekor DOC.

Kenali Sistem Pemanas yang Cocok
Sebagai negara dengan iklim tropis, kondisi cuaca daerah di Indonesia memiliki karakter perubahan temperatur antara siang dan malam yang cenderung ekstrem dengan tingkat… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi November 2023.

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer